PENCAMPURAN SEDIAAN STERIL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENCAMPURAN SEDIAAN STERIL"

Transkripsi

1 BAB V PENCAMPURAN SEDIAAN STERIL PENDAHULUAN Setelah mahasiswa mengikuti kuliah bab V yang diberikan pada pertemuan hingga kesebelas, diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan komponen dan teknik campuran beberapa sediaan farmasi steril hingga proses evaluasi. Ruang lingkup bab V adalah : 1. Pengertian clean room, desain ruang, uji clean room serta sterilisasi ruang 2. Aseptic condition serta sistem laminar air flow 3. IV admixture, penyiapan obat sitostatika dan obat berbahaya, pencampuran parenteral nutrition dan evaluasi pencampuran sediaan farmasi steril. MATERI Dalam kaitannya dengan penggunaan sediaan farmasi steril, farmasis mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa pasien menerima obat yang terjamin mutu dan sterilitasnya. Adanya tindakan seperti pencampuran beberapa produk parenteral yang seringkali dilakukan dirumah sakit memberikan peluang masuknya mikroorganisma atau partikel kedalam sediaan apabila tidak dilakukan dengan benar. Aspek yang perlu diperhatikan meliputi area, personal maupun peralatan yang memenuhi rersyaratan. 1. Clean room Clean room adalah ruangan yang terkontrol terhadap partikel (ukuran, jumlah) dan komtaminasi mikroba. Jenis-jenis clean room : 1. White area ; klas dan Grey area: klas Aseptic room adalah ruang khusus didalam kondisi clean room dengan intensitas pencegahan terhadap kontaminasi mikroba ke produk. Ruang aseptic atau unit-unit aseptic berada di dalam clean room. Untuk mencegah kontaminasi harus diketahui terlebih dahulu sumber-sumber kontaminasi. Sumber-sumber kontaminasi, adalah : 1. Udara / atmosphere, berasal dari udara di luar maupun udara di dalam 2. Operator atau orang yang mengoperasikan, berasal dari kulit, rambut dan

2 pakaian 3. Bahan baku, baik bahan baku alam maupun sintetik termasuk air 4. Desain peralatan dan permukaan peralatan, sebaiknya peralatan yang digunakan mudah dibersihkan, disterilkan dan didesinfektan. Untuk memperoleh lingkungan yang berkualitas, maka ruangan yang digunakan harus memenuhi standar kebersihan lingkungan. Ada 2 standar, yaitu British Standard 5295 : 1976 dan United States Federal Standard 209b : Isi dari kedua standar dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel I. Environmental cleanliness standards Environmental cleanliness standards Max. number of particles greater than stated size per specified volume Particle British Standard 5295 : 1976 US Federal Standard 209b : 1973 size (µm) Class No per m 3 No per ft 3 Class No per m 3 No per ft 3 0, ( 86 ) 100 ( 3500 ) ( 0 ) 100 ( 0 ) 0 0, ( 8495 ) ( ) ( 57 ) ( 2300 ) ( 0,08 ) ( N / A ) N / A Secara umum ruang produksi diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yaitu: a. Class 100 (Grade A) Disebut juga white area/clean area Ruang untuk proses yang kritis Diperoleh dengan menggunakan Laminar Air Flow Untuk pengisian sediaan parenteral volume besar dan kecil yang tidak mengalami sterilisasi lagi (dilakukan secara aseptis) b. Class (Grade C) Disebut juga white area/clean area Ruang proses yang kurang kritis ( dibandmg class 100) Memagari ruanganuntuk proses yang lebih kritis (class 100) Ruangan/koridor untuk menerima bahan-bahan yang sudah steril

3 atau sudah disterilkan c. Class (Grade C) Disebut juga grey area / semi clean area Ruangan terkontrol Untuk kerja non aseptis, seperti packaging primer untuk non steril d. Uncontrolled area Nama lainnya black area Untuk sekunder packaging Warehousing utility Secara keseluruhan sistem untuk suplai udara bersih menyangkut : a. Intake of fresh air b. Prefiltration c. Temperatur adjusmen d. Hunidification e. Final filtration Sedangkan untuk mendapatkan ruangan yang sesuai dengan standar diperlukan pengaturan terhadap : Aliran udara Penyaringan udara Pengaturan suhu dan kelembaban Untuk mendapatkan udara yang terkontrol, maka diperlukan diperlukan penyaring udara dengan berbagai macam ukuran yang disesuaikan dengan keperluan. Dari bermacam-macam penyaring udara didapat dua bentuk aliran udara yaitu : a. Conventional flow (turbulen) yaitu aliran udara tidak uniform tapi kesegala arah b. Laminar (vertical atau horizontal) yaitu aliran udara yang sama dan terarah Macam-macam penyaring udara yang digunakan adalah : a. Fibrous filter Dari cotton wool, wool atau gelas fibre Untuk prefiltration Menyaring 99 % partikel dengan ukuran turun sampai 5 µm pada kecepatan aliran udara 0,12 m/s (dalam kondisi loosely packed)

4 Menyaring 99,9 % partikel dengan ukuran turun sampai dengan 1 µm pada kecepatan aliran udara yang sama (dalam kondisi compressed) b. HEPA filter Dari berbagai fibre terikat dengan resin / pengikat acrylic Menyaring 99,9 % partikel dengan ukuran turun sampai 1 µm dan kecepatan aliran udara 0,54 m/s Pengaturan suhu dan kelembaban adalah sebagai berikut : a. Suhu tempat kerja menurut British Standard adalah 20 ± 2 C dan US Standard adalah 20 ± 2 C b. Kelembaban tempat kerja menurut British Standard adalah % dan US Standard adalah < 50 % Desain kontruksi untuk clean room haras memenuhi persyaratan tertentu dalam hal: a. Lay out (peletakan) ruangan clean room b. Lantai c. Dinding dan langit-langit d. Pintu dan jendela e. Pipa dan kabel f. Mebel dan peralatan g. Personil dengan perilakimya h. Baju pelindung, rutup kepala, tutup kaki dan sarung tangan i. Prosedur cleaning dan disinfection Keterangan lebih lanjut mengenai desain konstruksi dapat dilihat pada buku CPOB (Cara Perabuatan Obat yang Baik) dan akan diterangkan lebih lanjut pada saat perkuliahan : Untuk uji clean room dan aseptic room terdapat 2 kategori, yaitu : a. Commisioning test Kondisi tanpa personil Konfinnasi bahwa ruangan memenuhi spesifikasi desain yang dipersyaratkan b. Monitoring test Ruangan waktu kerja dan ada personilnya

5 Menilai penampilan ruang selama pemakaian normal 2. Aseptic condition Kondisi aseptik adalah suatu keadaan yang dirancang untuk menghindari adanya kontaminasi oleh mikroorganisma, pirogen maupun partikel baik pada alat, kemasan, : maupun bentuk sediaan selama proses pencampuran. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan suatu kondisi aseptik : a. Area yang digunakan Pencampuran produk sediaan farmasi steril dilakukan di ruangan type Class 100. Di rumah sakit, untuk mendapatkan type class 100 biasanya digunakan alat Laminar Air. b. Personal, yang meliputi pakaian dan perilaku petugas Kontaminasi udara seringkali bersumber dari petugas yang bekerja di daerah aseptis Tiaupun di daerah steril. Untuk meminimalkan kontaminasi, petugas yang akan bekerja pada area tersebut harus mengenakan baju steril khusus yang bebas dan partikel dan bebas serat. Baju petugas dilengkapi dengan penutup rambut, masker, sepatu dan sarung tangan (gloves') steril dengan rujuan menurunkan kontaminasi partikel dan bakteri selama bekerja di ruang aseptik. Sedangkan petugas harus menghindari perilaku yang tidak baik selama bekerja di ruang aseptis maupun diruang aseptis seperti : a. Berbicara yang tidak perlu b. Batuk-batuk dan bersin c. Membuat gerakan-gerakan yang tidak perlu d. Merokok, makan dan minum diruangan Cuci tangan haras dilakukan oleh petugas sebelum memasuki mangan. c. Peralatan yang digunakan termasuk bahan pengemas Peralatan maupun bahan pengemas yang digunakan dalam pencampuran produk parenteral terlebih dahulu harus dilakukan sterilisasi. Bahan pengemas yang biasa digunakan adalah untuk mengemas hasil pencampuran produk parenteral diantaranya adalah : 1. Syringe, baik terbuat dari plastik maupun gelas 2. Botol, terbuat dari plastik atau gelas

6 Peralatan yang diperlukan dalam pencampuran produk parenteral adalah : 1. Syringe 2. Jarum 3. Vial 4. Ampul Selain syarat steril, peralatan juga harus digunakan dengan tepat untuk menjaga sterilitasnya. Uraian mengenai peralatan serta bagaimana menggunakannya dengan benar dapat anda lihat pada buku Manual for Pharmacy Technician chapter 9. Untuk mendapatkan klas 100 yang digunakan pada pencampuran sediaan steril, diperlukan alat Laminar air flow. Prinsip dasar kerja alat ini adalah adanya suatu aliran udara "aseptic" yang berhembus secara linier dengan kecepatan konstan (90 kaki permenit) menuju daerah kerja pada ruangan di dalam alat laminar airflow (work area). Udara aseptik diperoleh melalui penyaringan udara sebanyak dua kali dengan menggunakan prefilter dan HEPA filter. Prefilter sebagai saringan pertama akan menghilangkan kontaminan kasar, sedangkan HEPA filter sebagai penyaring kedua mampu menghilangkan 99,9% partikel sehingga menghilangkan mikroorganisma yang terdapat di udara. Terdapat dua type aliran dari alat laminar airflow, yaitu : 1. Type horisontal laminar airflow, dimana udara yang terfilter bergerak dari belakang alat menuju kedepan (mengarah ke petugas). 2. Type vertikal laminar air flow, udara terfilter bergerak dari atas ke bawah. Type vertikal ini terutama digunakan untuk menangani obat-obat berbahaya dan obat-obat yang tergolong senyawa sitostatika yang disebut Biological Safety Cabinet (BSF). Terdapat dua macam BSF : 1. Type A 2. Type B Macam-macam type LAP dapat anda lihat pada buku Manual for Pharmacy Technician chapter 9. Beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan apabila bekerja dengan alat LAF : 1. Sebelum digunakan, seluruh permukaan daerah kerja dalam alat laminar airflow harus dibersihkan dengan menggunakan desinfektan yang cocok (70% isopropyl alcohol) serta kain bersih yang bebas serat. Permukaan

7 daerah kerja dibersihkan dengan arah dari belakang ke depan dan dari atas ke bawah menjauh dari HEPA filter. 2. Semua pekerjaan aseptik harus dilakukan pada jarak minimal 6 inci dari tepi-tepi dindingnya untuk mencegah adanya kontaminasi 3. Alat laminar airflow harus dihidupkan secara terus menerus 4. HEPA filter tidak boleh tersentuh oleh tangan dan larutan pembersih 5. Hanya alat-alat yang sangat diperlukan saja yang boleh berada pada area kerja 6. Tidak boleh terdapat penghalang antara HEP A filter dengan objek steril 7. Alat laminar airflow diletakkan pada tempat yang jauh sumber-sumber partikel seperi : lalu-lintas petugas yang berlebihan, pintu, ventilasi, dll. 8. Petugas dilarang makan, minum selama bekerja dengan alat laminar airflow 9. Bicara dan batuk juga dilarang untuk meminimalkan terjadinya aliran udara yang turbulen. 10. Penggunaan alat laminar air flow saja tanpa disertai tehnik aseptik, tidak dapat menjamin sterilitas produk. Evaluasi terhadap alat laminar airflow dilakukan secara periodik oleh personal yang terlatih setiap 6 bulan sekali, atau jika pada alat laminar air flow dilakukan pemindahan tempat atau jika terdapat kerusakan filter. Evaluasi terhadap alat laminar air flow dilakukan dengan : 1. Menghitung kecepatan aliran udara menggunakan alat anemometer. 2. Menghitung jumlah partikel yang terdapat pada daerah kerja 3. Mengitung mikroorganisme yang terdapat dalam daerah kerja menggunakan alat microbial count Selain itu evaluasi juga dilakukan terhadap pencahayaan dalam area kerja, temperatur serta kelembaban udara. 3. IV admixture Pemberian obat-obatan melalui rate intravena dapat diberikan secara tersendiri (dalam bentuk obat tunggal) maupun bentuk iv admixture. IV admixture adalah suatu larutan steril yang dimaksudkan untuk penggunaan parenteral (diberikan melalui intervana) yang dibuat dengan cara mencampurkan satu atau lebih produk parenteral ke dalam satu wadah. Pada saat ini program IV admixture

8 makin banyak digunakan. Latar belakang mengapa iv admixture menjadi tanggung jawab farmasis, dan tenaga kesehatan lain yang ada di rumah sakit adalah pertimbangan : 1. Farmasis menguasai problem yang berkaitan dengan kontaminan, inkompatibilitas fisika, kimia maupun inkompatibilitas terapeutik serta sekaligus dapat mengatasinya jika problem ini muncul, serta menguasai problem yang berkaitan dengan stabilitas. 2. Efisiensi cost 3. Menurunnya potensial errors (kesalahan) 4. Kualitas meningkat 5. Merupakan salah satu dari pengamalan pharmaceutical care Penjelasan dari tiap-tiap item dapat dilihat pada buku Manual for Pharmacy Technician chapter 6. Beberapa keuntungan yang didapat melalui pemberian obat dengan cara iv admixture, adalah : 1. Lebih praktis karena larutan infus yang telah dicampur obat dapat sekaligus berfungsi ganda yaitu larutan infus sebagai pemelihara keseimbangan cairan tubuh dan obat yang berada didalamnya dapat berfungsi mempertahankan kadar terapetik obat dalam darah 2. Pada pemberian banyak obat (multiple drugs therapy) cara ini merupakan altematif yang paling baik mengingat terbatasnya pembuluh vena yang tersedia, sehingga lebih convenience (nyaman ) bagi penderita. Namun perlu diperhatikan bahwa pemberian obat melalui cara ini apabila dilakukan secara sembarangan dapat menimbulkan beberapa kerugian. Kerugian yang di maksud berkaitan dengan pemberian obat secara intravena pada umumnya maupun problem-problem yang dapat timbui akibat pencampuran yang dilakukan secara sembarangan. Kerugian yang berkaitan dengan penggunaan rute intravena. pada umumnya : 1. Air embolus 2. Bleeding (perdarahan) 3. Reaksi alergi 4. Phlebitis / iritasi vena 5. Pirogen 6. Ekstravasasi

9 Problem-problem yang dapat timbul sebagai akibat pencampuran yang dilakukan secara sembarangan terkait dengan sterilitas sediaan serta inkompatibilitas 1. Inkompatibilitas invitro Ditandai dengan adanya kekeruhan, cloudness, endapan atau perubahan warna Jikompatibilitas invitro terbagi atas : Inkompatibilitas fisika yang ditandai dengan berkurangnya atau solubilitas bahan obat, terjadinya supersaturasi pada suhu rendah. Inkompatibilitas kimia terjadi akibat dari peristiwa oksidasi, reduksi, pembentukan senyawa komplek, hidrolisis. Beberapa kemungkinan interaksi invitro dapat terjadi akibat dari : a. Interaksi antara obat dengan obat lain yang ditambahkan. Selain inkompatibilitas invitro, inkompatibilitas terapeutik juga dapat terjadi apabila terdapat lebih dari satu macam obat yang ditambahkan kedalam larutan infus. b. Interaksi antara obat dengan bahan pembantu (buffer, co-solven, dll) c. Interaksi antara bahan pembantu dengan bahan pembantu d. Interaksi antara obat dengan wadah (gelas, plastik) e. Interaksi antara bahan pembantu dengan wadah (gelas, plastik) f. Interaksi antara obat dengan larutan infuse Adanya interaksi-interaksi ini dikhawatirkan dapat merubah sifat fisika dan kimia obat tersebut, sehingga akan dapat berakibat: Menurunnya aktivitas obat dan potensi larutan infusnya sendiri Obat menjaditidak aktif Obat dapat berubah respons terapeutiknya Meningkatkan toksisitas obat Timbulnya partikel halus juga dapat menyebabkan trombophlebitis pada penderita. 2. Inkompatibilitas farmakologi Inkompatibilitas farmakologi dapat terjadi akibat interaksi obat-obat, interaksi obat dengan penyakit yang di derita pasien. Adanya interaksi farmakologi dapat mengakibatkan efek obat meningkat sehingga terjadi

10 toksisitas, atau menurunkan efek obat sehingga pengobatan menjadi subterapetik. 3. Problem sterilitas. Pencampuran bahan obat ke dalam larutan infus yang tidak menggunakan cara-cara aseptik dapat mengakibatkan masuknya mikroorganisme kedalam sediaan. 4. Adanya partikel dalam sediaan parenteral Partikel dapat berasal dari tutup karet vial, pecahan kaca pada saat mematahkan ampul, rambut, atau kain petugas. 5. Stabilitas produk iv admixture Stabilitas produk iv admixture berkaitan dengan waktu kadaluwarsa obat-obatan yang telah mengalami pencampuran. Komponen yang diperlukan dalam penyiapan iv admixture adalah : a. Area Semua pencampuran produk parenteral harus dilakukan dalam ruang aseptik. Kriteria untuk area ini telah diterangkan pada bab sebelumnya. b. Kebijakan dan prosedur Pedoman yang diperlukan untuk menyiapkan produk parenteral (protap-protap yang berkaitan dengan penyiapan iv admixture) harus diuraikan dengan jelas dalam kebijakan yang dibuat oleh farmasis. Selain itu informasi yang lengkap mengenai labeling, penyimpanan dan waktu kadaluwarsa sediaan juga harus tersedia di farmasi. Apa saja yang perlu dicantumkan dalam labeling serta system kontrol pada penyiapan produk IV admixture dapat dilihat pada chapter 6 buku Manual for Pharmacy Technician. Adanya kebijakan akan dapat membantu meningkatkan mutu produk iv admixture yang disiapkan oleh farmasi. Beberapa peralatan yang diperlukan dalam penyiapan iv admixture : Jarum Swinge Alkohol Wadah-wadah yang bersifat disposable use Small atau large parenteral volume parenteral sebagai pelanit Refrigerator (pendingin) Alat ini digunakan imtuk menjaga stabilitas produk iv admixrure.

11 Sumber pustaka Diperlukan sumber pustaka yang mendukung iv admixture program ini. Beberapa pustaka yang digunakan adalah Hand book on Injectable Drug yang diterbitkan oleh American Society of Hospital Pharmacists. Selain itu informasi mengenai stabilitas produk dan compatibilitas yang dibuat oleh pabriknya. Penyiapan iv admixture dilakukan melalui prosedur sebagaimana terlihat pada gambar berikut : Periksa terlebih dahulu keutuhan bahan dan alat yang akan digunakan Tempatkan dalam alat Laminar Air Flow Ambil larutan obat Desinfeksi terlebih dahulu permukaan wadah obat Periksalah apakah terdapat gelembung udara dalam spuit Tusukkan kedalam wadah akhir Periksalah larutan iv admixture dari partikel dan berilah etiket Gambar 1. Gambar skema Penyiapan iv admixture

12 4. Pencampuran parenteral nutrition Di rumah sakit penyiapan parenteral mitrisi dilakukan oleh para farmasis atas permintaan dari dokter. Dalam hal ini farmasis melakukan pencampuran nutrisi parenteral, karena kondisi setiap pasien yang berbeda membutuhkan komposisi nutrisi parenteral yang spesifik. Dan komposisi yang spesifik dari nutrisi parenteral ini tidak terdapat dipasaran, sehingga harus disiapkan oleh farmasi. Nutrisi parenteral diberikan kepada pasien melalui dua rute. Rute manakah yang menjadi pilihan harus disesuaikan dengan konsentrasi larutan (tonisitas larutan), serta sarana dan prasarana yang terdapat di rumah sakit tersebut. Kedua rute pemberian obat nutrisi parenteral adalah : 1. Vena sentral 2. Vena perifer Dalam hal pencampuran, nutrisi parenteral terbagi atas komponen dasar dan komponen additive (tambahan). Dalam pembuatananya komponen dasar biasanya dicampur terlebih dahulu dan dibuat dalam sejumlah volume tertentu. Komponen dasar yang terdiri dari : Karbohidrat Jenis karbohidrat yang digunakan dalam nutrisi parenteral adalah dekstose dengan pertimbangan harganya yang relatif murah dan mudah didapatkan. Dipasaran tersedia larutan infus deksrrosa dalam berbagai konsentrasi antara 5 % - 70 %. Protein Protein biasanya diberikan dalam benruk asam amino. Lemak (lipid ) Lemak biasanya diberikan dalam bentuk emulsi lemak. Dipasaran lemak tersedia dalam konsentrasi 10 % atau 20 %. Lemak dapat dicampurkan dengan komponen larutan nutrisi parenteral dan campuran ini disebut larutan 3-in 1 atau total nutrient admixture. Tehnik 3-in 1 mempunyai beberapa keuntungan tetapi dalam pembuatannya harus dilakukan secara cermat dengan mempertimbangkan beberapa aspek seperti stabilitas nutrisi parenteral serta homogenitas campuran tersebut. Air Biasanya digunakan aqua pi (water for injection). Water for injection ditambahkan untuk mendapatkan konsentrasi dan voleme akhir nutrisi

13 parenteral. Sedangkan komponen additive (tambahan) merupakan nutrisi dalam jumlah kecil: Vitamin Vitamin yang biasa ditambahkan ke dalam nutrisi parenteral adalah vitamin AJD, C, E, Bl, B2, B6, B12, asam folat, asam pantotenat, biotin dan niasin. Sedangkan vitamin K (phitomenadiori) biasanya diberikan terpisah melalui rute intra muscular Trace elemen Diperlukan dalam reaksi enzymatic dalam rubuh. Beberapa jenis trace elaman yang sering dicampurkan kedalam nutrisi parenteral adalah : besi (Fe), Selenium, mangan, chromium, zinc (Zn). Elektrolit Elektrolit yang sering digunakan : kalium, natrium, klor, acetat, fosfat, magnesium dan kalsium. Elektrolit ini biasanya diberikan dalam bentuk garamnya seperti NaCl, KC1, Kalium Fosfat, Kalium Asetat. Jumlah elektrolit yang diberikan kepada penderita disesuaikan edengan hasil tes laboratorium pasien yang bersangkutan Obat-obatan Penyiapan nutrisi parenteral (parenteral nutrition preparation) dilakukan dengan menggunakan metode gravity fill atau dengan menggunakan peralatan yang sudah otomatis melalui program komputer (automated compounding). Keterangan dari tiap metode dapat dilihat pada buku Manual for Pharmacy Technicians chapter 9. Pembuatan larutan nutrisi parenteral 3-in 1 baik menggunakan metode gravity fill maupun automated compounding harus dilakukan secara hati-hati karena larutan emulsi lemak dapat menjadi rusak, sebagai contoh penambahan larutan deksrrose secara langsung ke dalam emulsi lemak. Untuk mengatasi hal ini maka digunakan cara "FAD" yaitu lemah dimasukkan lebih dahulu ke dalam wadah akhir, kemudian ditambah asam amino dan terakhir baru ditambahkan larutan dekstrose. Dalam hal ini asam amino berfungsi sebagai buffer bagi emulsi lemak sehingga stabilitas larutan nutrisi parenteral lebih terjamin. Hasil akhir pencampuran nutrisi parenteral harus diperiksa terhadap adanya kontaminasi partikel, kemungkinan kerusakan dan kebocoran pada kemasan, serta tanda-tanda inkompatibilitas. Terdapatnya berbagai bahan kimia berpotensi menyebabkan interaksi dan inkompatibilitas yang dapat mempengaruhi

14 nilai terapeutik dari nutrisi parenteral atau bahkan dapat meningkatkan toksisitas. Beberapa hal berikut perlu ii^raatikan karena memberikan kontribusi dalam interaksi obat : Perubahan temperatur selama penyimpanan di bangsal-bangsal PH Cahaya misalnya pada saat pemberian kepada pasien Farmasis yang masuk ke dalam team nutrisi parenteral harus memperhatikan masalah stabilitas ini sehingga dapat memberikan informasi yang benar kepada dokter dan perawat di bangsal-bangsal dalam masalah stabilitas nutrisi parenteral ini. Setelah dilakukan pemeriksaan, label atau etiket diberikan pada tiap botol. Label botol nutrisi parenteral berisi : Nama pasien / nomor register Ruangan tempat pasien dirawat Komposisi Nomor pencampuran Waktu kadaluwarsa serta Kondisi penyimpanan Petunjuk lain seperti tehnik pemberian maupun kecepatan pemberian Problem-problem lain yang timbul dalam pemberian nutrisi parenteral adalah croblem umum yang dapat timbul akibat pemberian melalui mte intravena sebagaimana telah diterangkan sebelumnya seperti problem sterilitas, resiko bleeding, thrombophlebitis dan lain sebagainya. Selain itu terdapat pula problem yang berkaitan dengan jumlah nutrisi parenteral yang diterima oleh pasien. Jumlah nutrisi yang diterima oleh pasien haruslah dalam iumlah yang tepat dan seimbang. label berikut berisi beberapa akibat yang dapat timbul akibat adanya excess (kelebihan) atau kekurangan nutrisi parenteral.

15 Tabel II Akibat kelebihan dan kekurangan pada pemberian nutrisi parenteral No Nama komponen Excess Kekurangan (kelebihan) 1 Na Kejang (Seizure) Koma Kematian Nausea Vomiting Kejang 2 K Arythmia Mucle weakness Myalgia Kram Hearth block 3 Mg Gagal ginjal GI malabsorpsi parathyroid 4 Dektrose Hiperglikemia 5. Penyiapan obat sitostatika dan obat berbahaya lain Kata cytostatic yang mempunyai arti "pembunuh sel" banyak digunakan pada terapi kanker. Senyawa ini bersifat karsinogen, dapat merusak jaringan hidup sehingga Penanganan terhadap obat-obat ini harus dilakukan secara khusus. Pada tahun 1979 Fach dkk melakukan penelitian terhadap petugas (perawat) yang melakukan penyiapan obat sitostatika kepada pasien. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa absorpsi sitostatika ternyata terjadi pada perawat yang melakukan penyiapan obat sitostatika tersebut. Contoh obat-obat yang tergolong sitostatika adalah : mustin, siklofosfamid, mefalan, ifosfamid, metotrexat, vinkristin, doxorubicin, dll Selain obat sitostatika beberapa jenis obat lain yang berbahaya apabila terhirup atau terjadi kontak langsung dengan kulit adalah obat imunosupresan (golongan kortikosteroid) dan obat-obat antiviral. Kontak dengan zat-zat tersebut dapat menimbulkan problem seperti : dermatitis, dizziness, nausea dan sakit kepala. Sedangkan kontak yang terns menerus dapat mengakibatkan kerusakan organ atau kromosom, masalah fertilitas serta timbulnya kanker. Dengan demikian diperlukan penanganan khusus terhadap obat-obat tersebut untuk melindungi petugas serta melindungi iingkungan sekitar dan bahaya yang bisa ditimbulkan akibat obat-obat berbahaya tadi. Di rumah sakit para farmasis berperan dalam penyiapan obat-obat sitostatika seperti perhitungan dosis serta rekonstitusi obat-obat sitostatika sebelum diberikan kepada pasien. Hal ini karena farmasis menguasai masalah

16 yang berkaitan dengan farmakologi, kimia farmasi, farmakokinetik serta stabilitas larutan. Selain itu famiasis juga menguasai tehnik aseptic dalam penanganan obat parenteral, dokumentasi serta evaluasi sediaan parenteral sehingga menjamin pasien menerima obat yang benar dengan dosis yang tepat. Komponen yang diperlukan dalam penyiapan obat-obat sitostatika dan obat berbahaya : 1. Kebijakan dan prosedur Kebijakan yang tekait dengan penanganan obat sitostatika serta obat berbahaya merupakan issue yang sangat sensitiv, karena berhubungan dengan keselamatan kerja. Dalam hal ini diperlukan sikap yang bijaksana serta hati-hati. Pembuatan kebijakan dan prosedur hendaknya juga melibatkan baik farmasi, perawat maupun para staff medik di rumah sakit. Dan suatu prosedur atau kebijakan yang telah dibuat harus diikuti oleh semua karyawan maupun nonkaryawan (seperti : maliasiswa, para sukarelawan, dll) yang ada di rumah sakit. Prosedur yang telah dibuat hendaknya dilakukan uji coba terlebih dahulu sebelum digunakan secara rutm untuk memastikan keamanan petugas. 2. Biological safety cabinet Penanganan terhadap obat berbahaya hendaknya dilakukan dalam suatu ruangan khusus dan dalam kondisi aseptik dibawah laminar airflow biological safety cabinet dengan type aliran vertikal. Penanganan obat berbahaya tidak boleh menggunakan laminar air flow type horisontal, mengapa demikian Pemakaian alat Biological Safety Cabinet mempunyai dua fungsi, yaitu : 1. Melindungi petugas dari exposure (kontak) obat berbahaya 2. Menjaga sterihtas sediaan Terdapat dua type alat Biological Safety Cabinet, yaitu : 1. Type A, dimana 30 % udara kembali keruangan 2. Type B, dimana semua udara keluar area. Type B ini lebih aman digunakan untuk petugas Ruangan tempat melakukan penanganan obat berbahaya dirancang agar mempunyai tekanan udara negatif, mengapa demikian? Tata cara pemeliharaan alat maupun bagaimana cara bekerja yang benar

17 dengan menggunakan alat ini telah diterangkan pada bab yang telah lalu. 3. Pakaian pelindung bagi petugas Pakaian yang dikenakan petugas pada saat menangani obat-obat berbahaya haras mampu melindungi petugas dari debu maupun aerosol obat berbahaya. Pakaian pelindung yang harus dikenakan oleh petugas meliputi : Bajupanjang terbuat dari kain yang bebas dari serat. Sarung tangan steril bebas partikel rangkap dua. Cara memakainya sarung tangan pertama (bagian dalam) di masukkan ke dalam baju dan sarung tangan kedua (bagian luar) dibiarkan diluar baju. Respirator Pelindung mata Penutup sepatu dan penutup rambut Obat-obat sitostatika dapat menyebabkan iritasi dan kerusakan jaringan bila terjadi kontak langsung dengan kulit atau mata. Apabila hal mi terjadi maka tindakan pengobatan harus segera diberikan pada petugas tersebut. Biasanya farmasi telah membuat suatu prosedur yang bensi tindakan apa yang harus dilakukan pertama kali apabila terjadi hal-hal seperti ini. 4. Labeling, penyimpanan dan pendistribusian Langkah unruk mencegali exposure (kontak langsung) petugas dari obat-obat berbahaya dimulai pada saat obat tersebut masuk kedalam farmasi. Semua obat-obat yang berbahaya diberi label kliusus yang berisi peringatan kepada petugas. Label untuk sediaan farmasi yang mengandung obat sitostatika harus mencantumkan : 1. Nama jenis sitostatika yang terdapat dalam sediaan 2. Jumlah total obat dan jumlah total volume 3. Wakfu kadaluwarsa 4. Kondisi penyimpanan Obat-obat berbaliaya disimpan dalam tempat kliusus yang terpisah dengan penyimpanan bahan obat lainnya, serta seminimal mungkin lalu-lintas menuju ruangan tersebut. Tempat penyimpanan dan alat yang digunakan untuk mendistribusikan obat-obat tersebut harus

18 dirancang sedemikian rupa sehingga meminimalkan rusaknya kemasan obat-obat berbahaya. 5. Penanganan Limbah. Limbah obat berbahaya harus ditangani secara khusus, dikemas dalam wadah yang terpisah dan diberi label atau tanda khusus. Petugas yang membawa wadah berisi limbah obat berbahaya harus menggunakan sarung tangan untuk mencegah exposure obat berbahaya pada petugas tersebut. Limbah obat sitostatika dapat dimusnahkan dengan incenerator atau beberapa obat tertentu dapat dimusnahkan dengan penambahan suatu bahan kimia tertentu. Termasuk limbah obat berbahaya adalah sisa obat yang tidak terpakai, kemasan obat, spuit, jarum, infus set, vial, ampul dll. Berikut ini langkah-langkah penanganan obat berbahaya secara ringkas dibawah Biological safety kabinet: Sesudah cuci tangan, petugas mengenakan baju kerja lengkap dan sarung tangan steril rangkap dua. Kumpulkan semua bahan dan alat yang diperlukan, sehingga petugas tidak perlu keluar masuk area. Desinfektan terlebih dahulu permukaan kerja dengan alcohol sebelum bekerja dan hanya alat yang diperlukan saja yang ditempatkan pada daerah kerja. Letak alat-alat ini tidak boleh menghalangi aliran udara dari Laminar Air Flow. Petugas menempatkan diri sehingga bagian mata dan muka berada pada posisi yang terlindung ( di depan kaca pelindung) Prosedur pengambilan obat dari vial hendaknya dilakukan dengan menggunakan telinik aseptik seperti yang telah diterangkan didepan. 6. Evaluasi pencampuran produk steril Evaluasi terhadap produk hasil pencampuran sediaan parenteral bertujuan untuk menjamin mutu dan keamanan produk pada pasien. Terdapat dua istilah yang berkaitan dengan evaluasi produk yaitu QC (quality contro) dan QA (quality assurance). QC dan QA mempunyai makna yang berbeda. Quality control lebih

19 mengarah kepada evaluasi bahan baku, komponen kemasan dan produk akhir, sedangkan quality assurance (jaminan mutu) merupakan istilah yang lebih luas karena menyangkut tidak hanya QC namun juga meliputi penulisan SOP (standard operating procedure), training petugas, dokumentasi, fasilitas dll. American Society of Health-System Pharmacist dalam American Journal of Hospital Pharmacy menyatakan bahwa quality assurance (program jaminan mutu) meliputi 1. Kebijakan dan prosedur Seluruh kebijakan maupun prosedur harus tertulis dan disosialisasikan kepada para petugas. Kebijakan dan prosedur yang sudah ada juga harus selalu diteliti ulang setiap tahun, dilakukan perbaikan jika diperlukan dan setiap perubahan yang dilakukan harus disosialisasikan kepada para petugas. Kebijakan dan prosedur misalnya tentang : Pendidikan dan pelatihan bagi petugas Kriteria produk yang dapat diterima Penggunaan dan pemeliharaan fasilitas dan peralatan Kriteria pakaian petugas Proses validasi Dokumentasi 2. Pendidikan, pelatihan serta evaluasi petugas Petugas yang menyiapkan produk steril harus menerima pelatihan atau training baik secara tertulis maupun praktek terlebih dahulu. Beberapa topik yang diberikan pada training petugas adalah : tehnik aseptik, faktor-faktor penyebab kontaminasi, perhitungan yang diperlukan dalam penyiapan produk parenteral. 3. Penyimpanan Larutan, obat-obatan, dan alat kesehatan steril yang digunakan dalam penyiapan produk parenteral harus disimpan pada tempat khusus sesuai petunjuk dari pabrik pembuamya. Ruangan tempat penyimpanan harus selalu dilakukan monitoring terhadap temperatur, cahaya, kelembaban serta ventilasi. Apabila menggunakan refrigerator dan freezer sebagai tempat penyimpanan maka suhu didalamnya harus selalu dimonitor dan dicatat dalam dokumen.

20 4. Fasilitas dan peralatan Program jaminan mutu dalam hal fasilitas dan peralatan misalnya meliputi: Kontrol terhadap letak area penyiapan produk steril, misalnya terpisah dari kegiatan farmasi lain Kontrol terhadap kebersihan, pencahayaan pada area kerja dan laminar air flow Kontrol kebersihan terhadap ruang penyimpanan obat termasuk freezer dan refrigerator 5. Pakaian petugas Termasuk disini adalah kontrol terhadap kelengkapan dan kebersihan pakaian petugas, serta penyediaan antiseptik kulit bagi petugas untuk keperluan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan penyiapan produk steril 6. Tehnik aseptik dalam penyiapan produk parenteral Telah dijelaskan pada bab sebelumnya 7. Proses validasi Proses validasi adalah suatu prosedur yang memastikan bahwa proses yang digunakan dalam pencampuran (preparation) produk steril secara konsisten menghasilkan produk dengan kualitas yang dapat diterima. Pada proses aseptik, validasi merupakan suatu metoda untuk mengevaluasi tehmk aseptik yang dilakukan oleh petugas. Validasi dapat dilakukan melalui proses simulasi. Disini petugas melakukan pencampuran produk steril, kemudian hasil akhir produk steril tersebut dilakukan inkubasi dan dievaluasi terhadap pertumbuhan bakteri selama periode waktu tertentu. Jika pada sediaan tidak diketemukan adanya mikroba berarti petugas tersebut telah melakukan pencampuran dengan tehnik aseptik secara benar. Setiap petugas harus melewati program validasi terlebih dahulu sebelum melakukan pencampuran sediaan steril. 8. Waktu kadaluwarsa Semua produk steril harus mencantumkan waktu kadaluwarsa yang

21 ditetapkan berdasarkan informasi stabilitas larutan dan sterilitas sediaan. Metoda rnaupun nama pustaka yang digunakan sebagai dasar dalam menenrukan waktu kadaluwarsa suatu produk haras selalu didokumentasikan. 9. Etiket atau labeling Informasi minimal yang harus tercantum pada setiap label hasil pencampuran produk steril adalah : Nama pasien Nomor penyiapan produk parenteral Nama larutan dan nama obat yang terkandung didalamnya termasuk jumlah obat dan konsentrasi obat Waktu kadaluwarsa Kecepatan dan rute pemberian obat Petunjuk penyimpanan Petunjuk khusus lainnya Tanda tangan atau paraf farmasis 10. Evaluasi produk akhir Evaluasi produk akhir adalah pemeriksaan akhir yang dilakukan oleh farmasis sebelum produk meninggalkan unit farmasi. Evaluasi produk akhir meliputi keutuhan kemasan, adanya inkompatibilitas larutan (kekeruhan, perubahan warna), adanya partikel, volume akhir larutan. Beberapa instansi juga juga mensyaratkan uji sterilitas terhadap produk akhirnya. Selain itu farmasis juga meneliti ketepatan komponen maupun jumlahnya pada sediaan parenteral yang disiapkannya. 11. Dokumentasi Dokumentasi berupa catatan tertulis mengenai Evaluasi kemampuan & hasil training petugas dalam menangani produk steril Catatan temperatur pada refrigerator dan freezer Sertifikat kelayakan laminar air flow Catatan mengenai penyiapan produk steril

22 PENUTUP Pencampuran beberapa sediaan farmasi steril seperti IV admixture, penanganan obat sitostatika dan obat berbahaya serta penyiapan parenteral nutrisi harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari masuknya mikroorganisma maupun partikel ke dalam bentuk sediaan tersebut. Komponen yang diperlukan pada pencampuran sediaaii farmasi steril adalah : 1. Area berupa ruangan yang memenuhi syarat aseptic seperti ruang steril serta alat laminar air flow 2. Petugas yang meliputi pakaian serta perilaku petugas 3. Peralatan steril 4. Cara-cara kerja aseptic dalam menyiapkan produk. 5. Buku-buku referensi 6. Prosedur dan kebijakan yang meliputi labeling, penyimpanan, waktu kadaluwarsa, serta kontrol kualitas produk pencampuran sediaan farmasi steril. Pada pertemuan berikutnya akan dibahas mengenai penanganan alat kesehatan.

Produksi Sediaan Farmasi di Rumah Sakit

Produksi Sediaan Farmasi di Rumah Sakit Produksi Sediaan Farmasi di Rumah Sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1197/MENKES/SK/X/2004, kegiatan produksi yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) merupakan kegiatan membuat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan parenteral Sediaan parenteral bisa didefinisikan sebagai obat steril, larutan, atau suspensi yang dikemas dengan cara yang sesuai untuk pemberian melalui suntikan hiperdermis,

Lebih terperinci

Latar Belakang. Kontak dengan zat-zat ini dapat menimbulkan problem. obat ca (cyclophosphamid, metotrexat) gol korticosteroid antiviral

Latar Belakang. Kontak dengan zat-zat ini dapat menimbulkan problem. obat ca (cyclophosphamid, metotrexat) gol korticosteroid antiviral Latar Belakang Beberapa obat dapat membahayakan bila tercium atau terhirup Cytotoxic atau cell killer digunakan untuk menunjuk beberapa senyawa: genotoxic, oncogenic, mutagenic, teratogenik dan berbahaya,

Lebih terperinci

MEWUJUDKAN PELAKSANAAN DISPENSING OBAT KANKER DENGAN BIAYA TERBATAS. Erlina Instalasi Farmasi RSUD Dr.Pirngadi Medan

MEWUJUDKAN PELAKSANAAN DISPENSING OBAT KANKER DENGAN BIAYA TERBATAS. Erlina Instalasi Farmasi RSUD Dr.Pirngadi Medan MEWUJUDKAN PELAKSANAAN DISPENSING OBAT KANKER DENGAN BIAYA TERBATAS Erlina Instalasi Farmasi RSUD Dr.Pirngadi Medan Dispensing Obat Kanker Termasuk salah satu kegiatan Farmasi Klinis, tugas dan tanggung

Lebih terperinci

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4%

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4% LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4% Di susun oleh: Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 Tgl. Pratikum : 28 Oktober-4 November 2010 LABORATORIUM TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Penanganan Sitostatika A. Pengertian Sitostatika Sitostatika adalah suatu pengobatan untuk mematikan sel sel secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Penanganan Sitostatika A. Pengertian Sitostatika Sitostatika adalah suatu pengobatan untuk mematikan sel sel secara BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Penanganan Sitostatika A. Pengertian Sitostatika Sitostatika adalah suatu pengobatan untuk mematikan sel sel secara fraksional ( fraksi tertentu mati), sehingga 90 % berhasil

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER RENCANA OGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER PERBEKALAN STERIL Oleh: Fita Rahmawati Pembimbing Drs. Djoko Dwiyanto, Msi PENATAAN DAN PELATIHAN PENYUSUNAN RPKPS DAN BAHAN AJAR UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGJAKARTA

Lebih terperinci

CURICULUM VITAE: DR.Dr.Sutoto,M.Kes

CURICULUM VITAE: DR.Dr.Sutoto,M.Kes DR.Dr.Sutoto,M.Kes CURICULUM VITAE: DR.Dr.Sutoto,M.Kes Ketua Eksekutif KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit Seluruh Indonesia), Board Member of ASQua (Asia Society for Quality in Health Care), Regional

Lebih terperinci

MATA KULIAH Total Parenteral Nutrition dan IV Admixture

MATA KULIAH Total Parenteral Nutrition dan IV Admixture RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) MATA KULIAH Total Parenteral Nutrition IV Admixture Tim pengampu: 1. Dr. Fita, Sp.FRS, Apt (koordinator) 2. Prof. Dr., Apt. 3. M.Pharm., Apt.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

SEDIAAN INJEKSI (PARENTERAL)

SEDIAAN INJEKSI (PARENTERAL) BAB II SEDIAAN INJEKSI (PARENTERAL) PENDAHULUAN Setelah mahasiswa mengikuti kuliah bab II yang diberikan pada pertemuan kedua dan ketiga, diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan komponen, prinsip pembuatan,

Lebih terperinci

PRODUKSI FARMASI di RUMAH SAKIT

PRODUKSI FARMASI di RUMAH SAKIT PRODUKSI FARMASI di RUMAH SAKIT Kuliah : FARMASI RUMAH SAKIT Heru Sasongko, M.Sc,.,Apt. Pustaka : IFRS RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA PRODUKSI FARMASI : Merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk dan me-ngemas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berupa sediaan injeksi dalam bentuk iv-admixture. Pemberian obat tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berupa sediaan injeksi dalam bentuk iv-admixture. Pemberian obat tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mayoritas pemberian obat pada pasien ICU diberikan secara parenteral yang berupa sediaan injeksi dalam bentuk iv-admixture. Pemberian obat tersebut umumnya dilakukan

Lebih terperinci

SOAL UJIAN FARMASI KLINIK SEMESTER GENAP 2014

SOAL UJIAN FARMASI KLINIK SEMESTER GENAP 2014 SOAL UJIAN FARMASI KLINIK SEMESTER GENAP 2014 1. Jelaskan definisi Farmasi Klinik menurut Clinical Resource and Audit Group (1996)? (10) disiplin ilmu yang berkaitan dengan penerapan keahlian farmasi untuk

Lebih terperinci

PENGENALAN PERBEKALAN STERIL

PENGENALAN PERBEKALAN STERIL BAB I PENGENALAN PERBEKALAN STERIL PENDAHULUAN Setelah mahasiswa mengikuti kuliah bab I yang diberikan pada pertemuan pertama, diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan jenis, syarat dan evaluasi dasar perbekalan

Lebih terperinci

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II. SEDIAAN INJEKSI RINGER LAKTAT R~en~L. Di susun oleh: : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II. SEDIAAN INJEKSI RINGER LAKTAT R~en~L. Di susun oleh: : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09. LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI RINGER LAKTAT R~en~L Di susun oleh: Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI AKADEMI FARMASI THERESIANA SEMARANG

Lebih terperinci

SARANA - PRASARANA PENCAMPURAN ASEPTIK dan TATA CARA BEKERJA DI RUANG ASEPTIK. Dra Nastiti Setyo Rahayu. Apt

SARANA - PRASARANA PENCAMPURAN ASEPTIK dan TATA CARA BEKERJA DI RUANG ASEPTIK. Dra Nastiti Setyo Rahayu. Apt SARANA - PRASARANA PENCAMPURAN ASEPTIK dan TATA CARA BEKERJA DI RUANG ASEPTIK Dra Nastiti Setyo Rahayu. Apt SARANA DAN PRASARANA: 1. BANGUNAN 2. PERALATAN 3. SDM 4. BAHAN BAKU 5. KEBIJAKAN 6. PROSEDUR

Lebih terperinci

Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil. 07/10/2013 follow

Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil. 07/10/2013 follow Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil 1 Pendahuluan Pemberian cairan dalam volume besar langsung ke sirkulasi tubuh memiliki faktor risiko penyerta yang jauh lebih tinggi. Karenanya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

PEMBAGIAN SEDIAAN CAIR PER ORAL : ORAL : TOPIKAL : PARENTERAL : KHUSUS :

PEMBAGIAN SEDIAAN CAIR PER ORAL : ORAL : TOPIKAL : PARENTERAL : KHUSUS : LARUTAN OBAT TETES PEMBAGIAN SEDIAAN CAIR PER ORAL : ORAL : TOPIKAL : PARENTERAL : KHUSUS : LARUTAN Adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut, terdispersi secara molekuler

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan proses Pembuatan Krim

Lampiran 1. Bagan proses Pembuatan Krim Lampiran 1. Bagan proses Pembuatan Krim Penimbangan Peleburan bahan Dasar krim (Fase minyak) Pencampuran Dengan ultra turrax Pelarutan zat aktif, Pengawet (Fase cair) -ph -Stabilitas krim Pencampuran Dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ITEM KEGIATAN PENANGANAN SEDIAAN SITOSTATIKA Rini Noviyani 1, Siti Khoiriyatussolehah 1, Ni Nyoman Ayu Suastiti 1, A.A.

DAFTAR ITEM KEGIATAN PENANGANAN SEDIAAN SITOSTATIKA Rini Noviyani 1, Siti Khoiriyatussolehah 1, Ni Nyoman Ayu Suastiti 1, A.A. DAFTAR ITEM KEGIATAN PENANGANAN SEDIAAN SITOSTATIKA Rini Noviyani 1, Siti Khoiriyatussolehah 1, Ni Nyoman Ayu Suastiti 1, A.A. Raka Karsana 2 1 Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA, Universitas Udayana, 2 Instalasi

Lebih terperinci

SKALA PRIORITAS ICRA TERAPI CAIRAN

SKALA PRIORITAS ICRA TERAPI CAIRAN N O JENIS KELOMPOK RESIKO 1. Percabangan/ pencampuran injeksi 2. Penyiapan injeksi/infus 3. Pemberian Terapi Elektrolit SKOR PRIORITAS TUJUAN KHUSUS STRATEGI EVALUASI PROGRESS/ANALISA 48 Pasien mendapat

Lebih terperinci

PT. TRIDOMAIN CHEMICALS Jl. Raya Merak Km. 117 Desa Gerem Kec. Grogol Cilegon Banten 42438, INDONESIA Telp. (0254) , Fax.

PT. TRIDOMAIN CHEMICALS Jl. Raya Merak Km. 117 Desa Gerem Kec. Grogol Cilegon Banten 42438, INDONESIA Telp. (0254) , Fax. Jl. Raya Merak Km. 7 Desa Gerem Kec. Grogol Cilegon Telp. (0254) 570-42, Fax. (0254) 57-458 0 April 2007 7 November 204 PAGE OF 6 BAGIAN- : IDENTIFIKASI PERUSAHAAN DAN PRODUK KIMIA Nama produk Kimia :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

I. SYARAT-SYARAT PEMBAWA/PELARUT HARUS INERT SECARA FARMAKOLOGI DAPAT DITERIMA DAN DISERAP DENGAN BAIK OLEH TUBUH TIDAK TOKSIS DALAM JUMLAH YANG DISUN

I. SYARAT-SYARAT PEMBAWA/PELARUT HARUS INERT SECARA FARMAKOLOGI DAPAT DITERIMA DAN DISERAP DENGAN BAIK OLEH TUBUH TIDAK TOKSIS DALAM JUMLAH YANG DISUN Pembawa, Syarat dan Evaluasi Obat Suntik Oleh : Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. I. SYARAT-SYARAT PEMBAWA/PELARUT HARUS INERT SECARA FARMAKOLOGI DAPAT DITERIMA DAN DISERAP DENGAN BAIK OLEH TUBUH TIDAK TOKSIS

Lebih terperinci

Metode Pencampuran IV Admixture & Total Parenteral Nutrisi di Farmasi

Metode Pencampuran IV Admixture & Total Parenteral Nutrisi di Farmasi Metode Pencampuran IV Admixture & Total Parenteral Nutrisi di Farmasi Presented by : Center Of Aseptik Dispensing services RSUPN. DR. Cipto Mangunkusumo TARGET PESERTA Memahami Bagaimana Pencampurn IV

Lebih terperinci

PT. TRIDOMAIN CHEMICALS Jl. Raya Merak Km. 117 Desa Gerem Kec. Grogol Cilegon Banten 42438, INDONESIA Telp. (0254) , Fax.

PT. TRIDOMAIN CHEMICALS Jl. Raya Merak Km. 117 Desa Gerem Kec. Grogol Cilegon Banten 42438, INDONESIA Telp. (0254) , Fax. Jl. Raya Merak Km. 7 Desa Gerem Kec. Grogol Cilegon Telp. (0254) 570-42, Fax. (0254) 57-458 0 April 2007 7 November 204 PAGE OF 6 BAGIAN- : IDENTIFIKASI PERUSAHAAN DAN PRODUK KIMIA Nama produk Kimia :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sediaan injeksi merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan sebelum digunakan secara parenteral,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

Batasan Partikel partikulat Kelebihan pengisian

Batasan Partikel partikulat Kelebihan pengisian Batasan Partikel partikulat Kelebihan pengisian BATASAN Menurut USP, larutan parenteral volume kecil (SVP) adalah injeksi yang menurut label pada kemasan, bervolume 100 ml atau kurang Termasuk ke dalam

Lebih terperinci

Biologycal Safety Cabinet

Biologycal Safety Cabinet Biologycal Safety Cabinet Oleh: Mahasiswa Farmasi Unsoed Angkatan 2008 Mata Kuliah: Perbekalan Steril Kelas BSC terdir dari BSC kelas I, BSC kelas II, BSC kelas III. Kabinet kelas I Kabinet melindungi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011 LAMPIRAN RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 2 Jl. Wates Km 5.5 Gamping, Sleman-55294 Telp 0274 6499706 Fax. 6499727 No Dokumen : Kep. 032/II/2011 MEMASANG INFUS No Revisi : 0 Halaman : 37 / 106 STANDAR

Lebih terperinci

MSDS (SAVETY DATA SHEET)

MSDS (SAVETY DATA SHEET) MSDS (SAVETY DATA SHEET) ARCA SOLVENT BASE 1. Produk dan nama perusahaan Arca Solvent Base Series Nama perusahaan: PT. RAJAWALI HIYOTO Jl. Industri II / 8 Lewigajah-Cimahi Bandung Tel : 62-22-6032344,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP PERSIAPAN KERJA IN VITRO DI LABORATORIUM

PROSEDUR TETAP PERSIAPAN KERJA IN VITRO DI LABORATORIUM Halaman CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Dokumen nomor : -02-001-00 Tanggal : Mengganti nomor : - Tanggal : - URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan

Lebih terperinci

ASEPSIS SESUDAH TINDAKAN BEDAH MULUT

ASEPSIS SESUDAH TINDAKAN BEDAH MULUT ASEPSIS SESUDAH TINDAKAN BEDAH MULUT OLEH Ahyar Riza NIP: 132 316 965 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Ahyar Riza : Asepsis Sesudah Tindakan Bedah Mulut, 2009 ASEPSIS SESUDAH

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang RI No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika 2. Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

Mengingat : 1. Undang-Undang RI No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika 2. Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA NOMOR TENTANG KEBIJAKAN PERSIAPAN DAN PENYALURAN OBAT DI RUMAH SAKIT DIREKTUR RUMAH SAKIT Menimbang : a. bahwa agar pemberian obat tepat dosis, tepat pasien, dan tepat waktu, Rumah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

Penulis : Anggreni Ayuhastuti, M.Si., Apt

Penulis : Anggreni Ayuhastuti, M.Si., Apt Hak Cipta dan Hak Penerbitan dilindungi Undang-undang Cetakan pertama, Desember 2016 Penulis : Anggreni Ayuhastuti, M.Si., Apt Pengembang Desain Instruksional : Drh. Ida Malati Sadjati, M.Ed. Desain oleh

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN 7 2013, No.709 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri.

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri. BAB I DEFINISI APD adalah Alat Pelindung Diri. Pelindung yang baik adalah yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus air atau cairan lain (darah atau cairan tubuh).

Lebih terperinci

TEKNIK ASEPTIK. Sebelum melakukan preparasi sediaan steril hal-hal yang harus dilakukan adalah Cuci tangan Memakai APD Mengoperasikan LAF Mengusap LAF

TEKNIK ASEPTIK. Sebelum melakukan preparasi sediaan steril hal-hal yang harus dilakukan adalah Cuci tangan Memakai APD Mengoperasikan LAF Mengusap LAF TEKNIK ASEPTIK Sebelum melakukan preparasi sediaan steril hal-hal yang harus dilakukan adalah Cuci tangan Memakai APD Mengoperasikan LAF Mengusap LAF Pastikan tidak memakai aksesoris Tidak boleh berkuku

Lebih terperinci

a. Pintu masuk pasien pre dan pasca bedah berbeda. b. Pintu masuk pasien dan petugas berbeda. Pintu masuk dan keluar petugas melalui satu pintu.

a. Pintu masuk pasien pre dan pasca bedah berbeda. b. Pintu masuk pasien dan petugas berbeda. Pintu masuk dan keluar petugas melalui satu pintu. Kamar Operasi 1 A. PENGERTIAN Kamar operasi adalah suatu unit khusus di rumah sakit, tempat untuk melakukan tindakan pembedahan, baik elektif maupun akut, yang membutuhkan keadaan suci hama (steril). B.

Lebih terperinci

SAFE HANDLING OF CYTOTOXICS. Retno Muliawati, M.Sc Apt

SAFE HANDLING OF CYTOTOXICS. Retno Muliawati, M.Sc Apt SAFE HANDLING OF CYTOTOXICS Retno Muliawati, M.Sc Apt Tiga Prinsip Dasar dalam Penanganan Obat Chemotherapy Perlindungan terhadap pasien Teknik aseptik Pencegahan ekstravasasi Perlindungan terhadap petugas

Lebih terperinci

Material Safety Data Sheet. : Resin Pinus Oleo

Material Safety Data Sheet. : Resin Pinus Oleo Material Safety Data Sheet Resin Pinus Oleo Bagian 1: Produk Kimia dan Identifikasi Perusahaan Nama Produk : Resin Pinus Oleo Sinonim : Pinus Resin Turpentin Identifikasi Perusahaan : Tradeasia International

Lebih terperinci

Penyimpanan Obat. Standar penyimpanan obat yang sering di gunakan adalah sebagai berikut :

Penyimpanan Obat. Standar penyimpanan obat yang sering di gunakan adalah sebagai berikut : Penyimpanan Obat Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan dari fisik yang

Lebih terperinci

Kebutuhan cairan dan elektrolit

Kebutuhan cairan dan elektrolit Kebutuhan cairan dan elektrolit Cairan adalah suatu kebutuhan pokok dan sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Bila tubuh kehilangan cairan dalam jumlah yang besar maka akan terjadi perubahan

Lebih terperinci

Sterilisasi Alat dan Bahan untuk Pengujian Kesehatan Benih

Sterilisasi Alat dan Bahan untuk Pengujian Kesehatan Benih Sterilisasi Alat dan Bahan untuk Pengujian Kesehatan Benih Steril adalah kondisi bebas dari semua mikroorganisme termasuk spora. Sterilisasi adalah proses penghancuran semua mikroorganisme termasuk spora

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Direktur Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Drs. Abdul Muchid, Apt. NIP

KATA PENGANTAR. Direktur Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Drs. Abdul Muchid, Apt. NIP 362.11 Ind p 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya, tim penyusun dapat menyelesaikan buku Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril. Dispensing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mencegah dan memperbaiki ketidak seimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh manusia diperlukan terapi intravena. Menurut Perdue dalam Hankins, Lonway,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Interaksi Obat Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB I KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

BAB I KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB I KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

FORMULIR PEMANTAUAN SELAMA RENOVASI / KONSTRUKSI BANGUNAN

FORMULIR PEMANTAUAN SELAMA RENOVASI / KONSTRUKSI BANGUNAN FORMULIR PEMANTAUAN SELAMA RENOVASI / KONSTRUKSI BANGUNAN Area Renovasi : Tanggal pemantauan : KELAS III N O KEGIATAN YA TIDAK NA KETERANGAN 1 Mengisolasi sistem HVAC di area kerja untuk mencegah kontaminasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

INVESTIGASI POLA ALIRAN UDARA PADA SISTEM RUANG BERSIH FARMASI SKRIPSI DIMAS ADRIANTO

INVESTIGASI POLA ALIRAN UDARA PADA SISTEM RUANG BERSIH FARMASI SKRIPSI DIMAS ADRIANTO INVESTIGASI POLA ALIRAN UDARA PADA SISTEM RUANG BERSIH FARMASI SKRIPSI Oleh DIMAS ADRIANTO 0404020215 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GENAP 2007/2008 1 INVESTIGASI POLA ALIRAN

Lebih terperinci

KAJIAN RESIKO PENGENDALIAN INFEKSI MATRIX PENCEGAHAN UNTUK PEMBANGUNAN DAN RENOVASI

KAJIAN RESIKO PENGENDALIAN INFEKSI MATRIX PENCEGAHAN UNTUK PEMBANGUNAN DAN RENOVASI KAJIAN RESIKO PENGENDALIAN INFEKSI MATRIX PENCEGAHAN UNTUK PEMBANGUNAN DAN RENOVASI Langkah Pertama : Identifikasi Tipe Aktifitas Proyek Konstruksi (Tipe A-D) Tipe Aktifitas inspeksi dan non-invasif. A

Lebih terperinci

AlCl₃ (Aluminium Klorida) Ishmar Balda Fauzan ( ) Widya Fiqra ( ) Yulia Endah Permata ( )

AlCl₃ (Aluminium Klorida) Ishmar Balda Fauzan ( ) Widya Fiqra ( ) Yulia Endah Permata ( ) AlCl₃ (Aluminium Klorida) Ishmar Balda Fauzan (121411048) Widya Fiqra (121411061) Yulia Endah Permata (121411062) Pengertian Reaksi Terhadap Zat Lain AlCl₃ Kegunaan dan Manfaat MSDS Proses Pembuatan KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

Definisi dan Tujuan keselamatan kerja

Definisi dan Tujuan keselamatan kerja Definisi dan Tujuan keselamatan kerja Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan & proses pengolahannya, landasan tempat kerja & lingkungannya serta cara-cara

Lebih terperinci

MINYAK BIJI GANJA CANNABIS SATIVA SEED OIL

MINYAK BIJI GANJA CANNABIS SATIVA SEED OIL MINYAK BIJI GANJA CANNABIS SATIVA SEED OIL 1. N a m a Golongan Essential Oil Sinonim / Nama Dagang (3) Cannabis chinense; Cannabis indica; Hempseed oil Nomor Identifikasi Nomor CAS : 68956-68-3 (1,7) Nomor

Lebih terperinci

Kegiatan Pembelajaran 5: Prinsip dan prosedur kerja Peralatan Laboratorium

Kegiatan Pembelajaran 5: Prinsip dan prosedur kerja Peralatan Laboratorium Kegiatan Pembelajaran 5: Prinsip dan prosedur kerja Peralatan Laboratorium Ruang lingkup materi ini meliputi : pengenalan prinsip dan prosedur peralatan laboratorium, untuk menunjang keterampilan siswa

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP PERSIAPAN KERJA IN VITRO DI LABORATORIUM

PROSEDUR TETAP PERSIAPAN KERJA IN VITRO DI LABORATORIUM Hal. 1 dari 6 Dokumen nomor : -03-001-01 Tanggal : Mengganti nomor : -02-001-00 Tanggal : 26 Februari 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk : Imidacloprid 10% Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang : Kimida 10 WP Nama Kimia : (E)-1-(6-chloro-3-pyridylmethyl)-N-nitroimidazolidin-2-

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

Medication Errors - 2

Medication Errors - 2 Medication error Masalah dalam pemberian obat Pencegahan injury (error) pengobatan Tujuan, manfaat pemberian obat Standar obat Reaksi obat, faktor yang mempengaruhi reaksi obat Medication Errors - 2 Medication

Lebih terperinci

2013, No.710 6

2013, No.710 6 6 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN MINUMAN KHUSUS IBU HAMIL DAN/ATAU IBU MENYUSUI PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

PANDUAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CADASARI

PANDUAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CADASARI PANDUAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CADASARI Jl. Raya Serang Km. 5, Kec. Cadasari Kab. Pandeglang Banten DAFTAR ISI BAB I MANAJEMEN

Lebih terperinci

Material Safety Data Sheet MAXFORCE Forte Gel0,05 20X(4X30GR) BOX 4 Nopember 2012

Material Safety Data Sheet MAXFORCE Forte Gel0,05 20X(4X30GR) BOX 4 Nopember 2012 1. Identifikasi produk dan perusahaan Nama Produk: Maxforce Forte Gel0,05 Alamat Perusahaan: Environmental Science Division Mid Plaza I lt. 14 Jl. Jend. Sudirman Kav.10-11, Jakarta 10220 P.O. Box 2507

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

MENCUCI INSTRUMEN BEDAH No.Dokumen No.Revisi Halaman. Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh : Direktur RS

MENCUCI INSTRUMEN BEDAH No.Dokumen No.Revisi Halaman. Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh : Direktur RS MENCUCI INSTRUMEN BEDAH L KEPERAWATA N Agar instrumen bedah yang dipakai dapat dibersihkan dari bahan berbahaya pasien 1. Siapkan larutan chlorine 0.5% secukupnya. 2. Selesai melakukan operasi, prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri farmasi berkembang pesat seiring dengan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri farmasi berkembang pesat seiring dengan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri farmasi berkembang pesat seiring dengan berkembangnya berbagai macam penyakit baru yang belum pernah ada sebelumnya. Industri farmasi menghadapi berbagai masalah

Lebih terperinci

DP SR-02 PERSYARATAN TAMBAHAN UNTUK AKREDITASI LABORATORIUM PENGUJIAN KIMIA DAN BIOLOGI JANUARI 2004

DP SR-02 PERSYARATAN TAMBAHAN UNTUK AKREDITASI LABORATORIUM PENGUJIAN KIMIA DAN BIOLOGI JANUARI 2004 DP.01.16 SR-02 PERSYARATAN TAMBAHAN UNTUK AKREDITASI LABORATORIUM PENGUJIAN KIMIA DAN BIOLOGI JANUARI 2004 Komite Akreditasi Nasional National Accreditation Body of Indonesia Gedung Manggala Wanabakti,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014 Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014 PENDAHULUAN KEWASPADAAN ISOLASI PELAKSANAAN PPI DI RS & FASILITAS PETUNJUK PPI UNTUK

Lebih terperinci

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI - 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI A. BANGUNAN 1. Lokasi Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber pencemaran

Lebih terperinci

Digunakan untuk mengukur suhu tubuh. Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi dan lain-lain

Digunakan untuk mengukur suhu tubuh. Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi dan lain-lain BEBERAPA PERALATAN DI RUANG ICU 1. Termometer 2. Stethoscope Digunakan untuk mengukur suhu tubuh 3. Tensimeter Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Produksi 2010 Pendahuluan Dalam rangka menghadapi era globalisasi, maka produk perikanan

Lebih terperinci

Sub Pokok Bahasan. - Batasan sediaan steril -Macam2 sediaan steril -Persyaratan steril. membuat sediaan steril - Formula sediaan

Sub Pokok Bahasan. - Batasan sediaan steril -Macam2 sediaan steril -Persyaratan steril. membuat sediaan steril - Formula sediaan RUANG LINGKUP STERIL Oleh : Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. Sub Pokok Bahasan - Batasan sediaan steril -Macam2 sediaan steril -Persyaratan steril -Kemampuan yang dituntut untuk membuat sediaan steril - Formula

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721) PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan

Lebih terperinci

Keselamatan Kerja di Laboratorium

Keselamatan Kerja di Laboratorium Keselamatan Kerja di Laboratorium Perhatikan PetunjuKeselamatan kerja Berkaitan dengan keamanan, kenyamanan kerja, dan kepentingan kesehatan, Keselamatan kerja sangat penting di perhatikan dalam bekerja

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang Nama Kimia : Glyphosate Isopropylammonium 490 g/l : Kenfosat 490 SL : N-(fosfonometil)

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. Pedoman alur sirkulasi untuk pasien, petugas dan barang-barang steril dan kotor

BAB VII PENUTUP. Pedoman alur sirkulasi untuk pasien, petugas dan barang-barang steril dan kotor BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian tentang Evaluasi Pasca Huni (EPH) ruang operasi RSUD Padang Panjang, didapatkan kesimpulan: 1. Aspek Fungsional, a. Studi dokumentasi master

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 983/MenKes/SK/XI/1992, rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi

Lebih terperinci

MENGELOLA KOMPOSISI AIR SUSU

MENGELOLA KOMPOSISI AIR SUSU MENANGANI AIR SUSU MENGELOLA KOMPOSISI AIR SUSU Air susu mengandung zat-zat gizi yg sangat cocok utk perkembangbiakan bakteri penyebab kerusakan air susu. Proses produksi yg tdk hygienes, penanganan yg

Lebih terperinci

1. Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan.

1. Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan. I. Tujuan Praktikum 1. Untuk mengetahui pembuatan sediaan steril 2. Untuk menghitung isotonis suatu sediaan steril 3. Untuk mengevaluasi sediaan steril II. Dasar Teori Larutan mata steril adalah steril

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Propofol adalah obat intravena paling sering digunakan anestesi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Propofol adalah obat intravena paling sering digunakan anestesi saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Propofol adalah obat intravena paling sering digunakan anestesi saat ini Percobaan klinis pertama, oleh Kay dan Rolly dan dilaporkan pada tahun 1977, menegaskan

Lebih terperinci

SELENIUM ASPARTAT SELENIUM ASPRATATE

SELENIUM ASPARTAT SELENIUM ASPRATATE SELENIUM ASPARTAT SELENIUM ASPRATATE 1. N a m a Golongan Mineral Sinonim/Nama Dagang (1,2) Tidak tersedia. Selenium aspartat merupakan komposisi dari sodium selenite, l-aspartic acid, dan protein sayur

Lebih terperinci

DITOLAK BAGIAN PENGAWASAN MUTU PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN

DITOLAK BAGIAN PENGAWASAN MUTU PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN Lampiran 15. Etiket PT. UNIVERSAL PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN Nama Produk/Bahan No. Batch/Lot Pabrik Pemasok No. Penerimaan Barang Jumlah No. Sertifikat Analisis Tanda Tangan DITOLAK BAGIAN PENGAWASAN

Lebih terperinci