Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2010/2011 PENGARUH AERASI PADA SIANIDASI EMAS DARI BATUAN MINERAL. Muhammad Syaifuddin*, Suprapto, M.Si., Ph.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2010/2011 PENGARUH AERASI PADA SIANIDASI EMAS DARI BATUAN MINERAL. Muhammad Syaifuddin*, Suprapto, M.Si., Ph."

Transkripsi

1 PENGARUH AERASI PADA SIANIDASI EMAS DARI BATUAN MINERAL Muhammad Syaifuddin*, Suprapto, M.Si., Ph.D 1 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Abstrak Telah dilakukan kajian mengenai pengaruh aerasi dan waktu sianidasi pada proses sianidasi emas dari batuan mineral sulfida yang berasal dari Tulungagung. Mineral sulfida dibagi menjadi tiga bagian yang masingmasing akan dilakukan proses sianidasi dengan perlakuan yang berbeda. Salah satu proses sianidasi telah dilakukan preleaching selama 3 jam sebelum sianidasi, dua yang lain tidak dilakukan preleaching tetapi dibedakan pada waktu tinggal selama sianidasi yaitu 24 dan 48 jam. Uji kualitatif telah dilakukan dengan agen pereduksi SnCl 2 yang menunjukkan pewarnaan ungu sesaat setelah ditambahkan. Hasil uji ini diduga kandungan emas dari filtrat hasil sianidasi sangat kecil. Filtrat hasil sianidasi diendapkan kemudian dipisahkan untuk dianalisis kandungan logamnya dengan XRF. Hasil rekoveri emas dengan preleaching sebelum sianidasi menunjukkan angka paling tinggi yaitu 0,08%, waktu sianidasi 24 jam diperoleh hasil rekoveri 0,06%, dan sianidasi 48 jam diperoleh rekoveri 0,05%. Analisis emas pada masing-masing filtrat juga dilakukan dengan ICP-AES/ICPS, hasil analisis dengan kadar 0,803 ppm untuk sianidasi 24 jam tanpa preleaching, 0,633 ppm untuk sianidasi 24 jam dengan preleaching, dan 0,576 ppm untuk sianidasi selama 48 jam tanpa preleaching. Kata kunci: Emas, sianidasi, preleaching, waktu tinggal 1. Pendahuluan Proses ekstraksi logam dari bijihnya sampai saat ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode metalurgi. Metode metalurgi terbagi menjadi tiga tenik pemisahan, yaitu pirometalurgi, hidrometalurgi, dan elektrometalurgi. Proses pemisahan dengan metode pirometalurgi membutuhkan waktu yang relatif singkat, namun harus dilakukan pada suhu tinggi (Sigit, 2000) yang bisa mencapai 2000 o C. Biasanya bahan bakar yang digunakan untuk proses ini berupa logam cair dan garam leleh. Yang paling penting jika menggunakan teknik pirometalurgi * Corresponding author Phone iput_narut@chem.its.ac.id 1 Alamat sekarang : Jur Kimia, Fak. MIPA,Institut Teknologi 10 Nopember, Surabaya. untuk memisahkan logam seperti emas yaitu harus dilakukan pada bijih emas dengan kadar yang tinggi. Jika dilakukan pada bijih emas yang berkadar rendah maka penggunaan teknik ini tidak efektif dan efisien. Hidrometalurgi merupakan teknik pemisahan yang menggunakan larutan atau reagen kimia untuk menangkap atau melarutkan logamnya. Teknik ini dapat diterapkan untuk memisahkan logam emas dari bijih emas yang berkadar rendah. Hidrometalurgi dilakukan karena semakin sulitnya ditemukan bijih emas kadar tinggi, disamping itu bertujuan untuk mengurangi polusi dari proses pirometalurgi (Habashi, 1997). Teknik lain yaitu dengan elaktrometalurgi yang memanfaatkan teknik elektrokimia (elektrolisis) untuk memperoleh logamnya. Untuk skala besar teknik ini tidak efisien karena membutuhkan energi listrik yang sangat besar. Sampai saat ini metode pemisahan yang paling sering digunakan adalah metode hidrometalurgi (metode ekstraksi pelarut) karena efektifitas dan efisiensinya dibandingkan metode pemisahan yang lain. Diantara beberapa metode isolasi logam-logam yang mempunyai nilai ekonomis, metode ekstraksi pelarut adalah suatu metode yang telah banyak aplikasinya didalam bidang industri saat ini (Mojski, 1979 ; Jensen et al, 1980; Lewis et al, 1975; Mojski, 1979; Zipperian dan Raghavan, 1998). Yang paling penting dapat diterapkan pada bijih emas berkadar rendah (Habashi,1997). Beberapa keuntungan dari metode hidrometalurgi yaitu bijih tidak harus dipekatkan melainkan cukup dihancurkan menjadi bagian yang lebih kecil. Pemakaian kokas dalam jumlah besar untuk pemanggangan bijih dapat dihilangkan, polusi atmosfer dapat dihindarkan, suhu prosesnya relative lebih rendah, reagen yang digunakan relatif murah dan mudah didapatkan, produk yang dihasilkan mempunyai kemurnian tinggi, dan masih banyak kelebihan-kelebihan lain dibandingkan dengan teknik pemisahan yang lain. Contoh proses hidrometalurgi diantaranya adalah metode sianidasi (Baraktar, 1995; Zhang et al., 1997), merupakan reagen yang paling sering digunakan untuk mengisolasi emas sampai saat ini untuk keperluan eksploitasi emas skala industri (Hiskey, 1985 ; Lee, 1994). Amalgamisasi (William, 2002), namun penggunaan merkuri pada metode amalgamasi dapat berdampak mencemari lingkungan, disamping itu % rekoverinya juga lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan reagen sianida, oleh karena itu, perlu dilakukan

2 usaha untuk menciptakan metode pemisahan emas alternative yang lebih baik (Steele et al, 2000). Leaching menggunakan reagen tiourea (Gonen, 2003). Leaching dengan thiosulfat (Ayata, 2005) dan lain-lain. Diantara reagen-reagen diatas yang paling sering digunakan adalah sianida baik industri tambang maupun peertambangan rakyat, sehingga proses yang digunakan untuk memisahkan emas dari bijihnya disebut sianidasi. Pemisahan emas dengan menggunakan metode leaching sianida saat ini telah menjadi proses utama ekstraksi emas skala industri, karena metode ini menawarkan teknologi yang lebih efektif dan efisien yaitu: pertama, proses pemisahan emas dengan cara menyiramkan larutan sianida pada tumpukan bijih emas (diameter bijih < 10 cm) yang sudah dicampur dengan batu kapur, efektifitas ekstraksi antara 35-65%. Kedua, dapat dilakukan dengan cara merendam bijih emas (diameter <5 cm) yang sudah dicampur dengan batu kapur dengan larutan sianida pada bak kedap, efektifitas ekstraksi berkisar 40-70%. Ketiga, teknik pemisahan yang dapat dilakukan dengan cara mengaduk bijih emas yang sudah dicampur dengan batu kapur dengan larutan sianida pada suatu tangki dan diaerasi dengan gelembung udara, efektifitas ekstraksi mencapai 90%. Dalam kaitannya dengan pengolahan, emas urai dengan kemurnian 50-95% Au dan campuran Au-Ag (electrum) dengan kemurnian 50% Au dan ukuran butir antara µm serta berasosiasi secara terbuka dengan mineral induk, cara amalgamasi dan sianidasi lebih mudah. Dengan demikian keberhasilan pengolahan emas umumnya ditentukan oleh kinetika yang berhubungan erat dengan sifat mineralogi, ukuran dan distribusi butir, serta mineral sulfida dimana emas tertahan (Gasparini, 1983). Dibandingkan dengan berbagai teknologi pengolahan untuk memperoleh emas, proses sianidasi konvensional dapat dilakukan secara sederhana menggunakan udara sebagai sumber oksigen karena murah dan mudah diperoleh. Jumlah sianida yang disediakan dianggap sebanding dengan jumlah oksigen terlarut yang berasal dari udara antara 4,6 dan 7,4 mg per liter larutan, akibatnya membutuhkan waktu 24 jam bahkan sampai 48 jam untuk memperoleh emas lebih tinggi dari 98% Au (Lorenzen et al, 1992). Gejala ini mencerminkan akibat dari melarutkan udara didalam lumpur (pulp) membutuhkan waktu cukup lama untuk menghasilkan oksigen (O 2 ) terlarut lebih besar dari 7,4 mg per liter larutan. Tetapi dengan kesederhanaannya, proses sianidasi masih digunakan diberbagai belahan dunia sehingga natrium sianida (NaCN) memiliki pengaruh cukup besar terhadap produksi emas (Liu,1995)(Yen, 1995). Meskipun demikian, pengolahan emas yang optimal akan sulit dicapai apabila bijih yang dikerjakan berasal dari beberapa jenis dengan tanpa diketahui sifat khas bijihnya. Permasalahan utamanya karena mineral-mineral pengotor selain emas seperti Fe dan Cu akan mengkonsumsi sebagian besar sianida dan oksigen, akibatnya sianidasi terhambat (Haque, 1992). Dengan demikian, proses sianidasi akan melibatkan aneka ragam reaksi samping, akibatnya kelarutan emas (Au) tergantung pada tipe dan jumlah unsur pengotor yang terlarut. Sehingga jenis batuan mineral atau jenis bijih emas sangat berpengaruh terhadap % rekoveri yang dihasilkan. Dengan asumsi bahwa mineralisasi yang berbeda dari setiap lokasi dan amalgamasi untuk memperoleh emas tidak efisien, perhatian tertuju pada studi pelarutan emas menggunakan larutan natrium sianida (NaCN) pada proses sianidasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kelarutan emas dari bijihnya melalui cara sianidasi menggunakan natrium sianida pada rentang waktu yang divariasi dan pengaruh preaerasi sebelum sianidasi. 2. Metodologi 2.1 Peralatan dan Bahan Peralatan Analisis logam pada serbuk batuan maupun filtrat hasil sianidasi menggunakan floresensi sinar-x (XRF) Minipal 14 PANalytical dan ICP-AES/ICPS Ubaya. Peralatan yang digunakan untuk untuk penelitian ini adalah ball mill yang berfungsi untuk menggerus bijih mineral sampai pada ukuran +75 mesh, satu set rangkaian alat untuk sianidasi yang terdiri dari tiga buah bak penampung masing-masing berkapasitas 20 liter yang disusun bertingkat. Fungsinya memutar secara kontinu sehingga ada sirkulasi udara yang dapat meningkatkan oksigen terlarut selama proses. Pompa air yang berfungsi untuk memutar kembali lumpur (pulp) ke tabung awal agar mengalir secara kontinu. Alat pengaduk, kertas ph, kertas saring, gelas beker, pipet tetes, tabung reaksi, hotplate, oven, kaca arloji, crusibel 2000, corong, erlenmeyer, dan perlatan lainnya yang mendukung pada penelitian ini Bahan-bahan Bahan kimia yang digunakan untuk proses pelindian (sianidasi) adalah natrium sianida (NaCN) 1%, kapur tohor (CaO), NaOH 12 M dan air, reagen SnCl 2 0,5 M yang dibuat dari melarutkan alloy dengan kadar 60% timah dengan HCl 32%. Natrium sianida berfungsi sebagai pelarut emas dan perak untuk pelindian, sedangkan kapur tohor dan NaOH untuk menaikkan dan mengatur kondisi pada ph 10-11, kemudian air digunakan untuk melarutkan padatan sianida dan untuk mencuci ampas (tailing) sisa sianidasi. Larutan SnCl 2 digunakan untuk uji kualitatif.

3 2.2 Prosedur Kerja Kominusi Mineral bijih emas yang diambil dari daerah Tulungagung masih berupa batuan dalam bentuk native. Sehingga harus dihaluskan (kominusi) terlebih dahulu menggunakan ball mill, selanjutnya diayak sampai lolos dan menjadi serbuk dengan ukuran 75 mesh. Penggerusan berfungsi untuk menghomogenkan batuan mineral tersebut, selain itu penyerbukan juga berfungsi untuk membebaskan mineral Au yang terjebak pada tiap bagian dalam batuan. Untuk memudahkan proses penggilingan maka prosesnya dilakukan dalam keadaan basah. Hasil penggerusan akan digunakan sebagai material uji dalam penelitian ini Analisis Kuantitatif dengan XRF Untuk mengetahui kandungan awal dari batuan mineral, Bijih yang telah dipreparasi akan dianalisis secara kuantitatif menggunakan XRF. Cuplikan batuan dalam bentuk lumpur yang berukuran +75 mesh diambil sebanyak 100 gr, kemudian dikering anginkan untuk menghilangkan kandungan airnya. Endapan yang telah kering kemudian dianalisis kandungan logamnya dengan menggunakan instrumen XRF Minipal 14 PANalytical di Laboratorium Energi dan Rekayasa ITS. Sehingga dari hasil analisis tersebut akan diketahui kandungan logam yang terdapat pada batuan awal pada saat sebelum dilakukan sianidasi Proses Sianidasi Batuan bijih emas dipecah kemudian dihaluskan sampai 75 mesh dengan ball mill sampai homogen. Penelitian dilakukan pada satu jenis batuan mineral yang masing-masing dibagi menjadi tiga bagian A, B, dan C yang diberi perlakuan berbeda-beda. Masing-masing sebanyak 14 kg batuan mineral dalam bentuk serbuk 75 mesh. Batuan A akan dilakukan sianidasi dengan pemberian preaerasi (preleaching) selama 3 jam (Deschenes et al, 1995) dan waktu sianidasi selama 24 jam. Kemudian batuan B akan dilakukan sianidasi tanpa preaerasi dengan waktu sianidasi selama 24 jam (Suryadi et al, 2000). Serbuk batuan C akan dilakukan sianidasi tanpa preaerasi dan waktu sianidasi selama 48 jam (Deschenes et al, 1995), yang dilakukan secara terbuka. Perbandingan berat bijih terhadap volume larutan sianida adalah 1 : 1 (Achdia, 2006), kemudian diaduk sambil mengatur kondisi ph antara (Perry et al, 1999) menggunakan kapur tohor (CaO), dan dilanjutkan dengan NaOH. Fungsi pengaturan antara ph 10 dan 11 adalah agar hasil rekoveri dapat maksimal. Jika sianidasi dilakukan pada ph dibawah 10 maka akan terbentuk gas HCN yang sangat beracun, sedangkan HCN tidak mempunyai kemampuan untuk melarutkan emas, jika ph lebih besar dari 11 maka akan terbentuk peroksida. Proses sianidasi menggunakan larutan garam natrium sianida NaCN 1% dan dilakukan pada temperatur ruang. Pelarut NaCN merupakan pelarut yang paling sering digunakan karena mampu melarutkan emas lebih baik dengan pelarut lainnya. Sistem kerja alat sianidasi adalah dengan mensirkulasi lumpur dengan larutan sianida dalam reaktor. Lumpur (pulp) dialirkan dari tabung paling atas ke tabung dibawahnya melalui kran, kemudian diteruskan lagi ke tabung paling bawah. Ketika lumpur (pulp) berada dalam tabung paling bawah, lumpur kembali dinaikkan ke tabung paling atas dengan menggunakan pompa. Sistem aliran seperti ini dilakukan secara kontinu selama waktu yang sudah ditentukan pada masing-masing perlakuan. Sehingga dengan pemutaran ini akan terjadi penggerojogan yang dapat menimbulkan gelembung-gelembung udara. Sirkulasi ini bertujuan untuk mensuplai oksigen dari udara dan pengadukan. Oksigen dari udaraa berfungsi untuk mengoksidasi logam emas dari unsur netral menjadi bermuatan positif agar dapat berikatan dengan sianida membentuk kompleks sianida Au(CN) 2 -. Setelah proses sianidasi selesai, kemudian lumpur (pulp) disaring dan limbah ampasnya dicuci kemudian filtrat cucian tersebut dicampur menjadi satu dengan filtrat hasil sianidasi Uji Kualitatif dengan SnCl 2 Uji kualitatif emas dilakukan dengan menggunakan larutan hasil sianidasi yang diduga mengandung emas sianida Au(CN) 2 -. Pengujian menggunakan reagen SnCl 2 (Ivey et al., 2001; Svehla, 1990). jika terjadi pewarnaan ungu (purple of cassius) setelah penambahan dengan sejumlah SnCl 2 kemungkinan terdapat kandungan emasnya (Svehla, 1990). Pada penelitian ini digunakan SnCl 2 0,5 M. Jika larutan bersifat asam kuat maka akan terbentuk endapan emas coklat gelap (Svehla, 1990). Uji kualitatif digunakan timah(ii)klorida karena merupakan reagen untuk menguji emas yang sangat sensitif, dan mampu mendeteksi hingga 10 ppb Pengendapan dengan SnCl 2 Untuk mengetahui konsentrasi emas dan unsur lain dalam larutan hasil sianidasi. Filtrat hasil sianidasi masing-masing 1000 ml dipekatkan sampai 250 ml pada suhu 80 o C dengan hotplate. Kemudian diendapkan dengan sejumlah SnCl 2 0,5 M sampai tidak timbul endapan dengan penambahan berlebih (Ivey et al., 2001). Kemudian dipisahkan dengan kertas saring Endapan lalu dikering anginkan untuk menghilangkan kandungan airnya. Setelah itu di oven pada suhu 110 o C selama 2 jam (Harjadi, 1986). Hasil endapan ini dianalisis menggunakan instrumen X-Ray fluorescence (XRF) Minipal 14 PANalytical dengan energi 20 kev untuk mengetahui kandungan logam dari hasil sianidasi. Selain itu

4 filtrat induk hasil sianidasi baik dari filtrat A, filtrat B dan filtrat C akan digunakan 5 ml untuk dianalisis kandungan emasnya menggunakan ICP- AES/ICPS. Perolehan emas dan unsur lain dihitung berdasarkan kadar asal. 3. Hasil dan Diskusi 3.1 Preparasi Bahan Bijih emas yang digunakan pada penelitian ini berasal dari daerah Trengglek yang berbentuk batuan atau native. Langkah awal sebelum proses ekstraksi yaitu harus dilakukan proses kominusi atau reduksi ukuran menjadi bentuk serbuk. Semakin kecil ukuran butiran, maka reaksi antara emas dengan sianida pada saat proses sianidasi akan berlangsung semakin cepat sehingga hasil ekstraksi akan lebih optimal. Fungsi penyerbukan adalah untuk membebaskan mineral berharga (logam Au) yang terjebak pada masing-masing bagian dalam bijihnya, sehingga bijih emas akan bersifat lebih homogen yang dikarenakan oleh logam-logam yang tersebar merata pada seluruh bagian. Selain itu bijih emas akan mempunyai luas permukaan yang lebih besar, sehingga pada saat proses sianidasi logam emas Au akan lebih sering terjadi kontak dengan sianida sehingga dapat diperoleh hasil ekstraksi yang maksimal. Pada penelitian ini bijih emas yang berupa mineral sulfida digerus dengan ball mill sampai kurang lebih berukuran 75 mesh. 3.2 Analisis Bijih Awal dengan XRF Karakterisasi mineralogi untuk mengetahui kandungan jenis-jenis mineral pada bijih awal telah dilakukan dengan instrumen XRF (X-ray fluorescence) yang dilakukan di Laboratorium Energi dan Rekayasa ITS Surabaya. Hasil karakterisasi bijih tersebut ditunjukkan pada tabel 3.1 Tabel 3.1 Hasil karakterisasi kandungan logam pada bijih sebelum sianidasi Unsur Kadar logam Al 7.9 % Si 34.3 % S 7.4 % K 3.35 % Ca 0.74 % Ti 0.68 % V 0.04 % Cr % Mn 0.13 % Fe 27.8 % Cu 9.07 % Zn 2.64 % Mo 4.1 % Ba 0.3 % Au 0.07 % Pb 1.4 % Hasil analisis XRF memperlihatkan bahwa sampel bijih emas yang digunakan pada penelitian ini mengandung berbagai macam jenis mineral dengan kadar yang variatif. Kandungan terbesar pada bijih mineral ini adalah Si dengan kadar 34,3%, kemudian terdapat logam Fe juga dengan kadar yang cukup besar yaitu 27,8%, logam Cu yang termasuk logam minor juga tampak dengan jumlah yang cukup besar. Kemudian logam Zn dengan kadar 2,64%, logam Al 7,9%, mineral sulfida atau belerang S 7,4%, keberadaannya memberikan indikasi bahwa bijih mineral adalah mineral sulfide yang biasanya mengandung pirhotit Fe 4 S 6 yang lebih kecil dari 0,1% dimana emas akan terperangkap dalam pirit Fe 2 S, kemudian diikuti kehadiran mineral-mineral lain sampai brjumlah 100%. Kehadiran logam-logam selain emas tersebut akan mengganggu proses pelarutan emas pada saat proses sianidasi terutama oleh logamlogam yang juga dapat bereaksi dengan sianida. Sampel mineral sulfida tersebut mengandung emas hanya dengan kadar 0,07%. Batuan bijih emas yang layak untuk dieksploitasi sebagai industri tambang emas, kandungan emasnya sekitar 25 g/ton (Greenwood et al, 1989). Tetapi hal tersebut tidak menjadi masalah, karena penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh beberapa perlakuan (treatment) selama proses sianidasi untuk mendapatkan hasil ekstraksi yang optimal. Sehingga akan diketahui cara mengekstraksi atau memisahkan emas yang efisien agar diperoleh hasil lebih optimal. Hipotesa yang dipegang pada studi pelarutan atau leaching bijih emas pada penelitian ini adalah pengaruh aerasi dan waktu sianidasi sebagai parameter terhadap perolehan emas. Kemudian parameter yang dipegang tetap adalah jumlah sianida, kebasaan pada ph 11, perbandingan berat padatan terhadap cairan. Dengan demikian, konsep sianidasi (leaching) emas menggunakan sianida pada dasarnya untuk mengekstraksi emas dengan perolehan yang tinggi. Pada penelitian ini digunakan satu jenis mineral sulfida (bijih emas) yang dibagi menjadi tiga bagian masing-masing A, B, dan C. Mineral bagian A dilakukan proses sianidasi dengan aerasi (pre-leach) dengan waktu tinggal (retention time) selama 24 jam. Mineral bagian B dilakukan proses sianidasi tanpa aerasi sebelum sianidasi dengan waktu tinggal selama 24 jam. Mineral bagian C

5 dilakukan proses sianidasi tanpa preaerasi tetapi dengan waktu sianidasi lebih lama yaitu 48 jam dengan pengetahuan bahwa semakin lama waktu tinggal untuk reaksi maka akan meningkatkan hasil ekstraksi. Selama proses sianidasi terdapat beberapa parameter tetap yang harus diperhatikan karena akan mempengaruhi perolehan hasil ekstraksi selain variabel yang dibuat berubah, diantaranya adalah kebasaan yang harus dipertahankan pada ph 11 saat proses sianidasi. Untuk menaikkan ph digunakan kapur tohor CaO dan NaOH 12 M. Hal ini kaitannya dengan reaksi-reaksi yang terjadi selama proses sianidasi. Jika ph lebih kecil dari angka 10 maka gas HCN yang terbentuk akan semakin banyak akibat hidrolisis ion sianida dengan air yang ditunjukkan reaksi, CN - + H 2 O HCN + OH - sedangkan gas HCN tidak mempunyai kemampuan untuk melarutkan emas (Au) sehingga hasil rekoveri emas akan turun. Sama halnya jika ph lebih besar dari angka 11, rekoveri emas akan turun yang kemungkinan diakibatkan oleh terbentuknya peroksida H 2 O 2 yang juga dapat menurunkan rekoveri Au. Tingkat pelarutan emas dipengaruhi oleh kekuatan difusi sianida dan oksigen, dan perlakuanperlakuan sebelum sianidasi. Sebagian kecil emas akan larut sesuai dengan persamaan Elsner : 4Au + 8CN - + O 2 + 2H 2 O 4Au(CN) OH Uji Kualitatif dan Pengendapan dengan SnCl 2 Setelah diperoleh filtrat dari hasil sianidasi, kemudian diendapkan dengan SnCl 2 0,5 M sampai tidak terbentuk endapan. Uji kualitatif menunjukkan terjadi pewarnaan ungu pada larutan uji ketika pertama kali terjadi kontak antara larutan uji SnCl 2 dengan sianida, beberapa detik kemudian warnanya berubah menjadi agak kecoklatan. Hasil uji kualitatif ditunjukkan pada gambar 3.1 Gambar 3.1 Uji kualitatif filtrat hasil sianidasi dengan SnCl 2 Pewarnaan ungu ketika ditambahkan SnCl 2 mengindikasikan adanya logam Au dalam larutan dan jika kandungan emasnya berlebih maka akan terbentuk endapan coklat(vogel, 1990). Pengendapan masing-masing filtrat sampai tidak timbul endapan membutuhkan reagen SnCl 2 masing-masing sebanyak 15 ml. Hasil pengendapan dengan SnCl 2 juga menunjukkan terjadi pewarnaan ungu ketika ditambahkan SnCl 2, selang beberapa detik warna ungu tersebut hilang dan terbentuk endapan putih yang mengandung bintik-bintik coklat jika dilihat dari bawah. Bintik-bintik pada endapan pada bagian bawah tabung tersebut berwarna ungu kehitaman. Kemungkinan ini adalah indikasi adanya logam emas yang mengendap yang bercampur logam lain, jadi pewarnaan tidak tampak begitu jelas. Spontanitas pengendapan logam Cu, Fe dan Au dengan SnCl 2 dapat diramlkan dengan nilai potensial reduksi. Dari data potensial reduksi, E o /V, semakin positif nilai E o /V maka ion logam akan semakin mudah direduksi menjadi logamnya (reaksi semakin spontan) yaitu pada logam emas dengan nilai E o /V = +1,692 Volt. Tetapi karena jumlahnya yang sangat kecil dalam larutan, maka logam Cu juga tereduksi secara spontan dengan SnCl 2, yang ditunjukkan dengan besar potensial reduksi E o /V = +0,521 Volt dan +0,337 Volt masing-masing untuk mereduksi Cu 2+ dan Cu + menjadi Cu. Kespontanan reaksi juga dilihat berdasarkan besarnya nilai energi bebas Gibbs ( G o < 0). Semakin besar nilai potensial sel (E o sel > 0) atau energi bebas Gibbs semakin negatif ( G o < 0) maka reaksi akan berlangsung spontan. Energi bebas gibbs dirumuskan sebagai : G o = -nfe o sel Nilai G dari reduksi Au + menjadi Au dan Cu + menjadi Cu akibat reduksi dengan SnCl 2 berturut-turut adalah kj.mol -1 dan kj.mol -1. Jadi nilai G o untuk mereduksi Au + menjadi logam Au dan Cu + menjadi Cu bernilai negatif, sehingga keduanya dapat dengan mudah mengendap ketika ditambahkan SnCl 2. Lain halnya dengan logam Fe. Kadar logam Fe pada batuan awal sangat besar tetapi nilai potensial reduksi E o /V = -0,44 Volt sehingga energi bebas dari logam Fe cukup besar jika dibandingkan dengan Au dan Cu, sehingga secara teoritis logam Fe lebih sulit direduksi dengan SnCl 2 jika dibandingkan dengan Au dan Cu, sehingga pengaruh yang signifikan terhadap rekoveri emas kemungkinan adalah adanya logam Cu yang ikut terekstrak. Setelah diendapkan, kemudian endapan dipisahkan dari larutannya. Lalu dioven pada suhu 110 O C selama 2 jam untuk menguapkan seluruh kandungan airnya. Endapan dengan perlakuan A berwarna keunguan, endapan dengan perlakuan B berwarna keabu-abuan, kemudian endapan dengan perlakuan C berwarna hitam. Warna-warna tersebut ditunjukkan pada gambar 3.2. (a) (b) (c)

6 Gambar 3.2 (a) Endapan dengan preleaching dengan waktu sianidasi 24 jam, (b) Endapan tanpa preleaching dengan waktu sianidasi 24 jam, dan (c) Endapan tanpa preleaching dengan waktu sianidasi 48 jam. Endapan ungu setelah ditambah dengan reagen SnCl 2 mengindikasikan adanya logam emas pada endapan tersebut (Svehla, 1990). Dari ketiga hasil endapan tersebut, yang terlihat paling jelas adanya warna ungu adalah pada endapan dengan perlakuan A yaitu dengan preaerasi dan sianidasi selama 24 jam. 3.4 Pengaruh Aerasi dan Waktu Sianidasi Berdasarkan Data XRF Preaerasi diberikan pada mineral A yang dilakukan selama 3 jam pada ph 11 dengan perbandingan komposisi lumpur (pulp) 1: 1 antara padatan dan larutan sianida. Adanya mineral sulfida (S) pada batuan yang digunakan dalam penelitian ini Aerasi dilakukan sebelum sianidasi berfungsi untuk Keadaan ini kurang lebih sudah cukup untuk mengoksidasi 98% sulfida terlarut berdasarkan analisis kelarutan sulfida. Udara sebagai aerasi diberikan selama percobaan dikarenakan udara merupakan infiltrasi yang cukup efisien. Tabel 3.2 menunjukkan data hasil analisis XRF terhadap serbuk hasil pengendapan filtrat hasil sianidasi oleh SnCl 2. Tabel 3.2 Data hasil analisis XRF serbuk hasil pengendapan dengan SnCl 2 Kandungan Kadar logam (%) unsur A B C P S tt 0.3 tt Fe Ni tt tt 0.03 Cu Sr tt tt 0.3 Sn Au Pb tt = tidak terdeteksi A = Endapan hasil sianidasi dengan pre-leaching dan waktu tinggal 24 jam B = Endapan hasil siandasi tanpa pre-leaching dan waktu tinggal 24 jam C = Endapan hasil sianidasi tanpa pre-leaching den waktu tinggal 48 jam Tabel diatas menunjukkan beberapa logam yang terekstrak dalam jumlah yang besar seperti Cu, Fe dan Pb yang dapat mempengaruhi perolehan emas selama sianidasi Secara umum tabel 3.2 terlihat bahwa logam yang terekstrak tidak hanya emas, tetapi logam pengotor seperti Fe dan Cu juga ikut terekstrak. Hal ini mengganggu dapat mempengaruhi rekoveri emas selama sianidasi. Karena sebelum emas terekstrak seluruhnya membentuk kompleks Au(CN) - 2 oleh sianida pada saat sianidasi, sejumlah sianida yang diberikan sudah habis digunakan untuk bereaksi dengan logam-logam pengotor tersebut menjadi kompleks besi dan tembaga. Akibatnya hasil rekoveri emas tidak diperoleh secara maksimal dan kemungkinan masih banyak yang terbuang bersama residu (tailing) karena pelarutan yang tidak maksimal. Sehingga perlu dilakukan penelitian-penelitian lebih lanjut untuk menangani masalah ini agar diperoleh rekoveri emas yang maksimal. Tetapi hal tersebut tidak menjadi masalah, karena pada penelitian ini perhatian tertuju pada pengaruh pemberian aerasi dan waktu sianidasi terhadap % hasil rekoveri emas. Sehingga dapat diketahui perlakuan yang lebih optimal untuk memisahkan emas dari bijihnya dengan metode sianidasi. Data hasil analisis XRF menunjukkan bnyak logam-logam lain yang terekstrak selain logam emas, sehingga keberadaannya sangat berpengaruh terhadap rekoveri emas. Logam-logam tersebut diantaranya logam Fe terekstrak antara 2,64% sampai 19,5%, logam Cu terekstrak antara 38,1% sampai 72,54%. Sedangkan logam Au dalam kisaran antara 0,05% sampai 0,08%. Keberadaan logam-logam pengotor tersebut karena mengkonsumsi sebagian besar oksigen dan sianida yang disediakan pada saat proses leaching. Hasil ini menunjukkan bahwa keberhasilan ekstraksi emas dengan sianida selama proses sianidasi cenderung dipengaruhi oleh perilaku kelarutan logam-logam pengotor tersebut (seperti Cu dan Fe). Hal ini berdampak pada pengurangan rekoveri emas yang dihasilkan. Secara teoritis, logam akan terlarut misalnya, logam Cu membentuk tembaga sianokomplek [Cu(CN) - 2 ] dan [Cu(CN) 2-3 ], atau logam Fe membentuk besi sianokomplek [Fe(CN) 4-2 ] atau [Fe(CN) 3-6 ]. Secara umum prosentase kadar logam emas pada endapan hasil rekoveri yang tampak pada grafik sangat kecil jika dibandingkan dengan logam-logam pengotor selain emas. Sehingga gambar 3.3 ditunjukkan grafik perbandingan hasil rekoveri emas dari masingmasing perlakuan A, B, dan C. Keterangan gambar : A = Endapan hasil sianidasi dengan preaerasi dan waktu tinggal 24 jam B = Endapan hasil siandasi tanpa preaerasi dan waktu tinggal 24 jam C = Endapan hasil sianidasi tanpa preaerasi den waktu tinggal 48 jam

7 % Rekoveri Gambar 3.3 Hasil rekoveri logam emas (Au) terhadap masing-masing perlakuan % Rekoveri A B C Perlakuan A B C Perlakuan Gambar 3.4 Perolehan % rekoveri emas (Au) yang dihasilkan pada proses sianindasi Diagram garis pada gambar 3.4 menunjukkan tingkat perolehan logam Au terhadap masing-masing perlakuan. Hasil rekoveri emas semakin turun berturut-turut dari perlakuan A, B dan C. Tingkat perolehan emas pada mineral dengan pelakuan A (preaerasi) lebih tinggi dengan % rekoveri sebesar 0,08% jika dibandingkan dengan tingkat perolehan emas dengan perlakuan B (tanpa preaerasi) sebesar 0,06%. Hal ini dikarenakan oleh adanya sulfida pada pada mineral bagian B pada saat proses sianidasi. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa mineral sulfida dapat membentuk film tipis pada permukaan emas pada saat proses sianidasi yang disebut sebagai pasifasi, sehingga dapat menghalangi reaksi pembembentukan kompleks antara sianida dan emas membentuk kompleks Au(CN) - 2, akibatnya jumlah Au yang terekstrak lebih sedikit dan sisanya akan terbuang bersama residu atau limbah sianidasi. Reaksi pasifasi akibat adanya sulfida pada saat sianidasi sebagai berikut: S 2- + CN - + ½ O 2 + H 2 O CNS - + 2OH - Sedangkan pada bagian A, sebelum proses sianidasi terlebih dahulu dilakukan preaerasi Fungsinya untuk mengoksidasi sejumlah sulfida yang ada didalam lumpur menjadi tiosulfat yang kemudian menjadi sulfat. Oksidasi sulfida ditunjukkan pada reaksi dibawah : S 2- + O 2 SO 4 2- Hal ini juga ditunjukkan oleh jumlah sulfida sisa yang paling kecil pada residu atau limbah sianidasi pada perlakuan dengan preaerasi. Analisis XRF dari residu terhadap kandungan sulfida tersebut ditunjukkan pada tabel 4.3. Tabel 3.3 Kadar sulfida pada limbah sianidasi Perlakuan Kadar sulfida A 4,7 % B 5,8% C 5,2% Kadar sulfida paling kecil yang tertinggal pada residu sianidasi terdapat pada perlakuan A (preaerasi) yaitu 4,7%, kemudian B dan C berturutturut mempunyai kadar sulfida 5,8% dan 5,2%, keduanya sama-sama limbah sianidasi tanpa preaerasi, tetapi perlakuan C mempunyai kadar lebih sedikit karena proses sianidasi yang lebih lama. Semakin lama sianidasi berarti kontak dengan udara juga akan semakin lama, karena proses sianidasi juga melibatkan udara untuk suplai oksigen, maka sulfida akan dioksidasi oleh oksigen tersebut. Jika proses sianidasi lebih pendek berarti suplai oksigen dari udara juga lebih pendek, akibatnya jumlah sulfida yang dioksidasi juga lebih sedikit. Tetapi jika dibandingkan dengan hasil sianidasi dengan waktu leaching selama 48 jam yang sama-sama tidak dilakukan preaerasi, leaching 24 jam memberikan hasil rekoveri yang lebih tinggi. Hal ini berkebalikan dengan teori yang sudah ada yang mengatakan bahwa semakin lama waktu leaching, maka % rekoveri emas yang dihasilkan akan semakin besar (Marsden,1992). Kondisi ini disebabkan oleh jenis mineral yang digunakan. Jika bijih emas berkadar tinggi rekoveri juga akan lebih besar. Ini berkaitan dengan pengotor-pengotor atau logam-logam lain yang dapat bereaksi dengan sianida juga semakin besar sehingga penghalang jalannya reaksi antara emas dengan sianida juga akan semakin besar. Akibatnya logam emas yang terekstrak berada dalam jumlah yang sangat kecil, sedangkan logam pengotor seperti Fe, Cu, Pb, dan Zn yang terekstrak sangat besar yang disebabkan oleh lebih sering terjadinya reaksi dengan sianida. jenis bijih logam juga dapat mempengaruhi logam-logam yang terekstrak. Semakin banyak kandungan logam dalam bijih maka logam yang terekstrak akan semakin banyak, sehingga dapat mempengaruhi kemurnian hasil recovery. Kenyataan ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan yang berjudul aplikasi teknologi karbon dalam pelindian pada

8 pertambangan eemas skala kecil, yang menyatakan bahwa jika bijih emas berkadar tinggi maka dapat diperoleh kemurnian yang lebih besar. Jika bijih emas berkadar rendah maka akan diperoleh kemurnian yang kecil (Ardiwilaga et al., 2000). % Cu terekstrak A B C Gambar 3.5 Tingkat perolehan logam Cu Pengaruh dari hilangnya sulfida pada saat leaching dapat dilihat pada gambar 3.5, mengenai tingkat perolehan logam Cu yang terekstrak dengan membandingkan pada masing-masing perlakuan yaitu aerasi dan lama sianidasi. Dengan mengasumsikan bahwa preaerasi adalah perlakuan yang memang bertujuan untuk mengoksidasi sulfida, dan semakin lama proses leaching, maka jumlah oksigen yang dapat mengoksidasi sejumlah sulfida semakin besar. Grafik tersebut menunjukkan perolehan logam Cu terhadap masing-masing perlakuan A (preaerasi dan sianidasi 24 jam) 72,54% dengan jumlah tertinggi, B (tanpa preaerasi dan sianidasi 24 jam) 38,1% dengan jumlah terendah, dan C (tanpa preaerasi dan sianidasi 48 jam) 56,99%. Perolehan ini berkaitan dengan tingkat oksidasi terhadap sulfida. Perlakuan A dengan preaerasi yang memang berfungsi untuk mengoksidasi sejumlah sulfida agar tidak mengganggu proses rekoveri didapat hasil rekoveri yang paling tinggi baik logam Au maupun Cu. Kemudian B dan C tanpa preaerasi tetapi C diperoleh % Cu lebih tinggi, hal ini disebabkan oleh waktu sianidasi yang lama mengakibatkan logam pengotor yang terekstrak juga semakin banyak. Disamping itu, tingginya perolehan Cu ini juga dapat diketahui dari kespontanan reaksi reduksi-oksidasi antara Cu dengan reduktor SnCl 2, dengan potensial reduksi Cu 2- /Cu adalah E o = +0,337 Volt atau G < 0 yaitu kj.mol Analisis Kimia dengan ICP-AES/ICPS Hasil analisis dengan ICP-AES/ICPS terhadap filtrat induk hasil sianidasi diperoleh data yang ditunjukkan pada tabel 3.4. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui kandungan emas pada filtrat induk yang diperoleh langsung dari hasil pelindian (leaching). Tabel 3.4 Analisis kandungan logam Emas (Au) pada filtrat induk hasil sianidasi Perlakuan ppm A B C Filtrat dengan perlakuan C yaitu tanpa preaerasi dan waktu sianidasi paling lama 48 jam diperoleh hail rekoveri paling rendah yaitu 0,576 ppm. Hal ini bersesuaian dengan hasil yang diperoleh dari data analisis dengan XRF yang diperoleh % rekoveri paling kecil. Karena kemungkinan disebabkan oleh logam pengotor seperti Cu yang ikut terekstraksi dari proses sianidasi juga semakin besar. Untuk data yang lain berkebalikan dengan data yang diperoleh dengan XRF. Tetapi perbedaan tersebut tidak sangat besar. Kondisi ini mungkin disebabkan, seperti XRF merupakan alat untuk analisis semikuantitatif yang dinormalkan sampai 100%. Begitu juga dengan ICP-AES/ICPS yang digunakan perlu dipertimbangkan tingkat akurasinya. 4. Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa kesimpulan. 1. Untuk waktu yang sama dalam proses sianidasi, dengan preaerasi % rekoveri emas meningkat. Pada penelitian ini dengan waktu leaching yang sama, sianidasi dengan preaerasi diperoleh % rekoveri sebesar 0,08%, dan untuk sianidasi tanpa aerasi diperoleh % rekoveri sebesar 0,06%. 2. Untuk bijih mineral yang digunakan dalam penelitian ini semakin lama waktu sianidasi, perolehan rekoveri emas semakin turun. Ini disebabkan oleh banyaknya logam pengotor yang ikut bereaksi dengan sianida sejalan dengan lamanya sianidasi artinya semakin lama proses sianidasi, semakin lama juga logam-logam pengotor tersebut bereaksi dengan sianida yang membentuk kompleks sianida, sehingga meminimalkan jumlah logam emas (Au) yang terekstrak. 4.2 Saran Untuk bijih emas yang digunakan dalam penelitian ini, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap proses pemisahan emas dengan metode sianidasi, diantaranya 1. Untuk bijih emas kadar rendah sebaiknya dilakukan pretreatment sebelum sianidasi dengan tujuan untuk menghilangkan

9 logam pengotor agar diperoleh hasil yang lebih optimal. 2. Menentukan waktu optimum sianidasi 3. Menentukan debit yang optimum selama proses sianidasi 4. Menentukan jumlah oksigen terlarut (DO) yang optimum selama sianidasi. 5. Logam Cu sangat mempengaruhi tingkat kemurnian hasil rekoveri emas, sehingga untuk penelitian selanjutnya disarankan agar dilakukan benefisiasi atau pengambilan logam Cu terlebih dahulu sebelum dilakukan proses pemisahan emas dengan sianida. 5. Ucapan Terimakasih 1. Kedua orang tua, saudara serta keluarga besar atas motivasi yang diberikan 2. Suprapto, Ph.D, selaku dosen pembimbing yang telah berkenan memberikan bimbingan dan saran. 3. Prof. Mardi Santoso, selaku Dosen wali atas semua nasehat serta kemudahan dalam proses akademik. 4. Lukman Atmaja, Ph.D, selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA-ITS. 5. Dra. Yulfi Zetra, MS. selaku koordinator Tugas Akhir 6. Teman-teman C-25, sahabat, HIMKA dan seluruh pihak yang membantu terselesaikannya tugas akhir ini. Daftar Pustaka Ayata, S., Yildiran, H., (2005), Optimization of Extraction of Silver from Silver Sulphide Concentrates by Thiosulphate Leaching, Minerals Engineering 18, Gasparini, C., (1983), The Mineralogy of Gold and its Significance in Metal Extraction, Cim Buletin, 76 (851) (March), Gonen, N., (2003), Leaching of FinelynDisseminated gold Ore with Cyanide and Thiourea Solutions, Hidrometallurgy, 69, Greenwood, NN., and Earnshaw, A., (1989), Chemistry of Element, Pergamon Press, Singapore. Habashi, F., (1999), Textbook of Hydrometallurgy, Métallurgie Extractive Québec, Second edition, ISBN Habashi, F., (1983), Trends in the hydrometallurgical treatment of copper oxides ores, Arab Mining Journal 4, Habashi, F., (1966), Teory Cyanidation, Society of Mining Engineers of Aime, Vol. 325 (September), 236. Haque, K., E., (1992), The Role Oxygen in Leaching of Gold Ore, Cim Bulletin, Vol 185, No. 963 (September), pp Jensen, GA., Rohmann,, CA., and Perrigo, LD., (1980), Recovery and Use of fission Product Noble Metals, 1-2, Batella Memorial Institute, Las Vegas, Nevada 392. Lee, JD., (1994), Concise Inorganic Chemistry, 4 th ed, Chapman & Hall, London. Lewis, PA., Morris, DFC., and Short, EL., (1975), Application of Solvent Extraction, of the Refining of Precious Metals, J. Uss- Common Metal, 45, Liu, G., K., and Yen, W., T., (1995), Effect of Sulphide Minerals and Dissolved Oxygen on the Gold and Silver Dissolution in Cyanide Solutin, Minerals Engineering, 8, Marsden, J., (1992), The Chemistry of Gold Extraction, London, UK, Ellis Horwood Ltd, Second edition, Mojski, M., (1980), Solvent Extraction of Platinum Metals, Chemia Analityzna, 25, Mojski, M., (1979), Extraction of Noble Metals with Neutral Sulfur Containing Organic Compound, Chemia Analityzna, 24, Svehla, G., (1990), Textbook of macroo and semimicro qualitative inorganic analysis, University of Queen, Belfast, Longman Group limited, London

Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2010/2011. Ciputra Frida Pratama*, Suprapto, Ph.D 1

Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2010/2011. Ciputra Frida Pratama*, Suprapto, Ph.D 1 PENGARUH PENAMBAHAN H 2 O 2 PADA SIANIDASI EMAS DARI BATUAN MINERAL Ciputra Frida Pratama*, Suprapto, Ph.D 1 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang terjadi saat ini menyebabkan konsumsi masyarakat terhadap barang-barang elekronik seperti handphone, komputer dan laptop semakin meningkat.

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI AMONIA DALAM PROSES PEMBENTUKAN KOMPLEKS Au(NH 3 ) 2

PENGARUH KONSENTRASI AMONIA DALAM PROSES PEMBENTUKAN KOMPLEKS Au(NH 3 ) 2 112 PENGARUH KONSENTRASI AMONIA DALAM PROSES PEMBENTUKAN KOMPLEKS Au(NH 3 ) 2 The Influence of Ammonia Concentration in The Formation of Au(NH 3 ) 2 Complex Dewi Umaningrum 1 ; Ani Mulyasuryani 2 ; Hermin

Lebih terperinci

PELINDIAN PASIR BESI MENGGUNAKAN METODE ELEKTROLISIS

PELINDIAN PASIR BESI MENGGUNAKAN METODE ELEKTROLISIS PELINDIAN PASIR BESI MENGGUNAKAN METODE ELEKTROLISIS Rizky Prananda(1410100005) Dosen Pembimbing Dosen Penguji : Suprapto, M.Si, Ph.D : Ita Ulfin S.Si, M.Si Djoko Hartanto, S.Si, M.Si Drs. Eko Santoso,

Lebih terperinci

PELINDIAN NIKEL DAN BESI PADA MINERAL LATERIT DARI KEPULAUAN BULIHALMAHERA TIMUR DENGAN LARUTAN ASAM KLORIDA

PELINDIAN NIKEL DAN BESI PADA MINERAL LATERIT DARI KEPULAUAN BULIHALMAHERA TIMUR DENGAN LARUTAN ASAM KLORIDA SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VII Penguatan Profesi Bidang Kimia dan Pendidikan Kimia Melalui Riset dan Evaluasi Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan P.MIPA FKIP UNS Surakarta, 18 April

Lebih terperinci

PENGAMBILAN TEMBAGA DARI BATUAN BORNIT (Cu5FeS4) VARIASI RAPAT ARUS DAN PENGOMPLEKS EDTA SECARA ELEKTROKIMIA

PENGAMBILAN TEMBAGA DARI BATUAN BORNIT (Cu5FeS4) VARIASI RAPAT ARUS DAN PENGOMPLEKS EDTA SECARA ELEKTROKIMIA PENGAMBILAN TEMBAGA DARI BATUAN BORNIT (Cu5FeS4) VARIASI RAPAT ARUS DAN PENGOMPLEKS EDTA SECARA ELEKTROKIMIA Abdul Haris, Didik Setiyo Widodo dan Lina Yuanita Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia

Lebih terperinci

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A PETUNJUK PRAKTIKUM PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A Cemaran Logam Berat dalam Makanan Cemaran Kimia non logam dalam Makanan Dosen CHOIRUL AMRI JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA 2016

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining BAB II PEMBAHASAN II.1. Electrorefining Electrorefining adalah proses pemurnian secara elektrolisis dimana logam yangingin ditingkatkan kadarnya (logam yang masih cukup banyak mengandung pengotor)digunakan

Lebih terperinci

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Penelitian yang sudah ada Pirometalurgi Hidrometalurgi Pelindian Sulfat Pelindian Pelindian Klorida Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI SIANIDA TERHADAP PRODUKSI EMAS

PENGARUH KONSENTRASI SIANIDA TERHADAP PRODUKSI EMAS PENGARUH KONSENTRASI SIANIDA TERHADAP PRODUKSI EMAS Herling D. Tangkuman 1, Jemmy Abidjulu 1 dan Hendra Mukuan 1 1 Jurusan Kimia Fakultas MIPA UNSRAT Manado ABSTRACT Tangkuman, H. D., J. Abidjulu and H.

Lebih terperinci

PEMISAHAN DAN KARAKTERISASI EMAS DARI BATUAN ALAM DENGAN METODE NATRIUM BISULFIT

PEMISAHAN DAN KARAKTERISASI EMAS DARI BATUAN ALAM DENGAN METODE NATRIUM BISULFIT PEMISAHAN DAN KARAKTERISASI EMAS DARI BATUAN ALAM DENGAN METODE NATRIUM BISULFIT Dwi Mei Susiyadi 1, I Wayan Dasna 1 dan Endang Budiasih 1 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang Email: phenolptalin_chemist@yahoo.com

Lebih terperinci

Study Proses Reduksi Mineral Tembaga Menggunakan Gelombang Mikro dengan Variasi Daya dan Waktu Radiasi

Study Proses Reduksi Mineral Tembaga Menggunakan Gelombang Mikro dengan Variasi Daya dan Waktu Radiasi LOGO Study Proses Reduksi Mineral Tembaga Menggunakan Gelombang Mikro dengan Variasi Daya dan Waktu Radiasi Nur Rosid Aminudin 2708 100 012 Dosen Pembimbing: Dr. Sungging Pintowantoro,ST.,MT Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN FLUX DOLOMITE PADA PROSES CONVERTING PADA TEMBAGA MATTE MENJADI BLISTER

PENGARUH PENAMBAHAN FLUX DOLOMITE PADA PROSES CONVERTING PADA TEMBAGA MATTE MENJADI BLISTER JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-xxxx Print) 1 PENGARUH PENAMBAHAN FLUX DOLOMITE PADA PROSES CONVERTING PADA TEMBAGA MATTE MENJADI BLISTER Girindra Abhilasa dan Sungging

Lebih terperinci

METODA GRAVIMETRI. Imam Santosa, MT.

METODA GRAVIMETRI. Imam Santosa, MT. METODA GRAVIMETRI Imam Santosa, MT. METODA GRAVIMETRI PRINSIP : Analat direaksikan dengan suatu pereaksi sehingga terbentuk senyawa yang mengendap; endapan murni ditimbang dan dari berat endapan didapat

Lebih terperinci

Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion

Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion Pembimbing : Endang Kusumawati, MT Disusun Oleh : IndraPranata R 091431013 Irena Widelia 091431014 Irma Ariyanti 091431015

Lebih terperinci

LOGO ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION

LOGO ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION LOGO ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION 1 LOGO Analisis Kation 2 Klasifikasi Kation Klasifikasi kation yang paling umum didasarkan pada perbedaan kelarutan dari: Klorida (asam klorida) Sulfida, (H 2

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 L atar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 L atar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Aneka Tambang (Antam), Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor adalah salah satu industri penambangan dan pengolahan bijih emas. Lingkup kegiatannya adalah

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 ALAT DAN BAHAN Pada penelitian ini alat-alat yang digunakan meliputi: 1. Lemari oven. 2. Pulverizing (alat penggerus). 3. Spatula/sendok. 4. Timbangan. 5. Kaca arloji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

KARAKTERISASI PELINDIAN PRODUK PEMANGGANGAN ALKALI (FRIT) DALAM MEDIA AIR DAN ASAM SULFAT

KARAKTERISASI PELINDIAN PRODUK PEMANGGANGAN ALKALI (FRIT) DALAM MEDIA AIR DAN ASAM SULFAT KARAKTERISASI PELINDIAN PRODUK PEMANGGANGAN ALKALI (FRIT) DALAM MEDIA AIR DAN ASAM SULFAT Vanessa I. Z. Nadeak 1, Suratman 2, Soesaptri Oediyani 3 [1]Mahasiswa Jurusan Teknik Metalurgi Universitas Sultan

Lebih terperinci

PRODUKSI GAS HIDROGEN MELALUI PROSES ELEKTROLISIS SEBAGAI SUMBER ENERGI

PRODUKSI GAS HIDROGEN MELALUI PROSES ELEKTROLISIS SEBAGAI SUMBER ENERGI PRODUKSI GAS HIDROGEN MELALUI PROSES ELEKTROLISIS SEBAGAI SUMBER ENERGI Oleh: Ni Made Ayu Yasmitha Andewi 3307.100.021 Dosen Pembimbing: Prof. Dr.Ir. Wahyono Hadi, M.Sc JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMISAHAN EMAS DARI BATUAN ALAM DENGAN METODE REDUKTOR RAMAH LINGKUNGAN

PEMISAHAN EMAS DARI BATUAN ALAM DENGAN METODE REDUKTOR RAMAH LINGKUNGAN PEMISAHAN EMAS DARI BATUAN ALAM DENGAN METODE REDUKTOR RAMAH LINGKUNGAN I Wayan Dasna, Parlan, Dwi Mei Susiyadi Jurusan Kimia, Universitas Negeri Malang idasna@um.ac.id Abstrak Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian 16 Bab III Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode titrasi redoks dengan menggunakan beberapa oksidator (K 2 Cr 2 O 7, KMnO 4 dan KBrO 3 ) dengan konsentrasi masing-masing

Lebih terperinci

KIMIA ELEKTROLISIS

KIMIA ELEKTROLISIS KIMIA ELEKTROLISIS A. Tujuan Pembelajaran Mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi pada reaksi elektrolisis larutan garam tembaga sulfat dan kalium iodida. Menuliskan reaksi reduksi yang terjadi di

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN 3.1 Percobaan Percobaan tabling merupakan percobaan konsentrasi gravitasi berdasarkan perbedaan berat jenis dari mineral berharga dan pengotornya. Sampel bijih dipersiapkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1. Tahapan Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi 3 tahapan. Pertama adalah pembuatan elektroda pasta karbon termodifikasi diikuti dengan karakterisasi elektroda yang

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah metode expost facto. Ini berarti analisis dilakukan berdasarkan fakta dan data yang sudah terjadi. Dengan demikian penelitian

Lebih terperinci

TES AWAL II KIMIA DASAR II (KI-112)

TES AWAL II KIMIA DASAR II (KI-112) TES AWAL II KIMIA DASAR II (KI112) NAMA : Tanda Tangan N I M : JURUSAN :... BERBAGAI DATA. Tetapan gas R = 0,082 L atm mol 1 K 1 = 1,987 kal mol 1 K 1 = 8,314 J mol 1 K 1 Tetapan Avogadro = 6,023 x 10

Lebih terperinci

ELECTROWINNING Cu UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN HIDRO ELEKRO METALURGI ARDI TRI LAKSONO

ELECTROWINNING Cu UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN HIDRO ELEKRO METALURGI ARDI TRI LAKSONO ELECTROWINNING Cu HIDRO ELEKRO METALURGI ARDI TRI LAKSONO 3334100485 UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN 2013 2 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

DETOKSIFIKASI SIANIDA PADA TAILING TAMBANG EMAS DENGAN NATRIUM METABISULFIT (Na 2 S 2 O 5 ) DAN HIDROGEN PEROKSIDA (H 2 O 2 )

DETOKSIFIKASI SIANIDA PADA TAILING TAMBANG EMAS DENGAN NATRIUM METABISULFIT (Na 2 S 2 O 5 ) DAN HIDROGEN PEROKSIDA (H 2 O 2 ) DETOKSIFIKASI SIANIDA PADA TAILING TAMBANG EMAS DENGAN NATRIUM METABISULFIT (Na 2 S 2 O 5 ) DAN HIDROGEN PEROKSIDA (H 2 O 2 ) Mariska Margaret Pitoi 1, Audy D. Wuntu 1 dan Harry S. J. Koleangan 1 1 Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Logam emas telah dimanfaatkan secara luas sebagai salah satu komponen dalam peralatan listrik maupun elektronik seperti telepon selular, komputer, radio dan televisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

STUDI PENGGUNAAN HIDROGEN PEROKSIDA (H 2 O 2 ) PADA PELARUTAN BIJIH EMAS SUKABUMI SELATAN DENGAN LARUTAN SIANIDA

STUDI PENGGUNAAN HIDROGEN PEROKSIDA (H 2 O 2 ) PADA PELARUTAN BIJIH EMAS SUKABUMI SELATAN DENGAN LARUTAN SIANIDA STUDI PENGGUNAAN HIDROGEN PEROKSIDA (H O ) PADA PELARUTAN BIJIH EMAS SUKABUMI SELATAN DENGAN LARUTAN SIANIDA ACHDIA SUPRIADIDJAJA dan WIDODO UPT Loka Uji Teknik Penambangan Jampang Kulon-LIPI - Sukabumi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian ini dilakukan dengan metode experimental di beberapa laboratorium dimana data-data yang di peroleh merupakan proses serangkaian percobaan

Lebih terperinci

Wardaya College IKATAN KIMIA STOIKIOMETRI TERMOKIMIA CHEMISTRY. Part III. Summer Olympiad Camp Kimia SMA

Wardaya College IKATAN KIMIA STOIKIOMETRI TERMOKIMIA CHEMISTRY. Part III. Summer Olympiad Camp Kimia SMA Part I IKATAN KIMIA CHEMISTRY Summer Olympiad Camp 2017 - Kimia SMA 1. Untuk menggambarkan ikatan yang terjadi dalam suatu molekul kita menggunakan struktur Lewis atau 'dot and cross' (a) Tuliskan formula

Lebih terperinci

Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi. Satriananda *) ABSTRAK

Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi. Satriananda *) ABSTRAK Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi Satriananda *) ABSTRAK Air yang mengandung Besi (Fe) dapat mengganggu kesehatan, sehingga ion-ion Fe berlebihan dalam air harus disisihkan.

Lebih terperinci

Penentuan Energi Ball Mill dengan Menggunakan Metode Indeks Kerja Bond. Jl. Tamansari No. 1 Bandung

Penentuan Energi Ball Mill dengan Menggunakan Metode Indeks Kerja Bond. Jl. Tamansari No. 1 Bandung Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Penentuan Energi Ball Mill dengan Menggunakan Metode Indeks Kerja Bond 1 Teja Sukmana 1 Prodi Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung, Jl.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

ELEKTROLISIS AIR (ELS)

ELEKTROLISIS AIR (ELS) MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA ELEKTROLISIS AIR (ELS) Koordinator LabTK Dr. Dianika Lestari / Dr. Pramujo Widiatmoko PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Preparasi dan Laboratorim

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Preparasi dan Laboratorim 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Preparasi dan Laboratorim Flotasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian true experiment dengan rancangan penelitian pre test and post test control group design

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

Oleh: Rizqi Amalia ( ) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc

Oleh: Rizqi Amalia ( ) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc Oleh: Rizqi Amalia (3307100016) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 KERANGKA PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Agustus 2015. Ekstraksi hemin dan konversinya menjadi protoporfirin dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah Quasi Experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non equivalent control

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap: Tahap pertama adalah pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas

Lebih terperinci

Sulistyani, M.Si.

Sulistyani, M.Si. Sulistyani, M.Si. sulistyani@uny.ac.id Reaksi oksidasi: perubahan kimia suatu spesies (atom, unsur, molekul) melepaskan elektron. Cu Cu 2+ + 2e Reaksi reduksi: perubahan kimia suatu spesies (atom, unsur,

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk modifikasi elektroda pasta karbon menggunakan zeolit, serbuk kayu, serta mediator tertentu. Modifikasi tersebut diharapkan mampu menunjukkan sifat

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat yang Digunakan Selain peralatan gelas standar laboratorium kimia, digunakan pula berbagai peralatan lain yaitu, pompa peristaltik (Ismatec ) untuk memompakan berbagai larutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Fisika Kimia Abu Terbang Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari tungku pembakaran yang mempergunakan bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Emas merupakan salah satu jenis logam yang bernilai ekonomi tinggi karena memiliki bebagai keistimewaan dibandingkan logam lainnya. Emas memiliki fungsi luas sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan nilai ekonomi kandungan logam pada PCB (Yu dkk., 2009)

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan nilai ekonomi kandungan logam pada PCB (Yu dkk., 2009) BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Emas telah muncul sebagai salah satu logam yang paling mahal dengan mencapai harga tinggi di pasar internasional. Kenaikan harga emas sebanding dengan peningkatan permintaan

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERCOBAAN

BAB 3 METODE PERCOBAAN BAB 3 METODE PERCOBAAN 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pelaksanaan Analisis dilaksanakan di Laboratorium PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan dan Pengendalian Pembangkitan Ombilin yang dilakukan mulai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

PERCOBAAN VI. A. JUDUL PERCOBAAN : Reaksi-Reaksi Logam

PERCOBAAN VI. A. JUDUL PERCOBAAN : Reaksi-Reaksi Logam PERCOBAAN VI A. JUDUL PERCOBAAN : Reaksi-Reaksi Logam B. TUJUAN PERCOBAAN : 1. Mengetahui sifat bahan kimia terutama logam Cu dan logam Mg terhadap asam sitrat. 2. Mengamati reaksi-reaksi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan

Lebih terperinci

Review II. 1. Pada elektrolisis larutan NaCl dengan elektroda karbon, reaksi yang terjadi pada katoda adalah... A. 2H 2

Review II. 1. Pada elektrolisis larutan NaCl dengan elektroda karbon, reaksi yang terjadi pada katoda adalah... A. 2H 2 KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN Review II A. ELEKTROLISIS 1. Pada elektrolisis larutan NaCl dengan elektroda karbon, reaksi yang terjadi pada katoda adalah... A. 2H 2 O 4H + + O 2

Lebih terperinci

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT I. Tujuan Percobaan ini yaitu: PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT Adapun tujuan yang ingin dicapai praktikan setelah melakukan percobaan 1. Memisahkan dua garam berdasarkan kelarutannya pada suhu tertentu

Lebih terperinci

PENGUKURAN KADAR MERKURI SEBAGAI KOMPLEKS HgI4 2- DENGAN METODE DIFFERENTIAL PULSE VOLTAMMETRY(DPV) DALAM BATUAN CINNABAR

PENGUKURAN KADAR MERKURI SEBAGAI KOMPLEKS HgI4 2- DENGAN METODE DIFFERENTIAL PULSE VOLTAMMETRY(DPV) DALAM BATUAN CINNABAR SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VII Penguatan Profesi Bidang Kimia dan Pendidikan Kimia Melalui Riset dan Evaluasi Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan P.MIPA FKIP UNS Surakarta, 18 April

Lebih terperinci

Catatan : Jika ph H 2 O 2 yang digunakan < 4,5, maka ph tersebut harus dinaikkan menjadi 4,5 dengan penambahan NaOH 0,5 N.

Catatan : Jika ph H 2 O 2 yang digunakan < 4,5, maka ph tersebut harus dinaikkan menjadi 4,5 dengan penambahan NaOH 0,5 N. Lampiran 1 Prosedur uji asam basa dan Net Acid Generation (Badan Standardisasi Nasional, 2001) A. Prinsip kerja : Analisis perhitungan asam-basa meliputi penentuan potensi kemasaman maksimum (MPA) yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Aneka Tambang Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor (PT Antam Tbk. UBPE Pongkor) merupakan perusahaan pertambangan yang memiliki beberapa unit bisnis dan anak

Lebih terperinci

Kelompok I. Anggota: Dian Agustin ( ) Diantini ( ) Ika Nurul Sannah ( ) M Weddy Saputra ( )

Kelompok I. Anggota: Dian Agustin ( ) Diantini ( ) Ika Nurul Sannah ( ) M Weddy Saputra ( ) Sn & Pb Kelompok I Anggota: Dian Agustin (1113023010) Diantini (1113023012) Ika Nurul Sannah (1113023030) M Weddy Saputra (1113023036) Sumber dan Kelimpahan Sumber dan Kelimpahan Sn Kelimpahan timah di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian. Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian. Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan sampel yaitu, di sekitar kampus Universitas Pendidikan Indonesia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian konversi lignoselulosa tandan pisang menjadi 5-hidroksimetil-2- furfural (HMF) untuk optimasi ZnCl 2 dan CrCl 3 serta eksplorasi

Lebih terperinci

Hariadi Aziz E.K

Hariadi Aziz E.K IMMOBILISASI LOGAM BERAT Cd PADA SINTESIS GEOPOLIMER DARI ABU LAYANG PT. SEMEN GRESIK Oleh: Hariadi Aziz E.K. 1406 100 043 Pembimbing: Ir. Endang Purwanti S,M.T. Lukman Atmaja, Ph.D. MIND MAP LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Umum Hasil pemeriksaan SSA sampel (limbah fixer) memiliki kadar Ag sebesar 6000.365 ppm. Kadar Ag tersebut apabila dikonversi setara dengan 0.6% (Khunprasert et al. 2004).

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Rumah Makan Sederhana Natar-Lampung Selatan.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Rumah Makan Sederhana Natar-Lampung Selatan. 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Kerja Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Makan Sederhana Natar-Lampung Selatan. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Biomassa dari bulan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KIMIA KUALITATIF

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KIMIA KUALITATIF LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KIMIA KUALITATIF Disusun Oleh : Prima W. Subagja 41204720109035 UNIVERSITAS NUSA BANGSA MIPA KIMIA 2010 ANALISIS KATION A. TUJUAN Mengidentifikasi suatu unsur kimia dalam cuplikan

Lebih terperinci

SINTESIS GARAM TIMAH KLORIDA (SnCl 2 ) BERBAHAN DASAR LIMBAH ELEKTRONIK

SINTESIS GARAM TIMAH KLORIDA (SnCl 2 ) BERBAHAN DASAR LIMBAH ELEKTRONIK SINTESIS GARAM TIMAH KLORIDA (SnCl 2 ) BERBAHAN DASAR LIMBAH ELEKTRONIK Annisa Rizky Brilliantari 1*, Adhitiyawarman 1, Nelly Wahyuni 1 1 Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura Jl.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian batubara sebagai sumber energi telah menjadi salah satu pilihan di Indonesia sejak harga bahan bakar minyak (BBM) berfluktuasi dan cenderung semakin mahal.

Lebih terperinci

BAB III BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September

BAB III BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September BAB III BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September tahun 2011 di Laboratorium Riset kimia makanan dan material, untuk

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

berat yang terkandung dalam larutan secara elektrokimia atau elektrolisis; (2). membekali mahasiswa dalam hal mengkaji mekanisme reaksi reduksi dan

berat yang terkandung dalam larutan secara elektrokimia atau elektrolisis; (2). membekali mahasiswa dalam hal mengkaji mekanisme reaksi reduksi dan BAB 1. PENDAHULUAN Kegiatan pelapisan logam akan menghasilkan limbah yang berbahaya dan dapat menjadi permasalahan yang kompleks bagi lingkungan sekitarnya. Limbah industri pelapisan logam yang tidak dikelola

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan 2. Alat

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan 2. Alat III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Limbah cair usaha kegiatan peternakan dari MT Farm Ciampea b. Air Danau LSI IPB. c.

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr)

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr) Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr) ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata....ii 1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JenisPenelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non randomized pretest-postest

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Logam mulia (precious metal) seperti emas, platinum, dan paladium digunakan secara luas tidak hanya untuk perhiasan, tetapi juga dalam berbagai aplikasi canggih seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak 4000 SM, manusia telah mengenal dan mengolah emas, berdasarkan penemuan arkeolog di Bulgaria. Pengolahan emas berlanjut hingga sekarang. Emas menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 16 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut ini; Latar Belakang: Sebelum air limbah domestik maupun non domestik

Lebih terperinci

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I PRAKTIKUM KIMIA DASAR I REAKSI KIMIA PADA SIKLUS LOGAM TEMBAGA Oleh : Luh Putu Arisanti 1308105006 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA BADUNG TAHUN 2013/2014

Lebih terperinci

3. ELEKTROKIMIA. Contoh elektrolisis: a. Elektrolisis larutan HCl dengan elektroda Pt, reaksinya: 2HCl (aq)

3. ELEKTROKIMIA. Contoh elektrolisis: a. Elektrolisis larutan HCl dengan elektroda Pt, reaksinya: 2HCl (aq) 3. ELEKTROKIMIA 1. Elektrolisis Elektrolisis adalah peristiwa penguraian elektrolit oleh arus listrik searah dengan menggunakan dua macam elektroda. Elektroda tersebut adalah katoda (elektroda yang dihubungkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Antam Tbk UBPE Pongkor adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang pertambangan dan pengolahan emas. Produk utama dari perusahaan ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non randomized pretest-postest

Lebih terperinci

5007 Reaksi ftalat anhidrida dengan resorsinol menjadi fluorescein

5007 Reaksi ftalat anhidrida dengan resorsinol menjadi fluorescein 57 Reaksi ftalat anhidrida dengan resorsinol menjadi fluorescein CH H H + 2 + 2 H 2 H C 8 H 4 3 C 6 H 6 2 C 2 H 12 5 (148.1) (11.1) (332.3) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Reaksi pada gugus

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

2. Analisis Kualitatif, Sintesis, Karakterisasi dan Uji Katalitik

2. Analisis Kualitatif, Sintesis, Karakterisasi dan Uji Katalitik 2. Analisis Kualitatif, Sintesis, Karakterisasi dan Uji Katalitik Modul 1: Reaksi-Reaksi Logam Transisi & Senyawanya TUJUAN (a) Mempelajari reaksi-reaksi logam transisi dan senyawanya, meliputi reaksi

Lebih terperinci