BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lahan Kemiringan Pemetaan lahan potensial budidaya gurame pada parameter kemiringan lahan disusun berdasarkan peta kemiringan lereng yang diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Majalengka (Lampiran 2). Peta ini menggambarkan kondisi kemiringan lahan di Kabupaten Majalengka yang dibagi ke dalam beberapa kategori yaitu : 1. Kemiringan 0-3% 2. Kemiringan 3-8% 3. Kemiringan 8-15% 4. Kemiringan 15-25% 5. Kemiringan 25-40% 6. Kemiringan >40% Peta diolah menggunakan ArcGIS 9.3 dengan proses digitasi sehingga menghasilkan pemetaan baru berdasarkan parameter kemiringan lahan. Kemiringan lahan berkaitan dengan pengisian air kolam secara gravitasi. Wilayah dengan kemiringan lahan berkategori Sesuai (S1) adalah wilayah yang memiliki kemiringan lahan 3-5%. Kolam yang dibangun pada tanah yang terlalu miring akan memiliki daya tampung air yang sedikit (Susanto 2012). Kemiringan lahan hingga 15% masih bisa diterima sebagai lokasi budidaya gurame, namun kemiringan lahan di atas 15% terlalu curam sehingga tidak bisa digunakan sebagai lahan budidaya gurame (Hossain et al. 2007). Pemetaan berdasarkan parameter kemiringan lahan bisa dilihat pada Gambar 8. Wilayah yang termasuk kategori Sesuai (S1) ditandai dengan warna coklat. Wilayah yang termasuk kategori Cukup Sesuai (S2) ditandai dengan warna coklat muda, sedangkan wilayah yang termasuk kategori Tidak Sesuai (N) ditandai dengan warna kuning. Luas lahan dari setiap kategori dapat dilihat pada Tabel 9.

2 28 Gambar 8. Peta Kemiringan Lahan Tabel 9. Luas Lahan Setiap Kategori Berdasarkan Kemiringan Lahan Kategori Luas Lahan (ha) Persentasi (%) Sesuai (S1) ,15 Cukup Sesuai (S2) ,26 Tidak Sesuai (N) ,59

3 Ketinggian Pemetaan lahan potensial budidaya gurame pada parameter ketinggian disusun berdasarkan peta ketinggian yang diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Majalengka (Lampiran 3). Peta ini menggambarkan kondisi ketinggian (elevasi) di Kabupaten Majalengka yang dibagi ke dalam beberapa kategori yaitu : 1. Ketinggian dibawah 25 mdpl 2. Ketinggian mdpl 3. Ketinggian mdpl 4. Ketinggian mdpl 5. Ketinggian mdpl 6. Ketinggian di atas 1000 mdpl Peta diolah menggunakan ArcGIS 9.3 dengan proses digitasi sehingga menghasilkan pemetaan baru berdasarkan parameter ketinggian lokasi budidaya gurame. Ketinggian lokasi budidaya gurame berpengaruh terhadap kondisi suhu udara, semakin tinggi lokasi budidaya gurame maka semakin rendah suhu udara disekitarnya. Suhu udara yang terlalu rendah akan menghambat pertumbuhan gurame. Wilayah yang sesuai untuk budidaya gurame adalah wilayah dengan ketinggian m. Wilayah dengan ketinggian dibawah 50 m masih bisa digunakan sebagai lahan budidaya gurame, namun ketinggian di atas 400 m tidak sesuai digunakan sebagai lahan budidaya gurame karena suhu udara pada ketinggian tersebut terlalu rendah untuk budidaya gurame (Bappenas 2000). Pemetaan berdasarkan parameter ketinggian bisa dilihat pada Gambar 9. Wilayah yang termasuk kategori Sesuai (S1) ditandai dengan warna hijau. Wilayah berkategori Cukup Sesuai (S2) ditandai dengan warna biru, sedangkan wilayah berkategori Tidak Sesuai (N) ditandai dengan warna coklat. Luas lahan dari setiap kategori dapat dilihat pada Tabel 10.

4 30 Gambar 9. Peta Ketinggian Tabel 10. Luas Lahan Setiap Kategori Berdasarkan Ketinggian Kategori Luas Lahan (ha) Persentasi (%) Sesuai (S1) ,55 Cukup Sesuai (S2) ,76 Tidak Sesuai (N) ,69

5 Penggunaan Lahan Pemetaan lahan potensial budidaya gurame pada parameter penggunaan lahan disusun berdasarkan peta rencana pola ruang yang diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Majalengka (Lampiran 4). Peta ini menggambarkan rencana penggunaan lahan di Kabupaten Majalengka yang terbagi ke dalam kawasan industri, pertambangan, pariwisata, perhutanan, konservasi, pemukiman, pertanian, perikanan dan rawan bencana alam. Peta diolah menggunakan ArcGIS 9.3 dengan proses digitasi sehingga menghasilkan pemetaan baru berdasarkan parameter penggunaan lahan. Penggunaan lahan adalah penggolongan fungsi lahan secara umum berupa pengkhususan kawasan-kawasan tertentu menurut tujuan penggunaannya. Tidak semua lahan cocok dijadikan sebagai lokasi budidaya ikan. Kawasan yang berkategori Sesuai (S1) untuk budidaya gurame adalah kawasan perikanan, sedangkan kawasan pertanian masih bisa dijadikan lahan budidaya gurame. Kawasan lainnya yaitu kawasan industri, pertambangan, pariwisata, perhutanan, konservasi, pemukiman, dan rawan bencana alam tidak bisa digunakan sebagai lahan budidaya gurame. Pemetaan berdasarkan parameter penggunaan lahan bisa dilihat pada Gambar 10. Kawasan berkategori Sesuai (S1) ditandai dengan warna biru muda. Kawasan berkategori Cukup Sesuai (S2) ditandai dengan warna biru tua, sedangkan kawasan berkategori Tidak Sesuai (N) ditandai dengan warna abu-abu. Luas lahan dari setiap kategori dapat dilihat pada Tabel 11.

6 32 Gambar 10. Peta Penggunaan Lahan Tabel 11. Luas Lahan Setiap Kategori Berdasarkan Penggunaan Lahan Kategori Luas Lahan (ha) Persentasi (%) Sesuai (S1) ,05 Cukup Sesuai (S2) ,46 Tidak Sesuai (N) ,49

7 Kondisi Tanah Tekstur Tanah Kegiatan budidaya perikanan di Indonesia umumnya masih menggunakan sistem budidaya tradisional dan semi intensif, sehingga jenis tanah yang digunakan untuk membangun kolam harus diperhatikan dengan baik. Tanah yang digunakan untuk kolam harus mampu menahan massa air sehingga tidak terjadi kebocoran. Tanah yang baik untuk pembuatan kolam adalah tanah yang memiliki kandungan liat tinggi. Tanah ini jika digenggam mudah terbentuk, tidak pecah dan tidak melekat pada tangan. Jenis tanah lain yang masih bisa digunakan untuk pembuatan kolam adalah tanah berlempung. Tanah lempung memiliki tekstur yang tidak sekuat tanah liat namun masih sanggup menahan massa air sehingga dapat dibentuk mejadi kolam yang kokoh. Tanah yang memiliki kandungan pasir tinggi dan tanah berlumpur tidak sesuai untuk dijadikan kolam karena tidak dapat menahan massa air kolam (Susanto 2012). Berdasarkan peta jenis tanah yang diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Majalengka (Lampiran 5), tanah yang terdapat di Kabupaten Majalengka terdiri dari delapan jenis yaitu Aluvial, Andosol, Glei, Grumosol, Latosol, Litosol, Podsol Merah Kuning dan Regosol. Setiap jenis tanah memiliki karakteristik yang berbeda-beda yang dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan data karakteristik tanah pada Tabel 12, tanah yang tergolong ke dalam kategori Sesuai (S1) adalah tanah berjenis Aluvial, Grumosol dan Latosol. Jenis tanah yang tergolong kategori Cukup Sesuai (S2) adalah Andosol dan Podsol Merah Kuning, sedangkan jenis tanah yang tergolong kategori Tidak Sesuai (N) adalah tanah Glei, Litosol dan Regosol. Peta kesesuaian lahan budidaya gurame berdasarkan parameter tekstur tanah dapat dilihat pada Gambar 11. Kawasan berkategori Sesuai (S1) ditandai dengan warna coklat. Kawasan berkategori Cukup Sesuai (S2) ditandai dengan warna oranye, sedangkan kawasan berkategori Tidak Sesuai (N) ditandai dengan warna krem. Luas lahan dari setiap kategori dapat dilihat pada Tabel 13.

8 34 Tabel 12. Karakteristik Berdasarkan Jenis Tanah Jenis Tanah Tekstur ph Tanah Karbon Organik (%) Aluvial Andosol Glei Grumosol Latosol Tanah endapan, tekstur liat atau liat berpasir Tanah berlempung dengan tekstur sedang Struktur tanah berlumpur Kandungan liat tinggi Kandungan liat tinggi Masam hingga netral (5 6,5) Masam hingga netral (5,6 6,5) Masam (4,5 6) Agak masam hingga netral (6 7,6) Sangat masam (4,5 6) Litosol tekstur berpasir Sangat masam Podsol Merah Kuning Lempung liat berpasir (4,5 6) Sangat masam (4,2-4,8) Regosol Tekstur berpasir Agak masam hingga netral (6 7) Sumber : Ariyanto 2012, Fiantis 2012, Fitriani 2006 Kandungan karbon organik tinggi (2 3) Kandungan karbon organik tinggi (2 3) Kandungan karbon organik tinggi (2 3) Kandungan karbon organik sedang (1 2) Kandungan karbon organik sedang (1 2) Kandungan karbon organik sangat rendah (>0,5) Kandungan karbon organik sedang (1 2) Kandungan karbon organik tinggi (2 3)

9 35 Gambar 11. Peta Tekstur Tanah Tabel 13. Luas Lahan Setiap Kategori Berdasarkan Tekstur Tanah Kategori Luas Lahan (ha) Persentasi (%) Sesuai (S1) ,07 Cukup Sesuai (S2) ,79 Tidak Sesuai (N) ,13

10 ph Tanah Nilai ph tanah akan berpengaruh terhadap ph air kolam. Tanah yang memiliki ph 6,5-7,5 sangat berpotensi untuk budidaya perikanan karena produktivitas perairan pada kisaran ph tersebut berada pada kondisi maksimal. Tanah yang memiliki ph antara 5,5-6,5 dan 7,5-8,5 masih bisa digunakan untuk budidaya perikanan, namun tanah dengan nilai ph dibawah 5,5 atau diatas 8,5 tidak bisa digunakan untuk budidaya perikanan karena pada kondisi tersebut produktivitas perairan mengalami penurunan (Boyd 1990). Berdasarkan Tabel 9 jenis tanah yang memiliki nilai ph berkategori Sesuai (S1) adalah Grumosol dan Regosol. Jenis tanah yang memiliki nilai ph berkategori Cukup Sesuai (S2) adalah Aluvial dan Andosol, sedangkan jenis tanah yang memiliki nilai ph berkategori Tidak Sesuai (N) adalah tanah Glei, Litosol dan Regosol. Peta kesesuaian lahan budidaya gurame berdasarkan parameter ph tanah dapat dilihat pada Gambar 12. Wilayah berkategori Sesuai (S1) ditandai dengan warna biru. Wilayah berkategori Cukup Sesuai (S2) ditandai dengan warna kuing, sedangkan wilayah berkategori Tidak Sesuai (N) ditandai dengan warna oranye. Luas lahan dari setiap kategori dapat dilihat pada Tabel 14.

11 37 Gambar 12. Peta ph Tanah Tabel 14. Luas Lahan Setiap Kategori Berdasarkan ph Tanah Kategori Luas Lahan (ha) Persentasi (%) Sesuai (S1) ,86 Cukup Sesuai (S2) ,10 Tidak Sesuai (N) ,04 Tanah yang memiliki ph rendah (masam) dapat diperbaiki dengan proses pengapuran ketika tahap persiapan kolam. Pada tahap pengapuran tanah pada dasar kolam ditaburi kapur tohor dengan dosis tertentu sehingga tingkat keasamannya akan bertambah.

12 Kandungan Bahan Organik Bahan organik pada dasar kolam dapat menjadi sumber makanan bagi organisme bentos sehingga berpengaruh terhadap kesuburan perairan. Kandungan bahan organik tanah dapat diketahui melalui persentasi kandungan karbon organik (Zalina 2011). Tanah dengan kandungan karbon organik 1,5-2,5% sangat berpotensi untuk budidaya perikanan karena produktivitas perairan pada konsentrasi karbon organik tersebut berada dalam kondisi maksimal. Tanah dengan kandungan karbon organik 0,5-1,5% masih bisa digunakan untuk budidaya perikanan, sedangkan tanah dengan kandungan organik dibawah 0,5% atau diatas 2,5% tidak bisa digunakan karena kurang berpotensi untuk budidaya perikanan (Boyd 1990). Berdasarkan Tabel 9 jenis tanah yang memiliki kandungan karbon organik berkategori Sesuai (S1) adalah Aluvial, Andosol, Glei dan Regosol. Jenis tanah yang memiliki nilai ph berkategori Cukup Sesuai (S2) adalah Grumosol dan Latosol, sedangkan jenis tanah yang memiliki nilai ph berkategori Tidak Sesuai (N) adalah tanah Litosol. Peta kesesuaian lahan budidaya gurame berdasarkan parameter kandungan karbon organik dapat dilihat pada Gambar 13. Wilayah yang berkategori Sesuai (S1) ditandai dengan warna hijau tua. Wilayah berkategori Cukup Sesuai (S2) ditandai dengan warna hijau muda, sedangkan wilayah berkategori Tidak Sesuai (N) ditandai dengan warna abu-abu. Luas lahan dari setiap kategori dapat dilihat pada Tabel 15.

13 39 Gambar 13. Peta Kandungan Karbon Organik Tanah Tabel 15. Luas Lahan Setiap Kategori Berdasarkan Kandungan Bahan Organik Kategori Luas Lahan (ha) Persentasi (%) Sesuai (S1) ,84 Cukup Sesuai (S2) ,76 Tidak Sesuai (N) ,40 Tanah yang memiliki kandungan bahan organik rendah dapat diperbaiki dengan proses pemupukan pada saat persiapan kolam atau ketika pemeliharaan ikan. Pupuk yang diberikan biasanya berupa pupuk kandang sehingga bisa meningkatkan kesuburan perairan. Perlakuan lain yang bisa diterapkan adalah penggunaan teknologi perikanan yang lebih maju seperti bioflok atau probiotik.

14 Kualitas Air Sungai di Kabupaten Majalengka berperan sebagai sumber air utama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat seperti industri, perikanan dan pertanian. Salah satu sungai besar yang melalui Kabupaten Majalengka adalah Sungai Cimanuk dengan anak sungai yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Majalengka. Data kualitas air Kabupaten Majalengka adalah data primer yang diperoleh melalui pengukuran langsung di lokasi penelitian. Titik pengukuran berjumlah 11 titik yang terletak pada sungai-sungai besar di Kabupaten Majalengka (Gambar 14). Data hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada Tabel 16. Gambar 14. Titik Pengukuran Data Kualitas Air

15 41 No Nama Sungai 1 Cimanuk (hulu) 2 tidak ada data 3 tidak ada data Tabel 16. Data Kualitas Air Sungai Kabupaten Majalengka Titik Koordinat 108º 9' 47" BT 6º 45' 58" LS 108º 10' 3" BT 6º 43' 53" LS 108º 11' 50" BT 6º 45' 40" LS 4 Cideres 108º 12' 10" BT 6º 45' 30" LS 5 Cisambeng 108º 13' 50" BT 6º 44' 30" LS 6 Cikeruh 108º 16' 50" BT 6º 43' 30" LS 7 Ciwaringin 108º 22' 0" BT 6º 42' 0" LS C8 Cipondoh 108º 12' 10" BT 6º 49' 40" LS 9 Cijurei 108º 11' 50" BT 6º 49' 0" LS 10 Cilutung 108º 16' 45" BT 11 Cimanuk (hilir) 6º 58' 30" LS 108º 13' 30" BT 6º 39' 0" LS Suhu Air (ºC) ph Air DO (mg/l) Sumber : Data Primer, BPLH Kabupaten Majalengka 2013 Kecerahan (cm) Debit (m³/detik) 26,4 8,17 7,7 4 50,608 27,0 7,37 4,4 5 tidak ada data 27,0 6,90 5,6 9 tidak ada data 26,4 7,05 5,2 6 4,749 26,8 7,40 5,2 10 tidak ada data 28,2 7,62 7, ,68 27,0 7,40 6,0 15 6,36 26,4 7,42 6,4 10 tidak ada data 26,2 7,81 5,4 8 0,8 25,4 7,46 6, ,9 25,7 7,57 4, ,308 Suhu perairan berpengaruh terhadap proses metabolisme yang berlangsung dalam tubuh ikan dan secara tidak langsung ikut berpengaruh pula terhadap tingkat konsumsi ikan terhadap pakan. Pada suhu C tingkat konsumsi ikan terhadap pakan berada dalam kondisi optimal (Gusrina 2008), sehingga perairan dengan kisaran suhu tersebut digolongkan ke dalam kategori Sesuai (S1). Pada suhu C gurame bisa tumbuh dengan baik (Mahyuddin 2009), sehingga perairan dengan kisaran suhu tersebut digolongkan ke dalam kategori Cukup Sesuai (S2). Suhu dibawah 24 C atau diatas 30 C digolongkan ke dalam kategori

16 42 Tidak Sesuai (N) karena pada suhu tersebut tingkat konsumsi ikan terhadap pakan mengalami penurunan. Berdasarkan data hasil pengukuran kualitas air, suhu air sungai di Kabupaten Majalengka berkisar antara 25,4-28,2 C sehingga tergolong ke dalam kategori Cukup Sesuai (S2). Nilai derajat keasaman (ph) perairan berpengaruh terhadap kondisi organisme yang hidup pada perairan tersebut. Nilai ph yang terlalu asam atau terlalu basa dapat menimbulkan kematian bagi ikan dan organisme perairan lainnya. Nilai ph yang sesuai untuk budidaya perikanan berkisar antara 7-8 (Gusrina 2008). Nilai ph yang masih bisa diterima oleh gurame adalah 6,5 (Mahyuddin 2009), sedangkan nilai ph dibawah 6,5 tidak sesuai untuk budidaya gurame. Berdasarkan data hasil pengukuran kualitas air, ph air sungai di Kabupaten Majalengka berada pada kategori Sesuai (S1), kecuali pada titik pengukuran 1 yang bernilai 8,17 dan titik pengukuran 3 yang bernilai 6,90. Oksigen dibutuhkan oleh setiap makhluk hidup untuk bernapas. Ikan mendapatkan oksigen dalam bentuk oksigen terlarut (DO). Kandungan DO yang optimal untuk budidaya ikan adalah 4-9 mg/l (Gusrina 2008). Gurame memiliki organ pernapasan tambahan yang disebut labirin sehingga masih bisa hidup pada perairan dengan kandungan DO hingga 2 mg/l, namun perairan dengan kandungan DO kurang dari 2 mg/l tidak bisa digunakan untuk budidaya gurame (Mahyuddin 2009). Berdasarkan data hasil pengukuran kualitas air, kandungan DO air sungai di Kabupaten Majalengka berada pada kategori Sesuai (S1), yaitu berkisar antara 4,4-7,7 mg/l. Kecerahan merupakan ukuran tingkat transparansi perairan yang diukur dengan alat berupa kepingan yang dinamakan secchi disk. Air yang digunakan untuk budidaya ikan harus jernih tetapi tetap mengandung plankton. Air yang terlalu keruh tidak bisa digunakan untuk budidaya karena akan menurunkan daya pandang ikan, daya ikat oksigen dan selera makan ikan. Nilai kecerahan yang sesuai untuk budidaya gurame adalah cm karena pada nilai tersebut perairan berada dalam kondisi yang baik. Kecerahan yang masih bisa diterima untuk budidaya gurame adalah cm dan cm. Pada kecerahan dibawah 20 cm air terlalu keruh sehingga tidak baik untuk kondisi ikan, sedangkan pada

17 43 kecerahan di atas 60 cm air terlalu jernih karena kandungan plankton mengalami penurunan (Boyd 1990). Berdasarkan data hasil pengukuran kualitas air, nilai kecerahan air sungai di Kabupaten Majalengka berada pada kategori Tidak Sesuai (N), yaitu berkisar antara 4-15 cm kecuali pada titik pengukuran 10 yang bernilai sebesar 27 cm. Hal ini terjadi karena pengukuran kualitas air dilakukan di sungai besar yang menampung sedimentasi dari sungai-sungai kecil disekitarnya, sehingga memiliki tingkat kekeruhan yang tinggi. Setiap parameter diolah menggunakan ArcGIS 9.3 dengan proses digitasi sehingga menghasilkan pemetaan kualitas air secara keseluruhan (Gambar 15). Wilayah yang berkategori Sesuai (S1) ditandai dengan warna biru muda. Wilayah berkategori Cukup Sesuai (S2) ditandai dengan warna hijau, sedangkan wilayah berkategori Tidak Sesuai (N) ditandai dengan warna biru tua. Luas lahan dari setiap kategori dapat dilihat pada Tabel 17. Gambar 15. Peta Kualitas Air

18 44 Tabel 17. Luas Lahan Setiap Kategori Berdasarkan Kualitas Air Kategori Luas Lahan (ha) Persentasi (%) Sesuai (S1) ,21 Cukup Sesuai (S2) 457 0,39 Tidak Sesuai (N) ,40 Kualitas air dapat diperbaiki dengan perlakuan sebagai berikut : 1. Perairan yang memiliki ph rendah dapat diperbaiki dengan proses pengapuran pada saat persiapan kolam. Pengapuran dapat meningkatkan nilai ph perairan sehingga dapat mencapai nilai yang optimal. 2. Perairan yang memiliki kandungan DO rendah dapat diperbaiki dengan perlakuan yang dapat meningkatkan difusi oksigen dengan air seperti penggunaan kincir air, air terjun buatan, aerasi, dll. 3. Air yang terlalu keruh dapat dijernihkan dengan proses pengendapan sebelum air digunakan untuk budidaya. 4.4 Kondisi Infrastruktur Jarak dari Jalan Berdasarkan peta rencana jaringan jalan yang diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Majalengka (Lampiran 6), jalan di Kabupaten Majalengka terdiri dari jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal yang telah menjangkau ke setiap desa. Lahan yang sesuai untuk budidaya gurame tidak boleh terlalu jauh dari jalan agar tidak menyulitkan transportasi. Lokasi lahan maksimal berjarak 500 m dari jalan. Jarak yang masih bisa diterima adalah 1000 m dari jalan (Hossain et al. 2007). Metode geoprocessing yang digunakan untuk mengolah peta jaringan jalan adalah metode buffering. Hasil buffering adalah pemetaan wilayah yang berjarak 500 dan 1000 m dari jalan (Gambar 16). Wilayah yang berkategori Sesuai (S1) ditandai dengan warna hitam. Wilayah yang berkategori Cukup Sesuai (S2) ditandai dengan warna merah muda, sedangkan wilayah berkategori Tidak Sesuai (N) ditandai dengan warna abu-abu. Luas lahan dari setiap kategori dapat dilihat pada Tabel 18.

19 45 Gambar 16. Hasil Buffering Peta Jaringan Jalan Tabel 18. Luas Lahan Setiap Kategori Berdasarkan Jaringan Jalan Kategori Luas Lahan (ha) Persentasi (%) Sesuai (S1) ,42 Cukup Sesuai (S2) ,76 Tidak Sesuai (N) ,82

20 Kepadatan Penduduk Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Majalengka (2012) Jumlah penduduk Kabupaten Majalengka adalah jiwa yang tersebar di 26 kecamatan. Kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan tertinggi adalah Kecamatan Jatiwangi dengan kepadatan jiwa/km², sedangkan kecamatan dengan kepadatan terendah adalah Kecamatan Kertajati dengan kepadatan penduduk 305 jiwa/km² (Tabel 19). Data diolah menggunakan ArcGis 9.3 dengan proses digitasi menghasilkan pemetaan kepadatan penduduk Kabupaten Majalengka yang dapat dilihat pada Gambar 17. Wilayah berkategori Sesuai (S1) mempunyai kepadatan penduduk di bawah 1000 jiwa/km². Wilayah berkategori Cukup Sesuai (S2) mempunyai kepadatan penduduk berkisar antara jiwa/km. Wilayah berkategori Tidak Sesuai (N) mempunyai kepadatan penduduk diatas 1500 jiwa/km² (Hossain et al. 2007). Luas lahan dari setiap kategori dapat dilihat pada Tabel 20.

21 47 Tabel 19. Data Kepadatan Penduduk Kabupaten Majalengka No Kecamatan Kepadatan Penduduk (jiwa/km²) 1 Lemahsugih Bantarujeg Malausma Cikijing Cingambul Talaja Banjaran Argapura Maja Majalengka Cigasong Sukahaji Sindang Rajagaluh Sindangwangi Leuwimunding Palasah Jatiwangi Dawuan Kasokandel Panyingkiran Kadipaten Kertajati Jatitujuh Ligung Sumberjaya 1739 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Majalengka 2012

22 48 Gambar 17. Peta Kepadatan Penduduk Tabel 20. Luas Lahan Setiap Kategori Berdasarkan Kepadatan Penduduk Kategori Luas Lahan (ha) Persentasi (%) Sesuai (S1) ,39 Cukup Sesuai (S2) ,50 Tidak Sesuai (N) ,11

23 Jarak ke Sumber Listrik Peta jaringan listrik Kabupaten Majalengka diperoleh dari PLN Kabupaten Majalengka. Lahan yang sesuai untuk budidaya gurame tidak boleh terlalu jauh dari sumber listrik. Lokasi lahan maksimal berjarak 200 m dari sumber listrik, sedangkan jarak yang masih bisa diterima adalah 500 m dari sumber listrik (Hossain et al. 2007). Metode geoprocessing yang digunakan untuk mengolah peta jaringan listrik adalah metode buffering. Hasil buffering adalah pemetaan wilayah yang berjarak 200 dan 500 m dari sumber listrik (Gambar 18). Wilayah yang berkategori Sesuai (S1) ditandai dengan warna merah. Wilayah yang berkategori Cukup Sesuai (S2) ditandai dengan warna hijau, sedangkan wilayah berkategori Tidak Sesuai (N) ditandai dengan warna biru tua. Luas lahan dari setiap kategori dapat dilihat pada Tabel 21. Gambar 18. Hasil Buffering Peta Jaringan Listrik

24 50 Tabel 21. Luas Lahan Setiap Kategori Berdasarkan Jaringan Listrik Kategori Luas Lahan (ha) Persentasi (%) Sesuai (S1) ,14 Cukup Sesuai (S2) ,18 Tidak Sesuai (N) , Lahan Potensial Budidaya Gurame Data dari setiap parameter diolah dengan metode overlay menggunakan ArcGis 9.3 sehingga menghasilkan sebuah pemetaan lahan potensial budidaya gurame. Interval kelas lahan potensial budidaya gurame ditentukan berdasarkan rumus interval kelas (Selamat 2007 dalam Nurdin et al. 2008). Perhitungan rumus selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil akhir overlay adalah peta kesesuaian lahan budidaya gurame yang dapat dilihat pada Gambar 19. Wilayah berkategori Sesuai (S1) ditandai dengan warna biru. Wilayah berkategori Cukup Sesuai (S2) ditandai dengan warna kuning, sedangkan wilayah berkategori Tidak Sesuai (N) ditandai dengan warna merah. Luas lahan dari setiap kategori dapat dilihat pada Tabel 22.

25 51 Gambar 19. Peta Kesesuaian Lahan Budidaya Gurame Tabel 22. Luas Lahan Setiap Kategori Kesesuaian Kategori Luas Lahan (ha) Persentasi (%) Sesuai (S1) ,32 Cukup Sesuai (S2) ,36 Tidak Sesuai (N) ,32 Berdasarkan SNI tingkat optimal padat tebar gurame pada tahap pembesaran adalah 5-7 ekor/m² dengan sintasan berkisar antara 85-95%. Jika lahan berkategori Sesuai (S1) dimanfaatkan seluruhnya untuk budidaya gurame, maka lahan tersebut dapat menghasilkan produksi gurame sebanyak ton/tahun pada tingkat kepadatan 5 ekor/m² dan sintasan sebesar 85%.

26 Pengamatan Lapangan Pengamatan lapangan (ground check) dilakukan pada akhir penelitian sebagai tahap evaluasi. Pengamatan dilakukan pada 3 titik yang mewakili setiap kelas kesesuaian lahan budidaya gurame. Kelas Sesuai (S1) diwakili oleh titik 1 yang berlokasi di Kecamatan Panyingkiran. Kelas Cukup Sesuai (S2) diwakili oleh titik 2 yang berlokasi di Kecamatan Leuwimunding. Kelas Tidak Sesuai (N) diwakili oleh titik 3 yang berlokasi di Kecamatan Kadipaten. Data hasil pengamatan lapangan dapat dilihat pada Tabel 23. Foto dokumentasi pengamatan lapangan dapat dilihat pada Lampiran 9, sedangkan peralatan yang digunakan pada saat pengamatan lapangan dapat dilihat pada Lampiran 10. No Lokasi Tabel 23. Data Kualitas Air Pada Pengamatan Lapangan Titik Koordinat Suhu Air ph Air DO Kecerahan Pengamatan (ºC) (mg/l) (cm) 1 Kecamatan 108º 11' 42" BT 26,4 7,21 5,8 25 Panyingkiran 6º 48' 51" LS 2 Kecamatan 108º 20' 20" BT 27 7,86 6,3 30 Leuwimunding 6º 45' 1" LS 3 Kecamatan 108º 9' 30" BT 26,8 7,52 5,4 4 Kadipaten 6º 44' 53" LS

PENDUDUK, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

PENDUDUK, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI Kesejahteraan penduduk merupakan sasaran utama dari pem-bangunan. Sasaran ini tidak mungkin tercapai bila pemerintah tidak dapat memecahkan permasalahannya. Permasalahan tersebut diantaranya besarnya jumlah

Lebih terperinci

JUMLAH PERUSAHAAN INDUSTRI BESAR DAN SEDANG DENGAN JUMLAH TENAGA KERJA DI KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2010

JUMLAH PERUSAHAAN INDUSTRI BESAR DAN SEDANG DENGAN JUMLAH TENAGA KERJA DI KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2010 Sektor industri memegang peranan sangat penting dalam peningkatan pembangunan ekonomi suatu daerah, karena sektor ini selain cepat meningkatkan nilai tambah juga sangat besar perannya dalam penyerapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Gurame Ikan gurame (Osphronemus gouramy) sudah dikenal sejak abad ke 18 baik sebagai ikan konsumsi maupun ikan hias. Semula gurame hanya terdapat di Sumatra, Jawa

Lebih terperinci

Gambar 6. Peta Lokasi Kabupaten Majalengka (Sumber : PKSKL IPB 2012)

Gambar 6. Peta Lokasi Kabupaten Majalengka (Sumber : PKSKL IPB 2012) 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 3 Juni 5 Juli 2013, meliputi pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan pengamatan lapangan (ground

Lebih terperinci

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang.

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang. Letak Kabupaten Majalengka secara geografis di bagian Timur Provinsi Jawa Barat yaitu Sebelah Barat antara 108 0 03-108 0 19 Bujur Timur, Sebelah Timur 108 0 12-108 0 25 Bujur Timur, Sebelah Utara antara

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA 25 dimana : (dj + ) = jarak euclidian alternatif ke j kepada solusi ideal positif; (dj - ) = jalak euclidian alternatif ke j ke solusi ideal negatif. (5) Menghitung kedekatan dengan solusi ideal Perhitungan

Lebih terperinci

JADWAL PENGAMBILAN FOTO DAN SIDIK JARI PNS TAHAP II DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MAJALENGKA

JADWAL PENGAMBILAN FOTO DAN SIDIK JARI PNS TAHAP II DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MAJALENGKA JADWAL PENGAMBILAN FOTO DAN SIDIK JARI PNS TAHAP II DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MAJALENGKA NO HARI, TANGGAL PUKUL NAMA OPD/UNIT KERJA 1 2 3 4 Selasa, 2 September 2014 Rabu, 3 September 2014 Kamis,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA Menimbang : NOMOR : TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 26 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS PADA DINAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kabupaten Majalengka terdiri atas 26 Kecamatan dan 334 Desa. Dari 334 desa tersebut meliputi 321 berstatus desa dan 13 berstatus kelurahan. Bila dilihat dari klasifikasi desanya terdapat 3 desa swadaya

Lebih terperinci

Jumlah Sekolah, Guru dan Murid di Kabupaten Majalengka

Jumlah Sekolah, Guru dan Murid di Kabupaten Majalengka 4.1. Pendidikan Tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama keberhasilan pembangunan di suatu daerah. Peningkatan SDM lebih difokuskan pada pemberian kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia belum memiliki ketahanan pangan yang cukup. Barat unggul di tanaman pangan yang tersebar merata pada seluruh Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia belum memiliki ketahanan pangan yang cukup. Barat unggul di tanaman pangan yang tersebar merata pada seluruh Kabupaten 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara agraris, Lebih dari 60% penduduk Indonesia menggantungkan kehidupan pada sektor pertanian. Berbagai tanaman dikembangkan di Indonesia,

Lebih terperinci

ANGGARAN DAN REALISASI PENDAPATAN DAERAH MENURUT JENISNYA TAHUN ANGGARAN PENDAPATAN DAERAH Anggaran. Realisasi JENIS PENDAPATAN ( Rp.

ANGGARAN DAN REALISASI PENDAPATAN DAERAH MENURUT JENISNYA TAHUN ANGGARAN PENDAPATAN DAERAH Anggaran. Realisasi JENIS PENDAPATAN ( Rp. Realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten selama tahun anggaran 2009 tercatat mencapai Rp. 966.481.044.588,- Sedangkan realisasi pengeluaran mencapai Rp. 928.141.675.797,- Bila dilihat dari penerimaan

Lebih terperinci

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi ANALISIS POTENSI LAHAN PADI SAWAH DI KABUPATEN MAJALENGKA PROVINSI JAWA BARAT NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Diajukan oleh:

Lebih terperinci

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kab. Majalengka, Purbalingga, Gunung Kidul, Madiun, Gowa, Aceh Tamiang, Ngawi dan Donggala

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kab. Majalengka, Purbalingga, Gunung Kidul, Madiun, Gowa, Aceh Tamiang, Ngawi dan Donggala Kajian Hasil Inventarisasi LP2B Kab. Majalengka, Purbalingga, Gunung Kidul, Madiun, Gowa, Aceh Tamiang, Ngawi dan Donggala Sub Direktorat Basis Data Lahan Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan Direktorat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I Pendahuluan Latar Belakang Tujuan Sasaran Metodologi Ruang Lingkup Wilayah 2

DAFTAR ISI. BAB I Pendahuluan Latar Belakang Tujuan Sasaran Metodologi Ruang Lingkup Wilayah 2 DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan 2 1.3 Sasaran 2 1.4 Metodologi 2 1.5 Ruang Lingkup Wilayah 2 BAB II Inventarisasi Data Wilayah, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan 3 2.1

Lebih terperinci

Draft Laporan Akhir. Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Desa Paningkiran GAMBARAN UMUM WILAYAH 2-0

Draft Laporan Akhir. Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Desa Paningkiran GAMBARAN UMUM WILAYAH 2-0 GAMBARAN UMUM WILAYAH 2-0 2.1 KEBIJAKAN PERENCANAAN Keberadaan suatu wilayah tidak terlepas dari perkembangan wilayah lainnya yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Kebijakan nasional akan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi dunia cenderung bergerak lambat, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi dunia cenderung bergerak lambat, sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi dunia cenderung bergerak lambat, sedangkan perekonomin Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan masih tetap positif, utamanya bila mampu

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super "Solusi Quipper" F. JENIS TANAH DI INDONESIA

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super Solusi Quipper F. JENIS TANAH DI INDONESIA KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami jenis tanah dan sifat fisik tanah di Indonesia. F. JENIS TANAH

Lebih terperinci

3. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Asal Terjadinya Tanah. 4. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Sifat Dan Bentuk Tanah

3. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Asal Terjadinya Tanah. 4. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Sifat Dan Bentuk Tanah 1. List Program Untuk Menu Utama MPenjelasan_Menu_Utama.Show 1 2. List Program Untuk Penjelasan Menu Utama MPenjelasan_Tanah.Show 1 3. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Asal Terjadinya Tanah MSifat_Bentuk2.Show

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA

GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA 59 IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA 4.1. Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Majalengka yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografi, topografi, tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan alam Indonesia yang beriklim tropis mempunyai banyak habitat

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan alam Indonesia yang beriklim tropis mempunyai banyak habitat 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keadaan alam Indonesia yang beriklim tropis mempunyai banyak habitat yang cocok untuk semua tanaman hortikultura, hal ini merupakan salah satu keutungan komparatif

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam hayati karena dilihat dari letak astronomisnya, Indonesia terletak pada daerah tropis yang memiliki

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III PROFIL UMUR DAN JENIS KELAMIN PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA

BAB III PROFIL UMUR DAN JENIS KELAMIN PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA BAB III PROFIL UMUR DAN JENIS KELAMIN PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA 3.1. Pengertian Demografi Untuk dapat memahami keadaan kependudukan di suatu daerah atau negara, maka perlu didalami kajian demografi.

Lebih terperinci

PARAMETER KUALITAS AIR

PARAMETER KUALITAS AIR KUALITAS AIR TAMBAK PARAMETER KUALITAS AIR Parameter Fisika: a. Suhu b. Kecerahan c. Warna air Parameter Kimia Salinitas Oksigen terlarut ph Ammonia Nitrit Nitrat Fosfat Bahan organik TSS Alkalinitas Parameter

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Majalengka Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Majalengka Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Majalengka Tahun 2013 sebanyak 156.626 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kabupaten Majalengka Tahun 2013 sebanyak 9 Perusahaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 11 TAHUN 2011

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 11 TAHUN 2011 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 11 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2011-2031 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan Zat Gizi Komoditas Kedelai. Serat (g) Kedelai Protein (g) Sumber: Prosea 1996 ( Purwono: 2009)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan Zat Gizi Komoditas Kedelai. Serat (g) Kedelai Protein (g) Sumber: Prosea 1996 ( Purwono: 2009) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komoditas kedelai merupakan jenis barang yang termasuk ke dalam kebutuhan penting bagi masyarakat Indonesia yaitu sebagai salah satu makanan pangan selain beras,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Enok Yanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Enok Yanti, 2013 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan sebagai sumberdaya alam fisik mempunyai peranan sangat penting dalam segala kehidupan manusia, karena lahan diperlukan manusia untuk tempat tinggal

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 1. Komponen tanah yang baik yang dibutuhkan tanaman adalah.... bahan mineral, air, dan udara bahan mineral dan bahan organik

Lebih terperinci

Produksi ikan patin pasupati (Pangasius sp.) kelas pembesaran di kolam

Produksi ikan patin pasupati (Pangasius sp.) kelas pembesaran di kolam Standar Nasional Indonesia Produksi ikan patin pasupati (Pangasius sp.) kelas pembesaran di kolam ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung tepatnya pada koordinat 7 19 20.87-7

Lebih terperinci

Produksi ikan nila (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas pembesaran di kolam air tenang

Produksi ikan nila (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas pembesaran di kolam air tenang Standar Nasional Indonesia Produksi ikan nila (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas pembesaran di kolam air tenang ICS 65.120 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi PKL Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah tingkat Provinsi yang mempunyai fungsi menyebar luaskan teknologi perbenihan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar SNI : 01-6137 - 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1 3 Definisi...1

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar SNI : 01-6141 - 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar Daftar isi Pendahuluan Halaman 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Definisi...

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran.

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran. 25 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran (KST) terletak di Sub DAS Kali Madiun Hulu. Secara geografis Sub-sub DAS KST berada di antara 7º 48 14,1 8º 05 04,3 LS

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6483.3-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar SNI : 01-6133 - 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1 3 Definisi...1

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini berada di. Letak geografis Kecamatan Maja adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sukahaji, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PETA DAN PEMETAAN D. SIMBOL PETA. a. Berdasarkan Wujudnya

GEOGRAFI. Sesi PETA DAN PEMETAAN D. SIMBOL PETA. a. Berdasarkan Wujudnya GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 02 Sesi NGAN PETA DAN PEMETAAN D. SIMBOL PETA Semua objek dalam peta ditampilkan dalam bentuk simbol. Artinya, simbol peta mewakili objek baik objek fisik maupun

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.3-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar produksi induk ikan lele dumbo kelas induk

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan beberapa kota dan kabupaten seperti Kabupaten

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas benih sebar SNI : 01-6485.3-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas benih sebar DAFTAR ISI Pendahuluan 1. Ruang Lingkup... 1 2. Acuan... 1 3. Definisi... 1 4. Istilah...

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN PADI SAWAH DI KABUPATEN MAJALENGKA PROVINSI JAWA BARAT

ANALISIS POTENSI LAHAN PADI SAWAH DI KABUPATEN MAJALENGKA PROVINSI JAWA BARAT ANALISIS POTENSI LAHAN PADI SAWAH DI KABUPATEN MAJALENGKA PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Diajukan oleh: VIVI FEBRIDA

Lebih terperinci

KONDISI WILAYAH DAERAH ALIRAN SUNGAI LARIANG MAMASA

KONDISI WILAYAH DAERAH ALIRAN SUNGAI LARIANG MAMASA KONDISI WILAYAH DAERAH ALIRAN SUNGAI LARIANG MAMASA WILAYAH ADMINISTRASI, JUMLAH PENDUDUK DAN KEPADATAN PENDUDUK DI WILAYAH DAS LARIANG MAMASA No Kabupaten Luas (Km2) Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk

Lebih terperinci

Nur Rahmah Fithriyah

Nur Rahmah Fithriyah Nur Rahmah Fithriyah 3307 100 074 Mengandung Limbah tahu penyebab pencemaran Bahan Organik Tinggi elon Kangkung cabai Pupuk Cair Untuk mengidentifikasi besar kandungan unsur hara N, P, K dan ph yang terdapat

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA Asmirawati Staf Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten Bulukumba asmira_st@gmail.com ABSTRAK Peningkatan kebutuhan lahan perkotaan

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN

Lebih terperinci

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan dimana bagian dari lautan lebih besar daripada bagian daratan. Akan tetapi karena daratan adalah bagian dari kulit bumi yang dapat kita amati langsung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian, kehutanan, perikanan,

Lebih terperinci

Ikan patin jambal (Pangasius djambal) Bagian 5: Produksi kelas pembesaran di kolam

Ikan patin jambal (Pangasius djambal) Bagian 5: Produksi kelas pembesaran di kolam Standar Nasional Indonesia Ikan patin jambal (Pangasius djambal) Bagian 5: Produksi kelas pembesaran di kolam ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar SNI : 01-6483.4-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Definisi... 1

Lebih terperinci

MODUL: PENYIAPAN TAMBAK

MODUL: PENYIAPAN TAMBAK BDI-P/1/1.1 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR PAYAU PEMBESARAN IKAN BANDENG MODUL: PENYIAPAN TAMBAK DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN

Lebih terperinci

Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian BAB III BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di daerah Teluk Hurun, Lampung. Teluk Hurun merupakan bagian dari Teluk Lampung yang terletak di Desa Hanura Kec. Padang Cermin Kabupaten

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan sungai Sungai merupakan salah satu dari habitat perairan tawar. Berdasarkan kondisi lingkungannya atau daerah (zona) pada sungai dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Isu aktual yang berkembang dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geografi Kabupaten Bandung BAB II TINJAUAN PUSTAKA Gambar 2. Peta Kabupaten Bandung (Sumber : www.google.co.id ) Kabupaten Bandung merupakan salah satu wilayah administrasi yang berada di Provinsi

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet 57 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet Sektor pekebunan dan pertanian menjadi salah satu pilihan mata pencarian masyarakat yang bermukim

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Metode dalam penelitian ini adalah Studi Pustaka yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku atau laporanlaporan yang ada hubungannya

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Peta lokasi penelitian (PA-C Pasekan)

Gambar 4.1 Peta lokasi penelitian (PA-C Pasekan) BAB IV METODELOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di sub DAS Kali Pabelan wilayah Gunung Merapi di Jawa Tengah, batas hilir dibatasi oleh sabo dam PA-C Pasekan yang terletak

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2011 di kawasan KJA Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat (Lampiran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah 25 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah besar data

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG. memiliki luas lahan pertanian sebesar 3.958,10 hektar dan luas lahan non

IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG. memiliki luas lahan pertanian sebesar 3.958,10 hektar dan luas lahan non IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG A. Letak Geografis Wilayah Kecamatan Srumbung terletak di di seputaran kaki gunung Merapi tepatnya di bagian timur wilayah Kabupaten Magelang. Kecamatan Srumbung memiliki

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL FAISOL MAS UD Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Sukagalih terletak di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Desa tersebut merupakan salah satu wilayah penghasil budidaya sayuran organik

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah terdiri dari 12 desa dengan luas ± 161,64 km2 dengan kemiringan kurang dari 15% di setiap

Lebih terperinci

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Firman Farid Muhsoni Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo JL. Raya Telang

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

BAB 2 KEBIJAKAN DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 KEBIJAKAN DAN LANDASAN TEORI BAB 2 KEBIJAKAN DAN LANDASAN TEORI Dalam suatu kegiatan penelitian diperlukan adanya pengkajian terhadap berbagai teori atau konsep pemikiran yang relevan dengan maksud yang akan dituju, yang selanjutnya

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Karakteristik Biofisik 4.1.1 Letak Geografis Lokasi penelitian terdiri dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, Kabupaten Bogor yang terletak antara 6⁰37 10

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Budidaya Tambak Kegiatan budidaya tambak merupakan pemanfaatan wilayah pesisir sebagai lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk masyarakat

Lebih terperinci