(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment)
|
|
- Yenny Atmadjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 DESENTRALISASI PENYELENGGARA PENANAMAN MODAL (SUATU TINJAUAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL) (The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment) Oleh : Muhammad Insa Ansari *) Kata Kunci ABSTRACT : Desentralisasi, Penananaman Modal Penananaman modal mempunyai arti penting dalam pembangunan ekonomi suatu bangsa. Penanaman modal yang mudah dan murah merupakan idaman dan kebutuhan yang diidamkan oleh penanam modal. Dalam perjalanannya, penyelenggara penanaman modal di Indonesia dapat dilihat dan dibedakan pada sentralisasi penyelenggara penanaman modal dan desentralisasi penanaman modal. Sesuai dengan semangat reformasi, yaitu kehadiran otonomi daerah, dimana pemerintah daerah diberikan kewajiban dan kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan masyarakat dan pembangunan di wilayahnya. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang lahir pada era reformasi, seyogyanya memuat materi yang sesuai dengan semangat reformasi. Untuk itu dalam tulisan ini akan menelaah konsepsi desentralisasi penyelenggara penanaman modal dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. A. PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi yang diselenggarakan oleh suatu negara bangsa dewasa ini harus dilihat sebagai upaya terencana, terprogram, *) Muhammad Insa Ansari, S.H., M.H., adalah Dosen tetap pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala KANUN No. 51 Edisi Agustus
2 sistematik, dan berkelanjutan dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan mutu hidup seluruh warga masyarakat. 1 Penanaman modal 2 mempunyai arti yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi nasional sebagaimana tujuan yang hendak dicapai melalui Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penananaman Modal. 3 Pelaksanaan pembangunan seperti diketahui memerlukan modal dalam jumlah yang cukup besar dan tersedia pada waktu yang tepat. 4 Di dalam konsideran Menimbang huruf c Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penananaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724), selanjutnya disingkat UUPM disebutkan: Untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri Sondang P. Siagian, Administrasi Pembangunan: Konsep, Dimensi, dan Strateginya, Ed. 2, Cet. 4, Jakarta, Penerbit Bumi Aksara, 2005, hlm. 77 Pasal 1 angka 1 UUPM merumuskan: Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Adang Abdullah, Tinjauan Hukum atas UU Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007: Sebuah Catatan, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 26 Nomor 4, Jakarta, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis Indonesia, hlm.5 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Jakarta, Kencana, 2004, hal 1. KANUN No. 51 Edisi Agustus 2010
3 Arti penting penanaman modal 5 juga terdapat pada bagian umum penjelasan atas UUPM, dimana secara tegas disebutkan bahwa penanaman modal merupakan salah satu bagian dari penyelenggaraan ekonomi nasional. Dimana pada bagian umum penjelasan atas UUPM disebutkan:..penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing. Konsideran menimbang huruf c dan bagian umum penjelasan atas UUPM menunjukan dan mengambarkan arti penting penanaman modal dalam perekonomian nasional. Penanaman modal sebagai salah satu pilar dalam pembangunan ekonomi harus dilaksanakan sesuai dengan semangat reformasi. Otonomi daerah merupakan sebagai salah satu agenda penting yang perlu dilansir oleh 5 Berdasarkan pengertian Penanaman Modal sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka 1 UUPM, maka penanaman modal dapat dibedakan atas Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing. Pasal 1 angka 2 UUPM merumuskan: Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Sementara Penanaman Modal Asing menurut Pasal 1 angka 3 UUPM dirumuskan: Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. KANUN No. 51 Edisi Agustus
4 Pemerintah pasca Orde Baru. 6 Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 7 Salah satu konsepsi dari otonomi daerah adalah adanya desentralisasi. 8 Berdasarkan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, desentralisasi didefinisikan adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Prof. H.A.W. Wijaya tujuan yang hendak dicapai dalam penyerahan urusan ini adalah antara lain; menumbuhkembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah, dan H.A.W. Wijaya, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, PT RajaGrafindo Persada, 2004, Jakarta, hlm. 74 Ibid, hlm. 76 Lihat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, dimana dirumuskan desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan dari Pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya, dan bandingkan rumusan desentralisasi dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dimana dirumuskan desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. KANUN No. 51 Edisi Agustus 2010
5 meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan. 9 Menurut pandangan Mudrajad Kuncoro salah satu tujuan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah adalah untuk menjadikan pemerintah lebih dekat dengan rakyatnya, sehingga pemerintah dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif. 10 Sistem desentralisasi tetap diterapkan untuk memudahkan koordinasi kekuasaan dan Pemerintah, disamping untuk lebih mengakomodasi keberagaman wilayah Indonesia. 11 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, merumuskan pengertian tentang otonomi daerah. Dimana dalam Pasal 1 angka 11 disebutkan: Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan pengertian yang terdapat dalam Pasal 1 angka 8 UUPM, bahwa pengertian Otonomi Daerah setidak-tidaknya mencakup 3 (tiga) hal penting. Pertama, Hak, Wewenang dan Kewajiban Daerah Otonom. Kedua, mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan H.A.W. Wijaya, Loc. Cit, hlm. 76 Mudrajad Kuncoro, Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2004, hlm. 25 Tjip Ismail, Implementasi Otonomi Daerah Terhadap Paradigma Pajak Daerah di Indonesia, Ringkasan Desertasi, Program Doktor Pascasarjana FHUI, Jakarta, 2005, hlm.3 KANUN No. 51 Edisi Agustus
6 masyakat setempat. Ketiga, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Otonomi pada prinsipnya memang berusaha mendorong potensi daerah agar berkembang menurut preferensi daerah itu sendiri sesuai aspirasi masyarakatnya yang terus berkembang, karena hanya orang daerahlah yang mengetahui persoalan, potensi, dan preferensi masyarakatnya dalam membawa ke arah mana pembangunan dilaksanakan. Selain itu, keberagaman yang ada di bumi pertiwi membuat konsep pembangunan yang sentralistik tidak lagi memiliki pijakan. Keberagaman berbagai daerah dengan sendirinya akan mengarah pada spesialisasi masing-masing daerah sesuai dengan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan letak geografis dalam meningkatkan kemakmuran. 12 Tulisan ini bermaksud menelaah konsepsi desentralisasi penanaman modal baik secara umum sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah maupun secara khusus konsepsi desentralisasi penanaman modal dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Faisal H. Basri, Prospek Investasi di Era Otonomi Daerah, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22, Nomor 5 Tahun 2003, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, hlm. 6 KANUN No. 51 Edisi Agustus 2010
7 B. DESENTRALISASI PENANAMAN MODAL DALAM UNDANG-UNDANG PEMERINTAH DAERAH Desentralisasi penanaman modal dalam Undang-Undang Pemerintah Daerah disini dibatasi pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini perlu disebutkan, karena ketika penyebutan Undang-Undang Pemerintah Daerah, maka secara sekilas asumsi yang muncul adalah semua peraturan perundang-undangan pemerintah daerah yang pernah berlaku di Indonesia. Sejak Indonesia merdeka hingga sekarang, sistem desentralisasi tetap diterapkan untuk memudahkan koordinasi kekuasaan dan Pemerintah, disamping untuk lebih mengakomodasi keberagaman wilayah Indonesia. Tujuan utama dari kebijakan desentralisasi tahun 1999 adalah, disatu pihak, membebaskan Pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga ia berkesempatan untuk mempelajari, memahami, merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat dari padanya. Pada saat yang sama, Pemerintah pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis. Dilain pihak, dengan desentralisasi kewenangan Pemerintah KANUN No. 51 Edisi Agustus
8 ke daerah, maka daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang signifikan. 13 Dengan diberlakukan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah juncto Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom, maka ada sejumlah kewenangan yang telah diserahkan kepada daerah. Dimana berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah bahwa kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang Pemerintah, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. 14 Meskipun Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah telah dicabut dan diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, namun masalah penanaman modal tetap berada dalam kewenangan Pemerintah Daerah. Undang-undang Nomor M. Ryaas Rasyid, Otonomi Daerah: Latar Belakang dan Masa Depan (dalam buku: Desentralisasi & Otonomi Daerah: Desentralisasi, Demokratisasi & Akuntabilitas Pemerintah Daerah), LIPI Press, Jakarta, 2005, hlm. 8 Muhammad Insa Ansari, Persetujuan dan Perizinan Penyelenggara Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri (Kajian Atas Keppres Nomor 29 Tahun 2004), Tesis, Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 6 KANUN No. 51 Edisi Agustus 2010
9 Tahun 2004 secara tegas menyatakan bahwa kewenangan Pemerintah pusat meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiscal nasional dan agama. 15 Kewenangan pemerintahan provinsi adalah memberikan pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota 16 dan kewenangan Pemerintah kabupaten/kota adalah memberikan pelayanan administrasi penanaman modal. 17 C. DESENTRALISASI PENANAMAN MODAL DALAM UUPM UUPM yang dimaksudkan pada bagian ini adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Hal ini perlu disebutkan, karena ketika penyebutan UUPM maka sangat sulit dipisahkan dengan Undang-Undang Penanaman Modal yang pernah berlaku, yaitu Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 dan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun Pasal 10 ayat (3) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 13 ayat (1) huruf n Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 14 ayat (1) huruf n Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. KANUN No. 51 Edisi Agustus
10 Setelah dilakukan penelaahan secara yuridis normatif, bahwa di dalam UUPM tidak ditemukan nomenklatur desentralisasi, tetapi dalam UUPM hanya ditemukan nomenklatur otonomi daerah. Penelusuran terhadap nomenklatur otonomi daerah dalam UUPM, ditemukan pengertian otonomi daerah, koordinasi dengan semangat otonomi daerah, dan otonomi seluasluasnya untuk mengatur dan mengurus urusan penyelenggara penanaman modal. Konsepsi otonomi daerah tersebut dalam UUPM dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Pengertian Otonomi Daerah Dalam UUPM dirumuskan pengertian otonomi daerah, dimana dalam Pasal 1 angka 11 UUPM disebutkan sebagai berikut: Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan pengertian sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 angka 11 UUPM, maka otonomi daerah setidak-tidaknya mempunyai 3 (tiga) unsur utama di dalamnya. Pertama, hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom. Kedua, mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan 404 KANUN No. 51 Edisi Agustus 2010
11 kepentingan masyarakat setempat. Ketiga, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 2. Koordinasi dengan Semangat Otonomi Daerah Dalam penjelasan atas UUPM pada bagian umum ada kutipan tentang koordinasi dengan semangat otonomi daerah, dimana lengkapnya disebutkan: Undang-Undang ini memerintahkan agar Pemerintah meningkatkan koordinasi antar instansi Pemerintah, antar instansi Pemerintah dengan Bank Indonesia, dan antar instansi Pemerintah dengan Pemerintah Daerah. Koordinasi dengan pemerintah daerah harus sejalan dengan semangat otonomi daerah. Pemerintah daerah bersama-sama dengan instansi atau lembaga, baik swasta maupun Pemerintah, harus lebih diberdayakan lagi, baik dalam pengembangan peluang potensi daerah maupun dalam koordinasi promosi dan pelayanan penanaman modal. Sebelumnya di dalam Pasal 27 ayat (1) UUPM disebutkan bahwa Pemerintah mengkoordinasikan kebijakan penanaman modal, hal ini dapat dilihat: Pemerintah mengoordinasi kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antar instansi Pemerintah, antar instansi Pemerintah dengan Bank Indonesia, antar instansi Pemerintah dengan pemerintah daerah, maupun antar pemerintah daerah. Untuk melakukan koordinasi diberikan kewenangan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Hal ini secara tegas disebutkan KANUN No. 51 Edisi Agustus
12 Pasal 27 ayat (2) UUPM. Dimana dinyatakan: Koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal. Selain melakukan koordinasi, BKPM memiliki sejumlah tugas dan fungsi berdasarkan Pasal 28 ayat (1) UUPM. Dimana tugas dan fungsinya adalah: Dalam rangka koordinasi pelaksanaan kebijakan dan pelayanan penanaman modal, Badan Koordinasi Penanaman Modal mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut : a. melaksanakan tugas dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang penanaman modal; b. mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan penanaman modal; c. menetapkan norma, standar, dan prosedur pelaksanaan kegiatan dan pelayanan penanaman modal; d. mengembangkan peluang dan potensi penanaman modal di daerah dengan memberdayakan badan usaha; e. membuat peta penanaman modal Indonesia; f. mempromosikan penanaman modal; g. mengembangkan sektor usaha penanaman modal melalui pembinaan penanaman modal, antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman modal; h. membantu penyelesaian berbagai hambatan dan konsultasi permasalahan yang dihadapi penanam modal dalam menjalankan kegiatan penanaman modal; i. mengoordinasi penanam modal dalam negeri yang menjalankan kegiatan penanaman modalnya di luar wilayah Indonesia; dan j. mengoordinasi dan melaksanakan pelayanan terpadu satu pintu. 3. Otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus urusan penyelenggaraan Penanaman Modal 406 KANUN No. 51 Edisi Agustus 2010
13 Dalam penjelasan atas UUPM pada bagian umum lainnya ditemukan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus urusan penyelenggaraan Penanaman Modal, dimana disebutkan: Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan penyelenggaraan penanaman modal berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan atau dekonsentrasi. Oleh karena itu, peningkatan koordinasi kelembagaan tersebut harus dapat diukur dari kecepatan pemberian perizinan dan fasilitas penanaman modal dengan biaya yang berdaya saing. Meskipun nomenklatur desentralisasi tidak terdapat dalam UUPM, namun pada Bab XIII tentang Penyelenggaraan Urusan Penanaman Modal, UUPM mengatur kewajiban dan kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam penanaman modal. Berdasarkan penelaahan yang telah dilakukan, dimana ditemukan sejumlah kewajiban dan kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam penanaman modal. Dimana kewajiban dan kewenangan yang ada masing-masing adalah sebagai berikut: 1. Kewajiban dan Kewenangan Pemerintah Kewajiban pemerintah dalam penanaman modal berdasarkan UUPM adalah menjamin kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksana penanaman modal. Hal ini sebagaimana tertuang pada Pasal 30 ayat (1) UUPM, dimana disebutkan: Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksanaan penanaman modal. KANUN No. 51 Edisi Agustus
14 Semua kewenangan berkaitan dengan penanaman modal berada di tangan pemerintah. Hal ini tercermin pada Pasal 30 ayat (2) UUPM yang menyebutkan: Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan penanaman modal yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan penyelenggaraan penanaman modal yang menjadi urusan pemerintah. Penegasan kewenangan pemerintah lebih lanjut adalah sebagaimana tertuang dalam Pasal 30 ayat (7) UUPM, dimana disebutkan: Dalam urusan pemerintahan di bidang penanaman modal, yang menjadi kewenangan pemerintah adalah : a. penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat risiko kerusakan lingkungan yang tinggi; b. penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional; c. penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antarwilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi; d. penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional; e. penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah Negara lain; dan f. bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan Pemerintah menurut undang-undang. Kewenangan pemerintah berkaitan dengan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi. Hal ini tertuang dalam Pasal 30 ayat (4) UUPM, dimana disebutkan: Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi menjadi urusan Pemerintah. 2. Kewajiban dan Kewenangan Pemerintah Provinsi Kewajiban pemerintah provinsi dalam penanaman modal berdasarkan UUPM adalah menjamin kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksana penanaman modal. Hal ini sebagaimana tertuang pada Pasal KANUN No. 51 Edisi Agustus 2010
15 ayat (1) UUPM, dimana disebutkan: Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksanaan penanaman modal. Disamping itu kewajiban pemerintah daerah secara umum terdapat pada Pasal 30 ayat (3) UUPM, dimana disebutkan: Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang merupakan urusan wajib pemerintah daerah didasarkan pada kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi pelaksanaan kegiatan penanaman modal. Adapun kewenangan pemerintah provinsi berdasarkan ketentuan Pasal 30 ayat (5) UUPM adalah: Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah provinsi. 3. Kewajiban dan Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota Kewajiban Pemerintah dalam Penanaman Modal berdasarkan UUPM adalah menjamin kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksana penanaman modal. Hal ini sebagaimana tertuang pada Pasal 30 ayat (1) UUPM, dimana disebutkan: Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksanaan penanaman modal. Kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penananam modal adalah pada penyelenggaraan penanaman modal yang lingkupnya berada dalam kabupaten/kota. Hal ini secara tegas tertuang pada Pasal 30 ayat (6) UUPM, dimana dinyatakan: Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada dalam satu kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota. KANUN No. 51 Edisi Agustus
16 D. ANALISIS YURIDIS TERHADAP DESENTRALISASI 410 PENANAMAN MODAL DALAM UUPM Setelah dilakukan kajian secara yuridis normatif atas UUPM berkaitan dengan desentralisasi 18 penanaman modal, maka ada beberapa analisis menarik berkaitan dengan desentralisasi penanaman modal dalam UUPM, diantaranya adalah: Pertama, meskipun nomenklatur desentralisasi tidak terdapat dalam UUPM, namun dalam UUPM terdapat 1 (satu) bab yang mengatur penyelenggaraan penanaman modal, dimana diatur secara tegas kewajiban dan kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi dan Pemerintah kabupaten/kota. Kedua, kewajiban bagi pemerintah daerah untuk menjamin dan keamanan berusaha bagi pelaksana penanaman modal sebagaimana disebutkan dalam Pasal 30 ayat (1) UUPM merupakan sesuatu yang sangat memberatkan, karena Pemerintah daerah tidak memiliki aparat pengamanan. Kewajiban memberikan keamanan merupakan suatu yang bertentangan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, karena Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004secara tegas menyatakan bahwa kewenangan pemerintah pusat meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional dan agama. Ketiga, Pemerintah pusat memiliki kewenangan yang sangat luas dalam penanaman modal. Kewenangan pemerintah pusat berdasarkan UUPM 18 Pengertian desentralisasi yang dimaksud di sini perlu disinkronisasi dengan pengertian desentralisasi yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana dalam UU tersebut dirumuskan: desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia KANUN No. 51 Edisi Agustus 2010
17 adalah: a). penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat risiko kerusakan lingkungan yang tinggi, bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional, penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antar wilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi, penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional, penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh pemerintah dan pemerintah negara lain; dan bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan Pemerintah menurut undang-undang. Keempat, Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota mempunyai kewenangan yang sangat terbatas dalam UUPM. Dimana kewenangan pemerintah provinsi adalah penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota saja dan kewenangan pemerintah kabupaten/kota adalah penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada dalam satu kabupaten/kota.. E. KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada bagian-bagian sebelumnya, maka ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik berkaitan dengan desentralisasi penanaman modal dalam UUPM, diantaranya adalah: Pertama, bahwa dalam UUPM tidak terdapat nomenklatur tentang desentralisasi. Kedua, berkaitan dengan kewajiban dan kewenangan pemerintah mendapat pengaturan secara jelas dan tegas dalam UUPM. Ketiga, berkaitan dengan kewajiban pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota mendapat pengaturan secara jelas KANUN No. 51 Edisi Agustus
18 dan tegas dalam UUPM, sementara kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam UUPM pengaturannya tidak sesuai dengan semangan reformasi, dimana sebagian besar kewenangan berada di tangan pemerintah. Buku DAFTAR PUSTAKA Aminuddin Ilmar (2004), Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Kencana, Jakarta. H.A.W. Wijaya (2004), Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Mudrajad Kuncoro (2004), Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang, Penerbit Erlangga, Jakarta Sondang P. Siagian (2005), Administrasi Pembangunan: Konsep, Dimensi, dan Strateginya, Ed.2, Cet.4, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta Syamsuddin Haris (ed) (2005), Desentralisasi dan Otonomi Daerah : Desentralisasi, Demokratisasi & Akuntabilitas Pemerintah Daerah, LIPI Press, Jakarta Jurnal / Penelitian Adang Abdullah (2007), Tinjauan Hukum Atas UU Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007: Sebuah Catatan, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 26 Nomor 4, Jakarta Faisal H. Basri (2002), Prospek Investasi di Era Otonomi Daerah, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 22 Nomor 5, Jakarta 412 KANUN No. 51 Edisi Agustus 2010
19 Muhammad Insa Ansari (2005), Persetujuan dan Perizinan Penyelenggara Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri (Kajian Atas Keppres Nomor 29 Tahun 2004), Tesis, Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta Tjip Ismail (2005), Implementasi Otonomi Daerah Terhadap Paradigma Pajak Daerah di Indonesia, Ringkasan Desertasi, Program Doktor Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penananaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724) KANUN No. 51 Edisi Agustus
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL JAKARTA
Lebih terperinciBUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBUPATI KEPULAUAN SELAYAR
BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO
BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur
Lebih terperinciWALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan
Lebih terperinciSKRIPSI PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN TERHADAP PENANAMAN MODAL DALAM PENANAMAN MODAL DI KOTA PADANG
SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN TERHADAP PENANAMAN MODAL DALAM PENANAMAN MODAL DI KOTA PADANG Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas
Lebih terperinciBUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI
1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26
Lebih terperinciBUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA
SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal
Lebih terperinciBUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN
BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa penanaman modal
Lebih terperinciNCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG
NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,
1 Menimbang : PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, a. bahwa dalam rangka memacu pertumbuhan
Lebih terperinciWALIKOTA BUKITTINGGI
WALIKOTA BUKITTINGGI PERATURAN DAERAH KOTA BUKITTINGGI NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BUKITTINGGI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal adalah salah
Lebih terperinciBUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA
BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN
PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : a.
Lebih terperinciWALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL
WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa penanaman
Lebih terperinciBUPATI KEPULAUAN ANAMBAS
BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS PERATURAN BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR TAHUN TENTANG PENDELEGASIAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL KEPADA KEPALA KANTOR PENANAMAN
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG PENDELEGASIAN KEWENANGAN PELAYANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL KEPADA KEPALA KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN KUDUS
Lebih terperinciBAB II TATA CARA PENANAMAN MODAL
17 BAB II TATA CARA PENANAMAN MODAL A. Ketentuan yang Berkaitan dengan Perizinan Penanaman Modal dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Salah satu permasalahan pokok yang dihadapi
Lebih terperinciWALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI
WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciInvestasi di Era Otonomi Daerah Dalam Rangka Interaksi Antara Penanaman Modal Dengan Keuangan Daerah 1
Investasi di Era Otonomi Daerah Dalam Rangka Interaksi Antara Penanaman Modal Dengan Keuangan Daerah 1 Setyo Pamungkas Pendahuluan Perkembangan investasi di Indonesia merupakan saklah satu indikator kemajuan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG
PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG FASILITASI PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciWALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan
Lebih terperinciBUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN
BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 12 TAHUN 2009 SERI E NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO
PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, Menimbang
Lebih terperinciKEWENANGAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL
KEWENANGAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL Oleh : Fery Dona (fery.dona@yahoo.com) ABSTRAK Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
Lebih terperinciPelayanan Penanaman Daerah Secara Terpadu. Teuku Ahmad Yani Lektor Kepala Pada Fakultas Hukum UNSYIAH, 2014
Pelayanan Penanaman Daerah Secara Terpadu Teuku Ahmad Yani Lektor Kepala Pada Fakultas Hukum UNSYIAH, 2014 1 Pengertian Penanaman Modal Segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalamnegeri
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG
PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciPEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Kebijakan Penanaman Modal PEMERINTAH
- 442 - P. PEMBAGIAN URUSAN AN PENANAMAN MODAL SUB 1. Kebijakan 1. Kebijakan 1. Menyusun dan menetapkan kebijakan pengembangan penanaman modal Indonesia dalam bentuk rencana umum penanaman modal nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penuh atas kehidupan bangsa nya sendiri. Pembangunan nasional yang terdiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sebagai Negara Kesatuan mempunyai kedaulatan penuh atas kehidupan bangsa nya sendiri. Pembangunan nasional yang terdiri dari pembangunan ekonomi,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G
SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN
Lebih terperinciBUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015
1 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA
Lebih terperinciBUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL
BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciVolume 11 Nomor 1 Maret 2014
Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 ISSN 0216-8537 9 7 7 0 2 1 6 8 5 3 7 2 1 11 1 Hal. 1-102 Tabanan Maret 2014 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 PENYERAHAN WEWENANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu adanya pelimpahan wewenang dari organisasi tingkat atas kepada tingkat bawahnya
Lebih terperinciRANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH
RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMEBERIAN INSENTIF DAN PEMEBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN i! DITERBITKAN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.221, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pelayanan Terpadu. Satu Pintu. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan umum. Setiap kegiatan disamping
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan. Pada konteks Negara Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang mengidentifikasi
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinci- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL
- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :
Lebih terperinciBUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,
BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan otonomi daerah, penanaman modal
Lebih terperinciP. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENANAMAN MODAL SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
- 336 - P. PEMBAGIAN URUSAN AN PENANAMAN MODAL 1. Kebijakan 1. Kebijakan 1. Menyusun dan menetapkan kebijakan pengembangan penanaman modal Indonesia dalam bentuk rencana umum penanaman modal nasional dan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 17 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN UMUM PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciKEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH
Jurnal Psikologi September 2015, Vol. III, No. 1, hal 28-38 KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH Khoirul Huda Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur
Lebih terperinci7. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republi
WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan salah satu faktor
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur
Lebih terperinciBUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL
1 BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang : a. bahwa penanaman
Lebih terperinciFUNGSI BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL SEBAGAI LEMBAGA PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
FUNGSI BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL SEBAGAI LEMBAGA PELAYANAN TERPADU SATU PINTU Oleh : Windi Dianti Agustin Anak Agung Sri Utari Program Kekhususan Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR
QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Kata Pengantar. Bab I: Pendahuluan A.Latar Belakang B. Permasalahan Bab II: Pembahasan UU No. 5 Tahun
DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Bab I: Pendahuluan... 1 A.Latar Belakang... 1 B. Permasalahan... 3 Bab II: Pembahasan... 4 A. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Menurut UU No. 5 Tahun 1974... 4 B. Pemerintah
Lebih terperinci2 Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui dan menghormati sat
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PEMERINTAH. Kewenangan. Nasional. Aceh. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 28) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMO
Lebih terperinciBUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL
BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBA TENGAH, Menimbang : a.
Lebih terperinciModul ke: Otonomi Daerah. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi.
Modul ke: Otonomi Daerah Fakultas Rusmulyadi, M.Si. Program Studi www.mercubuana.ac.id Pengertian Otonomi Daerah Otonomi secara sempit diartikan sebagai mandiri, sedangkan dalam arti luas adalah berdaya.
Lebih terperinciKEKURANGAN DAN KELEBIHAN KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH
KEKURANGAN DAN KELEBIHAN KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH Oleh ARISMAN Widyaiswara Muda BPSDM Kementerian Hukum dan HAM RI Pengertian atau Definisi Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur
Lebih terperinciBUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT
BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa penanaman
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
Lebih terperinciAPA ITU DAERAH OTONOM?
APA OTONOMI DAERAH? OTONOMI DAERAH ADALAH HAK DAN KEWAJIBAN DAERAH OTONOM UNTUK MENGATUR DAN MENGURUS SENDIRI URUSAN PEMERINTAHAN DAN KEPENTINGAN MASYARAKATNYA SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL
PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa penanaman
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR
1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR Menimbang Mengingat SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam
KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era globalisasi, demokratisasi, terlebih dalam era reformasi. Bangsa dan negara Indonesia menumbuhkan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Prosedur.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.507, 2009 BKPM. Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Prosedur. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN, PEMBINAAN,
Lebih terperinciPEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi
PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinci!"#!$%!&'&()!(*!!(!(''&!!*!)+,!-!'./
!"#!$%!&'&()!(*!!(!(''&!!*!)+,!-!'./ 0!"10!" 223!$&, ''!" 3'!$!!3!$ 0!!*!)!-!'.4/ 0!"1 0!"2235!$&''!"!!! 20!) 63)& '!6(! 3!'&3! 3'!$ ''!"!"! 3&*! 3'!$!!'!3! 3'!$ 3'!$!!3!$ 327* 0! 3'!$!!3!$! &6!'2'!8 ""!'#
Lebih terperinciBUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017
BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,
Lebih terperinciBUPATI ENDE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENDE NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI ENDE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENDE NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ENDE, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN REMBANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN REMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU
PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL
BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL
BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SOLOK SELATAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL
PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,
FINAL PANSUS 15 DES 2011 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciRANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk
Lebih terperinciBUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,
BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pembangunan
Lebih terperinciBAB II PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL DAN PENGATURANNYA DI INDONESIA. A. Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal
BAB II PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL DAN PENGATURANNYA DI INDONESIA A. Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Pedoman dan tata cara pengendalian pelaksanaan penanaman
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 9 TAHUN 2008 SERI : D NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk memberikan pedoman
Lebih terperinci