BAB II KAJIAN PUSTAKA. telah membawa konsep baru dalam dunia kedokteran. Saat ini penuaan dianggap

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. telah membawa konsep baru dalam dunia kedokteran. Saat ini penuaan dianggap"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan Definisi Penuaan Ilmu kedokteran Anti-Aging Medicine (AAM) menjadi salah satu ilmu yang telah membawa konsep baru dalam dunia kedokteran. Saat ini penuaan dianggap sebagai penyakit, sehingga dapat dicegah atau diobati bahkan dikembalikan ke keadaan semula sehingga usia harapan hidup dapat menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Goldman dan Klatz, 2007; Pangkahila, 2007). Dengan mencegah proses penuaan, fungsi berbagai organ tubuh dapat dipertahankan agar tetap optimal. Hasilnya organ tubuh dapat berfungsi seperti pada usia yang lebih muda, walaupun usia sebenarnya bertambah. Dengan demikian penampilan dan kualitas hidup dapat menjadi lebih muda dibandingkan dengan usia sebenarnya (Pangkahila, 2007). Aging secara praktis dapat dilihat sebagai suatu penurunan fungsi biologik dari usia kronologik, dan aging tidak dapat dihindari, berjalan dengan kecepatan yang berbeda tergantung dari susunan genetik seseorang, lingkungan dan gaya hidup sehingga aging dapat terjadi lebih dini atau lambat tergantung dari kesehatan individu (Fowler, 2003). Definisi aging menurut A4M (American Academy of Anti Aging Medicine) adalah kelemahan dan kegagalan fisik dan mental yang berhubungan dengan aging yang normal disebabkan karena disfungsi fisiologik, dalam banyak kasus dapat diubah dengan intervensi kedokteran yang tepat (Klatz, 2003).

2 Terdapat banyak sekali teori mengenai mengapa manusia mengalami proses penuaan. Tetapi pada dasarnya semua teori itu dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu teori wear and tear dan teori program. Teori wear and tear meliputi kerusakan DNA, glycosilation (glikosilasi), proses imun, dan neuroendocrine theory (Pangkahila, 2007). Terdapat 4 teori pokok mengenai penyebab aging (Goldman and Klatz, 2007), yaitu: 1) Teori wear and tear Menurut teori ini, tubuh dan selnya menjadi rusak karena terlalu sering digunakan dan disalahgunakan, baik penggunaan secara alami maupun penyalahgunaan. Kerusakan terjadi dalam sel sampai organ. Pada usia muda, kerusakan yang terjadi dapat diatasi atau dikompensasi karena sistem perbaikan dan pemeliharan yang masih baik tetapi seiring dengan bertambahnya umur, tubuh mulai kehilangan kemampuan tersebut. Teori ini meyakini pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang tidak terlambat dapat membantu mengembalikan proses penuaan. Mekanismenya dengan merangsang kemampuan tubuh untuk melakukan perbaikan dan mempertahankan organ tubuh dan sel (Goldman dan Klatz, 2007). 2) Teori Neuroendokrin Teori ini berdasarkan pada peranan berbagai hormon yang mengatur fungsi tubuh. Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus. Fungsi Hormon mengatur dan memperbaiki fungsi tubuh. Pada usia muda, berbagai hormon masih berfungsi baik dalam mengendalikan berbagai

3 fungsi organ tubuh. Ketika manusia menjadi tua, produksi hormone menurun, fungsi tubuh menjadi terganggu. Beberapa contoh yang sering ditemui adalah Menopouse pada wanita dimana terjadi penurunan hormone estrogen yang menyebabkan menopouse, menunjukan kegagalan fungsi ovarium karena proses penuaan, lebih jauh kualitas hidup menurun karena berbagai keluhan yang muncul sebagai akibatnya, juga terjadinya penurunan kadar hormon testosteron pada pria yang dimulai sejak usia 30 tahun dan terus menurun yang kemudian menimbulkan berbagai keluhan yang disebut Andropouse (Pangkahila, 2011). 3) Teori Kontrol Genetik Teori ini fokus pada genetik memrogram sandi sepanjang DNA, dimana kita dilahirkan dengan kode genetik yang unik, yang memungkinkan fungsi fisik dan mental tertentu. Dan penurunan genetik tersebut menentukan seberapa cepat kita menjadi tua dan berapa lama kita hidup. 4) Teori Radikal Bebas Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi akumulasi kerusakan radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat reaktifitas tinggi, karena kecenderungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal bebas oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA,

4 lemak, dan protein. Dengan bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas semakin mengambil peranan, sehingga mengganggu metabolisme sel, juga merangsang mutasi sel, yang akhirnya membawa pada kanker dan kematian. Selain itu radikal bebas juga merusak kolagen dan elastin, suatu protein yang menjaga kulit tetap lembab, halus, fleksibel, dan elastis. Jaringan tersebut akan menjadi rusak akibat paparan radikal bebas, terutama pada daerah wajah, dimana mengakibatkan lekukan kulit dan kerutan yang dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas (Goldman dan Klatz, 2007) Tanda-tanda Penuaan Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi berbagai organ tubuh. Akibat penurunan fungsi itu, muncul berbagai tanda dan gejala proses penuaan, yang pada dasarnya dibagi dua bagian, yaitu: 1. Tanda fisik, seperti massa otot berkurang, lemak meningkat, kulit berkerut, daya ingat berkurang, fungsi seksual terganggu, kemampuan kerja menurun dan sakit tulang. 2. Tanda psikis, antara lain menurunnya gairah hidup, sulit tidur, mudah cemas, mudah tersinggung, dan merasa tidak berarti lagi. Akan tetapi proses penuaan tidak terjadi begitu saja dengan langsung menampakkan perubahan fisik dan psikis seperti di atas, melainkan berlangsung melalui tiga tahap sebagai berikut (Pangkahila, 2007): 1) Tahap subklinik (usia tahun): Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun, yaitu hormon testosteron, growth hormone, dan hormon estrogen. Pembentukan

5 radikal bebas yang dapat merusak sel dan DNA, mulai mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar. Karena itu, pada tahap ini orang merasa dan tampak normal, tidak mengalami gejala dan tanda penuaan. Bahkan pada umumnya rentang usia ini dianggap usia muda dan normal. Tetapi tidak sedikit perempuan usia muda pengguna kontrasepsi hormon mengalami gangguan fngsi seksual berupa hambatan dorongan seksual. Keadaan ini terjadi akibat ketidakseimbangan hormon. 2) Tahap transisi (usia tahun): Selama tahap ini kadar hormon menurun sampai 25 persen. Massa otot berkurang sebanyak satu kilogram setiap beberapa tahun. Akibatnya, tenaga dan kekuatan terasa hilang, sedang komposisi lemak tubuh bertambah. Keadaan ini menyebabkan resistensi insulin, meningkatnya risiko penyakit jantung pembuluh darah dan obesitas. Pada tahap ini gejala mulai muncul, yaitu penglihatan dan pendengaran menurun, rambut putih mulai tumbuh, elastisitas dan pigmentasi kulit menurun, dorongan dan bangkitan seksual menurun. Pada tahap ini orang mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan oleh radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik, yang dapat mengakibatkan penyakit, seperti kanker, arthritis (radang sendi), berkurangnya memori, penyakit jantung koroner, dan diabetes. 3) Tahap Klinik (usia 45 tahun ke atas): Pada tahap ini penurunan kadar hormon terus berlanjut, yang meliputi DHEA (dehydroepiandrosterone), melatonin, growth hormone, testosteron, estrogen, dan juga hormon tiroid. Terjadi juga penurunan bahkan hilangnya

6 kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin, dan mineral. Densitas tulang menurun, massa otot berkurang sekitar satu kilogram setiap tiga tahun, yang mengakibatkan ketidak mampuan membakar kalori, meningkatnya lemak tubuh dan berat badan. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai mengalami kegagalan. Ketidak mampuan menjadi faktor utama sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Disfungsi seksual merupakan keluhan yang penting dan mengganggu keharmonisan banyak pasangan. Dengan melihat ketiga tahap ini, ternyata proses penuaan tidak selalu harus dinyatakan dengan gejala atau keluhan. Ini menunjukkan bahwa orang yang tidak mengalami gejala atau keluhan, bukan berarti tidak mengalami proses penuaan. Lebih jauh, ini dapat menjadi pegangan bahwa untuk mengatasi proses penuaan jangan menunggu sampai muncul gejala atau keluhan yang nyata (Pangkahila, 2007). 2.2 Testosteron Testosteron adalah hormon seks pria yang tergolong hormon androgen. Istilah androgen berarti hormon steroid yang mempunyai efek maskulinisasi, terdiri atas testosteron, dihidrotestosteron, dan androstenedion. Testosteron merupakan hormon utama dan terpenting di antara ketiganya, sedangkan dihidrotestosteron dan androstenedion adalah bentuk androgen yang lemah. Semua androgen merupakan senyawa steroid. Baik dalam testis maupun dalam adrenal, androgen dapat dibentuk dari kolesterol atau langsung dari asetil koensim A (Guyton dan Hall, 2001). Hormon Testosteron merupakan suatu hormon steroid androgen yang penting dalam kehidupan seksual dan reproduksi baik wanita maupun pria, penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal organ kelamin dan

7 reproduksi laki laki, selain fungsinya yang berpengaruh besar terhadap kehidupan seksual juga memiliki efek biologik yang penting di antaranya pada metabolisme, integritas tulang, otot, sistem kardiovaskular dan otak sehingga pada keadaan berkurangnya hormon Testosteron berpengaruh terhadap berkurangnya sensitivitas insulin, kelemahan otot, gangguan metabolism karbohidrat, gangguan fungsi kognitif, berkurangnya dorongan motivasi, lelah dan letargi, peningkatan lemak tubuh, serta penurunan dorongan dan kemampuan seksual. Hormon Testosteron pada pria diproduksi oleh sel Leydig didalam testis sebanyak 95% sedangkan sisanya diproduksi oleh cortex adrenal. Pada pria setelah pubertas, kadar Testosteron serum berkisar antara ng/dl (ratarata 611±186 ng). Pada pria, 98% testosteron terikat pada protein plasma, yang meliputi albumin dan steroid hormon-binding globulin (SHBG). Sisanya sebesar 2% merupakan Testosteron bebas karena beredar dalam keadaan tidak terikat pada protein apapun yang mengalir dalam darah. Persentase Testosteron yang terikat pada SHBG bervariasi antar individu, tetapi pada umumnya sekitar 40-80% dari testosteron yang beredar (Pangkahila, 2011) Struktur Kimia Testosteron Seperti hormon steroid lain, testosteron juga berasal dari derivat kolesterol dengan nama sistematik (memakai sistem IUPAC) : (8R,9S,10R,13S,14S,17S)- 17- hydroxy-10,13-dimethyl-1,2,6,7,8,9,11,12,14,15,16,17 dodecahydrocyclopenta [a]phenanthren-3-one (Sherwood, 2007).

8 Gambar 2.1 Struktur Testosteron (Sherwood, 2007) Biosintesis Testosteron Hormon testosteron disintesis di jaringan intersisial oleh sel leydig dengan menggunakan prekursor dari kolesterol. Sintesis ini dimulai dengan pengangkutan kolesterol ke membran interna mitokondria oleh protein pengangkut steroidogenic acute regulatory protein (STAR). Setelah berada pada posisi yang tepat, kolesterol akan bereaksi dengan enzim pemutus rantai samping P450scc dan menjadi pregnenolon. Konversi pregnenolon menjadi testosteron dapat terjadi dalam 2 lintasan, yaitu (Sherwood, 2007 ): Lintasan progesterone Lintasan dehidroepiandosteron (gambar 2.2).

9 Gambar 2.2 Jalur Biosintesis Testosteron (Atanassova and Koeva, 2012) Fungsi testis dikontrol oleh 2 hormon gonadotropik yang disekresikan oleh hipofisis anterior yaitu: Luteinizing Hormone (LH) dan Folicle Stimulating Hormone (FSH). Kedua hormon ini bekerja pada bagian testis yang berbeda. LH bekerja pada sel Leydig (intersisial) untuk mensekresi testosteron, sedangkan FSH bekerja pada tubulus seminiferus sel Sertoli yang berpengaruh terhadap spermatogenesis. Sekresi dari LH dan FSH pada hipofisis anterior distimulasi oleh hormon hipotalamus, yaitu Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) (Sherwood, 2007).

10 Meskipun GnRH sama-sama menstimulasi sekresi dari LH dan FSH, tetapi kadar kedua hormon ini di dalam darah tidak selalu sama banyak. Hal ini terjadi karena adanya faktor lain yang ikut mempengaruhi. Testosteron yang merupakan produk dari stimulasi LH pada sel Leydig juga berfungsi sebagai umpan balik negative terhadap sekresi LH. Efek umpan balik ini terjadi melalui 2 cara yaitu: testosterone menurunkan pelepasan GnRH dari hipotalamus (secara indirek menurunkan LH dan FSH dari hipofisis anterior) dan juga secara langsung bekerja pada hipofisis anterior untuk menurunkan sekresi LH (Sherwood, 2007). Sedangkan inhibisi spesifik untuk mengontrol sekresi FSH diatur oleh hormone inhibin, yang diproduksi oleh sel sertoli. Inhibin bekerja secara langsung pada hipofisis anterior untuk menghambat sekresi FSH (Sherwood, 2007). Gambar 2.3 Aksis Hipotalamus-Hipofisis-Testis (Fitria, 2010).

11 Pada pria setelah pubertas, kadar testosteron serum berkisar antara ng/dl (rata-rata 611±186 ng). Pada pria, 98% testosteron terikat pada protein plasma, yang meliputi albumin dan steroid hormon-binding globulin (SHBG). Sisanya sebesar 2% merupakan testosteron bebas karena beredar dalam keadaan tidak terikat pada protein apapun yang mengalir dalam darah. Presentase testosteron yang terikat pada SHBG bervariasi antar individu, tetapi pada umumnya sekitar 40-80% dari testosteron yang beredar (Pangkahila, 2007). Testosteron yang tidak terikat pada jaringan, dengan cepat akan diubah oleh hati menjadi androsteron dan dehidroepiandosteron, kemudian secara serempak dikonfigurasikan sebagai glukoromida dan sulfat kemudian diekskresikan ke usus melalui empedu ataupun ke dalam urin melalui ginjal (Guyton dan Hall, 2001) Fungsi Testosteron Testosteron memiliki beberapa fungsi yang berbeda di dalam tubuh, antara lain (Sherwood, 2007): 1. Efek pada jaringan seks spesifik setelah lahir Masa puber adalah masa dimana terjadi maturasi dari sistem reproduktif yang sebelumnya non fungsional untuk mencapai puncaknya dan mempunyai kemampuan untuk bereproduksi. Biasanya dimulai pada usia tahun. Pada masa puber, sel Leydig sekali lagi mulai mensekresi testosteron. Testosteron inilah yang bertanggung jawab untuk pertumbuhan dan perkembangan seluruh sistem reproduksi laki-laki. Di bawah pengaruh sekresi testosteron, terjadi

12 pembesaran testis dan dimulailah produksi sperma untuk pertama kalinya, terjadi pembesaran glandula seksual aksesoris, dan pembesaran penis serta skrotum. Setelah masa pubertas, sekresi testosterone dan spermatogenesis terjadi secara terus-menerus seumur hidup seorang laki-laki, meskipun produksinya akan berkurang secara bertahap setelah umur 45 atau 50 tahun ke atas. Penurunan level testosteron dan produksi sperma ini tidak disebabkan oleh penurunan stimulasi testis tetapi kemungkinan besar terjadi karena perubahan degenerasi yang berkaitan dengan penuaan yang terjadi pada pembuluh darah kecil di testis. Penurunan ini sering disebut sebagai andropause. 2. Efek lain yang berkaitan dengan reproduksi Testosteron mengatur perkembangan libido dan mempertahankan libido pada seorang laki-laki dewasa.tetapi pada manusia libido juga dipengaruhi oleh interaksi sosial dan faktor emosional.testosteron juga berfungsi sebagai umpan balik negatif untuk mengontrol produksi hormon gonadotropin dari hipofisis anterior. 3. Efek pada perkembangan seksual sekunder Perkembangan dan pemeliharaan seksual sekunder laki-laki bergantung pada testosterone. Pertumbuhan rambut pada bagian vital Suara yang lebih dalam Kulit yang lebih tebal. Konfigurasi tubuh laki-laki.

13 4. Efek non reproduksi Testosteron juga mempunyai efek anabolik protein dan pertumbuhan tulang yang akan mengarah pada pembentukan fisik laki-laki yang lebih berotot dan pertumbuhan yang cepat selama masa puber. Testosteron juga menstimulasi sekresi pada kelenjar minyak. Pada hewan Testosteron akan mengakibatkan terjadinya perilaku agresif. Kekurangan testosteron pada pria yang mengalami penuaan sering dikaitkan dengan hilangnya libido, disfungsi ereksi, depresi, penurunan kemampuan kognitif, lesu, osteoporosis, dan hilangnya massa otot dan kekuatan. Gejalagejala ini secara kolektif dikenal sebagai masa andropause, atau Androgen Deficiency in The Aging Male (ADAM), dan Partial Androgen Deficiency In The Aging Male (PADAM) sindrom ini cenderung menjadi lebih parah semakin bertambahnya usia (Rajfer, 2003). 2.3 Pasak Bumi (Eurycoma longifolia) Deskripsi Tumbuhan Pasak Bumi Pasak Bumi yang banyak dikenal di Indonesia memiliki nama latin Eurycoma longifolia, disebut juga sebagai Tongkat Ali / Bedara Merah / Bedara Putih di Malaysia, dan Cay Ba Bihn di Vietnam, Tung Saw / Phiak / Hae Pan Chan di Thailand (Goreja, 2004; Susilowati, 2010). Pasak Bumi juga memiliki nama lokal antara lain: bidara laut / mempoleh di Bangka, widara putih di Jawa, penawar pahit di Melayu, besan di Sumatera Utara (Susilowati, 2010). Pasak bumi dapat dijumpai pada daerah-daerah pungggung bukit atau

14 pematang dan daerah berlereng (Nuryamin, 2000). Tumbuhan ini tumbuh pada temperature rata-rata 25 O C dengan kelembaban udara 86% setelah melalui masa muda tumbuhan ini membutuhkan lebih banyak sinar matahari untuk membantu perkembangan vegetatif dan system reproduksinya. Pasak bumi berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Gambar 2.4 Pohon Pasak Bumi (kiri), akar Pasak Bumi (kanan) (Riceplex.com) Pasak bumi memiliki kedudukan taksonomi adalah sebagai berikut (Suhartinah, 2006): Kingdom Divisi Kelas Ordo : Plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Sapindales

15 Famili Genus Spesies : Simaroubaceae : Eurycoma : Eurycoma longifolia Tanaman Pasak Bumi merupakan pohon dengan tinggi mencapai 6 meter. Batang tanaman Pasak Bumi umumnya tidak bercabang, atau sedikit bercabang, daunnya melingkar (rosette), batangnya kokoh berwarna coklat keabu-abuan licin dengan diameter batang sekitar 15 cm. Daunnya majemuk menyirip, jumlahnya ganjil, panjang 0,3-1 meter dengan anak daun berjumlah pasang, berbentuk oblong, bergelombang, warna anak daunnya hijau tua berukuran 5-25 cm x 1,25-3 cm, pinggirnya bergelombang, tangkai daunnya berwarna coklat kehitaman. Bunga tanaman Pasak Bumi bersifat monoceous atau dioceous, berwarna merah jingga, lebar bunga 0,6 cm, berbulu halus dengan benjolan kelenjar di ujungnya, ada 2 (dua) kelompok tumbuhan yaitu tumbuhan berbunga jantan (tidak menghasilkan buah) dan berbunga betina (mampu menghasilkan buah) (Susilowati, 2008). Pohon jantan dapat menghasilkan buah namun gugur pada saat muda, selain itu memiliki bunga yang dapat tumbuh namun putiknya steril, sedangkan pohon betina mampu menghasilkan benih dan memiliki benang sari namun steril, oleh karena itu proses penyerbukannya kemungkinan dibantu oleh serangga dan terjadi penyerbukan silang. Buah tanaman pasak bumi kira-kira panjang 1,25 cm, berbentuk oblong, berwarna merah ketika masak. Tumbuhan pasak bumi dijumpai pada tanah masam, berpasir, dan beraerasi baik pada ketinggian dibawah meter diatas permukaan laut (Utami, 2008)

16 2.3.2 Manfaat Tumbuhan Pasak Bumi Banyak manfaat Pasak Bumi yang bisa didapatkan baik dari akar, batang, kulit batang, dan daun Pasak Bumi, semua bagian tumbuhan ini di kenal memiliki banyak manfaat baik yang telah pernah diteliti secara ilmiah maupun hanya berdasarkan keyakinan turun temurun saja. Salah satu penelitian menjelaskan bahwa aktivitas farmakologi yang dimiliki oleh pasak bumi berupa antiplasmodial dimiliki oleh akar, batang, kulit batang dan daun, aktivitas sitotoksisitas dimiliki oleh bagian akarnya, aktivitas anti tumor dimiliki oleh bagian daun, aktivitas anti ulkus dimiliki oleh bagian akar sementara aktivitas anti mikroba berada pada bagian daun, akar, dan batang (Bhat dan Karim, 2010), Akar Pasak Bumi terbukti memiliki aktivitas antioksidan penangkal radikal bebas (Varghese et al., 2013), anti-kanker (Nurhanan et al., 2005; Tee et al., 2007), anti-bakteria (Farouk dan Benafri, 2007), untuk pengobatan osteoporosis pada laki-laki (Effendy et al., 2012), aphrodisiac (Ang et al., 2003a; 2004), anti-leukemia, dan pengobatan disentri (Chan et al., 2005). Penelitian terdahulu juga membuktikan bahwa akar Pasak Bumi meningkatkan kadar Testosteron total (George dan Henkel, 2013; Novianti, 2015), memperbaiki spermatogenesis tikus yang dipapar estrogen (Wahab et al., 2010) dan meningkatkan konsentrasi, motilitas, morfologi, dan mitochondrial membrane potential dari sperma (Solomon et al., 2013). Selain itu, reputasi pasak bumi juga dikenal sebagai obat tradisional untuk pengobatan malaria, hipertensi, kelelahan, migrain, demam, artritis, memperbaiki impotensi, libido rendah, stamina, vitalitas, struktur kulit, massa otot, dan sistem imun (Goreja, 2004; Ismail et al., 2012; Tambi et al., 2012).

17 Beberapa penelitian membuktikan akar Pasak Bumi berpengaruh terhadap fertilitas jantan di antaranya ekstrak methanol akar Pasak Bumi dosis 200 mg/kgbb dapat meningkatkan jumlah sel sperma, sel Sertoli dan sel Leydig (Rosida, 2003). Beberapa penelitian sebelumnya juga melaporkan bahwa pasak bumi pada hewan coba terbukti mampu meningkatkan kemampuan seks (Ang dan Ngai, 2001;Ang dan Lee, 2002a; Ang dan Lee,2002b; Ang et al., 2000, 2003a, 2003b). Pada pemberian fraksi kloroform, metanol, butanol dan air dengan dosis 500 mg/kg BB akar Pasak Bumi selama 12 minggu mampu meningkatkan kualitas seksual (Ang et al., 2003a) dan pada pemberian sediaan 800 mg/kg BB mampu meningkatkan libido tikus jantan (Ang et al., 2002). Pasak Bumi memiliki efek aprodisiak dan kemampuannya untuk meningkatkan kadar hormon Testosteron pada dosis tertentu (Tambi,2012). Pemberian pasak bumi pada pria dengan infertilitas idiopatik mampu meningkatkan konsentrasi sperma, motilitas sperma dan morfologi sperma (Chan,2009). Sebelumnya telah dilakukan penelitian pada hewan coba dimana pemberian ekstrak air akar pasak bumi pada dosis 50 mg/kgbb selama 6 hari tidak mampu meningkatkan kadar hormon Testosteron dan pemberian ekstrak akar pasak bumi 200 mg/kgbb selama 49 hari mampu meningkatkan kadar hormon testosteron (Hayati, 2012 ). Penelitian lain dengan menggunakan ekstrak akar pasak bumi dosis 600 mg/kgbb selama 14 hari menunjukkan adanya peningkatan kadar hormon testosteron total darah pada kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak akar

18 Pasak Bumi secara oral (p<0.05). Beradasarkan hasil penelitian ini didaptkan peningkatan kadar testosterone pada kelompok perlakuan dari rerata 2,50±0,02 ng/ml menjadi 2,99±0,04 ng/ml setelah 14 hari perlakuan (Novianti, 2015). Pasak bumi kaya akan kuasionoid juga berguna untuk mengatasi masalah reproduksi, seperti menginduksi sintesis Testosteron, LH, dan FSH namun menurunkan kadar estrogen plasma, sehingga mempengaruhi fertilitas pria. (Talbott et al., 2013; Henkel et al., 2013; Low et al., 2013). Pada tikus betina yang mengalami irregular oestrous cycle dan polycystic ovarian syndrome (PCOS), pengobatan menggunakan ekstrak pasak bumi kaya akan kuasinoid dapat menurunkan penyakit sistem reproduksi (Abdulghani et al., 2012). Suplementasi Pasak Bumi juga meningkatkan vitalitas pada tikus usia menengah yang lamban secara seksual (Ang et al., 2003b) dan peningkatan bangkitan seksual (Ang et al., 2004). Belakangan ini, sebuah percobaan pemberian pasak bumi selama 12 minggu terhadap pria sehat tanpa masalah seksual dan fungsi ereksi dengan menggunakan ekstrak Pasak Bumi bermerk Physta, mendapati bahwa terdapat peningkatan libido secara signifikan disertai peningkatan kepuasan seksual dan fungsi ereksi (Ismail et al., 2012). Pada studi lain yang dilakukan dengan menggunkan Physta terhadap 26 pria dengan disfungsi ereksi ringan secara random selama 12 minggu, menyatakan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan pada beberapa parameter seperti Erection Hardness Scale, Sexual Health Inventory for Males dan Ageing Male Symptom Score (Udani et al., 2011) Efek androgenik akar Pasak Bumi memodulasi formasi tulang secara

19 langsung dan tidak langsung, secara tidak langsung melalui aromatisasi androgen menjadi estrogen (Balasch, 2003). Testosteron dikonversi menjadi dihydrotestosterone (DHT) yang mengaktifasi proliferasi dan diferensiasi osteoblast (Vanderschueren et al., 2004). Pasak Bumi juga meningkatkan produksi nitric oxide (NO) (Zakaria et al., 2004), menginhibisi formasi osteoklas dan resorpsi tulang (Michael et al., 2005; Wimalawansa, 2010), prevensi terhadap hilangnya kalsium tulang (Shuid et al., 2011b), memperbaiki kekuatan tulang (Saadiah et al. 2012). Mekanisme yang mungkin terjadi adalah adanya elevasi kadar testosteron yang menekan kadar c-terminal telopeptide dari kolagen tipe I (CTX), sebuah marker resorpsi tulang, yang meningkat pada binatang yang dikastrasi (Shuid et al., 2012). Telah diketahui sebelumnya bahwa aktivitas oseteoklast meningkat dan aktivitas osteoblast menurun seiring dengan stress oksidatif, dalam hal ini Pasak Bumi memiliki peranan penting sebagai antioksidan penangkal radikal bebas (Varghese et al., 2013). Sebuah studi yang terdiri dari 31 wanita usia tahun, dengan perlakuan berupa pemberian suplemen pasak bumi 100 mg per hari, menunjukkan adanya peningkatan kekuatan otot dengan parameter berupa kekuatan genggaman tangan dan otot quadriceps yang membesar bila dibandingkan dengan kelompok plasebo (Sarina et al., 2009). Pasak Bumi dapat meningkatkan kadar Testosteron kemudian menurunkan low-density lipoprotein (LDL) dan kolesterol total (Monroe dan Dobs, 2013). Selain itu juga memiliki efek antihiperglikemik, namun pada subjek normoglikemik efek ini tidak terlihat, sehingga lebih tepat disimpulkan bahwa

20 tanaman ini menormalisasi kadar gula darah daripada menurunkannya, seperti yang terjadi pada efek restorasi kada testosteron (Talbott et al., 2013). Namun mekanisme molekular untuk efek ini belum diketahui secara pasti. Pasak bumi dapat memperbaiki kualitas hidup dengan cara meningkatkan vitalitas, aktivitas fisik, sense of general well-being, anti-aging, tenaga dan mood dengan menurunkan anxietas, memperbaiki disfungsi ereksi ringan yang semuanya dipengaruhi oleh kadar Testosteron (Lunenfeld dan Nieschlag, 2007; Udani, 2011; Ismail et al. 2012; Talbott et al., 2013) Kandungan Senyawa Pasak Bumi Hasil analisis yang telah dilakukan oleh beberapa ahli baik dari Malaysia, Jepang, Thailand juga Indonesia menyatakan bahwa dalam akar Pasak Bumi terdapat kandungan kimia : (1) aervin, karbolina, α-7-metoksi, 1-asid propionik, (9) eurikomalakton, (10) eurikomanol, (11) eurikomanol, 13-β-18-dihidro, (12) eurikomanol,-2-α-d-glukosida, (13) eurikomanon, (14) eurikomanona, dihidro, (15) eurikomanona, 13-beta-21-dihidroksi, (16) klaineanon, betadihidroksi, (17) klaineanon,14-15-dihidroksi, (18) longilaston, (19) β- sitosterol, (20) stigmasterol. Sejauh ini setidaknya terdapat 65 komponen yang berhasil diisolasi dari pasak bumi (Kuo et al., 2003). Tumbuhan ini sangat kaya akan komponen bioaktif seperti eurycomaoside, eurycolactone, eurycomalactone, eurycomanone dan pasakbumin-b dimana alkaloid dan kuasinoid memegang porsi terbesar (Bhat dan Karim, 2010). Komponen kuasinoid eurycomanone digunakan sebagai marker pada standardised water extract menurut standart SIRIM (Malaysian Standards,

21 2011) dan terbukti dapat meningkatkan kadar testosteron serta produksi sperma pada binatang coba (Zanoli et al., 2009; Low et al., 2013). Ekstrak Pasak Bumi dikenal sebagain adaptogen (Tambi dan Kadir, 2006) dan pengobatan anti-aging terutama pada pria untuk meningkatkan level energi, mood, fungsi seksual dan libido yang menurun seiring dengan bertambahnya usia (Adimoelya, 2000; Cyranoski, 2005). Hasil analisis laboratorium analisis pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana pada November 2014 memberikan hasil analisis dari akar Pasak Bumi hutan di Kalimantan Barat memberikan hasil kapasitas antioksidannya 5514,58 ppm GAEAC (Gallic Acid EquivalentAntioxidant Capacity), IC 50 % (Inhibition Concentration terhadap radikal bebas DPPH 0,1 mm) sebesar 3,56 mg/ml, kadar total fenol 3,01 % b/b GAE (Gallic Acid Equivalent), kadar tanin 0,63 % b/b TAE (Tannic Acid Equivalent), vitamin C 1496,60 mg/100g, Rendemen 0,35 % b/b (Novianti, 2015). Hasil analisis yang dilakukan pada Maret 2015 di UPT Laboratorium Analitik Universitas Udayana dengan hasil analisis kimia ekstrak akar Pasak Bumi terdapat 5 formula kimia utama yaitu senyawa ester 3,06%, senyawa phenanthroline 3,85%, senyawa naphthyridin 1,06%, senyawa beta sitosterol 5,77% dan senyawa estragole 1,17% (Novianti, 2015). Pada hasil analisis yang dilakukan pada Februari 2016 di UPT Laboratorium Analitik Universitas Udayana didapatkan kadar phytotestosteron pada ekstrak akar Pasak Bumi (Eurycoma longifolia) sebesar 12,17 % (Lampiran 1). Phytotestosterone adalah

22 kelompok ekstrak tanaman yang mampu meniru dan memperkuat aksi dari hormon testosteron itu sendiri Uji Toksisitas Pasak Bumi Kajian keamanan pada hewan coba dilakukan melalui uji ketoksikan akut dan uji ketoksikan sub kronis dilakukan dengan metode yang baku, menurut General Guidelines for Methodologies on Research and Evaluation of Traditional Medicine, data keamanan yang ada ditunjukan dengan nilai LD50 dari ekstrak akar Pasak Bumi pada mencit adalah sebesar 2,6 g/kg dan nilai LD50 dari 20% ekstrak akar Pasak Bumi pada mencit adalah 30,8 ml/kgbb. Studi keamanan Pasak Bumi menunjukkan bahwa penggunaan konsentrat pasak bumi sebagai terapi (2.5 g/ml) tidak memiliki efek buruk terhadap spermatozoa in vitro (Erasmus et al., 2011). Pada data in vivo oleh Tambi (2006) didapatkan bahwa ekstrak Pasak Bumi tidak toksik. Pada studi hewan, tidak ada efek negatif pada keturunannya, seperti malformasi maupun perubahan berat badan dan jumlah keturunan (Solomon et al., 2013). Pada uji toksisitas akut yang dilakukan terhadap tikus diungkapkan bahwa LD50 untuk ekstrak etanol dan aqua dari Pasak Bumi sebesar 2000 dan 3000 mg/kgbb (Satyavidad et al., 1998; Kuo et al., 2003). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa hanya pada dosis di atas 1200 mg/kgbb ekstrak Pasak Bumi dapat bersifat hepatotoksik pada tikus (Shuid et al., 2011a). Pada studi toksisitas akut, sub-akut, dan sub-kronik terhadap sebuah ekstrak standardised aqueous Pasak Bumi bermerk Physta yang dilakukan pada tikus Wistar jantan dan betina selama 90 hari dosis 250 mg/kgbb hingga

23 2000mg/kgBB didapatkan tidak ada perubahan bermakna pada parameter kimia darah, hematologi, histopatologi, mortalitas dan tingkah laku tikus (Choudhary et al., 2012). Sejumlah penelitian yang dilakukan untuk menguji toksisitas menunjukkan bahwa Pasak Bumi aman untuk dikonsumsi bahkan dalam dosis tinggi. Ini menjadikan Pasak Bumi sebagai obat herbal yang serba guna dan tak tertandingi (Ang dan Cheang, 2001). Penelitian terkini juga menyebutkan pemberian ekstrak akar Pasak Bumi terstandar eurikomanon 2 % terbukti aman pada tikus yang dinyatakan dalam data hasil uji ketoksikan akut dan sub kronik pada tikus menunjukan LD50 tergolong kategori relatif kurang berbahaya dan tidak ada pengaruh terhadap organ tikus (Hayati, 2012). 2.4 Purwoceng (Pimpinela Alpina molk) Tanaman Purwoceng (Pimpinella alpina Molk) merupakan salah satu tanaman obat Indonesia yang telah banyak dikenal dan digunakan oleh masyarakat. Hal ini terkait potensi androgenik yang terdapat dalam tanaman Purwoceng. (Usmiati dan Yuliani, 2010). Tanaman Purwoceng banyak tumbuh di dataran tinggi sekitar m dpl yang terkena sinar matahari seperti dataran tinggi Dieng (Jawa Tengah), serta Gunung Galunggung dan Pangrango (Jawa Barat). Sampai saat ini dataran tinggi Dieng dikenal sebagai daerah pengembangan Purwoceng. Pelestarian dan pengembangan Purwoceng dalam skala besar untuk memenuhi kebutuhan industri jamu di luar habitatnya sangat sukar karena tanaman ini hanya tumbuh baik di daerah asalnya. Penanaman di luar daerah asalnya memerlukan

24 pemeliharaan khusus dan waktu yang lama agar dapat beradaptasi dan tumbuh dengan baik. Tanaman purwoceng merupakan tanaman endemik Indonesia. Hal ini sangat menguntungkan untuk mengembangkan purwoceng sebagai obat yang berfungsi androgenik yang tidak kalah dengan ginseng dari Korea (Usmiati dan Yuliani, 2010) Deskripsi Tanaman Purwoceng Purwoceng adalah tumbuhan endemik Indonesia yang sudah lama dikenal berkhasiat obat. Purwoceng merupakan tanaman berumah satu tetapi dapat juga menyerbuk silang (Rahardjo et al., 2005). Klasifikasi Purwoceng adalah sebagai berikut: Divisi Sub Divisi Kelas Sub Kelas Bangsa Suku Marga Jenis : Spermatophyta : Angiospermae : Dycotiledonae : Dialypetalae : Apiales (Umbelliflorae) : Apiaceae (Umbelliferae) : Pimpinella : Pimpinella pruatjan Molk. atau P. alpina Kds.

25 Gambar 2.5 Tanaman Purwoceng (Tjitrosoepomo, 1994) Tumbuhan ini termasuk dalam bangsa Apiales sebagian besar merupakan terna, jarang yang berupa tumbuhan berkayu. Daunnya tunggal atau majemuk tanpa daun penumpu. Jaringanjaringannya sering memiliki saluran-saluran resin atau minyak. Bunganya tersusun seperti payung, berumah satu, aktinomorf, berbilangan empat atau lima. Kelopak bunga sangat kecil, mahkota-mahkota bebas, benang-benang sari dalam satu lingkaran dan berhadap-hadapan dengan kelopak-kelopaknya. Bakal buah terbenam, seringkali memiliki ruang-ruang dengan satu atau dua bakal biji dalam tiap ruangnya. Bakal biji kebanyakan hanya memiliki satu integumen. Biji mempunyai endosperm dan lembaga yang kecil (Tjitrosoepomo, 1994). Tumbuhan yang termasuk suku Apiaceae sebagai terna yang berumur pendek atau panjang dengan batang berongga dan beralur atau bergerigi membujur pada permukaannya. Daunnya tersebar, berseling atau berhadapan, majemuk ganda atau banyak berbagi, tanpa daun penumpu tetapi memiliki pelepah yang pipih besar (perikladium) dan tidak membungkus batang. Bunganya

26 majemuk dan tersusun seperti payung atau suatu kapitulum, berukuran kecil, berumah satu, aktinomorf atau sedikit zigomorf, dan berbilangan lima. Kelopaknya sangat kecil, mahkotanya berjumlah lima dengan ujung yang melengkung ke dalam, berwarna kuning atau keputih-putihan, jarang berwarna merah muda atau lembayung. Benang sari berjumlah lima yang berseling dengan mahkota. Bakal buah tenggelam, tertutup oleh bantal tangkai putik yang berbagi dua, beruang dua, dan dalam tiap ruang terdapat satu bakal biji yang bergantungan. Tangkai putik berjumlah dua dan letaknya terpisah. Buahnya berbelah dua (diakenium), tiap bagian buah tetap berlekatan pada suatu karpofor. Dalam kulit buah terdapat saluran-saluran minyak atsiri. Endosperm biji mempunyai tanduk. Sifat-sifat anatomis yang penting antara lain adanya saluransaluran resin skizolisigen dalam gelam akar, batang, dan kulit buahnya, adanya kolenkim dalam korteks primer batang dan dalam rigi-rigi buah, adanya perforasi sederhana dalam trakea, adanya rambut-rambut lain yang bukan merupakan kelenjar (Tjitrosoepomo, 1994). Purwoceng merupakan tanaman semak penutup tanah dengan tinggi sekitar 25 cm. Batangnya merupakan batang semu, berbentuk bulat, lunak, dan berwarna hijau pucat. Daunnya merupakan daun majemuk dengan pertulangan daun menyirip. Tangkai daun berwarna coklat kehijauan dengan panjang sekitar 5 cm. Anak daun berbentuk jantung yang tepinya bergerigi, berujung tumpul dan pangkal bertoreh, berukuran panjang sekitar 3 cm dan lebar sekitar 2.5 cm. Bunga Purwoceng merupakan bunga majemuk berbentuk payung. Tangkai bunga berbentuk silindris dengan panjang sekitar 2 cm. Kelopak bunga berbentuk tabung

27 berwarna hijau, benang sari berwarna putih, putik berbentuk bulat berwarna hijau, dan mahkota berambut berwarna coklat. Buah berbentuk lonjong kecil berwarna hijau, dan biji berbentuk lonjong kecil berwarna coklat. Akar merupakan akar tunggang yang berwarna putih kotor (Pulungan, 2008). Tangkai bunga purwoceng memiliki cabang-cabang. Purwoceng memiliki sekitar 7.4 tangkai bunga primer,setiap tangkai primer memiliki sekitar tiga tangkai sekunder, setiap tangkai sekunder memiliki sekitar 2 tangkai tertier, dan setiap tangkai tertier memiliki sekitar 5-8 tandan bunga yang membentuk bunga payung. Pada setiap tandan bunga terdapat sekitar 5-10 bunga yang akan menghasilkan sekitar 8.6 biji sehingga satu tanaman purwoceng dapat menghasilkan biji. Biji yang telah matang berwarna hitam, berukuran sangat kecil dengan bobot 1000 butirnya sekitar 0.52 g (Rahardjo et al., 2005) Manfaat Tanaman Purwoceng Beberapa peneliti telah menguji efek penggunaan akar Purwoceng pada tikus. Salah satu teknik yang digunakan adalah dengan mengebiri tikus jantan dan menyuntiknya dengan ekstrak akar Purwoceng dalam minyak zaitun (dosis mg). Efek yang teramati adalah adanya peningkatan kelenjar prostat dan kelenjar seminalis secara nyata dibandingkan dengan kontrol. Hasil penelitian tersebut didukung oleh hasil penelitian yang melaporkan bahwa ekstrak akar Purwoceng sebanyak 50 mg mampu meningkatkan kadar hormon Testosteron dibandingkan dengan kontrol (tanpa pemberian ekstrak) pada tikus Sprague Dawley. Efek Purwoceng tersebut juga dibandingkan dengan efek bahan obat alami lain yang berkhasiat serupa, yaitu Pasak Bumi. Hasil penelitian pada tikus Sprague Dawley

28 menunjukkan bahwa pada dosis 25 mg, Pasak Bumi mempunyai efek peningkatan kadar Testosteron. Pada dosis 50 mg, Purwoceng juga memberikan efek peningkatan kadar Testosteron yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasak bumi. Namun ketika purwoceng dicampurkan dengan Pasak Bumi pada dosis yang sama (masing-masing 25 mg), maka efek peningkatan kadar Testosteron lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Taufiqqurrachman, 1999). Ekstrak akar purwoceng yang diberikan pada tikus Spraque Dawley juga dapat meningkatkan derajat spermatogenesis dalam testis, jumlah maupun motilitas spermatozoa dibandingkan dengan kontrol (tanpa pemberian purwoceng), namun cenderung tidak berbeda dengan perlakuan Pasak Bumi (Juniarto, 2004) Kandungan Senyawa Purwoceng Hasil identifikasi secara kualitatif, akar Purwoceng mengandung senyawa turunan kumarin seperti bergapten, xanthotoksin, marmesin, 6,8 dimetoksi umbelliferon dan psoralen (Hernani dan Yuliani, 2004). Studi lain menunjukkan hasil isolasi senyawa aktif dari tanaman purwoceng terdapat stigmasterol yaitu senyawa golongan steroida saponin yang mempunyai gugus OH terikat pada atom karbon ke - 3 dari inti siklopentanoperhidrofenantren, sehingga mampu mengadakan ikatan dengan oligosakarida (Suzery et al., 2004). Saponin steroid larut dalam air akibat ikatan glikosida yang terbentuk. Senyawa ini diduga sebagai salah satu pemicu timbulnya perilaku seksual setelah menggunakan ekstrak Purwoceng. Senyawa saponin steroid tersusun dari suatu aglikon steroid yang terikat pada suatu

29 oligosakarida. Senyawa ini biasa digunakan sebagai bahan dasar industri pada produk hormon seks dan aktivitas anabolik (Dewick, 1997). Pencarian senyawa saponin dalam tumbuhan didorong oleh kebutuhan akan sumber sapogenin yang akan diubah menjadi sterol hewan yang penting. Dahulu sterol hanya dianggap sebagai hormon kelamin dan/atau asam empedu namun setelah banyak dilakukan penelitian senyawa tersebut juga banyak dijumpai dalam jaringan tumbuhan yang dikenal dengan nama fitosterol. Fitosterol terdapat pada tumbuhan tingkat tinggi dan dibedakan menjadi sitosterol, stigmasterol dan kampesterol dalam bentuk glikosida dan bebas (Usmiati and Yuliani, 2010). Pada hasil analisis yang dilakukan pada Februari 2016 di UPT Laboratorium Analitik Universitas Udayana didapatkan kadar phytotestosteron ekstrak akar Purwoceng (Pimpinella alpina Molk) sebesar 10,60 % (Lampiran 1). Phytotestosterone adalah kelompok ekstrak tanaman yang mampu meniru dan memperkuat aksi dari hormon testosteron itu sendiri. 2.5 Tikus (Rattus norvegicus) Penggunaan tikus atau rat (Rattus Norvegicus) telah diketahui sifatsifatnya dengan sempurna, mudah dipelihara, merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk berbagai macam penelitian. Terdapat beberapa galur atau varietas tikus yang memiliki kekhususan tertentu antara lain galur Sprague dawley yang berwarna albino putih berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada

30 badannya, dan galur Wistar yang ditandai dengan kepala besar dan ekor lebih pendek (Hubrecht dan Kirkwood, 2010). Tikus (Rattus Norvegicus) galur Wistar lebih besar dari famili tikus umumnya, di mana tikus ini dapat mencapai 40 cm diukur dari hidung sampai ujung ekor dan berat gram. Tikus betina biasanya memiliki ukuran lebih kecil dari tikus jantan dan memiliki kematangan seksual pada umur 4 bulan dan dapat hidup selama 4 tahun (Kusumawati, 2004). Tabel 2.1 Data biologis tikus wistar (Hubrecht dan Kirkwood, 2010) Jenis Data Panjang tubuh lahir Berat badan lahir Berat badan dewasa : Jantan Betina Masa kebuntingan Masa hidup Suhu tubuh Denyut Nadi Frekuensi nafas Volume darah Nilai 2,2 cm 2-4 g g g hari 2-4 tahun C kali/menit kali/menit 5,6 7,1 ml/100g berat badan Taksonomi tikus wistar adalah sebagai berikut (Armitage 2008) : Kingdom Phylum Sub Phylum : Animalia : Chordata : Vertebrata

31 Class Ordo Sub Ordo Family Sub Family Genus Spesies : Mamalia : Rodentia : Myomorpha : Muridae : Murinae : Rattus : Rattus norvegicus Tikus telah menjadi model penelitian mamalia yang digemari oleh peneliti. Di antara banyak alasan untuk ini, alasan yang paling utama adalah kedekatan genetik tikus dengan manusia yang mencapai 99%, kemungkinan memanipulasi genom dan ketersediaan banyak strain (Boguski, 2002; Ladiges, et al., 2009; Vanhooren dan Libert, 2013). Di bidang penelitian penuaan, tikus telah menjadi subjek penelitian yang sangat banyak digunakan dan dapat diandalkan. Mengingat tikus laboratorium memiliki waktu hidup (lifespan) hanya beberapa tahun, pendekatan genetik dan strategi lain untuk mengintervensi penuaan dapat diuji dengan memeriksa efek perlakuan terhadap umur tikus dan parameter penuaan dalam waktu yang relatif singkat (Vanhooren dan Libert, 2013). Penelitian mengenai penuaan dengan menggunakan tikus sebagai hewan coba banyak dilakukan untuk mengetahui pengaruh intervensi yang diberikan, khususnya senyawa-senyawa kimia, terhadap ekspektasi hidup (life expectancy) (Miller et al., 2007), retardasi penuaan dengan pembatasan kalori, mutasi spontan atau rekayasa genetika yang mempengaruhi umur, penentuan umur pada

32 beberapa strain (Yuan et al., 2009), dan penelitian quantitative trait locus (QTL1) untuk menemukan gen yang berhubungan dengan penuaan (Lang et al., 2010). Parameter fenotipik yang dapat dijadikan acuan dalam menilai proses penuaan pada tikus adalah lesi yang merupakan bagian dari penurunan progresif fungsi organ yang mengalami penuaan. Lesi eksternal dan lesi yang dapat diraba dapat dengan mudah diamati dan dicatat oleh peneliti, peternakan, atau staf dokter hewan selama pengujian (Treuting, 2008). Selain itu parameter lain yang dapat digunakan untuk menentukan proses penuaan adalah parameter kelainan klisin, patologi anatomi dan histopatologi (Pettan-Brewer dan Treuting, 2011) Untuk tikus yang dipelihara di laboratorium, makanan dan minuman diberikan secara ad libitum, dan pencahayaan ruangan diatur sehingga 12 jam terang dan 12 jam gelap. Tikus umumnya sensitif terhadap cahaya, maka intensitas cahaya laboratorium sebaiknya tidak melebihi 50 lux (Hubrecht dan Kirkwood, 2010). Kondisi optimal bagi tikus di laboratorium antara lain sebagai berikut (Krinke, 2000; Ngatidjan, 2006; Hubrecht dan Kirkwood, 2010) : a. Kandang tikus harus cukup kuat, tidak mudah rusak, mudah dibersihkan, mudah di bongkar pasang, hewan tidak mudah lepas, harus tahan gigitan dan hewan tampak jelas dari luar. Alas tempat tidur harus mudah menyerap air pada umumnya dipakai sekam padi atau serbuk gergaji yang diganti seminggu sekali untuk mempertahankan hieginitas kandang.

33 b. Menciptakan suasana lingkungan yang stabil dan sesuai dengan keperluan fisiologis tikus (suhu sekitar o C). c. Transportasi jarak jauh sebaiknya dihindari karena dapat menimbulkan stres pada tikus.

BAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh umat manusia, meliputi lahir, masa kanak-kanak, remaja, dewasa

BAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh umat manusia, meliputi lahir, masa kanak-kanak, remaja, dewasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki fase kehidupan sejak lahir di dunia yang akan dilalui oleh seluruh umat manusia, meliputi lahir, masa kanak-kanak, remaja, dewasa hingga sebelum kematiannya

Lebih terperinci

TESIS SUGENG IBRAHIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 PEMBERIAN EKSTRAK AKAR

TESIS SUGENG IBRAHIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 PEMBERIAN EKSTRAK AKAR TESIS PEMBERIAN EKSTRAK AKAR PASAK BUMI (Eurycoma longifolia) ATAU EKSTRAK AKAR PURWOCENG (Pimpinela Alpina molk) MENINGKATKAN KADAR TESTOSTERON PADA TIKUS WISTAR JANTAN TUA SUGENG IBRAHIM PROGRAM MAGISTER

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Purwoceng

TINJAUAN PUSTAKA. Purwoceng 4 TINJAUAN PUSTAKA Purwoceng Purwoceng (Gambar 1) adalah tumbuhan endemik Indonesia yang sudah lama dikenal berkhasiat obat. Purwoceng merupakan tanaman berumah satu tetapi dapat juga menyerbuk silang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV, yang disebut Hypoactive Sexual Desire Disorder (HSDD) adalah (1) Berkurangnya fantasi seksual atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan seksual sangat memengaruhi kualitas hidup seseorang dalam kaitannya untuk memperoleh keturunan. Bila kehidupan seksual terganggu, kualitas hidup juga terganggu,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Bobot Tubuh Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus kehidupan khususnya manusia pasti akan mengalami penuaan baik pada wanita maupun pria. Semakin bertambahnya usia, berbanding terbalik dengan kadar hormon seseorang.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan biokimia dijelaskan sebagai penyakit pada pria tua dengan level serum testosteron di bawah parameter

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Infertilitas didefinisikan sebagai kegagalan terjadinya pembuahan selama 12 bulan hubungan seksual yang aktif (Nieschlag et al, 2010). Infertilitas ditemukan pada 15%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual, sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Straight,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 34 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. HASIL Dalam penelitian ini sampel diambil dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM untuk mendapatkan perawatan hewan percobaan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung (Panjaitan, 2003). Penelitian yang dilakukan (Foa et al., 2006)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan, penyakit degeneratif dan menurunnya kualitas hidup.

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan, penyakit degeneratif dan menurunnya kualitas hidup. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup memiliki kesempatan yang sama untuk menjalani siklus kehidupan. Lingkaran kehidupan dimulai dari pembuahan, perkembangan janin, kelahiran, tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyebab penuaan dini adalah merokok. Dimana asap rokok mengandung komponen yang menyebabkan radikal bebas. Radikal bebas dalam jumlah banyak akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan rumah tangga, hubungan seksual merupakan unsur penting yang dapat meningkatkan hubungan dan kualitas hidup. Pada laki-laki, fungsi seksual normal terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat, menyebabkan kebutuhan akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani berkualitas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia. Dalam rangka memenuhi kebutuhan sehat tersebut, masyarakat berusaha melakukan upaya kesehatan yang meliputi pencegahan penyakit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tumbuhan yang telah banyak dikenal dan dimanfaatkan dalam kesehatan adalah

I. PENDAHULUAN. tumbuhan yang telah banyak dikenal dan dimanfaatkan dalam kesehatan adalah I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Penelitian Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya hayati yang telah dikenal sejak lama dan dimanfaatkan menjadi obat tradisional sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas pada pria merupakan masalah yang perlu perhatian dan penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas wanita dalam penatalaksanaan

Lebih terperinci

HORMON REPRODUKSI JANTAN

HORMON REPRODUKSI JANTAN HORMON REPRODUKSI JANTAN TIU : 1 Memahami hormon reproduksi ternak jantan TIK : 1 Mengenal beberapa hormon yang terlibat langsung dalam proses reproduksi, mekanisme umpan baliknya dan efek kerjanya dalam

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. menghasilkan pertumbuhan ayam lebih cepat dibandingan dengan ayam kampung

KAJIAN KEPUSTAKAAN. menghasilkan pertumbuhan ayam lebih cepat dibandingan dengan ayam kampung II 10 P KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Ayam Kampung Super Ayam Kampung Super merupakan hasil persilangan antara ayam kampung jantan dengan ayam betina ras jenis petelur. dari hasil persilangan tersebut menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati di Indonesia dikenal sangat tinggi baik untuk flora

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati di Indonesia dikenal sangat tinggi baik untuk flora BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati di Indonesia dikenal sangat tinggi baik untuk flora maupun fauna. Beragam jenis tumbuhan atau tanaman telah lama diketahui dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family Menispermaceae yang mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Wijen (Sesamum indicum L) 1. Sistematika Tanaman Tanaman wijen mempunyai klasifikasi tanaman sebagai berikut : Philum : Spermatophyta Divisi : Angiospermae Sub-divisi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Pubertas merupakan suatu periode perkembangan transisi dari anak menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan hasil tercapainya kemampuan reproduksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan, termasuk di bidang kedokteran, salah satunya adalah ilmu Anti Aging

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan, termasuk di bidang kedokteran, salah satunya adalah ilmu Anti Aging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan semakin mengalami kemajuan, termasuk di bidang kedokteran, salah satunya adalah ilmu Anti Aging Medicine (AAM) atau disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Keterbatasan sumber daya alam dan pertambahan penduduk yang pesat merupakan masalah negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Pertambahan penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disfungsi ereksi, dan ejakulasi dini. Pada tahun 2025, diduga terdapat 322 juta

I. PENDAHULUAN. disfungsi ereksi, dan ejakulasi dini. Pada tahun 2025, diduga terdapat 322 juta 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fungsi seksual merupakan hal serius bagi kebanyakan pria. Beberapa masalah fungsi seksual yang dialami pria, antara lain libido yang rendah, disfungsi ereksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya penggunaan timah hitam, timbal atau plumbum (Pb) mengakibatkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62.

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya penggunaan timah hitam, timbal atau plumbum (Pb) mengakibatkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahaya penggunaan timah hitam, timbal atau plumbum (Pb) mengakibatkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62.000 hipertensi, menurunkan IQ dan juga mengurangi kemampuan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah konsumen rokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India. Tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah sebuah gangguan metabolisme lipoprotein yang ditunjunkkan dengan adanya peningkatan kolesterol total, low-density lipoprotein (LDL) kolesterol,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumsi alkohol telah menjadi bagian dari peradaban manusia selama

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumsi alkohol telah menjadi bagian dari peradaban manusia selama BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi alkohol telah menjadi bagian dari peradaban manusia selama jutaan tahun. Minuman beralkohol dihasilkan dari fermentasi ragi, gula dan pati. Etanol merupakan

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat, Populasi ayam lokal pada tahun 2014

PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat, Populasi ayam lokal pada tahun 2014 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dalam bidang sektor peternakan di Indonesia saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, Populasi ayam lokal pada tahun 2014 mencapai 274,1 juta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak orang yang masih menganggap penyakit diabetes merupakan penyakit orang tua atau penyakit yang timbul karena faktor keturunan. Padahal diabetes merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpendapat usia setiap manusia sudah ditentukan oleh Tuhan, sampai usia. tertentu, yang tidak sama pada setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berpendapat usia setiap manusia sudah ditentukan oleh Tuhan, sampai usia. tertentu, yang tidak sama pada setiap manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan atau aging process adalah suatu proses bertambah tua atau adanya tanda-tanda penuaan setelah mencapai usia dewasa. Secara alamiah seluruh komponen tubuh pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Prevalensi DM global pada tahun 2012 adalah 371 juta dan

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Prevalensi DM global pada tahun 2012 adalah 371 juta dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu kelainan endokrin yang sekarang banyak dijumpai (Adeghate, et al., 2006). Setiap tahun jumlah penderita DM semakin meningkat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab meningkatnya prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan seksual merupakan suatu bentuk komunikasi yang paling dalam bagi pasangan suami istri. Banyak masalah suami istri seperti ketegangan perkawinan bahkan perceraian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti kurang berolahraga dan pola makan yang tidak sehat dan berlebihan serta

BAB I PENDAHULUAN. seperti kurang berolahraga dan pola makan yang tidak sehat dan berlebihan serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang berkembang, sehingga banyak menimbulkan perubahan baik dari pola hidup maupun pola makan. Pola hidup seperti kurang berolahraga dan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak Etanol Pegagan terhadap

BAB V PEMBAHASAN. untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak Etanol Pegagan terhadap BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak Etanol Pegagan terhadap gambaran histopatologis testis tikus yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme tubuh, termasuk dalam mekanisme keseimbangan kadar glukosa darah yang berperan penting dalam aktifitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan I. PENDAHULUAN Infertilitas merupakan suatu masalah yang dapat mempengaruhi pria dan wanita di seluruh dunia. Kurang lebih 10% dari pasangan suami istri (pasutri) pernah mengalami masalah infertilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman beralkohol telah banyak dikenal oleh masyarakat di dunia, salah satunya Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup tinggi angka konsumsi minuman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi tanaman jeruk nipis 1. Klasifikasi Klasifikasi jeruk nipis menurut (Sarwono,2001) adalah sebagai berikut : Regnum Devisi Sub Divisi Class Subclass Ordo Family Genus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diderita. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperlambat penuaan, dan

BAB I PENDAHULUAN. diderita. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperlambat penuaan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon)

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Modul ke: Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Fakultas PSIKOLOGI Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id Pengertian Hormon Hormon berasal dari kata hormaein yang berarti

Lebih terperinci

Infertilitas pada pria di Indonesia merupakan masalah yang perlu perhatian

Infertilitas pada pria di Indonesia merupakan masalah yang perlu perhatian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas adalah menurunnya atau hilangnya kemampuan menghasilkan keturunan, istilah ini sama sekali tidak menunjukkan ketidakmampuan menghasilkan keturunan sepertinya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut etil asetat. Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang volatil (mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan tersebut yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu kedokteran anti penuaan (KAP) atau Anti-Aging

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu kedokteran anti penuaan (KAP) atau Anti-Aging 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan merupakan proses alamiah yang dilalui oleh setiap mahluk hidup bila mempunyai umur panjang, sekaligus sebagai proses yang sangat ditakuti oleh kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja insulin, atau kedua-duanya (American Diabetes Association, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. kerja insulin, atau kedua-duanya (American Diabetes Association, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Diabetes milletus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia kronis yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, defek kerja insulin,

Lebih terperinci

statistik menunjukkan bahwa 58% penyakit diabetes dan 21% penyakit jantung yang kronik terjadi pada individu dengan BMI di atas 21 (World Heart

statistik menunjukkan bahwa 58% penyakit diabetes dan 21% penyakit jantung yang kronik terjadi pada individu dengan BMI di atas 21 (World Heart BAB 1 PENDAHULUAN Obesitas berasal dari bahasa Latin yaitu obesus yang berarti gemuk. Obesitas atau yang lebih dikenal dengan kegemukan adalah kondisi dimana terjadi peningkatan berat badan melebihi batas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian dan pengembangan tumbuhan obat saat ini berkembang pesat. Oleh karena bahannya yang mudah diperoleh dan diolah sehingga obat tradisional lebih banyak digunakan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Nilai Rendemen Ekstrak Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). 2. Deskripsi Organoleptik Ekstrak Ekstrak berbentuk kental, berasa pahit, berwarna hitam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Per Mortality Rate (PMR) 13 %. Di negara-negara maju seperti

BAB I PENDAHULUAN. dengan Per Mortality Rate (PMR) 13 %. Di negara-negara maju seperti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyebab kematian dengan kontribusi sebesar 13 % kematian dari 22 % kematian akibat penyakit tidak menular utama di dunia. Insidensi penyakit

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan ini menyebabkan peningkatan kadar total

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas merupakan salah satu masalah penting bagi setiap orang. Infertilitas pada pria berkaitan erat dengan spermatogenesis. Proses ini dipengaruhi oleh dua faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 200 SM sindrom metabolik yang berkaitan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein, diberi nama diabetes oleh Aretaeus, yang kemudian dikenal

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM.

BAB VI PEMBAHASAN. salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM. 73 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Uji pendahuluan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol daun salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM. Agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon yang biasanya memiliki tinggi mencapai 10 m sampai 20 m. Tanaman ini merupakan tanaman dikotil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan perkembangan teknologi sangat mempengaruhi gaya hidup masyarakat, salah satu dampak negatifnya ialah munculnya berbagai penyakit degeneratif seperti Diabetes

Lebih terperinci

OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23

OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23 OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23 Etiologi Sebagian besar kelainan reproduksi pria adalah oligospermia yaitu jumlah spermatozoa kurang dari 20 juta per mililiter semen dalam satu kali

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan

Lebih terperinci

Pengetahuan tentang overweight dan obesitas, baik yang menyangkut penyebab, maupun akibatnya perlu diketahui orang banyak khususnya bagi remaja, guna

Pengetahuan tentang overweight dan obesitas, baik yang menyangkut penyebab, maupun akibatnya perlu diketahui orang banyak khususnya bagi remaja, guna BAB 1 PENDAHULUAN Kesehatan sangat penting bagi manusia dan harus dijaga. Apabila kesehatannya tidak diperhatikan, maka menimbulkan masalah yang merugikan. Salah satu masalah kesehatan yang sering dialami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

I. PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab terjadinya peningkatan prevalensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pasca Menopause Wanita mempunyai masa kehidupan seksual dimana banyak folikel primodial tumbuh menjadi folikel vesicular setiap siklus seksual, dan akhirnya hampir semua ovum

Lebih terperinci

Tanaman sambiloto telah lama terkenal digunakan sebagai obat, menurut Widyawati (2007) sambil oto dapat memberikan efek hepatoprotektif, efek

Tanaman sambiloto telah lama terkenal digunakan sebagai obat, menurut Widyawati (2007) sambil oto dapat memberikan efek hepatoprotektif, efek BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infertilitas atau gangguan kesuburan dapat dimengerti sebagai ketidakmampuan sepasang suami istri untuk mendapatkan keturunan setelah satu tahun menikah tanpa menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tumbuhan Bunga Matahari (Helianthus annuus L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tumbuhan Bunga Matahari (Helianthus annuus L.) 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tumbuhan Bunga Matahari (Helianthus annuus L.) Klasifikasi dari tumbuhan bunga matahari yaitu: Kingdom : Plantae (tumbuhan) Super divisi : Spermatophyta (mengahsilkan biji)

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. DM merupakan penyakit kelainan sistem endokrin utama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah yang sampai sekarang belum dapat diatasi, hal ini disebabkan karena

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penuaan merupakan suatu proses alami yang pasti dialami oleh setiap

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penuaan merupakan suatu proses alami yang pasti dialami oleh setiap BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan Penuaan merupakan suatu proses alami yang pasti dialami oleh setiap individu di muka bumi ini. Penuaan adalah suatu proses menurunnya hingga menghilangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di seluruh dunia termasuk Indonesia kecenderungan penyakit mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya globalisasi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko dan Amerika Selatan, kemudian menyebar ke berbagai negara tropis, termasuk Indonesia sekitar

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kondisi alam Indonesia yang kaya akan sumberdaya hayati yaitu memiliki. diketahui sebagai tanaman berkhasiat obat (Bintang, 2011).

I. PENDAHULUAN. kondisi alam Indonesia yang kaya akan sumberdaya hayati yaitu memiliki. diketahui sebagai tanaman berkhasiat obat (Bintang, 2011). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya usia harapan hidup di beberapa negara termasuk Indonesia berpotensi menimbulkan sejumlah masalah kesehatan karena pada usia senja organ-organ tubuh mengalami

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1.5 Manfaat Penelitian 1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan dengan memberikan informasi bahwa ada hubungan antara kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia

Lebih terperinci

Fase Penuaan KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA. Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun)

Fase Penuaan KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA. Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun) KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA Windhu Purnomo FKM Unair, 2011 Fase Penuaan Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun) 1 2 Fase penuaan manusia 1. Fase subklinis

Lebih terperinci

badan berlebih (overweight dan obesitas) beserta komplikasinya. Selain itu, pengetahuan tentang pola makan juga harus mendapatkan perhatian yang

badan berlebih (overweight dan obesitas) beserta komplikasinya. Selain itu, pengetahuan tentang pola makan juga harus mendapatkan perhatian yang BAB 1 PENDAHULUAN Masalah kegemukan (obesitas) dan penurunan berat badan sangat menarik untuk diteliti. Apalagi obesitas merupakan masalah yang serius bagi para pria dan wanita, oleh karena tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perhatian adalah buah luwingan (Ficus hispida L.f.). Kesamaan genus buah

I. PENDAHULUAN. perhatian adalah buah luwingan (Ficus hispida L.f.). Kesamaan genus buah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan terhadap penyakit ringan atau berat dapat dilakukan menggunakan obat sintetis ataupun obat yang berasal dari bahan alam. Namun demikian, beberapa pihak terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas adalah salah satu masalah kesehatan utama dalam hidup, dan

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas adalah salah satu masalah kesehatan utama dalam hidup, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infertilitas adalah salah satu masalah kesehatan utama dalam hidup, dan sekitar 30% infertilitas disebabkan faktor laki-laki (Carlsen et al., 1992; Isidori

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Senyawa 2-Methoxyethanol (2-ME) tergolong senyawa ptalate ester (ester

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Senyawa 2-Methoxyethanol (2-ME) tergolong senyawa ptalate ester (ester BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Infertilitas merupakan masalah yang memiliki angka kejadian yang cukup besar di Indonesia. Penyebab infertilitas pria dipengaruhi oleh banyak faktor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular akibat aterosklerosis dan trombosis merupakan penyebab utama kematian di dunia. Aterosklerosis dapat menyebabkan penyakit jantung koroner. Penyebab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyakit jantung koroner (Rahayu, 2005). Hiperkolesterolemia adalah suatu

I. PENDAHULUAN. penyakit jantung koroner (Rahayu, 2005). Hiperkolesterolemia adalah suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kolesterol merupakan unsur penting dalam tubuh yang diperlukan untuk mengatur proses kimiawi di dalam tubuh, tetapi kolesterol dalam jumlah tinggi bisa menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

pudica L.) pada bagian herba yaitu insomnia (susah tidur), radang mata akut, radang lambung, radang usus, batu saluran kencing, panas tinggi pada

pudica L.) pada bagian herba yaitu insomnia (susah tidur), radang mata akut, radang lambung, radang usus, batu saluran kencing, panas tinggi pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sangat bergantung dengan alam untuk memenuhi kebutuhannya dari dulu sampai sekarang ini. Kebutuhan paling utama yang berasal dari alam merupakan kebutuhan makanan.

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci