AKTIVITAS PROMOTER KERATIN DAN HEAT SHOCK PADA IKAN KOI Cyprinus carpio

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "AKTIVITAS PROMOTER KERATIN DAN HEAT SHOCK PADA IKAN KOI Cyprinus carpio"

Transkripsi

1 AKTIVITAS PROMOTER KERATIN DAN HEAT SHOCK PADA IKAN KOI Cyprinus carpio DWI HANY YANTI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: AKTIVITAS PROMOTER KERATIN DAN HEAT SHOCK PADA IKAN KOI Cyprinus carpio adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2009 DWI HANY YANTI C

3 RINGKASAN DWI HANY YANTI. Aktivitas Promoter Keratin dan Heat Shock pada Ikan Koi Cyprinus carpio. Dibimbing oleh KOMAR SUMANTADINATA dan ALIMUDDIN. Promoter merupakan bagian penting dari suatu konstruksi DNA, yang disambungkan dengan gen penyandi protein tertentu. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas promoter keratin dan heat shock pada ikan koi Cyprinus carpio, yang disambungkan dengan gen Green Fluorescent Protein (GFP) sebagai penanda dalam bentuk konstruksi DNA keratin-gfp dan heat shock-gfp. Keaktifan promoter dapat dilihat dari ekspresi sementara (transient expression) gen penanda yang dihasilkan. Perbanyakan konstruksi DNA dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi larutan DNA sebanyak 50 ng/µl dalam 0,1 M KCl dan diinjeksikan ke dalam blastodisk telur ikan koi pada fase 1-2 sel. Jumlah telur yang diinjeksikan sebanyak 30 butir untuk setiap konstruksi DNA dan diulang sebanyak 3 kali. Telur diinkubasi pada akuarium dengan suhu air 28 o C. Kemudian, dilakukan pengamatan ekspresi gen GFP menggunakan mikroskop fluoresen (Olympus SZX 16) setiap 2-6 jam setelah fertilisasi. Parameter yang diamati antara lain derajat kelangsungan hidup embrio (DKH-e), derajat penetasan (DP), persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP (PEMG), persentase larva yang mengekspresikan gen GFP (PLMG), dan pola serta tingkat ekspresi gen GFP. DKH-e dihitung sebelum telur menetas (20 jam setelah fertilisasi), sedangkan DP dihitung ketika semua telur telah menetas. Pola ekspresi gen diamati pada jam ke-1 setelah fertilisasi setiap 2-6 jam hingga larva menetas. Tingkat ekspresi diamati pada fase embrio (jam ke-12 setelah fertilisasi). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa DKH-e (66,67±0,0%) dan DP (43,33±6,9%) kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan injeksi. DKH-e dan DP antara keratin-gfp dan heat shock-gfp (56,67±5,8% vs 55,56±9,6%; 36,67±8,8% vs 36,67±6,7%) relatif sama. Persentase embrio yang mengekspresikan gen heat shock-gfp (33,33±12,0%) lebih tinggi dibandingkan dengan keratin-gfp (15,56±8,4%). Larva yang mengekspresikan gen GFP terlihat hanya pada embrio yang diinjeksi gen heat shock-gfp (18,18±13,7%). Tingkat ekspresi gen heat shock-gfp lebih baik dibandingkan keratin-gfp dilihat dari ekspresi pendar hijau kurang terang (4,67±1,5 vs 2,00±1,0 butir), terang (3,00±1,0 vs 1,67±1,5 butir), dan sangat terang (2,33±1,5 vs 1,00±1,0 butir). Pola ekspresi gen keratin-gfp lebih cepat dari heat shock-gfp yang dilihat dari awal muncul ekspresi (jam ke-4 vs ke-6 setelah fertilisasi), puncak ekspresi (jam ke-12 vs jam ke-24 setelah fertilisasi), dan penurunan ekspresi keratin-gfp (jam ke-36 setelah fertilisasi) dan sudah tidak tampak lagi pada fase larva. Sedangkan ekspresi gen heat shock-gfp masih tetap ada hingga larva berumur 1 hari. Kesimpulannya adalah bahwa promoter heat shock ikan rainbow trout dapat mengendalikan ekspresi gen GFP lebih baik dibandingkan dengan promoter keratin ikan flounder Jepang pada ikan koi. 3

4 AKTIVITAS PROMOTER KERATIN DAN HEAT SHOCK PADA IKAN KOI Cyprinus carpio SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh: Dwi Hany Yanti C PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

5 Judul Skripsi : Aktivitas Promoter Keratin dan Heat Shock pada Ikan Koi Cyprinus carpio Nama Mahasiswa : Dwi Hany Yanti Nomor Pokok : C Disetujui, Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Komar Sumantadinata NIP Dr. Alimuddin NIP Diketahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP Tanggal Lulus: 5

6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2008 ini adalah Aktivitas Promoter Keratin dan Heat Shock pada Ikan Koi Cyprinus carpio. Dalam menyelesaikan penelitian ini tidak semata didapatkan sendiri, melainkan dengan bantuan beberapa pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Komar Sumantadinata selaku Pembimbing I dan Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama melakukan studi di IPB. 2. Dr. Alimuddin selaku Pembimbing II yang telah membimbing penulis selama melakukan penelitian hingga akhir penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Kukuh Nirmala selaku dosen tamu yang telah memberikan kritik dan saran pada penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Maskur, Bapak Adi Sucipto, Bapak Ayi Santika, dan Bapak Dian Hardiantho atas perijinan dan segala bantuan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan. 5. Ayahanda, Ibunda, kakak, dan adikku yang telah mencurahkan segala doa restu, kasih sayang, baik dukungan moril maupun materil. 6. Teman-teman BDP41, As-Syifa, Forsmile, FKM-C dan Ceria family atas kebersamaannya selama ini. 7. Lina Mulyani, Anna Octavera, Prihanik Marlina, Arief Eko Prasetiyo, Nafisah Ummatul Ukhroy, dan Ika Setiasih serta kepada semua orang yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu atas segala bantuan dan dukungan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perikanan dan pengembangan teknologi transgenik di Indonesia. Bogor, Januari 2009 Dwi Hany Yanti 6

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 9 Juli 1986 dari pasangan Bapak Sarjono dan Ibu Partilah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui Penulis adalah SDN 01 Ciangsana, Bogor tahun 1998; SLTPN 03 Gunung Putri, Bogor tahun 2001; dan SMUN 1 Cileungsi, Bogor tahun Pada tahun 2004 Penulis diterima di Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Selama mengikuti perkuliahan Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Sejahtera Lobster Farm, Desa Situ Daun, Bogor dan praktek lapang (PL) di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP) Maros, Sulawesi Selatan. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada dan , asisten mata kuliah Nutrisi Ikan pada , dan asisten mata kuliah Dasar-Dasar Genetika Ikan pada Selain itu, Penulis juga aktif menjadi staf Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) pada , staf Forum Keluarga Muslim FPIK pada dan , staf Dewan Perwakilan Mahasiswa FPIK , dan staf Badan Eksekutif Mahasiswa FPIK pada Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Penulis melakukan penelitian yang berjudul Aktivitas Promoter Keratin dan Heat Shock pada Ikan Koi Cyprinus carpio. 7

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Telur Ikan Koi Cyprinus carpio Promoter Promoter Keratin Promoter Heat Shock Gen Green Fluorescent Protein (GFP) Ekspresi Sementara (Transient Expression) Mikroinjeksi... 8 III. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Prosedur Kerja Perbanyakan Konstruksi DNA Pemeliharaan Induk, Pemijahan, dan Pengambilan Telur Penghilangan Daya Rekat Telur Pelaksanaan Mikroinjeksi Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva Pengamatan Ekspresi Gen Green Fluorescent Protein Pengamatan Derajat Kelangsungan Hidup Embrio (DKH-e) Derajat Penetasan (DP) Persentase Embrio Mengekspresikan Gen GFP (PEMG) Persentase Larva Mengekspresikan Gen GFP (PLMG) Tingkat dan Pola Ekspresi Gen Green Fluorescent Protein

9 3.4 Analisis Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Kelangsungan Hidup Embrio (DKH-e), Derajat Penetasan (DP), Persentase Embrio Mengekspresikan Gen GFP (PEMG), dan Persentase Larva Mengekspresikan Gen GFP (PLMG) Tingkat dan Pola Ekspresi Gen Green Fluorescent Protein Pembahasan V. KESIMPULAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

10 DAFTAR TABEL Halaman 1. Derajat Kelangsungan Hidup Embrio, dan Derajat Penetasan Telur Ikan Koi Cyprinus carpio Persentase Embrio dan Larva yang Mengekspresikan Gen Keratin-GFP dan Heat Shock-GFP pada Ikan Koi Cyprinus carpio Tingkat Ekspresi Gen Keratin-GFP dan Heat Shock-GFP pada Embrio Ikan Koi Cyprinus carpio

11 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Sekuens Gen Keratin Ikan Flounder Jepang Paralichthys olivaceus (Yazawa et al., 2005) Cekungan Agarosa Seperangkat Alat Mikroinjektor Injeksi pada Blastodisk Embrio Ikan Koi Fase Satu Sel Seperangkat Alat Pengamatan Ekspresi Gen Green Fluorescent Protein Kelompok Tingkat Ekspresi Gen Green Fluorescent Protein pada Embrio Ikan Koi Cyprinus carpio Pola Ekspresi Gen Keratin-GFP dan Heat Shock-GFP pada Embrio Ikan Koi Cyprinus carpio Ekspresi Gen Heat Shock-GFP pada Embrio Ikan Koi 6 Jam setelah Fertilisasi (A), 12 Jam setelah Fertilisasi (B), 24 Jam setelah Fertilisasi (C), pada Larva 30 Jam setelah Menetas di Sebagian Jaringan Tubuh (D) dan Hampir di Seluruh Tubuh (E) Ekspresi Gen Keratin-GFP pada Embrio Ikan Koi 4 Jam setelah Fertilisasi (A), 12 Jam setelah Fertilisasi (B), 24 Jam setelah Fertilisasi (C)

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Perkembangan Embriogenesis Telur Ikan Mas Cyprinus carpio (Woynarovich & Horvath, 1980) Konstruksi Plasmid DNA Keratin-GFP (Yazawa et al., 2005) (A) dan Heat Shock-GFP (Yamamoto dan Yoshizaki, belum dipublikasikan) (B) Metode Kultur Cair Perbanyakan Bakteri dan Isolasi Plasmid DNA Keratin- GFP dan Heat Shock-GFP Proses Pemijahan Semi Alami Ikan Koi Cyprinus carpio Derajat Kelangsungan Hidup Embrio, dan Derajat Penetasan Telur Ikan Koi Cyprinus carpio Persentase Embrio yang Mengekspresikan Gen GFP, dan Persentase Larva yang Mengekspresikan Gen GFP Ikan Koi Cyprinus carpio Tingkat Ekspresi Gen Green Fluorescent Protein pada Embrio Ikan Koi Cyprinus carpio

13 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi transgenesis menjadi sarana yang mulai diterapkan pada pengembangan akuakultur di Indonesia. Transgenesis dapat menghasilkan ikan transgenik yang memberikan beberapa manfaat antara lain peningkatan laju pertumbuhan (Nam et al., 2001; Kobayashi et al., 2007), peningkatan laju pemanfaatan pakan (Kobayashi et al., 2007), peningkatan kemampuan resisten ikan terhadap penyakit (Dunham et al., 2002; Sarmaşik, 2003), dan pembuatan ikan strain baru (Gong et al., 2003). Transgenesis merupakan suatu proses mengintroduksikan DNA asing atau eksogenus (transgen) ke hewan uji dengan tujuan untuk memanipulasi struktur genetikanya (Glick dan Pasternak, 2003). Ada tiga tahap penting yang perlu dilakukan dalam menghasilkan ikan transgenik yaitu : 1) persiapan konstruksi DNA yang akan diintroduksikan, 2) pengintroduksian konstruksi DNA ke dalam embrio ikan melalui teknik transfer gen tertentu, dan 3) pengidentifikasian ikan yang membawa transgen (Hackett, 1993). Konstruksi DNA untuk transgenesis sebaiknya memiliki kemampuan dapat mengekspresikan suatu protein pada jaringan inang tertentu yang waktu dan tingkat ekspresinya dapat diatur sesuai dengan keinginan. Dalam hal ini, yang berperan penting dalam pengaturan ekspresi gen tersebut adalah elemen regulator (promoter). Promoter merupakan sekuens DNA yang menginisiasi terjadinya proses transkripsi (Dunham, 2004), pengatur waktu, tempat, dan tingkat ekspresi suatu gen sehingga promoter dapat dianalogikan sebagai switch suatu gen (Glick dan Pasternak, 2003). Beberapa promoter telah berhasil diisolasi antara lain β-actin dari ikan medaka (Takagi et al., 1994), keratin8 dari ikan zebra (Gong et al., 2002), mylz2 (myosin light polypeptide 2), elaa (elastase A) dari ikan zebra (Gong et al., 2003), keratin dari ikan flounder Jepang (Yazawa et al., 2005), heat shock dari ikan rainbow trout (Kawamura dan Yoshizaki, tidak dipublikasikan), dan hsp27 dari ikan zebra (Wu et al., 2008). Promoter keratin dari ikan flounder Jepang merupakan promoter yang memiliki aktivitas tinggi pada jaringan epitel atau kulit yang merupakan pertahanan awal terhadap serangan penyakit (Yazawa 13

14 et al., 2005), sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengekspresikan gen antiviral atau antibakteri pada ikan transgenik tahan penyakit. Promoter heat shock yang diisolasi dari ikan rainbow trout (Kawamura dan Yoshizaki, tidak dipublikasikan) diduga memiliki aktivitas yang sama dengan promoter hsp27 dari ikan zebra (Wu et al., 2008), yaitu memiliki aktivitas yang tinggi pada sel otot bahkan dapat aktif di seluruh jaringan jika dipicu dengan tekanan suhu (Wu et al., 2008), sehingga dapat dimanfaatkan salah satunya sebagai bioreaktor. Pengujian aktivitas suatu promoter pun dilakukan setelah pengisolasian untuk mengetahui kemampuan suatu promoter dalam mengekspresikan gen penyandi protein tertentu. Promoter keratin ikan flounder Jepang dan heat shock ikan rainbow trout belum pernah diuji coba pada ikan koi. Ikan koi merupakan ikan hias air tawar yang memiliki nilai jual yang tinggi. Namun, terdapat hambatan dalam perkembangan usahanya yaitu serangan Koi Herpes Virus (KHV) dan belum ditemukan obat untuk mengatasinya. Berdasarkan hal ini diharapkan promoter keratin dari ikan flounder Jepang dan promoter heat shock dari ikan rainbow trout dapat dikembangkan untuk menghasilkan ikan koi transgenik tahan terhadap penyakit. Untuk mengetahui aktivitas promoter, diperlukan adanya gen penanda (marker) yang disambungkan dengan promoter. Keaktifan promoter dapat dilihat dari ekspresi sementara (transient expression) yang dihasilkan gen penanda. Pola ekspresi yang dihasilkan pada embrio ikan menandakan keberadaan gen yang telah diatur oleh promoter (Yazawa et al., 2005). Berbagai macam gen penanda dapat digunakan untuk pengujian aktivitas promoter. Namun pada penelitian ini, gen penanda yang dipakai adalah gen Green Fluorescent Protein (GFP) dalam bentuk konstruksi DNA keratin-gfp dan heat shock-gfp. Gen GFP memiliki keunggulan yaitu tidak memerlukan substrat tambahan untuk ekspresinya, memiliki kandungan protein yang berpendar dan dapat divisualisasikan dengan menggunakan mikroskop fluoresen (Chalfie et al., 1994 dalam Iyengar et al., 1996). Gen GFP diisolasi dari ubur-ubur Aequorea victoria namun ada juga yang diisolasi dari anthozoa (soft coral) jenis Renilla reniformis yaitu gen hrgfp (Humanized Renilla reniformis Green Fluorescent Protein) (Felts et al., 2001). 14

15 Gen GFP juga berfungsi sebagai gen target seperti dalam pembuatan ikan hias berpendar yang berwarna-warni (Gong et al., 2003). Umumnya pengujian aktivitas promoter dilakukan dengan metode mikroinjeksi yaitu menginjeksikan konstruksi DNA ke embrio dan mengamati ekspresi sementara yang dihasilkan gen penanda (Takagi et al., 1994; Higashijima et al., 1997; Hamada et al., 1998; Yazawa et al., 2005; Kato et al., 2007; Ath-thar, 2007; Purwanti, 2007). Pada penelitian ini konstruksi DNA keratin-gfp dan heat shock-gfp diinjeksikan ke blastodisk embrio ikan koi fase satu sampai dua sel dengan menggunakan mikroinjektor. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas promoter keratin dan heat shock pada ikan koi dengan mengamati ekspresi sementara dari gen GFP (Green Fluorescent Protein) sebagai penanda (marker). 15

16 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Telur Ikan Koi Cyprinus carpio Telur ikan koi yang telah dibuahi akan mengalami perubahan warna dan bentuk. Perkembangan telur ikan koi memiliki persamaan dengan perkembangan telur ikan mas yaitu dimulai dari proses pembelahan menjadi 2, 4, 8, 16, dan 32 sel (Lampiran 1). Pada fase pembelahan, telur akan terlihat seperti buah mulberry yang kemudian disebut sebagai fase morula (Woynarovich dan Horvath, 1980). Lapisan-lapisan sel yang disebut sebagai blastoderm akan mulai terbentuk, diawali dengan terbentuknya satu lapisan sel yang disebut blastomer. Fase morula merupakan fase yang sangat sensitif bagi perkembangan embrio. Pada fase morula, jumlah blastomer akan bertambah dan membuat ukuran sel semakin kecil. Jika terkena suatu gangguan, sel akan terguncang dan dapat mengakibatkan kematian pada embrio. Fase selanjutnya adalah fase blastula yaitu terbentuknya rongga yang membedakan antara kuning telur dengan sel. Sel mulai menutupi kuning telur secara bertahap dan hanya menyisakan satu lubang kecil yang disebut sebagai blastopor namun akhirnya blastopor pun tertutup sempurna. Pada fase blastula, terjadi transisi dari fase perkembangan awal germinal ke fase perkembangan embrio (organogenesis). Pada fase awal perkembangan organogenesis, massa sel akan membentuk cincin setengah lingkaran yang akan menjadi bakal kepala dan ekor di kedua ujungnya. Bintik mata mulai terlihat pada bagian kepala sebagai bakal mata dan bakal jantung mulai berkembang bahkan sudah berdetak. Pembuluh darah kemudian mulai terbentuk. Pada saat ekor telah terbentuk sempurna maka embrio mulai bergerak di dalam telur. Pergerakan tersebut yang akan membantu embrio keluar dari telur (menetas). Lama perkembangan telur pada ikan koi hingga menetas diduga sama seperti pada ikan mas yaitu selama 3,5-4 hari setelah fertilisasi pada suhu inkubasi o C. 2.2 Promoter Promoter merupakan sekuens DNA yang menginisiasi terjadinya proses transkripsi (Dunham, 2004), pengatur waktu, tempat, dan tingkat ekspresi suatu gen sehingga promoter dapat dianalogikan sebagai switch suatu gen (Glick dan 16

17 Pasternak, 2003). Promoter menurut Hackett (1993) merupakan sekuens DNA yang terletak pada posisi upstream (terminal 5) dari lokasi dimulainya transkripsi. Sekuens ini dikenali oleh RNA polymerase yang kemudian menempel dan mengendalikan proses transkripsi (Hackett, 1993; Glick dan Pasternak, 2003). Berbagai macam promoter dapat aktif pada sel ikan walaupun bukan dari ikan yang homolog, namun akan mempengaruhi tingkat ekspresi gen (Dunham, 2004). Tingkat ekspresi gen dipengaruhi oleh adanya interaksi antara elemen cisregulator pada promoter dan elemen trans-regulator inang. Hackett (1993) menjelaskan bahwa cis-regulator akan mengatur tingkat transkripsi bergantung pada keberadaan protein trans-regulator. Cis-regulator akan berikatan dengan protein atau faktor trans-regulator lainnya yang kemudian akan meningkatkan atau menurunkan tingkat transkripsi. Kesesuaian antara elemen cis-regulator dan elemen trans-regulator akan menghasilkan ekspresi yang tinggi, sebaliknya, bila kurang atau tidak sesuai maka ekspresi yang dihasilkan rendah (Fletcher dan Davies, 1991 dalam Ath-thar, 2007). Promoter memiliki beberapa sifat yang terkait dengan aktivitas elemenelemennya yaitu constitutive, ubiquitous dan house keeping (Liu, 1990 dalam Volckaert et al., 1994). Promoter constitutive yaitu promoter yang dapat aktif tanpa diberikan rangsangan dari luar seperti suhu dan hormon. Ubiquitous yaitu promoter yang dapat mengendalikan ekspresi gen di semua jenis jaringan/sel. Namun, ada juga promoter yang dapat bekerja pada jaringan spesifik. Sedangkan house keeping yaitu promoter tersebut dapat aktif kapan saja bila diperlukan. Jenis promoter yang memiliki semua sifat tersebut di atas antara lain β-aktin (Volckaert et al., 1994). Jenis promoter lainnya ada yang memiliki sifat dapat diinduksi (inducible) yaitu promoter yang memerlukan faktor pemicu, misalnya promoter metallotionin yang aktivitasnya dipengaruhi oleh keberadaan logam berat (Iyengar et al., 1996), dan promoter hsp27 yang memerlukan tekanan suhu untuk meningkatkan aktivitasnya (Wu et al., 2008) Promoter Keratin Promoter keratin diisolasi dari ikan flounder Jepang Paralichthys olivaceus dan memiliki panjang fragmen 1288 pasang basa (Yazawa et al., 2005). 17

18 Sekuens gen keratin dapat dilihat pada Gambar 1. Promoter keratin ikan flounder Jepang (endogenus) diketahui memiliki aktivitas hampir di seluruh jaringan, sedangkan yang diuji coba pada ikan zebra (eksogenus) memiliki aktivitas terkuat pada jaringan epitel dan hati. Yazawa et al. (2005) menjelaskan bahwa beberapa faktor transkripsi pada jaringan epitel embrio ikan zebra dapat berikatan dengan baik sehingga aktivitas promoter keratin ikan flounder Jepang dapat meningkat. Jenis promoter keratin lainnya yang telah digunakan dalam transgenesis ikan yaitu keratin8 yang diisolasi dari ikan zebra dan ditemukan aktif hanya pada kulit (Gong et al., 2002). Kulit merupakan alat pertahanan awal terhadap serangan penyakit (Yazawa et al., 2005), sehingga promoter keratin diduga dapat digunakan untuk menghasilkan ikan transgenik tahan penyakit. Keterangan : Huruf kapital adalah ekson 1. Huruf kapital yang dicetak tebal adalah coding region dan deduced amino acid. Tanda bintang (*) merupakan daerah inisiasi transkripsi. Huruf yang digarisbawahi merupakan faktor transkripsi. Gambar 1. Sekuens Gen Keratin Ikan Flounder Jepang Paralichthys olivaceus (Yazawa et al., 2005) Promoter Heat Shock Promoter heat shock diisolasi dari ikan rainbow trout (Kawamura dan Yoshizaki, belum dipublikasikan) dan diketahui termasuk ke dalam golongan heat shock protein. Promoter heat shock memiliki panjang fragmen 2759 pasang basa. Jenis promoter lainnya yang termasuk ke dalam golongan heat shock protein antara lain adalah promoter hsp27. Promoter hsp27 merupakan jenis promoter 18

19 yang bersifat dapat diinduksi (inducible) yaitu memerlukan faktor pemicu. Promoter hsp27 memiliki aktivitas yang tinggi pada sel otot bahkan dapat aktif di seluruh jaringan jika dipicu dengan tekanan suhu (Wu et al., 2008). Lebih lanjut dijelaskan oleh Wu et al. (2008) bahwa terdapat pengaruh waktu pemberian suhu terhadap munculnya ekspresi gen Green Fluorescent Protein. Semakin akhir stadia perkembangan embrio yang diberi induksi suhu, semakin lama waktu yang dibutuhkan (lag time) untuk menginisiasi ekspresi gen Green Fluorescent Protein. Aktivitas seperti itu diduga juga dimiliki oleh promoter heat shock ikan rainbow trout. Protein heat shock dapat ditemukan di seluruh makhluk hidup untuk merespon adanya perubahan suhu dan menghindari kerusakan sel akibat panas. Pada kondisi normal, heat shock ditemukan dalam konsentrasi yang rendah. Konsentrasi tinggi diperoleh ketika terjadi perubahan suhu secara signifikan (Fang, 2003). Toyohara et al. (2005) juga menyatakan bahwa heat shock berperan sebagai respon terhadap perubahan kondisi suhu lingkungan. 2.3 Gen Green Fluorescent Protein (GFP) Gen Green Fluorescent Protein (GFP) dimanfaatkan untuk mempelajari promoter dan ekspresinya (Dunham, 2004). Gen GFP diisolasi dari ubur-ubur Aequorea victoria dan memiliki keunggulan yaitu tidak memerlukan substrat tambahan untuk ekspresinya, memiliki kandungan protein yang berpendar serta dapat divisualisasikan dengan menggunakan mikroskop fluoresen (Chalfie et al., 1994 dalam Iyengar et al., 1996). Gen GFP ini selain berguna sebagai penanda (marker) juga berfungsi sebagai gen target seperti dalam pembuatan ikan hias berpendar yang berwarna warni (Gong et al., 2003). Jenis gen GFP lainnya yang juga digunakan sebagai gen penanda yaitu yang diisolasi dari Anthozoa (soft coral) jenis Renilla reniformis yaitu gen hrgfp (Humanized Renilla reniformis Green Fluorescent Protein) (Felts et al., 2001). 2.4 Ekspresi Sementara (Transient Expression) Ekspresi sementara (transient expression) merupakan ekspresi dari gen target yang dikendalikan oleh promoter tertentu dan bersifat sementara, biasanya 19

20 ekspresi gen pada embrio yang diinjeksi dengan gen target tersebut. Ekspresi sementara ini memiliki pola yang awalnya rendah, meningkat dan akhirnya menurun hingga tak terlihat (Winkler et al., 1991; Hackett, 1993; Volckaert et al., 1994; Takagi et al., 1994; Iyengar et al., 1996). Umumnya waktu awal ekspresi gen terjadi pada fase mid blastula transition dimana terjadi proses transkripsi yang mengakibatkan akumulasi protein pada sitoplasma telur sehingga gen dapat terekspresi (Iyengar et al., 1996). Lebih lanjut dijelaskan bahwa waktu ekspresi berhubungan erat dengan keberadaan DNA yang diinjeksikan. Peningkatan ekspresi gen yang terjadi merupakan akumulasi dari replikasi DNA yang diinjeksikan pada fase pembelahan awal, dan dari enzim produk transkripsi pada fase mid blastula transition. Setelah itu, terjadi penurunan ekspresi gen yang diakibatkan oleh degradasi DNA. Hal ini juga diungkapkan oleh Winkler et al. (1991) bahwa peningkatan ekspresi gen yang terjadi dikarenakan adanya replikasi DNA yang diinjeksikan di dalam embrio. Hal ini bergantung pada jumlah plasmid DNA yang diinjeksikan dan umumnya terjadi pada fase gastrula. Pada perkembangan embrio selanjutnya diduga sejumlah DNA asing mengalami degradasi sehingga terjadi penurunan jumlah DNA yang diinjeksikan dan mengakibatkan penurunan tingkat ekspresi gen. Ekspresi sementara ini dapat ditemukan di seluruh jaringan (ubiquitous) atau hanya di jaringan tertentu dan umumnya masih bersifat mozaik pada ikan transgenik keturunan nol (F0, founder) (Volckaert et al., 1994; Iyengar et al., 1996; Dunham, 2004). Hal ini diduga karena adanya replikasi DNA asing yang tidak tersebar merata di dalam sel embrio (Iyengar et al., 1996). Selain itu, diduga terjadi replikasi yang berlebihan pada jaringan tertentu seperti sel otot sehingga ditemukan tingkat ekspresi tertinggi pada jaringan tersebut (William et al., 1996 dalam Iyengar et al., 1996). 2.5 Mikroinjeksi Mikroinjeksi merupakan teknik transfer gen yang umum digunakan pada transgenesis (Takagi et al., 1994; Volckaert et al., 1994; Hamada et al., 1998; Alimuddin et al., 2003; Kato et al., 2007). Konstruksi DNA diintroduksikan ke dalam sel embrio ikan dengan menggunakan jarum injeksi berukuran sangat kecil. 20

21 Introduksi dilakukan di bawah mikroskop dengan bantuan mikromanipulator yang mengatur posisi jarum suntik. Untuk memastikan material genetik masuk ke pronuklei, konsentrasi DNA yang tinggi ( copy) biasanya diinjeksikan ke telur yang telah dibuahi. Meskipun injeksi dengan jumlah copy DNA yang tinggi meningkatkan integrasi transgen (DNA yang ditranfer), tetapi hal itu meningkatkan resiko kematian pada embrio. Integrasi transgen pada DNA inang umumnya tidak terjadi pada fase satu sel, sehingga tidak semua sel ikan membawa transgen (mozaik) (Zbikwoska, 2003). Beberapa keuntungan dengan menggunakan telur ikan sebagai inang yaitu jumlah telur ikan yang relatif banyak sehingga memudahkan dalam penyediaan inang, dan fertilisasi terjadi secara eksternal sehingga memudahkan introduksi gen asing pengkode protein target. Selain itu, embrio ikan dapat dipelihara dalam air tanpa suplemen, karena untuk perkembangan embrio cukup mengandalkan nutrien dari kuning telur (Dunham, 2004). 21

22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini terdiri dari tahap persiapan yaitu perbanyakan konstruksi DNA di Laboratorium Pengembangan dan Genetika Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, dan tahap utama di Laboratorium Pengembangbiakan Ikan Mas dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Waktu pelaksanaan penelitian adalah bulan Agustus-September Prosedur Kerja Perbanyakan Konstruksi DNA Bakteri Eschericia coli yang mengandung konstruksi plasmid DNA keratin-gfp dan heat shock-gfp (Lampiran 2) diperbanyak dengan metode kultur cair (Lampiran 3). Bakteri dipanen dan dikultur dalam media cair yang mengandung Triptone 1,6%, yeast extract 1%, NaCl 0,5%, dan antibiotik kanamisin, diinkubasi menggunakan shaker dengan kecepatan 250 rpm pada suhu 37 o C, selama jam. Kemudian, bakteri hasil kultur dimasukkan ke dalam microtube 1,5 ml, disentrifus pada kecepatan rpm selama 30 detik. Supernatan dibuang, pelet plasmid DNA yang terbentuk diisolasi dengan kit EZ 10 Spin Column Plasmid DNA (Lampiran 3). Konsentrasi larutan DNA awal dihitung dengan menggunakan GeneQuant, kemudian dibuat konsentrasi larutan DNA untuk mikroinjeksi sebesar 50 ng/µl (Kobayashi et al., 2007) Pemeliharaan Induk, Pemijahan, dan Pengambilan Telur Induk jantan dan betina ikan koi dipelihara di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi pada bak semen. Pakan untuk induk adalah pelet yang diberikan 2 kali sehari secara satiasi. Sistem pemijahan dilakukan dengan sistem semi alami (Lampiran 4). Ovaprim dengan dosis 0,5 ml/kg induk disuntikkan ke induk jantan dan betina yang telah matang gonad. Pengurutan (stripping) dilakukan 12 jam setelah penyuntikan pada induk betina dan jantan untuk mendapatkan telur dan sperma. Sperma yang telah diperoleh 22

23 disimpan pada larutan fisiologis. Kemudian, telur dan sperma dicampur dan diaduk perlahan menggunakan bulu ayam. Telur dan sperma tersebut diberi air bersih sehingga pembuahan dapat terjadi (Woynarovich dan Horvath, 1980) Penghilangan Daya Rekat Telur Telur ikan koi yang telah dibuahi bersifat adesif, yaitu melekat pada substrat. Penghilangan daya rekat telur diperlukan untuk memudahkan proses mikroinjeksi. Untuk menghilangkan daya rekat telur, setelah pembuahan, telur direndam dengan larutan Tannin (0,5 gram Tannin/liter akuades) (Woynarovich dan Horvath, 1980) yang masih baru selama 3-5 detik kemudian segera dibilas dengan air bersih sebanyak 2 kali. Lalu, telur diambil dan diletakkan pada cekungan agarosa (Gambar 2) untuk selanjutnya dilakukan penginjeksian. Gel agarosa Cekungan (Tempat telur) Gambar 2. Cekungan Agarosa Pelaksanaan Mikroinjeksi Larutan DNA sebanyak 4 µl dipipet menggunakan tip loading kemudian dimasukkan ke bagian ujung dalam jarum mikroinjeksi. Minyak mineral ditambahkan ke dalam jarum mikroinjeksi menggunakan jarum minyak mineral yang telah dipasang pada needle holder. Jarum minyak mineral dilepas dan jarum mikroinjeksi yang telah berisi larutan DNA dan minyak mineral disambungkan ke needle holder pada seperangkat alat mikroinjektor (Gambar 3). Embrio ikan koi diletakkan dan diatur sedemikian rupa di dalam cekungan agarosa. Larutan DNA diinjeksikan ke blastodisk embrio ikan koi pada saat fase 23

24 pembelahan 1 (Gambar 4) sampai 2 sel secara perlahan dengan bantuan mikromanipulator (Gambar 3c) untuk menggerakkan jarum mikroinjeksi. Mikroinjeksi dilakukan di bawah mikroskop (Gambar 3a). Keterangan : A. Mikroskop B. Needle holder C. Mikromanipulator D. Injektor dan magnetic stand Gambar 3. Seperangkat Alat Mikroinjektor Perlakuan injeksi pada penelitian ini terdiri dari injeksi gen keratin-gfp dan gen heat shock -GFP dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Jumlah embrio ikan koi yang diinjeksi sebanyak 30 butir tiap perlakuan dan ulangan. Embrio Ikan Koi Blastodisk embrio Jarum injeksi Gambar 4. Injeksi pada Blastodisk Embrio Ikan Koi Fase Satu Sel. 24

25 3.2.5 Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva Telur-telur yang telah dibuahi dan diinjeksi dipindahkan ke dalam akuarium inkubasi yang telah diberi methylen blue dengan kepadatan 30 butir embrio tiap wadah dan suhu air berkisar 28 o C. Embrio yang mati dan mengalami perubahan bentuk dibuang selama masa pengamatan Pengamatan Ekspresi Gen Green Fluorescent Protein Pengamatan ekspresi gen Green Fluorescent Protein (GFP) dilakukan dengan menggunakan mikroskop fluoresen (Olympus SZX 16) yang dilengkapi filter GFP (Olympus SZX2-GFPHQ) (Gambar 5a) dan burner (Olympus) (Gambar 5b) pada perbesaran 1,25 kali. Pengamatan dilakukan tiap 2-6 jam setelah fertilisasi dan dimulai pada jam ke-1 setelah injeksi. Embrio dan larva difoto dengan menggunakan kamera digital High Speed Compact Color 2 megapiksel (DP20) (Gambar 5e) kemudian ditransfer ke notebook Toshiba (Gambar 5d) yang memiliki software Olympus DH2-BW melalui remote controller (Olympus DP-20) (Gambar 5c). Keterangan: A. Mikroskop B. Burner C. Remote controller D. Notebook E. Kamera digital Gambar 5. Seperangkat Alat Pengamatan Ekspresi Gen Green Fluorescent Protein 25

26 3.3 Pengamatan Derajat Kelangsungan Hidup Embrio (DKH-e) Derajat kelangsungan hidup embrio adalah persentase jumlah embrio yang hidup dibandingkan jumlah embrio awal. Perhitungan dilakukan 20 jam setelah fertilisasi, dimana embrio belum menetas dengan rumus perhitungan sebagai berikut: Derajat Penetasan (DP) Derajat penetasan adalah persentase jumlah embrio yang menetas dibandingkan jumlah embrio awal. Perhitungan dilakukan ketika larva telah menetas secara keseluruhan dengan rumus perhitungan sebagai berikut : Persentase Embrio Mengekspresikan Gen GFP (PEMG) Persentase embrio mengekspresikan gen GFP diperoleh dari perbandingan jumlah embrio yang mengekspresikan gen GFP dengan jumlah total embrio yang diinjeksi. Perhitungan dilakukan pada jam ke-12 dengan rumus perhitungan sebagai berikut : Persentase Larva Mengekspresikan Gen GFP (PLMG) Persentase larva mengekspresikan gen GFP diperoleh dari perbandingan jumlah larva yang mengekspresikan gen GFP dibandingkan dengan jumlah total embrio diinjeksi yang menetas. Perhitungan dilakukan dengan rumus sebagai berikut : 26

27 3.3.5 Tingkat dan Pola Ekspresi Gen Green Fluorescent Protein Tingkat ekspresi gen Green Fluorescent Protein (GFP) dikelompokkan secara kualitatif berdasarkan intensitas pendarannya menjadi 3 kelompok yaitu ekspresi pendar hijau kurang terang, ekspresi pendar hijau terang, dan ekspresi pendar hijau sangat terang. Ekspresi pendar hijau kurang terang yaitu pendaran berwarna hijau yang terlihat sedikit terang, ekspresi pendar hijau terang yaitu pendaran berwarna hijau yang sedikit lebih terang dibandingkan ekspresi pendar hijau kurang terang, dan ekspresi pendar hijau sangat terang yaitu pendaran berwarna hijau yang lebih terang dibandingkan lainnya. Pengamatan tingkat ekspresi gen GFP dilakukan pada fase embrio pada jam ke-12 setelah fertilisasi. Pengamatan pola ekspresi dilakukan pada jam ke-1 setelah fertilisasi setiap 2-6 jam hingga larva menetas. 3.4 Analisis Data Data yang telah diperoleh, dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik, serta gambar. 27

28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Derajat Kelangsungan Hidup Embrio (DKH-e), Derajat Penetasan (DP), Persentase Embrio Mengekspresikan Gen GFP (PEMG), dan Persentase Larva Mengekspresikan Gen GFP (PLMG) Derajat kelangsungan hidup embrio dan derajat penetasan pada perlakuan injeksi memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan kontrol/tidak diberikan perlakuan injeksi (Tabel 1). Derajat kelangsungan hidup embrio yang diinjeksi mempunyai nilai yang relatif sama baik pada gen keratin-gfp (56,67±5,8%) maupun heat shock-gfp (55,56±9,6%). Hal serupa juga terjadi pada derajat penetasan pada gen keratin-gfp dan heat shock-gfp yang memiliki nilai relatif sama, yaitu (36,67±8,8%) dan (36,67±6,7%). Data keseluruhan derajat kelangsungan hidup embrio dan derajat penetasan disajikan pada Lampiran 5. Tabel 1. Derajat Kelangsungan Hidup Embrio, dan Derajat Penetasan Telur Ikan Koi Cyprinus carpio. Embrio yang Diinjeksi Gen DKH-e* DP* (butir) r=3 keratin-gfp 30 56,67±5,8 36,67±8,8 heat shock-gfp 30 55,56±9,6 36,67±6,7 Kontrol 30 66,67±0,0 43,33±6,9 * r = Ulangan DKH-e = Derajat kelangsungan hidup embrio (%, rataan ± standar deviasi) DP = Derajat Penetasan (%, rataan ± standar deviasi) Berdasarkan Tabel 2, persentase embrio yang mengekspresikan gen heat shock-gfp (33,33±12,0%) lebih tinggi dibandingkan dengan gen keratin-gfp (15,56±8,4%). Sementara itu, larva yang mengekspresikan gen GFP terlihat hanya pada embrio yang diinjeksi gen heat shock-gfp (18,18±13,7%). Data keseluruhan persentase embrio dan larva yang mengekspresikan gen GFP disajikan pada Lampiran 6. 28

29 Tabel 2. Persentase Embrio dan Larva yang Mengekspresikan Gen Keratin-GFP dan Heat Shock-GFP pada Ikan Koi Cyprinus carpio. Embrio yang Diinjeksi Gen PEMG* PLMG* (butir) r=3 keratin-gfp 30 15,56±8,4 - heat shock-gfp 30 33,33±12,0 18,18±13,7 * r = Ulangan PEMG = Persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP (%, rataan ± standar deviasi) PLMG = Persentase larva yang mengekspresikan gen GFP (%, rataan ± standar deviasi) Tingkat dan Pola Ekspresi Gen Green Fluorescent Protein Tingkat ekspresi yang dihasilkan dari perlakuan dibagi menjadi tiga kelompok dan disajikan pada Gambar 6. Perbandingan tingkat ekspresi antar konstruksi DNA diamati pada jam ke-12 dan disajikan pada Tabel 3. Keterangan : A. Pendar hijau kurang terang. B. Pendar hijau terang. C. Pendar C. Pendar hijau sangat terang. Gambar 6. Kelompok Tingkat Ekspresi Gen Green Fluorescent Protein pada Embrio Ikan Koi Cyprinus carpio. Tabel 3. Tingkat Ekspresi Gen Keratin-GFP dan Heat Shock-GFP pada Embrio Ikan Koi Cyprinus carpio. Tingkat Ekspresi Gen* Jumlah embrio yang Gen terekspresi* keratin-gfp 2,00±1,0 1,67±1,5 1,00±1,0 4,67±2,5 heat shock-gfp 4,67±1,5 3,00±1,0 2,33±1,5 10,00±3,6 Keterangan : 1. Pendar hijau kurang terang. 2. Pendar hijau terang. 3. Pendar hijau sangat terang *(jumlah telur ± standar deviasi) Promoter heat shock mampu mengendalikan ekspresi gen GFP lebih baik dibandingkan promoter keratin berdasarkan Tabel 3. Hal ini dapat dilihat dari 29

30 Jumlah Embrio/Larva Terekspresi rata-rata jumlah embrio yang mengekspresikan gen GFP dari masing-masing kelompok tingkat ekspresi gen. Heat shock-gfp memiliki pendar hijau kurang terang sebanyak 4,67±1,5 butir lebih tinggi dari keratin-gfp (2,00±1,0 butir). Pendar hijau terang yang dihasilkan heat shock-gfp sebanyak 3,00±1,0 butir lebih tinggi dari keratin-gfp (1,67±1,5 butir). Pendar hijau sangat terang yang dihasilkan heat shock-gfp sebanyak 2,33±1,5 butir lebih tinggi dari keratin-gfp (1,00±1,0 butir). Data keseluruhan tingkat ekspresi gen keratin-gfp dan heat shock-gfp disajikan pada Lampiran Keratin HSC Jam ke- Gambar 7. Pola Ekspresi Gen Keratin-GFP dan Heat Shock-GFP pada Embrio Ikan Koi Cyprinus carpio. Pola ekspresi gen keratin-gfp dan heat shock-gfp pada embrio ikan koi (Gambar 7, 8 dan 9) dapat diketahui bahwa ekspresi gen keratin-gfp mulai terlihat pada fase blastula (jam ke-4 setelah fertilisasi), hal serupa juga terjadi pada heat shock-gfp yang mulai terlihat pada fase blastula (jam ke-6 setelah fertilisasi). Ekspresi gen keratin-gfp terkuat dilihat dari banyaknya jumlah embrio yang mengekspresikan gen GFP yaitu pada fase gastrula (jam ke-12 setelah fertilisasi), sedangkan pada heat shock-gfp terkuat terlihat pada fase perkembangan organogenesis (jam ke-24 setelah fertilisasi). Ekspresi gen keratin- GFP terlihat mulai melemah pada fase perkembangan organogenesis (jam ke-36 setelah fertilisasi) dan sudah tidak tampak lagi pada fase larva. Sedangkan ekspresi gen heat shock-gfp masih tetap ada hingga larva berumur 1 hari. 30

31 Gambar 8. Ekspresi Gen Heat Shock-GFP pada Embrio Ikan Koi 6 Jam setelah Fertilisasi (A), 12 Jam setelah Fertilisasi (B), 24 Jam setelah Fertilisasi (C), pada Larva 30 Jam setelah Menetas di Sebagian Jaringan Tubuh (D) dan Hampir di Seluruh Tubuh (E). Gambar 9. Ekspresi Gen Keratin-GFP pada Embrio Ikan Koi 4 Jam setelah Fertilisasi (A), 12 Jam setelah Fertilisasi (B), 24 Jam setelah Fertilisasi (C). 31

32 4.2 Pembahasan Telur ikan koi yang digunakan saat penelitian memiliki kualitas yang cukup bagus, dilihat dari nilai rata-rata derajat kelangsungan hidup dan derajat penetasan antara kontrol dengan perlakuan yang tidak berbeda jauh. Namun, nilai derajat kelangsungan hidup dan derajat penetasan dari perlakuan masih lebih rendah jika dibandingkan kontrol (tanpa perlakuan injeksi). Hal ini mungkin disebabkan karena kerusakan yang terjadi pada sel embrio setelah diinjeksi sehingga perkembangan embrio menjadi tidak normal dan kemudian mengalami kematian. Selain itu, juga diduga akibat tingginya volume larutan DNA yang diinjeksikan. Transfer gen dengan metode mikroinjeksi umumnya membutuhkan larutan DNA yang diinjeksikan dalam jumlah copy yang tinggi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan integrasi transgen ke dalam genom inang (Zbikwoska, 2003). Namun demikian, semakin tinggi jumlah copy DNA yang diinjeksikan juga akan meningkatkan mutagenesis atau meningkatkan jumlah partikel asing yang masuk dalam embrio, sehingga dapat mengganggu stabilitas embrio dan menyebabkan kematian (Hackett, 1993). Persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP pada heat shock-gfp lebih tinggi dibandingkan pada keratin-gfp, dan hanya pada heat shock-gfp yang mengekspresikan hingga fase larva. Ekspresi sementara (transient expression) yang dihasilkan menunjukkan bahwa promoter keratin dan heat shock dapat aktif mengendalikan ekspresi gen GFP dan menunjukkan pola ekspresi sementara (transient expression) gen GFP yang berbeda pada ikan koi, sehingga dapat digunakan dalam pembuatan ikan transgenik. Perbedaan persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP juga terjadi pada penelitian Kato et al. (2007), bahwa konstruksi DNA (β-actin ikan kakap merah red sea bream + GFP + polya β-actin ikan kakap merah red sea bream) yang terminatornya merupakan bagian dari gen β-actin itu sendiri, menghasilkan persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP lebih tinggi dibandingkan konstruksi DNA yang terminatornya berupa polya SV40 (polyadenylation simian virus 40). Pada pengamatan hari ketiga setelah injeksi, persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP pada konstruksi DNA β-actin ikan kakap merah red sea bream + GFP + polya β-actin ikan kakap merah red sea bream yaitu sebesar 17,1±9,8%, 32

33 sedangkan pada konstruksi DNA GFP+ polya SV 40 sebesar 0,00±0,0%. Kato et al. (2007) menduga bahwa perbedaan persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP disebabkan oleh adanya perbedaan pengaturan transkripsi dari masingmasing konstruksi. Perbedaan pengaturan transkripsi ini diduga juga terjadi pada konstruksi DNA keratin-gfp dan heat shock-gfp dilihat dari perbedaan persentase embrio dan larva yang mengekspresikan gen GFP. Keratin-GFP memiliki terminator berupa SV40 sedangkan heat shock-gfp memiliki terminator berupa 3 UTR heat shock yang merupakan bagian dari gen heat shock itu sendiri. Pola ekspresi sementara yang dihasilkan gen keratin-gfp mulai terlihat pada jam ke-4 kemudian mencapai puncak pada jam ke-12 lalu menurun pada jam ke-36 hingga tidak terlihat lagi pada fase larva. Sedangkan, ekspresi sementara pada gen GFP di heat shock-gfp mulai terlihat pada jam ke-6, meningkat pada jam ke-24, dan masih ada hingga larva berumur 1 hari. Pola ekspresi sementara seperti ini umumnya terjadi pada banyak pengujian aktivitas promoter antara lain pada ikan medaka (Winkler et al., 1991; Takagi et al., 1994), ikan lele Afrika (Volckaert et al., 1994), ikan zebra (Higashijima et al., 1997), ikan kakap merah (Kato et al., 2007), ikan lele (Ath-thar, 2007), dan ikan mas (Purwanti, 2007) dengan menggunakan promoter yang berbeda pula. Pola ekspresi gen yang terbentuk umumnya hampir sama walaupun ada perbedaan waktu ekspresi gen antara satu promoter dengan promoter lainnya pada spesies ikan yang berbeda, yaitu pada awalnya rendah, meningkat, kemudian menurun hingga tidak terlihat lagi. Perbedaan waktu yang terjadi diduga karena tiap embrio memiliki kemampuan berkembang yang berbeda dimana dipengaruhi oleh laju transkripsi sel dalam embrio dan suhu inkubasi telur. Volckaert et al. (1994) menjelaskan bahwa pola waktu ekspresi gen asing bergantung pada pola perkembangan embrio. Woynarovich dan Horvath (1980) juga menambahkan bahwa laju perkembangan embrio bergantung pada suhu inkubasi. Hal ini dikarenakan di dalam embrio terdapat sejumlah enzim yang berperan terhadap perkembangannya. Ekspresi gen keratin-gfp dan heat shock-gfp mulai terlihat pada fase blastula yaitu pada fase terbentuknya rongga yang membedakan antara kuning telur dengan sel (Woynarovich dan Horvath, 1980). Umumnya waktu awal ekspresi gen terjadi pada fase mid blastula transition (MBT) dimana terjadi proses 33

34 transkripsi yang mengakibatkan akumulasi protein pada sitoplasma telur sehingga gen dapat terekspresi (Iyengar et al., 1996). Lebih lanjut dijelaskan bahwa waktu ekspresi berhubungan erat dengan keberadaan DNA yang diinjeksikan. Puncak ekspresi atau ekspresi terkuat yang dihasilkan dari kedua perlakuan diduga disebabkan terjadinya replikasi DNA yang diinjeksikan di dalam embrio pada fase perkembangan awal (Winkler et al., 1991). Sedangkan, perbedaan waktu puncak ekspresi antara gen keratin-gfp dan heat shock-gfp yang terjadi diduga dikarenakan terdapat perbedaan jumlah plasmid DNA yang diinjeksikan. Perbedaan jumlah plasmid DNA ini terjadi diduga karena adanya perbedaan ukuran bukaan jarum yang digunakan selama proses penginjeksian. Pada penelitian ini, tidak dilakukan kuantifikasi jumlah plasmid DNA yang diinjeksikan sehingga tidak diketahui secara pasti jumlah plasmid DNA yang masuk ke dalam blastodisk embrio ikan koi. Selain itu, gen heat shock-gfp yang dikendalikan oleh promoter heat shock memiliki kemampuan mengekspresikan suatu gen bergantung pada tekanan suhu (Wu et al., 2008) dan diduga ekspresi terkuat gen heat shock-gfp akan lebih cepat terlihat jika diikuti dengan peningkatan suhu inkubasi. Peningkatan ekspresi gen yang terjadi ditambahkan oleh Iyengar et al. (1996) merupakan akumulasi dari enzim produk transkripsi pada fase mid blastula transition. Ekspresi gen keratin-gfp terlihat mulai melemah pada fase perkembangan organogenesis (jam ke-36 setelah fertilisasi) dan sudah tidak tampak lagi pada fase larva. Sedangkan ekspresi gen heat shock- GFP masih tetap ada hingga larva berumur 1 hari walaupun intensitas pendarannya juga mengalami penurunan. Hal ini diduga dikarenakan sejumlah DNA yang diinjeksikan telah mengalami degradasi sehingga terjadi penurunan jumlah DNA dan mengakibatkan penurunan tingkat ekspresi gen. Promoter heat shock mampu mengendalikan ekspresi gen GFP lebih baik dibandingkan promoter keratin. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata jumlah embrio yang mengekspresikan gen GFP pada masing-masing kelompok tingkat ekspresi gen. Perbedaan tingkat ekspresi gen GFP yang terjadi diduga karena elemen cisregulator heat shock dapat berikatan lebih baik atau lebih sesuai dengan elemen trans-regulator ikan koi. Perbedaan tingkat ekspresi dijelaskan oleh Dunham (2004) yaitu disebabkan karena promoter yang diintroduksikan bukan berasal dari 34

35 ikan yang homolog. Promoter yang bukan berasal dari ikan yang homolog memiliki interaksi antara elemen cis-regulator pada promoter dan elemen transregulator inang yang berbeda. Hackett (1993) juga menambahkan bahwa elemen cis-regulator akan berikatan dengan trans-regulator protein lainnya yang kemudian akan mengakibatkan peningkatan atau penurunan tingkat transkripsi. Fletcher dan Davies (1991) dalam Ath-thar (2007) menjelaskan bahwa tingkat ekspresi yang tinggi dipengaruhi oleh kesesuaian antara elemen cis-regulator dan trans-regulator. 35

36 V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Promoter heat shock ikan rainbow trout dapat mengendalikan ekspresi gen Green Fluorescent Protein lebih baik dibandingkan dengan promoter keratin ikan flounder Jepang pada ikan koi. 5.2 Saran Promoter heat shock ikan rainbow trout dianjurkan untuk digunakan pada pembuatan ikan koi transgenik tahan terhadap penyakit. 36

37 DAFTAR PUSTAKA Ath-thar MHF Efektivitas promoter β-actin ikan medaka Oryzias latipes dengan penanda gen hrgfp (Humanized Renilla reniformis Green Fluorescent Protein) pada ikan lele Clarias sp. Keturunan F0. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Alimuddin, Yoshizaki G, Carman O, dan Sumantadinata K Aplikasi transfer gen dalam akuakultur. Jurnal Akuakultur Indonesia. 2(1) : Dunham RA, Warr G, Nichols AJ, Duncan PL, Argue B, Middleton D, and Liu Z Enhanced bacterial disease resistance of transgenic channel catfish, Ictalurus punctatus, possessing cecropin genes. Marine Biotechnology 4 : Dunham RA Aquaculture and Fisheries Biotechnology: Genetic Approaches. Cambridge: CABI Publishing. Fang F Expression of heat shock genes HSP 16.6 and HTPG in the cyanobacterium Synechocystis sp. PCC Disertasion. Miami University. Felts K, Rogers B, Chen K, Ji H, Sorge J, and Vaillancourt P Recombinant Renilla reniformis GFP displays low toxicity. Stratagene 13: Glick BR and Pasternak JJ Molecular Biotechnology: Principles and Application of Recombinant DNA. 3rd ed. Washington DC: ASM Press. Gong Z, Ju B, Wang X, He J, Wan H, Sudha PM, and Yan T Green fluorescent protein expression in germ-line transmitted transgenic zebrafish under a stratified epithelial promoter from keratin8. Developmental Dynamics 223: Gong Z, Wan H, Ju B, He J, Wang X, and Yan T Generation of living color transgenic fish. In : Shimizu N, Aoki T, Hirono I, Takashima F. (eds) Aquatic Genomics: Steps Toward a Great Future. (pp ). Springer- Verlag. New York. 37

38 Hackett PB The molecular biology of transgenic fish. In: Hochachka and Mommesen (Eds.). Biochemistry and Molecular Biology of Fishes 2: Hamada K, Tamaki K, Sasado T, Watai Y, Kani S, Wakamatsu Y, Ozato K, Kinoshita M, Kohno R, Takagi S, and Kimura M Usefulness of the medaka β-actin promoter investigated using a mutant GFP reporter gene in transgenic medaka Oryzias latipes. Molecular Marine Biology and Biotechnology 7: Higashijima S, Okamoto H, Ueno N, Hotta Y, and Eguchi G Highfrequency generation of transgenic zebrafish which reliably express GFP in whole muscle or the whole body by using promoters of zebrafish origin. Development Biology 192: Iyengar A, Muller F, and Maclean N Regulation and expression of transgenes in fish-a review. Transgenic Research 5 : Kato K, Takagi M, Tamaru Y, Akiyama S, Konishi T, Murata O, and Kumai H Construction of an expression vector containing a β-actin promoter region for gene transfer by microinjection in red sea bream Pagrus major. Fisheries Science 73 : Kobayashi SI, Alimuddin, Morita T, Miwa M, Lu J, Endo M, Takeuchi T, and Yoshizaki G Transgenic Nile tilapia (Oreochromis niloticus) overexpressing growth hormone show reduced ammonia excretion. Aquaculture 270 : Nam YK, Noh JK, Cho YS, Cho HJ, Cho KN, Kim CG, and Kim DS Dramatically accelerated growth and extraordinary gigantism of transgenic mud loach Misgurnus mizolepi. Transgenic Research 10: Purwanti LI Uji aktivitas promoter β-actin ikan medaka (Oryzias latipes) dengan penanda gen hrgfp (Humanized Renilla reniformis Green Fluorescent Protein). Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor Sarmaşik A Application of gene transfer technology for genetic improvement of fish-a review. Turkey Journal Zoology 27 :

39 Takagi S, Sasado G, Tamiya G, Ozato K, Wakamatsu Y, Takeshita A, and Kimura M An efficient expression vector for transgenic medaka construction. Molecular Marine Biology and Biotechnology 3: Toyohara H, Hosoi M, Hayashi I, Kubota S, Hashimoto H, and Yokoyama Y Expression of HSP70 in response to heat-shock and its cdna cloning from Mediterranean blue mussel. Fisheries Science 71: Volckaert FA, Hellemans BA, Galbusera P, and Ollevier F Replication, expression and fate of foreign DNA during embryonic and larval development of the African catfish Clarias gariepinus. Molecular Marine Biology and Biotechnology 3: Winkler C, Vielkind JR, and Schartl M Transient expression of foreign DNA during embryonic and larval development of the medaka fish Oryzias latipes. Mol. Gen. Genet 226 : Woynarovich E and Horvath L The Artificial Propagation of Warm Water Finfishes A Manual for Extension. FAO Fisheries Technical Paper 201: 183p. Wu YL, Pan X, Mudumana SP, Wang H, Kee PW, and Gong Z Developmental of a heat shock inducible gfp transgenic zebrafish line by using the zebrafish hsp27 promoter. Gene 408: Yazawa R, Hirono I, and Aoki T Characterization of promoter activities of four different Japanese flounder promoters in transgenic zebrafish. Marine Biotechnology 7: Zbikowska, HM Fish can be First Advances in Fish Transgenesis for Commercial Applications. Transgenic Research 12:

40 LAMPIRAN Lampiran 1. Perkembangan Embriogenesis Telur Ikan Mas Cyprinus carpio (Woynarovich dan Horvath, 1980). Telur setelah dibuahi Pembelahan 2 sel Stadia 4 sel Morula (awal) Morula (akhir) Blastula Gastrula Penutupan blastopor Bersambung 40

41 Lampiran 1. Perkembangan Embriogenesis Telur Ikan Mas Cyprinus carpio (Woynarovich dan Horvath, 1980) (sambungan). 41

42 Lampiran 2. Konstruksi Plasmid DNA Keratin-GFP (Yazawa et al., 2005) (A) dan Heat Shock-GFP (Yamamoto dan Yoshizaki, tidak dipublikasikan) (B). Keterangan : GFP = Green Fluorescent Protein SV40 = Simian virus 40 3 UTR = Untranslanted region pada terminal 3 dari sekuens gen heat shock 42

43 Lampiran 3. Metode Kultur Cair Perbanyakan Bakteri dan Isolasi Plasmid DNA Keratin-GFP dan Heat Shock-GFP. Endapan dibuang, sentrifuse rpm, 1 menit Keterangan : = metode kultur cair = metode isolasi plasmid 43

EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG

EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG Paralichthys olivaceus DAN PROMOTER HEATSHOCK IKAN RAINBOW TROUT Oncorhynchus mykiss PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus ARIEF EKO PRASETIYO SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

II. AKTIVITAS PROMOTER ß-AKTIN IKAN MEDAKA PADA IKAN LELE (Clarias sp) ABSTRAK

II. AKTIVITAS PROMOTER ß-AKTIN IKAN MEDAKA PADA IKAN LELE (Clarias sp) ABSTRAK 8 II. AKTIVITAS PROMOTER ß-AKTIN IKAN MEDAKA PADA IKAN LELE (Clarias sp) ABSTRAK Promoter berperan penting dalam transgenesis sebagai pengatur ekspresi gen yang diintroduksi. Penelitian ini dilakukan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup Embrio dan Derajat Penetasan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap derajat kelangsungan hidup

HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup Embrio dan Derajat Penetasan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap derajat kelangsungan hidup HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Kelangsungan Hidup Embrio dan Derajat Penetasan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap derajat kelangsungan hidup (DKH-e) dan derajat penetasan (DP) tiap promoter (perlakuan)

Lebih terperinci

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. GENERASI F0 BAMBANG KUSMAYADI GUNAWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Promoter -Aktin Ikan Mas Promoter -Aktin dari ikan mas diisolasi dengan menggunakan metode PCR dengan primer yang dibuat berdasarkan data yang ada di Bank Gen. Panjang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2007 hingga Juli 2009, bertempat di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik Departemen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Transfer Gen Strategi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki mutu genetik ikan nila

TINJAUAN PUSTAKA. Transfer Gen Strategi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki mutu genetik ikan nila TINJAUAN PUSTAKA Transfer Gen Strategi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki mutu genetik ikan nila antara lain, (1) introduksi jenis unggul dari luar untuk memperbaiki keragaan ikan nila lokal dan menggunakan

Lebih terperinci

Efektivitas promoter -aktin dalam mengarahkan ekspresi gen target pada transgenesis ikan mas

Efektivitas promoter -aktin dalam mengarahkan ekspresi gen target pada transgenesis ikan mas 16 A. Hidayani Jurnal et al. Akuakultur / Jurnal Akuakultur Indonesia 10 Indonesia (1), 16 23 10 (1), (2011) 16 23 (2011) Efektivitas promoter -aktin dalam mengarahkan ekspresi gen target pada transgenesis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transgenik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transgenik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transgenik Salah satu pendekatan untuk perbaikan genetik organisme akuatik yang muncul sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri baru-baru ini adalah transgenesis, yaitu proses transfer

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI

EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

adalah bagian dari DNA dimana RNA polymerase menempel. Fungsi dari promoter ini adalah untuk mengarahkan RNA polymerase sehingga transkripsi terjadi.

adalah bagian dari DNA dimana RNA polymerase menempel. Fungsi dari promoter ini adalah untuk mengarahkan RNA polymerase sehingga transkripsi terjadi. 66 VI. PEMBAHASAN UMUM Teknik rekayasa genetika merupakan salah satu alternatif yang menjanjikan dalam mengatasi masalah rendahnya produksi, karena dengan teknik ini kita dapat mengintroduksi gen unggul

Lebih terperinci

Aktivitas Promoter â-aktin Ikan Medaka Jepang (Oryzias latipes) pada Ikan Mas (Cyprinus carpio)

Aktivitas Promoter â-aktin Ikan Medaka Jepang (Oryzias latipes) pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) Jurnal Natur Indonesia 11(2), April 2009: 70-77 70 ISSN 1410-9379, Jurnal Natur Keputusan Indonesia Akreditasi 11(2): No 70-77 65a/DIKTI/Kep./2008 Alimuddin, et al. Aktivitas Promoter â-aktin Ikan Medaka

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG

EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG Paralichthys olivaceus DAN PROMOTER HEATSHOCK IKAN RAINBOW TROUT Oncorhynchus mykiss PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus ARIEF EKO PRASETIYO SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

ISOLASI DAN EFEKTIVITAS PROMOTER -AKTIN DALAM MENGARAHKAN EKSPRESI GEN TARGET PADA TRANSGENESIS IKAN MAS Cyprinus carpio

ISOLASI DAN EFEKTIVITAS PROMOTER -AKTIN DALAM MENGARAHKAN EKSPRESI GEN TARGET PADA TRANSGENESIS IKAN MAS Cyprinus carpio ISOLASI DAN EFEKTIVITAS PROMOTER -AKTIN DALAM MENGARAHKAN EKSPRESI GEN TARGET PADA TRANSGENESIS IKAN MAS Cyprinus carpio ANDI ALIAH HIDAYANI C151060011 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN, HEAT SHOCK, DAN β-aktin PADA TRANSGENESIS IKAN NILA (Oreochromis niloticus) ADI SUCIPTO

EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN, HEAT SHOCK, DAN β-aktin PADA TRANSGENESIS IKAN NILA (Oreochromis niloticus) ADI SUCIPTO EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN, HEAT SHOCK, DAN β-aktin PADA TRANSGENESIS IKAN NILA (Oreochromis niloticus) ADI SUCIPTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

1. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG 1 1. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Ikan patin siam (Pangasionodon hypophthalmus) merupakan salah satu spesies ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi di Indonesia. Dalam program peningkatan produksi

Lebih terperinci

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

VI. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (tigh) PADA IKAN LELE (Clarias sp) DENGAN METODE ELEKTROPORASI ABSTRAK

VI. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (tigh) PADA IKAN LELE (Clarias sp) DENGAN METODE ELEKTROPORASI ABSTRAK 50 VI. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (tigh) PADA IKAN LELE (Clarias sp) DENGAN METODE ELEKTROPORASI ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keberhasilan introduksi gen penyandi

Lebih terperinci

Kloning promoter -actin ikan mas, Cyprinus carpio Lin dan analisis fungsionalnya menggunakan gen target protein pendaran hijau (GFP)

Kloning promoter -actin ikan mas, Cyprinus carpio Lin dan analisis fungsionalnya menggunakan gen target protein pendaran hijau (GFP) Jurnal Iktiologi Indonesia, 13(2):145-152 Kloning promoter -actin ikan mas, Cyprinus carpio Lin. 1758 dan analisis fungsionalnya menggunakan gen target protein pendaran hijau (GFP) [β-actin promoter cloning

Lebih terperinci

INTRODUKSI DAN EKSPRESI GEN HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA IKAN LELE (Clarias sp) GUSRINA

INTRODUKSI DAN EKSPRESI GEN HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA IKAN LELE (Clarias sp) GUSRINA INTRODUKSI DAN EKSPRESI GEN HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA IKAN LELE (Clarias sp) GUSRINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN UMUM Latar belakang

I. PENDAHULUAN UMUM Latar belakang 1 I. PENDAHULUAN UMUM Latar belakang Produksi akuakultur setiap tahun meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan penduduk di Indonesia. Pada tahun 2005 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 220 juta

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh :

EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh : EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh : FIRMAN HIKMAWAN C14103067 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Budidaya Perairan

Lebih terperinci

RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI

RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sangat pokok dalam menunjang keberlanjutan kegiatan budidaya dan hasil

PENDAHULUAN. sangat pokok dalam menunjang keberlanjutan kegiatan budidaya dan hasil 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ketersediaan induk unggul dalam bidang akuakultur merupakan hal yang sangat pokok dalam menunjang keberlanjutan kegiatan budidaya dan hasil produksi untuk dapat memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN UMUM. Tabel 5. Beberapa konstruksi gen all fish dalam pembuatan ikan transgenik GH.

5. PEMBAHASAN UMUM. Tabel 5. Beberapa konstruksi gen all fish dalam pembuatan ikan transgenik GH. 58 5. PEMBAHASAN UMUM Tujuan umum introduksi gen asing ke dalam genom ikan adalah membuat ikan dengan karakteristik komersial yang lebih baik untuk meningkatkan produksi akuakultur. Sejak pertengahan tahun

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA

EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA Carica papaya L. UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN IKAN LELE DUMBO Clarias sp YANG DIINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila AGUNG SETIAJI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Teknologi manipulasi gen (genetic engineering) telah dikembangkan sebagai pelengkap program perbenihan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dari

Teknologi manipulasi gen (genetic engineering) telah dikembangkan sebagai pelengkap program perbenihan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dari VI. PEMBAHASAN UMUM Produksi udang windu tahan penyakit atau memiliki daya tahan tubuh yang kuat (resisten) terhadap patogen merupakan salah satu strategi yang perlu dilakukan dalam upaya mengendalian

Lebih terperinci

POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. DEWI MAHARANI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

TRANSFEKSI MERUPAKAN METODE TEKNOLOGI TRANSGENIK PENYISIPAN GREEN FLOURESCENT PROTEIN TERHADAP IKAN WILD BETTA

TRANSFEKSI MERUPAKAN METODE TEKNOLOGI TRANSGENIK PENYISIPAN GREEN FLOURESCENT PROTEIN TERHADAP IKAN WILD BETTA Media Akuakultur Vol. 10 No. 1 Tahun 2015: 7-11 TRANSFEKSI MERUPAKAN METODE TEKNOLOGI TRANSGENIK PENYISIPAN GREEN FLOURESCENT PROTEIN TERHADAP IKAN WILD BETTA Eni Kusrini Balai Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK Vibrio SKT-b MELALUI Artemia DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon ASRI SUTANTI SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS PROMOTER MELALUI INJEKSI SECARA INTRAMUSKULAR PADA IKAN MAS Cyprinus PRIHATININGTYAS TUWUH ROZAQIMAH C

UJI AKTIVITAS PROMOTER MELALUI INJEKSI SECARA INTRAMUSKULAR PADA IKAN MAS Cyprinus PRIHATININGTYAS TUWUH ROZAQIMAH C UJI AKTIVITAS PROMOTER MELALUI INJEKSI SECARA INTRAMUSKULAR PADA IKAN MAS Cyprinus carpio PRIHATININGTYAS TUWUH ROZAQIMAH C14052554 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

V. EXPRESSION OF GROWTH HORMONE GENE OF TILAPIA (tigh) IN CATFISH (Clarias sp.) TRANSGENIC FIRST GENERATION ABSTRACT

V. EXPRESSION OF GROWTH HORMONE GENE OF TILAPIA (tigh) IN CATFISH (Clarias sp.) TRANSGENIC FIRST GENERATION ABSTRACT 37 V. EXPRESSION OF GROWTH HORMONE GENE OF TILAPIA (tigh) IN CATFISH (Clarias sp.) TRANSGENIC FIRST GENERATION ABSTRACT The research intends to analyse expression of growth hormone gene of tilapia (tigh)

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Rumput Laut Kappaphycus alvarezii

2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Rumput Laut Kappaphycus alvarezii 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Rumput laut tergolong tanaman tingkat rendah, umumnya di alam tumbuh melekat pada substrat tertentu seperti karang, lumpur, pasir, batu, benda

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC.

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. UKURAN 2 CM Oleh : Giri Maruto Darmawangsa C14103056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

EVALUASI DAN OPTIMALISASI PROGRAM PCR DALAM DETERMINASI KELAMIN IKAN BARBIR EMAS Puntius conchonius SECARA MOLEKULAR RADI IHLAS ALBANI

EVALUASI DAN OPTIMALISASI PROGRAM PCR DALAM DETERMINASI KELAMIN IKAN BARBIR EMAS Puntius conchonius SECARA MOLEKULAR RADI IHLAS ALBANI EVALUASI DAN OPTIMALISASI PROGRAM PCR DALAM DETERMINASI KELAMIN IKAN BARBIR EMAS Puntius conchonius SECARA MOLEKULAR RADI IHLAS ALBANI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp.

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. YENI GUSTI HANDAYANI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai bulan Januari 2013 bertempat di Hatcery Kolam Percobaan Ciparanje

Lebih terperinci

Wisnu Prabowo C SKRIPSI

Wisnu Prabowo C SKRIPSI PENGARUH DOSIS BACITRACINE METHYLE DISALISILAT (BMD) DALAM EGG STIMULANT YANG DICAMPUR DENGAN PAKAN KOMERSIL TERHADAP PRODUKTIVITAS IKAN LELE SANGKURIANG Clarias sp Wisnu Prabowo C14102006 SKRIPSI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME (Osphronemous gouramy Lac.) PADA MEDIA PEMELIHARAAN BERSALINITAS 3 ppt ADHI KURNIAWAN

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTERMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MARKA MOLEKULER DNA DALAM IDENTIFIKASI SEL GONAD IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN PCR

PENGEMBANGAN MARKA MOLEKULER DNA DALAM IDENTIFIKASI SEL GONAD IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN PCR PENGEMBANGAN MARKA MOLEKULER DNA DALAM IDENTIFIKASI SEL GONAD IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN PCR MARLINA ACHMAD SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. AKTIVITAS PROMOTER ANTIVIRUS PADA UDANG WINDU Penaeus monodon MENGGUNAKAN GEN EGFP (ENHANCED GREEN FLUORESCENT PROTEIN) SEBAGAI PENANDA *)

IV. AKTIVITAS PROMOTER ANTIVIRUS PADA UDANG WINDU Penaeus monodon MENGGUNAKAN GEN EGFP (ENHANCED GREEN FLUORESCENT PROTEIN) SEBAGAI PENANDA *) IV. AKTIVITAS PROMOTER ANTIVIRUS PADA UDANG WINDU Penaeus monodon MENGGUNAKAN GEN EGFP (ENHANCED GREEN FLUORESCENT PROTEIN) SEBAGAI PENANDA *) ABSTRAK Untuk mengetahui aktivitas promoter, diperlukan adanya

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Disosiasi Sel Testikular Ikan Gurame Berdasarkan kriteria ukuran sel spermatogonia ikan gurame (5-15 µm) menurut Mauluddin (2009), jumlah dan persentase sel spermatogonia

Lebih terperinci

DETEKSI DAN ANALISIS EKSPRESI TRANSGEN (PhGH) PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) TRANSGENIK F3 FERY JAKSEN SIHOTANG

DETEKSI DAN ANALISIS EKSPRESI TRANSGEN (PhGH) PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) TRANSGENIK F3 FERY JAKSEN SIHOTANG DETEKSI DAN ANALISIS EKSPRESI TRANSGEN (PhGH) PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) TRANSGENIK F3 FERY JAKSEN SIHOTANG 110302045 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN REKAYASA GENETIKA DALAM BUDIDAYA IKAN HIAS DI INDONESIA

PERKEMBANGAN REKAYASA GENETIKA DALAM BUDIDAYA IKAN HIAS DI INDONESIA Perkembangan rekayasa genetika dalam budidaya ikan hias di Indonesia (Eni Kusrini) PERKEMBANGAN REKAYASA GENETIKA DALAM BUDIDAYA IKAN HIAS DI INDONESIA Eni Kusrini Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DYAH KESWARA MULYANING TYAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (tigh) PADA IKAN LELE (Clarias sp.) DENGAN METODE MIKROINJEKSI

TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (tigh) PADA IKAN LELE (Clarias sp.) DENGAN METODE MIKROINJEKSI Trasfer gen penyandi hormon pertumbuhan ikan nila... (Gusrina) TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (tigh) PADA IKAN LELE (Clarias sp.) DENGAN METODE MIKROINJEKSI Gusrina *), Alimuddin **),

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS PADA BERBAGAI KEPADATAN DALAM AKUARIUM DENGAN LANTAI GANDA, SERTA PENERAPAN SISTEM RESIRKULASI DEDY AKBAR SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2008 sampai dengan bulan Juli 2009 di Kolam Percobaan Babakan, Laboratorium Pengembangbiakkan dan Genetika Ikan

Lebih terperinci

PENYISIPAN GEN WARNA PADA IKAN Carassius auratus MENGGUNAKAN METODE ELEKTROFORASI DALAM UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS IKAN HIAS

PENYISIPAN GEN WARNA PADA IKAN Carassius auratus MENGGUNAKAN METODE ELEKTROFORASI DALAM UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS IKAN HIAS PENYISIPAN GEN WARNA PADA IKAN Carassius auratus MENGGUNAKAN METODE ELEKTROFORASI DALAM UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS IKAN HIAS Wartono Hadie *), Eni Kusrini **), Agus Priyadi **), dan Alimuddin ***) *)

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013.

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013. BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat-alat Penelitian

Lebih terperinci

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN Epinephelus fuscoguttatus DI KARAMBA JARING APUNG BALAI SEA FARMING KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA AGNIS MURTI RAHAYU DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PENGARUH CARA PEMBERIAN ENZIM FITASE YANG BERBEDA DALAM PAKAN TERHADAP KECERNAAN PAKAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGARUH CARA PEMBERIAN ENZIM FITASE YANG BERBEDA DALAM PAKAN TERHADAP KECERNAAN PAKAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGARUH CARA PEMBERIAN ENZIM FITASE YANG BERBEDA DALAM PAKAN TERHADAP KECERNAAN PAKAN IKAN NILA Oreochromis niloticus Oleh : Noor Fajar Sidiq C14103061 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM ADITYA PRIMA YUDHA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH BUDIDAYA IKAN LELE, Clarias sp. OLEH IKAN NILA, Oreochromis niloticus MELALUI PENGEMBANGAN BAKTERI HETEROTROF

PEMANFAATAN LIMBAH BUDIDAYA IKAN LELE, Clarias sp. OLEH IKAN NILA, Oreochromis niloticus MELALUI PENGEMBANGAN BAKTERI HETEROTROF PEMANFAATAN LIMBAH BUDIDAYA IKAN LELE, Clarias sp. OLEH IKAN NILA, Oreochromis niloticus MELALUI PENGEMBANGAN BAKTERI HETEROTROF LELYANA MAJAW RACHMIWATI C 14103002 SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

Elektroporasi dan transplantasi sel testikular dengan label green fluorescent protein pada ikan nila

Elektroporasi dan transplantasi sel testikular dengan label green fluorescent protein pada ikan nila Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (2), 187 192 (2013) Elektroporasi dan transplantasi sel testikular dengan label green fluorescent protein pada ikan nila Electroporation and green fluorescent protein-labelled

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BERHORMON 17a-METILTESTOSTERON PADA DOSIS 30, 40, DAN 50 mg/kg PAKAN TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN LUO HAN (Cichlasoma spp.

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BERHORMON 17a-METILTESTOSTERON PADA DOSIS 30, 40, DAN 50 mg/kg PAKAN TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN LUO HAN (Cichlasoma spp. PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BERHORMON 17a-METILTESTOSTERON PADA DOSIS 30, 40, DAN 50 mg/kg PAKAN TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN LUO HAN (Cichlasoma spp.) Oleh : M. Fauzan Adam C01400049 SKRIPSI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA. T. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga, Suroso

TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA. T. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga, Suroso TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA T. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga, Suroso Abstrak Dalam rangka memenuhi kebutuhan induk betina sebagai pasangan dari induk jantan YY, maka diperlukan suatu teknologi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan (1)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari subset penelitian faktorial untuk mendapatkan dosis PMSG dengan penambahan vitamin mix 200 mg/kg pakan yang dapat menginduksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari April 2010 sampai Januari 2011, di Laboratorium Pembenihan Ikan Ciparanje dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were. II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot

Lebih terperinci

(Osphronemus gouramy)

(Osphronemus gouramy) KLONING PROMOTER β-aktin DARI IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) Estu Nugroho *), Alimuddin **), Anang Hari Kristanto *), dan Odang Carman **) *) Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Jl. Raya Sempur

Lebih terperinci

3.KUALITAS TELUR IKAN

3.KUALITAS TELUR IKAN 3.KUALITAS TELUR IKAN Kualitas telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: umur induk, ukuran induk dan genetik. Faktor eksternal meliputi: pakan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Perhitungan Kepadatan Artemia dan Kutu Air serta Jumlah Koloni Bakteri Sebanyak 1,2 x 10 8 sel bakteri hasil kultur yang membawa konstruksi gen keratin-gfp ditambahkan

Lebih terperinci

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

BAB II. BAHAN DAN METODE

BAB II. BAHAN DAN METODE BAB II. BAHAN DAN METODE 2.1 Kultur Bakteri Pembawa Vaksin Bakteri Escherichia coli pembawa vaksin DNA (Nuryati, 2010) dikultur dengan cara menginokulasi satu koloni bakteri media LB tripton dengan penambahan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN YANG DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM BUDIDAYA IKAN MAS Cyprinus carpio L. DI KERAMBA JARING APUNG

PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN YANG DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM BUDIDAYA IKAN MAS Cyprinus carpio L. DI KERAMBA JARING APUNG PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN YANG DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM BUDIDAYA IKAN MAS Cyprinus carpio L. DI KERAMBA JARING APUNG Oleh : Asep Permana C01400003 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN AROMATASE INHIBITOR DAN MADU TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GAPI ( Poecilia reticulata Peters ) Oleh: Budi Utomo C

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN AROMATASE INHIBITOR DAN MADU TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GAPI ( Poecilia reticulata Peters ) Oleh: Budi Utomo C EFEKTIVITAS PENGGUNAAN AROMATASE INHIBITOR DAN MADU TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GAPI ( Poecilia reticulata Peters ) Oleh: Budi Utomo C14101048 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 12 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan November 2012 di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Analisis hormon testosteron

Lebih terperinci

Jatinangor, Juli Eka Hariani Suhardi. vii

Jatinangor, Juli Eka Hariani Suhardi. vii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang telah memberikan rakhmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Pengaruh Suhu Media

Lebih terperinci

POLA EKSPRESI GEN ENHANCED GREEN FLUORESCENT PROTEIN PADA EMBRIO DAN LARVA IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypophthalmus)

POLA EKSPRESI GEN ENHANCED GREEN FLUORESCENT PROTEIN PADA EMBRIO DAN LARVA IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypophthalmus) Pola ekspresi gen enhanced green fluorescent... (Raden Roro Sri Pudji Sinarni Dewi) POLA EKSPRESI GEN ENHANCED GREEN FLUORESCENT PROTEIN PADA EMBRIO DAN LARVA IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypophthalmus)

Lebih terperinci

PEMIJAHAN LELE SEMI INTENSIF

PEMIJAHAN LELE SEMI INTENSIF PEMIJAHAN LELE SEMI INTENSIF PEMIJAHAN LELE SEMI INTENSIF Pemijahan ikan lele semi intensif yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad, tetapi

Lebih terperinci

http://aff.fkh.ipb.ac.id Lanjutan EMBRIOGENESIS DAN INDUKSI EMBRIO (BAGIAN II) LABORATORIUM EMBRIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Konsep Organiser, yang menjelaskan tentang proses

Lebih terperinci

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al.

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al. PENDAHULUAN Perbaikan suatu sifat tanaman dapat dilakukan melalui modifikasi genetik baik dengan pemuliaan secara konvensional maupun dengan bioteknologi khususnya teknologi rekayasa genetik (Herman 2002).

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI USAHA PEMBESARAN IKAN HIAS AIR TAWAR PADA HERU FISH FARM DESA KOTA BATU, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

OPTIMALISASI PRODUKSI USAHA PEMBESARAN IKAN HIAS AIR TAWAR PADA HERU FISH FARM DESA KOTA BATU, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT OPTIMALISASI PRODUKSI USAHA PEMBESARAN IKAN HIAS AIR TAWAR PADA HERU FISH FARM DESA KOTA BATU, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT SUSI PUZI ASTUTI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ginogenesis Ginogenesis pada penelitian dilakukan sebanyak delapan kali (Lampiran 3). Pengaplikasian proses ginogenesis ikan nilem pada penelitian belum berhasil dilakukan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan Ben s Fish Farm mulai berdiri pada awal tahun 1996. Ben s Fish Farm merupakan suatu usaha pembenihan larva ikan yang bergerak dalam budidaya ikan konsumsi, terutama

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN PEMBENIHAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DI HATCHERY BAPPL STP SERANG

RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN PEMBENIHAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DI HATCHERY BAPPL STP SERANG RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN PEMBENIHAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DI HATCHERY BAPPL STP SERANG Latar Belakang Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang dibudidayakan hampir di seluruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

RINGKASAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari sampai

RINGKASAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari sampai SRIKANDI UTAMI (C 24 1037). PEMIJAHAN EMBRIOLOGI DAN PER- KEMBANGAN LARVA IKAN MENFIS (Pterophyllum scalare). Dibawah bimbingan Dr. Ir. Komar ~umantadinata sebagai ketua dan Ir. Yani Hadiroseyani sebagai

Lebih terperinci

RINGKASAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari sampai

RINGKASAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari sampai SRIKANDI UTAMI (C 24 1037). PEMIJAHAN EMBRIOLOGI DAN PER- KEMBANGAN LARVA IKAN MENFIS (Pterophyllum scalare). Dibawah bimbingan Dr. Ir. Komar ~umantadinata sebagai ketua dan Ir. Yani Hadiroseyani sebagai

Lebih terperinci

PEMBUATAN NORI SECARA TRADISIONAL DARI RUMPUT LAUT JENIS Glacilaria sp. Oleh : M.Teddy.S C Skripsi

PEMBUATAN NORI SECARA TRADISIONAL DARI RUMPUT LAUT JENIS Glacilaria sp. Oleh : M.Teddy.S C Skripsi PEMBUATAN NORI SECARA TRADISIONAL DARI RUMPUT LAUT JENIS Glacilaria sp Oleh : M.Teddy.S C34101062 Skripsi PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Balai Benih Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Balai Benih Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu nr. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Balai Benih Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau pada tanggal 10 sampai dengan 28 Desember 2003.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) 1. Mata Kuliah : Genetika dan Pemuliaan Ikan 2. Kode / bobot : PKB 363/ 3 SKS 3. Deskripsi Singkat : Genetika dan Pemuliaan Ikan merupakan mata kuliah dasar yang

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA. Genetika. Rekayasa. Sukarti Moeljopawiro. Laboratorium Biokimia Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada

REKAYASA GENETIKA. Genetika. Rekayasa. Sukarti Moeljopawiro. Laboratorium Biokimia Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada REKAYASA GENETIKA Sukarti Moeljopawiro Laboratorium Biokimia Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Rekayasa Genetika REKAYASA GENETIKA Teknik untuk menghasilkan molekul DNA yang berisi gen baru yang

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DALAM PERCOBAAN IMMUNOPROFILAKSIS TERHADAP INFEKSI BAKTERI. Oleh AHMAD FIRDAUS C SKRIPSI

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DALAM PERCOBAAN IMMUNOPROFILAKSIS TERHADAP INFEKSI BAKTERI. Oleh AHMAD FIRDAUS C SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DALAM PERCOBAAN IMMUNOPROFILAKSIS TERHADAP INFEKSI BAKTERI Streptococcus iniae PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus Linne) Oleh AHMAD FIRDAUS C01499058 SKRIPSI PROGRAM STUD1

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada 8 induk ikan Sumatra yang mendapat perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukan Spawnprime A dapat mempengaruhi proses pematangan akhir

Lebih terperinci

PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN IKAN MAS SEBAGAI PEMICU

PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN IKAN MAS SEBAGAI PEMICU Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (2): 103 108 (2005) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 103 PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PRODUK MARSHMALLOW DARI GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.)

PENGEMBANGAN PRODUK MARSHMALLOW DARI GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) PENGEMBANGAN PRODUK MARSHMALLOW DARI GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) Oleh : Dwi Sartika C34104025 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi plasmid biner pmsh1-lisozim Konstruksi plasmid biner dilakukan dengan meligasi gen lisozim ayam dan pmsh1. Plasmid hasil ligasi berukuran 13.449 pb (Gambar 5A kolom

Lebih terperinci