PASANG SURUT OTONOMI DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA (Tinjauan Sejarah Hukum Pemerintahan Daerah)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PASANG SURUT OTONOMI DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA (Tinjauan Sejarah Hukum Pemerintahan Daerah)"

Transkripsi

1 Sejarah Hukum, Pemerintahan Daerah 46 PASANG SURUT OTONOMI DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA (Tinjauan Sejarah Hukum Pemerintahan Daerah) Oleh : Afif Syarif, SH,MH. ABSTRAK Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal usul dalam derah istimewa Untuk mengwujudkan hal ini terjadilah tarik menarik dalam kehidupan bernegara. Tarik menarik ini tidak perlu dihilangkan, ini merupakan sejarah hukum dalam kehidupan bernegara atau pemerintahan. Hukum itu bukan merupakan tujuan, akan tetapi hanya merupakan jembatan yang akan membawa kita kepada ide yang dicita-citakan. Melihat sejarah panjang undang-undang pemerintahan daerah, telah mengalami pasang surut sejalan dengan perkembangan sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia. Apabila dilihat, ini adalah sebagai konsekuensi yuridis terhadap pasang surut undang-undang pemerintahan daerah. Sedangkan apabila dilihat dari aspek politik hukum, kondisi ini merupakan gejala hukum, artinya situasi dan kondisi terhadap tekanan reformasi atau pembaharuan terhadap pemerintahan di daerah akibat politik Nasakom yang digagas pemerintah orde lama dan memunculkan pemerintahan orde baru dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pemerintahan di daerah. Setelah orde baru tumbang, persoalan pemerintahan di daerah diangkat ke publik, sebab selama pemerintahan orde baru hakhak daerah telah diambil oleh pusat. Akhirnya kondisi ini tidak bisa dibendung lagi akibat sentalistik pemerintah pusat terhadap hak-hak rakyat di daerah khususnya yang berkaitan dengan sumber daya alam. Untuk itu untuk mengembalikan hak-hak daerah untuk berkembang sesuai dengan kemampuan daerahnya masing-masing perlu dilakukan perubahan dan/atau diganti undang-undang pemerintahan daerah. Keywords : Sejarah Hukum, Pemerintahan Daerah. A. PENDAHULUAN Perjalanan panjang undang-undang pemerintahan daerah dalam sistem ketatanegaraan kita telah mengalami pasang surut, hal ini terlihat dalam Pasal 18 Undangundang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa daerah Indonesia dibagi daerah besar dan daerah kecil dan mempunyai hak untuk mengurus rumah tangganya sendiri yang disebut dengan otonomi. Otonomi adalah kemandirian suatu pemerintahan yang lebih rendah untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang boleh diatur dan diurus secara bebas dan mandiri akan menjadikan urusan rumah tangga suatu pemerintahan yang lebih rendah disebut dengan otonomi 1. 1 Pengertian otonomi bukanlah kebebasan, melainkan mengandung suatu pengertian yaitu pemecahan kekuasaan pemerintahan pada bagian pusat dengan daerah. Muhammad Yamin, Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia. Penerbit, Gahlia Indonesia, Jakarta, 1982, hlm 145

2 Sejarah Hukum, Pemerintahan Daerah 47 Undang-undang Dasar 1945, Pasal 18 yang menjadi sumber penyelegaraan otonomi dapatlah dipahami untuk mendorong terwujudnya ide yang dicita-citakan yaitu otonomi. Menurut Bagir Manan pengertian otonomi adalah kebebasan dan kemandirian (vrijheid dan zelfstandigheid) satuan pemerintahan yang lebih rendah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan 2. Untuk itu pendiri negara kesatuan Republik Indonesia jauh-jauh hari sudah memikirkan secara hukum tentang pemerintahan daerah. Oleh sebab itu persoalan otonomi daerah harus diwujudkan dalam kerangka negara kesatuan sebagaimana yang diamanatkan Pasal 18 UUD 1945 tersebut, yang berbunyi : Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal usul dalam derah istimewa Untuk mengwujudkan Pasal 18 ini terjadilah tarik menarik dalam kehidupan bernegara. Tarik menarik ini tidak perlu dihilangkan, ini merupakan sejarah hukum dalam kehidupan bernegara atau pemerintahan. Hukum itu bukan merupakan tujuan, akan tetapi hanya merupakan jembatan yang akan membawa kita kepada ide yang dicita-citakan. 3 Dalam kaitannya dengan otonomi, maka perlu kita melihat tujuan otonomi itu terlebih dahulu. Pengertian otonomi tersebut dapat dilihat dalam arti sempit dan luas, dalam artian luas pengertian otonomi adalah mencakup tugas pembantuan, sedangkan dalam artian sempit tidak termasuk tugas pembantuan. Setelah pemerintahan orde lama tumbang dan digantikan oleh pemerintahan orde baru, maka dibentuklah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pemerintahan daerah. Pembentukan ini secara politis merupakan sejarah hukum akibat Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 yang dibuat pada masa revolusi disertai tekanan dari penjajah Belanda yang pada waktu itu akan melaksanakan kehendaknya dibumi Indonesia. Setelah berakhirnya penjajahan Belanda dan berlakunya UUDS 1950 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang pemerintahan daerah tetap berlaku. Setelah kembali ke UUD 1945 diadakan perubahan tentang pemerintahan daerah yang sebelumnya telah diundangkan dengan undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 yang pelaksanaannya dikeluarkan Penpres Nomor 6 Tahun Kemudian diganti lagi dengan 2 Bagir Manan, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD Penerbit, Uniska, Bandung 1993, hlm 3. 3 Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional. Penerbit, Alumni, Bandung 1991, hlm 11

3 Sejarah Hukum, Pemerintahan Daerah 48 Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 dalam upaya pelaksanaan otonomi kepada daerah. Meskipun Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 dibuat pada masa orde lama, akan tetapi penerapannya mulai berlaku pada orde baru, ini adalah merupakan sejarah hukum dalam sistem ketatanegara kita. Akibat perkembangan politik dan dihubungkan dengan perkembangan ketatanegaraan kita, bahwa Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 dianggap tidak sesuai dengan perkembangan pemerintahan, maka perlu dilakukan perubahan atau diganti dengan undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pemerintahan daerah. Setelah seperempat abad Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 berlaku dan diiringi tumbangnya rezim orde baru, maka pemerintahan yang baru memandang perlu untuk melakukan perubahan terhadap undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pemerintahan daerah. Dengan keluarnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, maka Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 yang telah berlaku selama 25 Tahun dinyatakan tidak berlaku lagi. Apabila dilihat dari sejarah perjalanan panjang Undangundang Nomor 5 Tahun 1974 dikaitkan dengan perkembangan hukum untuk mendukung otonomi daerah, maka perlu dilakukan perubahan terhadap undang-undang pemerintahan daerah tersebut. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah diundangkan pada tanggal 7 Mei 1999 dengan Lembaran Negara nomor 60 Tahun 1999, dan secara yuridis formal penyelegaraan otonomi daerah dapat diharapkan sesuai dengan amanat kontitusi negara kita yaitu dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Akan tetapi masih ada yang tertinggal dalam muatan-muatan hukum terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut, maka pemerintah memandang perlu untuk menyempurnakan dengan mengeluarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Apabila dilihat sejarah perjalanan panjang undang-undang pemerintahan daerah telah mengalami pasang surut dalam sistem ketatanegaran kita. Dan setelah berlukunya undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerinthan daerah, diharapkan otonomi dan demokrasi untuk menjalankan kepentingan rakyat di daerah dapat berjalan lancar. Kehadiran satuan pemerintahan tingkat rendah (lagere rechsgemeen schappen) dalam sistem ketatageraan Republik Indonesia bukan sekedar tututan efesiensi dan efektifitas penyelegaraan pemerintahan. Satuan pemerintahan tingkat lebih rendah adalah

4 Sejarah Hukum, Pemerintahan Daerah 49 salah satu sendi ketatanegaraan Republik Indonesia. 4 Sedangkan susunan tata negara yang demokratis membutuhkan pemecahan kekuasaan pemerintahan pada bagian pusat dan daerah. 5 Menurut Roscoe Pound dalam negara modern dapat memenuhi tututan yang tumbuh dan berkembang, seperti di Amerika Serikat, dimana hukum dianggap sebagap sebagai alat untuk mengubah masyarakat 6 ). Bertolak dari pemikiran tersebut di atas, tiori bentuk negara otonomi adalah subsistem dari negara kesatuan (unitary state). Negara kesatuan merupakan landas batas dari pengertian otonomi yang mengatur antara tututan kesatuan dan tututan otonomi. 7 Selanjutnya, Mochtar Kusumaatmadja mengatakan bahwa kedudukan hukum dalam negara dapat dilihat dipelbagai negara tentang pemikiran hukum dan peranannya dalam masyarakat. Hal ini tergantung pada konservatif atau tidaknya golongan yang berkuasa di negara tersebut. Negara otokratis yang dikuasai oleh golongan yang eksklusif cenderung menolak perubahan, oleh karena itu pemikirannya konservatif terhadap hukum, sehingga dia melihat hukum sebagai alat untuk menjaga keamanan dan ketertipan. 8 Dalam kaitan ini Sunaryati Hartono mengatakan, bahwa hukum itu bukan merupakan tujuan, akan tetapi hanya merupakan jembatan yang akan harus membawa kita kepada ide yang dicita-citakan. 9 Dalam kaitannya dengan undang-undang pemerintah daerah yang dibuat oleh Supomo menyebutkan : Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah Propinsi, dan daerah Propinsi akan dibagi daerah kabupaten. Persoalannya, adalah status propinsi itu sendiri, apakah sebagai satuan pemerintahan otonom atau satuan pemerintahan administratif. 10 Oleh karena itu terjadilah tarik menarik antara pemikiran Yamin dengan Supomo tentang eksistensi pemerintahan daerah. Dalam kontek ini Bagir Manan mengatakan, tarik menarik tentang pemerintahan daerah tersebut, bukanlah sesuatu yang perlu dihilangkan dan ini merupakan sesuatu yang alami dalam kehidupan bernegara atau 4 Bagir Manan, Op, cit, hlm 46 5 Muhammad Yamin, Op, cit, hlm Dikutip Lili Rasyidi, Filsafat Hukum dan Refleksinya. Penerbit, PT. Remaja Rosdakarya Bandung, 1998, hlm Bagir Manan, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD Penerbit, Unsika, Bandung 1993, hlm 3 8 Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional. Penerbit, Bina Cipta Bandung, hlm 12 9 Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Suatu Sistem Hukum Nasional. Penerbit, Alumni, Bandung, hlm 1 10 Supomo, dikutip oleh Bagir Manan, op cit, hlm 24

5 Sejarah Hukum, Pemerintahan Daerah 50 pemerintahan sesuai dengan perkembangan masyarakat, dalam kondisi itulah semestinya dilihat kecendrungan kesatuan atau ke otonomi. 11 Untuk mengwujudkan otonomi ini, UUD 1945 itu Pasal 18 adalah sebagai dasar hukum pembuatan undang-undang pemerintah daerah, hal ini sebagai konsekuensi yuridis dari otonomi daerah. Dalam menciptakan undang-undang pemerintahan daerah. Sunarjati Hartono mengatakan, dalam tugas menciptakan hukum baru, kita butuh keahlian dari para sarjana hukum untuk merumuskan undang-undang dalam mencapai tujuan. 12 Sedangkan tujuan undang-undang pemerintahan daerah dibuat adalah untuk mengatur hidup bersama, melindungi hak dan kewajiban manusia dan masyarakat dan menjaga ketertipan masyarakat di daerah. Permasalahan yang menyangkut berfungsi hukum dalam masyarakat tidak terlepas dari kenyataan, apakah hukum tersebut benar-benar berlaku atau tidak. Tiori-tiori hukum tersebut memaparkan tiga hal tentang berlakunya hukum sebagai kaidah. Pertama, kaidah hukum berlaku secara yuridis penentuannya didasarkan atas kaidah yang lebih tinggi tingkatannya (Hans Kalsen), kedua, kaedah hukum berlaku secara sosiologis, artinya dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh masyarakat (tiori kekuasaan), dan ketiga kaidah hukum berlaku secara filosofis, artinya sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi. 13 B. PEMBAHASAN 1. Sejarah Undang-undang Pemerintahan Daerah Sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia menunjukan pernah ada berlaku beberapa Undang-undang Dasar, antara lain : (1) UUD 1945 ; Konstitusi RIS dan ; UUDS Pada masa waktu UUD tersebut berlaku, pernah dibuat peraturan perundangundangan mengenai pemerintahan daerah. Pada masa UUDS 1950 dibuat Undangundang Nomor 1 Tahun 1957 tentang pemerintahan daerah, sedangkan pada masa Konstitusi RIS untuk negara bagian Indonesia Timur dibuat Undang-undang Nomor 44 Tahun 1950 tentang pemerintahan daerah. Sedangkan untuk negara bagian RI tetap berlaku Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang pemerintahan daerah. 11 Bagai Manan, op cit, hlm Sunarjati Hartono, op cit, hlm Franz Magnis-Soseno, Etika Politik, Prinsip-prinsip Moral Kenegaraan Modern. Penerbit, Gramedia, Jakarta, 1991, hlm 219.

6 Sejarah Hukum, Pemerintahan Daerah 51 Undang-undang pemerintahan daerah untuk pertama kali disusun oleh PPKI pada tanggal 19 Agustus, dan pada tanggal tersebut PPKI yang menetapkan : (1) untuk sementara RI dibagi delapan daerah propinsi antara lain, Propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Sunda Kecil) ; (2) Setiap daerah propinsi dibagi kedalam keresidenan-keresidenan ; (3) pemerintah swapraja dan kota tetap dipertahankan. Untuk itu satuan pemerintahan di daerah terdiri dari : propinsi, keresidenan, swapraja, kota, kewedanaan, kecamatan dan desa. Setelah kembali ke UUD 1945, penyelegaraan pemerintahan daerah ditetapkan dengan Penpres Nomor 6 Tahun 1959 sebagai penyempurnaan atas undang-undang Nomor 1 Tahun walaupun Penpres Nomor 6 Tahun 1959 telah disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957, akan tetapi secara yuridis formal menghendaki agar pemerintah daerah diatur dengan undang-undang tersendiri. Sebagai implikasi yuridisnya berdasarkan Pasal 18 UUD 1945, maka ditetapkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pemerintahan daerah dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang desa praja. Kalau mengkaji kebelakang tentang pemerintah daerah ini, telah mengalami pasang surut, dimana masalah pemerintah daerah sudah ada di dalam dalam Pasal 18 UUD 1945, persoalannya waktu berlakunya UUD 1945 untuk pertama kali, masalah pemerintahan daerah masih tarik menarik, akibat kuatnya pengaruh jajahan Belanda waktu itu. Begitu juga waktu berlakunya Konstitusi RIS 1949, masalah pemerintah daerah masih tarik menarik antara pemerintah pusat dengan pemerintah negara bagian. Pada masa berlakunya UUDS 1950 pada tanggal 17 Agustus 1950 atau disebut juga zaman peralihan, konsentrasi Republik Indonesia adalah negara kesatuan dan pemerintah RIS membagi 10 daerah Propinsi berdasarkan Peraturan RIS tanggal 14 Agustus Setelah kembali ke UUD 1945 pembentukan daerah otonom dan penyusunan pemerintah daerah direalisasikan dengan dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965, walaupun undang-undang tersebut produk pemerintahan orde lama, tetapi penerapannya justru masa orde baru yang ditetapkan pada tanggal 1 September kondisi ini menimbulkan riak-riak gelombang akibat prinsip otonomi tidak dapat diwujudkan, berhubung pengaruh penguasa orde lama masih berlanjut. Pada masa orde baru yang bertekat melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen termasuk didalamnya melaksnakan otonomi daerah sesuai dengan prinsip

7 Sejarah Hukum, Pemerintahan Daerah 52 UUD Untuk itu MPRS menetapkan TAP MPRS No. XXI/MPRS/1966 tentang pemberian otonomi seluas-luasnya pada daerah. Sejalan dengan sejarah ketatanegaraan kita dan akibat tututan otonomi daerah, bahwa kehadiran satuan pemerintahan tingkat rendah bukan sekedar tututan efesiensi dan efektifitas penyelegaraan pemerintahan, akan tetapi merupakan prinsip toritorial daerah Indonesia yang dibagi dalam satuan susunan pemerintahan besar dan kecil. Sejalan dengan perkembangan ketatanegaraan negara Republik Indonesia, untuk mengwujudkan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab sebagai amanat Pasal 18 UUD 1945, maka pembagian daerah besar dan kecil perlu dibentuk dengan undangundang. Untuk itulah bahwa Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ketatanegaraan, oleh karena itu perlu diganti untuk menciptakan hukum baru. Berdasarkan hal tersebut, dengan bertolak berbagai permasalahan yang muncul terhadap pemerintah daerah, maka pada tanggal 23 Juli 1974 ditetapkanlah Undangundang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di daerah. Apabila dilihat sistem pemerintahan daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 terlihat dua sistem, yaitu : (1) sistem otonomi dan (2) sistem medebewin. Kedua sistem ini mengekang pemerintah daerah untuk beraktifitas, disamping sentralistik pemerintah pusat terlalu kuat khususnya di bidang sumber daya alam. Setelah pemerintah orde baru tumbang, dan bergulirnya reformasi membawa perubahan pada sistem ketatanegara kita, khususnya tentang pemerintah daerah. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 sudah tidak sesuai lagi dengan penyelegaraan otonomi daerah maka perlu diganti. Oleh karena itulah pada tanggal 7 Mei 1999 diundangkanlah Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dengan Lembaran Negara Nomor 60 Tahun Setelah lebih kurang Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah berlaku, dan masih dianggap tidak sesuai dengan perkembangan keadaan ketatanegaraan dan tututan otonomi, maka pemerintah mencabut undang-undang tersebut dan diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Apabila dilihat undang-undang pemerintahan daerah Nomor 22 Tahun 1999 belum mampu untuk menciptakan demokrasi untuk terwujudnya kesejahteraan rakyat di daerah yang sesuai dengan amanat UUD 1945, maka pemerintah memandang perlu menganti undang-

8 Sejarah Hukum, Pemerintahan Daerah 53 undang Nomor 22 Tahun 1999 dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah. 2. Sejarah Hukum Pembentukan Undang-undang Pemerintah Daerah Sejalan dengan perkembangan ketatanegaraan Republik Indonesia yang menyangkut pemerintah daerah, pemerintah harus berpangkal tolak pada semangat dan ketentuan-ketentuan UUD Pasal 18 UUD 1945 secara tegas menyatakan : Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang... Sedangkan penjelasannya atas pasal tersebut, antara lain menyebutkan : Oleh karena negara Indonesia itu suatu eenheids staat maka Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga Dari penjelasan tersebut di atas, terlihat bahwa negara Indonesia terdiri dari daerah Propinsi dan daerah Propinsi tersebut dibagi lagi daerah Kabupaten dan Kota. Daerahdaerah tersebut bersifat otonomi yang ditetapkan dengan undang-undang. Seiring dengan hal ini ketetapan MPR No.IV/MPR/1973 tentang GBHN ditegaskan tentang pelaksanaan otonomi, antara lain menyebutkan : Dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan kestabilan politik dalam kesatuan bangsa, maka pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab. Dengan keluarnya ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 ini adalah sebagai akibat terjadinya ekses-ekses yang sudah dijalankan pemerintah masa lalu. Dalam keadaan tersebut Departemen Dalam Negeri waktu itu dijabat oleh Letjen Basuki Rachmat untuk kembali ke UUD 1945 yang berhubungan dengan pemerintahan daerah, sebab dapat membahayakan negara kesatuan. Sebetulnya,awal tahun 1968 departemen dalam negeri telah merumuskan beberapa RUU tentang pemerintah daerah. Dengan berdialog dengan beberapa anggota DPR waktu itu, maka pemerintah menarik kesimpulan untuk mempertahankan asasotonomi bagi daerah yang luas dan riel. Persoalannya, akibat konstilasi politik yang digagas oleh PKI dengan nama NASAKOM tidak menginginkan hal ini tentang pemerintah daerah. Pada tanggal 30 April 1974 Presiden menyampaikan RUU tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dengan mengacu pada Ketetapan MPR No.IV/MPR/1973. Rancangan undang-undang tentang pemerintahan daerah yang baru dilakukan melalui pembahasan di departemen dalam negeri melalui Sekretaris Negara waktu Letjen Sudharmono, SH selaku Menteri Dalam Negeri ad interim. Kemudian disampaikan ke DPR

9 Sejarah Hukum, Pemerintahan Daerah 54 tanggal 20 Mei 1974 dengan dasar pertimbangan negara kesatuan berdasarkan pada Pasal 18 UUD Selanjutnya pada tanggal 23 Juli 1974 diundangkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah dengan mencabut Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan daerah yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan ketatanegaraan Republik Indonesia waktu itu. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pemerintahan di daerah ini disyahkan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 23 Juli 1974 dengan lembaran negara Republik Indonesia Nomor 38 Tahun Melihat sejarah panjang undang-undang pemerintahan daerah ini telah mengalami pasang surut sejalan dengan perkembangan sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia. Apabila dilihat ini adalah sebagai konsekuensi yuridis terhadap pasang surut undangundang pemerintahan daerah. Sedangkan apabila dilihat dari aspek politik hukum, kondisi ini merupakan gejala hukum, artinya situasi dan kondisi terhadap tekanan reformasi atau pembaharuan terhadap pemerintahan di daerah akibat politik Nasakom yang digagas pemerintah orde lama dan memunculkan pemerintahan orde baru dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pemerintahan di daerah. Setelah orde baru tumbang, persoalan pemerintahan di daerah diangkat ke publik, sebab selama pemerintahan orde baru hak-hak daerah telah diambil oleh pusat. Akhirnya kondisi ini tidak bisa dibendung lagi akibat sentalistik pemerintah pusat terhadap hak-hak rakyat di daerah khususnya yang berkaitan dengan sumber daya alam. Untuk itu untuk mengembalikan hak-hak daerah untuk berkembang sesuai dengan kemampuan daerahnya masing-masing perlu dilakukan perubahan dan/atau diganti undang-undang pemerintahan daerah. Menimbang prinsip-prinsip demokrasi dan peranserta masyarakat, pemerataan keadilan terhadap potensi daerah, maka pemerintah memandang perlu untuk melakukan perubahan dalam penyelegaraan otonomi yang seluas-luasnya dalam kerangka negara kesatuan dengan mengeluarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini lebih pepuler disebut dengan undang-undang Otoda Nomor 22 Tahun Undang-undang ini juga tidak bertahan lama, sebab masyarakat menganggap bahwa undang-undang ini masih produk orde baru, dan penjajahan terhadap sumber daya

10 Sejarah Hukum, Pemerintahan Daerah 55 alam oleh pusat sulit dihindari. Oleh karena itu Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dengan tujuan masalah kewenangan pusat dalam penyelegaraan pemerintahan di daerah diberikan sepenuhnya agar daerah dapat dan mampu berkembang sesuai dengan potensi yang ada di daerahnya masing-masing, semoga? C. PENUTUP. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis ungkapkan tersebut, maka sebagai penutup dari tulisan ini penulis kemukakan beberapa kesimpulan : 1. Bahwa sejarah ketatanegaraan terhadap pemerintahan daerah telah mengalami pasang surut sesuai dengan dinamika pemerintahan pengaruh politik waktu itu. Sedangkan eksistensi undang-undang pemerintahan daerah secara yuridis formal adalah bertujuan : a. Memelihara hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. b. Menyelegarakan otonomi daerah yang bersifat lintas daerah Kabupaten dan Kota serta melaksanakan kewenangan otonomi daerah yang belum dapat dilaksanakan oleh daerah Kabupaten dan kota c Untuk dapat melimpahkan tugas-tugas pemerintahan yang dilimpahkan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi 2. Bahwa pembentukan undang-undang pemerintahan daerah adalah bertujaun untuk : a. Pelaksanaan otonomi daerah yang dilakukan atas dasar asas demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keragaman daerah b. Terjaminnya hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah DAFTAR PUSTAKA Bagir Manan, 1993 Perjalanan Historis Pasal 18 UUD Penerbit, Uniska, Bandung. Franz Magnis Suseno, 1991, Etika Politik, Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Penerbit, Gramedia, Jakarta. Muhammad Yamin, 1982, Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia. Penerbit, Gahlia Indonesia. Mochtar Kusumaatmadja, 1992, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional. Penerbit, Bina Cipta, Bandung. Lili Rasjidi, 1998, Filsafat Hukum dan Refleksinya. Penerbit, Remaja Rosdakarya, Bandung. Sunarjati Hartono, 1991, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional. Penerbit, Alumni, Bandung.

BAB IV ANALISIS JURIDIS DINAMIKA PENGATURAN PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH DAN DAERAH DI INDONESIA

BAB IV ANALISIS JURIDIS DINAMIKA PENGATURAN PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH DAN DAERAH DI INDONESIA BAB IV ANALISIS JURIDIS DINAMIKA PENGATURAN PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH DAN DAERAH DI INDONESIA A. Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah dan Daerah Dalam Konstitusi Republik

Lebih terperinci

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU A. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia Konstitusi (Constitution) diartikan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Fakultas Ekonomi dan Bisnis Otonomi Daerah (Otda) Program Studi Managemen www.mercubuana.ac.id PENGERTIAN Otonomi derah adalah hak,wewenang, dan kewajiban daerah otonom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut Asas

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut Asas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut Asas Desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan

Lebih terperinci

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia desentralisasi dan sentralisasi telah beberapa kali mengalami

Lebih terperinci

4. Untuk sementara waktu kedudukan kota diteruskan sampai sekarang.

4. Untuk sementara waktu kedudukan kota diteruskan sampai sekarang. Sejarah pemerintahan daerah SEBELUM AMANDEMEN PERIODE UUD 1945 PADA AWAL KEMERDEKAAN 18 agustus 1945 27 desember 1949 Uud 1945 pada masa awal kemerdekaan menerangkan dalam bab VI tentang pemerintahan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sebagai hukum dasar yang digunakan untuk penmbentukan dan penyelenggaraan Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar, yang pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu terkait dengan pengisian

Lebih terperinci

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SUMBER PENELITIAN SEJARAH DOKUMEN / ARSIP BENDA / PRASASTI PELAKU SEJARAH SISTEM PRA KEMERDEKAAN PENJAJAHAN

Lebih terperinci

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan)

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan) JURNAL MAJELIS MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan) Oleh: Dr. BRA. Mooryati Sudibyo Wakil Ketua MPR RI n Vol. 1 No.1. Agustus 2009 Pengantar Tepat pada ulang

Lebih terperinci

Nama : Yogi Alfayed. Kelas : X ips 1. Tugas : Kaidah yang fundamental (PPKn) JAWABAN :

Nama : Yogi Alfayed. Kelas : X ips 1. Tugas : Kaidah yang fundamental (PPKn) JAWABAN : Nama : Yogi Alfayed Kelas : X ips 1 Tugas : Kaidah yang fundamental (PPKn) JAWABAN : 1. Pengertian pokok kaidah fundamental negara Nilai-nilai pancasila sebagai dasar filsafat negara bangsa Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulis uraikan mengenai rangkaian teori yang akan digunakan dalam menelusuri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulis uraikan mengenai rangkaian teori yang akan digunakan dalam menelusuri 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pemberian landasan berpijak dalam penulisan penelitian ini, maka akan Penulis uraikan mengenai rangkaian teori yang akan digunakan dalam menelusuri pembahasan dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara demokratis. Terdapat alasan lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945), Negara Indonesia secara tegas dinyatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cita-cita, gagasan, konsep, bahkan ideologi. Cita-cita, gagasan, konsep bahkan

BAB I PENDAHULUAN. cita-cita, gagasan, konsep, bahkan ideologi. Cita-cita, gagasan, konsep bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia merupakan negara yang merdeka dan berdaulat bukan sekedar antithesis terhadap kolonialisme, melainkan membawa berbagai cita-cita, gagasan,

Lebih terperinci

APA ITU DAERAH OTONOM?

APA ITU DAERAH OTONOM? APA OTONOMI DAERAH? OTONOMI DAERAH ADALAH HAK DAN KEWAJIBAN DAERAH OTONOM UNTUK MENGATUR DAN MENGURUS SENDIRI URUSAN PEMERINTAHAN DAN KEPENTINGAN MASYARAKATNYA SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

Lebih terperinci

Riki Yuniagara: Jenis dan Hirarki Peraturan...

Riki Yuniagara: Jenis dan Hirarki Peraturan... Buku Saku: Studi Perundang-Undangan, Edisi Ke-3 1 Buku Saku: Studi Perundang-undangan Edisi Ke-3 JENIS DAN HIRARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA DALAM LINTAS SEJARAH (TAP MPR dari Masa ke Masa)

Lebih terperinci

Sumarma, SH R

Sumarma, SH R PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DIBIDANG PERTANAHAN KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA SEBAGAI WUJUD KEBIJAKAN NASIONAL DIBIDANG PERTANAHAN RINGKASAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH Jurnal Psikologi September 2015, Vol. III, No. 1, hal 28-38 KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH Khoirul Huda Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA 23 BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA A. Masa Tahun 1945-1949 Masa Tahun 1945-1949 sebagai masa berlakunya UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 menghendaki sistem pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TENTANG HIBAH DAERAH DI INDONESIA. A. Pengaturan Tentang Hibah Daerah di Indonesia

BAB II PENGATURAN TENTANG HIBAH DAERAH DI INDONESIA. A. Pengaturan Tentang Hibah Daerah di Indonesia BAB II PENGATURAN TENTANG HIBAH DAERAH DI INDONESIA A. Pengaturan Tentang Hibah Daerah di Indonesia 1. Pengaturan Hibah dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pelaksanaan otonomi di daerah bertujuan untuk

Lebih terperinci

Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD, Hak dan Kewajiban Anggotanya Serta Kelemahan dari DPD Dalam UUD 1945

Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD, Hak dan Kewajiban Anggotanya Serta Kelemahan dari DPD Dalam UUD 1945 Tugas Hukum Tentang Lembaga-lembaga Negara Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD, Hak dan Kewajiban Anggotanya Serta Kelemahan dari DPD Dalam UUD 1945 Disusun oleh : Edni Ibnutyas NPM 110110130281 Dosen : Dr.

Lebih terperinci

DEFINISI HUKUM TATA NEGARA

DEFINISI HUKUM TATA NEGARA DEFINISI HUKUM TATA NEGARA 1. Apeldoorn Hukum tata negara merupakan orang-orang yang memegang jabatan pemerintahan dan batas-batas kekuasaannya. Hukum Tata Negara di istilahkan hukum negara dalam arti

Lebih terperinci

Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi.

Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi. Modul ke: Otonomi Daerah Fakultas Rusmulyadi, M.Si. Program Studi www.mercubuana.ac.id Pengertian Otonomi Daerah Otonomi secara sempit diartikan sebagai mandiri, sedangkan dalam arti luas adalah berdaya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas), artinya segala sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas), artinya segala sesuatu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintahan Indonesia berdasarkan atas sistem konstitusi (peraturan dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas), artinya segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi Republik Indonesia. Amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali (1999-2002) berdampak pada perubahan perundang-undangan

Lebih terperinci

SEJARAH PERKEMBANGAN UUD

SEJARAH PERKEMBANGAN UUD SEJARAH PERKEMBANGAN UUD [18 Agustus 1945 dan Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959] Dr. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2017 Pokok Bahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan negara (pemerintah) serta memberi perlindungan hukum bagi rakyat. Salah

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan negara (pemerintah) serta memberi perlindungan hukum bagi rakyat. Salah A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sistem Konstitusi sebagai perwujudan negara hukum di Indonesia tercermin dalam peraturan perundang-undangan yang dibuat dan berlaku untuk membatasi kekuasaan negara

Lebih terperinci

HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH

HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH : Perubahan Politik Hukum Riana Susmayanti, SH.MH. Faculty of Law, Universitas Brawijaya Email : rerezain@yahoo.co.id, r.susmayanti@ub.ac.id 1. PENDAHULUAN [Pertemuan 4] 1.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur dan merata berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I LANDASAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA

BAB I LANDASAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA BAB I LANDASAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA Pada hakikatnya Pancasila mengandung dua pengertian pokok, yaitu sebagai dasar negara dan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUDNRI Tahun 1945), Negara Indonesia ialah

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) 2.1 Sejarah Singkat Organisasi Keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) baru diperkenalkan oleh pakar hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen (1881-1973). Kelsen menyatakan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN DAN PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN SUKOHARJO T E S I S

KEDUDUKAN DAN PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN SUKOHARJO T E S I S KEDUDUKAN DAN PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN SUKOHARJO T E S I S Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berhentinya Presiden Soeharto di tengah-tengah krisis ekonomi dan moneter menjadi awal dimulainya era reformasi di Indonesia. 1 Dengan adanya reformasi, masyarakat berharap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Arti Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia Ketentuan Tentang Kekuasaan Kehakiman Diatur Dalam Bab IX, Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-undang Dasar 1945.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah pada tahun 1999 sampai dengan 2002 merupakan satu kesatuan rangkaian perumusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara Gagasan Judicial Review Pembentukan MK tidak dapat dilepaskan dari perkembangan hukum & keratanegaraan tentang pengujian produk hukum oleh lembaga peradilan atau judicial review. keberadaan MK pd awalnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1976 TENTANG Pengesahan Penyatuan Timor-Timur Ke Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Dan Pembentukan Propinsi Daerah Tingkat I Timor-Timur DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014 Herlambang P. Wiratraman Unair - 2016 DPD update..! Apa isu hukum atas perdebatan ricuhnya? Mengapa? dan bagaimana ditinjau dari sudut hukum

Lebih terperinci

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan Posted by KuliahGratisIndonesia Materi soal Undang-undang merupakan salah satu komposisi dari Tes Kompetensi Dasar(TKD) yang mana merupakan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 1963 TENTANG PERNYATAAN MULAI BERLAKUNYA DAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PENYERAHAN PEMERINTAHAN UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law)

BAB I PENDAHULUAN. disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law) BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law) dan merupakan konstitusi bagi pemerintahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggal 18 Agustus 1945 para pemimpin bangsa, negarawan pendiri NKRI dengan segala kekurangan dan kelebihannya telah berhasil merumuskan konstitusi Indonesia

Lebih terperinci

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP; UUDS 1950 A. Sejarah Lahirnya Undang-Undang Sementara 1950 (UUDS) Negara Republik Indonesia Serikat yang berdiri pada 27 Desember 1949 dengan adanya Konferensi Meja Bundar, tidak dapat bertahan lama di

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah DPD sebagai Lembaga Negara mengemban fungsi dalam

Lebih terperinci

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Penulis: Suryo Sakti Hadiwijoyo Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Politik hukum sebagai kerangka umum yang akan membentuk hukum (legal

BAB V PENUTUP. 1. Politik hukum sebagai kerangka umum yang akan membentuk hukum (legal 165 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Politik hukum sebagai kerangka umum yang akan membentuk hukum (legal frame work), mempunyai peranan penting. Politik hukum sebagai upaya mewujudkan ius contituendum (hukum

Lebih terperinci

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS TEKNIK PANCASILA TEKNIK GEOLOGI PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI MAKALAH

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS TEKNIK PANCASILA TEKNIK GEOLOGI PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI MAKALAH KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS TEKNIK PANCASILA TEKNIK GEOLOGI PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI MAKALAH PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH PERJUANGAN BANGSA

Lebih terperinci

IHWAL GBHN, DARI TEKS KE KONTEKS

IHWAL GBHN, DARI TEKS KE KONTEKS IHWAL GBHN, DARI TEKS KE KONTEKS GEDE MARHAENDRA WIJA ATMAJA AR 2016 SEMINAR HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 30 AGUSTUS SEPTEMBER 2016 AR 2016 Dinamika GBHN UUD 1945 praperubahan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at MPR DAN PERUBAHAN STRUKTUR KETATANEGARAAN Salah satu perubahan mendasar dalam UUD 1945 adalah perubahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR 1945

UNDANG-UNDANG DASAR 1945 UNDANG-UNDANG DASAR 1945 1 UNDANG-UNDANG DASAR menurut sifat dan fungsinya adalah : Suatu naskah yang memaparkan kerangka dan tugas-tuga pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,

BAB I PENDAHULUAN. wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi bidang pemerintahan daerah salah satunya adalah tuntutan demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan di daerah itu sendiri, terutama optimalisasi peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber hukum bagi pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Proklamasi itu telah mewujudkan Negara

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

PROSPEK KEWENANGAN MPR DALAM MENETAPKAN KEMBALI KETETAPAN MPR YANG BERSIFAT MENGATUR*

PROSPEK KEWENANGAN MPR DALAM MENETAPKAN KEMBALI KETETAPAN MPR YANG BERSIFAT MENGATUR* Jurnal Hukum POSITUM Vol. 1, No. 1, Desember 2016, Hal 39-50 P-ISSN : 2541-7185 E-ISSN : 2541-7193 PROSPEK KEWENANGAN MPR DALAM MENETAPKAN KEMBALI KETETAPAN MPR YANG BERSIFAT MENGATUR* Hernadi Affandi**

Lebih terperinci

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 ISSN 0216-8537 9 77 0 21 6 8 5 3 7 21 12 1 Hal. 1-86 Tabanan Maret 2015 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 KEWENANGAN PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai peran kamar kedua dalam

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai peran kamar kedua dalam BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai peran kamar kedua dalam lembaga perwakilan dua kamar di sistem pemerintahan presidensial Indonesia, didapat kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP.19651216 198903 2 012 Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Kebijakan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat). 1 Di dalam sebuah Negara Hukum yang demokratis, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat,

Lebih terperinci

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK Modul ke: 05 Fakultas DESAIN SENI KREATIF Pancasila Sebagai Dasar Negara Modul ini membahas mengenai Pancasila Sebagai Dasar Negara Yang Merupakan Ideologi Terbuka, Batasan keterbukaan Pancasila sebagai

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN KONSTITUSI, KONSTITUSIONALISME DAN RULE OF LAW. Modul ke: 05Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika

KEWARGANEGARAAN KONSTITUSI, KONSTITUSIONALISME DAN RULE OF LAW. Modul ke: 05Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika KEWARGANEGARAAN Modul ke: 05Fakultas Nurohma, FASILKOM KONSTITUSI, KONSTITUSIONALISME DAN RULE OF LAW S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika Abstraksi dan Kompetensi ABSTRAKSI = Memahami pengertian

Lebih terperinci

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) I Pembahasan tentang dan sekitar membangun kualitas produk legislasi perlu terlebih dahulu dipahami

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORITIS. urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian

BAB III KERANGKA TEORITIS. urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian BAB III KERANGKA TEORITIS A. Pengertian Otonomi Daerah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Founding fathers bangsa Indonesia telah memberikan ketegasan di dalam perumusan dasar pembentukan negara dimana Indonesia harus dibangun dan dikelola salah satunya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Konsep yang dianut adalah konsep negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era globalisasi, demokratisasi, terlebih dalam era reformasi. Bangsa dan negara Indonesia menumbuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA.

CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA. CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA. Disampaikan oleh Mendagri dalam Keterangan Pemerintah tentang RUU Desa, bahwa proses penyusunan rancangan Undang-undang tentang Desa telah berusaha mengakomodasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi Nasional tahun 1998 telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disakralkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu adanya pelimpahan wewenang dari organisasi tingkat atas kepada tingkat bawahnya

Lebih terperinci

KEBIJAKAN POLITIK OTONOMI DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 AHMAD SUTRISNO / D

KEBIJAKAN POLITIK OTONOMI DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 AHMAD SUTRISNO / D KEBIJAKAN POLITIK OTONOMI DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 AHMAD SUTRISNO / D 101 08 280 ABSTRAK Penelitian ini berjudul, kebijakan politik otonomi daerah berdasarkan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BERDASARKAN U.U. NO. 32 TAHUN SANTOSO BUDI N, SH.MH. Dosen Fakultas Hukum UNISRI

PELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BERDASARKAN U.U. NO. 32 TAHUN SANTOSO BUDI N, SH.MH. Dosen Fakultas Hukum UNISRI PELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BERDASARKAN U.U. NO. 32 TAHUN 2004 SANTOSO BUDI N, SH.MH. Dosen Fakultas Hukum UNISRI Abstract:In order to establish the local autonomy government, the integration

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

KISI KISI ULANGAN TENGAH SEMESTER PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEMESTER GENAP

KISI KISI ULANGAN TENGAH SEMESTER PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEMESTER GENAP KISI KISI ULANGAN TENGAH SEMESTER PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEMESTER GENAP 2016/2017 No Butir Kisi Kisi No Soal 1 Siswa dapat menjelaskan Pengertian Globalisasi 1-3, 41 2 Siswa dapat menjelaskan

Lebih terperinci

Pancasila Sebagai Satu-satunya Asas

Pancasila Sebagai Satu-satunya Asas Pancasila Sebagai Satu-satunya Asas Disusun oleh : Nama : Aditya Yonatan NIM : 11.11.4939 Kelompok Jurusan Dosen : D : S1TI : Tahajudin S. Drs. STMIK AMIKOM YOGYAKARTA I. LATAR BELAKANG Pancasila sebagai

Lebih terperinci

Panduan diskusi kelompok

Panduan diskusi kelompok Panduan diskusi kelompok Mahasiswa duduk perkelompok (5 orang perkelompok) Mahasiswa mengambil dan membaca (DUA KASUS) yang akan di angkat sebagai bahan diskusi. Mahasiswa mendiskusikan dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dan adat istiadat setempat yang diakui dalam system pemerintahan nasional dan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dan adat istiadat setempat yang diakui dalam system pemerintahan nasional dan 20 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Desa dan Fungsi Desa 1. Pengertian desa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan yang berbentuk Republik. Penyelenggaraan pemerintahan daerah. pemerintahan terendah di bawah pemerintah Kabupaten/ Kota.

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan yang berbentuk Republik. Penyelenggaraan pemerintahan daerah. pemerintahan terendah di bawah pemerintah Kabupaten/ Kota. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang lahir pada 17 Agustus 1945 adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Penyelenggaraan pemerintahan daerah Indonesia terdiri atas beberapa

Lebih terperinci

sherila putri melinda

sherila putri melinda sherila putri melinda Beranda Profil Rabu, 13 Maret 2013 DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA Demokrasi berasal dari kata DEMOS yang artinya RAKYAT dan

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH DESENTRALISASI, DEKONSENTRASI, TUGAS PEMBANTUAN

PEMERINTAHAN DAERAH DESENTRALISASI, DEKONSENTRASI, TUGAS PEMBANTUAN PEMERINTAHAN DAERAH DESENTRALISASI, DEKONSENTRASI, TUGAS PEMBANTUAN DALY ERNI http://dalyerni.multiply.com daly972001@yahoo.com daly97@ui.edu daly.erni@ui.edu Kontribusi Bahan dari: Dian Puji Simatupang,

Lebih terperinci

KONSTITUSI DAN RULE OF LAW

KONSTITUSI DAN RULE OF LAW KONSTITUSI DAN RULE OF LAW Modul ke: 07 Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Program Studi Akuntansi Manajemen A. Pengertian dan Definisi Konstitusi B. Hakikat dan fungsi Konstitusi (UUD) C. Dinamika Pelaksanaan

Lebih terperinci

AMANDEMEN UUD 1945 IZA RUMESTEN RS

AMANDEMEN UUD 1945 IZA RUMESTEN RS AMANDEMEN UUD 1945 IZA RUMESTEN RS AMANDEMEN UUD 1945 AMANDEMEN 1 1999 AMANDEMEN 2 2000 AMANDEMEN 3 2001 AMANDEMEN 4 2002 Prinsip Dasar Kesepakatan MPR Dalam Perubahan UUD 1945 1. Tidak mengubah Pembukaan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 8/Sep/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 8/Sep/2015 KAJIAN HUKUM TERHADAP KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN SUMBER DAYA MANUSIA DI BIDANG PENDIDIKAN 1 Oleh : Kasdince Mariana Sardelis Tinambunan 2 ABSTRAK Penelitian ini dikategorikan jenis

Lebih terperinci

UUD Pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959

UUD Pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959 UUD 1945 Pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959 R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 11/9/2008 Sub-Pokok Bahasan Alasan pemberlakuan kembali UUD

Lebih terperinci

DASAR HUKUM, PRINSIP DAN TITIK BERAT OTONOMI DAERAH

DASAR HUKUM, PRINSIP DAN TITIK BERAT OTONOMI DAERAH DASAR HUKUM, PRINSIP DAN TITIK BERAT OTONOMI DAERAH O L E H AMSALI S. SEMBIRING,SH.M.Hum NIP. 132216099 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 DAFTAR ISI A. PENDAHULUAN... 1 B. Dasar Hukum,

Lebih terperinci

Program Kekhususan HUKUM TATA NEGARA

Program Kekhususan HUKUM TATA NEGARA SKRIPSI PELAKSANAAN KEWENANGAN BADAN MUSYAWARATAN NAGARI (BAMUS) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NAGARI PADA NAGARI KOTO MALINTANG KECAMATAN TANJUNG RAYA KABUPATEN AGAM Program Kekhususan HUKUM TATA

Lebih terperinci