II. TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Telur
|
|
- Ari Kusuma
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Telur Katak betina dewasa menentukan tempat peletakan telur setelah terjadi pembuahan dan untuk kebanyakan katak pohon telur tersebut terselubung dalam busa. Hal ini terjadi pada sedikitnya lima famili katak yaitu Hyperolilidae, Hylidae, Leptodactylidae, Myobatrachidae, dan Rhacophoridae (Hödl 2000). Dalam keadaan normal, katak betina mengeluarkan telurnya pada malam hari setelah terjadi amplexus (Bennett 1999). Goin et al. (1978) menyatakan bahwa penggunaan tempat untuk bertelur bagi amfibi sangat beragam misalnya pada tempat terbuka, di atas air (permanen atau temporal), pada air yang mengalir, di bawah batu atau kayu lapuk, di lubang atau pada daun yang di bawahnya terdapat air yang menggenang. Spesies katak pohon pada umumnya menyimpan telurnya dalam selubung busa dan meletakkannya pada dedaunan dengan kondisi tertutup dan letaknya tepat di atas air (Inger & Stuebing 1997, Iskandar 1998, Kusrini et al. 2008). Hal ini juga terjadi pada katak pohon jawa (R. margaritifer) (Liem 1971). Hasil pengamatan pendahuluan menunjukkan bahwa pada katak pohon jawa (R. margaritifer), selubung busa (clutch) berisi telur ini diletakkan pada daun hijau segar, diletakkan tersembunyi, dan dibiarkan menggantung di atas aliran air sungai yang jernih ataupun genangan air. Selubung busa ini diletakkan pada tumbuh-tumbuhan yang berada di sekitar air terjun atau sungai Morfologi Berudu R. margaritifer Menurut van Kampen (1923), berudu R. margaritifer memiliki panjang tubuh 1,5-2 kali lebar badannya dan ekornya memiliki panjang antara 1,5-2,25 kali panjang badannya. Lubang hidungnya berada diantara mata dan ujung mulutnya serta memiliki lebar antara lubang hidung lebih kecil dibandingkan lebar diantara kedua matanya. Bagian mata berada di atas, terletak di tengahtengah bagian spiraculum dan ujung mulut yang memiliki jarak 1,5-2 kali jarak antara lubang hidungnya. Spiraculum sinistral menunjuk ke arah atas dan arah
2 4 belakang serta terlihat dari sisi atas dan bawah. Jaraknya sama dengan jarak antara ujung mulut dan ventrikel (anus). Sirip bagian atas (dorsal fin) lebih lebar daripada sirip bagian bawahnya (ventral fin) dan panjangnya sampai pada ujung ekornya. Bagian sisi dan pinggir bawah bibir mulut berudu ini berderet bintil-bintil (papillae) yang di sepanjang sisinya (samping) terdapat dua sampai tiga bintil dan sepanjang pinggir bawahya terdapat tiga sampai empat baris bintil. Rahangnya bersisi dan berwarna hitam serta geliginya memiliki formasi 5 1 5/3. Deret kedua dan ketiga dari bibir atas jaraknya sangat dekat dengan perpotongan yang menyilang. Badan bagian atas berwarna abu-abu dan bagian bawahnya berwarna putih. Ekor berudu ini memiliki warna yang merupakan perpaduan antara warna abu-abu terang dan warna yang agak kuning. Bagian badan transparan dan bagian belakang (ekor) memiliki titik-titik besar berwarna agak abu kehitam-hitaman. Panjang berudu secara keseluruhan dapat mencapai 58 mm Habitat Berudu Duellman & Trueb (1994) menyatakan bahwa sebagian berudu amfibi hidup pada kondisi lingkungan yang relatif stabil sehingga berudu-berudu dapat bertahan hidup sampai menjadi individu dewasa (metamorfosis sempurna). Komponen-komponen yang ada di dalam lingkungan tersebut mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan berudu. Komponen-komponen tersebut diantaranya adalah suhu dan kelembaban udara, tingkat keasaman air, ketersediaan pakan, dan predator. Menurut Wassersug et al. (1981) pada penelitiannya terhadap dua spesies berudu katak genus Rhacophoridae di Thailand, berudu katak pohon ini dapat hidup pada lubang-lubang pohon yang berisi air yang berada pada ketinggian 1-3 meter di atas tanah. Berudu-berudu ini memakan plankton-plankton kecil dan daun-daun busuk yang terdapat di dalam lubang berair tersebut. Pada kondisi yang ekstrim yaitu dalam kondisi pakan terbatas, berudu katak ini dapat menjadi satwa karnivora dan dapat memakan berudu-berudu lain di sekitarnya.
3 5 Duellman & Trueb (1994) menyatakan bahwa faktor penting lainnya adalah keberadaan predator yang mengancam keberlangsungan hidup berudu. Beberapa predator yang menjadi ancaman tersebut antara lain ikan, kura-kura, burung dan mamalia kecil. Selain keberadaan predator, pengancam kehidupan berudu lainnya adalah adanya jamur Batrachochytrium dendrobatidis yang terdapat di dalam air sebagai habitat utama berudu (Lips et al. 2005). Hal ini menyebabkan penurunan populasi beberapa jenis amfibi di Amerika Latin. Kusrini et al. (2008) juga menyatakan bahwa spesies katak pohon jawa yang ada di sekitar Cibereum, Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango terinfeksi berat jamur mematikan ini. Katak Pohon Jawa (R. margaritifer) memiliki habitat utama berupa hutan hujan tropis dan subtropis pegunungan, lahan basah termasuk sungai permanen, sungai sedang sampai kecil dan air terjun. Iskandar (1998) menyebutkan bahwa jenis ini biasanya hidup di hutan pada ketinggian antara meter di atas permukaan laut. Sampai saat ini diketahui penyebarannya hanya terdapat di Pulau Jawa yaitu di dua daerah di Jawa Barat yaitu di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) dan Taman Nasional Gede-Pangrango (TNGP), daerah lainnya adalah di Jawa Tengah dan Jawa Timur (IUCN 2010). Berudu katak pohon jawa ini ditemukan pada pinggir-pinggir sungai beraliran kecil sampai deras dan pada kolam ataupun genangan yang berair jernih. Pada dasar aliran sungai ataupun genangan berupa lumpur, pasir, ataupun bebatuan kecil. Berdasarkan penelitian van Kampen (1923), berudu R. margaritifer dapat ditemukan di Cibodas dan pada ketinggian hingga mdpl di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGP). Berudu-berudu ini dapat ditemukan pada aliran-aliran sungai dan genangan pada ketinggian mdpl seperti di jalur interpretasi Ciwalen, dan air terjun Cibeureum. Berdasarkan pengamatan pendahuluan, habitatnya didominasi oleh tumbuhan air seperti kecubung gunung, pacar air, selada air serta lumut.
4 Perkembangan Berudu Tahapan perkembangan berudu secara sederhana dikemukakan oleh Gosner (1960) di dalam 46 tahapan (stage) pertumbuhan. Setiap tahapan pertumbuhan didasarkan atas perubahan morfologi dan fungsi tubuh berudu. Tahapan pertumbuhan (stage) satu hingga 25 menunjukkan tahapan embrionik (embryonic stages) dimana terjadi proses fertilisasi, pembelahan sel, blastula dan gastrula sama seperti yang terjadi pada kebanyakan spesies. Tahapan awal pertumbuhan berudu yaitu pembelahan sel-sel telur (cleavage) menjadi dua, empat, delapan, hingga sel-sel telur membelah menjadi banyak sel (stage 1-9). Tahapan selanjutnya secara berurutan adalah proses blastulasi, gastrulasi, pemanjangan sel (elongasi), pembentukan sistem saraf hingga proses pembentukan ujung ekor, otot, jantung, insang, mata, sirip ekor, dan perkembangan geligi (operculum). Tahapan (stage) menunjukkan embrio mengalami transisi menjadi berudu yang mencari makan dan berenang di air. Tahapan perkembangan berikutnya adalah stage dimana terjadi proses pembentukan lengan kaki depan (limb bud). Tahapan ini kemudian diteruskan dengan proses pembentukan jari kaki (toe development) yaitu stage Setelah tahapan ini selesai, terjadi proses pemisahan antara bagian badan dan ekor (stage 41) serta mulai terbentuk kaki depan. Selanjutnya berudu akan memasuki tahapan (stage) dimana kaki depan telah terbentuk disertai perubahan geligi menjadi mulut (mouth development) dan proses menghilangnya ekor (tail resorption). Tahapan (stage) 46 adalah tahapan terakhir dimana ekor telah hilang sama sekali dan semua sistem saraf, pencernaan, pernafasan, dan pengeluaran telah sempurna sehingga berudu telah menjadi katak sempurna. Tahapan perkembangan berudu menurut Gosner (1960) disajikan pada Gambar 1.
5 Gambar 1. Tahapan perkembangan berudu Gosner (1960) 7
6 Pemeliharaan Berudu secara Ek-situ Retallick (2002) menggunakan metode translokasi berudu dan katak pada habitat buatan yang dilakukannya pada spesies Litoria rheocola. Pada percobaannya, berudu dan katak ini diambil dari beberapa habitat alaminya di hutan hujan tropis Queensland, Australia kemudian dipindahkan pada beberapa enclosure (sarang buatan) yang di dalamnya telah dikondisikan sesuai habitat asli katak tersebut. Pengamatan dan pencatatan dilakukan terhadap perilaku, pertumbuhan, dan perkembangan berudu dan katak. Kusrini et al. (2008) dalam penelitiannya terhadap ekologi bertelur Philautus vittiger, membawa ke laboratorium sebuah clutch telur untuk diamati perubahannya dari fase telur sampai menjadi berudu. Telur ini diletakkan pada kotak plastik yang berisi air, ranting-ranting, dan dedaunan yang berasal dari tempat ditemukannya telur (habitat alami). Kondisi habitatnya disesuaikan dengan habitat aslinya misalnya dengan pemberian lumpur, sampah dedaunan dan tumbuhan air (Hydrila spp.). Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan berudu pada habitat buatan adalah kondisi air. Bennett (1999) dalam eksperimennya menjaga selalu kondisi air. Air untuk berudu diganti setiap hari dengan kualitas yang sama dan berudu diletakkan pada tempat yang tidak terkena sinar matahari secara langsung. Walaupun dapat mempercepat pertumbuhan tubuhnya, berudu-berudu tidak boleh terkena sinar matahari langsung karena bila terlalu panas maka berudu-berudu tersebut akan mati dalam hitungan menit. Hal penting lainnya dalam pemeliharaan berudu adalah ketersediaan pakan alami. Schiesari et al. (2006) menggunakan metode pentranslokasian berudu pada kolam-kolam tertutup dengan perlakuan berbeda dimana terdapat kolam yang kaya akan pakan alami berudu seperti detritus, fitoplankton, dan periphyton sedangkan kolam yang lainnya sedikit pakan. Kondisi habitat disesuaikan dengan habitat alaminya dan pengamatan dilakukan terhadap kecepatan pertumbuhan berudu pada dua kondisi berbeda tersebut. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada habitat buatan yang kaya akan pakan, pertumbuhan berudu dapat lebih cepat dibandingkan pada habitat yang pakannya sedikit.
V. HASIL & PEMBAHASAN
19 V. HASIL & PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Keberhasilan hidup berudu Rhacophorus margaritifer 5.1.1.1. Telur Hasil pengamatan terhadap sembilan selubung busa telur (clutch) menunjukkan bahwa semua telur
Lebih terperinciPELUANG HIDUP TELUR DAN BERUDU KATAK POHON. JAWA Rhacophorus margaritifer Schlegel 1837 DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE-PANGRANGO PROVINSI JAWA BARAT
PELUANG HIDUP TELUR DAN BERUDU KATAK POHON JAWA Rhacophorus margaritifer Schlegel 1837 DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE-PANGRANGO PROVINSI JAWA BARAT SALOMO JULIVAN ARITONANG DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Katak pohon Jawa (Rhacophorus margaritifer Schlegel, 1837) yang memiliki sinonim Rhacophorus barbouri Ahl, 1927 dan Rhacophorus javanus Boettger 1893) merupakan famili
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
9 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan dalam sebelas bulan, dimulai pada bulan April 2009 sampai bulan Maret 2010. Pengambilan data clutch telur dan berudu dilakukan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan November sampai Desember 2008 di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Penelitian pendahuluan ini untuk
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Struktur Komunitas Struktur komunitas merupakan suatu konsep yang mempelajari sususan atau komposisi spesies dan kelimpahannya dalam suatu komunitas. Secara umum
Lebih terperinciLAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: (http://www.google.com/earth/) Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat
LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat sumber: (http://www.google.com/earth/) Lampiran 2. Data spesies dan jumlah Amfibi yang Ditemukan Pada Lokasi
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Karakteristik morfologi dan intensitas katak berbiak Aktivitas berbiak katak pohon Jawa ditandai dengan ciri berkumpulnya pejantan siap berbiak dan katak betina
Lebih terperinciMetamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa
Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi
Lebih terperinci2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T
No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Amfibi Amfibi berasal dari kata amphi yang berarti ganda dan bio yang berarti hidup. Secara harfiah amfibi diartikan sebagai hewan yang hidup di dua alam, yakni dunia darat
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
21 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Pemilihan Bahan Spool Track Hasil pemilihan bahan untuk memperoleh bobot alat yang sesuai dengan bobot tubuh R. margaritifer menunjukkan bahwa selongsong plastik
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sebaran rayap tanah di berbagai vegetasi Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki luas wilayah 359 ha, dari penelitian ini diperoleh dua puluh enam contoh rayap dari lima
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
9 3.1 Lokasi dan Waktu BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kawasan Lindung Sungai Lesan. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 31 Juli sampai 19 Agustus 2010 di Kawasan Lindung Sungai
Lebih terperinciSNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)
SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun
Lebih terperinciIV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota
IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan
Lebih terperinciBERUDU ANURA DI SUNGAI KEDURANG, BENGKULU SELATAN DAN PUSAT PENDIDIKAN KONSERVASI ALAM BODOGOL, JAWA BARAT
Media Konservasi Vol. 17, No. 1 April 2012 : 27 32 BERUDU ANURA DI SUNGAI KEDURANG, BENGKULU SELATAN DAN PUSAT PENDIDIKAN KONSERVASI ALAM BODOGOL, JAWA BARAT (Tadpoles of Kedurang River, South Bengkulu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar
14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan flora
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) Ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) adalah salah satu komoditas budidaya air tawar yang tergolong dalam famili ikan Labirin (Anabantidae).
Lebih terperinci1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan
1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan Pengertian pertumbuhan adalah Proses pertambahan volume dan jumlah sel sehingga ukuran tubuh makhluk hidup tersebut bertambah besar. Pertumbuhan bersifat irreversible
Lebih terperinciSub Bab Gastrulasi mengatur kembali blastula untuk membentuk sebuah embrio berlapis tiga dengan perut primitif
UNIT TUJUH BENTUK DAN FUNGSI HEWAN BAB 47 Perkembangan Hewan Sub Bab mengatur kembali blastula untuk sebuah embrio berlapis tiga perut primitif Teks Asli Penghapusan Penyisipan Teks Dasar Proses morfogenetik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lichenes yang lazim dikenal dengan nama lumut kerak merupakan jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui oleh sebagian orang. Dan sesungguhnya berbeda dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia bersama sejumlah negara tropis lain seperti Brazil, Zaire dan Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity).
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Leptophryne cruentata Tschudi, 1838 Kodok merah Leptophryne cruentata Tschudi, 1838 termasuk dalam kelas amphibia. Secara taksonomi kodok merah dapat diklasifikasikan
Lebih terperinciSMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.5. Metagenesis. Metamorfosis. Regenerasi
SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.5 1. Pada siklus hidup hewan tertentu, terjadi perubahan bentuk tubuh dari embrio sampai dewasa. Perubahan bentuk tubuh ini disebut...
Lebih terperinciBUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)
BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) 1. PENDAHULUAN Kata Belut merupakan kata yang sudah akrab bagi masyarakat. Jenis ikan ini dengan mudah dapat ditemukan dikawasan pesawahan. Ikan ini ada kesamaan dengan
Lebih terperinciOur Biome 0 HUTAN CONIFER 0 HUTAN MUSIM BERIKLIM SEDANG
Our Biome 0 HUTAN CONIFER 0 HUTAN MUSIM BERIKLIM SEDANG t s e r r o F s u r e v i n Co Hutan Konifer Apa itu Hutan Konifer? Bagaimana sih Iklimnya? Vegetasi khususnya apa saja? Ciri biomanya? Ciri Vegetasinya?
Lebih terperincikeadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh
Lebih terperinciPembahasan Video :http://stream.primemobile.co.id:1935/testvod/_definst_/smil:semester 2/SMP/Kelas 7/BIOLOGI/BAB 11/BIO smil/manifest.
SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 7. Gejala Alam Biotik Dan AbiotikLATIHAN SOAL BAB 7 1. Melakukan percobaan dalam metode ilmiah disebut dengan Eksperimen Observasi Hipotesis Prediksi Kunci Jawaban : B Pembahasan
Lebih terperinciPERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA HEWAN
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA HEWAN Standar Kompetensi: Memahami konsep tumbuh kembang tumbuhan, hewan, dan manusia Kompetensi Dasar: Memahami konsep tumbuh kembang hewan Click to edit Master subtitle
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Taksonomi Klasifikasi owa jawa berdasarkan warna rambut, ukuran tubuh, suara, dan beberapa perbedaan penting lainnya menuru Napier dan Napier (1985)
Lebih terperinciTetapi pemandangan sekitar yang indah dan udara yang begitu sejuk membuat para wisatawan tak jemu dengan perjalanan yang cukup menguras tenaga.
Wisata Alam merupakan salah satu pilihan wisata yang menarik bagi para wisatawan, baik wisatawan asing maupun wisatawan lokal. Bagi sebagian orang, wisata alam bisa di jadikan sebagai alternatif untuk
Lebih terperinciEMBRIOLOGI MAS BAYU SYAMSUNARNO MK. FISIOLOGI HEWAN AIR
EMBRIOLOGI MAS BAYU SYAMSUNARNO MK. FISIOLOGI HEWAN AIR AWAL KEHIDUPAN SEL TELUR SPERMATOZOA ZIGOT EMBRIO Fertilisasi/Pembuahan Diawali dengan masuknya sperma ke dalam sel telur melalui mikropil pada khorion
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan
Lebih terperinciMenurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili
Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun
II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan
Lebih terperinci2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian
2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang
Lebih terperinciPERTUMBUHAN adalah proses pertambahan ukuran sel atau organisme. Pertumbuhan ini bersifat kuantitatif/ terukur.
PERTUMBUHAN adalah proses pertambahan ukuran sel atau organisme. Pertumbuhan ini bersifat kuantitatif/ terukur. PERKEMBANGAN adalah proses menuju kedewasaan pada organisme. Proses ini berlangsung secara
Lebih terperinciSTRUKTUR KOMUNITAS BERUDU ANURA DI SUNGAI CIBEUREUM TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO, JAWA BARAT
Media Konservasi Vol. 18, No. 1 April 2013 : 10 17 STRUKTUR KOMUNITAS BERUDU ANURA DI SUNGAI CIBEUREUM TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO, JAWA BARAT (Anura Tadpoles Community Structure in Cibeureum
Lebih terperinciBATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH
BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH Proses Pembentukan Tanah. Tanah merupakan lapisan paling atas pada permukaan bumi. Manusia, hewan, dan tumbuhan memerlukan tanah untuk tempat hidup. Tumbuh-tumbuhan tidak
Lebih terperinciSNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock)
SNI : 01-6138 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Pendahuluan Halaman 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3
Lebih terperinciSNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)
SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan ph sekitar 6. Kondisi permukaan air tidak selalu
Lebih terperinciJENIS_JENIS TIKUS HAMA
JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada
Lebih terperinciSMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.3. igotik. Embrionik. Pasca lahir
1. Metamorfosis merupakan tahap pada fase... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.3 igotik Embrionik Pasca embrionik Pasca lahir Fase Pasca Embrionik Yaitu pertumbuhan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Lobster Air Tawar Menurut Holthuis (1949) dan Riek (1968), klasifikasi lobster air tawar adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili
Lebih terperinciIlmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam Saling Ketergantungan Antara Makhluk Hidup dengan Lingkungannya SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Mars Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Saling Ketergantungan Antara Makhluk
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kuntul 2.1.1 Klasifikasi Burung Kuntul Burung kuntul termasuk ordo Ciconiiformes dan famili Ardeidae (Mackinnon, 1993). klasifikasi Kuntul besar (Egretta alba) adalah
Lebih terperinciSNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)
SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kupu-kupu Troides helena (Linn.) Database CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) 2008 menyebutkan bahwa jenis ini termasuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam pertanian, sumberdaya alam hasil hutan, sumberdaya alam laut,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan sumberdaya alam seperti sumberdaya alam pertanian, sumberdaya alam hasil hutan, sumberdaya alam laut, sumberdaya alam tambang,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan kawasan yang terdiri atas komponen biotik maupun abiotik yang dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiak satwa liar. Setiap jenis satwa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak.
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Okra (Abelmoschus esculentus L.) Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malvales Famili
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 SURAT IJIN PENELITIAN
88 LAMPIRAN 1 SURAT IJIN PENELITIAN 89 LAMPIRAN 2 SURAT KETERANGAN SELESAI PENELITIAN 90 91 LAMPIRAN 3 INSTRUMEN MOTIVASI BELAJAR IPA SEBELUM UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS No Pernyataan 1. Saya senang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di
Lebih terperinciDASAR-DASAR FENG SHUI
DASAR-DASAR FENG SHUI Feng Shui adalah seni dan ilmu pengetahuan China tradisional tentang hidup harmonis dengan lingkungan. Berakar dalam kebudayaan China dan filosofi Tao, feng shui adalah cara melihat
Lebih terperinciBUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU
BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan
3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim yang berumur sekitar 4 bulan (Pudjiatmoko, 2008). Klasifikasi tanaman tomat adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta
Lebih terperinciSNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)
SNI : 01-6130 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit
3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahun 2010 (https://id.wikipedia.org/wiki/indonesia, 5 April 2016).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pariwisata saat ini semakin menjadi sorotan bagi masyarakat di dunia, tak terkecuali Indonesia. Sektor pariwisata berpeluang menjadi andalan Indonesia untuk mendulang
Lebih terperinciBahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA. Amphibia: Evolusi Karakteristik
Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA Amphibia: Evolusi Karakteristik Amphibia Etimologi Dari bahasa yunani ἀμφίβιος -->amphíbios Amphi-: dua
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan)
Lebih terperinciE U C A L Y P T U S A.
E U C A L Y P T U S A. Umum Sub jenis Eucalyptus spp, merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi
Lebih terperinciSWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)
Swamp Eels (Synbranchus sp.) Jenis... di Danau Matano Sulawesi Selatan (Makmur, S., et al.) SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Capung
TINJAUAN PUSTAKA Capung Klasifikasi Capung termasuk dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, klas Insecta, dan ordo Odonata. Ordo Odonata dibagi ke dalam dua subordo yaitu Zygoptera dan Anisoptera. Kedua
Lebih terperinciADAPTASI DAN PERILAKU KATAK POHON JAWA (Rhacophorus margaritifer Schlegel 1837) DI PENANGKARAN TAMAN SAFARI INDONESIA I CISARUA, JAWA BARAT
1 ADAPTASI DAN PERILAKU KATAK POHON JAWA (Rhacophorus margaritifer Schlegel 1837) DI PENANGKARAN TAMAN SAFARI INDONESIA I CISARUA, JAWA BARAT AFNELASARI EKA LESTARI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN
Lebih terperinciKarakterisik dan Kepadatan Populasi Genus Microhyla Di Wilayah Cagar Alam dan Taman Wisata Alam (CA-TWA) Telaga Warna ABSTRAK
Karakterisik dan Kepadatan Populasi Genus Microhyla Di Wilayah Cagar Alam dan Taman Wisata Alam (CA-TWA) Miftah Hadi Sopyan 1), Moerfiah 2), Rouland Ibnu Darda 3) 1,2,3) Program Studi Biologi Fakultas
Lebih terperinci1. Berdasarkan warnanya, tingkat kesuburan tanah dapat diketahui ketika warnanya. a. lebih hitam b. lebih terang c. abu-abu d.
Lampiran 1 SOAL UJI VALIDITAS PRETES DAN POSTES MATERI : Proses Pembentukan Tanah Sekolah : SD N Salatiga 02 Waktu : 40 menit Nama : Kelas : No : I. Berilah tanda silang (x) pada huruf a, b, c atau d didepan
Lebih terperinci10 Jenis Lingkungan. Kodu Game Lab. Edu Apps Hackathon
10 Jenis Lingkungan Kodu Game Lab Edu Apps Hackathon CONTENTS INTRODUCTION... 2 LINGKUNGAN DARAT... 2 Daratan Hijau (Green Land)... 2 Jalan Raya... 3 Bukit... 5 Gurun Pasir... 7 Hutan... 9 Planet Mars...
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di Kabupaten Gorontalo. Cagar Alam ini terbagi menjadi dua kawasan yaitu
Lebih terperinciGeografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn
KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami
Lebih terperinci10 Hewan Langka Di Indonesia
10 Hewan Langka Di Indonesia 10 Hewan Langka Di Indonesia Indonesia terkenal dengan kekayaan flora dan fauna. Termasuk flora dan fauna langka juga terdapat di Indonesia. Sudah menjadi penyakit kronis di
Lebih terperinciIndividu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer
Ekosistem adalah kesatuan interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem juga dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik yang komplek antara organisme dengan lingkungannya. Ilmu yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rekrekan (Presbytis comata fredericae Sody, 1930) merupakan salah satu primata endemik Pulau Jawa yang keberadaannya kian terancam. Primata yang terdistribusi di bagian
Lebih terperinciMETODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK
METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK Oleh: Hellen Kurniati Editor: Gono Semiadi LIPI PUSAT PENELITIAN BIOLOGI LIPI BIDANG ZOOLOGI-LABORATORIUM HERPETOLOGI Cibinong, 2016
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis
16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur
Lebih terperinciUSULAN PERLINDUNGAN KODOK MERAH Leptophryne cruentata UNTUK MASUK DALAM DAFTAR SATWA LIAR YANG DILINDUNGI UNDANG- UNDANG REPUBLIK INDONESIA
USULAN PERLINDUNGAN KODOK MERAH Leptophryne cruentata UNTUK MASUK DALAM DAFTAR SATWA LIAR YANG DILINDUNGI UNDANG- UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGUSUL Nama : Mirza D. Kusrini Pekerjaan : Staf pengajar di
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta). a. Peletakkan dan Jumlah Sarang Seriti. Dari hasil perhitungan jumlah sarang seriti yang ada di bawah jembatan dan di dalam
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus
Lebih terperinci