RELEVANSI TEORI SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE DALAM UPAYA PEMBAHARUAN HUKUM DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RELEVANSI TEORI SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE DALAM UPAYA PEMBAHARUAN HUKUM DI INDONESIA"

Transkripsi

1 RELEVANSI TEORI SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE DALAM UPAYA PEMBAHARUAN HUKUM DI INDONESIA OLEH, MULHADI,SH.M.HUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2 MEDAN 2005 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 1 II. PANDANGAN SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE TENTANG PEMBAHARUAN (PEMBENTUKAN) HUKUM... 4 III. PEMBAHARUAN (PEMBENTUKAN) HUKUM DI INDONESIA... 9 IV. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

3 RELEVANSI TEORI SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE DALAM UPAYA PEMBAHARUAN HUKUM DI INDONESIA Oleh: Mulhadi 1 ABSTRAKSI Renewal of law in Indonesia the core important addressed to realize social construction which is welfare, quiet and peace and also bring good changes to life structure. But on the other side, renewal of this law also become impeller to fluency of development process. Therefore, existing weakness in effort of renewal of law during the time must be overcome. This matter to create a national law contruction ideally, have harmony among society interests with the goals of national development. PENDAHULUAN Pembangunan merupakan upaya sadar yang dilakukan untuk merubah suatu kondisi dari suatu tingkat yang dianggap kurang baik ke kondisi baru pada tingkat kualitas yang dianggap baik atau paling baik. 2 Pembangunan yang dilaksanakan tentu saja pembangunan yang memiliki pijakan hukum yang jelas, bisa dipertanggungjawabkan, terarah serta proporsional antara aspek fisik (pertumbuhan) dan non- fisik. Apabila diteliti, semua masyarakat yang sedang membangun selalu dicirikan oleh perubahan, bagaimanapun kita mendefinisikan pembangunan itu dan apapun ukuran yang kita pergunakan bagi masyarakat dalam pembangunan. Peranan hukum 1 Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) 2 Niniek Suparni, Pelestarian, Pengelolaan dan Penegakan Hukum Lingkungan, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), hal.36

4 dalam pembangunan adalah untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan suasana damai dan teratur. 3 Istilah pembaharuan hukum sebenarnya mengandung makna yang luas mencakup sistem hukum. Menurut Friedman, sistem hukum terdiri atas struktur hukum (structure), substansi/materi hukum (substance), dan budaya hukum (legal culture). 4 Sehingga, ketika bicara pembaharuan hukum maka pembaharuan yang dimaksudkan adalah pembaharuan sistem hukum secara keseluruhan yang meliputi struktur hukum, materi hukum dan budaya hukum. Karena luasnya cakupan sistem hukum, maka dalam tulisan ini, hanya dibatasi pada salah satu elemen sistem hukum yakni substansi/materi hukum.namun demikian, dalam uraian berikutnya istilah pembaharuan hukum tetap dipertahankan yang sebenarnya mengandung makna lebih khusus atau sepadan dengan istilah pembentukan hukum. Dalam prosesnya, pembangunan ternyata ikut membawa konsekuensi terjadinya perubahan-perubahan atau pembaharuan pada aspek-aspek sosial lain termasuk di dalamnya pranata hukum. Artinya, perubahan yang dilakukan (dalam bentuk pembangunan) dalam perjalanannya menuntut adanya perubahan-perubahan dalam bentuk hukum. Perubahan hukum ini memiliki arti yang positif dalam rangka menciptakan hukum baru yang sesuai dengan kondisi pembangunan dan nilai-nilai hukum masyarakat. Pada satu pihak, pembaharuan hukum merupakan upaya untuk merombak struktur hukum lama (struktur hukum pemerintahan jajahan) yang umumnya dianggap 3 Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional, (Bandung: Bina Cipta, 1986), hal. 1 4 Lawrence M. Friedman, American Law, (New York: W.W. Norton & Company, 1930), pg.5-6

5 bersifat eksploitatif dan diskriminatif. Sedangkan pada pihak lain pembaharuan hukum dilaksanakan dalam kerangka atau upaya memenuhi tuntutan pembangunan masyarakat. Bidang hukum diakui memiliki peran yang sangat strategis dalam memacu percepatan pembangunan suatu negara. Usaha ini tidak semata-mata dalam rangka memenuhi tuntutan pembangunan jangka pendek tetapi juga meliputi pembangunan jangka menegah dan jangka panjang, walaupun disadari setiap saat hukum bisa berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang menghendakinya. Di negara-negara berkembang pembaharuan hukum merupakan prioritas utama, terlebih jika negara dimaksud merupakan negara yang baru merdeka dari penjajahan bangsa/negara lain. Oleh karena itu, di negara-negara berkembang pembaharuan hukum senantiasa mengesankan adanya peranan ganda. Pertama, merupakan upaya untuk melepaskan diri dari lingkaran struktur hukum kolonial. Upaya tersebut terdiri atas penghapusan, penggantian, dan penyesuaian ketentuan hukum warisan kolonial guna memenuhi tuntutan masyarakat nasional. Kedua, pembaharuan hukum berperan pula dalam mendorong proses pembangunan, terutama pembangunan ekonomi yang memang diperlukan dalam rangka mengejar ketertinggalan dari negaranegara maju, dan yang lebih penting adalah demi peningkatan kesejahteraan masyarakat warga negara. 5 Saat ini di Indonesia masih terdapat banyak peraturan-peraturan hukum yang sudah tidak up to date namun tetap dipertahankan. Dalam rangka menyongsong 5 Abdul Hakim Nusantara dan Nasroen Yasabari, Pembangunan Hukum: Sebuah Orientasi (Pengantar Editor) dalam Beberapa Pemikiran Pembangunan Hukum di Idonesia, Abdul Hakim Nusantara dan Nasroen Yasabari (Ed.) (Bandung : Penerbit Alumni, 1980), hal. 2

6 era global dan pasar bebas mendatang jelas peraturan-peraturan hukum tersebut memerlukan revisi dan jika perlu dirubah total dengan bobot materi yang mencerminkan gejala dan fenomena masyarakat saat ini. Masalahnya adalah apakah proses perubahan atau pembaharuan hukum yang berlangsung di Indonesia telah dilakukan sesuai dengan kaedah-kaedah normatif dan atau sesuai dengan nilai-nilai hukum dalam masyarakat? Sebagaimana disarankan oleh para ahli hukum Sociological jurisprudence. Pertanyaan ini perlu diajukan mengingat fungsi hukum tidak sematamata sebagai alat kontrol sosial (control social) tetapi juga memiliki fungsi sebagai sarana rekayasa atau pembaharuan sosial atau lebih dikenal sebagai law as a tool of social engineering. PANDANGAN SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE TENTANG PEMBAHARUAN (PEMBENTUKAN) HUKUM Banyak teori yang mencoba menemukan skema atau ide dasar pembentukan atau pembaharuan hukum.masing-masing teori berupaya mengemukakan argumentasi atas pendapatnya dengan menonjolkan sisi keunggulan masing-masing. Biasanya teori yang disusun tersebut dipengaruhi oleh teori-teori lama atau bisa juga sebagai bentuk kritik (penyempurnaan) dan dukungan terhadap teori-teori sebelumnya. Aspek waktu, kondisi psikologis masyarakat/negara maupun tempat memiliki peran yang signifikan bagi perumusan bentuk/materi dari teori tersebut. Sehingga sering terjadi bahwa teori-teori itu memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing manakala teori itu dihadapkan pada kondisi atau situasi masyarakat yang berbeda. Teori Sociological Jurisprudence yang dikemukakan oleh Eugen Erlich misalnya,

7 merupakan hasil dari sintesa dari teori-teori atau pandangan-pandangan hukum yang lahir sebelumnya seperti aliran historical maupun positivisme. Menurut Erlich dalam bukunya yang berjudul grundlegung der sociological rechts (1913), mengatakan bahwa masyarakat adalah ide umum yang dapat digunakan untuk menandakan semua hubungan sosial, yakni keluarga, desa, lembagalembaga sosial, negara, bangsa, sistem ekonomi maupun sistem hukum dan sebagainya. Erlich memandang semua hukum sebagai hukum sosial, tetapi dalam arti bahwa semua hubungan hukum ditandai oleh faktor-faktor sosial ekonomis. Sistem ekonomis yang digunakan dalam produksi, distribusi dan konsumsi bersifat menentukan bagi pembentukan hukum. 6 Dari uraiannya mengenai timbulnya hukum kelihatan bahwa Erlich mengaku sebagai suatu proses naturalisme belaka. Semua gejala dunia termasuk hukum didekati seperti benda-benda alam, dan hubungan antara gejala-gejala itu dianggap bersifat alamiah juga. Dengan demikian, hukum merupakan kenyataan saja, dengan kata lain bahwa norma-norma hukum berasal dari kenyataan dalam masyarakat. 7 Jika demikian menurut Erlich dapat disimpulkan bahwa hukum yang baik (ideal) adalah hukum yang dasar (ide) pembentukannya berasal atau sesuai dengan kenyataan hukum masyarakat. 8 Teori Erlich yang mengambil masyarakat sebagai ide dasar pembentukan hukum tidak jauh berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Leon Duguit ( ) yang mengatakan bahwa semua hukum positif berakar dalam suatu hukum 6 Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta : Penerbit Kanisuius, 2001), hal Ibid. 8 Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, (Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal.66

8 fundamental masyarakat. Hukum fundamental adalah apa yang menguasai seluruh hidup bersama. Seluruh hidup bersama pada masyarakat modern dikuasai oleh solidaritas sosial. Maka solidaritas sosial merupakan hukum fundamental masyarakat sekarang. 9 Namun demikian terdapat perbedaan pendapat antara Duguit dan Erlich terutama menyangkut peran negara dalam pembentukan hukum. Jika Duguit menyatakan bahwa tidak ada tempat bagi suatu kehendak dari seorang yang berkuasa yang berdaulat yang dipandang satu-satunya sumber hukum positif. Kekuasaan yang berdaulat sama sekali tidak ada. Lebih lanjut Duguit mengatakan, bahwa negara tidak mempunyai kedudukan sendiri sebagai kolektivitas social. Jika demikian kata Duguit, maka negara tidak memiliki fungsi/kewenangan sebagai lembaga tertinggi yang mengesahkan hukum, yang menetapkan (memutuskan) keberlakuan hukum yang nilainilai dasarnya berasal dari masyarakat. Akhirnya pendapat Duguit ini membawa konsekuensi tidak danya hukum publik yang mengatur kehidupan bernegara juga hukum privat sebagai sarana perolehan hak sipil subjektif atas barang pribadi yang dikenal dalam konsep hukum modern saat ini. Erlich tidak spendapat dengan mereka yang menganggap negara sebagai alat kekuasaan yang harus dihapus atau ditiadakan. Menurut Erlich, fungsi negara yang semula ialah menjadi alat yang wajar untuk menguasai hubungan social masyarakat melalui paksaan, lama kelamaan negara menjadi berwibawa juga dalam bidang-bidang lain, seperti dalam bidang pembentukan uu dan pengadilan. Sebab hubungan- 9 Theo Huijbers, Op.Cit.,hal.210

9 hubungan social yang bermacam-macam bidang tersebut satu sama lain hidup saling terjalin. Bukti adanya pengakuan atas fungsi negara dalam menetapkan dan/atau mengesahkan aturan hukum, dapat dilihat dari pembagian norma-norma hukum yang diajukan Erlich, yaitu rechtsnormen sebagai aturan-aturan/norma-norma hukum yang hidup dan lahir dari kenyataan sosial masyarakat, dan entscheidungnormen sebagai norma-norma keputusan yang tidak termasuk hukum yang hidup. Peraturan-peraturan tersebut katanya berasal dari karya-karya ilmiah para hakim, sarjana, anggota MPR, pegawai negara dan sebagainya. Ia mengatakan baik norma-norma hukum maupun norma-norma keputusan dapat menjadi peraturan-peraturan hukum atas penetapan atau pengesahan dari suatu instansi yang bernama negara. Pandangan paling moderat dalam sociological jurisprudence adalah yang lahir/berkembang di Amerika, dikemukakan oleh Roscoe pound ( ). Ia mengatakan bahwa hukum sebagai suatu unsur dalam hidup masyarakat harus memajukan kepentingan umum. 10 Kalimat hukum sebagai suatu unsur dalam hidup masyarakat menandakan konsistensi Pound dengan pandangan ahli sebelumnya seperti Erlich maupun Duguit. Artinya hukum harus dilahirkan dari konstruksi hukum masyarakat yang dilegalisasi oleh penguasa. Ia harus berasal dari konkretisasi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Kemajuan pandangan Pound dibandingkan dengan ahli-ahli sebelumnya, ia lebih banyak menekankan arti dan fungsi pembentukan hukum. Dimana hal itu bisa dilihat dari pernyataan di atas yaitu bahwa hukum harus memajukan kepentingan 10 Ibid., hal. 180

10 umum. Statement inilah yang kemudian dikenal dengan teorinya law as a tool of social engineering (hukum sebagai alat atau sarana ekayasa/pembaharuan sosial). 11 Hukum itu ditandai olehnya sebagai suatu teknik (rekayasa) sosial (social engineering) di dalam suatu masyarakat politik yakni negara. Tujuannya ialah untuk sebaik-baiknya mengimbangi kebutuhan-kebutuhan sosial dan individual yang satu dengan yang lain. Cita-cita keadilan yang hidup dalam hati rakyat dan yang ditujui oleh pemerintah merupakan simbol dari harmonisasi yang tidak memihak antara kepentingan-kepentingan individual yang satu terhadap yang lain. Ideal keadilan ini didukung oleh paksaan. Paksaan disini digunakan oleh negara demi kontrol sosial yaitu untuk menjamin keamanan sosial, dan dengan demikian memajukan kepentingan umum sebaik-baiknya. Pentingnya peran negara dalam mewujudkan kontrol sosial sama dengan apa yang dikemukakan Erlich, karena dalam kondisi masyarakat modern yang ditandai beragamnya kepentingan, penguasa memegang peranan penting agar tercipta stabilitas sosial. Baik Erlich maupun Pound tidak setuju dengan pandangan Duguit apalagi pandangan ahli historical yang mengatakan bahwa kewenangan itu hanya ada pada masyarakat, dan negara tidak diperlukan campur tangannya. 11 Dari pandangan Pound ini dapat disimpulkan bahwa unsur normatif (ratio) dan empiric (pengalaman) dalam suatu peraturan hukum harus ada. Kedua-duanya adalah sama perlunya. Artinya, hukum yang pada dasarnya berasal dari gejala-gejala atau nilai-nilai dalam masyarakat sebagai suatu pengalaman, kemudian dikonkretisasi menjadi norma-norma hukum melalui tangan-tangan para ahli hukum sebagai hasil Roescoe Pound, An Introduction to the Philosophy of Law, (New Heaven : Yale University Press, 1954), pg.47

11 kerjanya ratio, yang seterusnya di legalisasi atau diberlakukan sebagai hukum oleh negara. Yang penting adalah bahwa cita-cita keadilan masyarakat dengan cita-cita keadilan yang ingin dituju oleh penguasa harus selaras dan itu termanifestasikan dalam hukum. PEMBAHARUAN (PEMBENTUKAN) HUKUM DI INDONESIA Erlich sebagaimana dikemukakan di atas menyatakan bahwa hukum yang ideal adalah hukum yang sesuai dengan ide-ide hukum masyarakat; cita-cita hukum masyarakat yang dikonkretisasi dari nilai-nilai sosial budaya masyarakat. Atas dasar pernyataan Erlich tersebut, apakah pembaharuan (pembentukan) hukum dalam kaitannya dengan pembangunan di Indonesia telah sejalan dan selaras dengan nilai-nilai hukum masyarakat? Apakah masyarakat sebagai warga negara tetap masih diberi kewenangan untuk menyatakan persetujuannya atas suatu produk hukum yang baru dikeluarkan oleh pemerintah, sebagaimana diinginkan oleh teori perjanjian masyarakat dari Hobbes dan Locke? Sudahkah muatan materi peraturan hukum itu dipastikan dapat mengkompromikan konflik-konflik kepentingan di dalam masyarakat, sehingga tidak ada satu golongan masyarakat pun yang merasa dirugikan sebagaimana dicita-citakan Pound? Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan ungkapan kekhwatiran yang senantiasa muncul di kalangan ahli-ahli hukum hingga saat ini. Jika hukum dipandang sebagai kebudayaan yang merupakan suatu refleksi dari cara berpikir, pandangan dan kharakter bangsa, mestinya hukum harus mengandung muatan materi tentang apa

12 yang menjadi harapan masyarakat tanpa mengenyampingkan soal-soal baru yang menuntut untuk diadaptasikan demi mengisi kekosongan aturan hukum yang saat ini (beberapa persoalan hukum) telah menjadi bagian dari kesepakatan dunia atau telah diterima dan diaplikasikan lebih dahulu oleh negara-negara lain dalam konteks hubungan atau kerjasama internasional. Sampai hari ini hukum yang berlaku di negara kita sebagian masih bukan refleksi dari cara berpikir, pandangan hidup dan kaharakter bangsa kita, yakni masih peninggalan hukum kolonial. Pentingnya ungkapan ini karena dalam upaya menyusun hukum nasional mau tidak mau, suka atau tidak, kita harus melihat atau bercermin pada kebudayaan masyarakat sendiri. Seberapa pun megahnya kebudayaan orang lain, itu tetap tidak akan sesuai dengan kondisi masyarakat kita. Apalagi di bidang hukum, ia harus dapat menampung aspirasi masyarakat Indonesia. 12 Albert Hasibuan dalam sebuah wawancara dengan wartawan Kompas mengatakan, dulu orang merumuskan rule of law sukup sebagai ketaatan pada hukum, artinya segala sesuatu harus didasarkan pada hukum. Tetapi sebenarnya rule of law juga mengandung makna bahwa hukum yang ditaati itu harus berisi aspirasi masyarakat, bukan aspirasi golongan masyarakat tertentu, atau hukum itu harus benarbenar dirasakan adil oleh masyarakat. Jika dikaitkan dengan kondisi masyarakat saat ini, apakah hukum yang berlaku sekarang telah berstruktur sosial Indonesia serta adaptif dengan situasi globalisasi yang melingkupinya sebagaimana dimaksudkan oleh Albert. 13 Realitas yang ada di Indonesia saat ini adalah adanya mis-sinkronisasi antara nilai-nilai dengan O.K. Chairuddin, Sosiologi Hukum, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 1999), hal.109 Ibid.

13 norma-norma hukum yang berlaku. Antara nilai-nilai dan norma-norma hukum tidak jumbuh. Nilai-nilai yang ingin dimunculkan adalah nilai-nilai sosial budaya Indonesia, tetapi norma-norma hukum yang muncul adalah norma-norma yang bernuansa Eropah yang nota bene adalah liberal-kapitalis. Contoh faktualnya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1994, yang memperlihatkan menguatnya konglomerasi, monopoli, buruh yang digaji di bawah UMR dan lain-lain. 14 Ini semua adalah gambaran belum sinkronnya antara nilai-nilai yang dikehendaki dengan norma-norma yang muncul. Apabila hal ini tidak disadari, maka bangsa kita akan menjadi bangsa dengan kepribadian terbelah, dimana terjadi ketimpangan antara nilai-nilai yang dikehendaki dengan struktur dan normanya. 15 Pada kesempatan yang sama Adnan Buyung mengatakan, dalam negara hukum yang dianut sekarang ada kecendrungan terjadinya pergeseran ke arah formal legalitas, tanpa melihat segi substansinya Ungkapan Buyung inilah yang dimaksudkan dengan hukum telah kehilangan makna. Penguasa melalui aparat pembentuk hukumnya lebih mengedepankan segi keberlakuan hukum dengan mengabaikan materi yang diatur. Penguasa sudah tidak mau tahu apakah materi yang diatur dalam aturan hukum dimaksud sesuai dengan aspirasi masyarakat atau tidak. Ini juga sekaligus menandakan bahwa faktor aksesibilitas (campur tangan) masyarakat dalam pembentukan hukum sudah tidak dipertimbangkan, apalagi untuk menyatakan persetujuannya. Padahal secara teori sudah diketahui bahwa aksesibilitas masyarakat merupakan faktor yang sangat Zudan Arif Fakrulloh, Membangun Hukum yang Berstruktur Sosial Indonesia dalam Kancah Trends Globalisasi, dalam Wajah Hukum di Era Reformasi (Kumpulan Karya Ilmiah Menyambut 70 Tahun Prof. Dr. Satjipto Rahardjo,SH) : (Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal Ibid. O.K. Chairuddin, Loc.Cit.

14 penting serta menentukan di dalam menilai keberhasilan sebuah usaha pembaharuan hukum. Berkaitan dengan hal ini Romli pernah mengatakan bahwa masalah aksesibilitas masyarakat dalam pembangunan hukum di Indonesia sudah harus dipertimbangkan sejak tahap penyusunan Prolegnas (Program Legislasi Nasional) hingga ke tahap implementasi peraturan perundang-undangan dan pemberlakuannya di tengah-tengah masyarakat. Menurutnya, ada 3 (tiga) tolok ukur etika dan moral yang patut dijadikan pertimbangan dalam pembangunan hukum di Indonesia terutama dalam rangka mewujudkan fungsi hukum sebagai sarana pembaharuan sosial (law as atool of social engineering), yaitu hak asasi manusia, keadilan, dan aksesibilitas masyarakat ke dalam Prolegnas. 17 Pengabaian campur tangan masyarakat dalam pembentukan hukum dewasa ini terlihat jelas, dimana tuntutan agar materi tertentu di masukkan atau dihapuskan dari rancangan peraturan perundang-undangan ataupun dari peraturan perundangundangan yang sudah jadi tidak diperhatikan. Kondisi ini berimplikasi pada munculnya demonstrasi di mana-mana sebagai wujud penolakan masyarakat yang dikomandai oleh Mahasiswa dan LSM menentang keangkuhan penguasa pemberlakuan beberapa kebijakan di bidang hukum. Contoh kecil bisa dilihat pada kasus privatisasi atau penjualan BUMN kepada investor swasta yang jelas-jelas merugikan negara dan rakyat. Kembali pada pernyataan dua orang tokoh hukum di atas dan kaitannya dengan teori social engineering Pound, maka hukum seideal mungkin mewujudkan apa yang menjadi tuntutan dan rasa keadilan masyarakat atau setidak-tidaknya antara cita- 17 Romli Atmasasmita, Moral dan Etika Pembangunan Hukum Nasional : Reorientasi Politik Perundangundangan RI, Makalah Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII yang diselenggarakan oleh BPHN (Bali: Juli 2003), hal.342

15 cita hukum masyarakat harmonis dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah, sehingga karenanya persoalan substansi hukum perlu mendapat perhatian lebih. Bagaimana mungkin hukum bisa difungsikan sebagai sarana pembaharuan sosial yang intinya merobah watak dan perilaku masyarakat jika materinya bertolak belakang dengan cita-cita hukum masyarakat itu sendiri. Di Indonesia, pembaharuan (pembentukan) hukum itu memang lebih menampakkan wujudnya dalam bentuk undang-undang. Walaupun bentuk-bentuk lain juga tidak semestinya diabaikan, seperti putusan pengadilan (yurisprudensi) yang menjadi konsepsi hukum utama yang berlaku di negara-negara Anglo Saxon seperti Amerika. Namun yang pasti, pengembangan konsepsionil daripada hukum sebagai sarana pembaharuan sosial di Indonesia lebih luas jangkauan dan ruang lingkupnya daripada di tempat kelahirannya sendiri (Amerika), karena beberapa hal: 1. Lebih menonjolnya perundang-undangan dalam proses pembaharuan hukum di Indonesia, walaupun yurisprudensi juga memegang peranan, berlainan dengan di Amerika Serikat dimana teori Pound itu ditujukan terutama pada peranan pembaharuan yang diharapkan dari keputusan-keputusan pengadilan, khususnya keputusan Supreme Court sebagai mahkamah tertinggi. 2. Sikap yang menunjukkan kepekaan terhadap kenyataan masyarakat menolak aplikasi mechanistis dari konsepsi law as a tool of social engineering. Aplikasi mekanistis demikian yang digambarkan dengan kata tool akan mengakibatkan hasil yang tidak banyak berbeda dengan penerapan legisme yang dalam sejarah hukum di Indonesia (Hindia Belanda) telah ditentang dengan keras. Dalam penegembangannya di Indonesia, maka konsepsi (teoritis) hukum sebagai alat/sarana pembaharuan ini dipengaruhi pula oleh pendekatan-pendekatan filsafat budaya dari Northrop dan pendekatan policyoriented dari Laswell dan Mc.Dougal Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, (Bandung: Putra Bardin, 1976), hal. 9

16 Jika persoalan-persoalan dalam rangka pembaharuan hukum tidak diatasi, mustahil hukum sebagai sarana yang berfungsi mengkompromikan konflik-konflik sosial masyarakat sebagaimana dikehendaki Pound akan terwujud. Padahal ke depan menurut Pound, hukum tidak hanya berfungsi sebagai alat kontrol semata melainkan lebih dari itu berfungsi membawa atau menggerakkan masyarakat ke suasanan yang lebih baik. Hal ini bisa dipahami dari pernyataannya yang mengatakan bahwa tugas pokok pemikiran modern mengenai hukum adalah tugas rekayasa sosial, 19 yakni to construct as efficient a society as possible, one which ensures the satisfaction of the maximum of interests with minimal friction and waste of resources (menata masyarakat secara efisien dan baik, dimana kepada setiap warga masyarakat dijamin pemuasan maksimum dari setiap kepentingan-kepentingannya dengan friksi (pertentangan) dan pemborosan sumber daya seminimal mungkin). 20 KESIMPULAN Pembaharuan hukum di Indonesia utamanya ditujukan untuk mewujudkan tatanan sosial yang adil-sejahtera, tentram dan damai serta membawa perubahanperubahan yang baik pada struktur kehidupan. Tetapi disisi lain, pembaharuan hukum ini juga menjadi pendorong bagi lancarnya proses pembangunan. Oleh karena itu, kelemahan-kelemahan yang ada dalam proses pembaharuan hukum selama ini mesti ditanggulangi. Hal ini guna menciptakan suatu tatanan hukum nasional yang ideal, selaras antara kepentingan-kepentingan masyarakat dengan tujuan-tujuan 19 W.Friedmann, Teori dan Filsafat Hukum (Idealisme Filosofis dan Problema Keadilan), (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1994), hal Raymond Wacks, Jurisprudence, (Great Britain London: Blackstone Press Limited 1995), pg.155. Bandingkan dengan Sir Carleton Kemp Allen, Law in The Making, 6 th Edition (Oxford: The Clarendon Press, 1958), pg. 36

17 pembangunan nasional yang diidamkan, dan lebih penting lagi memiliki dampak internasional. Jika tidak, maka ketertinggalan Indonesia dalam kompetisi global dengan segala macam perangkat hukumnya akan terlihat. Dengan demikian, jalannya pembaharuan hukum dalam kaitannya dengan pembangunan di Indonesia boleh jadi belum relevan sebagaimana dikehendaki dalam konsep sociological jurisprudence. DAFTAR PUSTAKA Allen, Sir Carleton Kemp, Law in The Making, 6 th Edition (Oxford : The Clarendon Press, 1958) Atmasasmita, Romli, Moral dan Etika Pembangunan Hukum Nasional : Reorientasi Politik Perundang-undangan RI, Makalah Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII yang diselenggarakan oleh BPHN (Bali: Juli 2003) Chairuddin, O.K., Sosiologi Hukum, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 1999) Fakrulloh, Zudan Arif, Membangun Hukum yang Berstruktur Sosial Indonesia dalam Kancah Trends Globalisasi, dalam Wajah Hukum di Era Reformasi (Kumpulan Karya Ilmiah Menyambut 70 Tahun Prof. Dr. Satjipto Rahardjo,SH), (Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 2000) Friedman, Lawrence M., American Law, (New York: W.W. Norton & Company, 1930) Friedmann, W., Teori dan Filsafat Hukum (Idealisme Filosofis dan Problema Keadilan), (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1994) Huijbers, Theo, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta : Penerbit Kanisuius, 2001) Kusumaatmadja,Mochtar, Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional, (Bandung: Bina Cipta, 1986) Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, (Bandung: Putra Bardin, 1976) Nusantara, Abdul Hakim dan Nasroen Yasabari, Pembangunan Hukum: Sebuah Orientasi (Pengantar Editor) dalam Beberapa Pemikiran Pembangunan Hukum di Idonesia, Abdul Hakim Nusantara dan Nasroen Yasabari (Eds.) (Bandung : Penerbit Alumni, 1980) Pound, Roescoe, An Introduction to the Philosophy of Law, (New Heaven : Yale University Press, 1954)

18 Rasjidi, Lili dan Ira Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, (Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2001) Suparni, Niniek, Pelestarian, Pengelolaan dan Penegakan Hukum Lingkungan, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992) Wacks, Raymond, Jurisprudence, (Great Britain London: Blackstone Press Limited 1995),

Pandangan tokoh Teori Sociological Jurisprudence mengenai hukum yang baik dalam. masyarakat

Pandangan tokoh Teori Sociological Jurisprudence mengenai hukum yang baik dalam. masyarakat MAKALAH TEORI HUKUM/KELAS A REGULE Pandangan tokoh Teori Sociological Jurisprudence mengenai hukum yang baik dalam masyarakat DISUSUN OLEH: MARIA MARGARETTA SITOMPUL,SH 117005012/HK PROGRAM STUDI MAGISTER

Lebih terperinci

PENGARUH MAZHAB HUKUM SOSIOLOGICAL JURISPRUDENCE TERHADAP PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN HUKUM DI INDONESIA PADA MASA ORDE BARU. Hotma P. Sibuea.

PENGARUH MAZHAB HUKUM SOSIOLOGICAL JURISPRUDENCE TERHADAP PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN HUKUM DI INDONESIA PADA MASA ORDE BARU. Hotma P. Sibuea. PENGARUH MAZHAB HUKUM SOSIOLOGICAL JURISPRUDENCE TERHADAP PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN HUKUM DI INDONESIA PADA MASA ORDE BARU Hotma P. Sibuea Abstrak Aliran filsafat yang menjadi fokus penelitian ini adalah

Lebih terperinci

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) I Pembahasan tentang dan sekitar membangun kualitas produk legislasi perlu terlebih dahulu dipahami

Lebih terperinci

Purna Cita Nugraha, S.H., M.H. OPINIO JURIS:

Purna Cita Nugraha, S.H., M.H. OPINIO JURIS: Purna Cita Nugraha, S.H., M.H. OPINIO JURIS: 2011-2014 Catatan Selama Tahun 2011-2014 OPINIO JURIS: 2011-2014 Catatan Selama Tahun 2011-2014 Oleh: Purna Cita Nugraha, S.H., M.H. Copyright 2014 by Purna

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

MAKALAH HAM UNTUK STABILITAS POLITIK DAN KEAMANAN SERTA PEMBANGUNAN SOSIAL DAN EKONOMI

MAKALAH HAM UNTUK STABILITAS POLITIK DAN KEAMANAN SERTA PEMBANGUNAN SOSIAL DAN EKONOMI FOCUS GROUP DISCUSSION DAN WORKSHOP PEMBUATAN MODUL MATERI HAM UNTUK SPN DAN PUSDIK POLRI Hotel Santika Premiere Yogyakarta, 17 18 Maret 2015 MAKALAH HAM UNTUK STABILITAS POLITIK DAN KEAMANAN SERTA PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PEMBINAAN HUKUM NASIONAL

PEMBINAAN HUKUM NASIONAL PEMBINAAN HUKUM NASIONAL Disajikan dalam Pra Perkuliahan Program Strata Dua (S2) Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Tahun Akademik 2007/2008

Lebih terperinci

TEORI HUKUM PEMBANGUNAN PROF. DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA, S.H., LL.M. Oleh: Dr. Lilik Mulyadi, S.H., M.H. 1

TEORI HUKUM PEMBANGUNAN PROF. DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA, S.H., LL.M. Oleh: Dr. Lilik Mulyadi, S.H., M.H. 1 TEORI HUKUM PEMBANGUNAN PROF. DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA, S.H., LL.M. *) Sebuah Kajian Deskriftif Analitis Oleh: Dr. Lilik Mulyadi, S.H., M.H. 1 I. Pendahuluan Pada dasarnya, dalam sejarah perkembangan

Lebih terperinci

KONTRIBUSI ALIRAN SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE TERHADAP PEMBANGUNAN SISTEM HUKUM INDONESIA

KONTRIBUSI ALIRAN SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE TERHADAP PEMBANGUNAN SISTEM HUKUM INDONESIA 45 KONTRIBUSI ALIRAN SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE TERHADAP PEMBANGUNAN SISTEM HUKUM INDONESIA Marsudi Dedi Putra Universitas Wisnuwardhana Malang ABSTRAK Sociological jurisprudence menekankan perhatiannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR 2.1 Pengertian penegakan hukum. Mengenai pengertian dari penegakan hukum menunjuk pada batasan pengertian dari para sarjana. Identifikasi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Peraturan Perundang-undangan sebagai produk hukum, bukan merupakan produk

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Peraturan Perundang-undangan sebagai produk hukum, bukan merupakan produk BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Peraturan Perundang-undangan Peraturan Perundang-undangan sebagai produk hukum, bukan merupakan produk politik semestinya ditempatkan sebagai norma yang digali bersumber

Lebih terperinci

Ditulis oleh Advokat Jumat, 07 Agustus :08 - Pemutakhiran Terakhir Jumat, 11 September :48

Ditulis oleh Advokat Jumat, 07 Agustus :08 - Pemutakhiran Terakhir Jumat, 11 September :48 Periodisasi hukum perburuhan Dalam teori hukum perburuhan terdapat dua jenis hukum perburuhan yaitu hukum perburuhan otonom dan hukum perburuhan heteronom. Pembedaan dua jenis hukum perburuhan ini lebih

Lebih terperinci

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PANCASILA DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM 1. Penegakan Hukum Penegakan hukum mengandung makna formil sebagai prosedur

Lebih terperinci

(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment)

(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment) DESENTRALISASI PENYELENGGARA PENANAMAN MODAL (SUATU TINJAUAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL) (The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 5 2010 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 berusaha untuk benar-benar menjunjung tinggi hak asasi manusia, negara akan menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Page 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Itu berarti bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna

Lebih terperinci

Sosiologi Hukum dan Relevansinya dengan Pembangunan Hukum Nasional

Sosiologi Hukum dan Relevansinya dengan Pembangunan Hukum Nasional SOSIOLOGI HUKUM 83 Sosiologi Hukum dan Relevansinya dengan Pembangunan Hukum Nasional Syamsu Hadi J. Fakultas Adab IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi Abstrak: Peningkatan taraf hidup menuju perubahan kehidupan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah

Lebih terperinci

FUNGSI HUKUM PERTEMUAN - 06

FUNGSI HUKUM PERTEMUAN - 06 FUNGSI HUKUM PERTEMUAN - 06 Fungsi Hukum menurut R. Soeroso Seperti diketahui bahwa di dalam setiap masyarakat senantiasa terdapat berbagai kepentingan dari warganya. Di antara kepentingan itu ada yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perbuatan dan Sifat melawan Hukum I. Pengertian perbuatan Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap gerak otot yang dikehendaki,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara 187 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara bentuk negara kesatuan Indonesia. Ditemukan 7 peluang yuridis terjadinya perubahan non-formal

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

Materi Kuliah RULE OF LAW

Materi Kuliah RULE OF LAW 70 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Materi Kuliah RULE OF LAW Modul 9 Oleh : Rohdearni Tetty Yulietty Munthe, SH/08124446335 70 71 1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah proses pembelajaran mahasiswa diharapkan

Lebih terperinci

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep

Lebih terperinci

1

1 1 MEWUJUDKAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK Politik Hukum Proses Pembentukan Materi Muatan Asas Hukum Menjawab Kebutuhan 2 POLITIK HUKUM PENYUSUNAN PERUNDANG-UNDANGAN UUD 1945 UU 12 TAHUN 2011 PERATURAN

Lebih terperinci

- 1 - TEKNIK PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH

- 1 - TEKNIK PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH - 1 - LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH TEKNIK PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH 1. Naskah Akademik adalah

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH[1].

KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH[1]. KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH[1]. WARGANEGARA DAN KEWARGANEGARAAN Salah satu persyaratan diterimanya status sebuah negara adalah adanya unsur warganegara yang

Lebih terperinci

Municipal law dan hukum internasional: sebuah pengantar

Municipal law dan hukum internasional: sebuah pengantar Brief curriculum vitae Name: Miko Kamal Email: miko.kamal@mkamal.co.id Blog: www.mikokamal.wordpress.com Mobile: 081266089677 Address: Jl. Perak No. 15 Padang Prime occupaion: Lawyer at Miko Kamal & Associates

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pasal 1 UU.No 1 Tahun 1974, dikatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Formatted: Left: 3,25 cm, Top: 1,59 cm, Bottom: 1,43 cm, Width: 35,56 cm, Height:

Lebih terperinci

11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng

11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng 10 BAB II Landasan Teori 2.1. Uraian Teori Teori adalah suatu butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu pakar hukum, Roscoe Pound mengemukakan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu pakar hukum, Roscoe Pound mengemukakan paradigma BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu pakar hukum, Roscoe Pound mengemukakan paradigma hukum law as a tool of social engineering yang artinya hukum sebagai alat perubahan sosial. Istilah tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang besar dan pulau yang kecil. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang besar dan pulau yang kecil. Sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai wilayah yang terbentang luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang besar dan pulau yang kecil. Sebagai Negara yang

Lebih terperinci

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. UU NOMOR 10 TAHUN 2004 1. Menimbang: Menimbang: a. bahwa pembentukan peraturan perundang undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Oleh : Wahab Ahmad, S.HI., SH (Hakim PA Tilamuta, Dosen Fakultas Hukum UG serta Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Yuridis Putusan Hakim Praperadilan Mengenai Penetapan Status Tersangka Menurut Pasal 77 Kuhap Jo Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-VIII/2014 tentang Perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah manusia mencari nafkah. Diatas tanah pula manusia membangun rumah sebagai tempat bernaung dan membangun

Lebih terperinci

PELAYANAN RISET DI BIDANG LEGISLATIF DALAM KERANGKA PENINGKATAN KINERJA LEMBAGA HUKUM* Oleh: Prof. Dr. Mohamad Askin, S.H.**

PELAYANAN RISET DI BIDANG LEGISLATIF DALAM KERANGKA PENINGKATAN KINERJA LEMBAGA HUKUM* Oleh: Prof. Dr. Mohamad Askin, S.H.** PELAYANAN RISET DI BIDANG LEGISLATIF DALAM KERANGKA PENINGKATAN KINERJA LEMBAGA HUKUM* Oleh: Prof. Dr. Mohamad Askin, S.H.** PENDAHULUAN Sesuai dengan asal kata parlemen yaitu parle, yang artinya berbicara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup:

BAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut dengan UUD 1945) secara tegas menyebutkan negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara hukum menganut sistem hukum Civil Law

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara hukum menganut sistem hukum Civil Law BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara hukum menganut sistem hukum Civil Law (Eropa Continental) yang diwarisi selama ratusan tahun akibat penjajahan Belanda. Salah satu karakteristik

Lebih terperinci

PUSANEV_BPHN DALAM RANGKA PENYUSUNAN DOKUMEN PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL (DPHN) PROF. DR. ENNY NURBANINGSIH, SH., M.Hum.

PUSANEV_BPHN DALAM RANGKA PENYUSUNAN DOKUMEN PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL (DPHN) PROF. DR. ENNY NURBANINGSIH, SH., M.Hum. EVALUASI HUKUM DAN PROYEKSI PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL DALAM RANGKA PENYUSUNAN DOKUMEN PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL (DPHN) PROF. DR. ENNY NURBANINGSIH, SH., M.Hum. KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL Arah

Lebih terperinci

PROSES PEMBENTUKAN PUU BERDASARKAN UU NO 10 TAHUN 2004 TENTANG P3 WICIPTO SETIADI

PROSES PEMBENTUKAN PUU BERDASARKAN UU NO 10 TAHUN 2004 TENTANG P3 WICIPTO SETIADI PROSES PEMBENTUKAN PUU BERDASARKAN UU NO 10 TAHUN 2004 TENTANG P3 WICIPTO SETIADI PENDAHULUAN Pembentukan Peraturan Perundangundangan adalah proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang pada dasarnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan Pada Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya Politik Nasional Berlandaskan Pekanbaru,

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PERKEMBANGAN KONTEMPORER SISTEM ETIKA PUBLIK Dewasa ini, sistem etika memperoleh

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH I. UMUM Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan pengujian yuridis Peraturan Daerah Kabupaten/Kota oleh Mahkamah Agung belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alasan kemunculan hukum, namun dalam usaha-usaha memberikan jawaban akan hukum

BAB I PENDAHULUAN. alasan kemunculan hukum, namun dalam usaha-usaha memberikan jawaban akan hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Para pemerhati dan pemikir hukum belum ada satu pandangan dalam melihat alasan kemunculan hukum, namun dalam usaha-usaha memberikan jawaban akan hukum itu diadakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian, perkawinan, perceraian, pengesahan anak dan pengakuan anak.

BAB I PENDAHULUAN. kematian, perkawinan, perceraian, pengesahan anak dan pengakuan anak. BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil merupakan salah satu instansi pemerintah yang bertugas melayani masyarakat dalam hal pencatatan kelahiran, kematian, perkawinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin dahsyat dengan datangnya kapitalis dunia. P. Berger dalam meramalkan, dalam era

BAB I PENDAHULUAN. semakin dahsyat dengan datangnya kapitalis dunia. P. Berger dalam meramalkan, dalam era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini challenge globalisasi meruntuhkan filosofi bangsa Indonesia terutama dalam bidang ekonomi. Hal ini telah diramalkan oleh P. Berger bahwa badai globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mencapai kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan kerjasama 1,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mencapai kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan kerjasama 1, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam mencapai kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan kerjasama 1, sehingga antara manusia yang satu dengan yang lainnya saling membutuhkan. Mereka saling melibatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di Indonesia adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht) yang pada

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA. Oleh : Iman Hidayat

PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA. Oleh : Iman Hidayat PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA Oleh : Iman Hidayat ABSTRAK Secara yuridis konstitusional, tidak ada hambatan sedikitpun untuk menjadikan hukum adat sebagai

Lebih terperinci

1. Arti pancasila sebagai way of life (pandangan hidup)

1. Arti pancasila sebagai way of life (pandangan hidup) 1. Arti pancasila sebagai way of life (pandangan hidup) Pengertian pandangan hidup adalah suatu hal yang dijadikan sebagai pedoman hidup, dimana dengan aturan aturan yang di buat untuk mencapai yang di

Lebih terperinci

FUNGSI INTEGRASI PERENCANAAN

FUNGSI INTEGRASI PERENCANAAN FUNGSI INTEGRASI PERENCANAAN Tahun 1999 fungsi Prolegnas ditekankan sebagai instrumen utama pengintegrasi dalam perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan yang mengikat Pemerintah dan DPR. Sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan, cita-cita bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sejak perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan, cita-cita bangsa Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan, cita-cita bangsa Indonesia ialah membangun sebuah Negara hukum. Cita-cita Negara hukum itu dicantumkan dalam tiap-tiap

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 14 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 3)

BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 14 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 3) BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 14 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 3) C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, menurut Soerjono Soekanto

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF POLICY BRIEF PERTIMBANGAN YURIDIS PENGELOMPOKAN PERUMUSAN 9 RPP SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG KEANTARIKSAAN DALAM RPP YANG TERPISAH

RINGKASAN EKSEKUTIF POLICY BRIEF PERTIMBANGAN YURIDIS PENGELOMPOKAN PERUMUSAN 9 RPP SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG KEANTARIKSAAN DALAM RPP YANG TERPISAH RINGKASAN EKSEKUTIF POLICY BRIEF PERTIMBANGAN YURIDIS PENGELOMPOKAN PERUMUSAN 9 RPP SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG KEANTARIKSAAN DALAM RPP YANG TERPISAH KELOMPOK PENELITIAN 2 Jakarta, Juni 2016 PUSAT KAJIAN

Lebih terperinci

Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia

Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia Penyelenggaraan otonomi daerah yang kurang dapat dipahami dalam hal pembagian kewenangan antara urusan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

KODE ETIK GURU INDONESIA

KODE ETIK GURU INDONESIA KODE ETIK GURU INDONESIA MUKADIMAH Guru Indonesia tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan

Lebih terperinci

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis merupakan upaya yang terus-menerus dilakukan, sampai seluruh bangsa Indonesia benar-benar merasakan keadilan dan

Lebih terperinci

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H 1 UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H A. LATAR BELAKANG Pemerintah sangat menjunjung tinggi perlindungan hukum bagi setiap warga negaranya, sehingga diperlukan pemantapan-pemantapan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1124 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT. Program Legislasi Nasional. Penyusunan. Tata Cara. PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SEBAGAI MITRA DAN PENGAWAS KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA. Oleh : Hendi Budiaman, S.H., M.H.

EFEKTIFITAS BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SEBAGAI MITRA DAN PENGAWAS KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA. Oleh : Hendi Budiaman, S.H., M.H. EFEKTIFITAS BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SEBAGAI MITRA DAN PENGAWAS KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA Oleh : Hendi Budiaman, S.H., M.H. Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong berbagai perubahan pada setiap aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap meningkatnya perdagangan barang

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS, PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

PASANG SURUT OTONOMI DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA (Tinjauan Sejarah Hukum Pemerintahan Daerah)

PASANG SURUT OTONOMI DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA (Tinjauan Sejarah Hukum Pemerintahan Daerah) Sejarah Hukum, Pemerintahan Daerah 46 PASANG SURUT OTONOMI DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA (Tinjauan Sejarah Hukum Pemerintahan Daerah) Oleh : Afif Syarif, SH,MH. ABSTRAK Pembagian

Lebih terperinci

AZAS HUKUM. LIZA ERWINA, SH.M.HUM Fakultas Hukum Jurusan Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara

AZAS HUKUM. LIZA ERWINA, SH.M.HUM Fakultas Hukum Jurusan Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara AZAS HUKUM LIZA ERWINA, SH.M.HUM Fakultas Hukum Jurusan Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara I. Pendahuluan : Pengertian azas dalam kamus Bahasa Indonesia adalah : a. Dasar, alas, pedoman misalnya batu

Lebih terperinci

HUKUM AGRARIA NASIONAL

HUKUM AGRARIA NASIONAL HUKUM AGRARIA NASIONAL Oleh : Hj. Yeyet Solihat, SH. MKn. Abstrak Hukum adat dijadikan dasar karena merupakan hukum yang asli yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Hukum adat ini masih harus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan lembaga penegak hukum. Dalam hal ini pengembangan pendekatan terhadap

I. PENDAHULUAN. dan lembaga penegak hukum. Dalam hal ini pengembangan pendekatan terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap sistem hukum menunjukan empat unsur dasar, yaitu : pranata peraturan, proses penyelenggaraan hukum, prosedur pemberian keputusan oleh pengadilan dan lembaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Arti Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia Ketentuan Tentang Kekuasaan Kehakiman Diatur Dalam Bab IX, Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-undang Dasar 1945.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hasil perubahan ketiga Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara

Lebih terperinci

Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertanahan Di Indonesia Melalui Revitalisasi Fungsi Badan Peradilan

Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertanahan Di Indonesia Melalui Revitalisasi Fungsi Badan Peradilan 458 JURNAL HUKUM NO. 3 VOL.14 JULI 2007: 458-473 Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertanahan Di Indonesia Melalui Revitalisasi Fungsi Badan Peradilan Oleh: Mudjiono Dosen Negeri DPK STPMD"APMD" Yogyakarta

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 37 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon), yakni makhluk yang tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA. Istiana Heriani*

IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.64 No.2 April 2015 halaman 14-20 14 IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA Istiana Heriani* ABSTRAK Kepemilikan hak atas tanah merupakan hak dasar yang

Lebih terperinci

DISUSUN OLEH: FARIDA RIANINGRUM Rombel 05

DISUSUN OLEH: FARIDA RIANINGRUM Rombel 05 MAKALAH ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK Menganalisis pelanggaran AAUPB terhadap Surat Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi

Lebih terperinci

Selasa, 17 November 2009 HUBUNGAN NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI

Selasa, 17 November 2009 HUBUNGAN NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI Selasa, 17 November 2009 HUBUNGAN NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI PENDAHULUAN Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana yang diterangkan dalam penjelasan dalam UUD 1945, maka segala sesuatu yang berhubungan

Lebih terperinci

JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A.

JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A. JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A. Latar Belakang Sifat pluralisme atau adanya keanekaragaman corak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak merupakan pengingkaran terhadap kedudukan setiap orang sebagai makhluk ciptaan Tuhan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

LAMPIRAN I : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH LAMPIRAN I : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH BENTUK DAN TATA CARA PENGISIAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH C. BENTUK PROGRAM LEGISLASI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PERBATASAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PERBATASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PERBATASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS RANCANGAN

Lebih terperinci

ILMU HUKUM DIPANDANG DARI ASPEK PENGEMBANGAN PARADIGMA ILMU

ILMU HUKUM DIPANDANG DARI ASPEK PENGEMBANGAN PARADIGMA ILMU ILMU HUKUM DIPANDANG DARI ASPEK PENGEMBANGAN PARADIGMA ILMU Adityo Putro Prakoso Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim adityo.dityo@gmail.com A. PENDAHULUAN Hukum adalah sarana guna menciptakan ketertiban,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era reformasi yang sedang berjalan atau bahkan sudah memasuki pasca reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan, politik, moneter, pertahanan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUM. Peraturan Perundang-undangan. Penyusunan. Pedoman

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUM. Peraturan Perundang-undangan. Penyusunan. Pedoman No.1430, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUM. Peraturan Perundang-undangan. Penyusunan. Pedoman PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 /PER/M.KUKM/IX/2014

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HUKUM PIDANA DALAM USAHA PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA NASIONAL YANG BERKUALITAS

PERBANDINGAN HUKUM PIDANA DALAM USAHA PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA NASIONAL YANG BERKUALITAS PERBANDINGAN HUKUM PIDANA DALAM USAHA PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA NASIONAL YANG BERKUALITAS ABSTRACT Oleh Syafi Uddin Aditya A. A. Sri Indrawati Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana The

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kebijakan Kriminal Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena keterbiasaanya terdapat semacam kerancuan atau kebingungan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL TERHADAP PENGETAHUAN TRADISIONAL DI INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL TERHADAP PENGETAHUAN TRADISIONAL DI INDONESIA PERLINDUNGAN HUKUM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL TERHADAP PENGETAHUAN TRADISIONAL DI INDONESIA oleh: Ngurah Bagus Indra Putra I Wayan Suarbha Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

RINGKASAN. vii. Ringkasan

RINGKASAN. vii. Ringkasan RINGKASAN Politik hukum pengelolaan lingkungan menunjukkan arah kebijakan hukum tentang pengelolaan lingkungan yang akan dibentuk dan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu.

Lebih terperinci