RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PERBATASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PERBATASAN"

Transkripsi

1 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PERBATASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... PENGELOLAAN DAERAH PERBATASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial, sebagaiman diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara mempunyai kedaulatan atas wilayahnya dan kewenangan mengelola daerah-daerah perbatasan untuk menjaga kedaulatan dimaksud serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah perbatasan; c. bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan, keamanan, kelestarian lingkungan, dan kohesivitas sosial-budaya masyarakat daerah perbatasan diperlukan penanganan pembangunan yang lebih intensif agar ketertinggalan pembangunan di daerah perbatasan dapat diatasi; d. bahwa untuk melaksanakan pembangunan yang lebih intensif di Daerah Perbatasan diperlukan pengaturan sebagai dasar dan kepastian hukum dalam pengelolaan daerah perbatasan; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengelolaan Daerah Perbatasan; I. Umum Sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, Konstitusi telah memberikan amanat kepada pengelola Negara untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional di seluruh wilayah nusantara, sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni terwujudnya kehidupan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Alinea ke-4 Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga menyebutkan bahwa negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan amanat konstitusi tersebut, pemerintah telah melaksanakan pembangunan di berbagai aspek kehidupan politik, keamanan, ekonomi, sosial dan budaya. Ironinya, sekalipun dalam beberapa dekade terakhir pembangunan nasional telah mencatatkan keberhasilannya sebagaimana diindikasikan antara lain dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita masyarakat yang cukup mengesankan, namun dalam realitasnya capaian pembangunan tersebut belum mampu 1

2 sepenuhnya menetes ke bawah secara adil dan merata dengan menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan wilayah Indonesia. Kesenjangan sosial, kemiskinan dan ketimpangan pembangunan antarwilayah masih terus merupakan isu krusial pembangunan nasional. Sejauh ini, ketimpangan pembangunan antarwilayah dapat diindentifikasi pada empat konteks utama, yaitu Jawa versus luar Jawa, Kawasan Barat Indonesia (KBI) versus Kawasan Timur Indonesia (KTI), Perkotaan versus Perdesaan, dan Daerah Perbatasan versus Daerah non- Perbatasan. Realitas ketimpangan antarwilayah ini antara lain dapat dilihat dari data daerah tertinggal tahun 2010, yaitu dari 541 kabupaten/kota di seluruh Indonesia terdapat 199 (43 persen) kabupaten tertinggal. Dari 199 kabupaten tertinggal tersebut, 27 diantaranya merupakan kabupaten perbatasan. Data ini menggarisbawahi bahwa diusianya yang semakin tua mendekati tujuh puluh tahun, daerah-daerah perbatasan di Indonesia masih merupakan daerah miskin dan terbelakang. Ketimpangan pembangunan dan kesejahteraan di atas bukan hanya dengan masyarakat Indonesia yang berada di daerah non perbatasan, melainkan juga dengan negara tetangga. Kesenjangan ini terlihat jelas misalnya pada masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan Kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia. Misalnya, perbatasan Kalimantan Barat yang kaya sumberdaya alam dan mempunyai akses ke pasar (Serawak), namun masih ada sekitar 45 persen desa miskin dengan jumlah penduduk miskin sekitar 35 persen. Angka ini masih jauh lebih tinggi dari angka kemiskinan Kalimantan Barat yang saat itu besarannya sekitar 11 persen. Selain itu, ketimpangan pendapatan juga sangat besar jika dibandingkan dengan penduduk Malaysia yaitu sekitar 1:10. Kondisi ini mengakibatkan mereka tidak 2

3 memiliki posisi tawar yang sebanding dalam kegiatan ekonomi di perbatasan. Apalagi ketergantungan ekonomi mereka masih juga sangat tinggi terhadap Malaysia sebagai akibat minimnya peran negara dalam pelayanan publik dan tatanan kehidupan masyarakat. Fakta tentang adanya kesenjangan antara daerah perbatasan dengan daerah non-perbatasan dan dengan negara tetangga di atas menjadi dasar kuat untuk melakukan reformasi atas pengelolaan daerah perbatasan. Pembiaran terhadap tingginya kesenjangan itu akan berdampak sangat serius terhadap kepastian hukum, keamanan, keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan. Reformasi ini dilakukan dengan penataan ulang terhadap pengelolaan perbatasan secara menyeluruh dan terpadu, yang meliputi aspek legal formal, aspek institusional dan aspek praktis. Aspek legal-formal ini perlu dilakukan karena berbagai produk hukum yang terkait dengan pengelolaan perbatasan hingga saat ini masih bersifat lex generalis. Dengan berbagai pertimbangan filosofis, yuridis dan sosiologis pada akhirnya mendorong munculnya inisiasi pengelolaan daerah perbatasan perlu diatur dalam sebuah peraturan khusus dalam bentuk Undang-Undang. Dengan aturan legal yang menjadi landasan kebijakan dalam pengelolaan daerah perbatasan yang bersifat lex specialis ini dimaksudkan agar pengelolaan perbatasan dapat berjalan lebih efektif dan optimal, sehingga masyarakat yang tinggal di perbatasan dengan berbagai kompleksitas permasalahannya dapat tumbuh, berkembang, sejahtera dan aman seperti halnya wilayah-wilayah lainnya. Salah satu landasan hukum yang paling mendasar di dalam pengelolaan daerah perbatasan ini adalah perlunya memuat kejelasan kedudukan lembaga, kewewenangan dan jalur koordinasi dalam pengelolaan 3

4 perbatasan mulai pemerintah pusat sampai ke tingkat provinsi, dan kabupaten/kota. Di samping kejelasan kewenangan, sebagai sebuah landasan legal peraturan tentang Pengelolaan Daerah Perbatasan juga secara tegas memuat pembagian tanggung jawab pendanaan baik pemerintah pusat, ke tingkat provinsi, dan kabupaten/kota. Selain aspek kelembagaan, dalam pengelolaan daerah perbatasan juga perlu mempertimbangkan penguatan aspek-aspek yang bersifat praksis. Hal ini karena masyarakat perbatasan masih menghadapi persoalan pembangunan mendasar seperti kemiskinan, ketertinggalan, keterisolasian, dan keamanan. Untuk memacu dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat di perbatasan, oleh karenanya dalam pengelolaan daerah perbatasan perlu menjawab kebutuhankebutuhan praksis mereka dalam sosial ekonomi, yaitu antara lain melalui pengembangan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia, pengembangan kapasitas kelembagaan masyarakat, pengembangan ekonomi lokal, dan pembangunan berkelanjutan berbasis lingkungan. Mengelola daerah perbatasan tentu tidak hanya memperhatikan aspek praksis dalam sosial ekonomi, melainkan juga keamanan. Hal ini karena menjaga keamanan di perbatasan pada hakekatnya merupakan bagian dari upaya perwujudan pembangunan kawasan perbatasan secara menyeluruh sebagai satu kesatuan sosial budaya, ekonomi, politik dan pertahanan. Sementara itu, terwujudnya kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di wilayah perbatasan secara langsung dan tidak langsung akan mampu sebagai penangkal terhadap setiap potensi ancaman keamanan. Kondisi ini diharapkan pada akhirnya dapat memberikan kontribusi positif terhadap kondisi keamanan di perbatasan. Secara praksis, aspek keamanan dalam pengelolaan daerah perbatasan yang harus dilakukan adalah 4

5 memperkuat kejelasan batas kedaulatan wilayah secara fisik dan non fisik, serta delimitasi dan demarkasi perbatasan. Kejelasan batas wilayah secara fisik/non fisik ini akan memperjelas kedaulatan wilayah yang akan memberikan kepastian hukum yang vital untuk menunjang kegiatan sosial ekonomi, dan memperkuat fungsi pertahanan keamanan nasional. UU Pengelolaan Daerah Perbatasan merupakan RUU strategis yang akan menjadi dasar dalam membangun dan menjaga kedaulatan negara bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera (state and welfare society) di kawasan perbatasan. Setelah Indonesia merdeka lebih dari setengah abad silam, perbatasan masih saja merupakan daerah yang miskin, terisolir dan tidak aman, dan sudah saatnya segera diubah menjadi pintu gerbang Indonesia di mata negaranegara tetangga dan dunia internasional. Mengingat: Pasal 18 ayat (2), ayat (5), dan ayat (7), Pasal 20, Pasal 22D ayat (1) dan ayat (2), Pasal 25A, dan Pasal 28C Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PERBATASAN. BAB I KETENTUAN UMUM II. Pasal demi pasal Pasal 1 Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah Perbatasan adalah kabupaten/kota dan provinsi yang secara geografis berbatasan dengan negara lain. 5

6 2. Provinsi Perbatasan adalah provinsi yang memiliki kabupaten/kota yang secara geografis berbatasan dengan negara lain. 3. Pengelolaan Daerah Perbatasan adalah kegiatan penanganan daerah perbatasan mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan didasarkan pada pengaturan fokus pengelolaan, pengaturan kelembagaan, dan pengaturan distribusi kewenangan dan tanggung jawab pembiayaan. 4. Kewenangan adalah hak untuk bertindak dalam pengelolaan daerah perbatasan yang dimiliki oleh kementerian yang bidang dan tugasnya mengelola daerah perbatasan, badan pengelola perbatasan provinsi, dan badan pengelola perbatasan kabupaten/kota agar dapat berjalan dengan efisien, efektif dan terpadu. 5. Pembiayaan pengelolaan daerah perbatasan adalah jumlah dana beserta sumbernya yang dibutuhkan dalam pengelolaan daerah perbatasan. 6. Pengawasan adalah proses untuk memastikan bahwa segala kegiatan yang terlaksana di daerah perbatasan sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. 7. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 9. APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah Negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 10. APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selnjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. 11. DAU Dana Lokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antara Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisaai. 12. DAK Dana Alokasi Khusus senjutnya disebut DAK, 6

7 adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. 13. Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan pengelolaan daerah perbatasan. 14. Menteri adalah pemimpin kementerian yang tugas dan kewenangannya mengelola daerah perbatasan. 15. Badan Pengelola Perbatasan Provinsi adalah badan yang dibentuk di provinsi perbatasan untuk membantu Gubernur dalam mengelola daerah perbatasan. 16. Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten/Kota adalah badan yang dibentuk di Daerah Perbatasan untuk membantu Bupati/Walikota dalam mengelola daerah perbatasan. BAB II ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP Bagian Kesatu Asas Pasal 2 Pasal 2 Pengaturan Pengelolaan Daerah Perbatasan dilaksanakan berdasarkan asas: a. kedaulatan; Huruf a Yang dimaksud dengan asas kedaulatan adalah bahwa Pengelolaan Daerah Perbatasan haruslah berfungsi memberikan kepastian perlindungan, penghormatan, dan pengakuan atas hak, kewenangan, dan kewajiban bagi seluruh lembaga negara, lembaga pemerintah, pemerintah daerah, badan hukum, baik badan hukum publik dan badan hukum perdata, dan pemangku kepentingan lainnya dalam mengelola daerah perbatasan antar negara sebagai bagian dari kedaulatan negara demi terjaganya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang dijamin Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya b. kebangsaan; Huruf b Yang dimaksud dengan asas kebangsaan adalah bahwa Pengelolaan Daerah Perbatasan haruslah mencerminkan sifat dan 7

8 watak bangsa Indonesia yang pluralistik dan terintegrasi yang menghormati hak dan kewajiban semua pihak dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. c. kenusantaraan; Huruf c Yang dimaksud dengan asas kenusantaraan adalah bahwa Pengelolaan Daerah Perbatasan haruslah memperhatikan kepentingan seluruh Indonesia dan menghormati kepentingan daerah, demikian juga sebaliknya. d. keadilan; Huruf d Yang dimaksud dengan asas keadilan adalah bahwa Pengelolaan Daerah Perbatasan haruslah memberikan ruang hak dan kewajiban bagi semua pihak secara proporsional dalam pengelolaan daerah perbatasan. Materi Rancangan Undangundang ini tidak boleh mengatur materi muatan yang bersifat diskriminasi dalam pengelolaan daerah perbatasan. e. kesejahteraan; Huruf e Yang dimaksud dengan Asas kesejahteraan adalah bahwa Pengelolaan Daerah Perbatasan haruslah berfungsi meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah perbatasan yang dapat diukur dari terjadinya percepatan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia-nya yang secara rata-rata lebih tinggi dibandingkan peningkatan di daerah non perbatasan, dimana dari aspek pendidikan terjadi peningkatan Angka Melek Huruf dan Angka Rata-Rata Lama Sekolah, dari aspek kesehatan terjadi peningkatan Angka Usia Harapan Hidup, dan dari aspek ekonomi terjadi peningkatan besaran pengeluaran perkapita yang disesuaikan. f. keamanan dan ketentraman; Huruf f Yang dimaksud dengan asas keamanan dan ketentraman adalah bahwa Pengelolaan Daerah Perbatasan haruslah berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan keamanan dan ketentraman bagi lembaga negara, lembaga pemerintah, 8

9 pemerintah daerah, badan hukum, baik badan hukum publik dan badan hukum perdata, dan pemangku kepentingan lainnya dalam melaksanakan hak, kewenangan, dan kewajibannya mengelola daerah perbatasan. g. ketertiban dan kepastian hukum; dan Huruf g Yang dimaksud dengan asas ketertiban dan kepastian hukum adalah bahwa Pengelolaan Daerah Perbatasan haruslah menciptakan ketertiban dalam pengelolaan daerah perbatasan, sehingga tercipta kepastian hukum bagi semua pihak. h. kerjasama dan kemanfaatan. Huruf h Yang dimaksud dengan asas kerjasama dan kemanfaatan adalah bahwa Pengelolaan Daerah Perbatasan haruslah mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bagi semua pihak dan masyarakat dalam melakukan kerjasama dan menikmati manfaat dari pengelolaan daerah perbatasan. Bagian Kedua Tujuan Pasal 3 Pasal 3 Pengelolaan Daerah Perbatasan bertujuan: a. memberikan arah pengelolaan daerah perbatasan; Huruf a b. menjamin keadilan, kebhinekatunggalikaan, kenusantaraan, partisipatif, ketertiban dan kepastian hukum, serta keseimbangan, keserasian, dan keselarasan; c. meningkatkan kesejahteraan, keamanan, kelestarian lingkungan, dan kelestarian budaya di daerah perbatasan; dan d. mengurangi kesenjangan pembangunan antara daerah perbatasan dengan daerah lainnya dan negara tetangga yang berbatasan. Bagian Ketiga Ruang Lingkup Huruf b Huruf c Huruf d Yang dimaksud dengan daerah lainnya adalah daerah non perbatasan Pasal 4 Pasal 4 Ruang lingkup Pengelolaan Daerah Perbatasan mencakup: a. perencanaan meliputi perumusan kebijakan, strategi, program, dan anggaran; b. pelaksanaan meliputi implementasi dari kebijakan, 9

10 strategi, program, dan anggaran yang ditetapkan, untuk itu harus diatur secara jelas terkait dengan pembagian kewenangan, kelembagaan, dan pembiayaan; dan c. pengawasan meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi perencanaan dan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b. BAB III PRIORITAS PENGELOLAAN DAERAH PERBATASAN Pasal 5 Pasal 5 Pengelolaan Daerah Perbatasan diprioritaskan pada: a. peningkatan aksesibilitas masyarakat perbatasan; Huruf a Yang dimaksud aksebilitas adalah usaha-usaha untuk mendukung mobilitas dan orang. b. pengembangan sarana prasarana; Huruf b c. pengembangan sumber daya manusia; Huruf c d. pengembangan kapasitas kelembagaan masyarakat; Huruf d e. pengembangan ekonomi masyarakat; Huruf e f. pemantapan keamanan di daerah perbatasan; Huruf f g. pemeliharaan data fisik/non fisik, dan demarkasi Huruf g daerah perbatasan; h. pembangunan berkelanjutan berbasis lingkungan; Huruf h dan i. pemanfaatan dan pengembangan budaya masyarakat perbatasan. BAB IV PERENCANAAN, PELAKSANAAN, DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Perencanaan Huruf i barang Pasal 6 Pasal 6 (1) Perencanaan pengelolaan daerah perbatasan dilaksanakan. a. sistematis Huruf a Perencanaan yang sistematis adalah perencanaan yang dilakukan secara terstruktur mulai dari level pemerintah kabupaten/kota perbatasan, pemerintah provinsi perbatasan, dan pemerintah pusat sehingga terjadi sinkronisasi dan harmonisasi. 10

11 b. terukur Huruf b Perencanaan yang terukur adalah perencanaan yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan teknokratik berdasarkan kaidah ilmiah sehingga rasional, efisien, efektif, dan akuntabel. c. partisipatif; dan Huruf c Perencanaan yang partisipatif adalah perencanaan yang dilakukan dengan melibatkan seluruh pihak-pihak yang berkepentingan sehingga memperoleh dukungan, komitmen, dan tanggung jawab semua pihak. d. koordinatif Huruf d Perencanaan yang koordinatif adalah perencanaan yang dilakukan dengan melibatkan seluruh pihak-pihak yang berkepentingan secara vertikal dan horisontal sehingga terjadi sinkronisasi dan harmonisasi. (2) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk memberikan prioritas, arah, pedoman, dan alat pengendali pencapaian tujuan pengelolaan daerah perbatasan. Ayat (2) Pasal 7 Pasal 7 (1) Perencanaan pengelolaan daerah perbatasan dimulai Cukup jelas dari tahapan perencanaan kabupaten/kota, perencanaan provinsi, dan perencanaan nasional. (2) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun untuk jangka pendek dalam waktu 1 (satu) tahun, jangka menengah dalam waktu 5 (lima) tahun, dan jangka panjang dalam waktu 20 (dua puluh tahun). (3) Perencanaan pengelolaan daerah perbatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib disusun berdasarkan prioritas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. (4) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diharmonisasikan, disinkronkan, dan disinergiskan pada Rapat Koordinasi Nasional Pengelolaan Daerah Perbatasan. (5) Perumusan perencanaan yang tidak mengacu pada ayat (3) dikenakan sanksi administrasi berupa penundaan dan atau pemotongan dana khusus percepatan pembangunan daerah perbatasan oleh Menteri Keuangan atas usul Menteri. 11

12 Pasal 8 Pasal 8 (1) Mekanisme perumusan perencanaan kebijakan umum dan anggaran pengelolaan daerah perbatasan dilakukan dalam sebuah Rapat Koordinasi Nasional Pengelolaan Daerah Perbatasan. (2) Rapat Koordinasi Nasional Pengelolaan Daerah Perbatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Kementerian dan diikuti oleh kementerian lain dan lembaga yang memiliki kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan di daerah perbatasan dan pemerintah provinsi perbatasan beserta pemerintah daerah perbatasan. (3) Sebelum mengikuti Rapat Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), provinsi perbatasan dan daerah perbatasan terlebih dahulu melaksanakan Rapat Koordinasi untuk merumuskan usulan kebijakan umum dan anggaran pengelolaan daerah perbatasan. (4) Rapat Koordinasi Pengelolaan Daerah Perbatasan di provinsi diselenggarakan oleh Badan Pengelola Perbatasan Provinsi dan diikuti oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi yang memiliki kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan di daerah perbatasan dan pemerintah daerah perbatasan. (5) Rapat Koordinasi Pengelolaan Daerah Perbatasan di daerah perbatasan diselenggarakan oleh Badan Pengelola Perbatasan kabupaten/kota dan diikuti oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah kabupaten yang memiliki kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan di daerah perbatasan, kepala desa di perbatasan, dan tokoh-tokoh masyarakat di daerah perbatasan. (6) Rapat Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) dilakukan sedikitnya satu kali dalam 1 (satu) tahun anggaran. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Rapat Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Pelaksanaan Pasal 9 Pasal 9 (1) Pelaksanaan kebijakan umum dan anggaran pengelolaan daerah perbatasan pada tingkat nasional berbasis pada perencanaan kebijakan dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), yang telah disusun dan ditetapkan oleh Kementerian. 12

13 (2) Pelaksanaan kebijakan umum dan anggaran pengelolaan daerah perbatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan berdasarkan prioritas sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5. (3) Pelaksanaan yang tidak mengacu pada ayat (2) dikenakan sanksi administrasi berupa penundaan dan atau pemotongan dana khusus percepatan pembangunan daerah perbatasan oleh Menteri Keuangan. (4) Lokasi prioritas pelaksanaan kebijakan umum dan anggaran pengelolaan daerah perbatasan diputuskan dalam rapat koordinasi nasional pengelolaan daerah perbatasan. (5) Pelaksanaan kebijakan umum dan anggaran pengelolaan daerah perbatasan dilakukan oleh Kementerian dan dapat dikerjasamakan dengan kementerian lain dan/atau lembaga. (6) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (5) akan dilakukan secara koordinatif oleh Kementerian. (7) Kementerian lain dan lembaga yang melaksanakan kerjasama sebagaimana dimaksud ayat (3) menyampaikan laporan pelaksanaan program kerjasama kepada Kementerian sesuai peraturan perundangan. Pasal 10 Pasal 10 Ayat (1) (1) Pelaksanaan kebijakan umum dan anggaran pengelolaan daerah perbatasan pada tingkat provinsi berbasis pada perencanaan kebijakan dan anggaran sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (3), yang telah disusun dan ditetapkan oleh Badan Pengelola Perbatasan Provinsi. (2) Pelaksanaan kebijakan umum dan anggaran pengelolaan daerah perbatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan berdasarkan fokus utama sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5. (3) Pelaksanaan yang tidak mengacu pada ayat (2) dikenakan sanksi administrasi berupa penundaan dan atau pemotongan dana khusus percepatan pembangunan daerah perbatasan oleh Menteri Keuangan atas usul Menteri. (4) Lokasi prioritas pelaksanaan kebijakan umum dan anggaran pengelolaan daerah perbatasan diputuskan dalam rapat koordinasi provinsi pengelolaan daerah perbatasan. Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Sampai saat ini kewenangan pemerintah dalam pengelolaan daerah perbatasan masih tersebar di beberapa kementerian dan lembaga teknis sehingga mempersulit dalam merumuskan 13

14 (5) Pelaksanaan kebijakan umum dan anggaran pengelolaan daerah perbatasan dilakukan oleh Badan Pengelola Perbatasan Provinsi dan dapat dikerjasamakan dengan Satuan Kerja Pemerintah Daerah Provinsi. (6) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (5) akan dilakukan secara koordinatif oleh Badan Pengelola Perbatasan Provinsi. (7) Satuan Kerja Pemerintah Daerah Provinsi yang melaksanakan kerjasama sebagaimana dimaksud ayat (5) menyampaikan laporan pelaksanaan program kerjasama kepada Badan Pengelola Perbatasan Provinsi sesuai peraturan perundangan. dan menetapkan kebijakan dan peruntukan anggaran. Oleh karena itu harus dipastikan bahwa kewenangan merumuskan dan menetapkan kebijakan dan peruntukan anggaran tersebut hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang secara khusus ditugaskan mengelola pembangunan daerah perbatasan. Sementara dalam pelaksanaannya dapat diserahkan kepada kementerian teknis terkait. Misalnya, perumusan dan penetapan peruntukan anggaran untuk pembangunan jalan di perbatasan dilakukan oleh Kementerian Pembangunan Daerah Perbatasan yang secara khusus ditugaskan mengelola pembangunan daerah perbatasan, tetapi pelaksanaannya diserahkan kepada Kementerian Pekerjaan Umum yang memiliki keahlian teknis untuk melaksanakan pembangunan jalan. Ayat (5) Ayat (6) Pasal 11 Pasal 11 (1) Pelaksanaan kebijakan umum dan anggaran pengelolaan daerah perbatasan di kabupaten/kota berbasis pada perencanaan kebijakan dan anggaran sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (3), yang telah disusun dan ditetapkan oleh Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten/Kota. (2) Pelaksanaan kebijakan umum dan anggaran pengelolaan daerah perbatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan berdasarkan fokus utama sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5. (3) Pelaksanaan yang tidak mengacu pada ayat (2) 14

15 dikenakan sanksi administrasi berupa penundaan dan atau pemotongan dana khusus percepatan pembangunan daerah perbatasan oleh Menteri Keuangan atas usul Menteri. (4) Lokasi prioritas pelaksanaan kebijakan umum dan anggaran pengelolaan daerah perbatasan diputuskan dalam rapat koordinasi kabupaten/kota pengelolaan daerah perbatasan. (5) Pelaksanaan kebijakan umum dan anggaran pengelolaan daerah perbatasan di kabupaten/kota dilakukan oleh Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten/Kota dan dapat dikerjasamakan dengan Satuan Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. (6) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (5) akan dilakukan secara koordinatif oleh Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten/Kota. (7) Satuan Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang melaksanakan kerjasama sebagaimana dimaksud ayat (5) menyampaikan laporan pelaksanaan program kerjasama kepada Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundangan. Bagian Ketiga Pengawasan Internal Pasal 12 Pasal 12 (1) Kementerian dan Badan Pengelola Perbatasan Provinsi dan Kabupaten/Kota melakukan pengawasan internal terhadap pelaksanaan kebijakan umum dan anggaran pengelolaan daerah perbatasan pada setiap tahun anggaran. (2) Pengawasan internal sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan baik terhadap kebijakan, program, dan kegiatan yang dilaksanakan sendiri oleh Kementerian, Badan Pengelola Perbatasan Provinsi dan Kabupaten/Kota maupun yang pelaksanaannya dikerjasamakan kepada kementerian lain, lembaga atau Satuan Kerja Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota. (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilakukan untuk memastikan agar segala kegiatan yang terlaksana di daerah perbatasan sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pasal 13 Pasal 13 (1) Kementerian dan Badan Pengelola Perbatasan Provinsi dan Kabupaten/Kota berdasarkan hasil 15

16 pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 melakukan evaluasi setiap akhir tahun anggaran. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) satu dilakukan terhadap tingkat capaian pelaksanaan berdasarkan Rencana Pembangunan Daerah Perbatasan. (3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi salah satu variabel penentu dalam perubahan dan perumusan kebijakan umum dan anggaran pengelolaan daerah perbatasan di tahun anggaran berikutnya. BAB IV KELEMBAGAAN Bagian Kesatu Pembentukan Pasal 14 Pasal 14 (1) Dalam rangka mengelola daerah perbatasan dibentuk Kementerian yang bidang tugasnya membantu Presiden dalam Pengelolaan Daerah Perbatasan. (2) Membentuk Badan Pengelolaan Daerah Perbatasan Provinsi yang bidang tugasnya membantu Gubernur dalam Pengelolaan Provinsi Perbatasan. (3) Membentuk Badan Pengelolaan Perbatasan Kabupaten/Kota yang bidang tugasnya membantu Bupati/Walikota dan Pengelolaan Daerah Perbatasan. Pasal 15 (1) Kementerian sebagaimana dimaksud ayat (1) dalam Pasal 14 huruf a dibentuk dan ditetapkan oleh Presiden. (2) Badan Pengelola Perbatasan Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dibentuk dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi. (3) Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) dibentuk dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Bagian Kedua Kedudukan Pasal 16 Pasal 16 (1) Kementerian berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. (2) Struktur Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: 16

17 a. Pemimpin, yaitu Menteri. b. Pembantu Pemimpin, yaitu Sekretariat Kementerian. c. Pelaksana, paling sedikit terdiri dari Deputi Perbatasan Darat, Deputi Perbatasan Laut dan Udara, Deputi Kerjasama Perbatasan, dan Deputi Lintas Batas. d. Pengawas, yaitu Inspektorat. (3) Pengangkatan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Pasal 17 Pasal 17 (1) Badan Pengelola Perbatasan Provinsi berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Gubernur. (2) Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Kepala Badan. (3) Pengangkatan Kepala Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Pasal 18 Pasal 18 (1) Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten/Kota berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota. (2) Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Kepala Badan. (3) Pengangkatan Kepala Badan sebagaimana dimaksud ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota. Pasal 19 Pasal 19 Struktur organisasi dan eselonisasi kepegawaian Badan Pengelola Perbatasan Provinsi dan Badan Pengelola Perbatasan Kabuipaten/Kota diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketiga Kewenangan Pasal 20 Pasal 20 Dalam melaksanakan pengelolaan daerah perbatasan Kementerian berwenang: a. merumuskan dan menetapkan kebijakan dan anggaran pengelolaan daerah perbatasan; b. mengusulkan anggaran pembiayaan pengelolaan daerah perbatasan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN); c. melaksanakan kebijakan pemerintah pusat dalam pengelolaan daerah perbatasan; 17

18 d. melakukan kerjasama dalam pelaksanaan program pembangunan daerah perbatasan dengan kementerian lain dan lembaga atau dengan pemerintah daerah jika program tersebut secara teknis menjadi tugas dan fungsi kementerian lain dan lembaga tertentu yang ditugaskan untuk itu atau jika program tersebut lebih tepat dilaksanakan oleh pemerintah daerah; e. mengkoordinasikan dan mensinkronisasikan pelaksanaan kebijakan pengelolaan daerah perbatasan; f. mengelola, mengefisiensikan, dan mengefektifkan fungsi-fungsi pos lintas batas negara yang terdiri dari unsur bea cukai, imigrasi, karantina, dan keamanan; dan g. mengawasi perencanaan dan pelaksanaan kebijakan dan anggaran pengelolaan daerah perbatasan. Pasal 21 Pasal 21 Dalam melaksanakan pengelolaan daerah perbatasan Badan Pengelolaan Perbatasan Provinsi berwenang: a. merumuskan dan melaksanakan kebijakan, program, serta kegiatan dalam pengelolaan daerah perbatasan sesuai dengan tugas desentralisasi dan dekonsentrasi; Huruf a Untuk percepatan pembangunan daerah perbatasan diperlukan adanya tambahan pendanaan di luar Dana Perimbangan (DAU, DAK, dan DBH) berupa dana khusus untuk percepatan pembangunan daerah perbatasan yang yang berlaku selama dua puluh tahun dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun ke lima belas besarnya setara dengan 2% (dua persen) dari plafon Dana Alokasi Umum (DAU) nasional dan untuk tahun ke enam belas sampai dengan tahun ke dua puluh besarnya setara dengan 1% dari plafon Dana Alokasi Umum (DAU) nasional. Sebagai contoh, jika pada tahun pertama undangundang ini diberlakukan anggaran DAU Nasional (26% x PDN Netto) sebesar Rp 500 Triliun, maka dana khusus percepatan pembangunan daerah perbatasan akan sebesar 2% x Rp 500 Triliun, yaitu sebesar Rp 10 Triliun. Selanjutnya jika pada tahun ke tujuh belas undang-undang ini diberlakukan anggaran DAU Nasional (26% x PDN Netto) sebesar Rp 750 Triliun, maka dana khusus percepatan pembangunan daerah 18

19 b. mengkoordinasikan, mengharmonisasikan, mensinkronkan usulan pemerintah kabupaten/kota tentang prioritas dan fokus pembangunan daerah perbatasan di provinsinya sebelum disampaikan kepada pemerintah dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengelolaan Daerah Perbatasan; c. melakukan pengawasan atas perencanaan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan daerah perbatasan di wilayahnya; d. mengalokasikan anggaran pembiayaan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) provinsi untuk pengelolaan daerah perbatasan; dan e. memberikan rekomendasi terhadap rencana kerjasama antara kabupaten/kota perbatasan dengan wilayah perbatasan negara tetangga untuk memperoleh persetujuan pemerintah. perbatasan akan sebesar 1% x Rp 750 Triliun, yaitu sebesar Rp 7,5 Triliun. Huruf b. Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d. Cukup jelas Huruf e. Cukup jelas Pasal 22 Pasal 22 Dalam melaksanakan pengelolaan daerah perbatasan Badan Pengelolaan Perbatasan Kabupaten/Kota berwenang: a. menyusun perencanaan, melaksanakan, dan mengendalikan seluruh operasional pengelolaan daerah perbatasan di wilayahnya sesuai dengan peraturan perundangan; b. memberikan usulan tentang prioritas dan fokus pembangunan perbatasan di wilayahnya; c. mengalokasikan anggaran pembiayaan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota untuk pengelolaan daerah perbatasan; dan d. melakukan kerjasama di bidang sosial, budaya, dan ekonomi dengan wilayah perbatasan negara tetangganya setelah memperoleh rekomendasi dari pemerintah provinsi dan persetujuan dari pemerintah pusat. Bagian Kelima Tugas Pasal 23 Pasal 23 Kementerian dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 mempunyai tugas merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengawasi penyelenggaraan pengelolaan daerah perbatasan. 19

20 Pasal 24 Pasal 24 Badan Pengelola Perbatasan Provinsi dalam Tambahan kemampuan melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam keuangan daerah perbatasan yang bersumber dari dana Pasal 21 mempunyai tugas merencanakan, khusus percepatan mengorganisasikan, melaksanakan dan mengawasi pembangunan daerah penyelenggaraan pengelolaan daerah perbatasan di perbatasan dan DAU+ hanya provinsi. boleh digunakan untuk kemajuan masyarakat perbatasan, khususnya untuk peningkatan aksesbilitas masyarakat perbatasan, pengembangan sarana prasarana, pengembangan sumber daya manusia, pengembangan kapasitas kelembagaan masyarakat, pengembangan ekonomi lokal, pemantapan pertahanan dan keamanan, pemeliharaan data fisik/non fisik dan demarkasi daerah perbatasan, pembangunan berkelanjutan berbasis lingkungan, dan pemanfaatan dan pengembangan budaya masyarakat perbatasan. Pasal 25 Pasal 25 Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten/Kota dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 mempunyai tugas merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengawasi penyelenggaraan pengelolaan daerah perbatasan di kabupaten/kota. BAB VI PEMBIAYAAN Pasal 26 Pasal 26 (1) Pembiayaan pengelolaan daerah perbatasan berasal dari APBN dan APBD. (2) Kewenangan pemerintah pusat yang terkait dengan pengelolaan daerah perbatasan dibiayai oleh APBN. (3) Kewenangan pusat yang didesentralisasikan kepada daerah dan tugas pembantuan yang terkait dengan pengelolaan daerah perbatasan di biayai oleh APBD. (4) Pembiayaan pengelolaan daerah perbatasan yang berasal dari APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersumber dari Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, dan sumber-sumber lain. (5) Untuk melaksanakan kewenangan yang sudah didesentralisasikan kepada daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperlukan peningkatan 20

21 kemampuan keuangan pemerintah daerah dalam pengelolaan daerah perbatasan melalui: a. penyediaan Dana Khusus Percepatan Pembangunan Daerah Perbatasan yang berlaku selama 20 (dua puluh) tahun dengan rincian untuk tahun ke-1 (satu) sampai dengan tahun ke- 15 (lima belas) besarnya setara dengan 2% (dua persen) dari plafon Dana Alokasi Umum nasional dan untuk tahun ke-16 (enam belas) sampai dengan tahun ke-20 (dua puluh) besarnya setara dengan 1% dari plafon Dana Alokasi Umum nasional; b. peningkatan Dana Alokasi Khusus perbatasan; dan c. peningkatan Dana Alokasi Umum Plus bagi daerah perbatasan dengan memasukkan status sebagai daerah perbatasan sebagai variabel baru dalam formula perhitungan DAU. (6) Dana Khusus Percepatan Pembangunan Daerah Perbatasan, Dana Alokasi Khusus Daerah Perbatasan, dan Dana Alokasi Umum Daerah Perbatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf (a), huruf (b), dan huruf (c) sesuai peraturan perundang-undangan. (7) Dana Khusus Percepatan Pembangunan Daerah Perbatasan, Dana Alokasi Khusus Perbatasan, dan Dana Alokasi Umum Plus sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. (8) Selain pendanaan yang bersumber dari APBN dan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sumber pengelolaan daerah perbatasan dapat berasal dari masyarakat. BAB VII KERJASAMA Pasal 27 Pasal 27 (1) Kerjasama lintas batas antara pemerintah kabupaten perbatasan dengan bagian dari negara yang memiliki garis perbatasan dengan daerahnya memperoleh rekomendasi dari pemerintah provinsi dan persetujuan dari pemerintah pusat. (2) Kerjasama lintas batas antar negara dibangun dengan memegang teguh prinsip mengutamakan kepentingan nasional, adil, transparan, sukarela, efisien, akuntabel, dan menjaga kelestarian lingkungan demi pembangunan yang berkelanjutan. (3) Pemerintah kabupaten/kota hanya boleh bekerjasama secara langsung dengan bagian dari 21

22 satu negara yang memiliki garis perbatasan dengan daerahnya. (4) Kegiatan kerjasama lintas batas antar negara meliputi upaya peningkatan ekonomi, sosial, dan budaya di daerah perbatasan. (5) Kerjasama lintas batas antar negara yang memiliki jangkauan dan dampak yang melebihi tugas pokok dan fungsi pemerintah kabupaten hanya boleh dilakukan oleh pemerintah pusat dan atau gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah. BAB VIII PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 28 Pasal 28 (1) Masyarakat dapat berperan serta dalam pengelolaan daerah perbatasan. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan: a. perencanaan; b. pelaksanaan; c. pengawasan; d. evaluasi; dan/atau e. pembiayaan. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 29 Pasal 29 (1) Kementerian, Badan Pengelola Perbatasan Provinsi dan Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dibentuk paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak undangundang ini disahkan. (2) Pembentukan Peraturan Pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang ini harus sudah terbentuk paling lama 6 (enam) bulan sejak undangundang ini disahkan. (3) Pembentukan Peraturan Menteri sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang ini harus sudah terbentuk paling lama 6 (enam) bulan sejak kementerian terbentuk. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 31 Pasal 31 Pada saat Undang-Undang ini berlaku, ketentuan Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18 Undang-Undang Nomor 22

23 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925) yang mengatur tentang kawasan perbatasan dan badan pengelola, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 32 Pasal 32 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Disahkan di Jakarta pada tanggal... SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal... MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN NOMOR 23

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2012 TENTANG KERANGKA NASIONAL PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2012 TENTANG KERANGKA NASIONAL PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2012 TENTANG KERANGKA NASIONAL PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2008 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2012 TENTANG KERANGKA NASIONAL PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2012 TENTANG KERANGKA NASIONAL PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2012 TENTANG KERANGKA NASIONAL PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang

Lebih terperinci

2012, No , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KERANGKA NASIONAL PENG

2012, No , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KERANGKA NASIONAL PENG LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.127, 2012 PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2012 TENTANG KERANGKA NASIONAL PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA PERBATASAN KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIJUNJUNG, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS, PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2012-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Presiden sebagai pemegang kekuasaan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Provinsi Daerah

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2012-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : PRESIDEN RUPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 60 TAHUN 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 60 TAHUN 2014 MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH 60 TAHUN 2014, PERATURAN PEMERINTAH 22 TAHUN 2015 dan PERATURAN PEMERINTAH NO. 8 TAHUN 2016 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBANGUNAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBANGUNAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA HASIL PANSUS FINAL 9-05-09_26-5-09 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBANGUNAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SUSUNAN DALAM SATU NASKAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2014 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 22 TAHUN 2015 DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 8 TAHUN 2016

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN

RANCANGAN PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN RANCANGAN PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan. 11/PMK.07/ Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010

Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan. 11/PMK.07/ Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010 Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan Nomor, tanggal 11/PMK.07/2010 25 Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Terhadap Pelanggaran Ketentuan

Lebih terperinci

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.215, 2012 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa agar kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.190, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAHANAN. Wilayah. Penataan. Penetapan. Perencanaan. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA

Lebih terperinci

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.10, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pengelolaan Dana Alokasi Khusus. Tahun 2012. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN

11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN 11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN Contributed by Administrator Monday, 25 January 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN NASIONAL DAN DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN NASIONAL DAN DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN NASIONAL DAN DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1344, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pemerintahan. Pelimpahan. Penugasan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228 dan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 04/PMK.07/2011 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 04/PMK.07/2011 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 04/PMK.07/2011 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 04/PMK.07/2011 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 04/PMK.07/2011 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 04/PMK.07/2011 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN NASIONAL DAN DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN NASIONAL DAN DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN NASIONAL DAN DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka tertib

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 8-2003 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 89, 2007 OTONOMI. PEMERINTAHAN. PEMERINTAHAN DAERAH. Perangkat Daerah. Organisasi.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

2 atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; Mengingat : 1. Pasal 5 a

2 atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; Mengingat : 1. Pasal 5 a No.88, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. APBN. Desa. Dana. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5694). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 153 TAHUN 2014 TENTANG GRAND DESIGN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 153 TAHUN 2014 TENTANG GRAND DESIGN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 153 TAHUN 2014 TENTANG GRAND DESIGN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sampai dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228

Lebih terperinci