BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma,"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma, motilitas sperma, dan abnormalitas sperma) yang dilakukan di Laboratorium Fisiologi secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Konsentrasi, Motilitas, dan Abnormalitas Sperma Mencit setelah Pemberian Jus Biji Pinang Dosis Jus biji pinang (µg/ml) Rata-rata Konsentrasi Sperma (x10 5 /ml semen) Rata-rata Motilitas Sperma (%) Bergerak Maju (Kriteria A) Bergerak di Tempat (Kriteria B) Rata-rata Abnormalitas Sperma (%) 0,0 (kontrol) 15,24 ± 2,38 16,04 ± 6,21 c 17,70 ± 14,78 bc 15,59 ± 08,09 bc 0,1 17,07 ± 12,41 8,13 ± 6,21 ab 13,87 ± 10,17 abc 30,71 ± 21,51 abc 0,3 24,07 ± 10,08 9,88 ± 4,72 bc 23,57 ± 2,29 c 41,32 ± 13,50 c 0,5 17,94 ± 7,38 5,19 ± 1,08 ab 9,30 ± 6,28 ab 45,79 ± 16,55 ab 0,7 17,44 ± 6,98 3,03 ± 3,33 ab 1,20 ± 2,39 a 36,63 ± 10,87 a 1,0 16,60 ± 5,24 2,24 ± 2,56 a 10,81 ± 4,91 abc 57,34 ± 3,99 abc Keterangan: Nilai mean ± SD dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan bahwa nilai mean tersebut berbeda signifikan pada selang kepercayaan 95% (Uji Duncan p > 0,05). Hasil penelitian lebih lengkap dijabarkan sebagai berikut: 1. Konsentrasi Sperma Mencit Konsentrasi sperma mencit diamati pada hari ke 15 setelah 14 hari sebelumnya diberi perlakuan jus biji pinang. Hasil pengamatan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov yang dilakukan menunjukkan bahwa data rata-rata konsentrasi sperma mencit pada keenam perlakuan memiliki nilai signifikansi 46

2 47 hitung yang lebih besar dari nilai derajat kebebasan α 0.05 (Lampiran 7), dengan demikian Ho diterima, sehingga data rata-rata konsentrasi sperma mencit berdistribusi normal. Uji homogenitas Levene dilakukan terhadap data rata-rata konsentrasi sperma mencit, hasil pengujian menunjukan nilai signifikansi sebesar 0,149 yang lebih besar dari nilai derajat kebebasan α 0.05 (Lampiran 7), dengan demikian Ho diterima, sehingga data rata-rata konsentrasi sperma mencit memiliki varians yang homogen dan berasal dari populasi yang homogen. Gambar 4.1 memperlihatkan histogram rata-rata konsentrasi sperma mencit setelah pemberian jus biji pinang. Konsentrasi (x 10 5 sperma/ml suspensi semen) ,1 0,3 0,5 0,7 1,0 Dosis jus biji pinang (µg/ml) Gambar 4.1 Histogram Rata-rata Konsentrasi Sperma Mencit setelah Pemberian Jus Biji Pinang Uji analisis varians (One Way Anova) dari data rata-rata konsentrasi sperma menunjukkan nilai signifikansi yang lebih besar dari nilai derajat

3 48 kebebasan α 0,05 yaitu 0,713, selain itu nilai F hitung data rata-rata konsentrasi sperma mencit adalah sebesar 0,583 lebih kecil dari nilai F tabel yaitu 2,770 (Lampiran 7), maka Ho diterima, jadi keenam kelompok perlakuan memiliki nilai rata-rata yang sama dan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara semua kelompok perlakuan. Keenam dosis jus biji pinang tidak memberikan perbedaan pengaruh terhadap konsentrasi sperma. Hasil analisis varian atau sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan rata-rata konsentrasi sperma mencit yang nyata pada keenam kelompok perlakuan, sehingga uji lanjutan Duncan tidak dilakukan. 2. Motilitas Sperma Mencit Motilitas sperma merupakan daya gerak sperma pada bagian ekor/flagellum untuk dapat bergerak, sehingga memudahkan sperma menuju kepada sel telur (ovum) ketika proses pembuahan. Motilitas sperma mencit diamati pada lima bidang pandang improved nebauer (haemocytometer). Data motilitas sperma yang didapatkan adalah persentase rata-rata konsentrasi sperma mencit yang motil/bergerak dengan kriteria A (bergerak maju) dan kriteria B (bergerak di tempat) pada masing-masing kelompok perlakuan. Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov yang dilakukan pada data rata-rata motilitas sperma kriteria A menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,200 yang lebih besar dari derajat kebebasan α 0,05 sehingga Ho diterima dan data berdistribusi normal (Lampiran 8). Hasil uji homogenitas Levene menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,429 yang lebih besar dari nilai derajat kebebasan α 0,05 maka data bervarians homogen dan berasal dari populasi yang homogen

4 49 (Lampiran 8). Uji sidik ragam/analisis varians (One Way Anova) yang dilakukan terhadap data rata-rata motilitas sperma mencit kriteria A menunjukkan nilai signifikansi 0,03 yang lebih rendah dari derajat kebebasan α 0,05 (Lampiran 8), maka Ho ditolak dan H 1 diterima yang berarti data memiliki rata-rata yang berbeda, nilai F hitung yang didapatkan adalah 5,349 (Lampiran 8), nilai ini lebih besar dari F tabel 2,770 maka terdapat perbedaan yang nyata pada rata-rata motilitas sperma mencit kriteria A antara keenam kelompok perlakuan, keenam dosis perlakuan memberikan perbedaan pengaruh terhadap motilitas sperma mencit kriteria A (motilitas bergerak maju). Uji lanjutan perbandingan berganda Duncan yang dilakukan terhadap data rata-rata motilitas sperma kriteria A menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antar keenam kelompok perlakuan (Lampiran 8), hasil menunjukkan terdapat perbedaan motilitas sperma mencit kriteria A antara kelima kelompok dosis perlakuan jus biji dengan kontrol. Rata-rata kecepatan sperma motil telah diuji normalitas dan homogenitasnya (Lampiran 10), pada analisis varians (One Way Anova) nilai signifikansi 0,920 lebih besar dari derajat kebebasan 0,05 dan nilai F hitung (0.276) lebih kecil dari nilai F table (2.770) (Lampiran 10), maka Ho diterima, sehingga keenam kelompok perlakuan tidak memberikan perbedaan pengaruh terhadap kecepatan motilitas bergerak maju sperma mencit. Data rata-rata motilitas sperma mencit kriteria A dan kecepatannya dapat dilihat pada Tabel 4.2.

5 50 Tabel 4.2 Rata-rata Motilitas Sperma Bergerak Maju (Kriteria A) Sperma Mencit dan Rata-rata Kecepatannya setelah Pemberian Jus Biji Pinang Dosis Jus Biji Pinang (µg/ml) Motilitas Sperma Mencit Kriteria A (%) Rata-rata Kecepatan Motilitas Kriteria A (µm/detik) 0,0 (kontrol) 16,04 ± 6,21 c 24,55 ± ,1 8,13 ± 6,21 ab 21,24 ± 16,46 0,3 9,88 ± 4,72 bc 22,68 ± 2,67 0,5 5,19 ± 1,08 ab 18,40 ± 0,43 0,7 3,03 ± 3,33 ab 17,67 ± 12,84 1,0 2,24 ± 2,56 a 17,80 ± 15,25 Keterangan: Nilai mean ± SD dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan bahwa nilai mean tersebut berbeda signifikan pada selang kepercayaan 95% (Uji Duncan p > 0,05). Motilitas sperma mencit kriteria B (bergerak di tempat) telah diamati, hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data persentase rata-rata motilitas mencit kriteria B berdistribusi normal karena nilai sigifikansi 0,200 lebih besar dari derajat kebebasan α 0,05 sehingga Ho diterima (Lampiran 8). Uji homogenitas Levene menunjukkan nilai signifikansi 0,324 yang lebih besar dari derajat kebebasan α 0,05 (Lampiran 8), maka Ho diterima dan data memiliki varians yang homogen yang berarti data berasal dari populasi yang homogen. Uji analisis varians (One Way Anova) menunjukkan nilai signifikansi 0,023 yang lebih kecil dari nilai derajat kebebasan α 0,05 (Lampiran 8), maka Ho ditolak dan H 1 diterima, maka tiap kelompok perlakuan memiliki rata-rata yang berbeda, selain itu nilai F hitung 3,474 lebih besar dari F tabel 2,770, maka

6 51 terdapat perbedaan yang nyata pada rata-rata motilitas sperma mencit kriteria B antar kelompok perlakuan. Keenam dosis perlakuan memberikan perbedaan pengaruh terhadap motilitas sperma mencit kriteria B. Uji perbandingan berganda Duncan dilakukan sebagai uji lanjutan, hasilnya memperlihatkan perbedaan motilitas sperma mencit kriteria B yang nyata antara kelima dosis perlakuan dengan kontrol (Lampiran 8). Gambar 4.2 memperlihatkan grafik rata-rata motilitas sperma mencit baik kriteria A maupun kriteria B setelah pemberian jus biji pinang, dari grafik diketahui penurunan persentase motilitas mencit yang signifikan. Jumlah sperma motil dalam persen (%) ,1 0,3 0,5 0,7 1,0 Dosis jus biji pinang (µg/ml) Keterangan: Motilitas Sperma Kriteria A Motilitas Sperma Kriteria B Gambar 4.2 Grafik Rata-rata Motilitas Sperma Mencit Kriteria A (bergerak maju) dan Motilitas Sperma Mencit Kriteria B (Bergerak di Tempat) setelah Pemberian Jus Biji Pinang.

7 52 3. Abnormalitas Sperma Mencit Hasil persentase rata-rata sperma mencit abnormal menunjukkan bahwa sperma mencit mengalami abormalitas sekunder. Morfologi sperma mencit pada keenam kelompok perlakuan yang diamati tidak mengalami abnormalitas primer (Gambar 4.3). Sperma normal Kepala sperma a. Sperma normal dan hanya kepala saja b. Sperma normal, hanya kepala, dan hanya ekor saja kepala sperma Ekor sperma c. Sperma normal. d. Sperma normal, hanya ekor, dan hanya kepala saja. Gambar 4.3 Sperma Normal dan Sperma Abnormal (Sekunder) pada Mencit Pembesaran 400X (Sumber: dokumentasi pribadi) Abnormalitas sekunder sperma berupa persentase sperma mencit yang terpisah antara bagian kepala dengan ekornya. Uji normalitas Kolmogorov-

8 53 Smirnov memperlihatkan nilai signifikansi 0,200 yang lebih besar dari derajat kebebasan 0,05 (Lampiran 9), maka Ho diterima, sehingga data berdistribusi normal. Uji homogenitas Levene menunjukkan nilai signifikansi 0,273 yang lebih besar dari derajat kebebasan 0,05 (Lampiran 9), maka Ho diterima, sehingga keenam kelompok perlakuan berasal dari populasi yang homogen. Analisis varian (One Way Anova) menunjukkan nilai signifikansi 0,009 yang lebih kecil dari derajat kebebasan 0,05 (Lampiran 9), maka Ho ditolak dan H 1 diterima, nilai F hitung 4,305 lebih besar dari nilai F tabel 2,770 sehingga keenam dosis perlakuan memberikan perbedaan pengaruh yang nyata terhadap abnormalitas sekunder sperma mencit. Uji lanjutan Duncan menunjukkan bahwa abnormalitas sekunder pada lima kelompok perlakuan dosis jus biji pinang memiliki perbedaan yang nyata terhadap kontrol (Lampiran 9). Gambar 4.4 memperlihatkan diagram pie abnormalitas sperma mencit % 36.63% 45.79% 15.59% 30.71% 41.32% dosis 0 dosis 0,1 dosis 0,3 dosis 0,5 dosis 0,7 dosis 1,0 Gambar 4.4 Diagram Pie Rata-rata Persentase Abnormalitas Sperma Mencit setelah Pemberian Jus Biji Pinang

9 54 B. Pembahasan Hasil konsentrasi sperma mencit setelah diberi jus biji pinang diketahui tidak berbeda nyata (Tabel 4.1) antara kelompok perlakuan dengan kontrol (p < 0,05) (Lampiran 7), konsentrasi sperma mencit yang diamati termasuk dalam kategori sub fertile karena kurang dari 80 juta spermatozoa motil/volume ejakulat (Adil, 1987), atau dapat dikategorikan sebagai oligozoospermia karena jumlahnya < 40 juta/ml (Yatim, 1994). Meskipun demikian dari histogram pada Gambar 4.1 diketahui terjadi kenaikan konsentrasi sperma mencit dari dosis perlakuan 0,0 0,3 µg/ml lalu mengalami penurunan kembali pada konsentrasi 0,5 1,0 µg/ml. Hal ini dapat terjadi disebabkan oleh adanya pengaruh alkaloid arekolin dalam jus biji pinang muda terhadap sekresi hormon testosteron mencit. Hormon testosteron merupakan hormon yang diproduksi oleh sel-sel Leydig dan berperan penting dalam proses spermatogenesis. Penelitian yang dilakukan oleh Wang et al. (2008) menyebutkan bahwa pemberian arekolin secara in-vitro pada tikus jantan dapat meningkatkan sekresi testosteron dari sel Leydig tikus, sekresi hormon testosteron meningkat pada pemberian arekolin M pada tikus jantan. Berdasarkan penelitian tersebut sekresi hormon testosteron oleh sel Leydig pada tikus jantan meningkat sesuai dengan meningkatnya konsentrasi arekolin yang diberikan. Hormon testosteron termasuk ke dalam hormon steroid yang disintesis dari kolesterol, proses sintesis steroid dan turunannya ini dinamakan steroidogenesis (Norris, 1980). Tahapan sintesis hormon testosteron dimulai dari pengangkutan kolesterol ke membran dalam mitokondria yang difasilitasi oleh protein StAR

10 55 (Stocco & Clark, 1996; Miller & Strauss, 1999). Di membran dalam mitokondria terdapat protein P450scc yang merubah kolesterol menjadi pregnenolon (Miller, 1995 & Hadley, 2000), pregnenolon ini akan melewati serangkaian tahapan enzimatis, sehingga berubah menjadi androstenedion yang merupakan prekursor dari testosteron (Norris, 1980). Androstenedion akan diubah oleh enzim 17β-HSD (17β-hydroxysteroid dehydrogenase) menjadi testosteron (Wang et al., 2008). Arekolin meningkatkan ekspresi protein StAR (Steroidogenic Acute Regulatory Protein), aktivitas enzim P450scc, dan aktivitas enzim 17β-HSD (17β-hydroxysteroid dehydrogenase) pada proses steroidogenesis (khususnya pembentukan testosteron) (Wang et al., 2008), hal inilah yang memungkinkan meningkatnya jumlah sekresi testosteron oleh sel Leydig mencit pada dosis perlakuan 0,3 µg/ml (Gambar 4.1) yang berujung pada peningkatan proses spermatogenesis, sehingga spermatozoa yang dihasilkan meningkat. Spermatogenesis tidak terlepas dari peran mekanisme hypothalamushypofisis yang mengendalikan gonadotropin berupa FSH dan LH yang sangat penting bagi spermatogenesis. LH merangsang produksi testosteron oleh sel-sel Leydig, tetapi bila kadar testosteron tubuh melampaui batas tertentu, testosteron akan melakukan feedback negative terhadap hypothalamus untuk mengurangi sekresi GnRF, maka kadar LH akan menurun, hal ini akan menurunkan kadar testosteron (Norris, 1980; Adyana, 2008). Hal tersebut yang memungkinkan terjadinya penurunan konsentrasi sperma mencit pada dosis perlakuan 0,5 1,0 µg/ml (Gambar 4.1). Pada konsentrasi 0,5 µg/ml hingga 1,0 µg/ml kemungkinan

11 56 testosteron telah mencapai batas tertentu untuk spermatogenesis, sehingga terjadilah feedback negative yang berujung pada dikuranginya pengeluaran testosteron dan dikuranginya spermatogenesis (Adyana, 2008), namun meskipun demikian pemberian jus biji pinang terhadap konsentrasi sperma mencit ini tidak berpengaruh signifikan. Rata-rata persentase motilitas sperma mencit kriteria A (bergerak maju) dan B (bergerak di tempat) setelah diberi perlakuan jus biji pinang muda memperlihatkan hasil yang berbeda nyata antara kelompok perlakuan dengan kontrol (Tabel 4.2). Motilitas sperma mencit dengan kriteria A yaitu motilitas bergerak maju mengalami penurunan pada kelima kelompok perlakuan dosis jus biji pinang (Gambar 4.2), persentase sperma motil (bergerak maju) pada dosis 0,1 µg/ml hingga 1,0 µg/ml mengalami penurunan berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (Gambar 4.2). Kelompok kontrol (0 µg/ml) memiliki persentase motilitas sperma bergerak maju paling besar yaitu 16,04 % dibandingkan dengan kelima kelompok perlakuan lainnya (Tabel 4.2). Dosis 1,0 µg/ml merupakan dosis yang persentase motilitasnya paling rendah yaitu 2,24 % dengan signifikansi 0,101 (p > 0,05) (Lampiran 8). Kelompok kontrol berbeda nyata dengan kelompok dosis jus biji pinang 0,1 1,0 µg/ml, dengan signifikansi 0,066 (p > 0,05) (Lampiran 8). Kelompok dosis 0,1 µg/ml berbeda nyata dengan kelompok kontrol, kelompok perlakuan dosis 0,3 dan 1,0 µg/ml, sedangkan dengan kelompok perlakuan dosis 0,5 dan 0,7 tidak memiliki perbedaan yang nyata (Tabel 4.2). Motilitas sperma dengan kriteria motilitas bergerak maju merupakan sperma-sperma yang bergerak

12 57 aktif lurus melewati kotak hitung improved nebauer (haemocytometer) berukuran 200 µm. Kecepatan motilitas diketahui tidak memiliki perbedaan yang nyata antara kontrol dengan kelompok perlakuan seperti yang terlihat pada Tabel 4.2. Rata-rata persentase motilitas sperma mencit kriteria B (bergerak di tempat) mengalami kenaikan pada 0,3 µg/ml (Tabel 4.1) dibandingkan dengan kelompok kontrol, hal ini berhubungan dengan besarnya konsentrasi sperma pada kelompok perlakuan dosis 0,3 µg/ml (Tabel 4.1) yang berpengaruh terhadap persentase motilitas sperma. Persentase motilitas kriteria B kemudian mengalami penurunan kembali dari konsentrasi 0,5 hingga 1,0 µg/ml (Gambar 4.2). Persentase motilitas sperma dengan kriteria bergerak di tempat mengalami penurunan yang nyata pada konsentrasi 0,7 µg/ml dibanding kelompok kontrol, persentasenya sebesar 1,20 % dengan signifikansi 0,058 (p > 0,05) (Lampiran 8). Persentase motilitas sperma kriteria B pada konsentrasi 0,3 merupakan yang terbesar yaitu 23,57 % dengan signifikansi 0,057 (p > 0,05) (Lampiran 8). Kedua data tentang motilitas sperma baik motilitas bergerak maju dan motilitas di tempat, keduanya menunjukkan adanya penurunan rata-rata persentase sperma mencit setelah diberikan jus biji pinang muda seperti yang terlihat pada grafik rata-rata persentase motilitas sperma mencit setelah diberi perlakuan jus biji pinang (Gambar 4.2). Penurunan motilitas sperma dapat terjadi akibat adanya pengaruh arekolin terhadap ekspresi cyclooxygenase-2 pada sel sperma. Alkaloid terbesar dalam biji A. catechu L. adalah arekolin. Arekolin dapat menginduksi ekspresi cyclooxygenase-2 sel sperma, pada dosis bebas menghasilkan respon inflamasi

13 58 (peradangan). Situasi ini bertanggung jawab terhadap gerakan flagel spermatozoa dan menyebabkan reduksi motilitas sperma, fakta tentang adanya pengaruh arekolin terhadap motilitas sperma merupakan yang pertama kali dilaporkan (Er et al., 2006). Berdasarkan hasil pengamatan motilitas sperma maka terdapat pemberian jus biji pinang muda memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan motilitas sperma mencit. Hasil pengamatan terhadap abnormalitas sperma mencit setelah diberi perlakuan jus biji pinang muda memperlihatkan bahwa perlakuan jus biji pinang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap abnormalitas sekunder sperma mencit pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (Tabel 4.1), terjadi kenaikan abnormalitas sekunder terhadap sperma Mus musuculus L. setelah pemberian jus biji pinang (Gambar 4.4). Secara berturut-turut persentase abnormalitas sekunder yang berupa terpisahnya kepala dan ekor sperma dari konsentrasi 0,1 µg/ml hingga 1 µg/ml mengalami kenaikan dibandingkan dengan kontrol (Gambar 4.4). Walaupun pada konsentrasi 0,7 µg/ml terjadi penurunan persentase abnormalitas namun nilainya tetap lebih besar dari kelompok kontrol (Gambar 4.4). Kelompok kontrol memiliki rata-rata persentase abnormalitas sebesar 15,59 %, sedangkan kelompok perlakuan dosis 0,7 µg/ml memiliki persentase 36,63 % serta terlihat perbedaan yang nyata (Tabel 4.1 dan lampiran 9). Rata-rata persentase abnormalitas sperma terbesar terdapat pada kelompok perlakuan dosis jus biji pinang 1,0 µg/ml, yaitu 57,34 % (Tabel 4.1).

14 59 Penelitian yang dilakukan Sinha & Rao (1985 dalam Er et al., 2006) menyebutkan bahwa arekolin memiliki kemampuan untuk mengubah morfofungsi gonad pada mencit jantan yang meliputi abnormalitas primer pada bentuk sperma serta ketidakteraturan sintesis DNA pada sel germinal dan sel-sel lainnya pada tubuh manusia. Meskipun abnormalitas yang diamati adalah abnormalitas sekunder yang terdiri dari kepala seperma yang terpisah dari badannya dan ekor yang patah, namun hasil yang didapatkan sangat berbeda nyata, sehingga diperkirakan jus biji pinang turut berperan menyebabkan terjadinya kerapuhan sperma mencit, sehingga mudah sekali rusak ketika dilakukan proses pengamatan. Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa konsentrasi sperma mengalami peningkatan yang tidak signifikan pada kelima dosis perlakuan jus biji pinang dibandingkan dengan kontrol. Motilitas masing-masing data menunjukkan penurunan rata-rata persentase yang signifikan pada motilitas bergerak maju maupun bergerak di tempat, untuk kelima dosis perlakuan jus biji pinang terhadap kontrol. Data rata-rata persentase abnormalitas sperma menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kelima dosis perlakuan jus biji pinang terhadap kontrol. Walaupun ada peningkatan konsentrasi sperma pada dosis jus biji pinang 0,3 µg/ml sebesar 24,07 (x 10 5 sperma/ml suspensi semen) (Tabel 4.1) namun menjadi tidak berarti jika tidak didukung dengan keadaan motilitas sperma yang baik terlebih abnormalitas sperma sekunder yang tinggi. Hal ini sejalan dengan hipotesis yang diajukan bahwa pemberian jus biji pinang dapat menurunkan kualitas sperma. Data tersebut memperlihatkan bahwa pemberian jus biji pinang muda tidak signifikan dalam meningkatkan konsentrasi sperma serta menurunkan

15 60 motilitas sperma dan meningkatkan abnormalitas sperma sekunder secara signifikan pada konsentrasi 0,7 µg/ml dan 1,0 µg/ml.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pinang (Areca catechu L.) atau jambe dalam Bahasa Sunda merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pinang (Areca catechu L.) atau jambe dalam Bahasa Sunda merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pinang (Areca catechu L.) atau jambe dalam Bahasa Sunda merupakan salah satu tumbuhan palma. Tumbuhan ini tersebar dari Afrika Timur, Semenanjung Arab, Tropikal Asia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Henny Natalya Sari, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Henny Natalya Sari, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kendala utama yang dihadapi beberapa negara berkembang dewasa ini umumnya bersumber pada permasalahan kependudukan. Mulai dari masih tingginya angka kematian bayi dan

Lebih terperinci

ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii v viii ix xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingginya dapat mencapai 30 meter sesuai dengan kondisi lingkungan. Batang

BAB I PENDAHULUAN. tingginya dapat mencapai 30 meter sesuai dengan kondisi lingkungan. Batang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pinang (Areca catechu L.) merupakan tumbuhan monokotil tak bercabang, tingginya dapat mencapai 30 meter sesuai dengan kondisi lingkungan. Batang pinang ramping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kendala utama yang dihadapi beberapa negara berkembang dewasa ini umumnya bersumber pada permasalahan kependudukan. Mulai dari masih tingginya angka kematian bayi dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii v viii ix xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C. Batasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian berdasarkan kehadiran variabel adalah penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian berdasarkan kehadiran variabel adalah penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian berdasarkan kehadiran variabel adalah penelitian eksperimen, dimana variabel yang hendak diteliti (variabel terikat) kehadirannya sengaja

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang ditempuh ialah jenis penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan penelitian dimana variabel yang hendak diteliti (variabel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME Hasil pengamatan pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Bobot Tubuh Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Keterbatasan sumber daya alam dan pertambahan penduduk yang pesat merupakan masalah negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Pertambahan penduduk

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Pengaruh polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor terhadap kecepatan motilitas spermatozoa mencit Hasil pengamatan pengaruh polisakarida

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental (experiment research),yaitu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual, sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Straight,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil 4.1.1 Volume Cairan Semen Penghitungan volume cairan semen dilakukan pada tiap ikan uji dengan perlakuan yang berbeda. Hasil rata-rata volume cairan semen yang didapatkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pembuatan Suspensi Zat Uji

Lampiran 1. Pembuatan Suspensi Zat Uji Lampiran 1 Pembuatan Suspensi Zat Uji Bahan obat herbal X yang merupakan hasil fraksinasi dari daun sukun tidak dapat larut secara langsung dalam air maka dibuat dalam bentuk sediaan suspensi agar dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang meliputi motilitas, dan morfologinya. Salah satu penyebab menurunnya kualitas dan kuantitas sperma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Jumlah penduduk merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh setiap negara, karena membawa konsekuensi di segala aspek antara lain pekerjaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah yang sampai sekarang belum dapat diatasi, hal ini disebabkan karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, konsistensi, ph dan secara mikroskopis meliputi gerakan massa, konsentrasi sperma,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Diameter Tubulus Seminiferus Hasil pengukuran diameter tubulus seminiferus pada gonad ikan lele jantan setelah dipelihara selama 30 hari disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah konsumen rokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India. Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riki Ahmad Taufik, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riki Ahmad Taufik, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk di Negara berkembang khususnya Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat secara tajam. Beberapa usaha telah di lakukan untuk menekan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi terhadap kualitas semen dimaksudkan untuk menentukan kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen tersebut diproses lebih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Ikan Jantan Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan proses maskulinisasi ikan nila yaitu persentase ikan jantan. Persentase jantan

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. terdiri dari dua variabel yaitu variabel ekspresi IL-17 dan TNF- α dan yang

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. terdiri dari dua variabel yaitu variabel ekspresi IL-17 dan TNF- α dan yang 37 BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN 5.1.Deskripsi Variabel Penelitian Variabel penelitian yang diduga dipengaruhi oleh terapi secretome terdiri dari dua variabel yaitu variabel ekspresi IL-17 dan TNF- α

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 34 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. HASIL Dalam penelitian ini sampel diambil dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM untuk mendapatkan perawatan hewan percobaan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada 8 induk ikan Sumatra yang mendapat perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukan Spawnprime A dapat mempengaruhi proses pematangan akhir

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Semen Kambing Semen adalah cairan yang mengandung gamet jantan atau spermatozoa dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari suspensi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang meliputi persentase hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang meliputi persentase hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data primer yang digunakan berupa pengamatan histologis sediaan hati yang meliputi persentase hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik, dan nekrosis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kambing merupakan salah satu jenis ternak yang mudah dipelihara dan dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara tradisional. Salah satu bangsa

Lebih terperinci

POTENSI EKSTRAK DAUN DAN TANGKAI DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) PADA PENURUNAN MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT (Mus muscullus)

POTENSI EKSTRAK DAUN DAN TANGKAI DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) PADA PENURUNAN MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT (Mus muscullus) Seminar Nasional Hasil Penelitian Universitas Kanjuruhan Malang 2017 POTENSI EKSTRAK DAUN DAN TANGKAI DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) PADA PENURUNAN MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT (Mus muscullus) Susie

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 12 No. 2 Desember 2008

Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 12 No. 2 Desember 2008 PERBANDINGAN PENGARUH PEMBERIAN PEKTIN KULIT JERUK BALI (Citrus grandis) DAN KULIT PISANG AMBON (Musa spp.) TERHADAP PENURUNAN KOLESTEROL DARAH PADA MENCIT (Mus musculus) Oleh: Soesy Asiah Soesilawaty

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Perbedaan Kualitas Semen Segar Domba Batur dalam Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 27 Maret sampai dengan 1 Mei

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen, karena pada penelitian ini terdapat manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 22 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Farmakologi, Farmasi dan Patologi Anatomi. 4.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inseminasi Buatan (IB) adalah proses perkawinan yang dilakukan dengan campur tangan manusia, yaitu mempertemukan sperma dan sel telur agar dapat terjadi proses pembuahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sel Leydig merupakan sel berbentuk poligonal dan. berukuran besar, terletak di interstisial testis (Ross

BAB I PENDAHULUAN. Sel Leydig merupakan sel berbentuk poligonal dan. berukuran besar, terletak di interstisial testis (Ross BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sel Leydig merupakan sel berbentuk poligonal dan berukuran besar, terletak di interstisial testis (Ross & Pawlina, 2011). Machluf et al. (2003) menyatakan bahwa sel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Texel di Indonesia telah mengalami perkawinan silang dengan domba lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan kemudian menghasilkan

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen Domba Pengukuran volume semen domba dilakukan untuk mengetahui jumlah semen yang dihasilkan oleh satu ekor domba dalam satu kali ejakulat. Volume semen domba dipengaruhi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Kefir dan Uji Kualitas Susu Sapi. Pasteurisasi susu sapi. Pendinginan susu pasteurisasi

Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Kefir dan Uji Kualitas Susu Sapi. Pasteurisasi susu sapi. Pendinginan susu pasteurisasi LAMPIRAN Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Kefir dan Uji Kualitas Susu Sapi Pasteurisasi susu sapi Pendinginan susu pasteurisasi Inokulasi starter kefir 2, 3, dan 5% Inkubasi selama 2 jam Penyaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon yang biasanya memiliki tinggi mencapai 10 m sampai 20 m. Tanaman ini merupakan tanaman dikotil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012).

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). BAB III METODE PENILITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). Pemeliharaan dan perlakuan terhadap hewan coba dilakukan di rumah hewan percobaan

Lebih terperinci

HORMON REPRODUKSI JANTAN

HORMON REPRODUKSI JANTAN HORMON REPRODUKSI JANTAN TIU : 1 Memahami hormon reproduksi ternak jantan TIK : 1 Mengenal beberapa hormon yang terlibat langsung dalam proses reproduksi, mekanisme umpan baliknya dan efek kerjanya dalam

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan I. PENDAHULUAN Infertilitas merupakan suatu masalah yang dapat mempengaruhi pria dan wanita di seluruh dunia. Kurang lebih 10% dari pasangan suami istri (pasutri) pernah mengalami masalah infertilitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Mei 2009. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya penggunaan timah hitam, timbal atau plumbum (Pb) mengakibatkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62.

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya penggunaan timah hitam, timbal atau plumbum (Pb) mengakibatkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahaya penggunaan timah hitam, timbal atau plumbum (Pb) mengakibatkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62.000 hipertensi, menurunkan IQ dan juga mengurangi kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas pada pria merupakan masalah yang perlu perhatian dan penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas wanita dalam penatalaksanaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001) dan menurut infomasi tahun 2007 laju pertumbuhan penduduk sudah

BAB I PENDAHULUAN. 2001) dan menurut infomasi tahun 2007 laju pertumbuhan penduduk sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 adalah sebesar 210.241. 999 dengan pertambahan penduduk sekitar 1,9 % (BPS, 2001) dan menurut infomasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas merupakan salah satu masalah penting bagi setiap orang. Infertilitas pada pria berkaitan erat dengan spermatogenesis. Proses ini dipengaruhi oleh dua faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. spermatozoa merupakan bagian dari sistem reproduksi yang penting bagi

I. PENDAHULUAN. spermatozoa merupakan bagian dari sistem reproduksi yang penting bagi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah 1. Latar Belakang Bagi manusia dan makhluk hidup yang berkembang biak secara generatif, spermatozoa merupakan bagian dari sistem reproduksi yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Analisis deskripsi dalam penelitian ini membahas mengenai deskripsi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Analisis deskripsi dalam penelitian ini membahas mengenai deskripsi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Analisis deskripsi dalam penelitian ini membahas mengenai deskripsi pembelajaran dan deskripsi data. 1. Deskripsi Pembelajaran SMK N 1 Pleret berlokasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Spermatogenesis Spermatogenesis adalah suatu proses pembentukan spermatozoa (sel gamet jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP.

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP. TUGAS AKHIR - SB 091358 Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP. 1507 100 016 DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP. Kebutuhan pangan (ikan air tawar) semakin meningkat Kualitas

Lebih terperinci

KUALITAS SPERMATOZOA DARI TANAMAN Polyscias guilfoylei

KUALITAS SPERMATOZOA DARI TANAMAN Polyscias guilfoylei MAKARA, SAINS, VOL. 14, NO. 1, APRIL 2010: 51-56 KUALITAS SPERMATOZOA DARI TANAMAN Polyscias guilfoylei Berna Elya 1*), Dadang Kusmana 2, dan Nevy Krinalawaty 2 1. Departemen Farmasi, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada 24 ekor mencit betina strain C3H berusia 8

BAB V HASIL PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada 24 ekor mencit betina strain C3H berusia 8 BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan pada 24 ekor mencit betina strain C3H berusia 8 minggu dengan berat mencit 20-30 gram. Kemudian dilakukan aklimatisasi selama 1 minggu, dan diberikan pakan standar.

Lebih terperinci

BAB 1 PEBDAHULUAN. kalangan usia <18 tahun dan persentasenya sebesar 51,4%. Sementara itu, insiden

BAB 1 PEBDAHULUAN. kalangan usia <18 tahun dan persentasenya sebesar 51,4%. Sementara itu, insiden BAB 1 PEBDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebiasaan merokok sudah menjadi kebiasaan manusia sejak ratusan tahun yang lalu dan jumlah penggunanya semakin meningkat. Di Amerika perokok baru bertambah 6.300 orang

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Kambing PE Semen ditampung dari satu ekor kambing jantan Peranakan Etawah (PE) menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. pendekatan Post Test Only Control Group Design dan metode Rancangan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. pendekatan Post Test Only Control Group Design dan metode Rancangan 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan pendekatan Post Test Only Control Group Design dan metode Rancangan Acak Lengkap

Lebih terperinci

Sistem Reproduksi Pria meliputi: A. Organ-organ Reproduksi Pria B. Spermatogenesis, dan C. Hormon pada pria Organ Reproduksi Dalam Testis Saluran Pengeluaran Epididimis Vas Deferens Saluran Ejakulasi Urethra

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat di Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Non Ruminansia (BPBTNR) Provinsi Jawa Tengah di Kota Surakarta.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... i ii ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan Rancangan Acak Terkontrol (RAT). bulan November sampai dengan Desember 2012.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan Rancangan Acak Terkontrol (RAT). bulan November sampai dengan Desember 2012. 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan Rancangan Acak Terkontrol (RAT). B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian rataan suhu dan kelembaban harian kandang berturut-turut 28,3 o C dan 91,3% yang masih dalam kisaran normal untuk hidup kelinci. Adapun suhu dan kelembaban

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen, karena pada penelitian ini terdapat manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Penelitian yang dilakukan oleh Roy Morgan Research di Australia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian ini, berat badan setiap ekor mencit ditimbang dari mulai tahap persiapan sampai akhir perlakuan. Selama penggemukan mencit diberi pakan berlemak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Setelah penyebaran kuesioner kepada siswa kelas X SMA Negeri 11 Kota

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Setelah penyebaran kuesioner kepada siswa kelas X SMA Negeri 11 Kota 46 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Setelah penyebaran kuesioner kepada siswa kelas X SMA Negeri 11 Kota Jambi dengan jumlah populasi 53 orang, kemudian dilakukan tabulasi, serta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan,

BAB III METODE PENELITIAN. motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan, 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pemeliharaan, perlakuan, pengamatan jumlah, morfologi, viabilitas, dan motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. antara tinggi dan berat badan. Hal ini diakibatkan jaringan lemak dalam

I. PENDAHULUAN. antara tinggi dan berat badan. Hal ini diakibatkan jaringan lemak dalam I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Obesitas merupakan keadaan yang menunjukkan ketidakseimbangan antara tinggi dan berat badan. Hal ini diakibatkan jaringan lemak dalam tubuh sehingga terjadi kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung (Panjaitan, 2003). Penelitian yang dilakukan (Foa et al., 2006)

Lebih terperinci

Lampiran 1: Pengukuran kadar SOD dan kadar MDA Mencit a. Pengukuran kadar SOD mencit HEPAR. Dicuci dalam 1 ml PBS

Lampiran 1: Pengukuran kadar SOD dan kadar MDA Mencit a. Pengukuran kadar SOD mencit HEPAR. Dicuci dalam 1 ml PBS Lampiran 1: Pengukuran kadar SOD dan kadar MDA Mencit a. Pengukuran kadar SOD mencit HEPAR Dicuci dalam 1 ml PBS Ditambahkan 400 μl larutan kloroform/etanol dingin ke dalam 150 μl lisat hati Divortex selama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Hasil evaluasi semen segar merupakan pemeriksaan awal semen yang dijadikan dasar untuk menentukan kelayakan semen yang akan diproses lebih lanjut. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah 1 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Hubungan Bobot Badan dengan Konsentrasi, Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah dilaksanakan pada bulan Juli -

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Kelompok Tani Ternak (KTT) Manunggal IV Dusun Wawar Lor, Desa Bedono, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. analgesik dari senyawa AEW1 terhadap mencit. Metode yang digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. analgesik dari senyawa AEW1 terhadap mencit. Metode yang digunakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Aktivitas Analgesik Senyawa AEW1 Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji adanya aktivitas analgesik dari senyawa AEW1 terhadap mencit. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi penduduk dunia telah berlipat ganda jumlahnya dalam kurun waktu 40 tahun terakhir ini dan mencapai 6 milyar penduduk pada tahun 1999. Walaupun angka fertilitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian laboratorium III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian laboratorium dengan rancangan acak lengkap. Penelitian ini menggunakan 4 (empat) kelompok perlakuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Karakteristik. Volume (ml) 1,54 ± 0,16. ph 7,04±0,8

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Karakteristik. Volume (ml) 1,54 ± 0,16. ph 7,04±0,8 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Semen Segar Karakteristik semen segar yang didapatkan selama penelitian disajikan pada tabel sebagai berikut : Tabel 3. Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Karakteristik

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERBANDINGAN LUAS PERMUKAAN TUBUH BERBAGAI HEWAN PERCOBAAN DAN MANUSIA

LAMPIRAN 1 PERBANDINGAN LUAS PERMUKAAN TUBUH BERBAGAI HEWAN PERCOBAAN DAN MANUSIA LAMPIRAN 1 PERBANDINGAN LUAS PERMUKAAN TUBUH BERBAGAI HEWAN PERCOBAAN DAN MANUSIA Hewan dengan dosis diketahui Mencit 20 g Tikus 200 g Marmot 400 g Kelinci 1,5 kg Kucing 2 kg Kera 4 kg Anjing 12 kg Manusia

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN Pengukuran aktivitas spesifik katalase jaringan ginjal tikus percobaan pada keadaan hipoksia hipobarik akut berulang ini dilakukan berdasarkan metode Mates et al. (1999) yang dimodifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu hasil bumi yang sangat dikenal di Indonesia. Kedelai yang dibudidayakan terdiri dari dua spesies, yaitu, kedelai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok merupakan masalah penting sekarang ini. Rokok bagi

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok merupakan masalah penting sekarang ini. Rokok bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebiasaan merokok merupakan masalah penting sekarang ini. Rokok bagi sebagian orang sudah menjadi kebutuhan hidup yang tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri atas data keadaan awal Fisika siswa dari nilai ulangan harian pada materi sub pokok bahasan Suhu dan Pemuaian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN 45 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Data Hasil Penelitian Penelitian menggunakan dua kelompok sampel yaitu kelompok eksperimen pada kelas X.ATPH dengan jumlah peserta didik 30 orang dan kelompok kontrol pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makanan tersebut menghasilkan rasa yang lezat dan membuat orang yang

I. PENDAHULUAN. makanan tersebut menghasilkan rasa yang lezat dan membuat orang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini wisata kuliner sangatlah digemari oleh banyak orang, dimana setiap mereka berkunjung ke suatu daerah wisata hal utama yang dituju ialah mencicipi makanan khas

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran A. Data Rataan Jumlah Spermatozoa Mencit Rataan jumlah spermatozoa mencit (Mus musculus) dengan pemberian vitamin E setelah mendapat kombinasi ekstrak air biji pepaya (Carica papaya L.) dan testosteron

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL. masing kelompok dilakukan inokulasi tumor dan ditunggu 3 minggu. Kelompok 1

BAB V HASIL. masing kelompok dilakukan inokulasi tumor dan ditunggu 3 minggu. Kelompok 1 BAB V HASIL Penelitian dilakukan pada 24 ekor mencit C3H berusia 8 minggu dengan berat badan 20-30 gram. Kemudian dilakukan aklimatisasi selama 1 minggu, dan diberikan pakan standar. Setelah itu dibagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa negara berkembang seperti Indonesia memiliki kepadatan penduduk yang cukup besar sehingga aktivitas maupun pola hidup menjadi sangat beraneka ragam. Salah satu

Lebih terperinci