POLA PERGERAKAN HARIAN DAN PENGGUNAAN HABITAT MIKRO KATAK POHON JAWA (Rhacophorus margaritifer) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLA PERGERAKAN HARIAN DAN PENGGUNAAN HABITAT MIKRO KATAK POHON JAWA (Rhacophorus margaritifer) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT"

Transkripsi

1 POLA PERGERAKAN HARIAN DAN PENGGUNAAN HABITAT MIKRO KATAK POHON JAWA (Rhacophorus margaritifer) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT NENENG MULIYA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 POLA PERGERAKAN HARIAN DAN PENGGUNAAN HABITAT MIKRO KATAK POHON JAWA (Rhacophorus margaritifer) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT NENENG MULIYA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

3 RINGKASAN Neneng Muliya. E Pola Pergerakan Harian dan Penggunaan Habitat Mikro Katak Pohon Jawa (Rhacophorus margaritifer) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Mirza D. Kusrini, M.Si dan Dr. Ir. Yeni A. Mulyani, M.Sc. Penelitian mengenai pergerakan amfibi, termasuk tentang pilihan metode yang sesuai, telah banyak dilakukan di luar negeri, tetapi di Indonesia baru Sholihat (2007) yang pernah tercatat melakukan penelitian sejenis. Penelitian ini bertujuan 1) mencari bahan pembuatan spool track yang sesuai dengan bobot tubuh R. margaritifer; 2) memetakan pola pergerakan harian R. margaritifer dengan menggunakan metode spool track; dan 3) mendeskripsikan penggunaan habitat mikro oleh R. margaritifer di Taman Nasiona Gunung Gede Pangrango. Penelitian ini dilakukan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat tepatnya pada Jalur Ciwalen dan Cibereum. Tiga macam spool dicobakan kepada katak dan pergerakan katak diamati setiap tiga jam selama 72 jam. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Terdapat delapan individu katak yang berhasil diamati pergerakannya selama 72 jam dengan menggunakan spool yang beratnya dibawah 10%, yaitu empat katak jantan dan empat katak betina. Selain itu juga terdapat tiga katak jantan yang berhasil diamati dengan menggunakan spool dengan berat alat di atas 10%. Bahan pembuat spool yang cukup baik digunakan selama pengamatan berbeda untuk katak jantan dan katak betina. Untuk katak jantan bahan terbaik terbuat dari sedotan dan plastik mika, sedangkan untuk katak betina bahan terbaik adalah selongsong berbahan plastik dan plastik mika. Uji Kruskal Wallis terhadap 11 individu katak menunjukkan adanya perbedaan nyata dari pergerakan katak untuk siang dan malam hari, baik pada katak jantan maupun katak betina (P < 0,05) yaitu H = 0,026 dan H = 0,03. Pergerakan antara katak jantan dan katak betina berdasarkan uji Kruskal Wallis tidak berbeda nyata pada siang dan malam hari (P > 0,05) yaitu H = 0,888 dan H = 0,685. Uji chi kuadrat untuk nilai alur kelurusan yang dilakukan terhadap delapan katak yang berhasil diamati selama 72 jam menunjukkan bahwa, katak bergerak tidak jauh dari lokasi awal pengamatan. Hasil pengamatan terhadap penggunaan habitat mikro menunjukkan bahwa pada siang hari katak banyak berada pada lokasi yang terlindung dari matahari seperti di sela-sela daun, serasah yang terlindung, dan batang yang terlindung, sedangkan pada malam hari banyak dilakukan di atas daun. Jika dilihat dari kontak R. margaritifer dengan lingkungannya, maka kontak yang paling banyak adalah kontak dengan tumbuhan, sedangkan kontak dengan sesama katak sedikit. Hal tersebut menyebabkan kemungkinan penularan penyakit parasit melalui kontak sesama katak sedikit. Banyaknya hubungan pergerakan katak dengan tumbuhan menunjukkan perlunya upaya untuk mempertahankan keberadaan tumbuhan terutama tumbuhan yang berada di sekitar sumber air. Kata kunci : Pergerakan, spool track, habitat mikro, R. margaritifer

4 SUMMARY Neneng Muliya. E The Pattern of Daily Movement and Micro Habitat Use of Javanese tree Frog (Rhacophorus margaritifer) in Gede Pangrango National Park West Java. Under supervision of Dr. Ir. Mirza D. Kusrini, M.Si and Dr. Ir. Yeni A. Mulyani, M.Sc. Studies on amphibian movement have been reported abroad, including selection of appropriate method. However, there is only one study on amphibian movement reported in Indonesia (Sholihat 2007). The purposes of this study are to 1) find suitable material for spool track that well suited with body weight of R. margaritifer, 2) map the daily movement patterns of R. margaritifer using spool track method; and 3) describe the micro habitat used by R. margaritifer in Gede Pangrango National Park. This study was conducted at Ciwalen and Cibereum. Three kinds of spool were tried to test-frogs and the frog movements were observed every three hours for 72 hours. Data from observations were then analyzed descriptively and quantitatively. Eight frogs (4 males, 4 females) were observed for 72 hours, each using a spool weight under less than 10% of body mass. Additionally, three male frogs were successfully observed using a spool weight more of 10% of their body mass. Result showed that suitable spool equipment materials differ for males and females according to their body mass. The best materials for the male frog are made by plastic straws and mica, while for female frog it is made from plastic and mica pallets. Kruskal Wallis test on 11 individual frogs indicated that there was a significant differences between day and night movement, both in male (H = 0.026) and female frogs (H = 0.03) (P value < 0.05). However, there was no significant differences in both male s and female s movement during the day (H = 0.888) and night (H = 0.685) (P value > 0.05). Chi square test for straightness index values for eight frogs observed in 72 hours showed that all frogs moved not far from the initial location of observation. Observations on micro habitats used showed that most frogs used location with low level of light exposure, i.e. between leaves, litter, and branches sheltered from the sun, while at night most activities were carried out on the leaves. R. margaritifer mostly in contact with plants, whereas contact with the other frogs is rare. Therefore it is estimated that the possibility of disease transmission by contact among frog is low. Since frog movements are associated with the existence of plants, there should be more efforts to keep the existence of the plants, especially plants that grow around water sources. Keywords: movement, spool track, micro habitat, R. margaritifer

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pola Pergerakan Harian dan Penggunaan Habitat Mikro Katak Pohon Jawa (Rhacophorus margaritifer) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat adalah benar-benar karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Mei 2010 Neneng Muliya NIM. E

6 Judul Penelitian Nama NIM : Pola Pergerakan Harian dan Penggunaan Habitat Mikro Katak Pohon Jawa (Rhacophorus margaritifer) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat. : Neneng Muliya : E Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si NIP Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc NIP Mengetahui, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Ketua Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP Tanggal lulus :

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1987 di Kota Pinang, Sumatera Utara dari pasangan Paino dan Ngatirah. Pendidikan formal ditempuh pada SD Negeri 022 Tualang (1993), SLTP Bina Karya, Tualang (1999), dan SMA Negeri 1 Tualang (2002), Siak Riau. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Penulis mulai belajar di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB pada tahun Penulis aktif sebagai pengurus di HIMAKOVA (Himpunan Mahasiswa Konservasi) di Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH)-Phyton HIMAKOVA sebagai sekretaris periode 2006/2007. Penulis pernah melaksanakan praktik dan kegiatan lapangan antara lain: Studi Konservasi Lingkungan (SURILI)-HIMAKOVA di TN. Bantimurung-Bulusaraung, Sulawesi Selatan pada tahun 2007 dan di TN Bukit Baka Buki Raya, Kalimantan Barat pada tahun 2008, Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Indramayu dan TN. Gunung Ceremai pada tahun 2007, Praktek Umum Konservasi Ek-Situ (PUKES) di Penangkaran Rusa Jonggol dan Kebun Raya Bogor pada tahun 2008 dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di TN. Meru Betiri, Jawa Timur pada tahun Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi berjudul Pola Pergerakan Harian dan Penggunaan Habitat Mikro Katak Pohon Jawa (Rhacophorus margaritifer) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat di bawah bimbingan Dr. Ir. Mirza D. Kusrini, M.Si dan Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc.

8 UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam terhaturkan kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat serta umatnya hingga akhir zaman. Penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini dan penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Orang tua tercinta serta adik (Jeni dan Eva) dan abang (Rapi i) atas semua do a, kasih sayang yang tak pernah putus serta dukungan baik moril dan materi kepada penulis hingga skripsi ini selesai. 2. Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si dan Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi atas segala perhatian, kesabaran dan bimbingan yang sangat berarti bagi penulisan skripsi ini. 3. Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS, Ir. Sucahyo Sadiyo, MS, dan Ir. Endang A Husaeni selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan bagi penyempurnaan skripsi ini. 4. Bapak dan Ibu di bagian staf tata usaha Departemen Sumberdaya Hutan dan Ekowisata atas bantuan dan kelancaran administrasi. 5. Kepala Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango dan staf yang telah memberikan kemudahan dalam perizinan pelaksanaan penelitian. 6. Boby Darmawan, S.Hut, M. Irfansyah Lubis, S.Hut dan Neneng Sholihat, S.Hut sebagai supervisor yang banyak membantu dalam pengambilan data. 7. Tim Javanus (Wirama Hipananda, Luthfia N Rahman, Irwan D Susanto, Welni D Ningsih dan Salomo Julivan) atas semangat dan bantuan serta dukungan saat di lapangan dan penyelesaian skripsi ini. 8. Keluarga besar KSHE angkatan tarsius (2005/42) atas pembelajaran, semangat, dan motivasi selama proses belajar. 9. Keluarga besar Pringgondani (Pringgoners: Siti Khodijah, Helni AW, Dwi C Agustina, Supatmi, Nani Sunani, Santi Sari, Putriati, Diah V Hastuti,

9 Novia Amanda, Herviza Yuni, Jayanti Primandini, Vicki Victoria, dan Andieta) atas dorongan semangat dan rasa kekeluargaan. 10. Keluarga besar HIMAKOVA khususnya KPH-Phyton. 11. Ryo A Prasetyo, Jumasril, Wiji Lestari, Doris Debora, Serasi Marito, Raja Ronald dan Zera Suharni sahabat penulis yang telah memberikan dukungan dan semangat. 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

10 i KATA PENGANTAR Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini. Skripsi ini merupakan karya ilmiah hasil penelitian dengan judul Pola Pergerakan Harian dan Penggunaan Habitat Mikro Katak Pohon Jawa (Rhacophorus margaritifer) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat dibawah bimbingan Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si dan Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dan data dasar dalam rangka upaya konservasi katak pohon jawa (Rhacophorus margaritifer) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna dan tidak tertutup kemungkinan masih terdapat ketidaksesuaian baik dalam penyajian isi materi, maupun tata bahasa maupun dalam hasil yang diperoleh sebagai akibat dari belum optimalnya usaha. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Mei 2010 Neneng Muliya NIM. E

11 ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... Halaman DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Manfaat... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Morfologi Habitat dan Penyebaran Perilaku Amfibi Pergerakan Amfibi Spool Track... 8 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Alat dan Bahan Pengumpulan Data Pembuatan dan Pemilihan Bahan Spool Track Pola Pergerakan Harian dan Penggunaan Habitat Mikro R. margaritifer Analisis Data BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI 4.1 Keadaan Umum Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Kondisi Habitat Masing-Masing Lokasi Penelitian Ciebereum Ciwalen i

12 iii BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Pemilihan Bahan Spool Track Pola Pergerakan R. margaritifer Penggunaan Habitat Mikro R. margaritifer Pembahasan Pemilihan Bahan Spool Track untuk Penelitian Pergerakan Pergerakan R. margaritifer Penggunaan Habitat Mikro R. margaritifer BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 41

13 iv DAFTAR TABEL No. Halaman 1 Perbandingan ukuran panjang tubuh R. margaritifer Waktu pengamatan pergerakan R. margaritifer Pemilihan bahan untuk pembuatan spool Perubahan bobot tubuh R. margaritifer setelah pemakaian spool Pergerakan katak antara tiga jam pengamatan Hasil perhitungan alur kelurusan R. margaritifer Perhitungan pergerakan R. margaritifer berdasarkan waktu dengan Uji Kruskal Wallis Perhitungan pergerakan R. margaritifer berdasarkan jenis kelamin dengan Uji Kruskal Wallis Perhitungan uji chi kuadrat nilai alur kelurusan... 43

14 v DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1 Peta penyebaran Rhacophorus margaritifer Peta lokasi penelitian Spool; (a) Spool bahan 1; (b) Spool bahan 2; (c) Spool bahan Habitat pada jalur interpretasi HM Kondisi habitat di Curug Cibereum Kondisi habitat di Ciwalen; (a) Vegetasi dominan; (b) Sumber air Kondisi kulit katak; (a) Sebelum pemakaian spool track; (b) Setelah pemakaian spool track Rata-rata pergerakan katak dari badan air; (a) Jarak horizontal; (b) Jarak vertikal Jarak pergerakan katak pada siang dan malam hari Aktivitas katak saat ditemukan; (a) Jantan pada malam hari; (b) Jantan pada siang hari; (c) Betina pada malam hari; (d) Betina pada siang hari Posisi katak pada substrat; (a) Jantan pada malam hari; (b) Jantan pada siang hari; (c) Betina pada malam hari; (d) Betina pada siang hari Fluktuasi suhu tubuh katak jantan terhadap suhu lingkungan Fluktuasi suhu tubuh katak betina terhadap suhu lingkungan Kontak katak dengan katak sejenis; (a) Saat katak istirahat tidur; (b) Amplexsus Ketinggian pergerakan katak Kematian katak; (a) Akibat terlilit benang; (b) Tutup selongsong terbuka Denah lokasi dan pergerakan katak yang diamati di Cibereum Pola pergerakan R. margaritifer jantan Pola pergerakan R. margaritifer jantan Pola pergerakan R. margaritifer jantan Pola pergerakan R. margaritifer jantan Pola pergerakan R. margaritifer betina Pola pergerakan R. margaritifer betina

15 vi 24 Pola pergerakan R. margaritifer betina Pola pergerakan R. margaritifer betina

16 vii DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1 Hasil perhitungan pergerakan R. margaritifer berdasarkan uji Kruskal Hasil perhitungan uji chi kuadrat nilai alur kelurusan Pola pergerakan R. margaritifer... 44

17 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rhacophorus margaritifer adalah salah satu dari 12 jenis katak endemik Jawa (Iskandar 1998). Sebarannya meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur (Iskandar et al. 2009). Selain R. margaritifer, anggota marga Rhacophorus yang dapat ditemukan di Pulau Jawa adalah R. reinwardtii (Iskandar 1998). Rhacophorus margaritifer tersebar di atas ketinggian 1000 m dpl (Frost 2009). Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) di Jawa Barat yang terletak pada ketinggian m dpl merupakan salah satu wilayah sebaran jenis katak ini (Kusrini et al. 2005). Hasil penelitian Lubis (2008) menunjukkan bahwa R. margaritifer memiliki kesesuaian habitat yang tinggi di bagian Timur Laut, Timur, Tenggara dan Selatan TNGP. Sebaran atau keberadaan suatu organisme di suatu habitat dipengaruhi oleh, antara lain perilaku dan pergerakan dari organisme tersebut (Macfadyen 1963). Kebanyakan satwa vertebrata, termasuk amfibi, membatasi pergerakan mereka pada suatu wilayah yang disebut home range atau wilayah jelajah. Home range atau wilayah jelajah adalah wilayah yang dijelajahi individu satwa secara teratur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti pakan, minum, serta tempat berlindung atau bersembunyi, tidur, dan kawin (Boughey 1973). Banyak amfibi melakukan pergerakan pada lokasi yang berbeda di setiap tahun untuk memenuhi kebutuhan seperti untuk hibernasi, reproduksi, dan nutrisi (Stebbins dan Cohen 1995). Penelitian mengenai pergerakan satwa, apalagi amfibi, masih termasuk jarang dilakukan di Indonesia. Di luar negeri penelitian pergerakan amfibi sudah cukup banyak dilakukan; misalnya Hodgkison dan Hero (2001) yang menggunakan radio tracking untuk mengetahui perilaku harian serta aktivitas diurnal dan nokturnal Litoria nannotis di hutan dan di daerah perairan di Tully Gorge, Australia Timur. Lemckert dan Brassil (2000) meneliti pergerakan dan penggunaan habitat Mixophyes iterates di musim reproduksi pada musim semi sampai musim gugur di Hutan Produksi Coffs Harbour/Dorrigo menggunakan dua

18 2 metode yaitu menggunakan radio tracking dan spool track. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan spool track lebih cocok untuk meneliti pergerakan M. iterates. Lemckert dan Brassil (2000) juga mendapatkan bahwa spool track tidak memberikan pengaruh negatif terhadap pergerakan katak. Penggunaan metode spool track oleh Lemckert dan Brassil (2000) dilakukan karena penelitian pergerakan dengan metode radio tracking tidak menghasilkan data yang lengkap pada pergerakan malam hari. Penelitian mengenai pergerakan amfibi menggunakan alat radio tracking di Indonesia belum ada, hal tersebut diduga karena harga alat radio tracking yang mahal. Sholihat (2007), yang sampai saat sebelum penelitian ini dilaksanakan merupakan satu-satunya di Indonesia yang pernah meneliti pergerakan amfibi, melakukan uji efektifitas dan pengaruh penerapan metode pemberian cat pada kaki katak dan metode pemasangan tali (spool track) pada Polypedates leucomystax. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa metode cat tidak dapat digunakan untuk meneliti pergerakan katak, tetapi metode pemasangan tali dapat digunakan selama bobot spool track disesuaikan dengan bobot tubuh katak. Menurut Lubis (2008) beberapa daerah dengan tingkat kesesuaian tinggi R. margaritifer di kawasan TNGP berada di dalam zona pemanfaatan dan zona rimba yang banyak dimanfaatkan sebagai lokasi wisata. Whithfield et al. (2006) menyebutkan bahwa adanya kegiatan manusia dan perubahan habitat dapat menyebabkan penurunan populasi amfibi. Mengingat status endemisitas R. margaritifer dan kekhawatiran akan gangguan terhadap habitat akibat kegiatan wisata, maka diperlukan pengelolaan kawasan yang mempertimbangkan pergerakan R. margaritifer. 1.2 Tujuan Penelitian ini memiliki tujuan: 1. Mencari bahan pembuat spool yang sesuai dengan bobot tubuh R. margaritifer. 2. Memetakan pola pergerakan harian R. margaritifer dengan menggunakan metode spool track di TNGP. 3. Mendeskripsikan penggunaan habitat mikro oleh R. margaritifer di TNGP.

19 3 1.3 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam pemilihan bahan untuk pembuatan spool pada penelitian selanjutnya dengan menggunakan metode spool track dan juga diharapkan dapat membuka wawasan bagi pembaca untuk dapat mengenal amfibi secara lebih dalam dan mendorong untuk melakukan penelitian lainnya mengenai amfibi di Indonesia.

20 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Rhacophorus margaritifer memiliki berbagai sinonim, antara lain R. javanus dan R. barbouri. Klasifikasi ilmiah R. margaritifer (Frost 2009) adalah sebagai berikut: Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Amphibia Bangsa : Anura Sub bangsa : Acosmanura Suku : Rhachoporidae Sub suku : Rhacophorinae Marga : Rhacophorus Jenis : Rhacophorus margaritifer Schlegel 1837; (Rhacophorus javanus Boettger 1893) (Rhacophorus barbouri Ahl 1927) Di Indonesia suku Rhacophoridae terbagi ke dalam lima marga yaitu: Nyctixalus (2 jenis), Philautus (17 jenis), Polypedates (5 jenis), Rhacophorus (20 jenis), dan Theloderma (2 jenis) (Iskandar 1998). R. margaritifer merupakan satu dari delapan jenis suku Rhacophoridae yang dapat ditemukan di pulau Jawa (Iskandar 1998). 2.2 Morfologi Amfibi mudah dikenal dari tubuhnya, yaitu dari bentuknya yang seperti berjongkok dengan empat kaki untuk melompat, leher yang tidak tampak jelas, dan tanpa ekor. R. margaritifer termasuk katak pohon dan memiliki bentuk tubuh yang ramping. Pada kebanyakan jenis, amfibi betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan amfibi jantan (Iskandar 1998). Hal ini terjadi pada R. margaritifer, ukuran panjang tubuh (diukur dari moncong sampai tulang ekor)

21 5 atau SVL (snout vent length) menunjukkan bahwa katak jantan memiliki panjang tubuh yang lebih kecil daripada katak betina (Tabel 1). Tabel 1 Perbandingan ukuran panjang tubuh R. margaritifer Ukuran Panjang Tubuh Sumber <50 mm mm Iskandar (1998) mm mm Kurniati (2003) <46 mm mm Kusrini dan Fitri (2006) Kulit R. margaritifer memiliki tekstur halus pada permukaan atas tubuh, kulit perut dan bagian bawah kaki berbintil kecil kasar. Kulit berwarna coklat tua, coklat kemerahan, coklat muda sampai kuning dengan bercak-bercak tidak beraturan pada bagian atas tubuh sedangkan kulit bagian perut berwarna putih (Kurniati 2003). Tubuh relatif gembung dan pada bagian antara jari tangan berselaput kira-kira setengah atau dua pertiga dari panjang jari. Tumit mempunyai sebuah lapisan kulit (flap). R. margaritifer juga memiliki tonjolan kulit yang terdapat di sepanjang pinggir lengan dan dasar kaki sampai jari luar (Iskandar 1998). 2.3 Habitat dan Penyebaran Rhacophorus margaritifer menempati tipe habitat yang khas dan dipengaruhi oleh beberapa variabel yang mempengaruhi kehidupannya. Berdasarkan penelitian Kusrini et al. (2005, 2007), hampir semua individu R. margaritifer di TNGP ditemukan berada pada daerah dengan jarak dari sumber air 0-10 meter, dan hanya sedikit sekali yang berada lebih dari 10 meter dari sungai. Rata-rata suhu harian habitat yang ditempati oleh jenis R. margaritifer berkisar antara 16 0 C-17 0 C (Lubis 2008). R. margaritifer dapat ditemukan di hutan hujan tropis dan di area yang terbuka (Kurniati 2003) serta hutan primer pada ketinggian di atas 1000 meter di atas permukaan laut (Frost 2009). Rhacophorus margaritifer hanya ditemukan di Pulau Jawa (Iskandar et al. 2009), antara lain di dua daerah di Jawa Barat yaitu Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGH) dan Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP) dan daerah lainnya yaitu di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Gambar 1).

22 6 Gambar 1 Peta penyebaran Rhacophorus margaritifer (Sumber: IUCN, Conservation International and Nature 2009). 2.4 Perilaku Amfibi Satwa liar mempunyai berbagai perilaku dan proses fisiologi untuk menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya seperti persaingan dan kerjasama untuk mendapatkan makanan, pelindung, pasangan untuk kawin, dan reproduksi (Alikodra 2002). Begitu juga dengan amfibi, aktivitas harian amfibi dipengaruhi oleh kebutuhannya untuk memperoleh makanan, kawin, tempat berlindung, menghindari pemangsa dan mempertahankan kondisi fisiologis (Dole 1965). Dalam mempertahankan kondisi fisiologis, amfibi mempertahankan kondisi kelembaban tubuh dengan menyerap cairan yang ada di sekitarnya (Duellman & Trueb 1986). Menurut Duellman dan Trueb (1986) setiap jenis amfibi memiliki mekanisme yang berbeda-beda dalam berburu mangsa tergantung pada jenisnya.

23 7 Lebih lanjut Duellman dan Trueb (1986) menyatakan bahwa katak yang memiliki perawakan gemuk dan mulut lebar biasanya mencari mangsa dengan cara diam dan menunggu mangsa dan biasanya memanfaatkan jenis pakan dengan ukuran besar serta memanfaatkannya dalam jumlah sedikit. Katak yang memiliki perawakan ramping dan mulut meruncing, biasanya katak ini aktif dalam berburu mangsa dan memanfaatkan mangsa dalam jumlah yang banyak dengan ukuran pakan kecil. Banyak faktor yang membatasi kebiasaan makan amfibi. Faktor dari luar yang membatasi adalah keberadaan makanan musiman dan ada atau tidaknya pemangsa, sedangkan faktor dari dalam, yaitu toleransi ekologi dan komposisi morfologi individu, ukuran, dan spesialisasinya. Menurut Goin dan Goin (1971), waktu perkembangbiakan amfibi sangat dipengaruhi oleh musim hujan dan suhu udara. Sebagai contoh, katak jantan Rhacophorus malabaricus di Wilayah Barat Ghat akan memanggil dan mengeluarkan suaranya setelah hujan ketiga atau keempat pada awal musim hujan untuk menarik perhatian betina (Kadadevaru & Kanamadi 2000). Kebanyakan amfibi ditemukan berpindah ke air pada saat sudah siap untuk berpasangan. Peletakan telurnya terjadi setelah sampai di air, setelah keduanya siap untuk kawin. Pelepasan telur dilakukan cepat karena tidak ada pasangan amplexus (kawin) yang dijumpai di sungai lebih dari sekali (Dole & Durant 1974). Kebanyakan amfibi nokturnal cenderung beristirahat pada daerah yang basah pada siang hari dan hanya aktif pada malam hari (Duellman & Trueb 1986). Hal ini karena kulit amfibi dapat menyerap air tetapi mudah kehilangan air yang dapat menyebabkan dehidrasi. Oleh karena itu, amfibi terestrial biasanya nokturnal, dan biasanya menghindari temperatur harian yang tinggi dan kelembaban udara yang rendah. Pada siang hari amfibi terestrial maupun arboreal biasanya memiliki kadar air tubuh yang tinggi dibandingkan daerah sekitarnya yang terbuka dari sinar matahari dan udara yang hangat (Duellman & Trueb 1986). 2.5 Pergerakan Amfibi Menurut Boughey (1973) wilayah jelajah adalah wilayah yang dijelajahi individu satwa secara teratur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti pakan,

24 8 minum, serta tempat berlindung atau bersembunyi, tidur, dan kawin. Menurut Duellman dan Trueb (1986) wilayah jelajah adalah luas area individu karena adanya aktivitas harian normal seperti bereproduksi. Wilayah jelajah setiap spesies berbeda tergantung tempat berlindung dan pakannya. Wilayah jelajah biasanya berupa tempat berlindung, mencari makan dan pada beberapa jenis amfibi jantan digunakan untuk melakukan panggilan terhadap betinanya (calling site). Amfibi menghabiskan sebagian waktunya di sekitar badan perairan selama musim reproduksi (Lemkert & Brassil 2000). Duellman dan Trueb (1986) menyebutkan amfibi tidak melakukan migrasi untuk bereproduksi, reproduksi terjadi di wilayah jelajahnya. Setelah perkawinan, amfibi dapat bergerak dari 10 sampai 100 meter atau bahkan sampai beberapa kilometer dari tempat berkembangbiaknya di setiap tahun (Matthews & Pope 1999 dalam Lemkert & Brassil 2000). Pergerakan tersebut terjadi karena kebutuhan amfibi akan pakan, kawin, tempat berlindung, menghindari predator dan memelihara kestabilan kondisi fisiologis seperti mempertahankan kelembaban tubuh katak (Dole 1965). Teritori adalah suatu daerah pertahanan yang diperluas (karena lokasi atau penyerangan) dengan sumberdaya yang terbatas untuk bertahan hidup atau berkembangbiak (Shepard 2004). Menurut Duellman dan Trueb (1986) aspek terpenting dari teritori amfibi adalah percumbuan (courtship) dan bersuara (vocalization) pada katak jantan dimusim kawin. Menurut Shepard (2004) pertahanan akan lokasi (site tenacity) pada amfibi jantan lebih besar pada jantan yang siap kawin (ditandai dengan perilaku bersuara) daripada jantan yang tidak siap kawin. Menurut Martof (1953) pergerakan harian Rana clamitans mencapai jarak yang luas dan mungkin diklasifikasikan sebagai asosiasi 1) pertumbuhan dan perkembangan menuju kedewasaan berikutnya, 2) aktivitas perkawinan, dan 3) musim dingin yang berkepanjangan Spool Track Penelitian pergerakan dapat memberikan informasi perilaku atau aktivitas harian/musiman, pola pergerakan harian atau jangka panjang, habitat yang digunakan oleh satwa tersebut, dan luas ruang yang dimanfaatkan oleh satwa

25 9 sepanjang hidup atau sebagian besar hidupnya (Kusrini 2009). Menurut Kusrini (2009) penelitian pergerakan dapat menggunakan telemetri (radio transponder dan harmonic radar), spool track (pemasangan benang katun untuk mengikuti pergerakan satwa). Selain itu, penelitian pergerakan pada katak juga dapat dilakukan dengan cara penandaan yaitu dengan pemotongan jari. Metode pemotongan jari untuk melihat pergerakan katak pernah dilakukan oleh Dole dan Durant (1974) dan Shepard (2004). Penelitian menggunakan telemetri banyak dilakukan diantaranya oleh Lemckert dan Brassil (2000) selain menggunakan telemetri juga menggunakan spool untuk melihat pergerakan katak, Hodgkison dan Hero (2001), Schwarzkopf dan Alford (2002), Rowley dan Alford (2007), sedangkan penelitian pergerakan dengan menggunakan spool track telah dilakukan oleh Dole (1965), Lemckert dan Brassil (2000), dan Sholihat (2007). Dole (1965) menggunakan spool track (trailers) yang terbuat dari selongsong mesin jahit sebagai kumparan, benang katun sebagai talinya, dan sebagai penyimpan selongsong terbuat dari pipa dari bahan plastik yang kaku, dan alat pengikat pada tubuh katak dari tali yang elastis. Spool diletakkan pada bagian belakang tubuh katak yaitu pada bagian atas agar katak dapat bergerak bebas. Ketika katak bergerak dan berpindah tempat maka alat ini akan berputar dan meninggalkan jejak dari benang yang tertinggal. Menurut Dole (1965) penelitian pergerakan yang dilakukan pada Rana pipiens, dengan menggunakan spool dan dengan panjang tali 50 m, spool dapat bertahan dua sampai tiga malam untuk sebagian besar katak yang diamati. Untuk katak yang tidak aktif, spool ini dapat bertahan selama tujuh hari, sedangkan untuk katak yang sangat aktif yaitu malam hari dalam keadaan hujan, spool hanya bertahan selama satu sampai dua jam. Dengan menggunakan alat ini, jalur pergerakan dilihat dari benang yang ditinggalkan dan biasanya dilihat pada pagi hari dan sore hari untuk memetakan pergerakan katak. Meskipun pada penelitian yang dilakukan pada katak dengan ukuran panjang tubuh lebih dari 60 mm, tetapi alat ini juga dapat digunakan pada ukuran katak yang lebih kecil dari 50 mm.

26 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat tepatnya di Jalur Cibereum dan Jalur Ciwalen (Gambar 2). Penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan November 2008 untuk melihat lokasi penelitian dan uji coba alat spool track, kemudian penelitian lanjutan dilaksanakan kembali mulai bulan Mei sampai Juli dan September sampai Oktober 2009 untuk mengambil data pergerakan dan penggunaan habitat R. margaritifer. Gambar 2 Peta lokasi penelitian (Sumber: Kusrini et al. 2007). 3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya adalah: 1. Alat dan bahan yang digunakan untuk membuat spool track: Spool track I: benang katun, tutup botol parfum 10 ml, selotip paralon, selongsong benang (palet benang), lilin dan korek api, kawat bunga hias berdiameter ± 0,5 mm, gunting, ampelas, kikir, dan cutter; Spool track II: benang katun,

27 11 sedotan, plastik mika, cutter, gunting, dan lem plastic; Spool tack III: selongsong benang (palet benang), plastik mika, cutter, dan lem plastik. 2. Alat dan bahan yang digunakan untuk melihat pergerakan R. margaritifer antara lain senter/headlamp dan batere, kantong spesimen, alat ukur waktu, tally sheet, alat tulis, kaliper, timbangan/neraca pegas, kompas, meteran, dan kamera. 3. Alat dan bahan yang digunakan untuk mengukur habitat mikro R. margaritifer antara lain: termometer Raytek untuk mengukur suhu tubuh, ph meter, tally sheet, kamera, dan alat tulis. 3.3 Pengumpulan Data Penelitian pergerakan harian dan penggunaan habitat mikro R. margaritifer di TNGP dilakukan dalam dua tahap yaitu: Pembuatan dan Pemilihan Bahan Spool Track Pola pergerakan R. margaritifer dilihat dengan menggunakan alat spool (Gambar 3). Alat dirangkai dengan menggulung benang pada palet yaitu berupa selongsong benang dan disimpan dalam wadah tutup parfum, botol sitrun maupun alat lain agar benang tidak kusut atau terurai (Sholihat 2007). Benang yang digunakan dalam penelitian ini yaitu benang katun. Hal ini dilakukan karena benang katun lebih mudah lapuk sehingga jika ada katak yang tidak dapat ditemukan kembali maka benang diharapkan lepas dengan sendirinya sehingga tidak menjerat katak. Selongsong yang telah digulung dengan benang dan diberi wadah diikatkan pada punggung katak dengan menggunakan selotip paralon. Pemilihan selotip paralon sebagai bahan pengikat alat karena jenis ini elastis. Setelah katak dipasang dengan spool kemudian katak dilepas kembali dan diamati pergerakannya melalui jejak tali yang ditinggalkan dari pergerakan katak setiap tiga jam. Penelitian pergerakan Polypedates leucomystax Sholihat (2007) menggunakan spool track dengan berat empat gram untuk katak betina dan 1,5 gram untuk katak jantan. Berdasarkan hasil penelitian ini berat tubuh R. margaritifer adalah 19±4,1 gram untuk betina dan 5,3±1,4 gram untuk jantan. Jelas sekali bahwa bahan yang digunakan dalam penelitian Sholihat (2007) tidak

28 12 dapat digunakan untuk R. margaritifer karena alat yang digunakan cukup berat. Oleh karena itu pembuatan spool track dilakukan dengan menggunakan beberapa bahan yang lebih ringan. Bahan-bahan tersebut adalah: 1. Selongsong benang berbahan plastik dan sebagai tempat penyimpan selongsong yaitu tutup botol parfum ukuran 10 ml untuk katak jantan. 2. Selongsong terbuat dari sedotan minuman dan penahannya terbuat dari plastik mika yang direkatkan dengan lem plastik. Kemudian sebagai tempat penyimpan selongsong terbuat dari plastik mika yang dibuat melingkar dengan bantuan lem. Spool ini digunakan untuk katak jantan. 3. Selongsong benang berbahan plastik dan tempat penyimpan selongsong terbuat dari plastik mika yang digunakan untuk katak betina. Sebelum alat digunakan pada R. margaritifer dilakukan uji coba alat terlebih dahulu terhadap seekor katak pohon bergaris (P. leucomystax) jantan di Kampus IPB Darmaga dan dilanjutkan dengan uji coba pada seekor R. margaritifer jantan di Cibereum, TNGP. Uji coba dilakukan untuk bahan nomor satu dan dua selama 12 jam dari pukul WIB dan dicek setiap tiga jam sekali dengan tujuan melihat kelancaran alat. Alat yang menunjukkan benang tidak kusut dan berjalan lancar selama pengamatan digunakan dalam penelitian pola pergerakan R. margaritifer. (a) (b) (c) Gambar 3 Spool; (a) Spool bahan 1; (b) Spool bahan 2; (c) Spool bahan 3.

29 3.3.2 Pola Pergerakan Harian dan Penggunaaan Habitat Mikro R. margaritifer Penelitian dimulai dengan menangkap katak betina dan jantan pada lokasi yang menjadi tempat pengamatan. Rencana jumlah katak yang akan diamati dua belas individu yaitu enam katak jantan dan enam katak betina, tetapi karena ada kesulitan menemukan katak betina maka diputuskan hanya delapan individu katak yang diamati pergerakannya. Katak yang diamati sebanyak delapan individu yaitu empat individu jantan dengan rata-rata SVL (45,4 ± 4,6 mm) dan rata-rata bobot tubuh (5,3 ± 1,4 gram) dan empat individu betina dengan rata-rata SVL (64,3 ± 1,4 mm) dan rata-rata bobot tubuh (19 ± 4,1 gram). Katak yang tertangkap dipasangi spool berisi tali. Pengamatan pola pergerakan individu katak tidak dilakukan secara serentak pada seluruh individu, tetapi bervariasi antara individu (Tabel 2). Nama individu katak berupa angka menunjukkan katak menggunakan spool dengan bobot lebih kecil dari 10%, sedangkan tanda bintang menunjukkan katak menggunakan spool dengan bobot lebih besar dari 10%. Tabel 2 Tanggal pengamatan pergerakan R. margaritifer Lokasi Individu Mulai Akhir Lama Pengamatan Pengamatan Pengamatan Ciwalen Jantan 1 19-Apr Apr jam Cibereum Jantan 2 02-Jun Jun jam Jantan 3 30-Jul Agust jam Jantan 4 30-Jul Agust jam Betina 1 02-Jun Jun jam Betina 2 28-Okt Okt jam Betina 3 28-Okt Okt jam Betina 4 29-Okt Nov jam Jantan* 26-Des Des jam Jantan** 28-Des Des jam Jantan*** 25-Des Des jam Keterangan : Lama pemakaian alat pada masing-masing katak ditambah dengan 12 jam aklimatisasi alat. 13 Jarak pergerakan katak diukur dengan cara mengukur tali dan di amati setiap tiga jam selama 72 jam. Pengamatan selama 72 jam dimaksudkan untuk memperoleh data yang lebih baik dibandingkan penelitian Sholihat (2007) yang relatif lebih pendek (24 jam). Pada awal pengamatan pengukuran pergerakan katak dihitung setelah 12 jam pemasangan spool untuk mengetahui habituasi

30 14 katak terhadap alat. Pengukuran pergerakan dilakukan setelah pelepasan katak pada posisi setelah 12 jam habituasi sampai posisi katak terakhir setelah 72 jam. Pola pergerakan dilihat dari benang yang ditinggalkan oleh katak dan data posisi katak dicatat setiap tiga jam. Meteran digunakan untuk mengukur posisi katak, yaitu posisi tinggi katak dari badan air (y) dan jarak horizontal katak dari badan air (x). Data tersebut diukur untuk menentukan koordinat titik pergerakan terakhir. Data lain yang diambil adalah suhu tubuh katak setiap pergerakan tiga jam, habitat mikro serta akivitas yang dilakukan di setiap lokasi ditemukannya jenis katak tersebut. Data habitat mikro diambil mengacu kepada Heyer et al. (1994), yaitu tipe substrat, posisi horizontal katak terhadap badan air, posisi vertikal katak terhadap permukaan air, suhu tubuh katak, suhu udara, ph air, dan data khusus lainnya. Data khusus lain yang diambil adalah jarak katak yang diamati dengan katak lain dan jarak dengan satwa lain yang berada di sekitarnya. Kategori posisi katak pada substrat pada penelitian ini dibagi menjadi delapan kelompok, yaitu: 1) di sela daun, 2) batang terbuka, 3) batang terlindung, 4) batu terbuka, 5) batu terlindung, 6) di atas daun, 7) tanah terbuka, dan 8) serasah terlindung. Posisi di sela daun, batang terlindung, batu terlindung dan serasah terlindung berarti pada bagian atas katak terdapat naungan seperti dedaunan, sedangkan posisi di atas daun, tanah terbuka, batu terbuka dan tanah terbuka berarti katak berada pada posisi yang tidak mendapat naungan. 3.4 Analisis Data Data yang didapat dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Data yang dijelaskan secara deskriptif yaitu habitat mikro R. margaritifer, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan terhadap data jarak pergerakan individu R. margaritifer. Jarak pergerakan individu R. margaritifer diperoleh melalui pengukuran posisi katak setiap tiga jam pengamatan. Data jarak dan posisi katak digunakan untuk memetakan pergerakan katak selama tiga hari atau 72 jam. Jika jarak pergerakan katak < 0,05 m maka pergerakan dianggap nol karena dengan jarak pergerakan tersebut dapat diartikan pergerakan yang dilakukan di tempat atau hanya bergeser dari posisi awal.

31 15 Pergerakan katak dianalisis secara kuantitatif untuk melihat net displacement dan nilai alur kelurusan dari pergerakan (straightness of the movement trail). Net displacement yaitu jarak yang ditempuh selama katak dipasangi alat dan biasanya diukur selama 24 jam (Schwarzkopf & Alford 2002). Menurut Sokal dan Rohlf (1981) dalam Schwarzkopf dan Alford (2002) pergerakan katak sangat berubah-ubah, beragam, dan tidak normal sehingga untuk membuat pergerakan menjadi normal maka dibakukan dalam nilai alur kelurusan. Nilai alur kelurusan diperoleh dengan menghitung rasio dari jarak kumulatif total katak bergerak dengan jarak antara titik awal ke titik akhir pengamatan (Sinch 1988 dalam Schwarzkopf & Alford 2002). Total jarak antara titik awal ke titik akhir yaitu berupa jarak lurus, sedangkan jarak kumulatif total pergerakan yaitu berupa jarak tempuh. Nilai alur kelurusan disebut juga linearity index (Bell & Kramer 1979 dalam Schwarzkopf & Alford 2002). Nilai alur kelurusan menunjukkan pergerakan katak menjauhi atau hanya bergerak di sekitar titik awal. Pergerakan tersebut diplotkan selama 72 jam. Nilai alur kelurusan adalah 0-1, dimana satu mengindikasikan katak bergerak keluar dalam pola alur lurus dan nol mengindikasikan katak tidak bergeser. Selain itu dilakukan juga uji hipotesis nilai alur kelurusan dengan menggunakan metode penghitungan chi kuadrat. Hipotesis berdasarkan nilai alur kelurusan dengan H o adalah pola pergerakan jantan dan betina tidak menjauhi titik awal pengamatan sedangkan H a adalah pola pergerakan jantan dan betina menjauhi titik awal pengamatan. Apabila 2 hitung lebih besar 2 tabel maka H o ditolak dan H a diterima. Rumus chi kuadrat yang digunakan adalah: 2 hitung = Keterangan 2 : Chi kuadrat E : Frekuensi harapan nilai alur kelurusan O : Frekuensi pengamatan

32 16 Data pergerakan katak dianalisis dengan menggunakan SPSS 15.0 (Pratisto 2002). Data yang dianalisis adalah data jarak antara dua titik posisi katak setiap tiga jam pengamatan selama 72 jam. Data pada posisi awal katak tidak dimasukkan dalam analisis ini karena dianggap katak tidak bergerak.

33 17 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI 4.1 Keadaan Umum Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) memiliki perkembangan status sejak tahun 1889 dari cagar alam, areal hutan lindung dan taman wisata alam. Pada tanggal 6 Maret 1980, dengan ditetapkannya lima buah taman nasional di Indonesia oleh Menteri Pertanian maka status Kawasan Cagar Alam Cibodas, Cagar Alam Cimungkat, Cagar Gunung Gede Pangrango, Taman Wisata Situgunung dan hutan-hutan di lereng Gunung Gede Pangrango berubah menjadi kawasan TNGP dengan luas Ha. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 174/Kpts-II/tanggal 10 Juni 2003 kawasan TNGP diperluas menjadi Ha. Secara geografi TNGP terletak antara BT dan 6 51 LS, sedangkan secara administratif pemerintahan, wilayah TNGP mencakup ke dalam tiga kabupaten, yaitu: Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Batas-batas kawasan ini adalah (BTNGP 2003): Sebelah Utara : Wilayah Kabupaten Cianjur dan Bogor Sebelah Barat : Wilayah Kabupaten Sukabumi dan Bogor Sebelah Selatan : Wilayah Kabupaten Sukabumi Sebelah Timur : Wilayah Kabupaten Cianjur Menurut Peraturan Pemerintah Menteri Kehutanan No. P. 03/Menhut- II/2007 Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) di TNGP di bagi menjadi enam yaitu, SPTN Wilayah I/ Cibodas. SPTN Wilayah II/ Gedeh, SPTN Wilayah III/ Selabintana, SPTN Wililayah IV/ Situ Gunung, SPTN Wilayah V/ Bodogol, dan SPTN Wilayah VI/ Tapos. Penelitian dilakukan di SPTN wilayah I/ Cibodas yaitu pada Jalur Ciwalen dan Cibereum yang merupakan jalur interpretasi wisata di TNGP. 4.2 Kondisi Habitat Masing-Masing Lokasi Penelitian Kondisi umum lokasi penelitian didapat melalui wawancara dengan petugas dan pengamatan lansung. Kondisi umum masing-masing lokasi penelitian adalah:

34 Cibereum Cibereum merupakan lokasi utama dilakukanya penelitian. Lokasi ini terletak pada ketinggian lebih dari 1000 m dpl. Jalur menuju Cibereum merupakan salah satu jalur interpretasi di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP), oleh karena itu aktivitas manusia pada jalur ini cukup tinggi terutama pada akhir pekan dan hari libur. Di lokasi ini terdapat tiga air terjun (curug) yang merupakan objek utama bagi pengunjung untuk melakukan wisata. Air terjun tersebut diantaranya adalah air terjun Cibereum (± 30 m), Cidendeng (± 25 m), dan Cigundul (± 40 m). Setiap curug memilki debit air yang berbeda dan curug Cibereum merupakan curug yang memiliki debit air terbesar. Lokasi penelitian dilakukan pada daerah di sekitar patok HM Pengambilan sampel katak untuk penelitian dilakukan di sekitar air terjun pada HM 28 meliputi wilayah sungai yang merupakan aliran dari air terjun tersebut. Lokasi lain pengambilan sampel yaitu di sepanjang patok HM Daerah sekitar patok HM merupakan perpanjangan jalur dari Cibereum, dimana terdapat jembatan kayu dengan vegetasi dominan berupa kecubung (Brugmansia suaveolens) yang tumbuh di sekitar tepi jembatan. Lokasi penelitian di patok HM memiliki tajuk terbuka, tetapi matahari tidak dapat menyentuh lantai hutan karena terdapat jembatan sedangkan di daerah patok HM 28 merupakan daerah yang memiliki tajuk terbuka, sehingga sinar matahari dapat menyentuh lantai hutan (Gambar 4). Gambar 4 Habitat pada jalur interpretasi HM Sungai di sekitar air terjun memiliki kedalaman yang bervariasi mulai dari cm dengan subtrat berupa batu, kerikil, pasir dan lumpur. Warna air jernih dan aliran air bervariasi pada beberapa titik. Ada bagian-bagian yang beraliran

35 19 cepat, sementara di daerah pinggiran alirannya sedang atau bahkan lambat. Jenis tumbuhan yang dominan tumbuh di sekitar sungai diantaranya adalah pacar tere (Impatiens platypetala), selada air (Nasturtium microphyllum) dan kecubung (Brugmansia suaveolens) (Gambar 5). Gambar 5 Kondisi habitat di daerah Curug Cibeureum Ciwalen Ciwalen terletak berbatasan langsung dengan Kebun Raya Cibodas (KRC) dengan ketinggian lebih dari 1000 m dpl. Ciwalen merupakan jalur interpretasi yang ada di TNGP yang dikembangkan pihak TNGP selain jalur Cibereum. Jika dilihat dari intensitas pengunjung pada akhir pekan, dibandingkan jalur Cibereum lokasi ini jarang dikunjungi. Lokasi pengambilan sampel dilakukan di sebuah kolam kecil di belakang kantor resort Cibodas. Kolam ini hanya akan tergenang oleh air saat musim hujan, sedangkan pada musim kemarau kolam menjadi kering. Substrat kolam berupa lumpur dengan kedalaman tertinggi ± 50 cm. Vegetasi dominan yang tumbuh di lokasi ini adalah kecubung (Brugmansia suaveolens). Tutupan tajuk rapat karena masih dipengaruhi oleh hutan primer TNGP (Gambar 6).

36 20 (a) (b) Gambar 6 Kondisi habitat di daerah Ciwalen; (a) Vegetasi dominan; (b) Sumber air.

37 21 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Pemilihan Bahan Spool Track Hasil pemilihan bahan untuk memperoleh bobot alat yang sesuai dengan bobot tubuh R. margaritifer menunjukkan bahwa selongsong plastik (bahan 1) masih terlalu berat untuk digunakan pada R. margaritifer dibandingkan bahan 2 dan 3 (Tabel 3). Oleh karena itu, pada penelitian selanjutnya digunakan alat yang terbuat dari bahan 2 dan 3. Tabel 3 Pemilihan bahan untuk pembuatan spool Alat Spool bahan 1 Spool bahan 2 Spool bahan 3 Penempatan Gulungan Benang Selongsong dari plastik (alat untuk meyimpan benang pada mesin jahit) Tinggi alat 1,3 cm Selongsong dari sedotan dan penahan bagian tepi dari mika Tinggi alat 0,9-1 cm Selongsong dari plastik (alat untuk meyimpan benang pada mesin jahit) Tinggi alat 1,5 cm Bahan Bobot Alat Dampak pada Katak Benang katun (±15 1,2 gram Katak bergerak m), tutup botol dengan bebas, parfum 10 ml, dan diuji pada selotip paralon katak jantan sebagai pengikatnya Benang katun (±4 m), plastik mika, dan selotip paralon sebagai pengikatnya Benang katun (±10 m), plastik mika, dan selotip paralon sebagai pengikatnya 0,3-0,5 gram Katak bergerak dengan bebas Di terapkan untuk katak jantan 0,9-1,1 gram Katak bergerak dengan bebas dan diterapkan untuk katak betina Dampak pemakaian spool terlihat dari penurunan bobot tubuh katak (Tabel 4). Penurunan bobot tubuh lebih besar terjadi pada pemakaian alat dengan bahan 1, sementara bahan 2 dan 3 hanya menurunkan bobot tubuh kurang dari 20%. Dampak negatif dari alat selain penurunan bobot tubuh adalah iritasi kulit. Setiap katak yang dipasang oleh spool mengalami iritasi kulit di daerah pinggang (Gambar 7).

38 22 (a) (b) Gambar 7 Kondisi kulit katak; (a) Sebelum pemakaian spool track; (b) Setelah pemakaian spool track. Tabel 4 Perubahan bobot tubuh R. margaritifer setelah pemakaian spool Lokasi Alat Jenis kelamin Berat alat (g) Bobot tubuh sebelum memakai spool track (g) Bobot tubuh setelah memakai spool track (g) Persentase berat alat terhadap bobot tubuh (%) Persentse penurunan berat tubuh (%) Cibereum Bahan 1 Jantan* 1,2 6,5 5 18,4 23 Bahan 1 Jantan** 1,2 7, ,3 Bahan 1 Jantan*** 1,2 4,5-26,7 Ciwalen Bahan 2 Jantan 1 0,5 5,5 5,5 9,1 0 Cibereum Bahan 2 Jantan 2 0, ,3 14,2 Bahan 2 Jantan 3 0,3 3,6 3,1 8,3 13,9 Bahan 2 Jantan 4 0, Bahan 2 Betina 1 1, ,6 5 6,4 Bahan 3 Betina 2 0,9 15,5 13,5 5,8 12,9 Bahan 3 Betina 3 0,9 15,5 14,9 5,8 3,9 Bahan 3 Betina 4 0, , ,5 Keterangan : jantan* (pengamatan 72 jam); jantan**(pengamatan 27 jam); jantan*** (pengamatan 24 jam). Katak yang tidak bertanda menggunakan alat diamati selama 72 jam. Lama pemakaian alat pada masing-masing katak ditambah dengan 12 jam aklimatisasi alat Pola Pergerakan R. margaritifer Terdapat delapan individu R. margaritifer yang dapat diamati pergerakannya selama 72 jam dan menggunakan alat dengan bobot alat dibawah 10% bobot tubuh katak. Delapan individu tersebut terdiri dari empat individu jantan dan empat individu betina. Tujuh individu diantaranya diamati di Cibereum, sedangkan satu individu lainnya diamati di Ciwalen. Hasil pengamatan pendahuluan menunjukkan bahwa jumlah R. margaritifer lebih banyak di Cibereum sehingga diputuskan untuk melakukan penelitian lebih intensif di Cibereum. Selain delapan individu yang berhasil diamati, terdapat tiga betina lain yang diamati tetapi mengalami kegagalan ketika habituasi yaitu, katak bergerak

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Pemilihan Bahan Spool Track Hasil pemilihan bahan untuk memperoleh bobot alat yang sesuai dengan bobot tubuh R. margaritifer menunjukkan bahwa selongsong plastik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Katak pohon Jawa (Rhacophorus margaritifer Schlegel, 1837) yang memiliki sinonim Rhacophorus barbouri Ahl, 1927 dan Rhacophorus javanus Boettger 1893) merupakan famili

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

V. HASIL & PEMBAHASAN

V. HASIL & PEMBAHASAN 19 V. HASIL & PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Keberhasilan hidup berudu Rhacophorus margaritifer 5.1.1.1. Telur Hasil pengamatan terhadap sembilan selubung busa telur (clutch) menunjukkan bahwa semua telur

Lebih terperinci

POLA PERGERAKAN HARIAN DAN PENGGUNAAN RUANG KATAK POHON BERGARIS (Polypedates leucomystax) DI KAMPUS IPB DARMAGA NENENG SHOLIHAT

POLA PERGERAKAN HARIAN DAN PENGGUNAAN RUANG KATAK POHON BERGARIS (Polypedates leucomystax) DI KAMPUS IPB DARMAGA NENENG SHOLIHAT POLA PERGERAKAN HARIAN DAN PENGGUNAAN RUANG KATAK POHON BERGARIS (Polypedates leucomystax) DI KAMPUS IPB DARMAGA NENENG SHOLIHAT DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE SPOOL TRACK

PENGGUNAAN METODE SPOOL TRACK 1 PENGGUNAAN METODE SPOOL TRACK DALAM MENELAAH POLA PERGERAKAN HARIAN KATAK BERTANDUK (Megophrys montana) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO, JAWA BARAT IRWAN DWI SUSANTO DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan November sampai Desember 2008 di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Penelitian pendahuluan ini untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Telur

II. TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Telur 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Telur Katak betina dewasa menentukan tempat peletakan telur setelah terjadi pembuahan dan untuk kebanyakan katak pohon telur tersebut terselubung dalam busa. Hal ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 3.1 Lokasi dan Waktu BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kawasan Lindung Sungai Lesan. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 31 Juli sampai 19 Agustus 2010 di Kawasan Lindung Sungai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 9 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan dalam sebelas bulan, dimulai pada bulan April 2009 sampai bulan Maret 2010. Pengambilan data clutch telur dan berudu dilakukan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Karakteristik morfologi dan intensitas katak berbiak Aktivitas berbiak katak pohon Jawa ditandai dengan ciri berkumpulnya pejantan siap berbiak dan katak betina

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

MENGGUNAKAN METODE RADIO TRACKING DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT

MENGGUNAKAN METODE RADIO TRACKING DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT POLA PERGERAKAN HARIAN KATAK POHON JAWA (Rhacophorus margaritifer) DENGAN MENGGUNAKAN METODE RADIO TRACKING DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT BENNY ALADIN SIREGAR DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

POLA PERGERAKAN HARIAN DAN PENGGUNAAN RUANG KATAK POHON BERGARIS (Polypedates leucomystax) DI KAMPUS IPB DARMAGA NENENG SHOLIHAT

POLA PERGERAKAN HARIAN DAN PENGGUNAAN RUANG KATAK POHON BERGARIS (Polypedates leucomystax) DI KAMPUS IPB DARMAGA NENENG SHOLIHAT POLA PERGERAKAN HARIAN DAN PENGGUNAAN RUANG KATAK POHON BERGARIS (Polypedates leucomystax) DI KAMPUS IPB DARMAGA NENENG SHOLIHAT DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

DAMPAK PENAMBAHAN BEBAN TERHADAP PERGERAKAN KATAK POHON JAWA AKMAL FIRDAUS

DAMPAK PENAMBAHAN BEBAN TERHADAP PERGERAKAN KATAK POHON JAWA AKMAL FIRDAUS DAMPAK PENAMBAHAN BEBAN TERHADAP PERGERAKAN KATAK POHON JAWA AKMAL FIRDAUS DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 RINGKASAN Akmal Firdaus.

Lebih terperinci

Karakterisik dan Kepadatan Populasi Genus Microhyla Di Wilayah Cagar Alam dan Taman Wisata Alam (CA-TWA) Telaga Warna ABSTRAK

Karakterisik dan Kepadatan Populasi Genus Microhyla Di Wilayah Cagar Alam dan Taman Wisata Alam (CA-TWA) Telaga Warna ABSTRAK Karakterisik dan Kepadatan Populasi Genus Microhyla Di Wilayah Cagar Alam dan Taman Wisata Alam (CA-TWA) Miftah Hadi Sopyan 1), Moerfiah 2), Rouland Ibnu Darda 3) 1,2,3) Program Studi Biologi Fakultas

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

PELUANG HIDUP TELUR DAN BERUDU KATAK POHON. JAWA Rhacophorus margaritifer Schlegel 1837 DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE-PANGRANGO PROVINSI JAWA BARAT

PELUANG HIDUP TELUR DAN BERUDU KATAK POHON. JAWA Rhacophorus margaritifer Schlegel 1837 DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE-PANGRANGO PROVINSI JAWA BARAT PELUANG HIDUP TELUR DAN BERUDU KATAK POHON JAWA Rhacophorus margaritifer Schlegel 1837 DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE-PANGRANGO PROVINSI JAWA BARAT SALOMO JULIVAN ARITONANG DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Struktur Komunitas Struktur komunitas merupakan suatu konsep yang mempelajari sususan atau komposisi spesies dan kelimpahannya dalam suatu komunitas. Secara umum

Lebih terperinci

PENGAMATAN AKTIVITAS HARIAN DAN WAKTU AKTIF KATAK POHON BERGARIS (Polypedates leucomystax)

PENGAMATAN AKTIVITAS HARIAN DAN WAKTU AKTIF KATAK POHON BERGARIS (Polypedates leucomystax) PENGAMATAN AKTIVITAS HARIAN DAN WAKTU AKTIF KATAK POHON BERGARIS (Polypedates leucomystax) Desy Natalia Sitorus (E34120011), Rizki Kurnia Tohir (E34120028), Dita Trifani (E34120100) Departemen Konservasi

Lebih terperinci

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO 1 PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO RESTU GUSTI ATMANDHINI B E 14203057 DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Taksonomi Klasifikasi owa jawa berdasarkan warna rambut, ukuran tubuh, suara, dan beberapa perbedaan penting lainnya menuru Napier dan Napier (1985)

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU. A. Nola 1, Titrawani 2, Yusfiati 2

KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU. A. Nola 1, Titrawani 2, Yusfiati 2 KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU A. Nola 1, Titrawani 2, Yusfiati 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Biologi FMIPA-UR 2 Bidang Zoologi Jurusan Biologi FMIPA-UR Fakultas

Lebih terperinci

MUHAMMAD IRFANSYAH LUBIS

MUHAMMAD IRFANSYAH LUBIS PEMODELAN SPASIAL HABITAT KATAK POHON JAWA (Rhacophorus javanus Boettger 1893) DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JARAK JAUH DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan kawasan yang terdiri atas komponen biotik maupun abiotik yang dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiak satwa liar. Setiap jenis satwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT.BA) (PERSERO) TBK - UNIT PRODUKSI OMBILIN (UPO) DAN TAMBANG BATUBARA TANPA IZIN (PETI) TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI OMBILIN SAWAHLUNTO

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode belt transek. Metode ini sangat cocok digunakan untuk mempelajari suatu kelompok

Lebih terperinci

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ADAPTASI DAN PERILAKU KATAK POHON JAWA (Rhacophorus margaritifer Schlegel 1837) DI PENANGKARAN TAMAN SAFARI INDONESIA I CISARUA, JAWA BARAT

ADAPTASI DAN PERILAKU KATAK POHON JAWA (Rhacophorus margaritifer Schlegel 1837) DI PENANGKARAN TAMAN SAFARI INDONESIA I CISARUA, JAWA BARAT 1 ADAPTASI DAN PERILAKU KATAK POHON JAWA (Rhacophorus margaritifer Schlegel 1837) DI PENANGKARAN TAMAN SAFARI INDONESIA I CISARUA, JAWA BARAT AFNELASARI EKA LESTARI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON (Study of Wallow Characteristics of Javan Rhinoceros - Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822 in

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit Taman Nasional Meru Betiri. Gambar 3.1. Peta Kerja

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POTENSI

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HABITAT DAN POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1797) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT FEBRIANY ISKANDAR

HABITAT DAN POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1797) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT FEBRIANY ISKANDAR HABITAT DAN POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1797) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT FEBRIANY ISKANDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa 19 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Amfibi Amfibi berasal dari kata amphi yang berarti ganda dan bio yang berarti hidup. Secara harfiah amfibi diartikan sebagai hewan yang hidup di dua alam, yakni dunia darat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rekrekan (Presbytis comata fredericae Sody, 1930) merupakan salah satu primata endemik Pulau Jawa yang keberadaannya kian terancam. Primata yang terdistribusi di bagian

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS BERUDU ANURA DI SUNGAI CIBEUREUM TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO, JAWA BARAT

STRUKTUR KOMUNITAS BERUDU ANURA DI SUNGAI CIBEUREUM TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO, JAWA BARAT Media Konservasi Vol. 18, No. 1 April 2013 : 10 17 STRUKTUR KOMUNITAS BERUDU ANURA DI SUNGAI CIBEUREUM TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO, JAWA BARAT (Anura Tadpoles Community Structure in Cibeureum

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI 1 PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 21 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan secara langsung di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Maret sampai dengan bulan

Lebih terperinci

SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI

SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI Oleh : MUHAMMAD MARLIANSYAH 061202036 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2014,

METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2014, 19 III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2014, di areal pertambakan intensif PT. CPB Provinsi Lampung dan PT. WM Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian 11 METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai Juni 2009. Pengamatan serangga dilakukan di dua lokasi, yaitu pada pertanaman H. multifora di lingkungan Kampus Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Tengah tepatnya di kabupaten Karanganyar. Secara geografis terletak

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Tengah tepatnya di kabupaten Karanganyar. Secara geografis terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Lawu merupakan salah satu gunung yang berada di propinsi Jawa Tengah tepatnya di kabupaten Karanganyar. Secara geografis terletak disekitar 111 o 15 BT dan 7

Lebih terperinci

PEMETAAN SATWA MANGSA HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (SPTN WILAYAH VI BESITANG)

PEMETAAN SATWA MANGSA HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (SPTN WILAYAH VI BESITANG) PEMETAAN SATWA MANGSA HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (SPTN WILAYAH VI BESITANG) SKRIPSI Oleh: RICKY DARMAWAN PRIATMOJO 071201030 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Keywords : Diversity in Cikaweni PPKAB Bodogol, Dominance, Inventory, Herpetofauna, VES with Time Search methods

Keywords : Diversity in Cikaweni PPKAB Bodogol, Dominance, Inventory, Herpetofauna, VES with Time Search methods KEANEKARAGAMAN JENIS HERPETOFAUNA DI JALUR CIKAWENI PUSAT PENDIDIKAN KONSERVASI ALAM BODOGOL (PPKAB), RESORT BODOGOL, TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO Oleh: Isniatul Wahyuni 1) (E34120017), Rizki Kurnia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Stasiun Penangkaran Semi Alami Pulau Tinjil, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Penelitian ini dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT SKRIPSI TANTAN KERTANUGRAHA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang Penentuan Kuota Panenan dan Ukuran Populasi Awal Rusa Timor di Penangkaran Hutan Penelitian Dramaga ini dilakukan di Hutan Penelitian

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

POTENSI KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA DALAM RANGKA MENUNJANG PENGEMBANGAN EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

POTENSI KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA DALAM RANGKA MENUNJANG PENGEMBANGAN EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA 1 POTENSI KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA DALAM RANGKA MENUNJANG PENGEMBANGAN EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA Amri Muhammad Saadudin, Gamma Nur Merrillia Sularso, Connie Lydiana Sibarani,

Lebih terperinci

MODE LOKOMOSI PADA ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus Linn.) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, JAKARTA MUSHLIHATUN BAROYA

MODE LOKOMOSI PADA ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus Linn.) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, JAKARTA MUSHLIHATUN BAROYA MODE LOKOMOSI PADA ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus Linn.) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, JAKARTA MUSHLIHATUN BAROYA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

METODE PENELTIAN. Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan

METODE PENELTIAN. Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan III. METODE PENELTIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan di Cagar Alam Lembah Harau Sumatera Barat (Gambar 6) pada bulan Mei

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN

INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN SKRIPSI Oleh : PARRON ABET HUTAGALUNG 101201081 / Konservasi Sumber Daya Hutan PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

RESPON STAKEHOLDERS TERHADAP PENGELOLAAN KONSERVASI BERSAMA MASYARAKAT DI WILAYAH PERLUASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO DIAN SUMARDIANI

RESPON STAKEHOLDERS TERHADAP PENGELOLAAN KONSERVASI BERSAMA MASYARAKAT DI WILAYAH PERLUASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO DIAN SUMARDIANI RESPON STAKEHOLDERS TERHADAP PENGELOLAAN KONSERVASI BERSAMA MASYARAKAT DI WILAYAH PERLUASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO DIAN SUMARDIANI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc. APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS SKRIPSI HAFIZ PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis Bleeker) DI PERAIRAN SUNGAI AEK ALIAN KECAMATAN BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR SUMATERA UTARA

PERTUMBUHAN IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis Bleeker) DI PERAIRAN SUNGAI AEK ALIAN KECAMATAN BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR SUMATERA UTARA 1 PERTUMBUHAN IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis Bleeker) DI PERAIRAN SUNGAI AEK ALIAN KECAMATAN BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR SUMATERA UTARA SKRIPSI ANTRI POSTER SIANTURI 100302081 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Oleh: Yulian Indriani C64103034 PROGRAM

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011 PENDUGAAN JUMLAH INDIVIDU HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (SPTN WILAYAH VI BESITANG) DENGAN MENGGUNAKAN CAMERA TRAP SKRIPSI Oleh: DELCIA SEPTIANI 071201003 PROGRAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia bersama sejumlah negara tropis lain seperti Brazil, Zaire dan Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity).

Lebih terperinci

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI Individual Density of Boenean Gibbon (Hylobates muelleri)

Lebih terperinci

INVENTARISASI ANURA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG SUKABUMI

INVENTARISASI ANURA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG SUKABUMI INVENTARISASI ANURA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG SUKABUMI Lutfi Aditia Pratama 1), Moerfiah 2), Rouland Ibnu Darda 3) 1,2,3) Program Studi Biologi FMIPA Universitas Pakuan Jalan Pakuan PO.

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI BESAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI BESAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI BESAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO KEPUTUSAN KEPALA BALAI BESAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO No. SK.

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG Oleh: Muhammad Firly Talib C64104065 PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI

KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ole h ;;:"c,""",' " BOGOR BEBERAPA SIFAT TANAH ANDOSOl CISAAT, SUKABUMI 01 BAWAH NAUNGAN AGATHIS ( Agathis Ioranthifolia ) DAN NON AGATHIS

ole h ;;:c,,'  BOGOR BEBERAPA SIFAT TANAH ANDOSOl CISAAT, SUKABUMI 01 BAWAH NAUNGAN AGATHIS ( Agathis Ioranthifolia ) DAN NON AGATHIS BEBERAPA SIFAT TANAH ANDOSOl CISAAT, SUKABUMI 01 BAWAH NAUNGAN AGATHIS ( Agathis Ioranthifolia ) DAN NON AGATHIS SERTA KlASIFIKASINYA MENURUT SISTEM TAKSONOMI TANAH ole h MARGA YUWANA, P.JURUSAN TANAH

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Gajah Sumatera Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub species gajah asia (Elephas maximus). Dua sub species yang lainnya yaitu Elephas

Lebih terperinci

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI RAISSHA AMANDA SIREGAR 090302049 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci