BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
|
|
- Yanti Tan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Gumuk Pasir (sand dunes) merupakan bentukan alam berupa gundukangundukan pasir menyerupai bukit akibat pergerakan angin (eolean). Istilah gumuk berasal dari bahasa jawa yang berarti gundukan atau sesuatu yang menyembul dari permukaan datar. Gumuk pasir umumnya terbentuk di daerah gurun, namun di Indonesia yang merupakan iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi memiliki gumuk pasir yang menjadikan keunikan tersendiri. Dan Gumuk Pasir yang berada di Desa Parangtritis Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul merupakan satu-satunya di Indonesia. (Sunarto, 2014) Gumuk pasir terbentuk melalui pasir yang dihasilkan dari Gunung Merapi yang terbawa oleh aliran sungai Progo dan sungai Opak, kemudian pasir yang bermuara di sungai tersebut terbawa aliran menuju laut selatan, adanya angin yang cukup kuat menerbangkan butiran-butiran pasir halus ke daratan. Hembusan yang cukup kencang pada musim-musim peralihan membawa pasir yang cukup banyak hingga terbentuklah gundukan-gundukan pasir seperti bukit-bukit kecil yang disebut gumuk pasir. Untuk menghasilkan gumuk pasir yang sekarang ini, dibutuhkan waktu hingga ribuan tahun, sehingga perlu adanya perlindungan secara legal untuk menjaga kelestarian dari Gumuk Pasir tersebut. (Fahruddin, 2012) Menurut Ramadhan (2012) pada awalnya status gumuk pasir merupakan tanah milik Sultan (Sultan Ground), tetapi sebagai tanah yang tidak dimanfaatkan dan letaknya yang berada di bagian belakang dari Pantai Parangtritis dan Pantai Parangkusumo. Hal ini menarik bagi warga sekitar untuk mencoba memanfaatkannya, pada awalnya sebagai lahan pertanian, kemudian kandang ternak, rumah hunian dan warung. Kandang ternak yang terdapat di kawasan ini merupakan 1
2 ekspansi warga dalam memanfaatkan lahan sebagai lahan pertanian, kemudian pemanfaatan ruang berkembang dengan adanya rumah hunian dan warung yang merupakan pengaruh dari perkembangan pariwisata di Pantai Parangtritis. Sehingga semakin lama pemanfaatan lahan di gumuk pasir parangtritis semakin banyak. Pada tahun 2008, kawasan gumuk pasir masuk dalam peraturan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional tahun sebagai Kawasan Lindung Nasional dengan kriteria keunikan bentang alam dan masuk sebagai kawasan cagar alam geologi. Dalam peraturan ini dijelaskan bahwa kawasan gumuk pasir merupakan kawasan strategis yang mempunyai arahan pemanfaatan ruang dengan mencegah, membatasi pemanfaatan ruang yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan. Dalam tahap pemerintah daerah, Pemerintah mempunyai respon yang berbeda-beda dalam menanggapi pemanfaatan lahan di kawasan gumuk pasir. Menurut Ramadhan (2012) terdapat dua kecenderungan dalam rencana program yang dilaksanakan oleh Pemerintah, yang pertama yaitu program yang yang menghambat pemanfaatan lahan di Gumuk Pasir, seperti tertuang dalam RTRW Kabupaten Bantul tahun yang menetapkan bahwa Gumuk Pasir Parangtritis merupakan kawasan strategis lingkungan hidup, yang mana terdapat arahan untuk pencegahan kegiatan budidaya. Sedangkan disisi lain terdapat program pemerintah yang cenderung mendorong pemanfatan ruang di kawasan gumuk pasir seperti adanya penanaman hutan pantai yang sangat jelas mengurangi lahan pasir gumuk, bantuan insentif kepada petani yang mendorong adanya petani baru, bantuan insentif kepada petani tambak dan tidak ada pelarangan secara tegas dalam penambahan bangunan di kawasan gumuk pasir. Pengetahuan masyarakat tentang kawasan gumuk pasir masih sangat minim, masyarakat tidak mengetahui dampak baik dan dampak buruk dari adanya pemanfaatan ruang di kawasan gumuk pasir. Dengan adanya kebijakan pemerintah yang cenderung mendorong pemanfaatan ruang di kawasan gumuk pasir, lahan 2
3 berpasirpun semakin berkurang akibat pemanfaatan ruang yang semakin meluas. Selain itu, lokasi gumuk yang berdekatan dengan pantai parangtritis dan parangkusumo, menimbulkan penambahan bangunan seperti warung dan penginapan. Hal ini merupakan salah satu pemicu berkurangnya lahan di gumuk pasir parangtritis. Lain halnya pemerintah yang mempunyai program pencegahan pemanfaatan ruang, pemerintah melakukan upaya sosialisasi yang memberikan edukasi kepada masyarakat tentang kawasan gumuk pasir, yaitu gumuk pasir merupakan kawasan lindung yang mempunyai keunikan bentang lahan dan satu-satunya di Indonesia, sehingga penting untuk menjaga kelestarian kawasan gumuk pasir. Upaya pencegahan pemanfaatan ruang juga di dukung oleh Lembaga Non Pemerintah, yaitu Laboratorium Geospasial Parangtritis atau sekarang disebut Parangtritis Geomaritime Science Park (PGSP). (Ramadhan, 2012) Tidak adanya ketegasan tentang pencegahan pemanfaatan ruang, kegiatan di kawasan gumuk semakin bertambah. Hal ini berdampak terhadap timbulnya beberapa permasalahan pemanfaatan ruang. Dikutip dari surat kabar Kedaulatan Rakyat (29 Februari 2016), terdapat aktivitas penambangan di kawasan gumuk pasir. Aktivitas ini dikatakan ilegal karena penambangan dilakukan tanpa melalui izin dari pemerintah. Kepelikan permasalahan tidak hanya sampai pada aktivitas penambangan, tetapi merambah hingga kepemilikan lahan. Warga pelaku penambangan pasir mengaku bahwa penambangan dilakukan dilahan milik pribadi, dan lahan tersebut akan digunakan sebagai pertanian. (Kedaulatan Rakyat, 3 Maret 2016). Padahal berdasarkan pernyataan Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam media Kedaulatan rakyat (2 Maret 2016) menyatakan bahwa daerah sepanjang pesisir selatan parangtritis merupakan tanah Sultan (Sultan Ground). 3
4 1.2 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian dalam rumusan masalah diatas adalah: 1. Apakah dampak yang ditimbulkan dari pemanfaatan ruang di kawasan gumuk pasir parangtritis terhadap kondisi fisik dan sosial? 2. Bagaimana pemanfaatan ruang di kawasan gumuk pasir parangtritis? 3. Bagaimana upaya pengendalian pemanfaatan ruang oleh Instansi terkait di kawasan gumuk pasir parangtritis? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari adanya penelitian ini adalah: 1. Mengetahui dampak dari pemanfaatan ruang di kawasan gumuk pasir parangtritis terhadap kondisi fisik dan sosial. 2. Mendiskripsikan pemanfaatan ruang kawasan gumuk pasir parangtritis. 3. Mengetahui upaya pengendalian pemanfaatan ruang oleh Instansi terkait di kawasan gumuk pasir parangtritis. 1.4 Manfaat Penelitian Dalam penyusunan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai kalangan, baik kalangan pemerintah, akademisi maupun kalangan praktisi perencana. Berikut merupakan manfaat dari penelitian ini: 1. Bagi Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah terkait pelestarian Kawasan Gumuk Pasir Parangtritis. Hal ini diperlukan untuk menghindari adanya perbedaan sudut pandang Pemerintah dalam menentukan program-program kebijakan. 4
5 2. Bagi Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi akademisi dalam memberikan temuan tentang pengaruh pemanfaatan ruang di Kawasan Gumuk Pasir Parangtritis. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan, pembanding dan pengembangan bagi penelitian lain pada lokasi dan waktu yang berbeda. 3. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi masyarakat tentang pentingnya pelestarian Kawasan Gumuk Pasir Parangtritis sebagai cagar alam geologi. 1.5 Batasan Penelitian Dalam penelitian ini mempunyai batasan dua batasan penelitian yaitu, batasan fokus dan batasan penelitian. berikut adalah penjabarannya secara lebih detail: Batasan Lokasi Batasan lokasi dalam penelitian ini adalah kawasan gumuk pasir parangtritis, yang terletak di Desa Parangtritis Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul. Kawasan Gumuk Pasir Parangtritis merupakan wilayah di Desa Parangtritis yang mempunyai bentuk lahan gumuk pasir. Disebut sebagai gumuk pasir parangtritis dikarenakan lokasi gumuk ini berada dalam lingkup administrasi di Desa Parangtritis. Lokasi penelitian ini berada di pesisir pantai selatan dari ujung timur pantai parangtritis hingga ke ujung barat pantai depok. Berikut merupakan peta lokasi penelitian 5
6 Gambar 1.1 Peta Lokasi Penelitian Sumber: Survei Penulis, 2016 Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan bahwasanya kawasan gumuk pasir merupakan kawasan Lindung Nasional, kawasan cagar alam dengan kriteria keunikan bentang alam. Namun dalam praktiknya, terdapat banyak kegiatan masyarakat yang memiliki potensi untuk merusak kelestarian cagar alam. Dan adanya kebijakan pemerintah yang cenderung mendorong penggunaan lahan di gumuk pasir Batasan Fokus Batasan fokus dalam penelitian ini adalah permasalahan pemanfaatan ruang di Kawasan Gumuk Pasir Parangtritis. Permasalahan yang dimaksud berupa kegiatan masyarakat yang dapat mengganggu kelestarian di Kawasan Gumuk Pasir. Selain itu, penelitian ini juga difokuskan pada pelaksanaan dan pengendalian yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan non pemerintah. 6
7 1.5.3 Batasan Temporal Penelitian ini mempunyai batasan temporal dari mulai adanya perkembangan penggunaan lahan di kawasan gumuk pasir. berdasarkan data yang diperoleh peneliti, batasan temporal dimulai dari tahun 1973 dimana terdapat foto udara di kawasan gumuk pasir parangtritis yang masih berupan gundukan gumuk yang alami. Kemudian perkembangan guna lahan dari tahun 1973 hingga tahun Selain itu, batasan temporal terhadap peraturan pemerintah di gumuk pasir yang mulai diatur pada tahun 2008 dengan terbitnya RTRW Nasional hingga adanya upaya pengendalian pemanfaatan ruang di tahun Keaslian Penelitan Menurut penelusuran peneliti, terdapat beberapa penelitian yang sudah dilakukan di kawasan Gumuk Pasir Parangtritis, diantaranya adalah sebagai berikut: Tabel 1.1 Tabel Perbandingan Penelitian Kawasan Gumuk Pasir Parangrtitis dengan Penelitian Sebelumnya No Nama/Tahun Judul Fokus Penelitian Metode/Pend ekatan 1 Sunarto (2014) Morfologi dan Kontribusi dari Induktif- Kontribusinya pelestarian bentuk Kualitatif dalam Pelestarian lahan gumuk pasir dan Pesisir Bergumuk ancaman yang dapat Pasir Aeolian dan terjadi di Gumuk pasir Ancaman parangtritis Bencana Agrogenik dan Urbanogenik Bersambung... 7
8 Lanjutan Tabel Danang Identifikasi Pertimbangan spasial Induktif- Kusumabrata Pengaturan Zona lingkungan dan kondisi Kualitatif (2014) Konservasi masyarakat dalam Gumuk Pasir pembuatan pengaturan Parangtritis zonasi dan mengetahui Berdasarkan persepsi dan aspirasi Analisa Tapak masyarakat dari (Spasial), Persepsi manfaat / fungsi dan Aspirasi gumuk pasir Masyarakat 3 Mashudi Majeri Optimalisasi Optimalisasi potensi Deskriptif- (2014) Potensi Lahan lahan gumuk pasir Kualitatif Gumuk Pasir untuk kegiatan untuk Pariwisata pariwisata di Kawasan Parangtritis Yogyakarta 4 Widya Ayu Elzha Aplikasi Citra Mengamati Deskriptif (2012) Resolusi Tinggi persebaran dan Multitemporal perubahan Untuk Monitoring kenampakan gumuk Dinamika pasir dengan teknologi Persebaran Area penginderaan jauh Gumuk Pasir di Pantai Parangtritis 5 Bagus Ramadhan Faktor-faktor Menjabarkan Induktif- (2012) yang penggunaan lahan apa Kualitatif Mempengaruhi saja yang ada di Bersambung... 8
9 Lanjutan Tabel 1.. Penggunaan Lahan di Kawasan Gumuk Pasir dan Kebijakan Pemerintah terkait di Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul 6 Ike Yuli Perkembangan Puspitasari (2011) Gumuk Pasir dan Perubahan Penggunaan Tanah di Gumuk Pasir Pantai Parangtritis 7 Aprilia Aryani Deflasi Pasir Pada (2003) Berbagai Tipe Gumuk Pasir di Parangtritis 8 Rujito (2001) Studi Gumuk Pasir di Pesisir Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta kawasan gumuk pasir parangtritis dan menjabarkan tentang kebijakan pemerintah tentang gumuk pasir parangtritis Perubahan perkembangan lahan di kawasan gumuk pasir pantai parangtritis dari tahun 1972 sampai 2006 Deflasi atau lubang gumuk di berbagai tipe gumuk pasir di parangtritis Perkembangan gumuk pasir dan faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan perkembangan dan tipe gumuk pasir Deskriptif- Kualitatif Deskriptif- Kualitatif Deskriptif- Komparatif Sumber: Analisis Peneliti,
10 Berdasarkan tabel penelitian sebelumnya, diketahui bahwa sudah banyak peneliti yang mengkaji kawasan gumuk pasir. Baik dari segi bentuk lahan, perkembangan lahan, perubahan bentuk lahan, potensi lahan dan kaitan kawasan gumuk pasir dengan kawasan pesisir desa parangtritis. penelitian tentang Kawasan Gumuk Pasir Parangtritis sudah dilakukan sejak lama. Hal ini dapat diketahui melalui penelitian oleh Rujito (2001) dengan judul Studi Gumuk Pasir di Pesisir Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta, pada penelitian ini penulis mengkaji tentang apa saja tipe gumuk yang ada di kawasan tersebut dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan gumuk pasir. Kemudian tahun 2003 oleh Aprilia Aryani, yaitu meneliti tentang Deflasi Pasir Pada Berbagai Tipe Gumuk Pasir di Parangtritis.Penelitian ini mengungkapkan tentang apa saja faktor yang mempengaruhi deflasi, dan tipe gumuk mana saja yang mengalami deflasi. Kemudian muncul penelitian baru seperti Perkembangan Gumuk Pasir dan Perubahan Penggunaan Tanah di Gumuk Pasir Pantai Parangtritis oleh Ike Yuli Puspitasari tahun 2011 yang membahas tentang perubahan penggunaan lahan di kawasan gumuk pasir dari tahun 1973 hingga 2006, lalu penelitian tentang Faktorfaktor yang Mempengaruhi Penggunaan Lahan di Kawasan Gumuk Pasir dan Kebijakan Pemerintah terkait di Desa Parangtritis oleh Bagus Ramadhan tahun 2012, yang membahas tentang sejarah dari adanya perkembangan guna lahan dan kebijakan pemerintah di Kawasan Gumuk Pasir Parangtritis, dan penelitian dari Widya Ayu Elzha tahun 2012 yang membahas tentang perubahan pemanfaatan lahan dari aplikasi citra beresolusi tinggi melalui teknik penginderaan jauh. Dengan berkembangnya guna lahan di gumuk pasir, mempunyai dampak terhadap kondisi fisik gumuk pasir. yaitu terjadi pengurangan lahan berpasir yang cukup banyak dari tahun 1990an hingga tahun Penelitian Danang Kusumabrata membahas tentang upaya konservasi dengan mengidentifikasi peraturan zonasi berdasarkan kondisi fisik lahan. Kemudian pada penelitian Sunarto pada tahun 2014 menjelaskan tentang potensi wilayah dari keberadaan gumuk pasir sebagai bentang 10
11 alam yang unik dan khas, serta ancaman yang dapat terjadi apabila gumuk pasir terus menerus mengalami pengurangan lahan. Sedangkan penelitian ini, mengungkapkan tentang penataan ruang yang sudah berlangsung di Kawasan Gumuk Pasir Parangtritis, yang terdiri dari lingkup perencanaan pemanfaatan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pada penelitian yang sudah ada,penelitian-penelitian sebelumnya lebih banyak membahas tentang kondisi fisik dari kawasan gumuk pasir parangrtitis, hanya sedikit yang membahas tentang pelaksanaan pemanfaatan ruang melalui kebijakan pemerintah. Pada penelitian ini fokus penelitian tidak hanya kepada kondisi fisik dari kawasan gumuk pasir parangtritis, namun kondisi sosial, lingkup pemerintah terkait dengan peraturan yang berlaku dan pengambilan kebijakan terhadap kawasan gumuk pasir parangtritis. 11
ANALISIS DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DI AREA GUMUKPASIR PARANGTRITIS KABUPATEN BANTUL TAHUN
ANALISIS DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DI AREA GUMUKPASIR PARANGTRITIS KABUPATEN BANTUL TAHUN 2003-2014 NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas
Lebih terperinciBAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. program tersebut mendapat tanggapan Pro dan kontra dari masyarakat. Alasan
BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan kajian dan penelitian tentang kontroversial restorasi gumuk pasir terhadap kehidupan sosial masyarakat (studi kasus di Dusun Grogol Desa Parangtritis
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATAPENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR PETA INTISARI ABSTRACT BAB I.
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATAPENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR PETA... ix INTISARI... x ABSTRACT... xi BAB I. PENDAHULUAN 1.1.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Indonesia menempati peringkat kedua dunia setelah Brasil dalam hal keanekaragaman hayati. Sebanyak 5.131.100 keanekaragaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Geologi lingkungan merupakan suatu interaksi antara manusia dengan alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling mempengaruhi
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.. HALAMAN PENGSAHAN.. HALAMAN PERNYATAAN.. INTISARI.. ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR..
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.. HALAMAN PENGSAHAN.. HALAMAN PERNYATAAN.. INTISARI.. ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL i ii iii iv v vi viii xi xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar
Lebih terperinciGUMUK PASIR PARANGTRITIS KONVERSI VERSUS KONSERVASI ( Sebuah Tinjauan Penggunaan Lahan dengan Model Dinamik)
GUMUK PASIR PARANGTRITIS KONVERSI VERSUS KONSERVASI ( Sebuah Tinjauan Penggunaan Lahan dengan Model Dinamik) Lestario Widodo Peneliti di Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian
Lebih terperincidkk.,1997; Kay dan Alder, 2005 dalam Marfai dkk.,2011).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan suatu wilayah yang mempunyai suatu ekosistem yang khas dan mempunyai sumberdaya alam yang baik. Ekosistem ini ada pada mintakat daratan maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Dinamika morfologi muara menjadi salah satu kajian yang penting. Hal ini disebabkan oleh penggunaan daerah ini sebagai tempat kegiatan manusia dan mempunyai
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. (Pregiwati, 2014) menyebabkan penduduknya dominan bermata pencaharian di
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Bentang alam pesisir Indonesia dengan garis pantai sepanjang 95.181 km (Pregiwati, 2014) menyebabkan penduduknya dominan bermata pencaharian di pesisir dan laut. Kementerian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses geomorfologi suatu wilayah di permukaan Bumi dipengaruhi oleh tenaga-tenaga tertentu yang dapat menghasilkan kenampakan geomorfologi yang bervariasi. Angin
Lebih terperinciKeputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung
Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah 506,85 km 2
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima wilayah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah 506,85 km 2 (15,90% dari luas wilayah Provinsi DIY) dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kedelai Glycine max (L.) Merill adalah tanaman asli daratan Cina dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai Glycine max (L.) Merill adalah tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Tanaman kedelai merupakan tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang mempunyai 13.466 pulau dan mempunyai panjang garis pantai sebesar 99.093 km. Luasan daratan di Indonesia sebesar 1,91 juta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. sepanjang km (Meika, 2010). Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia, sebagian wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (Meika,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Rencana pengembangan kawasan pantai selatan Pulau Jawa yang membentang dari Jawa Timur sampai Jawa Barat, tentu akan memberi dampak perkembangan penduduk di daerah-daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan salah satu modal utama untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional, yaitu pemanfaatan sumber daya yang sebesar-besarnya
Lebih terperinci(PSLK) 2016, PENDEKATAN EKOSISTEM SEBAGAI UPAYA PENGELOLAAN KAWASAN GUMUK PASIR DI PARANGTRITIS BANTUL D.I. YOGYAKARTA
PENDEKATAN EKOSISTEM SEBAGAI UPAYA PENGELOLAAN KAWASAN GUMUK PASIR DI PARANGTRITIS BANTUL D.I. YOGYAKARTA Ecosystem Approach As Effort Of Sand Dune Area Management In Parangtritis Bantul Special Region
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km menyimpan kekayaan dan keragaman sumber daya alam baik sumber daya alam yang dapat pulih (seperti
Lebih terperinciPangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20
Lebih terperinciKONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai
Lebih terperinciDINAMIKA PEMANFAATAN LAHAN BENTANG ALAM GUMUK PASIR PANTAI PARANGTRITIS, KABUPATEN BANTUL
DINAMIKA PEMANFAATAN LAHAN BENTANG ALAM GUMUK PASIR PANTAI PARANGTRITIS, KABUPATEN BANTUL Fakhruddin M 1, Aris Poniman 2, Malikusworo H 3 1 Staf Pusat Atlas dan Tata Ruang Bakosurtanal 2 Peneliti Utama
Lebih terperinciStudi Hidrogeologi dan Identifikasi Intrusi Air asin pada Airtanah di Daerah Samas, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ketika kesetimbangan neraca air suatu daerah terganggu, maka terjadi pergeseran pada siklus hidrologi yang terdapat di daerah tersebut. Pergeseran tersebut dapat terjadi
Lebih terperinciLampiran 1. Peta Rencana Pola Ruang Pantai Selatan
Lampiran 1. Peta Rencana Pola Ruang Pantai Selatan 120 Lampiran 2. Peta Kawasan Muara Sungai Progo 121 122 Lampiran 3. Kondisi Muara Sungai Progo tahun (a) 2001 (b) 2004 123 MORFOLOGI HULU - MUARA SUNGAI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar
Lebih terperinci2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciAnalisis Arah Angin Pembentuk Gumuk Pasir Berdasarkan Data Morfologi dan Struktur Sedimen, Daerah Pantai Parangtritis, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Analisis Arah Angin Pembentuk Gumuk Pasir Berdasarkan Data Morfologi dan Struktur Sedimen, Daerah Pantai Parangtritis, Daerah Istimewa Yogyakarta. Herning Dyah Kusuma Wijayanti 1, Fikri Abubakar 2 Dosen,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan mutlak bagi seluruh kehidupan di bumi. Air juga merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Tetapi saat ini, ketidakseimbangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geografi adalah ilmu yang mempelajari permukaan bumi sebagai sebuah ruang yang mana di dalamnya merupakan tempat sekumpulan orang tinggal (Hagget 1986, 175). Pariwisata
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang
4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciGEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik
GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Geomorfologi Bentuk lahan di pesisir selatan Yogyakarta didominasi oleh dataran aluvial, gisik dan beting gisik. Dataran aluvial dimanfaatkan sebagai kebun atau perkebunan,
Lebih terperinci2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS
KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penentuan karakteristik
Lebih terperinciBAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI
BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI 3.1 Deskripsi Umum Lokasi Lokasi perancangan mengacu pada PP.26 Tahun 2008, berada di kawasan strategis nasional. Berda satu kawsan dengan kawasan wisata candi. Tepatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pantai Parangtritis merupakan salah satu pantai di Daerah Istimewa Yogyakarta yang paling banyak menyumbangkan pendapatan daerah, khususnya bagi Kabupaten Bantul. Pantai
Lebih terperinciKATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN
KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.5
SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.5 1. Perombakan batuan menjadi bagian lebih kecil, tetapi tidak mengubah unsur kimia batuan tersebut dikenal dengan pelapukan....
Lebih terperinciKementerian Kelautan dan Perikanan
Jakarta, 6 November 2012 Wilayah Pesisir Provinsi Wilayah Pesisir Kab/Kota Memiliki 17,480 pulau dan 95.181 km panjang garis pantai Produktivitas hayati tinggi dengan keanekaragaman hayati laut tropis
Lebih terperinci2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L
No.1662, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Cagar Aalam Geologi. Penetapan Kawasan. Pedoman. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG
Lebih terperinciBAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA
PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1.
SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1 1. Hasil penginderaan jauh yang berupa citra memiliki karakteristik yang
Lebih terperinci3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi
3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA PERKEMBANGAN GUMUK PASIR DAN PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH DI GUMUK PASIR PANTAI PARANGTRITIS, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI
UNIVERSITAS INDONESIA PERKEMBANGAN GUMUK PASIR DAN PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH DI GUMUK PASIR PANTAI PARANGTRITIS, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI IKE YULI PUSPITASARI 0706265516 FAKULTAS MATEMATIKA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Gorontalo merupakan salah satu kota di Indonesia yang rawan terjadi banjir. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi berkisar antara 106 138mm/tahun,
Lebih terperinci19 Oktober Ema Umilia
19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung
Lebih terperinciURGENSI PETA DESA UNTUK PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA
VOLUME II JUNI 2016 Museum for Edutourism 2015 Antropodinamik Tambak Udang Berburu Fishing Ground dengan Satelit Pengenalan Gumuk Pasir Sejak Dini Masyarakat Nelayan Desa Dadap, Indramayu Menelaah Lebih
Lebih terperinciBAGIAN PENDAHULUAN Latar Belakang Persoalan Perancangan
Latar Belakang Persoalan Perancangan Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang membentang dari Sabang hingga Merauke yang memiliki berbagai keanekaragaman di dalamnya, mulai dari suku, budaya, bahasa,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kecamatan Srandakan merupakan salah satu kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Bantul. Secara astronomi keberadaan posisi Kecamatan Srandakan terletak di 110 14 46 Bujur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang pantai Indonesia
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Nomor Per.06/MEN/2010 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas
Lebih terperinciBEST PRACTICES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SATU PETA DALAM PENYEDIAAN DATA SPASIAL INVENTARISASI GRK
BEST PRACTICES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SATU PETA DALAM PENYEDIAAN DATA SPASIAL INVENTARISASI GRK Lien Rosalina KEPALA PUSAT PEMETAAN & INTEGRASI TEMATIK BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Workshop One Data GHG
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciKARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi
III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk Indonesia sebagai sektor yang dapat diandalkan dalam pembangunan ekonomi. Bahkan tidak berlebihan,
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5794. KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 326). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yang terkandung di dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami di lahan yang relatif
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah yang berlandaskan UU No. 32 tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, memberikan kewenangan yang sangat
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL
BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL 3.1. Tinjauan Kabupaten Bantul 3.1.1. Tinjauan Geografis Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul merupakan salah satu Kabupaten dari 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.
SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN
BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN 3.1. Tinjauan Umum Kota Yogyakarta Sleman Provinsi Derah Istimewa Yogyakarta berada di tengah pulau Jawa bagian selatan dengan jumlah penduduk 3.264.942 jiwa,
Lebih terperinciGambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV
LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan lahan berhubungan erat dengan dengan aktivitas manusia dan sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota dipengaruhi oleh adanya
Lebih terperinciBUPATI BANDUNG BARAT
1 BUPATI BANDUNG BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN SITUS GUA PAWON DAN LINGKUNGANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan bakau / mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut (pesisir). Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan
Lebih terperinciLAPORAN PENELITIAN MELIBATKAN MAHASISWA
LAPORAN PENELITIAN MELIBATKAN MAHASISWA PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENANAMAN CEMARA LAUT (Casuarina Equisetifolia L.) DI LAHAN PASIR PANTAI SELATAN KABUPATEN BANTUL SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA Oleh:
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : a. bahwa pantai merupakan garis pertemuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN 0854-4549.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat, dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kimia airtanah menunjukkan proses yang mempengaruhi airtanah. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen. Nitrat merupakan salah
Lebih terperinciKETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;
Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta terletak antara 70 33' LS ' LS dan ' BT '
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terletak di bagian selatan tengah Pulau Jawa yang dibatasi oleh Samudera Hindia di bagian selatan dan Propinsi Jawa Tengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gumuk pasir pada umumnya dijumpai di wilayah beriklim gurun (Pye and Tsoar, 2009). Tenaga utama pembentuk gumuk pasir adalah angin. Gumuk pasir di wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN 2009-2028 I. UMUM 1. Ruang wilayah Kabupaten Pacitan, baik sebagai kesatuan
Lebih terperinciRENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2018
RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2018 DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2017 PERAN DISLAUTKAN DIY Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sektor kelautan
Lebih terperinciANALISIS DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DI AREA GUMUKPASIR PARANGTRITIS KABUPATEN BANTUL TAHUN SKRIPSI
ANALISIS DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DI AREA GUMUKPASIR PARANGTRITIS KABUPATEN BANTUL TAHUN 2003-2014 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi
Lebih terperinciURGENSI PETA DESA UNTUK PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA
VOLUME II JUNI 2016 Museum for Edutourism 2015 Antropodinamik Tambak Udang Berburu Fishing Ground dengan Satelit Pengenalan Gumuk Pasir Sejak Dini Masyarakat Nelayan Desa Dadap, Indramayu Menelaah Lebih
Lebih terperinciRENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa
Lebih terperinciPenataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian
Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada 2001, pembahasan mengenai penetapan Gunung Merapi sebagai kawasan taman nasional mulai digulirkan. Sejak saat itu pula perbincangan mengenai hal tersebut menuai
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI
26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta 4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Secara geografis DI. Yogyakarta terletak antara 7º 30' - 8º 15' lintang selatan dan
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso
KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah
Lebih terperinciKARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di
IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Latar Belakang. minyak bumi dan gas. Kepariwisataan nasional merupakan bagian kehidupan
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan pariwisata menduduki posisi sangat penting setelah minyak bumi dan gas. Kepariwisataan nasional merupakan bagian kehidupan bangsa yang dapat meningkatkan perekonomian.
Lebih terperinciBAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN
BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN 3.1 Data Lokasi Gambar 30 Peta Lokasi Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 62 1) Lokasi tapak berada di Kawasan Candi Prambanan tepatnya di Jalan Taman
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan flora dan fauna yang hidup pada suatu kawasan atau wilayah dengan luasan tertentu yang dapat menghasilkan iklim mikro yang berbeda dengan keadaan
Lebih terperinciLAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1
LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L
Lebih terperinciIII METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.
III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak abad ke-18, pertumbuhan penduduk di dunia meningkat dengan tajam. Lahan lahan dengan potensi untuk dipergunakan sebagai tempat bermukim pun beragam. Besarnya
Lebih terperinci2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PEMERINTAHAN. Wilayah. Nasional. Rencana. Tata Ruang. Peta. Ketelitian. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinci