IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Indramayu yang terletak di pantai utara pulau Jawa, pada pada

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Indramayu yang terletak di pantai utara pulau Jawa, pada pada"

Transkripsi

1 43 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi umum wilayah pesisir Indramayu Kabupaten Indramayu yang terletak di pantai utara pulau Jawa, pada pada posisi geografis BT dan LS dengan garis pantai sepanjang 114,1 km. Kabupaten Indramayu memiliki luas wilayah ha, terbagi kedalam 31 kecamatan, 310 desa dan 8 kelurahan. Kabupaten Indramayu berbatasan dengan Laut Jawa, kabupaten Majalengka, Sumedang, Cirebon, dan Subang. Pesisir utara Pulau Jawa khususnya kabupaten Indramayu sangat rentan dengan permasalahan abrasi yang mengancam keberlangsungan tambak di pesisir. Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu (2007) dari 25,8 km panjang pantai dipesisir kecamatan Sukra hingga Kandanghaur, sekitar 5,114 km diantaranya telah terkena abrasi yang cukup signifikan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Hadikusumah (2009) di Eretan, Indramayu mengenai karakteristik gelombang yang menjadi pemicu mundurnya garis pantai 1,5 m/tahun. 4.2 Tambak udang PT. Indonusa Yudha Perwita Usaha budidaya tambak PT. Indonusa Yudha Perwita berlokasi di Desa Patrol Lor, Kecamatan Patrol, Kabupaten DATI II Indramayu, Jawa Barat. Lokasi lahan tambak termasuk di wilayah pesisir Pantura. Tambak PT. Indonusa Yudha Perwita sebelumnya memiliki luasan lebih dari 25 ha, namun saat ini luas lahan berkurang menjadi 22 ha, akibat terkikis abrasi. Lokasi kegiatan budidaya berada di pantai yang langsung berbatasan dengan laut tanpa adanya jalur sempadan pantai, kelerengan lahan relatif datar dengan kemiringan 0-3%, dan memanfaatkan hak guna usaha atas lahan yang diperuntukkan sebagai kawasan budidaya atau pertanian lahan kering. Tambak PT. IYP tergolong

2 44 sebagai tambak yang masih produktif, sejak saat didirikan pada tahun 1985 oleh pemilik pertama hingga saat ini. Kondisi yang berbeda jika dibandingkan dengan usaha sejenis di daerah yang sama yang mengalami kegagalan usaha Sejarah singkat tambak PT. Indonusa Yudha Perwita PT. Indonusa Yudha Perwita (PT. IYP) dibeli oleh Sri Prakash dengan kondisi tambak hanya memiliki kolam blok A,B,C pada tahun 1990 (Lampiran 4), kemudian berkembang dengan pembuatan kolam blok D, E, dan F (Gambar 10). Pada awalnya komoditi yang dibudidayakan adalah udang windu, kemudian di tahun 2002 terjadi penggantian komoditi menjadi udang vannamei. Usaha tambak di Desa Patrol Lor, Kecamatan Patrol telah berdiri dan beroperasi sejak tahun 1985, namun pengelolaan bukan dilakukan oleh PT. IYP. Terdapat 36 kolam tambak yang masih digunakan sebagai media pembesaran dalam PT. IYP hingga tahun 2010, awalnya terdapat 49 tambak, akan tetapi karena adanya pengaruh abrasi, maka kolam pada blok A (A1-A7) dan blok B (B1-B5) terkikis dan tidak dapat digunakan. Blok B mengalami pengurangan luas karena abrasi, sehingga berubah fungsi menjadi kolam penampungan air laut. Kolam C1 pun tidak digunakan sejak tahun 2008 karena dalam riwayat penggunaannya selalu menghasilkan produksi yang rendah, hal ini diduga karena kolam tersebut terkena rembesan buangan limbah domestik dari mess karyawan dan perusahaan, mengingat letak kolam sangat berdekatan dengan saluran pembuangan dari mess Kegiatan budidaya udang Vannamei di PT. Indonusa Yudha Perwita Budidaya udang vannamei marak dilakukan sejak pemerintah memberikan izin resmi masuknya spesies ini ke Indonesia pada tahun Keunggulannya dalam waktu budidaya yang lebih singkat dan pengelompokan udang vannamei

3 45 sebagai jenis SPF membuat PT. Indonusa Yudha Perwita beralih dan mengganti komoditi budidaya dari udang windu menjadi udang vannamei. Dalam proses budidaya udang vannamei dibutuhkan media pembesaran yakni air dengan kadar salinitas tertentu yang optimal untuk pertumbuhan udang vannamei. Kemudahan akses sumber air sangat penting, dan hal ini dipengaruhi oleh posisi tambak. a. Sumber air tawar Sumber air tawar yang digunakan PT Indonusa Yudha Perwita adalah air tanah. Pemakaian dua sumur bor dilakukan sejak tahun Sumur bor pertama digunakan untuk kebutuhan domestik perusahaan, dan yang kedua untuk pengisian kolam budidaya. Sumur bor untuk kebutuhan domestik memiliki salinitas 0-1, sedangkan untuk kebutuhan kolam tambak memiliki salinitas >3. Air pompa yang digunakan untuk tambak tidak dikhawatirkan menyebabkan intrusi yang parah atau penurunan muka tanah karena menurut pemilik tambak, air tawar digunakan hanya saat musim kemarau untuk menjaga kadar salinitas air tambak (menghindari peningkatan salinitas drastis akibat presipitasi yang tinggi). b. Sumber air laut Air laut diambil dengan pompa yang disambungkan dengan pipa sepanjang 150 meter ke arah kolam penampungan pertama. Pemeliharaan terhadap air laut yang baru dipompakan kedalam kolam penampungan dilakukan pada kolam B1 B5 dilakukan dengan penyaringan bertahap dan penyebaran ikan bandeng sebagai biofilter. Kualitas air tawar dan air laut yang digunakan dalam proses budidaya ditampilkan dalam Lampiran 5.

4 Tahapan kegiatan budidaya udang vannamei Kegiatan budidaya udang vannamei dalam tambak PT. Indonusa Yudha Perwita dilakukan dalam beberapa tahapan yang dimulai dari persiapan, proses pembesaran hingga panen. Penjelasan tahap demi tahap yang dilakukan dalam kegiatan budidaya antara lain: 1. Persiapan Lahan Lama waktu yang dibutuhkan setelah masa panen menuju persiapan kolam sebelum proses tebar benih adalah 3 bulan, dengan 1,5 bulan pertama digunakan untuk pengeringan kolam. Persiapan lahan adalah waktu yang dibutuhkan dalam tahapan ini yaitu 1 sampai dengan 2 bulan dengan rincian sebagai berikut : a. Pengangkatan lumpur dasar dan pengeringan dasar tambak Setelah melewati masa pembudidayaan, kondisi tambak mengalami perubahan yaitu dengan adanya lumpur yang mengendap di dasar kolam. Endapan lumpur tersebut berasal dari lumpur yang terbawa air masuk dan yang berasal dari sisa pakan yang tidak termakan oleh udang. Untuk menanggulangi hal tersebut, perlu dilakukan pembuangan air, pengeringan, dan pengerukan lumpur untuk mempertahankan kedalaman air selama masa pemeliharaan berikutnya sesuai dengan yang disyaratkan (Gambar 16). Selanjutnya dilakukan perataan pada pelataran tengah kolam agar permukaannya melandai ke arah pintu air. Pengerukan dasar tambak bertujuan untuk memperbaiki kondisi tanah agar kemampuan tanah untuk menghasilkan ganggang biru yang membentuk klekap dapat senantiasa dipertahankan. Kondisi tanah yang aerob sangat membantu dalam proses mineralisasi yang dibutuhkan oleh klekap. Selain itu, proses pengeringan dan pengangkatan lumpur berfungsi untuk menghalau gas beracun seperti metana, amonia, dan H 2 S dari tanah, sekaligus memberantas benih- benih ikan liar dan hama lainnya.

5 47 b. Pemberian kapur I Setelah melewati masa pengeringan, tahap selanjutnya yaitu proses pemberian kapur yang berfungsi antara lain sebagai penyedia kapur dalam proses pergantian kulit, pemberantasan hama dan penyakit, mempercepat proses penguraian bahan organik serta untuk mempertahankan kondisi ph tanah tambak. Dosis pemberian kapur adalah 500 kg/ha. Teknik pengapuran dilakukan dengan penyebaran kapur secara merata menggunakan alat sehingga kapur dan tanah dasar dapat teraduk dan kapur dapat masuk sedalam 10 cm. Setelah pemberian kapur, lahan dibiarkan selama 1 minggu. c. Cangkul balik tanah dan Pengapuran II Setelah diberi kapur dan dibiarkan selama seminggu, tahap selanjutnya adalah mencangkul balik tanah yaitu proses pembalikan tanah dasar untuk memperoleh unsur hara baru yang berasal dari lapisan tanah yang lebih dalam, sehingga diperoleh kualitas tanah dasar tambak yang baik untuk pembudidayaan. Setelah proses cangkul balik tanah, kemudian dilakukan pengapuran kembali sebanyak 200kg/ ha. d. Perataan Tanah Tahap akhir dalam persiapan lahan adalah proses perataan tanah yaitu proses perataan permukaan pelataran tambak khususnya pada bagian tengah, untuk memudahkan lumpur terkumpul ditengah kolam yang terhubung dengan saluran pembuangan kolam.

6 48. (a) (b) Gambar 16. Kolam dalam masa pembuangan air dan pengeringan (a), Saluran pembuangan di tengah kolam (b) 2. Pengisian Kolam Kegiatan pengisian air kolam meliputi kegiatan pengambilan air yang berasal dari laut dengan menggunakan pompa submersible masuk kedalam kolam penampungan/ resevoir, yang terdiri dari dua kolam. Setelah kolam penampungan/ reservoir terisi, kemudian air laut tersebut sebagian ada yang dipompakan ke dalam saluran primer, tetapi ada juga yang langsung dipompakan kedalam kolam yang telah siap. Kolam diisi oleh air laut setinggi 50 cm, diukur ph dan nilai salinitasnya. Nilai salinitas dan ph disesuaikan dengan standar air dari pembenihan (hatchery). Selanjutnya, dipasang kincir sebanyak 4 buah per kolam, dan selanjutnya kincir tersebut di uji coba (Gambar 17). Keseluruhan kegiatan tersebut memakan waktu 25 hari.

7 49 (a) (b) (c) Gambar 17. Proses pemasangan kincir (a,b,c) 3. Desinfektan Kegiatan desinfektan adalah kegiatan untuk mencegah timbulnya penyakit setelah pengisian air kolam. Sebelum dilakukan pemberian kaporit, terlebih dahulu dilakukan pengaktifan kincir air, untuk memudahkan pencampuran kaporit didalam air kolam dan lebih merata. Pemberian kaporit dengan dosis 35 ppm/ha dilakukan dalam kurun waktu 10 hari. Penggunaan desinfektan lainnya ditambahkan sesuai kebutuhan untuk mengendalikan hama udang yaitu sejenis Saponin. Saponin yang digunakan adalah saponin yang telah direndam dan dibiarkan selama 1 hari. Selanjutnya dilakukan pemupukan, air kolam diberi TSP. TSP diberikan sehari setelah masa pemberian kaporit dan saponin selama 10 hari. Dosis TSP yang diberikan adalah 3 5 kg per kolam, disesuaikan dengan ukuran kolam.

8 50 4. Fermentasi dan kontrol kualitas air kolam Proses yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan plankton dengan bantuan fermentasi bahan- bahan seperti bekatul, tepung ikan dan tepung kedelai yang telah direndam selama tiga hari dalam wadah drum berisi air. Campuran bahan- bahan tersebut kemudian ditaburkan kedalam kolam dengan ditambahkan bakteri pengurai jenis lactobacillus sp. untuk mendukung fermentasi. Setelah kegiatan tersebut kemudian dilakukan kontrol beberapa parameter penting yang diperlukan dalam budidaya udang yaitu ph air, salinitas air, transparansi dan plankton. Setelah seluruh kondisi tersebut sesuai kemudian tahap selanjutnya yaitu siap masuk benur (tebar). 5. Penebaran benur Proses penebaran dilakukan dengan menggunakan benih udang (benur larva) PL 10 dengan padat penebaran rata- rata per kolam >70 ekor/ meter. Sebelum dilakukan penebaran, terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi temperatur dan salinitas. Pada proses penebaran awal digunakan salinitas 25-30, hal ini dilakukan agar proses aklimatisasi (adaptasi terhadap suhu dan salinitas) dengan kondisi benur dari hatchery tidak susah. Hal ini bertujuan untuk menekan tingkat mortalitas benur. 6. Pembesaran Periode pembesaran diawali saat benur masuk ke dalam kolam tambak, pemberian pakan merupakan hal yang utama selama periode pembesaran, selain itu pemberian vitamin pun penting dilakukan. Pada saat benur berumur 7 hari 3 bulan, diberikan vitamin tambahan yakni Wheat Gluten, vitamin C, vitamin TOP S, Pro2, dan Biovit (Gambar 18). Penggunaan probiotik sangat membantu merubah bahan organik dan amonia yang ada dalam air tambak. Probiotik lebih lanjut berguna dalam manajemen plankton yang ada. Probiotik yang digunakan adalah Super PS. Pemberian

9 51 Super PS dilakukan pada awal budidaya sampai umur 2 bulan. Aplikasi pemberian probiotik dilakukan sesuai kebutuhan tambak. Waktu yang dibutuhkan dalam pembesaran udang adalah 3.5 sampai 4 bulan. Jadwal kegiatan dalam masa pembesaran tertuang dalam Tabel 7. (a) (b) Gambar 18. Vitamin udang dalam masa pembesaran di tambak PT. IYP (a) Wheat Gluten, TOP S, Pro 2; (b) BioVit Aquatic Tabel 7. Jadwal kegiatan harian dalam kegiatan budidaya No Waktu Kegiatan Keterangan 1 7:30 Pemberian Pakan I 2 8:00 Pengambilan sampel air kolam 3 9:30 Kontrol anco 4 11:30 Pemberian Pakan II 5 13:30 Kontrol anco 6 15:30 Pemberian Pakan III 7 17:30 Kontrol anco 8 19:30 Pemberian pakan IV 9 21:30 Kontrol anco 10 1:00 Pemberian pakan V Sampel air kolam diletakkan dalam botol gelap;proses analisis dilakukan di laboratorium (ph, salinitas, nitrit, nitrat, amoniak, kandungan bakteri); pengukuran DO dilakukan dengan DO meter langsung dikolam) Dilakukan dini hari untuk tindakan pengamanan kolam di malam hari

10 52 Kontrol anco adalah proses pemeriksaan pakan yang diletakkan pada anco, hal ini bertujuan untuk mengkontrol nafsu makan udang. Banyaknya pakan yang diberikan dalam anco adalah 3% dari jumlah total pakan yang diberikan pada satu kolam. Proses kontrol anco dilakukan dengan cara diangkat setelah satu atau dua jam pemberian pakan. Dalam prakteknya, apabila pada waktu control anco ditemukan bahwa pakan di seluruh anco dalam satu kolam habis, maka untuk jadwal pakan berikutnya pakan ditambahkan 1 kg. Sebaliknya, jika ada yang tersisa dalam salah satu atau kedua buah anco, maka dilakukan pengurangan jumlah pakan pada jadwal pemberian pakan berikutnya. Jumlah pakan yang diberikan bergantung pada umur dan kondisi udang. Jumlah pakan untuk malam hari lebih rendah, hal ini disesuaikan dengan sifat udang vannamei yang aktif makan di siang hari, sehingga pemberian pakan dimalam hari lebih dititikberatkan pada faktor keamanan. Pada usaha budidaya tambak PT. Indonusa Yudha Perwita, terdapat tiga jenis pakan yang diperoleh dari PT Gold Coin Indonesia: a) Supreme 960 untuk benur umur 0 12 hari b) Supreme 960+ Supreme 961 untuk umur > 12 hari c) Supreme 961+ Supreme 962 untuk > dua minggu d) Setelah 35 hari menggunakan pellet Supreme 933P Dalam proses pembesaran, pemeliharaan air dilakukan tidak hanya dengan menilai kualitas air, akan tetapi pembuangan dan penggantian air pun dilakukan. Umumnya penambahan air tawar dilakukan pada saat benur berumur hari. Setelah berumur lebih dari 45 hari hingga masa panen, air yang ditambahkan adalah air asin. Proses pembuangan air dan penambahan air biasanya dilakukan pada pagi hari dengan melihat kedalaman air dan kondisi warna air. 7. Panen

11 53 Kegiatan panen dilakukan dalam dua metode yakni panen total dan panen parsial. Panen total dilakukan saat size udang sudah layak panen. Panen parsial bertujuan meminimalisir efek dari kandungan oksigen terlarut yang rendah dan mengganggu pertumbuhan udang. Kondisi kekurangan oksigen diseluruh kolam akibat kondisi kolam yang padat. Panen parsial dilakukan dengan melihat data oksigen terlarut harian dan size udang, pada saat kadar oksigen terlarut tercatat sangat rendah dan size udang sudah cukup memenuhi permintaan pasar, maka keputusan panen parsial diambil. 8. Pasca Panen Proses penanganan udang sebelum sampai kekonsumen adalah sortir sesuai ukuran, pencucian beberapa kali dengan air bersih atau air es, kemudian packing dalam keranjang yang telah dilapisi serpihan es batu. Penanganan udang hasil panen harus dilakukan dengan cepat karena kualitas udang cepat menurun setelah dipanen. Keterlambatan penanganan udang mengakibatkan udang tidak dapat diterima dipasaran sebagai komoditas ekspor. 4.3 Karakteristik biofisik pesisir kecamatan Patrol, Indramayu Kecamatan Patrol berbatasan langsung dengan Laut Jawa pada bagian utara. Garis pantai Kecamatan Patrol serta klasifikasi area berdasarkan jarak dari pantai dituangkan dalam Lampiran 6. Berdasarkan hasil survei lapangan pada bulan Oktober 2010, sebaran salinitas di pesisir Patrol berkisar antara permill, dan salinitas bernilai rendah pada daerah dekat muara sungai yakni 9 permill. Tabulasi data salinitas, serta peta sebaran nilai salinitas pesisir dicantumkan dalam Lampiran 7. Daerah Patrol dialiri beberapa aliran sungai sebagai sumber air tawar yang digunakan dalam beberapa kegiatan masyarakat. Aliran sungai yang melewati daerah Patrol serta klasifikasi jarak daerah Patrol dari aliran sungai ditampilkan dalam Lampiran 8.

12 54 Variasi curah hujan pada periode adalah 1010,0 1836,0 mm/ tahun, dengan nilai curah hujan rata- rata 1364,8 mm/ tahun. Jumlah hari hujan yang tercatat dalam periode berkisar hari. Data curah hujan dilampirkan dalam Lampiran 9. Penggunaan lahan di wilayah Patrol masih didominasi oleh sawah, pemukiman serta tambak (Lampiran 10). Jenis tanah pada lokasi penelitian berjenis aluvial sehingga cocok untuk usaha pertanian dan budidaya karena kandungan endapan mineralnya, sedangkan tekstur tanah berkisar pada clay, silty clay dan clay loam, yang mendukung kegiatan pertambakan. Pesisir utara kabupaten Indramayu khususnya daerah Patrol memiliki kelerengan yang cenderung datar yakni 0-3% (Tim Survei Tanah Pusat Penelitian Tanah dan Agro Klimat 1990). Kondisi kualitas tanah dan kelerengan lahan di kecamatan Patrol digambarkan dalam Lampiran 11. Wilayah Patrol memiliki aksesibilitas yang baik, terutama dengan adanya jalur Pantura. Keberadaan jalur Pantura serta jalan pendukung lainnya akan memudahkan suatu usaha tambak dalam menjangkau pasar, konsumen atau penyedia kebutuhan operasional budidaya. Aksesibilitas di kecamatan Patrol dicantumkan dalam Lampiran 12. Tipe pasang surut pada lokasi penelitian adalah pasang surut campuran condong harian ganda, hal ini diketahui berdasarkan data Dishidros AL untuk stasiun pasang surut di Cirebon pada bulan Nopember 2010 dengan nilai tunggang pasang surut sebesar 0,846 m (Lampiran 13). Hasil survei lapang oleh Siahaan (2010) pun mengungkapkan hal yang senada, dimana nilai tunggang pasut yang diperoleh adalah 0,75 m. Mengacu pada Afrianto dan Liviawaty (1991), tunggang pasang surut pada daerah Patrol kurang dari 1 meter, sehingga untuk menjadikan daerah tersebut sebagai lahan tambak, maka pengisian dan pengeringan tambak harus dilakukan dengan memanfaatkan pompa.

13 Kesesuaian lahan budidaya tambak di kecamatan Patrol Berdasarkan seluruh faktor biofisik yang dimiliki oleh daerah Patrol, maka diperoleh hasil kesesuaian lahan tambak untuk daerah Kecamatan Patrol seperti ditampilkan dalam Gambar 19. Variasi hasil akhir kesesuaian lahan untuk kecamatan Patrol ditentukan oleh keragaman dari setiap kriteria seperti terlampir dalam Lampiran Dari keseluruhan kriteria yang digunakan dalam penentuan kesesuaian lahan, terdapat beberapa kriteria yang menjadi penentu, dan beberapa kriteria yang tidak berpengaruh dalam variasi kesesuaian lahan. Kriteria biofisik yang tidak memberikan pengaruh nyata dalam variasi hasil kesesuaian lahan secara spasial adalah data yang bersifat homogen yakni curah hujan, kelerengan, dan tekstur tanah. Data curah hujan yang digunakan dalam metode pembobotan bersifat homogen karena terdiri atas nilai rata- rata curah hujan untuk kecamatan Patrol yakni 1364,8 mm/tahun. Demikian halnya dengan kelerengan dan tekstur tanah, kelerengan seluruh daerah Patrol adalah datar yakni 0 3%, sedangkan tekstur tanah keseluruhan daerah penelitian adalah clay. Kehomogenan data curah hujan, kelerengan dan tekstur tanah, tidak menyebabkan perubahan dalam variasi nilai akhir kesesuaian, sehingga dapat dilewatkan dalam proses pembobotan untuk penentuan kesesuaian lahan tambak di daerah Patrol. Parameter yang menjadi faktor pembeda pada hasil kesesuaian lahan tambak di kecamatan Patrol adalah landuse, jenis tanah, jarak dari pantai, jarak dari sungai, aksesibilitas, dan salinitas. Landuse menjadi faktor utama dalam perbedaan hasil kesesuaian karena memiliki bobot yang terbesar diantara parameter lainnya. Pada daerah yang tidak sesuai atau sesuai bersyarat dalam Gambar 19, adalah daerah dengan peruntukkan lahan sebagai pemukiman atau lokasi industri, sedangkan daerah yang sangat sesuai atau cukup sesuai memiliki landuse berupa lahan persawahan, ladang atau lahan tambak. Parameter jenis

14 56 tanah dan jarak dari pantai memiliki pengaruh yang lebih rendah dalam perbedaan hasil akhir kesesuaian lahan karena bobot yang lebih rendah dari parameter landuse. Daerah dengan jenis tanah alluvial dan berjarak m menjadi daerah yang sangat sesuai hingga cukup sesuai, sedangkan diluar kriteria tersebut merupakan daerah yang kurang sesuai atau tidak sesuai sebagao lahan tambak. Variasi hasil kesesuaian lahan untuk budidaya tambak turut dipengaruhi oleh parameter jarak dari sungai, aksesibilitas, dan salinitas. Daerah dengan aksesibilitas < 1000 m dan berjarak m dari sungai, menjadi daerah yang sangat sesuai atau cukup sesuai sebagai lahan tambak. Sebaran salinitas turut mempengaruhi hasil kesesuaian lahan, karena adanya variasi nilai salinitas di pesisir kecamatan Patrol, khususnya daerah muara sungai yang cenderung memiliki kisaran salinitas rendah. Dalam penentuan kesesuaian lahan untuk budidaya tambak, selain menggunakan parameter biofisik, perlu disertakan hasil kesesuaian berdasarkan analisis temporal terhadap kualitas air dan iklim yang berperan penting dalam keberlangsungan budidaya tambak. Mengacu pada Lampiran 5 dan 7, diketahui bahwa musim hujan mempengaruhi salinitas di pesisir terutama di daerah muara sungai, yang cenderung lebih rendah akibat limpasan air tawar dari sungai. Pada kecamatan Patrol, umumnya curah hujan meningkat pada bulan Oktober hingga bulan Mei. Waktu tersebut perlu diperhatikan oleh pengusaha tambak, karena akan berpengaruh pada proses pengeringan tanah dan fluktuasi nilai salinitas air tambak sebagai media budidaya.

15 Gambar 19. Kesesuaian lahan tambak Kecamatan Patrol, Indramayu 57

16 Evaluasi kesesuaian lahan tambak PT. Indonusa Yudha Perwita Berdasarkan hasil overlay layout tata letak tambak PT. Indonusa Yudha Perwita (PT. IYP) (Gambar 10) terhadap hasil kesesuaian lahan untuk tambak di kecamatan Patrol (Gambar 19), diperoleh informasi kesesuaian lahan untuk tambak PT. IYP secara biofisik, seperti dicantumkan dalam Gambar 20. Melalui Gambar 20, diketahui bahwa lokasi tambak PT. IYP terletak dalam kelas sangat sesuai dan cukup sesuai. Tambak PT. IYP dengan luasan 22,8541 ha terbagi dalam dua kelas dengan luas masing- masing kelas kesesuaian tercantum dalam dalam Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa luasan lahan tambak yang berada dalam kelas sangat sesuai yakni 11,7154 ha (51,2620%), lebih besar dari kelas cukup sesuai yang memiliki luasan 11,1386 ha (48,7380%). Tabel 8. Luas kelas kesesuaian lahan tambak PT. IYP Kelas Luasan (ha) Persentase (%) Sangat sesuai 11, ,2620 Cukup sesuai 11, ,7380 Total 22, Hal yang menyebabkan perbedaan kelas kesesuaian lahan untuk tambak PT. IYP dapat diketahui melalui perbedaan faktor dari setiap kriteria penyusun kesesuaian lahan tambak. Setiap faktor kriteria yang menyusun kelas sangat sesuai dan cukup sesuai untuk lokasi tambak PT. IYP tertuang dalam Tabel 9. Tabel 9. Faktor penyusun kesesuaian lahan tambak PT. IYP No Kriteria Kelas Sangat Sesuai Kelas Sesuai 1 Landuse Sawah Sawah 2 Jenis Tanah Aluvial kelabu tua Aluvial kelabu tua 3 Jarak dari pantai > 200 m 200 m 4 Jarak dari sungai 3000 m 3000 m 5 Aksesibilitas 1000 m 1000 m 6 Tekstur tanah Clay Clay 7 Kelerengan 0-2% 0-2% 8 Curah hujan 1364,8 mm 1364,8 mm 9 Salinitas

17 Gambar 20. Kesesuaian lokasi tambak PT. Indonusa Yudha Perwita berdasarkan faktor biofisik 59

18 60 Tabel 9 memberikan informasi bahwa sembilan kriteria yang digunakan mendukung penyusunan kesesuaian lahan untuk tambak PT. IYP sehingga diperoleh kelas sangat sesuai dan cukup sesuai. Dari kesembilan kriteria yang digunakan delapan kriteria diantaranya bersifat homogen, sehingga terdapat satu kriteria yang menjadi penentu variasi kelas kesesuaian yang dimiliki oleh lahan tambak PT. IYP, yakni kriteria jarak dari pantai. Kelas sangat sesuai berada pada lahan yang berjarak > 200 m dari garis pantai, sedangkan kelas cukup sesuai dimiliki oleh lahan tambak PT. IYP yang berjarak 200 m dari garis pantai. Penerapan faktor pembatas berupa kawasan sempadan pantai dan sungai untuk perlindungan kawasan pesisir terhadap hasil analisis kesesuaian lahan secara biofisik memberikan hasil seperti terlampirkan dalam Lampiran 14. Pemberlakuan peraturan pemerintah dalam Keppres 32/ 1990, diikuti oleh Surat Edaran Departemen Kehutanan No. 507/ IV-BPPH/ 1990 tentang lebar jalur hijau 200 m di sepanjang pantai dan 50 m di sempadan sungai, menjadikan seluruh area sempadan pantai dan sungai dilarang untuk kegiatan pertambakkan karena berbenturan dengan kepentingan konservasi lingkungan pesisir. Penerapan faktor pembatas terhadap hasil kesesuaian lahan tambak secara biofisik di kecamatan Patrol (Gambar 19) mengungkapkan hasil bahwa sebagian lahan tambak PT. IYP seharusnya tidak digunakan sebagai lahan tambak (Gambar 21). Lahan PT. IYP dengan kelas cukup sesuai secara biofisik, berjarak < 200 m dari garis pantai dan langsung terhubung dengan laut terbuka yakni Laut Jawa, dimana seharusnya lahan tersebut digunakan sebagai jalur hijau mangrove atau kawasan sempadan pantai. Hal tersebut untuk menghindari dampak buruk yang lebih jauh akibat abrasi. Ketiadaan jalur hijau mangrove atau kawasan sempadan pantai sejak awal kegiatan budidaya tambak PT. IYP berlangsung menjadikan kurang tepatnya

19 Gambar 21. Kesesuaian lokasi tambak PT. Indonusa Yudha Perwita berdasarkan faktor biofisik dan peraturan perlindungan pesisir 61

20 62 lokasi tambak PT. IYP. Hal ini ditandai oleh pengurangan lahan tambak PT. IYP karena selalu terkena dampak abrasi. Abrasi di kawasan ini telah berakibat pada hilangnya seluruh Kolam A dan terkikisnya Kolam B1, B2, B3, B4, dan B5 (Lampiran 4), sehingga tidak dapat digunakan dalam proses budidaya. Pengurangan luas lahan tambak PT. IYP karena abrasi membuat perusahaan harus mengeluarkan biaya operasional ekstra untuk menanggulangi permasalahan pesisir tersebut dengan membuat tanggul atau turap penahan abrasi (Gambar 22). Petambak menyatakan bahwa tindakan untuk menanggulangi abrasi telah banyak dilakukan dengan membuat penahan dari bambu, beton dan batu. Penggunaan mangrove belum dilakukan, karena dibutuhkan biaya besar dan waktu lama. Pemilik tambak turut mengungkapkan bahwa meskipun lahan tambak PT. IYP memiliki ketinggian 3 meter dari permukaan laut dan tidak terkena pengaruh banjir, namun pengaruh abrasi sangat tinggi, sehingga sebelum dilakukan penanaman mangrove, tetap perlu dilakukan pembuatan turap atau bronjong atau concrete penahan, agar tanaman mangrove tidak tergerus oleh gelombang. Mangrove memiliki efek nyata dalam menstabilkan tanah untuk menahan abrasi, berperan dalam meredam energi gelombang, dan menyaring runoff dari sungai sebelum memasuki perairan pesisir, mampu menghasilkan bahan pelapukan sebagai sumber makanan plankton (Boyd, 2002). Dengan demikian, relokasi lahan tambak PT. IYP yang cukup sesuai ke dalam area yang tergolong dalam kelas sangat sesuai, serta konversi lahan yang cukup sesuai selebar 200 m menjadi kawasan mangrove, diungkapkan sebagai suatu langkah yang perlu diambil oleh pihak pengelola. Hal ini bertujuan agar tambak PT. IYP dapat

21 63 beroperasi tanpa adanya pembatas serius seperti ancaman abrasi, sehingga penggunaan lahan sebagai kawasan tambak secara lestari dapat tercapai. Gambar 22. Kondisi bagian depan tambak yang terkikis abrasi 4.6 Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP Setiap tambak memiliki data kualitas air, kondisi komoditi budidaya, serta identitas spasial yang berbeda, dengan demikian perlu dilakukan penanganan data budidaya tambak secara khusus untuk masing- masing kolam produksi. Meade (1989) mengungkapkan manajemen yang sehat dalam budidaya melibatkan tiga hal penting, yaitu (1) pengelolaan pasokan air untuk mengurangi paparan penyakti dan stres, (2) pengelolaan prosedur untuk meminimalisasi stres akibat aktivitas budidaya, dan (3) pengelolaan terhadap pegawai untuk memastikan bahwa tahapan budidaya berjalan dengan efisien. Pengelolaan terhadap prosedur dan pelaku budidaya akan membutuhkan suatu kegiatan pelatihan, sedangkan pengelolaan terhadap air sebagai media dalam budidaya membutuhkan tool untuk menyimpan data dan memiliki fungsi untuk evaluasi. Dalam kegiatan budidaya PT. Indonusa Yudha Perwita, proses pencatatan data dilakukan secara konvensional dalam buku. Hal tersebut mengakibatkan banyak data hilang dan tidak terdokumentasi dengan baik sejak awal budidaya vannamei dilakukan, sehingga sukar dilakukan penelusuran riwayat kondisi

22 64 budidaya atau evaluasi terhadap suatu masalah yang terjadi dalam proses budidaya. Untuk menjawab permasalahan akan kebutuhan perusahaan terhadap suatu tools yang membantu proses penyimpanan dan pengolahan data menjadi informasi secara cepat juga tepat, serta kebutuhan akan sistem pendukung pengambilan keputusan, dibangun aplikasi Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. Indonusa Yudha Perwita (Gambar 23). Sistem informasi ini berfungsi sebagai unit perekaman dan pengelolaan data menjadi informasi budidaya tambak PT. IYP, selain itu, turut disertakan mengenai dokumentasi proses budidaya dan informasi kesesuaian lokasi tambak PT. IYP. Panduan operasi sistem informasi secara lengkap dicantumkan dalam Lampiran 15.

23 65 Halaman utama Gambar 23. Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP Aktivitas Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP berisi seluruh informasi yang menyangkut kegiatan budidaya serta kesesuaian lokasi tambak PT. IYP. Dalam Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP, terdapat aliran informasi dan transformasi data yang bergerak dari proses input data hingga output. Hal tersebut berkaitan dengan fungsi utama sistem informasi ini adalah

24 66 memasukkan data (input), menyimpan data dalam database, memproses data, serta mengeluarkan atau menampilkan output yang dihasilkan. Alur proses input dan output dalam Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP secara teknik grafik digambarkan dalam flowchart pada Gambar 24 Gambar 24. Alur proses input dan output Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP

25 67 a. Input Proses input data dalam sistem informasi dibagi menjadi dua bagian yakni input formasi data dan input data budidaya. Input formasi data bertujuan untuk mendefinisikan jenis dan kelompok data yang memiliki kemungkinan untuk diubah atau diperbaharui. Input formasi data yang pertama dilakukan adalah input data blok. Input data blok dilakukan paling awal dikarenakan seluruh kolam tambak tergabung dalam empat blok yang berbeda. Selanjutnya adalah input data kolam, hal ini didasarkan pada kolam sebagai pendefinisi spasial dan sumber lokasi dari berbagai data operasional budidaya yang diukur. Tanpa ada rekaman mengenai data kolam, maka tidak dapat dilakukan pencatatan data operasional budidaya. Hal ini sekaligus mendefinisikan kolam sebagai penghubung antar kelompok data budidaya. Data yang juga disertakan dalam proses input formasi data adalah data jenis plankton. Hal ini diperlukan untuk memudahkan user dalam mengisi atau memperbaharui data plankton, mengingat jenis plankton yang ditemukan sangat bervariasi dan tidak menutup kemungkinan terdapat penambahan jenis plankton yang ditemukan dalam air tambak. Pendefinisian Formasi Data dilanjutkan terhadap informasi yang berkaitan dengan data pakan, yakni jenis pakan, waktu pemberian pakan, dan definisi status anco. Jenis pakan yang digunakan akan berubah sesuai umur udang, sehingga perlu pilihan jenis pakan yang digunakan untuk memudahkan proses input data pakan harian. Waktu pemberian pakan dan status anco merupakan hal yang sudah pasti diketahui kondisi dan definisinya sehingga turut direkam terlebih dahulu dalam Formasi Data. Layar menu input formasi data Blok, Kolam, Jenis Plankton, Jenis Pakan, Waktu Pakan dan Status Anco dalam Sistem Informasi Pengelolaan Budidaya Tambak PT. Indonusa Yudha Perwita dituangkan dalam Gambar 25.

26 68 Formasi data KOLAM Formasi data BLOK Formasi data STATUS ANCO Formasi data PLANKTON Gambar 25. Layar menu input formasi data dalam Sistem Informasi Pengelolaan Budidaya Tambak PT. Indonusa Yudha Perwita

27 69 Proses input data budidaya diawali dengan memilih kolam sebagai sumber data dan alamat pengumpulan data dalam sistem informasi. Format isian data didasarkan pada hasil yang diperoleh, yakni teks atau bilangan. Proses input data dikelompokkan menjadi lima yakni: - data panen - data kualitas air - data plankton - data pakan - data sampling Input data kualitas air mencakup beberapa parameter fisika, kimia, dan konsentrasi bakteri vibrio. Proses input data plankton lebih mudah karena user tidak perlu menuliskan secara manual setiap nama plankton yang ditemukan, melainkan memilih dari daftar nama plankton yang telah direkam terlebih dahulu dalam Formasi Data. Proses pengisian data pakan mencakup waktu pengambilan data, jenis pakan, bobot pakan hingga data mengenai anco. Pencatatan data sampling disesuaikan dengan pola sampling yang dilakukan sebanyak dua kali dalam satu kali sampling. Perubahan bobot diperoleh dari hasil rataan dua kali sampling yang dilakukan. Data yang diisikan dalam menu Data Panen mencakup data luas area, tanggal tebar, jumlah benih yang ditebar, tanggal panen, hari pembesaran, jumlah panen. Layar menu input lima jenis data budidaya dalam Sistem Informasi Pengelolaan Budidaya Tambak PT. Indonusa Yudha Perwita dituangkan dalam Gambar 26.

28 70 Input data KUALITAS AIR Input data PAKAN Input data PANEN Input data PLANKTON Input data SAMPLING Gambar 26. Menu input lima jenis data budidaya dalam Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. Indonusa Yudha Perwita

29 71 b. Pemrosesan data Pemrosesan data dalam sistem informasi ini adalah mengakumulasi data deret waktu (temporal), melakukan perbandingan data antar kolam (spasial), atau menerapkan operasi matematika (formula) untuk menghasilkan informasi baru. Proses akumulasi berdasarkan deret waktu terutama dilakukan terhadap data kualitas air (ph, salinitas, DO), sedangkan perbandingan spasial dilakukan untuk mengevaluasi perbedaan kondisi budidaya antara beberapa kolam produksi (perbandingan padat tebar, hasil panen atau pertumbuhan bobot udang). Pemrosesan dengan operasi matematis atau kalkulasi menggunakan formula dalam Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP digunakan untuk menghasilkan informasi mengenai padat tebar (densitas), sintasan atau survival rate (SR), feeding convertion ratio (FCR) atau rasio pakan, rataan bobot udang (hasil sampling), total pakan harian, akumulasi jumlah pakan dalam satu periode pembesaran, pertumbuhan bobot udang harian (ADG), dan nilai produksi/ ha. Pemrosesan data berlangsung cepat, sebagai bentuk efisiensi waktu untuk memperoleh informasi kondisi budidaya. Sebagai contoh, pada saat input data panen dilakukan maka kolom ukuran udang (Harvest size), tingkat kelulushidupan (SR), rasio konversi pakan (FCR), pertumbuhan rata-rata harian (ADG), Total pakan kumulatif, dan nilai produksi (kg/ha) akan terisi secara otomatis sebagai hasil pemrosesan data menggunakan formula atau operasi matematika. c. Output Dalam menghasilkan output, Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP memberikan pilihan dalam bentuk grafik atau tabel. Hasil dalam bentuk tabel disimpan dalam bentuk file report (*.txt) dan hasil cetak (print), sedangkan output grafik disimpan dalam format gambar (*.jpeg). Contoh output tabel sistem

30 72 informasi dari data budidaya pada masa produksi Maret- Juli 2009 disajikan dalam Lampiran 16. Penggunaan jenis grafik sebagai bentuk output disesuaikan dengan data, yakni grafik 1 kolam dan grafik antar kolam, dalam bentuk garis atau batang. Grafik 1 kolam digunakan untuk membandingkan beberapa parameter kualitas air dari 1 kolam pada suatu masa produksi, sedangkan grafik antar kolam digunakan untuk membandingkan 1 parameter dari beberapa kolam dalam suatu masa produksi. Output grafik dapat digunakan untuk menggambarkan variasi seluruh data budidaya. Output grafik dari sistem informasi untuk budidaya periode Maret- Juli 2009 ditampilkan dalam Gambar 27 dan 28. Data pembesaran periode Maret- Juli 2009 merupakan kumpulan data dari kolam produksi yang tergabung dalam Blok 2 yang terdiri dari kolam E1, E2, F1, F2 dan F3. Dalam Gambar 27 ditampilkan kemampuan Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. Indonusa Yudha Perwita untuk menghasilkan informasi hasil evaluasi spasial dalam bentuk grafik batang. Hasil evaluasi proses budidaya periode Maret- Juli 2009 ditampilkan dalam bentuk perbandingan data luas kolam, jumlah tebar, padat tebar, pertumbuhan bobot udang, hasil panen, Final ABW, FCR, dan SR dari masing- masing kolam produksi.

31 Gambar 27. Evaluasi proses budidaya periode Maret- Juli 2009 menggunakan Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP 73

32 74 Hasil evaluasi Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP dalam Gambar 27 menunjukkan bahwa pada masa produksi Maret- Juli 2009, proses budidaya yang paling baik dimiliki oleh kolam produksi F2. Dengan luas kolam 4000 m 2 yang tidak jauh berbeda jika diperbandingkan dengan kolam F1 dan F3, kolam F2 memiliki padat tebar lebih tinggi yakni 86 ekor/m 2, menghasilkan hasil panen lebih tinggi yakni 7680 kg, tingkat kelulushidupan (SR) hingga 100% dan nilai FCR terendah diantara kolam lainnya yakni 1,64. Jumlah pakan yang dihabiskan selama masa pembesaran dalam kolam F2 mempengaruhi nilai FCR, bobot udang saat panen (ABW) serta pertumbuhan bobot udang yang lebih kecil dibandingkan dengan udang pada kolam lainnya. Berdasarkan grafik pun dapat diketahui bahwa proses budidaya pada kolam E1 kurang optimal. Hal tersebut dilihat dari kondisi kolam E1 sebagai kolam terluas, jumlah benur tebar terbanyak, dan menghabiskan pakan terbanyak, namun menghasilkan produksi terendah, SR yang rendah serta FCR yang kurang baik (> 1,8). Gambar 28 menunjukkan hasil aktivitas Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP dalam monitoring data kualitas air kolam produksi periode Maret - Juli 2009 serta pengolahan menjadi gambaran variasi temporal. Variasi temporal data kualitas air yang ditampilkan mencakup nilai ph pagi dan sore, salinitas, serta kandungan oksigen terlarut (DO). Berdasarkan Gambar 28 diketahui bahwa terdapat tren nilai ph yang diukur pada sore hari lebih tinggi dibandingkan ph air kolam di pagi hari. Data salinitas berada pada kisaran yang dapat ditoleransi oleh spesies vannamei yakni permill. Kisaran oksigen terlarut keseluruhan kolam produksi ada pada kisaran 3,5 5,5 mg/l. Tren kondisi oksigen terlarut dalam masa budidaya cenderung menurun saat mendekati masa panen.

33 Gambar 28. Evaluasi data kualitas air budidaya periode Maret- Juli 2009 berdasarkan Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP 75

34 76 Output tabel Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP memberikan kemudahan dalam hubungan dengan program lain dalam pengolahan data. Hasil keluaran sistem informasi disimpan dalam format *.txt, dan dapat diolah kembali dengan program lain sesuai keinginan user. Salah satu bentuk penggunaannya adalah pengolahan menjadi grafik yang kemudian disandingkan dengan nilai batas atau kriteria sebagai bagian dari evaluasi. Penggunaan Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP dalam membantu mengevaluasi keberhasilan operasional budidaya ditunjukkan dalam Gambar 29. Keberhasilan operasional tambak dapat diketahui dengan membandingkan nilai produksi yang diperoleh terhadap literatur batas nilai produksi berdasarkan teknologi budidaya yang digunakan. Nilai produksi merupakan bagian dari data budidaya yang dihasilkan oleh Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP. Tabel nilai produksi tambak PT. IYP dilampirkan dalam Lampiran 17, dan dituangkan kedalam grafik variasi nilai produksi pada Gambar 29. Berdasarkan Gambar 29, nilai produktivitas terendah ditemukan pada kolam C5 (Blok 4) dalam periode Desember 2004 April 2005 yakni 7.511,1111 kg/ha, sedangkan nilai produktivitas tertinggi yaitu ,4783 kg/ha diperoleh dari kolam E9 (Blok 3) pada masa produksi Nopember 2006 Maret Tambak udang vannamei dengan teknologi intensif memiliki batas nilai produktivitas yang lebih tinggi dari tambak berteknologi semi intensif atau tradisional. Kriteria nilai produksi untuk tambak udang berteknbologi intensif diungkapkan oleh Boyd dan Clay (2002), yakni diatas kg/ha. Hal tersebut disesuaikan dengan spesies vanamei yang mempunyai beberapa keunggulan seperti tingkat kelulushidupan tinggi, kualitas benur, padat tebar tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan konversi pakan rendah. Gambar 29 turut memberikan gambaran mengenai pencapaian produktivitas tambak PT. Indonusa Yudha Perwita terhadap batas nilai produksi menurut Boyd dan Clay (2002).

35 Gambar 29. Grafik fluktuasi hasil produksi dari kolam tambak PT. Indonusa Yudha Perwita 77

36 78 Dengan menyandingkan nilai batas produktivitas berdasarkan literatur Boyd dan Clay (2002), dapat diketahui bahwa produktivitas kolam yang memenuhi kriteria adalah kolam dalam Blok 2 dan Blok 3, sedangkan kolam dalam Blok 1 dan Blok 4 dianggap kurang berhasil karena kisaran nilai produksinya berada dibawah batas nilai produksi Evaluasi Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP dapat memenuhi kebutuhan perusahaan dalam proses penyimpanan, pembaharuan, pengamanan dan penggunaan kembali data budidaya dalam pengolahan menjadi informasi untuk kegiatan evaluasi proses budidaya. Secara teknis, sistem informasi dibangun secara sederhana sesuai dengan sumberdaya dan sarana yang ada dalam PT. IYP, sehingga mempermudah proses instalasi dan pengoperasian oleh pegawai tambak. Beberapa fungsi yang mampu dilakukan oleh Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. Indonusa Yudha Perwita mempermudah pengelola tambak dalam memantau kondisi tambak, riwayat pembesaran udang, dan menentukan langkah yang diperlukan untuk kegiatan budidaya. Sistem informasi ini bermanfaat untuk mengubah sistem lama dalam pengelolaan data budidaya, yakni pengubahan metode penanganan data dalam catatan manual dalam buku menjadi penanganan data secara digital, berbasis komputer dan terpusat dalam satu database. Dengan mengacu pada Prahasta (2009) mengenai kriteria umum sistem informasi, yang mencakup debit atau jumlah data dan informasi yang mengalir dalam satuan waktu, waktu respon yang singkat, dan pemenuhan fungsi yang didefinisikan sebagai kebutuhan, maka dapat diuraikan perbedaan penggunaan Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang dibandingkan dengan pengelolaan data secara manual yang dituangkan dalam Tabel 10.

37 79 Tabel 10. Perbedaan pengelolaan data secara manual dan dengan Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP Pengelolaan data budidaya Manual Data disimpan dalam buku atau media lain yang harus dibaca oleh pekerja tambak Bersifat statis, satu media penyimpanan (buku) tidak dapat digunakan pada banyak lokasi tambak Penelusuran data dilakukan secara manual oleh manusia (pekerja tambak); kecepatan penelusuran relatif rendah (orde menit hingga jam) dan belum tentu menghasilkan informasi untuk evaluasi Semakin besar atau banyak data yang tersimpan maka akan semakin sulit dalam memperoleh gambaran yang lengkap dan cepat mengenai kondisi budidaya Waktu pengolahan data sangat ditentukan oleh petugas terkait (manusia) dalam menghitung, menyusun tabel dan laporan Transmisi data dan informasi memerlukan fasilitas transportasi fisik dari media yang digunakan Tidak memiliki fungsi pengamanan data Kapasitas penyimpanan data bergantung pada buku sebagai lokasi penyimpanan data Pengolahan data menjadi informasi dalam bentuk tabel, grafik, atau perbandingan antar kolam tidak fleksibel Tidak memiliki fungsi keluaran, sehingga menyulitkan interpretasi data; proses updating, manipulasi, dan analisis data secara langsung tidak mungkin dilakukan Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang Data disimpan dalam database yang dapat dibaca oleh komputer Bersifat statis dan dinamis, satu sistem informasi dapat digunakan dalam satu perusahaan tambak, namun juga dapat dimodifikasi untuk digunakan di tambak lain Penelusuran data dilakukan oleh komputer sehingga lebih mudah dan cepat untuk ditelusuri (dalam satuan waktu detik hingga menit) dan mampu menghasilkan olahan data menjadi informasi untuk evaluasi kegiatan budidaya Sekumpulan data dalam jumlah besar tersimpan dalam satu lokasi saja sehingga analisis atau evaluasi dari berbagai himpunan data budidaya akan lebih mudah dilakukan Kecepatan pengolahan data sangat tinggi, bergantung pada spesifikasi komputer yang digunakan (dalam waktu hitungan detik), dan sudah menjadi prioritas Transmisi data dapat dilakukan dengan melalui sarana telekomunikasi (kabel, microwave) Terdapat syarat akses ke dalam sistem informasi (username dan password) sebagai fungsi pengamanan data budidaya Kapasitas penyimpanan data sangat besar (bergantung pada sistem operasi komputer yang digunakan; lebih dari 4GB Terdapat fleksibilitas penggunaan data untuk pengolahan menjadi suatu informasi (tabel, grafik, perbandingan) yang diperlukan dalam pengambilan keputusan Kemudahan proses updating, manipulasi data, dan interpretasi dari output yang dihasilkan secara langsung (dalam waktu yang hampir berdekatan) Perbedaan antara metode manual dengan penggunaan sistem informasi dalam pengelolaan data budidaya memunculkan beberapa kelebihan dari Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP, yakni :

38 80 a. Kemudahan penggunaan oleh pekerja (pegawai) tambak karena langkah pengoperasian yang sederhana. b. Dilengkapi dengan fungsi hak akses dan keamanan, yakni diberlakukan pembatasan user melalui penggunaan username dan password pada saat ingin mengakses sistem informasi (Login). c. Mampu menampilkan data dan informasi operasional budidaya yang nantinya akan dapat digunakan sebagai pijakan untuk analisis dan evaluasi keberhasilan operasional budidaya; mampu menampilkan FCR, SR, kisaran nilai produksi, dan lain sebagainya. d. Sistem informasi ini dapat menghasilkan beragam informasi keluaran (output) sesuai dengan pilihan user. Pilihan bentuk output yakni dalam bentuk nilai pada tabel (file report), dan grafik. e. Bentuk output tabel (*.txt) memungkinkan untuk terhubung dengan program lain dalam pengolahan data budidaya lebih lanjut. f. Grafik hasil sistem informasi memberi kemudahan dalam interpretasi data, penilaian kondisi budidaya terhadap nilai batas, sebagai tools dalam mengevaluasi proses budidaya, serta membantu proses pengambilan keputusan (decision making tools). g. Efisiensi waktu, tenaga, dan lokasi penyimpanan data. Sistem informasi dapat menyatukan lokasi penyimpanan seluruh data budidaya PT. IYP yang selama ini tersimpan terpisah. Sistem informasi memudahkan pekerja dalam memproses data serta menghasilkan informasi untuk keperluan evaluasi proses budidaya dalam waktu singkat h. Rekaman data pada sistem informasi merupakan titik awal dalam melihat tren data budidaya dalam tambak PT. IYP.

39 81 i. Data deret waktu atau tren data budidaya dari sistem informasi dapat dimanfaatkan sebagai early warning system apabila terjadi permasalahan dalam proses budidaya yang sedang berlangsung. j. Sistem informasi ini dapat dibuat menjadi dinamis sehingga dapat diaplikasikan pada perusahaan tambak lainnya Kelebihan dan manfaat yang ada menjadikan Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP layak untuk digunakan, terutama sebagai tahap awal modernisasi manajemen data budidaya tambak. Dalam penggunaan lebih lanjut, sistem informasi ini masih memerlukan penyempurnaan dan perbaikan terhadap kekurangan yang ada, antara lain pengaturan skala nilai grafik dan input nilai optimal setiap parameter sebagai bahan pembanding kisaran nilai data, otomatisasi penilaian data budidaya terhadap batas kritis, peningkatan sistem pengamanan melalui modifikasi akses data, atau mekanisme multi output dari berbagai jenis data budidaya dalam satu grafik. Sistem informasi ini pun dapat dimodifikasi sehingga dapat digunakan dalam pengelolaan usaha tambak lainnya. Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP merupakan sistem informasi yang melakukan pengelolaan data secara spasial yakni dibedakan berdasarkan kolam produksi sebagai pendefinisi spasial secara manual. Hal ini memungkinkan pengembangan sistem informasi menjadi suatu sistem informasi pengelolaan budidaya berbasis sistem informasi geografis. 4.7 Pemanfaatan sistem informasi dalam pengkajian kesesuaian lahan dengan keberhasilan operasional tambak PT. IYP Penentuan kesesuaian lahan budidaya tambak penting dilakukan untuk mencegah kegagalan budidaya karena kesalahan pemilihan lokasi. Kekeliruan pemilihan lokasi akan menyebabkan membengkaknya kebutuhan modal, tingginya biaya operasi, rendahnya produksi dan munculnya masalah lingkungan. Pengalaman membuktikan bahwa lokasi pertambakan, teknologi

40 82 yang diterapkan dan pola sebaran tambak di suatu kawasan pantai akan berdampak luas terhadap mutu lingkungan, stabilitas produksi tambak dan keuntungan ekonomi usaha pertambakan (Poernomo, 1992; BPPT, 1995). Dalam pembahasan sebelumnya telah diketahui bahwa tambak PT. IYP berada pada kelas kesesuaian lahan yang sangat sesuai dan cukup sesuai, seperti terlihat dalam Gambar 20. Dengan menyandingkan hasil kesesuaian lahan berdasarkan faktor biofisik dan faktor pembatas, seperti dalam Gambar 21, dengan hasil variasi nilai produksi tambak PT. IYP pada blok tambak yang dihasilkan oleh sistem informasi (Gambar 29), diperoleh konsistensi antara kesesuaian lahan dengan nilai produksi sebagai ukuran keberhasilan operasional tambak. Dengan waktu pembesaran yang sama yakni 4 bulan, Kolam Blok 1 dan 4 yang berada pada lahan cukup sesuai secara biofisik, memiliki nilai produksi yang lebih rendah daripada kolam tambak Blok 2 dan 3 yang berada pada lahan dengan kelas sangat sesuai. Berdasarkan hasil tersebut, diduga produksi tambak PT. Indonusa Yudha Perwita akan lebih optimal apabila seluruh kolam produksi berada pada kelas sangat sesuai, dan tidak berada di jalur hijau atau kawasan sempadan pantai. Informasi mengenai kesesuaian lokasi tambak dan adanya efisiensi dalam manajemen data sangat penting dalam menunjang keberlangsungan suatu usaha budidaya. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, terlihat bahwa kesesuaian wilayah usaha tambak berpengaruh terhadap hasil produksi yang dicapai. Pemanfaatan hasil kesesuaian lahan tambak dan pengelolaan data melalui sebuah sistem informasi pengelolaan budidaya tambak yang sekaligus berperan sebagai decision making tools, diharapkan dapat memperbaiki kinerja tambak dan meningkatkan hasil produksi.

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Oktober Lokasi

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Oktober Lokasi 23 III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Oktober 2010. Lokasi penelitian berada di tambak udang vannamei milik PT. Indonusa Yudha Perwita (PT. IYP),

Lebih terperinci

Lampiran 1. Stasiun pengambilan data kualitas air pesisir Kabupaten Indramayu

Lampiran 1. Stasiun pengambilan data kualitas air pesisir Kabupaten Indramayu Lampiran 1. Stasiun pengambilan data kualitas air pesisir Kabupaten Indramayu 91 Lampiran 2. Stasiun pengambilan data kualitas sumber air budidaya tambak PT. Indonusa Yudha Perwita 92 93 Lampiran 3. Metode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling

I. PENDAHULUAN. dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara laut dan daratan yang dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling berkaitan membentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Udang adalah komoditas unggulan perikanan budidaya yang berprospek cerah. Udang termasuk komoditas

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR Ba b 4 KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR 4.1. Potensi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Kecamatan Kuala Kampar memiliki potensi perikanan tangkap dengan komoditas ikan biang, ikan lomek dan udang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei sampai Juli 2014, di Laboratorium Budidaya

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei sampai Juli 2014, di Laboratorium Budidaya BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Mei sampai Juli 2014, di Laboratorium Budidaya Perikanan Bagian Genetika dan Pemuliaan Ikan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB V. EVALUASI HASIL PENELITIAN Evaluasi Parameter Utama Penelitian Penilaian Daya Dukung dengan Metode Pembobotan 124

BAB V. EVALUASI HASIL PENELITIAN Evaluasi Parameter Utama Penelitian Penilaian Daya Dukung dengan Metode Pembobotan 124 DAFTAR ISI Halaman Judul Halaman Persetujuan Kata Pengantar Pernyataan Keaslian Tulisan Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Peta Daftar Lampiran Intisari Abstract i ii iii iv v ix xi xii xiii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, dengan sekitar 18. 110 buah pulau, yang terbentang sepanjang 5.210 Km dari Timur ke Barat sepanjang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan Universitas

Lebih terperinci

GAMBAR KAWASAN TAMBAK 74,2

GAMBAR KAWASAN TAMBAK 74,2 GAMBAR KAWASAN TAMBAK 74,2 PROFIL KELOMPOK Nama Kelompok : Pokdakan 74,2 Alamat : Desa kandangsemangkon Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan Tgl. Pembentukan : 10 Juni 2006 Jumlah Anggota : 12 Orang Komoditas

Lebih terperinci

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Kabupaten Dompu secara geografis terletak di antara 117 o 42 dan 180 o 30 Bujur Timur dan 08 o 6 sampai 09 o 05 Lintang Selatan. Kabupaten Dompu

Lebih terperinci

Sebagai acuan / pedoman pelaku percontohan budidaya lele dengan menggunakan pakan (pellet) jenis tenggelam.

Sebagai acuan / pedoman pelaku percontohan budidaya lele dengan menggunakan pakan (pellet) jenis tenggelam. PETUNJUK TEKNIS DEMPOND BUDIDAYA LELE MENGGUNAKAN PAKAN (PELET) TENGGELAM DI KAB I. Pendahuluan 1. Latar Belakang Usaha Budidaya lele sampe sekarang banyak diminati masyarakat dikarenakan dalam perlakuannya

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN SIFAT LAHAN SAWAH DENGAN PRODUKTIVITAS PADI DI KAWASAN PESISIR KECAMATAN PASEKAN KABUPATEN INDRAMAYU

2015 HUBUNGAN SIFAT LAHAN SAWAH DENGAN PRODUKTIVITAS PADI DI KAWASAN PESISIR KECAMATAN PASEKAN KABUPATEN INDRAMAYU BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan, sehingga memiliki kawasan pesisir yang luas dari tiap wilayah pulaunya. Kawasan pesisir ini digunakan oleh penduduk Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

I. PENDAHULUAN.  (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan sektor agribisnis yang hingga saat ini masih memberikan kontribusi yang cukup besar pada perekonomian Indonesia. Dari keseluruhan total ekspor produk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Budidaya Tambak Kegiatan budidaya tambak merupakan pemanfaatan wilayah pesisir sebagai lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk masyarakat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah 1. Persiapan kolam Di Desa Sendangtirto, seluruh petani pembudidaya ikan menggunakan kolam tanah biasa. Jenis kolam ini memiliki

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada Bulan April 2013 hingga Mei 2013 bertempat di laboratorium budidaya perikanan Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD.

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI BAK TERPAL BAPPL STP SERANG, BANTEN

RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI BAK TERPAL BAPPL STP SERANG, BANTEN RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI BAK TERPAL BAPPL STP SERANG, BANTEN Wadah pemeliharaan yang digunakan adalah bak berlapis terpaulin dan berlapis plastik

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan dari bulan Maret sampai September 2014 di Laboratorium UPT Kolam Pembenihan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lahan 4.1.1 Kemiringan Pemetaan lahan potensial budidaya gurame pada parameter kemiringan lahan disusun berdasarkan peta kemiringan lereng yang diperoleh dari

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 12 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Berdasarkan buku Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten (9), wilayah mangrove desa Jayamukti Kecamatan Blanakan secara administrasi kehutanan termasuk

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele.

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele. 17 3. METODE Rangkaian penelitian ini terdiri dari empat tahap penelitian. Seluruh kegiatan dilakukan dalam kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2011 di Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (d/h Loka Riset

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. Analisis proksimat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan pesisir Teluk Bone yang terajut oleh 15 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan membentang sepanjang kurang lebih 1.128 km garis pantai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA 853 Upaya peningkatan produksi pada budidaya... (Gunarto) UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA ABSTRAK Gunarto

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 2 kali ulangan. Perlakuan yang akan diterapkan yaitu pemakaian

Lebih terperinci

BUDIDAYA LELE DENGAN SISTEM BIOFLOK. drh. Adil Harahap dokadil.wordpress.com

BUDIDAYA LELE DENGAN SISTEM BIOFLOK. drh. Adil Harahap dokadil.wordpress.com BUDIDAYA LELE DENGAN SISTEM BIOFLOK drh. Adil Harahap dokadil.wordpress.com BUDIDAYA LELE DENGAN SISTEM BIOFLOK WADAH BENIH AIR PERLAKUAN BIOFLOK PAKAN BOBOT WADAH / KOLAM WADAH / KOLAM Syarat wadah: Tidak

Lebih terperinci

PARAMETER KUALITAS AIR

PARAMETER KUALITAS AIR KUALITAS AIR TAMBAK PARAMETER KUALITAS AIR Parameter Fisika: a. Suhu b. Kecerahan c. Warna air Parameter Kimia Salinitas Oksigen terlarut ph Ammonia Nitrit Nitrat Fosfat Bahan organik TSS Alkalinitas Parameter

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi PKL Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah tingkat Provinsi yang mempunyai fungsi menyebar luaskan teknologi perbenihan

Lebih terperinci

Bab V Kajian Keberlanjutan Penerapan Sistem Silvofishery dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Desa Dabung

Bab V Kajian Keberlanjutan Penerapan Sistem Silvofishery dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Desa Dabung Bab V Kajian Keberlanjutan Penerapan Sistem Silvofishery dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Desa Dabung V.1. Kajian keberlanjutan dengan Metode Ecological Footprint Seperti telah disebutkan sebelumnya

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL FAISOL MAS UD Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor Sumedang, Jawa Barat. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pantai mencapai km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2

BAB I PENDAHULUAN. pantai mencapai km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki panjang garis pantai mencapai 104.000 km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2 (Pusat Data, Statistik dan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011, di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung, Bogor. Analisis kualitas

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1 11-106 o 7 12 BT dan 5 o 7 50-7 o 1 1 LS, mempunyai posisi strategis pada lintas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014, di Laboratorium Budidaya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014, di Laboratorium Budidaya III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014, di Laboratorium Budidaya Perikanan bagian Genetika dan Pemuliaan Ikan Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk dan pesatnya pembangunan menyebabkan sumber air bersih berkurang, khususnya di daerah perkotaan. Saat ini air bersih menjadi barang yang

Lebih terperinci

Bab IV Deskripsi Tambak Silvofishery di Desa Dabung

Bab IV Deskripsi Tambak Silvofishery di Desa Dabung Bab IV Deskripsi Tambak Silvofishery di Desa Dabung Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa hanya ada 3 tambak yang menerapkan system silvofishery yang dilaksanakan di Desa Dabung, yaitu 2 tambak

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan tempat Penelitian teknologi budidaya sepenuhnya meggunakan pakan komersil pada kolam air tenang (teknologi 1) dan teknlogi budidaya menggunakan pakan pengganti berupa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium Basah Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Jl. Peta No. 83, Bandung, Jawa Barat 40232, selama 20 hari pada bulan Maret April 2013. 3.2 Alat dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pengalaman berusaha, dan status kepemilikan lahan penambak. Usaha tambak merupakan usaha yang membutuhkan tenaga yang banyak.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pengalaman berusaha, dan status kepemilikan lahan penambak. Usaha tambak merupakan usaha yang membutuhkan tenaga yang banyak. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Penambak Udang Identitas penambak merupakan suatu yang penting dalam usaha tambak, karena petambak merupakan faktor utama dalam mengatur usaha udang vanname, jika penambak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17 Maret 2014, bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 16/PRT/M/2011 Tentang PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI TAMBAK

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 16/PRT/M/2011 Tentang PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI TAMBAK PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 16/PRT/M/2011 Tentang PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI TAMBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) 1 Deskripsi METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan produksi massal benih ikan hias mandarin (Synchiropus splendidus),

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Alat

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di LaboratoriumPembenihan Ikan Ciparanje, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada bulan Maret sampai

Lebih terperinci

Widi Setyogati, M.Si

Widi Setyogati, M.Si Widi Setyogati, M.Si Pengertian Tambak : salah satu wadah budidaya perairan dengan kualitas air cenderung payau/laut, biasanya terdapat di pesisir pantai Tambak berdasarkan sistem pengelolaannya terbagi

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 Juni sampai dengan 31 Juli 2013. Penelitian meliputi kegiatan lapangan dan kegiatan laboratorium. Kegiatan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus :

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus : ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus : DT = Dimana : DT = detention time atau waktu tinggal (menit) V = volume wadah (liter) Q = debit air (liter/detik)

Lebih terperinci

PENDEDERAN IKAN PATIN DI KOLAM OUTDOOR UNTUK MENGHASILKAN BENIH SIAP TEBAR DI WADUK MALAHAYU, BREBES, JAWA TENGAH

PENDEDERAN IKAN PATIN DI KOLAM OUTDOOR UNTUK MENGHASILKAN BENIH SIAP TEBAR DI WADUK MALAHAYU, BREBES, JAWA TENGAH Media Akuakultur Volume 7 Nomor 1 Tahun 2012 PENDEDERAN IKAN PATIN DI KOLAM OUTDOOR UNTUK MENGHASILKAN BENIH SIAP TEBAR DI WADUK MALAHAYU, BREBES, JAWA TENGAH Septyan Andriyanto *), Evi Tahapari **), dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan ketinggian air yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari beberapa parameter uji (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kondisi Fisik Daerah Penelitian II.1.1 Kondisi Geografi Gambar 2.1. Daerah Penelitian Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52-108 36 BT dan 6 15-6 40 LS. Berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Hatchery Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada bulan April sampai Mei 2013. Tahapan yang

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai Mei 2013 dilaksanakan di Hatchery Ciparanje, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan keseragaman.induk yang baik untuk pemijahan memiliki umur untuk

Lebih terperinci

MODUL: PENYIAPAN TAMBAK

MODUL: PENYIAPAN TAMBAK BDI-P/1/1.1 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR PAYAU PEMBESARAN IKAN BANDENG MODUL: PENYIAPAN TAMBAK DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua perlakuan dan masing-masing menggunakan delapan ulangan, yaitu : 1) Perlakuan A dengan warna

Lebih terperinci

saat suhu udara luar menjadi dingin pada malam dan pagi hari. (Mengakibatkan kematian pada Udang)

saat suhu udara luar menjadi dingin pada malam dan pagi hari. (Mengakibatkan kematian pada Udang) POKOK-POKOK PENTING DALAM PENGELOLAAN TAMBAK TRADISIONAL BUDIDAYA PERIKANAN AIR PAYAU DAN AIR ASIN / TAMBAK TEPI PANTAI TAMBA K ORGANIK INTENSIF "By Sari Tambak Suraba ya" Syarat-Syarat Utama Tambak Produktif

Lebih terperinci

Pembesaran Benih Ikan Sidat dengan Jenis Pakan yang Berbeda

Pembesaran Benih Ikan Sidat dengan Jenis Pakan yang Berbeda Nikè:Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 215 Pembesaran Benih Ikan Sidat dengan Jenis Pakan yang Berbeda Mulis mulis.gorontalo@gmail.com Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan luas laut kurang lebih 5,8 juta km serta perairan pantai sepanjang 81.000 km memiliki potensi yang besar pada sektor perikanan. Sektor

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014 Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Mengunduh Citra Google Maps Dari proses mengunduh yang telah dilakukan, maka didapatkan citra Google Maps dalam format *jpg. Gambar 4.1 Citra Google Maps Yang Telah Diunduh

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

Gambar 3. Kolam yang diperguanak untuk Percontohan

Gambar 3. Kolam yang diperguanak untuk Percontohan PENERAPAN TEKNOLOGI PEMBESARAN IKAN PATIN SESUAI DENGAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) DALAM KEGIATAN APLIKASI TEKNOLOGI PERCONTOHAN/PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN PENYULUH PERIKANAN DI KABUPATEN KUANTAN

Lebih terperinci

USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan)

USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan) USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan) Melalui berbagai media komunikasi pemerintah selalu menganjurkan kepada masyarakat untuk makan ikan. Tujuannya adalah untuk

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Legonkulon berada di sebelah utara kota Subang dengan jarak ± 50 km, secara geografis terletak pada 107 o 44 BT sampai 107 o 51 BT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PRT/M/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI TAMBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 1 PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN A. DEFINISI Adalah pengolahan lahan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran panjang 5,65 ± 0,62

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan Penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Purwodadi Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik RT 01 RW 01 selama 28 hari pada bulan Desember 2016 Januari 2017

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ekosistem mangrove di dunia saat ini diperkirakan tersisa 17 juta ha. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, 1998), yaitu

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian 2.1.1 Alat dan Bahan Bahan yang akan digunakan pada persiapan penelitian adalah kaporit, sodium thiosulfat, detergen, dan air tawar. Bahan yang digunakan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditas utama dalam industri perikanan budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta permintaan pasar tinggi

Lebih terperinci

PROSPEK USAHA TAMBAK DI KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO JAWA TIMUR TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2

PROSPEK USAHA TAMBAK DI KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO JAWA TIMUR TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROSPEK USAHA TAMBAK DI KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO JAWA TIMUR TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS Oleh : Hamdani

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian Penelitian biofiltrasi ini targetnya adalah dapat meningkatkan kualitas air baku IPA Taman Kota Sehingga masuk baku mutu Pergub 582 tahun 1995 golongan B yakni

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Benih Ikan Lele Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (SR) tertinggi dicapai oleh perlakuan naungan plastik transparan sebesar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Global warming merupakan isu lingkungan terbesar dalam kurun waktu terakhir. Jumlah polutan di bumi yang terus bertambah merupakan salah satu penyebab utama terjadinya

Lebih terperinci