TESIS SUGENG IBRAHIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 PEMBERIAN EKSTRAK AKAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TESIS SUGENG IBRAHIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 PEMBERIAN EKSTRAK AKAR"

Transkripsi

1 TESIS PEMBERIAN EKSTRAK AKAR PASAK BUMI (Eurycoma longifolia) ATAU EKSTRAK AKAR PURWOCENG (Pimpinela Alpina molk) MENINGKATKAN KADAR TESTOSTERON PADA TIKUS WISTAR JANTAN TUA SUGENG IBRAHIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 PEMBERIAN EKSTRAK AKAR PASAK BUMI (Eurycoma longifolia) ATAU EKSTRAK AKAR PURWOCENG (Pimpinela Alpina molk) 1

2 2 MENINGKATKAN KADAR TESTOSTERON PADA TIKUS WISTAR JANTAN TUA Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana SUGENG IBRAHIM NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 Lembar Persetujuan Pembimbing TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL :..

3 3 Pembimbing I Pembimbing II Prof. DR.dr. Wimpie Pangkahila Sp And FAACS NIP Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc, Sp.And NIP Mengetahui, Ketua Program Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana DR.dr. Gde Ngurah PENETAPAN Indraguna PENGUJI Pinatih, M.Sc., Sp.GK NIP Tesis ini telah diuji pada Tanggal Penguji tesis berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No : /UN14.4/HK/2016, Tanggal:..

4 4 Ketua Sekretaris Anggota : Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS : Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc, Sp.And : 1. Prof. dr. I Gusti.Made Aman, Sp.FK 2.Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK., M.Kes, M.Sc. 3. DR.dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.GK SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT NAMA : dr. Sugeng Ibrahim NIM : PROGRAM STUDI : ILMU BIOMEDIK

5 5 JUDUL TESIS : PEMBERIAN EKSTRAK AKAR PASAK BUMI (Eurycoma longifolia) ATAU EKSTRAK AKAR PURWOCENG (Pimpinela Alpina molk) MENINGKATKAN KADAR TESTOSTERON PADA TIKUS WISTAR JANTAN TUA Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Denpasar, 25 Maret 2016 (dr. Sugeng Ibrahim) UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan yang sedalam-dalamnya kepada Tuhan untuk petunjuk serta karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis dan penelitian ini disusun untuk memenuhi persyaratan tugas akhir studi yang telah dijalankan oleh penulis untuk memperoleh gelar Magister

6 6 pada Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti-Aging Medicine, Pascasarjana Universitas Udayana. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD. KEMD. dan Prof. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K)., Direktur Program Pascasarjana serta Dr. dr. Gde. Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp. GK Ketua Program Studi Ilmu Biomedik atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Udayana. Terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS, Pembimbing I, yang telah meluangkan waktu dan pemikiran untuk membimbing, mengarahkan, mengoreksi serta memberi masukan yang berharga kepada Penulis dalam penelitian dan seluruh proses pembuatan tesis ini. Terima kasih pula kepada Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc, Sp.And pembimbing II untuk waktu yang sangat berharga, kesabaran, arahan serta bimbingan dalam setiap tahap penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada para penguji tesis ini, yaitu Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK, DR.dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.GK dan Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK., M.Kes, yang telah memberi koreksi dan masukan yang sangat berharga. Terima kasih sebesar-besarnya dan penghargaan kepada Chief Orlen, dan seluruh rekan seangkatan di AAM IX Udayana, kakakku dr. Herti Sillalahi dan adik -

7 7 adikku dr. Herna, dr. Widya, dr. Iftitah, dr. Juju dan dr. Siska atas spirit yang diberikan. Terima kasih kepada istriku Diana dan anak gadisku Meutia untuk dorongan semangat yang tulus. Denpasar, Maret 2016 Penulis ABSTRAK PEMBERIAN EKSTRAK AKAR PASAK BUMI (Eurycoma longifolia) ATAU EKSTRAK AKAR PURWOCENG (Pimpinela Alpina molk) MENINGKATKAN KADAR TESTOSTERON PADA TIKUS WISTAR JANTAN TUA Manusia mengalami proses penuaan, penurunan fungsi biologik, penurunan kadar hormon terutama testosteron. Penurunan kadar testosteron mengakibatkan gangguan libido, disfungsi ereksi, kognitif, penurunan massa otot, penurunan densitas tulang, Androgen Deficiency in The Aging Male ( A.D.A.M ) sehingga diperlukan subtitusi testosteron sabagai terapi. Pasak bumi (Eurycoma longifolia) dan Purwoceng (Pimpinella alpina Molk) mengandung Phytotestosteron. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan pemberian ekstrak akar Pasak bumi (Eurycoma longifolia) atau Purwoceng (Pimpinella alpina Molk) meningkatkan kadar testosteron tikus wistar jantan tua. Rancangan penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan post-test only control group design yang menggunakan 30 ekor Tikus putih (Rattus norvegicus) jantan, berumur ( 18 bulan ). Tikus dibagi menjadi 3

8 8 kelompok, masing - masing 10 ekor Tikus. Kelompok kontrol diberikan Placebo (P0) selama 14 hari, kelompok perlakuan 1 diberikan ekstrak akar pasak bumi (Eurycoma longifolia) dosis 200mg/200gr tikus selama 14 hari (P1), dan kelompok perlakuan 2 diberikan ekstrak Purwoceng (Pimpinella alpina Molk) dosis 200mg/200gr tikus selama 14 hari (P2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol yang diberikan plasebo (P0), memiliki rerata kadar testosteron sebesar 2,787 ± 0,314 ng/ml, pada kelompok perlakuan 1 (P1) adalah 3,666 ± 0,493 ng/ml, dan pada kelompok perlakuan 2 (P2) adalah 3,569 ± 0,606 ng/ml. Hal ini menunjukkan bahwa dua kelompok, P0 dibanding P1 dan P0 dibanding P2 setelah diberikan perlakuan selama 14 hari, memiliki rerata kadar testosteron yang berbeda sangat bermakna (p<0,01). Sementara P1 dibanding P2 berbeda tidak bermakna (p>0,05). Disimpulkan bahwa pemberian ekstrak akar pasak bumi (Eurycoma longifolia) atau ekstrak akar Purwoceng (Pimpinella alpina Molk) meningkatkan kadar hormon testosteron pada tikus wistar jantan tua (p<0,01). Pemberian ekstrak akar pasak bumi (Eurycoma longifolia) oral tidak lebih meningkatkan kadar hormon testosteron dibandingkan pemberian ekstrak akar Purwoceng (Pimpinella alpina Molk) oral pada tikus wistar jantan tua (p>0,05). Kata kunci : Penuaan, Testosteron, A.D.A.M, Eurycoma longifolia, Pimpinella alpina Molk, Phytotestosteron ABSTRACT TREATMENT ADMINISTRATION OF EURYCOMA LONGIFOLIA ROOT EXTRACT or PIMPINELLA ALPINA MOLK ROOT EXTRACT INCREASED TESTOSTERONE LEVEL IN AGED MALE RATTUS NORVEGICUS Human suffer aging process, biological function decrease, especially Testosterone level decrease. Decrease Testosterone level, effects to decrease libido, erectile disfungtion (ED), decrease muscle mass, decrease bone marrow density, Androgen Deficiency in The Aging Male ( A.D.A.M ). Testosterone substitution therapy is needed. Eurycoma Longifolia and Pimpinella Alpina Molk consisting Phytotestosteron. Goal of this study, is to prove that Eurycoma Longifolia root extract and Pimpinella Alpina Molk root extract increasing Testosterone level in aged male Rattus Norvegicus. The study design was experimental, with post-test only control group design with 30 male Rattus Norvegicus, 18 months age. Rats were divided 3

9 9 groups, each of 10 Rats. Control group were given placebo ( P0 ) for 14 days, treatmen group 1 were given Eurycoma Longifolia extract 200mg/200gr for 14 days ( P1 ), treatmen group 2, were given Pimpinella Alpina Molk root extract 200mg/200gr for 14 days (P2). The study results showed that P0, have mean of Testosteron level 2,787 ± 0,314 ng/ml, (P1) were 3,666 ± 0,493 ng/ml, and (P2) were 3,569 ± 0,606 ng/ml. This showed that 2 groups, P0 compared to P1 and P0 compared P2 were having very significant mean of Testosterone (p<0,01) after 14 days treatment. While P1 compared to P2 did not significant (p>0,05). It was concluded that, treatment administration of root extract Eurycoma Longifolia or Pimpinella Alpina Molk increased Testosterone level of aged male Rattus Norvegicus (p<0,01). Treatment administration of Eurycoma Longifolia did not significantly increase Testosteron level compared with treatment of Pimpinella Alpina Molk in aged male Rattus Norvegicus (p>0,05). Keywords: Aging, Testosteron, (A.D.A.M), Eurycoma longifolia,pimpinella alpina Molk, Phytotestosteron DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii PENETAPAN PENGUJI... iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v UCAPAN TERIMA KASIH... vi ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1 L atar Belakang... 1

10 R umusan Masalah T ujuan Penelitian M anfaat Penelitian Manfaat Ilmiah Manfaat Praktis BAB II KAJIAN PUSTAKA Penuaan Testosteron Struktur Kimia Testosteron Biosintesis Testosteron Fungsi Testosteron Pasak Bumi (Eurycoma longifolia) Deskripsi Tumbuhan Pasak Bumi Manfaat Tumbuhan Pasak Bumi Kandungan Senyawa Pasak Bumi Uji Toksisitas Pasak Bumi Purwoceng (Pimpinela Alpina molk) D

11 Deskripsi Tanaman Purwoceng Manfaat Tanaman Purwoceng Kandungan Senyawa Purwoceng Tikus (Rattus norvegicus) BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, HIPOTESIS 3.1 Kerangka Berpikir Konsep Penelitian Hipotesis Penelitian 4 5 BAB IV METODE PENELITIAN Rancangan penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Populasi Kriteria Sampel Kriteria Inklusi Kriteria Drop Out Penentuan Besar dan cara Pengambilan Sampel Penghitungan Besar Sampel Teknik Pengambilan Sampel

12 Variabel Identifikasi Variabel Klasifikasi Variabel Definisi Operasional Variabel Bahan dan Alat Penelitian Prosedur Penelitian Pemeliharaan Tikus Prosedur pembuatan ekstrak akar Pasak Bumi Prosedur pembuatan ekstrak akar Purwoceng Pelaksanaan Penelitian Prosedur Pengambilan Darah Tikus Prosedur pemeriksaan Testosteron Alur Penelitian Analisis Data BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Analisis Deskriptif Uji Normalitas Data Uji Homogenitas Data Analisis Komparabilitas. 62

13 13 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Subjek Penelitian Distribusi dan Homogenitas Data Hasil Penelitian Pengaruh Pemberian Ekstrak Akar Pasak Bumi (Eurycoma longifolia) dan Purwoceng (Pimpinella alpina Molk). 66 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Saran. 74 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN.. 83 DAFTAR GAMBAR Halaman 2.1 Struktur Testosteron (Sherwood, 2007) Jalur Biosintesis Testosteron (Atanassova and Koeva, 2012) Aksis Hipotalamus-Hipofisis-Testis (Fitria, 2010)

14 Pohon pasak bumi, akar pasak bumi Tanaman Purwoceng (Tjitrosoepomo, 1994) Kerangka Konsep Penelitian Rancangan Penelitian Hubungan Antar Variabel Bagan Alur Penelitian Grafik Perbedaan Rerata Kadar Testosteron antar Kelompok DAFTAR TABEL 2.1 Data biologis tikus wistar (Hubrecht dan Kirkwood, 2010) Hasil Analisis Deskriptif Data Kadar Testosteron Hasil Uji Normalitas Data Kadar Testosteron Antar Kelompok Hasil Uji Homogenitas Data Kadar Testosteron Antar Kelompok Perbandingan Rerata Kadar Testosteron antar Kelompok Setelah Perlakuan Analisis LSD Perbandingan Rerata Kadar Testosterom antar Kelompok... 63

15 Analisis LSD Perbandingan Rerata Kadar Testosterom antar Kelompok...63 DAFTAR LAMPIRAN 1. Kelaikan Etik Hasil Analisis Kadar Phytotestosteron Analisis deskriptif Uji Normalitas Data Uji Homogenitas Data Analisis komparasi menggunakan anova Uji lanjutan dengan LSD Dokumentasi Penelitian... 90

16 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki fase kehidupan sejak lahir di dunia yang akan dilalui oleh seluruh umat manusia, meliputi lahir, masa kanak-kanak, remaja, dewasa hingga sebelum kematiannya akan mengalami masa penuaan. Fase kehidupan seperti ini ini tidak dapat dihindari dan pasti akan dialami oleh setiap manusia. Hingga saat ini, penuaan masih menjadi momok menakutkan bagi sebagian besar manusia, karena rendahnya kualitas hidup. Selama ini penuaan identik dengan hari-hari yang kurang menyenangkan karena manusia akan di hadapkan pada berbagai keluhan, penyakit degeneratif, dan menurunnya kualitas hidup. Penuaan merupakan penurunan fungsi biologik dari usia kronologik (Fowler, 2003), suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan secara perlahan-lahan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan mempertahankan struktur, serta fungsi normalnya. Akibatnya tubuh tidak dapat bertahan terhadap kerusakan atau memperbaiki kerusakan tersebut (Cunningham, 2003). Penuaan dapat ditandai dengan penurunan energi, massa otot, dan gangguan kognitif (Null, 2006). Saat ini, pandangan terhadap proses penuaan telah mengalami pergeseran. Proses penuaan dapat dicegah, diobati dan dikembalikan ke keadaan semula (Pangkahila, 2007). Penyakit dan disabilitas dahulu dianggap sebagai bagian yang tidak dapat dihindari dari suatu proses tumbuh kembang, akan tetapi hal ini tidak lagi dianggap benar. Proses penuaan memang meningkatkan risiko untuk munculnya masalah-masalah kesehatan, tetapi banyak orang-orang tua yang masih

17 17 sehat dan aktif pada usia lanjut. Upaya-upaya untuk memperlambat proses penuaan tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan usia harapan hidup tetapi juga usia harapan hidup aktif, yaitu kondisi bebas penyakit meskipun di usia lanjut. (NIH, 2010). Beberapa hormon akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Penurunan ini akan menimbulkan berbagai tanda dan keluhan. Beberapa hormon yang pasti menurun kadarnya seiring dengan bertambahnya usia adalah testosteron, estrogen dan progesteron, dehydroepiandrosterone (DHEA), melatonin, triiodothyronine (T3), human growth hormone (HGH) dan Insulinelike Growth Factor-1 (IGF-1) (Goldmann and Klatz, 2007; Pangkahila, 2011). Testosteron adalah salah satu hormon steroid dari androgen yang ada pada manusia. Secara umum terdapat 2 macam efek Testosteron terhadap tubuh yaitu efek anabolik (pertumbuhan) dan efek androgenik (pematangan organ seksual). Efek androgenik meliputi: pematangan organ seks, terutama penis dan pembentukan skrotum, pendalaman suara, pertumbuhan janggut dan ketiak rambut. Secara umum testosteron banyak berperan dalam pembentukan karakteristik seks sekunder laki-laki (Bhasin et al., 2001). Kekurangan testosteron pada pria yang mengalami penuaan sering dikaitkan dengan hilangnya libido, disfungsi ereksi, depresi, penurunan kemampuan kognitif, lesu, osteoporosis, dan hilangnya massa otot dan kekuatan. Gejala-gejala ini secara kolektif dikenal sebagai masa andropause, atau Androgen Deficiency in The Aging Male (ADAM), dan Partial Androgen Deficiency In The

18 18 Aging Male (PADAM) sindrom ini cenderung menjadi lebih parah semakin bertambahnya usia (Rajfer, 2003). Terjadi perubahan degeneratif pada hipotalamus dan testis dengan bertambahnya usia, yang memberikan kontribusi terhadap hipogonadisme pada pria. Respon regulasi menurunnya kadar LH yang akan diikuti dengan menurunnya kadar Terstosteron menjadi kurang sensitive dengan bertambahnya usia (Veldhuis et al., 2001). Hal ini mungkin karena kegagalan hipotalamus untuk menghasilkan GnRH (Mulligan et al., 2006). Penelitian menunjukkan bahwa penurunan kadar Testosteron dapat menyebabkan berbagai perubahan fisik dan mental yang berhubungan dengan proses penuaan (Raynor et al., 2007). Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati terbesar dengan sekitar jenis tanaman dan lebih dari 940 jenis tanaman obat (Akib, 2006). Sebagian besar hanya berdasarkan pengalaman turun temurun, sehingga pemakaiannya kurang jelas efektivitasnya, dosis, efek samping maupun toksisitasnya, sehingga perlu dilakukan upaya ilmiah agar pemakaian obat tradisional dapat tepat dosis dan memenuhi kaidah ilmiah. Pasak Bumi (Eurycoma longifolia) merupakan salah satu tanaman herbal yang banyak terdapat di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, Thailand,

19 19 Laos, Kamboja dan Vietnam (Hassanah et al., 2006). Pasak Bumi dikenal di Indonesia, di Vietnam dikenal dengan Cay Ba Binh, Bahrain menyebutnya dengan Longir Siam dan di Thailand dikenal dengan nama Tung Sawa (Goreja, 2004). Beberapa penelitian membuktikan bahwa ekstrak akar Pasak Bumi berpengaruh terhadap fertilitas pada tikus jantan, diantaranya ekstrak methanol akar Pasak Bumi dosis 200 mg/kgbb dapat meningkatkan jumlah sel sperma, sel Sertoli. Selain itu laporan menyebutkan bahwa Pasak Bumi pada hewan coba terbukti mampu meningkatkan aktivitas seksual (Ang dan Ngai, 2001; Ang dan Lee, 2002a; 2002b; Ang et al., 2000, 2003a, 2003b). Pasak Bumi memiliki efek untuk meningkatkan kadar hormon Testosteron pada dosis tertentu (Tambi, 2012). Pemberian Pasak Bumi pada pria dengan infertilitas idiopatik mampu meningkatkan konsentrasi sperma, motilitas sperma dan morfologi sperma (Chan, 2009). Sebelumnya juga telah dilakukan penelitian pada hewan coba dengan pemberian ekstrak air akar Pasak Bumi dosis 50 mg/kgbb selama 6 hari tidak mampu meningkatkan kadar hormon Testosteron dan pemberian ekstrak air akar Pasak Bumi dosis 200 mg/kgbb selama 49 hari mampu meningkatkan kadar hormon Testosteron (Hayati, 2011). Penelitian lain dengan menggunakan ekstrak akar Pasak Bumi dosis 600 mg/kgbb selama 14 hari menunjukkan adanya peningkatan kadar hormon Testosteron total darah pada kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak akar Pasak Bumi secara oral (p<0.05). Beradasarkan hasil penelitian ini didapatkan

20 20 peningkatan kadar Testosteron pada kelompok perlakuan dari rerata 2,50±0,02 ng/ml menjadi 2,99±0,04 ng/ml setelah 14 hari perlakuan (Novianti, 2015). Purwoceng (Pimpinella alpina Molk) merupakan salah satu tumbuhan obat asli Indonesia yang diduga mempunyai efek androgenik digunakan oleh masyarakat sebagai obat untuk menimbulkan dorongan seksual. Penduduk sekitar dataran tinggi Dieng sejak dulu telah menggunakan tumbuhan obat ini sebagai salah satu bagian ramuan obat tradisional untuk mengobati macam-macam penyakit dan gangguan kesehatan, sedangkan ekstrak akarnya sebagai diuretika, tonika (Usmiati dan Yuliani, 2010). Beberapa penelitian telah menguji efek penggunaan akar Purwoceng pada tikus. Laporan penelitian menunjukkan bahwa tikus yang diberi ekstrak Purwoceng dengan dosis 2 ml (50 mg) dapat meningkatkan kadar LH dan Testosteron. Tikus jantan umur 90 hari dengan berat badan rata-rata 200 gram diberi ekstrak Purwoceng sebanyak 25 mg, hasilnya menunjukkan bahwa pemberian ekstrak dapat meningkatkan spermatogenesis dalam testis dan motilitas sperma (Taufiqqurrachman, 2012). Penelitian lain melaporkan bahwa ekstrak akar Purwoceng yang diberikan pada tikus Spraque Dawley juga dapat meningkatkan derajat spermatogenesis dalam testis, jumlah maupun motilitas spermatozoa dibandingkan dengan kontrol (tanpa pemberian purwoceng), namun cenderung tidak berbeda dengan perlakuan Pasak Bumi (Juniarto, 2004). Hasil identifikasi secara kualitatif, akar Purwoceng mengandung senyawa turunan kumarin seperti bergapten, xanthotoksin, marmesin, 6,8 dimetoksi umbelliferon dan psoralen (Hernani dan Yuliani, 1991).

21 21 Studi lain menunjukkan hasil isolasi senyawa aktif dari tanaman purwoceng terdapat Stigmasterol yaitu senyawa golongan steroida saponin yang mempunyai gugus OH terikat pada atom karbon ke - 3 dari inti siklopentanoperhidrofenantren, sehingga mampu mengadakan ikatan dengan oligosakarida (Suzery et al., 2004). Saponin steroid larut dalam air akibat ikatan glikosida yang terbentuk. Senyawa ini diduga sebagai salah satu pemicu timbulnya perilaku seksual setelah menggunakan ekstrak Purwoceng. Senyawa saponin steroid tersusun dari suatu aglikon steroid yang terikat pada suatu oligosakarida. Senyawa ini biasa digunakan sebagai bahan dasar industri pada produk hormon seks dan aktivitas anabolik (Dewick, 1997). Pada hasil analisis laboratorium Analitik Universitas Udayana 2016 didapatkan kadar phytotestosteron pada ekstrak akar Pasak Bumi (Eurycoma longifolia) sebesar 12,17 % dan pada ekstrak akar Purwoceng (Pimpinella alpina Molk) sebesar 10,60 % (Lampiran 1). Phytotestosterone adalah kelompok ekstrak tanaman yang mampu meniru dan memperkuat aksi dari hormon Testosteron itu sendiri.

22 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Apakah pemberian ekstrak akar Pasak Bumi (Eurycoma longifolia) oral dapat meningkatkan kadar hormon Testosteron pada tikus wistar jantan tua? 2. Apakah pemberian ekstrak akar Purwoceng (Pimpinella alpina Molk) oral dapat meningkatkan kadar hormon Testosteron pada tikus wistar jantan tua? 3. Apakah pemberian ekstrak akar Pasak Bumi (Eurycoma longifolia) oral lebih meningkatkan kadar hormon Testosteron dibandingkan pemberian ekstrak akar Purwoceng (Pimpinella alpina Molk) oral pada tikus wistar jantan tua? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk membuktikan pemberian ekstrak akar Pasak Bumi (Eurycoma longifolia) oral dapat meningkatkan kadar hormon Testosteron pada tikus wistar jantan tua. 2 Untuk membuktikan pemberian ekstrak akar Purwoceng (Pimpinella alpina Molk) oral dapat meningkatkan kadar hormon Testosteron pada tikus wistar jantan tua. 3 Untuk membuktikan ekstrak akar Pasak Bumi (Eurycoma longifolia) oral lebih meningkatkan kadar hormon Testosteron dibandingkan pemberian

23 23 ekstrak akar Purwoceng (Pimpinella alpina Molk) oral pada tikus wistar jantan tua 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Ilmiah Memperbanyak informasi ilmiah terkait manfaat ekstrak akar Pasak Bumi (Eurycoma longifolia) dan Akar Purwoceng (Pimpinella alpina Molk) terhadap kadar Testosteron total pada tikus wistar jantan tua Manfaat Praktis Memperbanyak informasi dan menawarkan ekstrak Akar Pasak Bumi (Eurycoma longifolia) dan Akar Purwoceng (Pimpinella alpina Molk) kepada masyarakat untuk mengatasi keluhan akibat proses penuaan yang terjadi karena penurunan kadar hormon Testosteron.

24 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan Definisi Penuaan Ilmu kedokteran Anti-Aging Medicine (AAM) menjadi salah satu ilmu yang telah membawa konsep baru dalam dunia kedokteran. Saat ini penuaan dianggap sebagai penyakit, sehingga dapat dicegah atau diobati bahkan dikembalikan ke keadaan semula sehingga usia harapan hidup dapat menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Goldman dan Klatz, 2007; Pangkahila, 2007). Dengan mencegah proses penuaan, fungsi berbagai organ tubuh dapat dipertahankan agar tetap optimal. Hasilnya organ tubuh dapat berfungsi seperti pada usia yang lebih muda, walaupun usia sebenarnya bertambah. Dengan demikian penampilan dan kualitas hidup dapat menjadi lebih muda dibandingkan dengan usia sebenarnya (Pangkahila, 2007). Aging secara praktis dapat dilihat sebagai suatu penurunan fungsi biologik dari usia kronologik, dan aging tidak dapat dihindari, berjalan dengan kecepatan yang berbeda tergantung dari susunan genetik seseorang, lingkungan dan gaya hidup sehingga aging dapat terjadi lebih dini atau lambat tergantung dari kesehatan individu (Fowler, 2003). Definisi aging menurut A4M (American Academy of Anti Aging Medicine) adalah kelemahan dan kegagalan fisik dan mental yang berhubungan dengan aging yang normal disebabkan karena disfungsi fisiologik, dalam banyak kasus dapat diubah dengan intervensi kedokteran yang tepat (Klatz, 2003). 9

25 25 Terdapat banyak sekali teori mengenai mengapa manusia mengalami proses penuaan. Tetapi pada dasarnya semua teori itu dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu teori wear and tear dan teori program. Teori wear and tear meliputi kerusakan DNA, glycosilation (glikosilasi), proses imun, dan neuroendocrine theory (Pangkahila, 2007). Terdapat 4 teori pokok mengenai penyebab aging (Goldman and Klatz, 2007), yaitu: 1) Teori wear and tear Menurut teori ini, tubuh dan selnya menjadi rusak karena terlalu sering digunakan dan disalahgunakan, baik penggunaan secara alami maupun penyalahgunaan. Kerusakan terjadi dalam sel sampai organ. Pada usia muda, kerusakan yang terjadi dapat diatasi atau dikompensasi karena sistem perbaikan dan pemeliharan yang masih baik tetapi seiring dengan bertambahnya umur, tubuh mulai kehilangan kemampuan tersebut. Teori ini meyakini pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang tidak terlambat dapat membantu mengembalikan proses penuaan. Mekanismenya dengan merangsang kemampuan tubuh untuk melakukan perbaikan dan mempertahankan organ tubuh dan sel (Goldman dan Klatz, 2007). 2) Teori Neuroendokrin Teori ini berdasarkan pada peranan berbagai hormon yang mengatur fungsi tubuh. Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus. Fungsi Hormon mengatur dan memperbaiki fungsi tubuh. Pada usia muda, berbagai hormon masih berfungsi baik dalam mengendalikan berbagai

26 26 fungsi organ tubuh. Ketika manusia menjadi tua, produksi hormone menurun, fungsi tubuh menjadi terganggu. Beberapa contoh yang sering ditemui adalah Menopouse pada wanita dimana terjadi penurunan hormone estrogen yang menyebabkan menopouse, menunjukan kegagalan fungsi ovarium karena proses penuaan, lebih jauh kualitas hidup menurun karena berbagai keluhan yang muncul sebagai akibatnya, juga terjadinya penurunan kadar hormon testosteron pada pria yang dimulai sejak usia 30 tahun dan terus menurun yang kemudian menimbulkan berbagai keluhan yang disebut Andropouse (Pangkahila, 2011). 3) Teori Kontrol Genetik Teori ini fokus pada genetik memrogram sandi sepanjang DNA, dimana kita dilahirkan dengan kode genetik yang unik, yang memungkinkan fungsi fisik dan mental tertentu. Dan penurunan genetik tersebut menentukan seberapa cepat kita menjadi tua dan berapa lama kita hidup. 4) Teori Radikal Bebas Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi akumulasi kerusakan radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat reaktifitas tinggi, karena kecenderungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal bebas oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA,

27 27 lemak, dan protein. Dengan bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas semakin mengambil peranan, sehingga mengganggu metabolisme sel, juga merangsang mutasi sel, yang akhirnya membawa pada kanker dan kematian. Selain itu radikal bebas juga merusak kolagen dan elastin, suatu protein yang menjaga kulit tetap lembab, halus, fleksibel, dan elastis. Jaringan tersebut akan menjadi rusak akibat paparan radikal bebas, terutama pada daerah wajah, dimana mengakibatkan lekukan kulit dan kerutan yang dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas (Goldman dan Klatz, 2007) Tanda-tanda Penuaan Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi berbagai organ tubuh. Akibat penurunan fungsi itu, muncul berbagai tanda dan gejala proses penuaan, yang pada dasarnya dibagi dua bagian, yaitu: 1. Tanda fisik, seperti massa otot berkurang, lemak meningkat, kulit berkerut, daya ingat berkurang, fungsi seksual terganggu, kemampuan kerja menurun dan sakit tulang. 2. Tanda psikis, antara lain menurunnya gairah hidup, sulit tidur, mudah cemas, mudah tersinggung, dan merasa tidak berarti lagi. Akan tetapi proses penuaan tidak terjadi begitu saja dengan langsung menampakkan perubahan fisik dan psikis seperti di atas, melainkan berlangsung melalui tiga tahap sebagai berikut (Pangkahila, 2007): 1) Tahap subklinik (usia tahun): Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun, yaitu hormon testosteron, growth hormone, dan hormon estrogen. Pembentukan

28 28 radikal bebas yang dapat merusak sel dan DNA, mulai mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar. Karena itu, pada tahap ini orang merasa dan tampak normal, tidak mengalami gejala dan tanda penuaan. Bahkan pada umumnya rentang usia ini dianggap usia muda dan normal. Tetapi tidak sedikit perempuan usia muda pengguna kontrasepsi hormon mengalami gangguan fngsi seksual berupa hambatan dorongan seksual. Keadaan ini terjadi akibat ketidakseimbangan hormon. 2) Tahap transisi (usia tahun): Selama tahap ini kadar hormon menurun sampai 25 persen. Massa otot berkurang sebanyak satu kilogram setiap beberapa tahun. Akibatnya, tenaga dan kekuatan terasa hilang, sedang komposisi lemak tubuh bertambah. Keadaan ini menyebabkan resistensi insulin, meningkatnya risiko penyakit jantung pembuluh darah dan obesitas. Pada tahap ini gejala mulai muncul, yaitu penglihatan dan pendengaran menurun, rambut putih mulai tumbuh, elastisitas dan pigmentasi kulit menurun, dorongan dan bangkitan seksual menurun. Pada tahap ini orang mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan oleh radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik, yang dapat mengakibatkan penyakit, seperti kanker, arthritis (radang sendi), berkurangnya memori, penyakit jantung koroner, dan diabetes. 3) Tahap Klinik (usia 45 tahun ke atas): Pada tahap ini penurunan kadar hormon terus berlanjut, yang meliputi DHEA (dehydroepiandrosterone), melatonin, growth hormone, testosteron, estrogen, dan juga hormon tiroid. Terjadi juga penurunan bahkan hilangnya

29 29 kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin, dan mineral. Densitas tulang menurun, massa otot berkurang sekitar satu kilogram setiap tiga tahun, yang mengakibatkan ketidak mampuan membakar kalori, meningkatnya lemak tubuh dan berat badan. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai mengalami kegagalan. Ketidak mampuan menjadi faktor utama sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Disfungsi seksual merupakan keluhan yang penting dan mengganggu keharmonisan banyak pasangan. Dengan melihat ketiga tahap ini, ternyata proses penuaan tidak selalu harus dinyatakan dengan gejala atau keluhan. Ini menunjukkan bahwa orang yang tidak mengalami gejala atau keluhan, bukan berarti tidak mengalami proses penuaan. Lebih jauh, ini dapat menjadi pegangan bahwa untuk mengatasi proses penuaan jangan menunggu sampai muncul gejala atau keluhan yang nyata (Pangkahila, 2007). 2.2 Testosteron Testosteron adalah hormon seks pria yang tergolong hormon androgen. Istilah androgen berarti hormon steroid yang mempunyai efek maskulinisasi, terdiri atas testosteron, dihidrotestosteron, dan androstenedion. Testosteron merupakan hormon utama dan terpenting di antara ketiganya, sedangkan dihidrotestosteron dan androstenedion adalah bentuk androgen yang lemah. Semua androgen merupakan senyawa steroid. Baik dalam testis maupun dalam adrenal, androgen dapat dibentuk dari kolesterol atau langsung dari asetil koensim A (Guyton dan Hall, 2001). Hormon Testosteron merupakan suatu hormon steroid androgen yang penting dalam kehidupan seksual dan reproduksi baik wanita maupun pria, penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal organ kelamin dan

30 30 reproduksi laki laki, selain fungsinya yang berpengaruh besar terhadap kehidupan seksual juga memiliki efek biologik yang penting di antaranya pada metabolisme, integritas tulang, otot, sistem kardiovaskular dan otak sehingga pada keadaan berkurangnya hormon Testosteron berpengaruh terhadap berkurangnya sensitivitas insulin, kelemahan otot, gangguan metabolism karbohidrat, gangguan fungsi kognitif, berkurangnya dorongan motivasi, lelah dan letargi, peningkatan lemak tubuh, serta penurunan dorongan dan kemampuan seksual. Hormon Testosteron pada pria diproduksi oleh sel Leydig didalam testis sebanyak 95% sedangkan sisanya diproduksi oleh cortex adrenal. Pada pria setelah pubertas, kadar Testosteron serum berkisar antara ng/dl (ratarata 611±186 ng). Pada pria, 98% testosteron terikat pada protein plasma, yang meliputi albumin dan steroid hormon-binding globulin (SHBG). Sisanya sebesar 2% merupakan Testosteron bebas karena beredar dalam keadaan tidak terikat pada protein apapun yang mengalir dalam darah. Persentase Testosteron yang terikat pada SHBG bervariasi antar individu, tetapi pada umumnya sekitar 40-80% dari testosteron yang beredar (Pangkahila, 2011) Struktur Kimia Testosteron Seperti hormon steroid lain, testosteron juga berasal dari derivat kolesterol dengan nama sistematik (memakai sistem IUPAC) : (8R,9S,10R,13S,14S,17S)- 17- hydroxy-10,13-dimethyl-1,2,6,7,8,9,11,12,14,15,16,17 dodecahydrocyclopenta [a]phenanthren-3-one (Sherwood, 2007).

31 31 Gambar 2.1 Struktur Testosteron (Sherwood, 2007) Biosintesis Testosteron Hormon testosteron disintesis di jaringan intersisial oleh sel leydig dengan menggunakan prekursor dari kolesterol. Sintesis ini dimulai dengan pengangkutan kolesterol ke membran interna mitokondria oleh protein pengangkut steroidogenic acute regulatory protein (STAR). Setelah berada pada posisi yang tepat, kolesterol akan bereaksi dengan enzim pemutus rantai samping P450scc dan menjadi pregnenolon. Konversi pregnenolon menjadi testosteron dapat terjadi dalam 2 lintasan, yaitu (Sherwood, 2007 ): Lintasan progesterone Lintasan dehidroepiandosteron (gambar 2.2).

32 32 Gambar 2.2 Jalur Biosintesis Testosteron (Atanassova and Koeva, 2012) Fungsi testis dikontrol oleh 2 hormon gonadotropik yang disekresikan oleh hipofisis anterior yaitu: Luteinizing Hormone (LH) dan Folicle Stimulating Hormone (FSH). Kedua hormon ini bekerja pada bagian testis yang berbeda. LH bekerja pada sel Leydig (intersisial) untuk mensekresi testosteron, sedangkan FSH bekerja pada tubulus seminiferus sel Sertoli yang berpengaruh terhadap spermatogenesis. Sekresi dari LH dan FSH pada hipofisis anterior distimulasi oleh hormon hipotalamus, yaitu Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) (Sherwood, 2007).

33 33 Meskipun GnRH sama-sama menstimulasi sekresi dari LH dan FSH, tetapi kadar kedua hormon ini di dalam darah tidak selalu sama banyak. Hal ini terjadi karena adanya faktor lain yang ikut mempengaruhi. Testosteron yang merupakan produk dari stimulasi LH pada sel Leydig juga berfungsi sebagai umpan balik negative terhadap sekresi LH. Efek umpan balik ini terjadi melalui 2 cara yaitu: testosterone menurunkan pelepasan GnRH dari hipotalamus (secara indirek menurunkan LH dan FSH dari hipofisis anterior) dan juga secara langsung bekerja pada hipofisis anterior untuk menurunkan sekresi LH (Sherwood, 2007). Sedangkan inhibisi spesifik untuk mengontrol sekresi FSH diatur oleh hormone inhibin, yang diproduksi oleh sel sertoli. Inhibin bekerja secara langsung pada hipofisis anterior untuk menghambat sekresi FSH (Sherwood, 2007). Gambar 2.3 Aksis Hipotalamus-Hipofisis-Testis (Fitria, 2010).

34 34 Pada pria setelah pubertas, kadar testosteron serum berkisar antara ng/dl (rata-rata 611±186 ng). Pada pria, 98% testosteron terikat pada protein plasma, yang meliputi albumin dan steroid hormon-binding globulin (SHBG). Sisanya sebesar 2% merupakan testosteron bebas karena beredar dalam keadaan tidak terikat pada protein apapun yang mengalir dalam darah. Presentase testosteron yang terikat pada SHBG bervariasi antar individu, tetapi pada umumnya sekitar 40-80% dari testosteron yang beredar (Pangkahila, 2007). Testosteron yang tidak terikat pada jaringan, dengan cepat akan diubah oleh hati menjadi androsteron dan dehidroepiandosteron, kemudian secara serempak dikonfigurasikan sebagai glukoromida dan sulfat kemudian diekskresikan ke usus melalui empedu ataupun ke dalam urin melalui ginjal (Guyton dan Hall, 2001) Fungsi Testosteron Testosteron memiliki beberapa fungsi yang berbeda di dalam tubuh, antara lain (Sherwood, 2007): 1. Efek pada jaringan seks spesifik setelah lahir Masa puber adalah masa dimana terjadi maturasi dari sistem reproduktif yang sebelumnya non fungsional untuk mencapai puncaknya dan mempunyai kemampuan untuk bereproduksi. Biasanya dimulai pada usia tahun. Pada masa puber, sel Leydig sekali lagi mulai mensekresi testosteron. Testosteron inilah yang bertanggung jawab untuk pertumbuhan dan perkembangan seluruh sistem reproduksi laki-laki. Di bawah pengaruh sekresi testosteron, terjadi

35 35 pembesaran testis dan dimulailah produksi sperma untuk pertama kalinya, terjadi pembesaran glandula seksual aksesoris, dan pembesaran penis serta skrotum. Setelah masa pubertas, sekresi testosterone dan spermatogenesis terjadi secara terus-menerus seumur hidup seorang laki-laki, meskipun produksinya akan berkurang secara bertahap setelah umur 45 atau 50 tahun ke atas. Penurunan level testosteron dan produksi sperma ini tidak disebabkan oleh penurunan stimulasi testis tetapi kemungkinan besar terjadi karena perubahan degenerasi yang berkaitan dengan penuaan yang terjadi pada pembuluh darah kecil di testis. Penurunan ini sering disebut sebagai andropause. 2. Efek lain yang berkaitan dengan reproduksi Testosteron mengatur perkembangan libido dan mempertahankan libido pada seorang laki-laki dewasa.tetapi pada manusia libido juga dipengaruhi oleh interaksi sosial dan faktor emosional.testosteron juga berfungsi sebagai umpan balik negatif untuk mengontrol produksi hormon gonadotropin dari hipofisis anterior. 3. Efek pada perkembangan seksual sekunder Perkembangan dan pemeliharaan seksual sekunder laki-laki bergantung pada testosterone. Pertumbuhan rambut pada bagian vital Suara yang lebih dalam Kulit yang lebih tebal. Konfigurasi tubuh laki-laki.

36 36 4. Efek non reproduksi Testosteron juga mempunyai efek anabolik protein dan pertumbuhan tulang yang akan mengarah pada pembentukan fisik laki-laki yang lebih berotot dan pertumbuhan yang cepat selama masa puber. Testosteron juga menstimulasi sekresi pada kelenjar minyak. Pada hewan Testosteron akan mengakibatkan terjadinya perilaku agresif. Kekurangan testosteron pada pria yang mengalami penuaan sering dikaitkan dengan hilangnya libido, disfungsi ereksi, depresi, penurunan kemampuan kognitif, lesu, osteoporosis, dan hilangnya massa otot dan kekuatan. Gejalagejala ini secara kolektif dikenal sebagai masa andropause, atau Androgen Deficiency in The Aging Male (ADAM), dan Partial Androgen Deficiency In The Aging Male (PADAM) sindrom ini cenderung menjadi lebih parah semakin bertambahnya usia (Rajfer, 2003). 2.3 Pasak Bumi (Eurycoma longifolia) Deskripsi Tumbuhan Pasak Bumi Pasak Bumi yang banyak dikenal di Indonesia memiliki nama latin Eurycoma longifolia, disebut juga sebagai Tongkat Ali / Bedara Merah / Bedara Putih di Malaysia, dan Cay Ba Bihn di Vietnam, Tung Saw / Phiak / Hae Pan Chan di Thailand (Goreja, 2004; Susilowati, 2010). Pasak Bumi juga memiliki nama lokal antara lain: bidara laut / mempoleh di Bangka, widara putih di Jawa, penawar pahit di Melayu, besan di Sumatera Utara (Susilowati, 2010). Pasak bumi dapat dijumpai pada daerah-daerah pungggung bukit atau

37 37 pematang dan daerah berlereng (Nuryamin, 2000). Tumbuhan ini tumbuh pada temperature rata-rata 25 O C dengan kelembaban udara 86% setelah melalui masa muda tumbuhan ini membutuhkan lebih banyak sinar matahari untuk membantu perkembangan vegetatif dan system reproduksinya. Pasak bumi berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Gambar 2.4 Pohon Pasak Bumi (kiri), akar Pasak Bumi (kanan) (Riceplex.com) Pasak bumi memiliki kedudukan taksonomi adalah sebagai berikut (Suhartinah, 2006): Kingdom Divisi Kelas Ordo : Plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Sapindales

38 38 Famili Genus Spesies : Simaroubaceae : Eurycoma : Eurycoma longifolia Tanaman Pasak Bumi merupakan pohon dengan tinggi mencapai 6 meter. Batang tanaman Pasak Bumi umumnya tidak bercabang, atau sedikit bercabang, daunnya melingkar (rosette), batangnya kokoh berwarna coklat keabu-abuan licin dengan diameter batang sekitar 15 cm. Daunnya majemuk menyirip, jumlahnya ganjil, panjang 0,3-1 meter dengan anak daun berjumlah pasang, berbentuk oblong, bergelombang, warna anak daunnya hijau tua berukuran 5-25 cm x 1,25-3 cm, pinggirnya bergelombang, tangkai daunnya berwarna coklat kehitaman. Bunga tanaman Pasak Bumi bersifat monoceous atau dioceous, berwarna merah jingga, lebar bunga 0,6 cm, berbulu halus dengan benjolan kelenjar di ujungnya, ada 2 (dua) kelompok tumbuhan yaitu tumbuhan berbunga jantan (tidak menghasilkan buah) dan berbunga betina (mampu menghasilkan buah) (Susilowati, 2008). Pohon jantan dapat menghasilkan buah namun gugur pada saat muda, selain itu memiliki bunga yang dapat tumbuh namun putiknya steril, sedangkan pohon betina mampu menghasilkan benih dan memiliki benang sari namun steril, oleh karena itu proses penyerbukannya kemungkinan dibantu oleh serangga dan terjadi penyerbukan silang. Buah tanaman pasak bumi kira-kira panjang 1,25 cm, berbentuk oblong, berwarna merah ketika masak. Tumbuhan pasak bumi dijumpai pada tanah masam, berpasir, dan beraerasi baik pada ketinggian dibawah meter diatas permukaan laut (Utami, 2008)

39 Manfaat Tumbuhan Pasak Bumi Banyak manfaat Pasak Bumi yang bisa didapatkan baik dari akar, batang, kulit batang, dan daun Pasak Bumi, semua bagian tumbuhan ini di kenal memiliki banyak manfaat baik yang telah pernah diteliti secara ilmiah maupun hanya berdasarkan keyakinan turun temurun saja. Salah satu penelitian menjelaskan bahwa aktivitas farmakologi yang dimiliki oleh pasak bumi berupa antiplasmodial dimiliki oleh akar, batang, kulit batang dan daun, aktivitas sitotoksisitas dimiliki oleh bagian akarnya, aktivitas anti tumor dimiliki oleh bagian daun, aktivitas anti ulkus dimiliki oleh bagian akar sementara aktivitas anti mikroba berada pada bagian daun, akar, dan batang (Bhat dan Karim, 2010), Akar Pasak Bumi terbukti memiliki aktivitas antioksidan penangkal radikal bebas (Varghese et al., 2013), anti-kanker (Nurhanan et al., 2005; Tee et al., 2007), anti-bakteria (Farouk dan Benafri, 2007), untuk pengobatan osteoporosis pada laki-laki (Effendy et al., 2012), aphrodisiac (Ang et al., 2003a; 2004), anti-leukemia, dan pengobatan disentri (Chan et al., 2005). Penelitian terdahulu juga membuktikan bahwa akar Pasak Bumi meningkatkan kadar Testosteron total (George dan Henkel, 2013; Novianti, 2015), memperbaiki spermatogenesis tikus yang dipapar estrogen (Wahab et al., 2010) dan meningkatkan konsentrasi, motilitas, morfologi, dan mitochondrial membrane potential dari sperma (Solomon et al., 2013). Selain itu, reputasi pasak bumi juga dikenal sebagai obat tradisional untuk pengobatan malaria, hipertensi, kelelahan, migrain, demam, artritis, memperbaiki impotensi, libido rendah, stamina, vitalitas, struktur kulit, massa otot, dan sistem imun (Goreja, 2004; Ismail et al., 2012; Tambi et al., 2012).

40 40 Beberapa penelitian membuktikan akar Pasak Bumi berpengaruh terhadap fertilitas jantan di antaranya ekstrak methanol akar Pasak Bumi dosis 200 mg/kgbb dapat meningkatkan jumlah sel sperma, sel Sertoli dan sel Leydig (Rosida, 2003). Beberapa penelitian sebelumnya juga melaporkan bahwa pasak bumi pada hewan coba terbukti mampu meningkatkan kemampuan seks (Ang dan Ngai, 2001;Ang dan Lee, 2002a; Ang dan Lee,2002b; Ang et al., 2000, 2003a, 2003b). Pada pemberian fraksi kloroform, metanol, butanol dan air dengan dosis 500 mg/kg BB akar Pasak Bumi selama 12 minggu mampu meningkatkan kualitas seksual (Ang et al., 2003a) dan pada pemberian sediaan 800 mg/kg BB mampu meningkatkan libido tikus jantan (Ang et al., 2002). Pasak Bumi memiliki efek aprodisiak dan kemampuannya untuk meningkatkan kadar hormon Testosteron pada dosis tertentu (Tambi,2012). Pemberian pasak bumi pada pria dengan infertilitas idiopatik mampu meningkatkan konsentrasi sperma, motilitas sperma dan morfologi sperma (Chan,2009). Sebelumnya telah dilakukan penelitian pada hewan coba dimana pemberian ekstrak air akar pasak bumi pada dosis 50 mg/kgbb selama 6 hari tidak mampu meningkatkan kadar hormon Testosteron dan pemberian ekstrak akar pasak bumi 200 mg/kgbb selama 49 hari mampu meningkatkan kadar hormon testosteron (Hayati, 2012 ). Penelitian lain dengan menggunakan ekstrak akar pasak bumi dosis 600 mg/kgbb selama 14 hari menunjukkan adanya peningkatan kadar hormon testosteron total darah pada kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak akar

41 41 Pasak Bumi secara oral (p<0.05). Beradasarkan hasil penelitian ini didaptkan peningkatan kadar testosterone pada kelompok perlakuan dari rerata 2,50±0,02 ng/ml menjadi 2,99±0,04 ng/ml setelah 14 hari perlakuan (Novianti, 2015). Pasak bumi kaya akan kuasionoid juga berguna untuk mengatasi masalah reproduksi, seperti menginduksi sintesis Testosteron, LH, dan FSH namun menurunkan kadar estrogen plasma, sehingga mempengaruhi fertilitas pria. (Talbott et al., 2013; Henkel et al., 2013; Low et al., 2013). Pada tikus betina yang mengalami irregular oestrous cycle dan polycystic ovarian syndrome (PCOS), pengobatan menggunakan ekstrak pasak bumi kaya akan kuasinoid dapat menurunkan penyakit sistem reproduksi (Abdulghani et al., 2012). Suplementasi Pasak Bumi juga meningkatkan vitalitas pada tikus usia menengah yang lamban secara seksual (Ang et al., 2003b) dan peningkatan bangkitan seksual (Ang et al., 2004). Belakangan ini, sebuah percobaan pemberian pasak bumi selama 12 minggu terhadap pria sehat tanpa masalah seksual dan fungsi ereksi dengan menggunakan ekstrak Pasak Bumi bermerk Physta, mendapati bahwa terdapat peningkatan libido secara signifikan disertai peningkatan kepuasan seksual dan fungsi ereksi (Ismail et al., 2012). Pada studi lain yang dilakukan dengan menggunkan Physta terhadap 26 pria dengan disfungsi ereksi ringan secara random selama 12 minggu, menyatakan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan pada beberapa parameter seperti Erection Hardness Scale, Sexual Health Inventory for Males dan Ageing Male Symptom Score (Udani et al., 2011) Efek androgenik akar Pasak Bumi memodulasi formasi tulang secara

42 42 langsung dan tidak langsung, secara tidak langsung melalui aromatisasi androgen menjadi estrogen (Balasch, 2003). Testosteron dikonversi menjadi dihydrotestosterone (DHT) yang mengaktifasi proliferasi dan diferensiasi osteoblast (Vanderschueren et al., 2004). Pasak Bumi juga meningkatkan produksi nitric oxide (NO) (Zakaria et al., 2004), menginhibisi formasi osteoklas dan resorpsi tulang (Michael et al., 2005; Wimalawansa, 2010), prevensi terhadap hilangnya kalsium tulang (Shuid et al., 2011b), memperbaiki kekuatan tulang (Saadiah et al. 2012). Mekanisme yang mungkin terjadi adalah adanya elevasi kadar testosteron yang menekan kadar c-terminal telopeptide dari kolagen tipe I (CTX), sebuah marker resorpsi tulang, yang meningkat pada binatang yang dikastrasi (Shuid et al., 2012). Telah diketahui sebelumnya bahwa aktivitas oseteoklast meningkat dan aktivitas osteoblast menurun seiring dengan stress oksidatif, dalam hal ini Pasak Bumi memiliki peranan penting sebagai antioksidan penangkal radikal bebas (Varghese et al., 2013). Sebuah studi yang terdiri dari 31 wanita usia tahun, dengan perlakuan berupa pemberian suplemen pasak bumi 100 mg per hari, menunjukkan adanya peningkatan kekuatan otot dengan parameter berupa kekuatan genggaman tangan dan otot quadriceps yang membesar bila dibandingkan dengan kelompok plasebo (Sarina et al., 2009). Pasak Bumi dapat meningkatkan kadar Testosteron kemudian menurunkan low-density lipoprotein (LDL) dan kolesterol total (Monroe dan Dobs, 2013). Selain itu juga memiliki efek antihiperglikemik, namun pada subjek normoglikemik efek ini tidak terlihat, sehingga lebih tepat disimpulkan bahwa

43 43 tanaman ini menormalisasi kadar gula darah daripada menurunkannya, seperti yang terjadi pada efek restorasi kada testosteron (Talbott et al., 2013). Namun mekanisme molekular untuk efek ini belum diketahui secara pasti. Pasak bumi dapat memperbaiki kualitas hidup dengan cara meningkatkan vitalitas, aktivitas fisik, sense of general well-being, anti-aging, tenaga dan mood dengan menurunkan anxietas, memperbaiki disfungsi ereksi ringan yang semuanya dipengaruhi oleh kadar Testosteron (Lunenfeld dan Nieschlag, 2007; Udani, 2011; Ismail et al. 2012; Talbott et al., 2013) Kandungan Senyawa Pasak Bumi Hasil analisis yang telah dilakukan oleh beberapa ahli baik dari Malaysia, Jepang, Thailand juga Indonesia menyatakan bahwa dalam akar Pasak Bumi terdapat kandungan kimia : (1) aervin, karbolina, α-7-metoksi, 1-asid propionik, (9) eurikomalakton, (10) eurikomanol, (11) eurikomanol, 13-β-18-dihidro, (12) eurikomanol,-2-α-d-glukosida, (13) eurikomanon, (14) eurikomanona, dihidro, (15) eurikomanona, 13-beta-21-dihidroksi, (16) klaineanon, betadihidroksi, (17) klaineanon,14-15-dihidroksi, (18) longilaston, (19) β- sitosterol, (20) stigmasterol. Sejauh ini setidaknya terdapat 65 komponen yang berhasil diisolasi dari pasak bumi (Kuo et al., 2003). Tumbuhan ini sangat kaya akan komponen bioaktif seperti eurycomaoside, eurycolactone, eurycomalactone, eurycomanone dan pasakbumin-b dimana alkaloid dan kuasinoid memegang porsi terbesar (Bhat dan Karim, 2010). Komponen kuasinoid eurycomanone digunakan sebagai marker pada standardised water extract menurut standart SIRIM (Malaysian Standards,

44 ) dan terbukti dapat meningkatkan kadar testosteron serta produksi sperma pada binatang coba (Zanoli et al., 2009; Low et al., 2013). Ekstrak Pasak Bumi dikenal sebagain adaptogen (Tambi dan Kadir, 2006) dan pengobatan anti-aging terutama pada pria untuk meningkatkan level energi, mood, fungsi seksual dan libido yang menurun seiring dengan bertambahnya usia (Adimoelya, 2000; Cyranoski, 2005). Hasil analisis laboratorium analisis pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana pada November 2014 memberikan hasil analisis dari akar Pasak Bumi hutan di Kalimantan Barat memberikan hasil kapasitas antioksidannya 5514,58 ppm GAEAC (Gallic Acid EquivalentAntioxidant Capacity), IC 50 % (Inhibition Concentration terhadap radikal bebas DPPH 0,1 mm) sebesar 3,56 mg/ml, kadar total fenol 3,01 % b/b GAE (Gallic Acid Equivalent), kadar tanin 0,63 % b/b TAE (Tannic Acid Equivalent), vitamin C 1496,60 mg/100g, Rendemen 0,35 % b/b (Novianti, 2015). Hasil analisis yang dilakukan pada Maret 2015 di UPT Laboratorium Analitik Universitas Udayana dengan hasil analisis kimia ekstrak akar Pasak Bumi terdapat 5 formula kimia utama yaitu senyawa ester 3,06%, senyawa phenanthroline 3,85%, senyawa naphthyridin 1,06%, senyawa beta sitosterol 5,77% dan senyawa estragole 1,17% (Novianti, 2015). Pada hasil analisis yang dilakukan pada Februari 2016 di UPT Laboratorium Analitik Universitas Udayana didapatkan kadar phytotestosteron pada ekstrak akar Pasak Bumi (Eurycoma longifolia) sebesar 12,17 % (Lampiran 1). Phytotestosterone adalah

BAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh umat manusia, meliputi lahir, masa kanak-kanak, remaja, dewasa

BAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh umat manusia, meliputi lahir, masa kanak-kanak, remaja, dewasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki fase kehidupan sejak lahir di dunia yang akan dilalui oleh seluruh umat manusia, meliputi lahir, masa kanak-kanak, remaja, dewasa hingga sebelum kematiannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. telah membawa konsep baru dalam dunia kedokteran. Saat ini penuaan dianggap

BAB II KAJIAN PUSTAKA. telah membawa konsep baru dalam dunia kedokteran. Saat ini penuaan dianggap BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan Ilmu kedokteran Anti-Aging Medicine (AAM) menjadi salah satu ilmu yang telah membawa konsep baru dalam dunia kedokteran. Saat ini penuaan dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV, yang disebut Hypoactive Sexual Desire Disorder (HSDD) adalah (1) Berkurangnya fantasi seksual atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus kehidupan khususnya manusia pasti akan mengalami penuaan baik pada wanita maupun pria. Semakin bertambahnya usia, berbanding terbalik dengan kadar hormon seseorang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan biokimia dijelaskan sebagai penyakit pada pria tua dengan level serum testosteron di bawah parameter

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan. TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 22 Desember 2016

Lembar Pengesahan. TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 22 Desember 2016 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 22 Desember 2016 Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. dr. J Alex Pangkahila, MSc. SpAnd NIP. 194402011964091001 Prof. DR. dr. Wimpie I. Pangkahila

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 23 JANUARI 2017

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 23 JANUARI 2017 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 23 JANUARI 2017 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof.Dr.dr Wimpie I. Pangkahila, SpAnd, FAACS NIP.194612131971071001 Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan seksual sangat memengaruhi kualitas hidup seseorang dalam kaitannya untuk memperoleh keturunan. Bila kehidupan seksual terganggu, kualitas hidup juga terganggu,

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING. Tesis Ini Telah Disetujui. Pada Tanggal 27 Desember 2016

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING. Tesis Ini Telah Disetujui. Pada Tanggal 27 Desember 2016 LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING Tesis Ini Telah Disetujui Pada Tanggal 27 Desember 2016 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And, FAACS NIP. 194612131971071001 Dr. dr. A.A.G.P.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Infertilitas didefinisikan sebagai kegagalan terjadinya pembuahan selama 12 bulan hubungan seksual yang aktif (Nieschlag et al, 2010). Infertilitas ditemukan pada 15%

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL... AGUSTUS 2017

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL... AGUSTUS 2017 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL... AGUSTUS 2017 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK, M.Kes. Mengetahui, Ketua Program Ilmu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual, sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Straight,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan, penyakit degeneratif dan menurunnya kualitas hidup.

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan, penyakit degeneratif dan menurunnya kualitas hidup. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup memiliki kesempatan yang sama untuk menjalani siklus kehidupan. Lingkaran kehidupan dimulai dari pembuahan, perkembangan janin, kelahiran, tumbuh

Lebih terperinci

ABSTRAK. Elizabeth, 2016; Pembimbing I : Heddy Herdiman, dr., M.Kes. Pembimbing II : Dr. Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc.

ABSTRAK. Elizabeth, 2016; Pembimbing I : Heddy Herdiman, dr., M.Kes. Pembimbing II : Dr. Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc. ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK ETANOL PURWOCENG (Pimpinella alpina) DAN JINTAN HITAM (Nigella sativa) TERHADAP KONSENTRASI SPERMATOZOA DAN KADAR TESTOSTERON PADA TIKUS WISTAR JANTAN Elizabeth, 2016; Pembimbing

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 34 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. HASIL Dalam penelitian ini sampel diambil dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM untuk mendapatkan perawatan hewan percobaan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Bobot Tubuh Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan rumah tangga, hubungan seksual merupakan unsur penting yang dapat meningkatkan hubungan dan kualitas hidup. Pada laki-laki, fungsi seksual normal terdiri

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Pubertas merupakan suatu periode perkembangan transisi dari anak menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan hasil tercapainya kemampuan reproduksi.

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS WISTAR JANTAN

ABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS WISTAR JANTAN ABSTRAK EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS WISTAR JANTAN Steffanny H H Katuuk, 1310114, Pembimbing I : Lusiana Darsono,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. menghasilkan pertumbuhan ayam lebih cepat dibandingan dengan ayam kampung

KAJIAN KEPUSTAKAAN. menghasilkan pertumbuhan ayam lebih cepat dibandingan dengan ayam kampung II 10 P KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Ayam Kampung Super Ayam Kampung Super merupakan hasil persilangan antara ayam kampung jantan dengan ayam betina ras jenis petelur. dari hasil persilangan tersebut menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT NAMA : dr. Nani Widjaja NIM : 1490751072 PROGRAM STUDI : ILMU BIOMEDIK JUDUL TESIS :PEMBERIAN GROWTH HORMONE MENINGKATKAN NEOVASKULARISASI, JUMLAH SEL FIBROBLAS DAN EPITELISASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung (Panjaitan, 2003). Penelitian yang dilakukan (Foa et al., 2006)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyebab penuaan dini adalah merokok. Dimana asap rokok mengandung komponen yang menyebabkan radikal bebas. Radikal bebas dalam jumlah banyak akan menimbulkan

Lebih terperinci

Lembar Persetujuan Pembimbing. TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 26 April 2017

Lembar Persetujuan Pembimbing. TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 26 April 2017 Lembar Persetujuan Pembimbing TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 26 April 2017 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And NIP. 194402011964091001 Prof. Dr. dr. Wimpie

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL LDL PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL LDL PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR ABSTRAK EFEK EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL LDL PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR Theresia Vania S S, 2015, Pembimbing I : Lusiana Darsono, dr.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpendapat usia setiap manusia sudah ditentukan oleh Tuhan, sampai usia. tertentu, yang tidak sama pada setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berpendapat usia setiap manusia sudah ditentukan oleh Tuhan, sampai usia. tertentu, yang tidak sama pada setiap manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan atau aging process adalah suatu proses bertambah tua atau adanya tanda-tanda penuaan setelah mencapai usia dewasa. Secara alamiah seluruh komponen tubuh pada

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

HORMON REPRODUKSI JANTAN

HORMON REPRODUKSI JANTAN HORMON REPRODUKSI JANTAN TIU : 1 Memahami hormon reproduksi ternak jantan TIK : 1 Mengenal beberapa hormon yang terlibat langsung dalam proses reproduksi, mekanisme umpan baliknya dan efek kerjanya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat, menyebabkan kebutuhan akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani berkualitas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas pada pria merupakan masalah yang perlu perhatian dan penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas wanita dalam penatalaksanaan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1.5 Manfaat Penelitian 1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan dengan memberikan informasi bahwa ada hubungan antara kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu kedokteran anti penuaan (KAP) atau Anti-Aging

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu kedokteran anti penuaan (KAP) atau Anti-Aging 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan merupakan proses alamiah yang dilalui oleh setiap mahluk hidup bila mempunyai umur panjang, sekaligus sebagai proses yang sangat ditakuti oleh kebanyakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS Wistar JANTAN

ABSTRAK. PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS Wistar JANTAN ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS Wistar JANTAN Dyota Sulia Mutiari, 2014 Pembimbing I : Dr. Sugiarto Puradisastra dr., M. Kes.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disfungsi ereksi, dan ejakulasi dini. Pada tahun 2025, diduga terdapat 322 juta

I. PENDAHULUAN. disfungsi ereksi, dan ejakulasi dini. Pada tahun 2025, diduga terdapat 322 juta 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fungsi seksual merupakan hal serius bagi kebanyakan pria. Beberapa masalah fungsi seksual yang dialami pria, antara lain libido yang rendah, disfungsi ereksi,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. DM merupakan penyakit kelainan sistem endokrin utama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di seluruh dunia termasuk Indonesia kecenderungan penyakit mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya globalisasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah sebuah gangguan metabolisme lipoprotein yang ditunjunkkan dengan adanya peningkatan kolesterol total, low-density lipoprotein (LDL) kolesterol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun demikian ternyata tidak semua pasangan dapat mengalami. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. namun demikian ternyata tidak semua pasangan dapat mengalami. Hubungan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan seksual yang harmonis adalah dambaan bagi setiap pasangan, namun demikian ternyata tidak semua pasangan dapat mengalami. Hubungan seksual yang harmonis dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serat. Kurangnya aktivitas fisik dan mengkonsumsi makanan tinggi lemak termasuk

BAB I PENDAHULUAN. serat. Kurangnya aktivitas fisik dan mengkonsumsi makanan tinggi lemak termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perubahan gaya hidup masyarakat mulai banyak terjadi sejalan dengan kemajuan teknologi. Gaya hidup yang kurang aktivitas fisik mulai banyak ditemukan, bahkan sudah

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Antonius Budi Santoso, Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr. M.Kes. Pembimbing II: Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes.

ABSTRAK. Antonius Budi Santoso, Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr. M.Kes. Pembimbing II: Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes. ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG TEMPE KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) SELAMA MASA PREPUBERTALTERHADAP VIABILITAS SPERMATOZOA MENCIT JANTAN GALUR SWISS WEBSTER Antonius Budi Santoso, 2007. Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan, termasuk di bidang kedokteran, salah satunya adalah ilmu Anti Aging

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan, termasuk di bidang kedokteran, salah satunya adalah ilmu Anti Aging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan semakin mengalami kemajuan, termasuk di bidang kedokteran, salah satunya adalah ilmu Anti Aging Medicine (AAM) atau disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia. Dalam rangka memenuhi kebutuhan sehat tersebut, masyarakat berusaha melakukan upaya kesehatan yang meliputi pencegahan penyakit

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK PROPOLIS TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR JANTAN

ABSTRAK. EFEK PROPOLIS TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR JANTAN ABSTRAK EFEK PROPOLIS TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR JANTAN Richard Ezra Putra, 2010. Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr., M.Kes. Pembimbing II: Fen Tih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara alamiah, proses penuaan merupakan sesuatu yang pasti terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Secara alamiah, proses penuaan merupakan sesuatu yang pasti terjadi pada 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Secara alamiah, proses penuaan merupakan sesuatu yang pasti terjadi pada setiap makhluk hidup. Manusia menganggap bahwa menjadi tua merupakan hal yang harus terjadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family Menispermaceae yang mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

ABSTRAK EFEK DOSIS EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS

ABSTRAK EFEK DOSIS EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS ABSTRAK EFEK DOSIS EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP JUMLAH SEL SERTOLI DAN LEYDIG TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR Penyusun NRP Pembimbing I Pembimbing II : Alvian Andriyanto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya penggunaan timah hitam, timbal atau plumbum (Pb) mengakibatkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62.

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya penggunaan timah hitam, timbal atau plumbum (Pb) mengakibatkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahaya penggunaan timah hitam, timbal atau plumbum (Pb) mengakibatkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62.000 hipertensi, menurunkan IQ dan juga mengurangi kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan seksual merupakan suatu bentuk komunikasi yang paling dalam bagi pasangan suami istri. Banyak masalah suami istri seperti ketegangan perkawinan bahkan perceraian,

Lebih terperinci

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon)

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Modul ke: Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Fakultas PSIKOLOGI Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id Pengertian Hormon Hormon berasal dari kata hormaein yang berarti

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat, Populasi ayam lokal pada tahun 2014

PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat, Populasi ayam lokal pada tahun 2014 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dalam bidang sektor peternakan di Indonesia saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, Populasi ayam lokal pada tahun 2014 mencapai 274,1 juta

Lebih terperinci

ABSTRAK. F. Inez Felia Yusuf, Pembimbing I : Dra. Rosnaeni, Apt. Pembimbing II: Penny Setyawati M., dr., Sp.PK.,M.Kes.

ABSTRAK. F. Inez Felia Yusuf, Pembimbing I : Dra. Rosnaeni, Apt. Pembimbing II: Penny Setyawati M., dr., Sp.PK.,M.Kes. ABSTRAK EFEK JUS BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP KADAR LOW DENSITY LIPOPROTEIN (LDL) DAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN (HDL) TIKUS JANTAN GALUR Wistar F. Inez Felia Yusuf, 2012. Pembimbing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah konsumen rokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India. Tidak

Lebih terperinci

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK SKRIPSI Oleh Mochamad Bagus R. NIM 102010101090 FAKULTAS

Lebih terperinci

TESIS INJEKSI PLASENTA SUPER PLATINUM MENINGKATKAN KADAR TESTOSTERON PADA TIKUS ( RATTUS NORVEGICUS ) BETINA DEWASA YULIES SURYANINGSIH

TESIS INJEKSI PLASENTA SUPER PLATINUM MENINGKATKAN KADAR TESTOSTERON PADA TIKUS ( RATTUS NORVEGICUS ) BETINA DEWASA YULIES SURYANINGSIH TESIS INJEKSI PLASENTA SUPER PLATINUM MENINGKATKAN KADAR TESTOSTERON PADA TIKUS ( RATTUS NORVEGICUS ) BETINA DEWASA YULIES SURYANINGSIH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 TESIS INJEKSI

Lebih terperinci

ABSTRAK. Maria Vita Widiyaningsih (2017): Pembimbing I : Lisawati Sadeli,dr.,M.Kes. Pembimbing II : Sijani Prahastuti,dr. M.Kes

ABSTRAK. Maria Vita Widiyaningsih (2017): Pembimbing I : Lisawati Sadeli,dr.,M.Kes. Pembimbing II : Sijani Prahastuti,dr. M.Kes ABSTRAK PENGARUH BUBUR KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA TIKUS WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI PAKAN TINGGI LEMAK Maria Vita Widiyaningsih (2017):

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM.

BAB VI PEMBAHASAN. salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM. 73 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Uji pendahuluan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol daun salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM. Agar diperoleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan

Lebih terperinci

OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23

OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23 OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23 Etiologi Sebagian besar kelainan reproduksi pria adalah oligospermia yaitu jumlah spermatozoa kurang dari 20 juta per mililiter semen dalam satu kali

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penuaan merupakan suatu proses alami yang pasti dialami oleh setiap

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penuaan merupakan suatu proses alami yang pasti dialami oleh setiap BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan Penuaan merupakan suatu proses alami yang pasti dialami oleh setiap individu di muka bumi ini. Penuaan adalah suatu proses menurunnya hingga menghilangnya

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN KEMUNING (Murraya paniculata (L.) Jack) TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA TIKUS WISTAR JANTAN

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN KEMUNING (Murraya paniculata (L.) Jack) TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA TIKUS WISTAR JANTAN ABSTRAK EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN KEMUNING (Murraya paniculata (L.) Jack) TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA TIKUS WISTAR JANTAN Kadek Reanita Avilia, 2014 ; Pembimbing I : Rosnaeni, Dra., Apt. Pembimbing II :

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK ETANOL HERBA PURWOCENG

PENGARUH EKSTRAK ETANOL HERBA PURWOCENG ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK ETANOL HERBA PURWOCENG (Pimpinella alpina ) TERHADAP PERILAKU SEKSUAL MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN Cindy Caroline, 2011; Pembimbing I : Dr. Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes ; Pembimbing

Lebih terperinci

ABSTRAK. Susan, 2007, Pembimbing I : Sylvia Soeng, dr., M.Kes. Pembimbing II : Sri Utami S., Dra., M.Kes.

ABSTRAK. Susan, 2007, Pembimbing I : Sylvia Soeng, dr., M.Kes. Pembimbing II : Sri Utami S., Dra., M.Kes. ABSTRAK PENGARUH PASTA TOMAT (Solanum lycopersicum) TERHADAP KECEPATAN GERAK, JUMLAH, DAN VIABILITAS SPERMATOZOA PADA MENCIT GALUR BALB/c YANG MENGALAMI SPERMIOTOKSISITAS AKIBAT INDUKSI SISPLATIN Susan,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Ronauly V. N, 2011, Pembimbing 1: dr. Sijani Prahastuti, M.Kes Pembimbing 2 : Prof. DR. Susy Tjahjani, dr., M.Kes

ABSTRAK. Ronauly V. N, 2011, Pembimbing 1: dr. Sijani Prahastuti, M.Kes Pembimbing 2 : Prof. DR. Susy Tjahjani, dr., M.Kes ABSTRAK EFEK INFUSA DAUN SALAM (Syzygium polyanthum) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL LDL DAN PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL DARAH TIKUS JANTAN GALUR WISTAR MODEL DISLIPIDEMIA Ronauly V. N, 2011,

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH LENDIR Abelmoschus esculentus (OKRA) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS WISTAR JANTAN MODEL TINGGI LEMAK

ABSTRAK. PENGARUH LENDIR Abelmoschus esculentus (OKRA) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS WISTAR JANTAN MODEL TINGGI LEMAK ABSTRAK PENGARUH LENDIR Abelmoschus esculentus (OKRA) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS WISTAR JANTAN MODEL TINGGI LEMAK Nathania Gracia H., 2016, Pembimbing 1 Pembimbing 2 : Hendra Subroto, dr., SpPK.

Lebih terperinci

Infertilitas pada pria di Indonesia merupakan masalah yang perlu perhatian

Infertilitas pada pria di Indonesia merupakan masalah yang perlu perhatian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas adalah menurunnya atau hilangnya kemampuan menghasilkan keturunan, istilah ini sama sekali tidak menunjukkan ketidakmampuan menghasilkan keturunan sepertinya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma, motilitas sperma, dan abnormalitas sperma) yang dilakukan di Laboratorium Fisiologi secara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN SAMPUL DEPAN... i. HALAMAN JUDUL... ii. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iii. HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iv

DAFTAR ISI. HALAMAN SAMPUL DEPAN... i. HALAMAN JUDUL... ii. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iii. HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iv DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DEPAN... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iv HALAMAN PERNYATAAN... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah yang sampai sekarang belum dapat diatasi, hal ini disebabkan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Keterbatasan sumber daya alam dan pertambahan penduduk yang pesat merupakan masalah negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab meningkatnya prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme tubuh, termasuk dalam mekanisme keseimbangan kadar glukosa darah yang berperan penting dalam aktifitas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hormon testosteron merupakan bagian penting dalam. kesehatan pria. Testosteron memiliki fungsi utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Hormon testosteron merupakan bagian penting dalam. kesehatan pria. Testosteron memiliki fungsi utama dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hormon testosteron merupakan bagian penting dalam kesehatan pria. Testosteron memiliki fungsi utama dalam proses spermatogenesis dan pembentukan karakteristik seksual

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tumbuhan yang telah banyak dikenal dan dimanfaatkan dalam kesehatan adalah

I. PENDAHULUAN. tumbuhan yang telah banyak dikenal dan dimanfaatkan dalam kesehatan adalah I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Penelitian Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya hayati yang telah dikenal sejak lama dan dimanfaatkan menjadi obat tradisional sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama lipoprotein plasma adalah low density lipoprotein (LDL). 1 LDL berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. utama lipoprotein plasma adalah low density lipoprotein (LDL). 1 LDL berfungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lipoprotein merupakan gabungan dari lipid nonpolar (triasilgliserol dan ester kolesteril) dengan lipid amfipatik (fosfolipid dan kolesterol) serta protein yang berfungsi

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN EFEK SEDUHAN TEH HITAM, TEH HIJAU DAN TEH PUTIH TERHADAP KADAR LOW DENSITY LIPOPROTEIN

ABSTRAK PERBANDINGAN EFEK SEDUHAN TEH HITAM, TEH HIJAU DAN TEH PUTIH TERHADAP KADAR LOW DENSITY LIPOPROTEIN ABSTRAK PERBANDINGAN EFEK SEDUHAN TEH HITAM, TEH HIJAU DAN TEH PUTIH TERHADAP KADAR LOW DENSITY LIPOPROTEIN (LDL) TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN WISTAR YANG DIINDUKSI PAKAN TINGGI LEMAK Stella

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Efek ergogenik dalam penggunaan obat lazim disebut doping sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Efek ergogenik dalam penggunaan obat lazim disebut doping sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Efek ergogenik dalam penggunaan obat lazim disebut doping sering dikonsumsi di bidang olahraga antara lain atlet binaragawan menggunakan dosis tinggi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja insulin, atau kedua-duanya (American Diabetes Association, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. kerja insulin, atau kedua-duanya (American Diabetes Association, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Diabetes milletus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia kronis yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, defek kerja insulin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumsi alkohol telah menjadi bagian dari peradaban manusia selama

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumsi alkohol telah menjadi bagian dari peradaban manusia selama BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi alkohol telah menjadi bagian dari peradaban manusia selama jutaan tahun. Minuman beralkohol dihasilkan dari fermentasi ragi, gula dan pati. Etanol merupakan

Lebih terperinci

PEMBERIAN INJEKSI TESTOSTERONE ENANTHATE DOSIS TINGGI (RAITORIO ) TIDAK MENURUNKAN KADAR ESTROGEN PADA TIKUS BETINA PUTIH (ALBINO RAT) DEWASA

PEMBERIAN INJEKSI TESTOSTERONE ENANTHATE DOSIS TINGGI (RAITORIO ) TIDAK MENURUNKAN KADAR ESTROGEN PADA TIKUS BETINA PUTIH (ALBINO RAT) DEWASA TESIS PEMBERIAN INJEKSI TESTOSTERONE ENANTHATE DOSIS TINGGI (RAITORIO ) TIDAK MENURUNKAN KADAR ESTROGEN PADA TIKUS BETINA PUTIH (ALBINO RAT) DEWASA ERNITA KUSUMA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah tidak terjadinya kehamilan setelah menikah 1 tahun atau lebih meskipun pasangan tersebut melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa adanya

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN TIKUS WISTAR JANTAN

ABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN TIKUS WISTAR JANTAN ABSTRAK EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN TIKUS WISTAR JANTAN Linda Lingas, 2016 ; Pembimbing I : Lusiana Darsono, dr., M.Kes Pembimbing II

Lebih terperinci

Fase Penuaan KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA. Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun)

Fase Penuaan KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA. Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun) KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA Windhu Purnomo FKM Unair, 2011 Fase Penuaan Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun) 1 2 Fase penuaan manusia 1. Fase subklinis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas merupakan salah satu masalah penting bagi setiap orang. Infertilitas pada pria berkaitan erat dengan spermatogenesis. Proses ini dipengaruhi oleh dua faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati di Indonesia dikenal sangat tinggi baik untuk flora

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati di Indonesia dikenal sangat tinggi baik untuk flora BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati di Indonesia dikenal sangat tinggi baik untuk flora maupun fauna. Beragam jenis tumbuhan atau tanaman telah lama diketahui dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diderita. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperlambat penuaan, dan

BAB I PENDAHULUAN. diderita. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperlambat penuaan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti kurang berolahraga dan pola makan yang tidak sehat dan berlebihan serta

BAB I PENDAHULUAN. seperti kurang berolahraga dan pola makan yang tidak sehat dan berlebihan serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang berkembang, sehingga banyak menimbulkan perubahan baik dari pola hidup maupun pola makan. Pola hidup seperti kurang berolahraga dan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak Etanol Pegagan terhadap

BAB V PEMBAHASAN. untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak Etanol Pegagan terhadap BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak Etanol Pegagan terhadap gambaran histopatologis testis tikus yang

Lebih terperinci

Kata kunci: Kolesterol LDL, kolesterol HDL, daun jambu biji (Psidium guajava Linn.), tikus wistar

Kata kunci: Kolesterol LDL, kolesterol HDL, daun jambu biji (Psidium guajava Linn.), tikus wistar ABSTRAK EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL LDL DAN HDL TIKUS WISTAR JANTAN Ester Farida Manalu, 2014: Pembimbing I : Dr. Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat otot-otot skelet yang

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat otot-otot skelet yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat otot-otot skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi. 1 Aktivitas fisik dapat memberi pengaruh positif pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA WANITA POST MENOPAUSE

HUBUNGAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA WANITA POST MENOPAUSE HUBUNGAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA WANITA POST MENOPAUSE SKRIPSI Diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan program Pendidikan

Lebih terperinci

PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN AFRIKA SELATAN

PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN AFRIKA SELATAN TESIS PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN AFRIKA SELATAN (Vernonia amygdalina) ORAL MENINGKATKAN KADAR INSULIN PUASA DAN MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH POST PRANDIAL PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Rattus sp, asap rokok, ekstrak buah juwet, kualitas spermatozoa, ROS, antioksidan.

ABSTRAK. Kata kunci: Rattus sp, asap rokok, ekstrak buah juwet, kualitas spermatozoa, ROS, antioksidan. ABSTRAK Penelitian yang bertujuan mengetahui kualitas spermatozoa tikus putih jantan dewasa (Rattus sp.) setelah diberikan paparan asap rokok dan ekstrak buah juwet (Syzygium cumini L.) telah dilakukan

Lebih terperinci