ANALISIS BIAYA PRODUKSI DAN HARGA AIR MINUM PADA PT WATERTECH ESTATE CIKARANG LARAS LESTARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS BIAYA PRODUKSI DAN HARGA AIR MINUM PADA PT WATERTECH ESTATE CIKARANG LARAS LESTARI"

Transkripsi

1 ANALISIS BIAYA PRODUKSI DAN HARGA AIR MINUM PADA PT WATERTECH ESTATE CIKARANG LARAS LESTARI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Biaya Produksi dan Harga Air pada PT Watertech Estate Cikarang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2014 Laras Lestari NIM H

3 ABSTRAK LARAS LESTARI. Analisis Biaya Produksi dan Harga Air Minum pada PT Watertech Estate Cikarang. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT. Air merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan. Kebutuhan air bersih merupakan kebutuhan yang tidak terbatas dan berkelanjutan. PT Watertech Estate Cikarang sebagai perusahaan penyedia air bersih harus dapat mengolah air baku yang semakin menurun kualitasnya menjadi air bersih layak konsumsi untuk didistribusikan kepada konsumen. Tingginya biaya produksi akan mempengaruhi tarif air yang diberlakukan, sehingga analisis terhadap biaya produksi dan harga air minum pada PT Watertech Estate Cikarang perlu dilakukan. Penelitian ini juga menganalisis variabel-variabel yang berpengaruh terhadap produksi air serta mengevaluasi penetapan tarif dengan mekanisme full cost recovery. Produksi air pada PT Watertech Estate Cikarang dipengaruhi oleh variabel air baku dan penggunaan listrik. Saat ini tarif yang berlaku di PT Watertech Estate Cikarang telah memenuhi besaran tarif dengan mekanisme biaya pemulihan penuh. Berdasarkan mekanisme penetapan tarif full cost recovery maka diperoleh tarif dasar sebesar Rp 3.535/m 3. Terdapat lima kelompok pelanggan yang mendapatkan subsidi dengan total subsidi sebesar Rp dan rata-rata subsidi sebesar Rp 1.047/m 3. Setelah adanya kenaikan tarif air pada bulan Maret 2013, terdapat tiga kelompok pelanggan yang mendapatkan subsidi dengan total subsidi sebesar Rp dan rata-rata subsidi adalah Rp 1.558/m 3. Kata kunci: biaya produksi, full cost recovery, harga air, tarif dasar ABSTRACT LARAS LESTARI. Analysis of Production Costs and Pricing of Drinking Water at PT Watertech Estate Cikarang. Supervised by YUSMAN SYAUKAT. Water is one of the essential elements in life. The need of clean water is unlimited and sustainable. PT Watertech Estate Cikarang as a supplier of clean water companies must be able to process raw water to be clean water that is feasible to be consumed by consumers. High production cost will affect the water tariff imposed, so that the analysis of the cost of production and pricing of drinking water at PT Watertech Estate Cikarang needs to be done. This research also analized variables that affect to the production of water, and evaluated the tariff the full cost recovery mechanism. Water production in PT Watertech Estate Cikarang is positively and significantly determined by raw water and electricity usage. Currently, Tariff in PT Watertech Estate Cikarang has fulfilled the mechanism of full cost recovery. Based on the full cost recovery mechanism, the basic tariff of clean water is Rp 3.535/m 3. There were five groups of customers that get the subsidy amount Rp in total with an average subsidy at Rp 1.047/m 3. After the increasing the tarrif in March 2013, there were three groups of customer get subsidy amount Rp in total with an average subsidy at Rp 1.558/m 3. Keywords: base rate, full cost recovery, price water, production cost

4 ANALISIS BIAYA PRODUKSI DAN HARGA AIR MINUM PADA PT WATERTECH ESTATE CIKARANG LARAS LESTARI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

5

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah sumberdaya air, dengan judul Analisis Biaya Produksi dan Harga Air Minum pada PT Watertech Estate Cikarang. Terima kasih penulis ucapkan kepada orang tua tercinta, Bapak Pepen Supendi dan Ibu Cicih Yuningsih, kakak dan adik penulis, Resti Gayatri dan Mia Rahayu Ependi. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Chandra beserta staf PT Watertech Estate Cikarang, Bapak Sudarsono dan Ibu Sumer dari PT Watertech Indonesia, Bapak Fauzi dari PDAM Tirta Bhagasasi, serta Bapak Wajiman dari Perum Jasa Tirta 2 yang telah membantu selama pengumpulan data. Selain itu, terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Megawati Simanjuntak berserta staf Subdit Kesejahteraan Mahasiswa yang telah banyak memberi dukungan serta kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui program Bantuan Biaya Pendidikan Bisikmisi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan sahabat, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2014 Laras Lestari

7 DAFTAR ISI DAFTAR ISI...vii DAFTAR TABEL...viii DAFAR GAMBAR...viii DAFTAR LAMPIRAN...viii PENDAHULUAN...1 Latar Belakang...1 Perumusan Masalah...4 Tujuan Penelitian...6 Manfaat Penelitian...7 Ruang Lingkup Penelitian...7 TINJAUAN PUSTAKA...8 KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN...27 Lokasi dan Waktu Penelitian...27 Jenis dan Sumber Data...27 Metode Pengambilan Data...27 Metode Pengolahan dan Analisis Data...28 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN...37 HASIL DAN PEMBAHASAN...40 Analisis Pola Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Air Analisis Struktur Produksi dan Biaya Pengelolaan Air...42 Analisis Fungsi Produksi Air...45 Analisis Penetapan Tarif Air...47 Dampak Kenaikan Tarif Air pada Maret SIMPULAN DAN SARAN...56 Simpulan...56 Saran...57 DAFTAR PUSTAKA...58 LAMPIRAN...60 RIWAYAT HIDUP...73

8 DAFTAR TABEL 1 Tarif air dan golongan pelanggan PT Watertech Estate Cikarang Metode pengumpulan data dan analisis Penetapan tarif dasar PDAM Susunan variasi tarif air PT Watertech Estate Cikarang Komponen biaya pengelolaan air tahun Hasil regresi fungsi produksi air PT Watertech Estate Cikarang Biaya usaha PT Watertech Estate Cikarang tahun Perhitungan tarif dasar PT Watertech Estate Cikarng Perhitungan tarif rendah PT Watertech Estate Cikarang Perhitungan penerimaan air berdasarkan tarif aktual dan tarif dasar Perbandingan tarif lama dan tarif baru...52 DAFTAR GAMBAR 1 Perkembangan jumlah pelanggan PDAM Tirta Bhagasasi Marginal cost dan average cost pada average cost naik dan menurun Alur kerangka pemikiran Perkembangan pelanggan PT Watertech Estate Cikarang Perbandingan tarif dasar air PT Watertech Estate Cikarang Grafik laba/rugi PT Watertech Estate Cikarang Tahun DAFTAR LAMPIRAN 1 Komponen biaya pengelolaan air PT Awtertech Estate Cikarang Penerimaan air PT Watertech Estate Cikarang Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun

9 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan. Air juga digunakan untuk berbagai kepentingan diantaranya untuk minum, masak, mencuci, dan segala aktivitas lain yang berhubungan dengan kesejahteraan manusia. Sumberdaya air merupakan bagian dari kekayaan alam yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana tertuang dalam pasal 33 ayat 3 UUD Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria pasal 1 menegaskan kembali bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya termasuk wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan nasional. Dijelaskan pula dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air pasal 3, bahwa sumberdaya air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Menurut Fauzi (2006), air saat ini merupakan barang publik yang dapat dinikmati oleh siapapun. Air juga merupakan barang ultra essential bagi kelangsungan hidup manusia. Tanpa air, manusia tidak akan mungkin bisa bertahan hidup. Bahkan dalam ilmu ekonomi dikenal istilah water-diamond paradox atau paradoks air dan berlian, dimana air yang begitu essential dinilai begitu murah sementara berlian yang sebatas perhiasan dinilai begitu mahal. Kontribusi air terhadap pembangunan ekonomi dan sosial juga sangat vital sehingga seiring bertambahnya penduduk dan eskalasi pembangunan ekonomi, fungsi ekonomi dan sosial air sering terganggu karena semakin kritisnya suplai air, sementara permintaan semakin meningkat. Peningkatan jumlah penduduk dan penyebarannya yang tidak merata menjadi suatu kendala bagi ketersediaan sumber daya air. Jumlah penduduk yang semakin meningkat akan berpengaruh terhadap ketersediaan air. Hal ini akan menyebabkan sumber daya air menjadi langka. Demikian pula halnya dengan ketersediaan air bersih di alam yang semakin buruk kondisinya sehingga air

10 Jumlah Pelanggan 2 menjadi tidak tersedia dengan baik secara kuantitatif dan kualitatif. Saat ini air sudah menjadi barang yang mahal karena pengelolaan untuk mendapatkan air yang baik secara kuantitatif maupun kualitatif memerlukan biaya yang sangat tinggi. Kebutuhan air bersih merupakan kebutuhan yang tidak terbatas dan berkelanjutan. Kebutuhan akan penyediaan dan pelayanan air bersih dari waktu ke waktu yang semakin meningkat ini tidak diimbangi oleh kemampuan pelayanan. Peningkatan kebutuhan ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dan derajat kehidupan warga serta perkembangan kota/kawasan pelayanan ataupun hal-hal yang berhubungan dengan peningkatan kondisi sosial ekonomi warga. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Bhagasasi Bekasi adalah sebuah lembaga/dinas/instansi yang berada di bawah dua pemerintahan, yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi dan Pemerintah Kota Bekasi. Artinya PDAM Tirta Bhagasasi memiliki cakupan wilayah pelayanan Kota dan Kabupaten Bekasi. Perkembangan jumlah pelanggan PDAM Tirta Bhagasai terus mengalami peningkatan setiap tahunnya Tahun Gambar 1 Perkembangan jumlah pelanggan PDAM Tirta Bhagasai Sumber : PDAM Tirta Bhagasasi (2014) Berdasarkan data statistik hingga tahun 2012, pelanggan PDAM tercatat sebanyak rumah tangga. Pada tahun ini, jumlah pelanggan sudah mencapai lebih dari pelanggan untuk wilayah jangkauan Kota dan Kabupaten Bekasi. Jumlah kecamatan di Kota Bekasi terdiri dari 12 kecamatan, adapun daerah yang sudah terlayani sampai dengan tahun 2012 sebanyak 7 kecamatan, dengan jumlah kecamatan yang belum termasuk ke dalam cakupan pelayanan PDAM sebanyak 5 kecamatan. Sementara wilayah pelayanan

11 3 Kabupaten Bekasi terdapat 23 kecamatan, 16 diantaranya sudah terlayani oleh PDAM Tirta Bhagasasi dan 7 kecamatan belum terpasang pipa PDAM termasuk salah satunya Kecamatan Cikarang Barat. Air selain memiliki fungsi sebagai kebutuhan fisik juga memiliki fungsi sosial, sehingga peran pemerintah masih sangat mendominasi. Persoalan air dan sumber air termasuk persoalan pengelolaannya telah lama dihadapi oleh masyarakat, salah satunya di Kecamatan Cikarang Barat Kabupaten Bekasi. Seiring dengan kondisi geografis yang menyebabkan sulitnya mendapatkan air bersih serta meningkatnya pertumbuhan penduduk maupun industri di wilayah Cikarang, maka kebutuhan akan air bersih khususnya air minum semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kondisi ini diperparah dengan belum adanya suplai air bersih oleh PDAM Tirta Bhagasasi dalam memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat Kecamatan Cikarang Barat. Cikarang masuk ke dalam wilayah tingkat pencemaran lingkungan yang tinggi salah satunya pencemaran air bersih yang dihasilkan oleh limbah pabrik. Kondisi air tanah yang berada di wilayah ini sebagian besar merupakan air tanah dalam yang pada umumnya didapat dengan kedalaman antara 90 dan 200 meter. Desa Telagamurni merupakan wilayah padat perumahan dan industri yang berada di Kecamatan Cikarang Barat Kabupaten Bekasi. Terdapat perumahan penduduk non kavling dan empat perumahan yang sudah terisi penuh yaitu perumahan Telaga Murni, Telaga Harapan, Telaga Sakinah serta Telaga Pesona yang seluruh wilayahnya dikelilingi oleh berbagai industri. Hampir seluruh masyarakat di wilayah Desa Telagamurni membutuhkan pelayanan air bersih. Sumber air alami yang selama ini dimanfaatkan oleh masyarakat tidak dapat diandalkan baik secara kualitas maupun kuantitas. Sumber air yang kering pada musim kemarau semakin meningkatkan kebutuhan masyarakat akan permintaan air bersih. Berdasarkan kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang berbasis masyarakat yang ditandatangani oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Depertemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri dan Depertemen Keuangan bahwa pengelolaan penyediaan air minum

12 4 dapat dilakukan dengan cara pengelolaan lembaga (dalam hal ini pihak swasta) bekerjasama dengan masyarakat yang diwakili yayasan maupun koperasi. PT Watertech Estate Cikarang adalah perusahaan yang dibentuk antara PT Watertech Indonesia dengan Koperasi Swadaya Terpadu (SANTER) merupakan salah satu perusahaan swasta penyedia jasa air bersih di Desa Telagamurni. Sumber air baku perusahaan ini berasal dari saluran Tarum Barat (Kalimalang). Kekurangan air di jam jam tertentu terutama di jam puncak pemakaian pada pagi hari mulai pukul WIB hingga pukul WIB dan sore hari mulai pukul WIB hingga WIB yang dapat mengganggu kebutuhan air untuk kebutuhan penduduk, sehingga memerlukan alternatif penyedia jasa air bersih dan pendistribusian air secara efektif yang memenuhi kebutuhan minimal di jam puncak penggunaan air. 1.2 Perumusan Masalah Perbandingan antara jumlah penduduk dan kebutuhan air dapat mengakibatkan terjadinya kelangkaan air. Hal ini disebabkan oleh kurangnya supply air dibandingkan dengan permintaannya. Komoditas air bersih yang layak konsumsi telah menjadi sumberdaya yang sangat langka (resources scarcity), artinya dari segi kuantitas tinggi pada musim hujan tetapi dari segi kualitas rendah. Dipandang dari sudut ekonomi kelangkaan suatu sumberdaya dapat mengarahkannya menjadi barang ekonomi (economic good) yang akan mempengaruhi perilaku masyarakat dalam mengalokasikannya (Brouwer dan Pearce, 2005). Permasalahan ketersediaan air baik secara kualitatif dan kuantitatif saat ini merupakan problematika yang sering terjadi. Hal ini tidak hanya terjadi pada masyarakat perkotaan namun juga pada masyarakat pedesaan yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Keterbatasan pendanaan sering kali menjadi kendala dalam pengelolaan sumber daya alam tersebut sehingga dikhawatirkan suatu saat nanti sumber daya alam tersebut mengalami degradasi yang akan merugikan berbagai pihak. Salah satu sumber air yang diperlukan oleh masyarakat Desa Telagamurni dalam mencukupi kebutuhan air bersih yang layak untuk dikonsumsi adalah

13 5 Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), namun dalam pelaksanaannya PDAM menghadapi banyak kendala dalam melayani kebutuhan masyarakat Kecamatan Cikarang Barat khususnya Desa Telagamurni terkait dengan penyaluran distribusi air secara merata bagi masyarakat yang belum terjaring pipa distribusi air PDAM. Kecamatan Cikarang Barat merupakan salah satu kecamatan yang belum mendapatkan suplai air bersih oleh PDAM Tirta Bhagasai dari tujuh kecamatan yang belum terdistribusi. Oleh karena itu, perusahaan air minum swasta menjadi alternatif pilihan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. PT Watertech Estate Cikarang merupakan perusahaan swasta yang bergerak dibidang pengelolaan sumberdaya air bersih, yang memberikan jasa pelayanan dan menyelenggarakan kemanfaatan umum di bidang air minum. Aktivitas PT Watertech Estate Cikarang antara lain mengumpulkan, mengolah dan menjernihkan hingga mendistribusikan air bersih kepada pelanggan. Dalam menjalankan aktivitasnya, PT Watertech Estate Cikarang dihadapkan pada dua fungsi yaitu sebagai perusahaan yang harus mengemban prinsip-prinsip perusahaan yang baik dengan meraih keuntungan usaha, sedangkan disisi lain harus mengembangkan fungsi sosial dengan membantu ketersediaan air bersih demi memenuhi kebutuhan masyarakat. PT Watertech Estate Cikarang seringkali dihadapkan pada sebuah dilema kebijakan dalam menentukan tarif air. Di satu sisi, tarif air minum yang diberlakukan harus dapat mencapai titik impas untuk menutupi biaya produksi dan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Di sisi lain, tarif yang diberlakukan juga harus dapat menjangkau daya beli dan kemampuan seluruh lapisan masyarakat, dalam hal ini masyarakat Desa Telagamurni. Kelompok pelanggan rumah tangga merupakan golongan pelanggan yang paling banyak dan terbesar dalam pemakaian air. Meningkatnya jumlah pelanggan golongan rumah tangga menunjukkan semakin tingginya tingkat kesadaran masyarakat Desa Telaga Murni untuk menggunakan jasa PT Watertech Estate Cikarang sebagai sumber pelayanan air bersih. Hingga bulan Januari 2014, tercatat jumlah pelanggan WTC sebanyak pelanggan dari jumlah target pelanggan rumah tangga.

14 6 Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan industri yang melaju pesat, sumber air baku PT Watertech Estate Cikarang yang berasal dari saluran Tarum Barat (Kalimalang) semakin menurun kualitasnya. PT Watertech Estate Cikarang sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan air bersih ini, harus tetap mengolah air baku tersebut menjadi air bersih layak konsumsi untuk didistribusikan kepada konsumen. Hal ini mengakibatkan semakin tingginya biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk mengolah air tersebut. Peningkatan biaya produksi ini akan mempengaruhi tarif air yang diberlakukan. Pada bulan Maret 2013, PT Watertech Estate telah menaikkan tarif air sebesar Rp disetiap tingkat golongan tarif pelanggan. Kebijakan kenaikan tarif ini ditetapkan atas kesepakatan perusahaan dengan pengurus setempat dan lembaga masyarakat. Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik beberapa perumusan masalah antara lain: 1) Bagaimanakah pola pengelolaan sumberdaya air oleh PT Watertech Estate Cikarang? 2) Bagaimanakah struktur produksi dan biaya pengelolaan air PT Watertech Estate Cikarang? 3) Apa saja variabel-variabel yang mempengaruhi fungsi produksi dan biaya pengelolaan air bersih PT Watertech Estate Cikarang? 4) Bagaimana evaluasi penetapan tarif air di PT Watertech Estate Cikarang dengan menggunakan mekanisme Full Cost Recovery? 1.3 Tujuan Penelitian 1) Mengidentifikasi pola pengelolaan sumberdaya air oleh PT Watertech Estate Cikarang. 2) Mengidentifikasi struktur produksi dan biaya pengelolaan air PT Watertech Estate Cikarang. 3) Menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi fungsi produksi dan biaya pengelolaan air bersih PT Watertech Estate Cikarang. 4) Mengevaluasi penetapan tarif air di PT Watertech Estate Cikarang dengan menggunakan mekanisme Full Cost Recovery.

15 7 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan dapat dijadikan salah satu sumber yang relevan dalam upaya memecahkan masalah serupa di masa yang akan datang, serta menjadi masukan bagi pemerintah setempat maupun swasta dalam penentuan kebijakan penyediaan air bersih bagi masyarakat. Bagi pembaca, diharapkan berguna sebagai referensi penelitian lebih lanjut pada bidang yang sama dan dapat menambah wawasan serta pengetahuan. Bagi penulis sendiri, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan dan pengalaman di lapangan serta meyelaraskan ilmu yang didapat selama kuliah dengan kenyataannya di lapang. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang dilakukan di PT Watertech Estate Cikarang ini akan mengkaji tentang perkembangan kondisi struktur biaya produksi dan harga air minum pada pengelolaan sumberdaya air dari awal perusahaan berdiri antara tahun 2010 dan 2013.

16 8 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penetapan Tarif Air Tingkat efisiensi alokasi sumber daya air dipengaruhi oleh sistem penetapan tarif yang digunakan. Karakteristik sumberdaya air yang memiliki mobilitas antar waktu dan tempat, ketersediaan yang selalu berubah, nilai ekonomi yang melekat serta memiliki bobot yang besar dapat menimbulkan gejala eksternalitas. Menurut Sudrajat (1997) eksternalitas pada sumberdaya air menimbulkan perbedaan manfaat dan biaya yang dinilai oleh swasta (private) dengan manfaat dan biaya yang dinilai oleh masyarakat (social). Adanya eksternalitas mengarah kepada penentuan harga dari unit sumberdaya secara tidak efisien, artinya harga-harga yang menjadi standar pertukaran tidak mencerminkan kelangkaan sumberdaya tersebut. Hanemann (1998) dalam Syaukat (2000) menyatakan bahwa perhatian utama dalam perencanaan struktur harga adalah untuk menjelaskan kepada konsumen tentang biaya-biaya yang digunakan dalam pengelolaan biaya tersebut. Asumsi yang digunakan adalah bahwa konsumen bereaksi secara rasional, diharapkan penetapan harga dengan metode-metode tersebut akan membantu mengontrol pertumbuhan permintaan air, menjamin penggunaan air secara rasional, serta penerimaan yang cukup untuk menutupi modal dan biaya operasional Marginal Cost Pricing Hall (1996) dalam Syaukat (2000), marginal cost pricing memiliki dua tujuan. Pertama, untuk memberikan tanda kepada konsumen mengenai biaya yang digunakan dalam menghasilkan tambahan air, dengan menggunakan informasi ini konsumen dapat memilih mengkonsumsi sejumlah tambahan air yang dapat memberi tambahan manfaat yang setidaknya sama besar dengan biaya marjinal untuk memproduksi air. Kedua, bagi pengelola air tujuannya adalah untuk menandakan jumlah yang ingin dibayar konsumen pada tingkat harga tersebut. Berdasarkan harga yang direspon oleh konsumen, pengelola air dapat melihat mampu tidaknya konsumen membayar biaya marjinal dalam penyediaan air.

17 9 Kusuma (2006) menyatakan beberapa ahli ekonomi menyatakan marginal cost pricing dapat mengakibatkan kegunaan mengalami defisit. Hal ini tergantung pada hubungan antara marginal cost dan average cost dalam produksi air. Masalah defisit tersebut timbul jika marginal cost lebih tinggi dari average cost pada jumlah keluaran dengan harga tersebut. Ketika kegunaan mengalami penurunan average cost, maka harga marginal cost akan mengakibatkan kerugian. Kondisi tersebut dijelaskan pada Gambar 2. (a) Rising Average Cost (b) Falling Average Cost Gambar 2 Marginal Cost dan Average Cost Pricing pada Average Cost Naik (Rising) dan Menurun (Falling) Sumber: Syaukat (2000) Gambar 2(a) menggambarkan sebuah solusi pada selang average cost yang mengalami kenaikan dengan dd adalah kurva permintaan agregat. Biaya rata-rata dan biaya marginal penawaran air ditunjukan oleh kurva AC dan MC. Biaya marginal (MC) seharusnya lebih kecil dari biaya rata-rata (AC) ketika AC naik. Jika sebuah harga tunggal untuk air dibebankan untuk menutupi biaya, maka harga hanya sama dengan OT dan air yang diproduksi sebesar OA. Dalam hal ini harga sama dengan biaya satuan dan kegunaan tidak mendapat keuntungan (keuntungan sama dengan nol atau normal profit). Hal ini bukan merupakan solusi yang tepat dalam penggunaan sumberdaya yang terbaik. Pengggunaan sumberdaya yang terbaik adalah memproduksi air pada tingkat dimana marginal cost untuk tambahan penawaran air sama dengan harga air yang ingin dibayar konsumen. Pada solusi tersebut, jumlah keluaran yang tepat adalah sejumlah OB

18 10 dengan harga marginal sebesar BS. Harga BS lebih besar daripada average cost, sehingga ada keuntungan bagi perusahaan. Permasalahan pada penetapan harga berdasarkan biaya marjinal adalah ketika marginal benefit (dd ) berpotongan dengan kurva average cost dalam selang AC yang menurun seperti tersajikan pada gambar 5 bagian (b). Keluaran pada average cost dan harga masing-masing sebesar OA dan AR, sementara itu keluaran marginal sebesar OB dan harganya sebesar BS. Pada kondisi ini, perusahaan tersebut akan sama dengan perbedaan antara average cost dan harga yaitu sebesar SVTU Full Cost Recovery Pricing Ramsey Pricing Ramsey (1927) dalam Syaukat (2000) menyatakan harga Ramsey menunjukan sekumpulan harga yang sama yang memaksimumkan keuntungan sosial bersih yaitu surplus produsen dan surplus konsumen dalam permasalahan penggunaan air yang sama. Ramsey melakukan modifikasi pada analisis efisiensi ekonomi konvensional dengan menambahkan batasan eksplisit yang tidak hanya memaksimumkan keuntungan sosial bersih tetapi juga mencapai kondisi break even. Kondisi batasan pada break even berusaha mencegah kesalahan posisi dari penetapan marginal cost yang optimal, first best price 1. Hal yang mendasari metode ini adalah untuk mempertahankan tingkat efisiensi sebanyak mungkin, setiap orang ingin menghindari sesedikit mungkin dari pola konsumsi yang muncul bersamaan dengan marginal cost pricing sementara masih menetapkan harga yang dapat menjamin kecukupan penggunaan namun bukan merupakan penerimaan yang berlebih. Harga Ramsey melakukan hal ini dengan membebankan harga yang berbeda kepada berbagai pasar perusahaan yang diatur untuk berbagai pasar regulasi perusahaan dengan tujuan menjaga kelangsungan sejumlah kontribusi pasar yang memanipulasi harga melebihi MC, sehingga mengganggu tingkat konsumsi lebih sedikit dari apa yang akan diberikan oleh harga MC penuh (full marginal cost pricing). 1 Harga termasuk pengganda langgrange dijadikan sebagai pembatas dalam full cost recovery sebagai tambahan dari marginal cost

19 11 Hall dan Hanemann (1996) dalam Syaukat (2000) menyatakan harga Ramsey adalah sebuah contoh dari strategi harga terbaik kedua dengan sebuah instrumen kebijakan tunggal untuk menyatukan dua tujuan yaitu efisiensi dan keuntungan pasar monopoli sama dengan nol (keuntungan normal). Solusinya adalah membentuk harga sama dengan MC untuk konsumen (pelanggan) dengan permintaan elastis dan menyatakan hambatan penerimaan melalui penyesuaian beban harga kepada konsumen yang memiliki permintaan inelastis Coase s Two Part Tariff Pendekatan alternatif dalam permasalahan marginal cost pricing diperkenalkan oleh Coase (1946) dalam Syaukat (2000) yang mengajukan dua tarif untuk mempertemukan kondisi total dengan total manfaat harus lebih besar dari total biaya. Prinsip penetapan dua tarif tersebut adalah biaya setiap unit konsumsi diatur pada biaya marjinal dari tingkat keluaran yang diperkirakan dari penjumlahan kekurangan disusun dari pengenaan bea lump sum kepada tiap pelanggan. Sistem dua tarif adalah jenis sederhana dari non-uniform price schedule Decreasing and Increasing Block Rate Kusuma (2006) menyatakan inti dari sistem decreasing block tariff adalah keberhasilan penjualan air dalam jumlah rendah dengan harga yang rendah. biasanya tarif meliputi juga biaya tetap dan biaya minimum berhubungan dengan kriteria ukuran seperti ukuran pipa suplai. Adanya decreasing block tariff akan kurang memberikan dorongan bagi konsumen untuk melakukan penghematan. Sistem ini banyak digunakan oleh negara maju seperti di Amerika dan Kanada. Pemberlakuan sistem increasing block tariff dapat menyebabkan terjadinya pemerataan pendapatan. Sistem ini banyak dipergunakan di negaranegara berkembang termasuk di Indonesia. Konsumen lebih kaya menggunakan air yang lebih banyak, sehingga biaya yang dikeluarkan juga lebih banyak. Dalam sistem ini diberlakukan tarif progresif yang pada intinya semua keluarga pengguna baik golongan kaya maupun miskin mempunyai hak dalam penggunaan

20 12 air dalam jumlah yang sama. Dengan demikian penggunaan air dalam jumlah yang besar akan mengakibatkan pembayaran yang lebih besar (Kusuma, 2006). 2.2 Konsep Ekonomi Sumberdaya Air Sumberdaya air sebagai komoditas ekonomi pertama kali dideklarasikan pada International Conference on Water and Environment di Dublin pada tahun Menurut Perry et al. (1997), air dikategorikan sebagai barang ekonomi karena air memenuhi kriteria sebagaimana definisi ilmu ekonomi, yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia terkait dengan pemenuhan kebutuhannya dengan sumberdaya yang terbatas dan bisa digunakan dalam berbagai alternatif pemanfaatan. Sumberdaya air secara ekonomi tergolong pada sumberdaya milik bersama. Tietenberg (1984) menyatakan bahwa sumberdaya dapat dikelola secara efisien asalkan sistem kepemilikan terhadap sumberdaya tersebut dibangun atas sistem property right yang efisien pula, antara lain: 1) Universality, yang berarti bahwa semua sumberdaya dimiliki secara pribadi (private owned) dan seluruh hak-haknya diperinci dengan lengkap dan jelas. 2) Exclusivity, berarti bahwa semua keuntungan dan biaya yang dibutuhkan sebagai akibat dari kepemilikan dan pemanfaatan sumberdaya tersebut harus dimiliki hanya oleh pemilik tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dalam transaksi atau penjualan ke pihak lain. 3) Transferability, berarti seluruh hak kepemilikan dapat dipindahtangankan dari satu pemilik ke pihak lainnya dengan transaksi yang bebas dan jelas. 4) Enforeceability, yang berarti bahwa hak kepemilikan tersebut harus aman dari perampasan atau pengambilalihan secara tidak baik dari pihak lain. Menurut Anwar (1992), karena seringnya menghadapi permasalahan seperti yang disebutkan diatas, maka sumberdaya air sering mengarah kepada sumberdaya yang bersifat akses terbuka (open access) pada beberapa wilayah. Selanjutnya keadaan ini akan menimbulkan gejala eksternalitas yang meluas. Hal tersebut terjadi jika ada pihak yang menanggung manfaat atau biaya dari proses penggunaan sumberdaya oleh pemiliknya. Dengan kata lain, eksternalitas menimbulkan perbedaan manfaat dan biaya yang dinilai oleh masyarakat.

21 13 Sumberdaya air merupakan sumberdaya yang vital bagi kehidupan manusia. Di beberapa wilayah, air masih dianggap sebagai free goods sehingga dapat digunakan oleh siapapun. Sumberdaya memiliki sifat terbuka dan masih dianggap milik umum, karena itu air mudah mengalami perubahan dalam kuantitas dan kualitasnya sebagai akibat dari ketidakjelasan hak-hak atas pengelolaan dan pemanfaatannya (Simanjuntak 2009). Kusuma (2006) menyatakan bahwa sumberdaya air secara ekonomi tergolong ke dalam sumberdaya milik bersama. Sumberdaya semacam ini biasanya akan menghadapi masalah eksploitasi yang melebihi daya generasinya. Adanya permasalahan yang timbul menimbulkan sulitnya menegaskan hak-hak kepemilikan sumberdaya yang bersangkutan. Nilai dari air dibedakan dari dua elemen yaitu permintaan yang merupakan kebutuhan manusia dan keinginan membayar untuk kebutuhan tersebut serta penawaran yang merupakan biaya untuk menyediakan sumberdaya pada kuantitas, kualitas dan lokasi tertentu (Cech, 2005). 2.3 Pengelolaan Sumberdaya Air Peningkatan jumlah penduduk dan taraf hidup masyarakat meningkatkan kebutuhan sumberdaya air, sedangkan jumlah sumberdaya air mengalami keterbatasan. Adanya pengelolaan sumberdaya air dibutuhkan untuk menjamin adanya ketersediaan sumberdaya air di masa yang akan datang. Sugiarto (1995) menyatakan pengelolaan sumberdaya air (water resource management) berbeda dengan pengelolaan DAS (watershed management), dalam pengelolaan sumberdaya air lebih menekankan pada pengaturan hubungan antara ketersediaan dan kebutuhan sumberdaya air tersebut untuk suatu wilayah (tidak selalu berupa DAS, dapat berupa suatu wilayah administratif). Pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) terkait dengan pengelolaan sumberdaya air karena dalam pengelolaan DAS adanya stabilisasi produksi air yaitu debit air pada musim kemarau dan musim penghujan yang seimbang. Menurut Soenarno dalam Kodoatie (2003), pengelolaan sumberdaya air mencakup empat hal sebagai berikut :

22 14 1) Air sebagai bagian dari sumberdaya alam merupakan bagian dari ekosistem. Pengelolaan sumberdaya air memerlukan pendekatan yang integratif, komprehensif dan holistik yakni hubungan timbal balik antara teknik, sosial dan ekonomi serta harus berwawasan lingkungan agar terjaga kelestariannya. 2) Air menyangkut semua aspek kehidupan maka air merupakan faktor yang mempengaruhi jalannya pembangunan dari berbagai sektor maka dari itu pengelolaan sumberdaya air didasarkan pada pendekatan peran serta dari semua stakeholders. Seluruh keputusan publik harus memperhatikan kepentingan masyarakat dengan cara konsultasi publik, sehingga kebijakan apapun yang diterapkan akan dapat diterima oleh masyarakat. 3) Secara alamiah air akan bergerak dari satu tempat ke tempat lain tanpa mengenal batas politik, sosial, ekonomi, bangsa, maupun batas wilayah administrasi bahkan batas negara. Air membutuhkan pengelolaan dalam suatu kesatuan sistem berdasarkan pendekatan one river, one plan and one management system. 4) Sistem aliran air menyangkut pengaruh antara hulu ke hilir yaitu apapun yang terjadi di bagian hulu akan berpengaruh terhadap bagian hilir dan tidak sebaliknya. Pengaruh tersebut antara lain terjadinya banjir, tanah longsor dan pencemaran. Pengelolaan sumberdaya air menyangkut sistem yang mengikat dan saling menguntungkan. Menurut McKinney et al. (1999), tujuan pencapaian kualitas dan kuantitas air berada dalam kerangka analisis berdasarkan hubungan antara kebijakan sosial ekonomi dan kebijakan lingkungan. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air Pasal 2, sumberdaya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas. Integrasi berbagai disiplin ilmu dan implementasi kebijakan pengelolaan sumberdaya air dibutuhkan dalam rangka pencapaian ketersediaan air yang berkelanjutan dalam waktu kedepan, kualitas air yang memenuhi standar yang

23 15 ditetapkan dan pembangunan ekonomi berkelanjutan dalam jangka panjang maupun jangka pendek. 2.4 Penelitian Terdahulu Ariestis (2004) melakukan penelitian mengenai Analisis Ekonomi Pengelolaan dalam Kerangka Kebijakan Pra dan Pasca Privatisasi, Studi Kasus Pengelolaan Air oleh PAM Jaya Jakarta. Analisis data yang digunakan untuk penetapan tarif air adalah analisis regresi berganda berdasarkan marginal cost pricing melalui penurunan fungsi biaya pengelolaan air, sedangkan untuk biaya pengelolaan air menggunakan fungsi Coob-Douglass yang ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma linear. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa adanya perubahan pengalihan kekuasaan ke pihak swasta (privatisasi) memberikan pengaruh yang cukup besar dalam pembiayaan pengelolaan air. Biaya-biaya tersebut cenderung meningkat setelah adanya privatisasi. Sementara tarif yang ditetapkan sesuai dengan kondisi masyarakat DKI Jakarta belum menutupi biaya pengelolaan air (full cost recovery). Hasil analisis model biaya pengelolaan air menunjukan bahwa biaya variabel, biaya ekspansi maupun jumlah produksi air berpengaruh nyata dengan arah yang positif terhadap total biaya pengelolaan air. Putri (2007) melakukan penelitian terhadap kebijakan tarif air PDAM Kota Bandung serta respon pelanggan terhadap peningkatan tarif. Analisis data yang dilakukan adalah dengan analisis kuantitatif dari biaya produksi air oleh PDAM. Selanjutnya dilihat dari trend biaya produksi PDAM setiap tahunnya dengan mengestimasi laju pertumbuhan dari biaya produksi tersebut. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa jumlah anggota keluarga, tingkat pendapatan dan jumlah air rata-rata yang dikonsumsi berpengaruh nyata terhadap nilai WTP yang dibayarkan pelanggan. Kusuma (2006) melakukan penelitian mengenai analisis ekonomi pengelolaan sumberdaya air dan kebijakan tarif air PDAM kota Madiun. Analisis data yang digunakan untuk tarif air PDAM adalah analisis regresi berganda dengan variabel-variabel yang mempengaruhi kebijakan tarif air. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa harga bahan bakar minyak dan tingkat inflasi berpengaruh nyata terhadap tarif air. Artinya, kebijakan tarif air dipengaruhi oleh

24 16 harga beli listrik per kwh, harga bahan bakar minyak, dan tingkat inflasi. Selanjutnya, kebijakan tarif air berdampak positif yaitu meningkatkan penerimaan dan keuntungan PDAM Kota Madiun. Kenaikan tarif air merupakan solusi untuk mengatasi masalah kerugian usaha yang dialami perusahaan karena kenaikan tarif mampu meningkatkan tarif penerimaan dan keuntungan perusahaan. Hasil analisis model biaya pengelolaan air PDAM Madiun dari tahun menunjukkan bahwa baik biaya variabel, biaya investasi maupun jumlah produksi air berpengaruh nyata dengan arah yang positif terhadap total biaya pengelolaan air PDAM dan penetapan tarif air baik secara ekonomi maupun finansial telah dapat memberikan susunan tarif yang sesuai dengan kondisi masyarakat telah mencapai kondisi full cost recovery. Esanawati (2009) melakukan penelitian mengenai fungsi produksi, penetapan tarif dan alokasi air minum yang efisien di PDAM Tirta Patriot, Kota Bekasi. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengidentifikasi pengelolaan air dan memproyeksikan pengembangan kapasitas produksi PDAM Tirta Patriot sepuluh tahun yang akan datang dengan menggunakan metode pemulusan dengan teknik eksponensial ganda yang dilakukan dengan analisis kapasitas produksi, analisis deskriptif juga melihat analisis pola pengelolaan sumberdaya air. Hasil penelitian Esanawati menunjukkan bahwa tingkat kekeruhan air baku berpengaruh nyata dan negatif, penggunaan tarif yang berlaku belum memenuhi besaran tarif dasar dengan mekanisme biaya pemulihan penuh sebesar Rp /m 3 kemudian proyeksi produksi air dengan model ARIMA 2,1,0, tren produksi air yang meningkat dari tahun ke tahun dengan menggunakan teknik pemulusan data eksponensial ganda menunjukkan hasil yang berfluktuatif yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Fadillah (2011) melakukan penelitian mengenai analisis ekonomi pengelolaan sumberdaya air pada instalasi pengolahan air di PDAM Bekasi. Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah mengidentifikasi pengelolaan sumberdaya air, biaya produksi air, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi air, serta harga pokok air bersih berdasarkan instalasi pengolahan air di PDAM Bekasi. Hasil yang didapat menyatakan bahwa air baku, air produksi, penggunaan bahan kimia, dan penggunaan daya listrik berpengaruh nyata terhadap fungsi

25 17 produksi air. Sedangkan biaya instalasi dan produksi air diketahui berpengaruh nyata terhadap fungsi biaya produksi air. Laju pertumbuhan marginal cost dan average cost diketahui bernilai positif setiap tahunnya dan berbeda-beda untuk setiap cabang instalasi pengolahan air. Penetapan harga air PDAM berdasarkan marginal cost pricing sudah dapat mencapai kondisi tertutupinya seluruh biaya pengelolaan.

26 18 III KERANGA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen Biaya Produksi Air Bersih Biaya produksi adalah semua pengeluaran perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan produk berupa air bersih. Suparmoko (1995) menyatakan bahwa biaya produksi air bervariasi pada tiga dimensi yaitu jumlah pelanggan, kapasitas untuk menyediakan dalam arti kapasitas yang berbeda-beda untuk melayani daerah yang berbeda-beda dan jarak pengiriman atau penyerahan air ke tempat pemakai. Atas dasar klasifikasi tersebut, biaya produksi air dibagi ke dalam biaya kapasitas, biaya langganan dan biaya penyerahan. Biaya kapasitas berkaitan dengan ukuran perusahaan seperti instalasi pengolahan air minum. Biaya langganan berkaitan dengan jumlah dan penyebaran pelanggan yang meliputi biaya penagihan, biaya meteran, dan biaya pelayanan atau perbaikan-perbaikan nama pada rekening serta biaya untuk membaca meteran dan rekening. Biaya penyerahan berkaitan dengan volume pengiriman air sepeti biaya transport dan biaya penyaluran. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No Tanggal 28 Januari 1999, bahwa komponen biaya produksi pengelolaan air PDAM adalah biaya pengadaan bahan baku, biaya pengolahan, biaya transmisi, biaya distribusi, biaya umum, biaya administrasi, biaya penyusutan dan biaya amortisasi instalasi non pabrik. Adapun yang diperhitungkan ke dalam komponen biaya produksi pengelolaan air PT Watertech Estate Cikarang mengacu pada pengelolaan air PDAM. Salah satu maksimisasi keuntungan produsen/perusahaan adalah dengan minimisasi biaya produksi. Biaya eksplisit adalah pengeluaran aktual (secara akuntansi) perusahaan untuk penggunaan sumber daya dalam proses produksi. Sedangkan biaya implisit merupakan biaya ekonomi perusahaan atas penggunaan sumber daya yang ditimbulkan karena proses produksi.

27 Biaya Pengelolaan Air Bersih Menurut Mc.Neill dan Tate (1991), biaya pengelolaan air PDAM terdiri atas biaya ekspansi (expansion cost), biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variabel cost). Biaya ekspansi adalah biaya yang dikeluarkan dalam rangka pengembangan kapasitas pelayanan PDAM kepada masyarakat pelanggan. Contoh dari biaya ekspansi adalah pengeluaran untuk sambungan baru. Biaya tetap adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan air PDAM yang tidak berubah-ubah dalam waktu yang pendek terlepas dari volume air yang disalurkan. Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya tetap antara lain adalah biaya gaji pegawai yang tidak berhubungan dengan proses produksi air, biaya penyusutan peralatan, biaya beban kantor, biaya perjalanan dinas dan lain-lain. Komponen biaya terakhir yaitu biaya variabel adalah biaya yang besarannya berubah-ubah atau bervariasi sesuai dengan jumlah (volume) air yang disalurkan kepada pelanggan dan yang terbuang dalam waktu yang pendek. Contoh biaya variabel adalah biaya produksi air, biaya pemeliharaan alat-alat serta biaya penelitian dan pengembangan. 3.2 Penetapan Harga Pokok Air Manulang (1988) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan harga pokok adalah jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk memproduksikan suatu produksi ditambah biaya lainnya sehingga barang itu berada di pasar. Unsur harga pokok tersebut dapat digolongkan ke dalam dua golongan yaitu : 1. Biaya langsung, adalah biaya yang langsung diterapkan kepada sejumlah hasil produksi tertentu, biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan mentah dan upah yang dibayar kepada tenaga kerja dalam suatu proses produksi dan merupakan biaya langsung kepada hasil produksi yang bersangkutan. 2. Biaya tidak langsung, adalah biaya yang tak langsung ditetapkan kepada sejumlah hasil produksi tertentu akan tetapi kepada suatu prestasi, dengan perkataan lain biaya tak langsung merupakan biaya kepada prestasi tertentu dan termasuk biaya umum dan biaya penjualan.

28 20 Kusuma (2006) menyatakan yang termasuk biaya langsung dalam proses produksi air PDAM adalah biaya sumber, biaya pengolahan, biaya transmisi, serta distribusi. Sedangkan yang termasuk dalam biaya tidak langsung adalah biaya administrasi dan umum yang terdiri dari biaya pegawai, biaya kantor, biaya hubungan langganan, biaya litbang, biaya keuangan, biaya pemeliharaan, ruparupa biaya umum, penyusutan, instalasi biaya umum dan biaya bank. Penetapan harga pokok air dilakukan dengan Metode Pembagian (Dealings Model) yakni dengan membagi total biaya keseluruhan yang dikeluarkan untuk proses produksi dengan jumlah produk yang dihasilkan. Metode ini hanya dapat digunakan jika barang yang diproduksi hanya satu jenis barang yang homogen. Air termasuk ke dalam kategori barang tersebut, maka metode ini dirasa paling cocok untuk diterapkan. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: 3.3 Penetapan Tarif Air Secara Ekonomi Air merupakan barang ekonomi yang harus dikelola secara efisien. Penetapan tarif penggunaan air bersih sangat mempengaruhi tingkat efisiensi pengelolaan sumberdaya air tersebut. Metode penetapan tarif air bisanya untuk menjaga kelangsungan penerimaan bagi perusahaan pengelola air yakni PT Watertech Estate Cikarang itu sendiri, pengalokasian biaya-biaya dan menjaga kelestarian air serta dapat menjamin keberlangsungan pengelolaan dan sumberdaya itu sendiri. Hanemann (1998) dalam Syaukat (2000) menyatakan bahwa perhatian utama dalam perencanaan struktur harga adalah untuk menjelaskan kepada konsumen tentang biaya-biaya yang digunakan dalam pengelolaan biaya tersebut. Dengan asumsi bahwa konsumen bereaksi secara rasional, diharapkan penetapan harga dengan metode-metode tersebut akan membantu mengontrol pertumbuhan permintaan air, menjamin penggunaan air secara rasional serta menjamin penerimaan yang cukup untuk menutupi modal dan biaya-biaya operasional.

29 Marginal Cost Pricing Efisiensi alokasi penggunaan umumnya dapat dicapai pada suatu titik dimana keuntungan marjinal (marginal benefit) bernilai sama dengan biaya marjinalnya (marginal cost), sehingga efisiensi ekonomi terjadi pada saat harga air ditetapkan sama dengan biaya marjinal yang bertujuan memaksimumkan nilai manfaat sosial bersih (net social benefit). Hall (1996) menyatakan bahwa marginal cost pricing memiliki dua tujuan. Pertama, sebagai sinyal kepada konsumen mengenai biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan tambahan air. Dengan menggunakan informasi ini konsumen dapat memilih untuk mengonsumsi sejumlah tambahan air yang hanya jika dapat memberi tambahan manfaat yang setidaknya sama besar dengan biaya marjinal untuk memproduksi air. Kedua, bagi pengelola air tujuannya adalah untuk memberi sinyal berapa jumlah yang bersedia dibayar oleh konsumen pada tingkat harga tersebut. Berdasarkan harga yang direspon oleh konsumen, pengelola air dapat melihat mampu tidaknya konsumen membayar biaya marjnal dalam penyediaan air. Syaukat (2000) menyatakan bahwa sebagian besar ahli ekonomi berpendapat penetapan biaya marjinal dapat mengakibatkan kegunaan mengalami defisit. Hal ini bergantung pada hubungan antara biaya marjinal dengan biaya rata-rata produksi air. Masalah defisit tidak akan muncul pada kondisi ketika biaya marjinal lebih tinggi daripada biaya rata-rata pada jumlah output dengan harga tertentu. Namun jika utilitas memiliki bentuk kurva biaya rata-rata yang menurun, maka penetapan harga atas dasar biaya marjinal akan menyebabkan kerugian. Pengggunaan sumberdaya yang terbaik adalah memproduksi air pada tingkat dimana marginal cost untuk tambahan penawaran air sama dengan harga air yang ingin dibayar konsumen Full Cost Recovery Pricing Marginal Cost Pricing hanya fokus pada kondisi biaya marjinal yang ditunjukkan saat keuntungan marjinal dari mengkonsumsi air sama dengan biaya marjinalnya dan mengabaikan kondisi secara total. Kondisi keduanya baik biaya total dan marjinal perlu diaplikasikan saat menentukan tingkat harga dan

30 22 kuantitas. Penetapan harga atau tarif yang memperhatikan kondisi total adalah dengan FCRP. Hanemann (1998) membagi metode FCRP kedalam tiga bentuk : a) Ramsey Pricing : digunakan untuk menunjukkan sebuah kumpulan harga yang sama yang memaksimumkan keuntungan sosial bersih. b) Coase s Two-part Tarif : metode ini menggunakan sebuah strategi tarif dua bagian untuk menemukan kondisi total dimana keuntungan total seharusnya melebihi total biaya. Ketika harga air dibentuk berdasarkan tarif dua bagian, konsumen atau pelanggan harus membayar ongkos tetap atau biaya masuk dalam bentuk sewa meteran dan bea administrasi dengan tujuan untuk menutupi biaya penggunaan air yang tidak berubah menurut jumlah penjualan. c) Decreasing and Increasing Block Rates : Metode ini merupakan perluasan dari penetapan tarif dua bagian increasing atau decreasing block rates dibedakan hanya pada tingkat urutan harga. Increasing block rate terjadi ketika p 1 < p 2 < p 3 < p n yakni harga akan semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah penggunaan air dan sebaliknya untuk decreasing block rate. Pemberlakuan sistem decreasing dan increasing block rate berbedabeda tergantung kondisi yang dimiliki daerah. Decreasing block rate biasanya digunakan pada daerah atau negara yang memiliki jumlah sumberdaya air yang melimpah. Sistem penentuan harga yang berlaku di Indonesia adalah increasing block tariff yaitu konsep dimana tingkat harga yang sesuai dengan peningkatan jumlah air dengan tujuan meningkatkan subsidi silang dari golongan masyarakat. 3.4 Penetapan Tarif Air Secara Finansial Prinsip dasar dalam sisitem tarif air minum yang ditetapkan oleh PT Watertech Estate Cikarang tidak jauh berbeda dengan PDAM, yaitu menggunakan prinsip pemulihan biaya. Prinsip tersebut berarti bahwa penerimaan PT Watertech Estate Cikarang harus dapat menutupi semua biaya atau pengeluaran perusahaan, dapat mengganti barang modal pada waktu tertentu serta memberikan suatu investasi bagi perusahaan dalam hal pengembangan usaha. Masalah

31 23 keterjangkauan besarnya tarif bagi pelanggan khususnya pelanggan rumah tangga dan adanya subsidi silang antara pelanggan dimana pelanggan yang memakai air melebihi kebutuhan dasar akan dikenakan tarif yang lebih tinggi, menjadi perlu diperhatikan dalam penetapan tarif. Hal tersebut dilakukan untuk menciptakan efisiensi pemakaian air agar tidak berlebihan. Berikut adalah tarif air yang diberlakukan pada PT Watertech Estate Cikarang berdasarkan golongan pelanggan dan pemakaian air (m 3). Tabel 1 Tarif Air dan Golongan Pelanggan PT Watertech Estate Cikarang No Kelompok Pelanggan Tarif Pemakaian Air (Rp) 0 m 3-10 m 3 11 m 3-21 m 3 >21 m 3 1 Kelompok I Sosial Umum : Hidran Umum, Tempat Ibadah, Asrama Yatim Piatu 2 Kelompok II Sosial khusus : Rumah Sakit Pemerintahan, Puskesmas 3 Kelompok III Rumah 4 Kelompok IV A Rumah Mewah dan Niaga Kecil 5 Kelompok IV B Industri Kecil 6 Kelompok IV C Niaga Besar 7 Kelompok V (Khusus) Industri Besar Sumber: PT Watertech Estate Cikarang (2014) Sistem tarif yang digunakan dilakukan penyederhanaan untuk memudahkan perhitungan dan pemahaman atas komponen biaya yang diperhitungkan dalam pemulihan biaya. Sistem tarif yang sederhana tersebut dapat diwujudkan dengan cara sebagai berikut: a. Pelanggan PT Watertech dikelompokkan menjadi 7 kelompok b. Blok konsumsi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1. 0 m 3 sampai dengan 10 m m 3 sampai dengan 21 m 3 3. Lebih dari 21 m 3

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Komponen Biaya Produksi dan Biaya Pengelolaan Air PDAM

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Komponen Biaya Produksi dan Biaya Pengelolaan Air PDAM III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Komponen Biaya Produksi dan Biaya Pengelolaan Air PDAM 3.1.1 Biaya Produksi Air PDAM Biaya produksi adalah semua pengeluaran perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ayat 2, air adalah semua air yang terdapat pada, di atas ataupun di bawah

TINJAUAN PUSTAKA. ayat 2, air adalah semua air yang terdapat pada, di atas ataupun di bawah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Nilai Ekonomi Sumberdaya Air Berdasarkan Undang-Undang Sumberdaya Air No. 7 tahun 2004 pasal 1 ayat 2, air adalah semua air yang terdapat pada, di atas ataupun di bawah

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air Berdasarkan Kapasitas Produksi Instalasi

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air Berdasarkan Kapasitas Produksi Instalasi VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air Berdasarkan Kapasitas Produksi Instalasi PDAM Bekasi merupakan salah satu PDAM yang berada di wilayah Kota Bekasi. Pengelolaan sumberdaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi debit air khususnya debit air tanah. Kelangkaan sumberdaya air

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi debit air khususnya debit air tanah. Kelangkaan sumberdaya air II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelangkaan Sumberdaya Air Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu penyebab pemanfaatan berlebihan yang dilakukan terhadap sumberdaya air. Selain itu, berkurangnya daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri.

I. PENDAHULUAN. dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam dan jasa lingkungan merupakan aset yang menghasilkan arus barang dan jasa, baik yang dapat dikonsumsi langsung maupun tidak untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR DAN KEBIJAKAN TARIF AIR PDAM MENANG MATARAM

ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR DAN KEBIJAKAN TARIF AIR PDAM MENANG MATARAM ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR DAN KEBIJAKAN TARIF AIR PDAM MENANG MATARAM DEA AMANDA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS DAN TATA CARA PENGATURAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS DAN TATA CARA PENGATURAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS DAN TATA CARA PENGATURAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN TEMUKAN PEMBOROSAN AIR BERSIH SENILAI Rp791 MILIAR

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN TEMUKAN PEMBOROSAN AIR BERSIH SENILAI Rp791 MILIAR BADAN PEMERIKSA KEUANGAN TEMUKAN PEMBOROSAN AIR BERSIH SENILAI Rp791 MILIAR http://www.republika.co.id Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap 102 pemerintah kabupaten, kota dan Perusahaan

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PDAM DKI JAKARTA SETELAH ADANYA KONSESI OLEH RETNO TRIASTUTI H

ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PDAM DKI JAKARTA SETELAH ADANYA KONSESI OLEH RETNO TRIASTUTI H ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PDAM DKI JAKARTA SETELAH ADANYA KONSESI OLEH RETNO TRIASTUTI H14102035 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ANALISIS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN UMUM DAERAH AIR MINUM TIRTA MERAPI KABUPATEN KLATEN DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71 TAHUN 2016 PERHITUNGAN DAN PENETAPAN TARIF AIR MINUM

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71 TAHUN 2016 PERHITUNGAN DAN PENETAPAN TARIF AIR MINUM PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71 TAHUN 2016 PERHITUNGAN DAN PENETAPAN TARIF AIR MINUM Disampaikan Oleh: Dr. Hari Nur Cahya Murni M,Si Direktur BUMD, BLUD dan BMD Ditjen Bina Keuangan Daerah Jakarta,

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat yang terletak di sebelah timur Jakarta. Batas administratif Kota bekasi yaitu: sebelah barat adalah Jakarta, Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Daerah Aliran Sungai Citarum Provinsi Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pemberian pelayanan publik pada dasarnya dapat dibiayai melalui

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pemberian pelayanan publik pada dasarnya dapat dibiayai melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tugas pokok pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemberian pelayanan publik pada dasarnya dapat dibiayai melalui dua sumber

Lebih terperinci

EFISIENSI EKONOMI dan PASAR

EFISIENSI EKONOMI dan PASAR EFISIENSI EKONOMI dan PASAR Kuliah Ekonomi Lingkungan Sesi 5 Efisiensi Ekonomi (1) Efisiensi Ekonomi keseimbangan antara nilai produk dengan nilai dari input yang digunakan untuk memproduksinya (dgn kata

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2016TAHUN 2016 TENTANG PERHITUNGAN DAN PENETAPAN TARIF AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) Citarum merupakan salah satu DAS terbesar di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas 11.44 ribu kilometer persegi. Curah hujan tahunan 3 ribu

Lebih terperinci

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR Oleh: DODY KURNIAWAN L2D 001 412 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

I. Latar belakang penyesuaian tarif air minum tahun 2013 meliputi :

I. Latar belakang penyesuaian tarif air minum tahun 2013 meliputi : INFORMASI PENYESUAIAN TARIF AIR MINUM Bahwa dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam hal penyediaan air minum dan pengelolaan air limbah serta peningkatan kinerja perusahaan maka PDAM

Lebih terperinci

VII. ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI PENDUDUK AKIBAT PENCEMARAN AIR TANAH. air tanah dengan sumber air bersih lainnya yakni air PDAM.

VII. ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI PENDUDUK AKIBAT PENCEMARAN AIR TANAH. air tanah dengan sumber air bersih lainnya yakni air PDAM. VII. ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI PENDUDUK AKIBAT PENCEMARAN AIR TANAH 7.1 Memperoleh Sumber Air Tanah Air tanah merupakan salah satu sumber air bersih utama yang masih digunakan oleh sebagian besar

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 SERI E.6 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 SERI E.6 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 SERI E.6 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (RI SPAM) KABUPATEN CIREBON TAHUN 2015-2030 DENGAN

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA MELAWI

BAB III ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA MELAWI BAB III ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA MELAWI A. Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Melawi Bagaimana Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Melawi? Berikut ini analisa yang

Lebih terperinci

Sistem Infrastruktur. Modul 1 PENDAHULUAN

Sistem Infrastruktur. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Sistem Infrastruktur Dr. Sri Maryati, S.T., M.T. I PENDAHULUAN nfrastruktur atau prasarana merupakan istilah yang mengacu pada social overhead capital yang mempunyai karakteristik sosial dan karakteristik

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran, Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor No.1400, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAGRI. Air Minum. Tarif. Perhitungan dan Penetapan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG PERHITUNGAN

Lebih terperinci

EVALUASI PENYESUAIAN TARIF DASAR PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KABUPATEN PURBALINGGA. Oleh: Suliyanto 1 ABSTRACT

EVALUASI PENYESUAIAN TARIF DASAR PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KABUPATEN PURBALINGGA. Oleh: Suliyanto 1 ABSTRACT EVALUASI PENYESUAIAN TARIF DASAR PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM () KABUPATEN PURBALINGGA Oleh: Suliyanto 1 ABSTRACT Conditions of macroeconomic, increase of equipment/piping price, chemicals, generators

Lebih terperinci

Eksternalitas & Barang Publik

Eksternalitas & Barang Publik Eksternalitas & Barang Publik Rus an Nasrudin Kuliah ke-13 May 21, 2013 Rus an Nasrudin (Kuliah ke-13) Eksternalitas & Barang Publik May 21, 2013 1 / 21 Outline 1 Pendahuluan 2 Definisi Eksternalitas 3

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

. harga atas barang/jasa sulit/ tidak dapat ditentukan oleh pasar (market)

. harga atas barang/jasa sulit/ tidak dapat ditentukan oleh pasar (market) EKSTERNALITAS EKSTERNALITAS Manfaat (Benefit) dan/atau Biaya (Cost) yang tidak dapat diperhitungkan secara langsung dalam proses produksi barang/jasa. harga atas barang/jasa sulit/ tidak dapat ditentukan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS DAN TATA CARA PENGATURAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS DAN TATA CARA PENGATURAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS DAN TATA CARA PENGATURAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI FUNGSI PRODUKSI, PENETAPAN TARIF DAN ALOKASI AIR MINUM YANG EFISIEN : Studi Kasus di PDAM Tirta Patriot, Kota Bekasi

ANALISIS EKONOMI FUNGSI PRODUKSI, PENETAPAN TARIF DAN ALOKASI AIR MINUM YANG EFISIEN : Studi Kasus di PDAM Tirta Patriot, Kota Bekasi ANALISIS EKONOMI FUNGSI PRODUKSI, PENETAPAN TARIF DAN ALOKASI AIR MINUM YANG EFISIEN : Studi Kasus di PDAM Tirta Patriot, Kota Bekasi Ratih Esanawati DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan barang ultra essential bagi kelangsungan hidup manusia. Tanpa air, manusia tidak mungkin bisa bertahan hidup. Di sisi lain kita sering bersikap menerima

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN SUBSIDI UNTUK PELAYANAN AIR MINUM YANG BERKEADILAN BAGI MASYARAKAT MISKIN DI PERKOTAAN

KEBIJAKAN SUBSIDI UNTUK PELAYANAN AIR MINUM YANG BERKEADILAN BAGI MASYARAKAT MISKIN DI PERKOTAAN KEBIJAKAN SUBSIDI UNTUK PELAYANAN AIR MINUM YANG BERKEADILAN BAGI MASYARAKAT MISKIN DI PERKOTAAN Oleh : Penny K. Lukito, MCP, Ph.D * TANTANGAN KETERBATASAN AKSES PELAYANAN AIR MINUM Sejalan dengan berkembangnya

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 30 TAHUN 2014

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 30 TAHUN 2014 PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 30 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2014-2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DRAFT LAPORAN TUGAS AKHIR

DRAFT LAPORAN TUGAS AKHIR DRAFT LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN SISTEM SUPLAI AIR BAKU DKI JAKARTA DARI WADUK JATILUHUR Oleh: Agus Saputra Triadi Bramono 15004071 15003073 Pembimbing: Dr. Ir. M. Syahril Badri Kusuma PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Objektif Kota Bekasi 5.1.1 Keadaan Geografis Kota Bekasi Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15 LS dengan ketinggian 19 meter diatas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 2 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 2 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 2 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN TARIF PEMAKAIAN AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN BENGKAYANG PEMERINTAH KABUPATEN BENGKAYANG PERATURAN DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 2 TAHUN 2011 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 2 TAHUN 2011 LAMPIRAN : 2 (dua) lembar TENTANG TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk Jakarta cenderung meningkat setiap tahun. Peningkatan jumlah penduduk yang disertai perubahan pola konsumsi dan gaya hidup turut meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin meningkat serta perusahaan-perusahaan yang semakin besar,

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin meningkat serta perusahaan-perusahaan yang semakin besar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menuju perdagangan bebas perkembangan perekonomian di Indonesia yang semakin meningkat serta perusahaan-perusahaan yang semakin besar, adanya persaingan antara para

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN TARIF AIR PDAM TIRTA ASASTA KOTA DEPOK, JAWA BARAT WASIS WIDODO

ANALISIS KEBIJAKAN TARIF AIR PDAM TIRTA ASASTA KOTA DEPOK, JAWA BARAT WASIS WIDODO ANALISIS KEBIJAKAN TARIF AIR PDAM TIRTA ASASTA KOTA DEPOK, JAWA BARAT WASIS WIDODO DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PDAM KABUPATEN SUKABUMI. Dari hasil penelitian pada PDAM Kabupaten Sukabumi yang didukung

VI. STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PDAM KABUPATEN SUKABUMI. Dari hasil penelitian pada PDAM Kabupaten Sukabumi yang didukung VI. STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PDAM KABUPATEN SUKABUMI Dari hasil penelitian pada PDAM Kabupaten Sukabumi yang didukung oleh wawancara terhadap para responden dan informasi-informasi yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Air merupakan sumber kehidupan manusia. Ketersediaan air yang aman untuk dikonsumsi adalah sangat penting dan merupakan kebutuhan dasar bagi semua manusia di bumi.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 12A Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 12A Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG b. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 11 Tahun 2003 tentang Tarip Pengelolaan Air Minum Kabupaten Brebes sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan dan perkembangan saat ini, maka perlu disesuaikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki luas wilayah Jumlah Air (m 3 ) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki luas wilayah kurang lebih 5.180.053 km 2 yang terdiri dari 1.922.570 km 2 daratan dan 3.257.483

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA)

Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA) Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA) Oleh : Benny Gunawan Ardiansyah, Peneliti Badan Kebijakan Fiskal 1. Pendahuluan Pasal 33 Undang- undang Dasar 1945

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

TEORI PASAR. Materi Presentasi. Pasar Persaingan Sempurna Pasar Monopoli Pasar Monopolistis Pasar Oligopoli. Sayifullah, SE., M.

TEORI PASAR. Materi Presentasi. Pasar Persaingan Sempurna Pasar Monopoli Pasar Monopolistis Pasar Oligopoli. Sayifullah, SE., M. TEORI PASAR Sayifullah, SE., M.Akt Materi Presentasi Pasar Persaingan Sempurna Pasar Monopoli Pasar Monopolistis Pasar Oligopoli 1 Teori Pasar Pasar Persaingan Sempurna Pasar Persaingan Tidak Sempurna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KONDISI UMUM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI KAMPUS IPB DRAMAGA Penyelenggaraan kegiatan pendidikan di kampus IPB Dramaga tidak bisa terlaksana tanpa adanya air bersih. Saat ini pemenuhan

Lebih terperinci

Materi 8 Ekonomi Mikro

Materi 8 Ekonomi Mikro Materi 8 Ekonomi Mikro Pasar Persaingan Sempurna Tujuan Pembelajaran : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami metode dan model pasar persaingan sempurna dalam : Karakteristik Pasar Persaingan Sempurna,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

INSTRUMEN EKONOMI UNTUK PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KULIAH VALUASI ESDAL PERTEMUAN KE

INSTRUMEN EKONOMI UNTUK PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KULIAH VALUASI ESDAL PERTEMUAN KE INSTRUMEN EKONOMI UNTUK PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KULIAH VALUASI ESDAL PERTEMUAN KE 13 2015 2016 PENDAHULUAN (1) Permintaan akan pembangunan berkelanjutan serta kebutuhan akan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR: 22 TAHUN 2013 TENTANG TARIF AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN PURWAKARTA BUPATI PURWAKARTA,

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR: 22 TAHUN 2013 TENTANG TARIF AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN PURWAKARTA BUPATI PURWAKARTA, PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR: 22 TAHUN 2013 TENTANG TARIF AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN PURWAKARTA BUPATI PURWAKARTA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan air

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI FUNGSI PRODUKSI, PENETAPAN TARIF DAN ALOKASI AIR MINUM YANG EFISIEN : Studi Kasus di PDAM Tirta Patriot, Kota Bekasi

ANALISIS EKONOMI FUNGSI PRODUKSI, PENETAPAN TARIF DAN ALOKASI AIR MINUM YANG EFISIEN : Studi Kasus di PDAM Tirta Patriot, Kota Bekasi ANALISIS EKONOMI FUNGSI PRODUKSI, PENETAPAN TARIF DAN ALOKASI AIR MINUM YANG EFISIEN : Studi Kasus di PDAM Tirta Patriot, Kota Bekasi Ratih Esanawati DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok untuk kehidupan manusia dengan segala macam kegiatannya, dipergunakan untuk keperluan rumah tangga, keperluan umum, industri, perdagangan,

Lebih terperinci

Rekomendasi Upaya Pengendalian Kehilangan Air

Rekomendasi Upaya Pengendalian Kehilangan Air Bab VI Rekomendasi Upaya Pengendalian Kehilangan Air VI.1 Umum Studi pengendalian kehilangan air untuk PDAM Kota Bandung tidak cukup hanya meneliti berapa besar nilai kehilangan air dan penyebab-penyebabnya,

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYEDIAAN AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM SURYA SEMBADA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

FORMULA PERHITUNGAN DAN MEKANISME PENETAPAN TARIF PADA BUMD AIR MINUM

FORMULA PERHITUNGAN DAN MEKANISME PENETAPAN TARIF PADA BUMD AIR MINUM FORMULA PERHITUNGAN DAN MEKANISME PENETAPAN TARIF PADA BUMD AIR MINUM www.bisnissyariah.co.id I. Pendahuluan Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air untuk kebutuhan pokok seharihari guna

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM Menimbang : a. bahwa sampai dengan saat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NO. 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH NO. 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH NO. 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : Menetapkan :

Lebih terperinci

PASAR PERSAINGAN SEMPURNA

PASAR PERSAINGAN SEMPURNA PASAR PERSAINGAN SEMPURNA Tugas Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro Disusun Oleh : Asep Prianto (113020061) Elis Sri Maryanti (113020064) Farhatul Aini (113020062) Zahra Adzkia (113020063) FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI UMUM Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup dan sebagai barang publik yang tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama (global commons atau common

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh:

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Definisi Air Minum menurut MDG s adalah air minum perpipaan dan air minum non perpipaan terlindung yang berasal

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

2 Masalah Ekonomi: Kelangkaan dan Pilihan

2 Masalah Ekonomi: Kelangkaan dan Pilihan Ekonomi Mikro. program pascasarjana Unlam 2 Masalah Ekonomi: Kelangkaan dan Pilihan KELANGKAAN, PILIHAN, DAN BIAYA OPORTUNITAS 1 Kebutuhan manusia bersifat tak terbatas, namun sumber daya yang tersedia

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2010 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2010 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2010 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN KUTAI TIMUR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu kebutuhan pokok sehari-hari makhluk hidup di dunia ini

I. PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu kebutuhan pokok sehari-hari makhluk hidup di dunia ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan pokok sehari-hari makhluk hidup di dunia ini yang tidak dapat terpisahkan. Tidak hanya penting bagi manusia, air merupakan bagian yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

Fakta tentang Air. Air tawar itu terbatas dan langka

Fakta tentang Air. Air tawar itu terbatas dan langka Fakta tentang Air Air tawar itu terbatas dan langka Air tidak tergantikan Fakta tentang Air Air memiliki nilai ekonomis total yang melebihi nilai jualnya saat ini Air dibutuhkan oleh makhluk hidup dan

Lebih terperinci

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KLASIFIKASI PELANGGAN DAN BESARAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN PURWAKARTA DENGAN

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR DI PDAM BEKASI NURUL FADILLAH

ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR DI PDAM BEKASI NURUL FADILLAH ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR DI PDAM BEKASI NURUL FADILLAH DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS HARGA AIR TERHADAP KUALITAS AIR PELAYANAN DAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DI PDAM TIRTA MAYANG KOTA JAMBI. Ahaddian Ovilia Damayanti

STUDI ANALISIS HARGA AIR TERHADAP KUALITAS AIR PELAYANAN DAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DI PDAM TIRTA MAYANG KOTA JAMBI. Ahaddian Ovilia Damayanti STUDI ANALISIS HARGA AIR TERHADAP KUALITAS AIR PELAYANAN DAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DI PDAM TIRTA MAYANG KOTA JAMBI Ahaddian Ovilia Damayanti Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 160 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian sebelumnya telah dibahas berbagai temuan yang diperoleh dari penelitian. Pada bagian akhir ini selanjutnya akan dibahas mengenai kesimpulan yang didapat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. meliputi konsep dasar dari metode perilaku pencegahan (averting behavior Metode Biaya Pencegahan dan Biaya Kesehatan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. meliputi konsep dasar dari metode perilaku pencegahan (averting behavior Metode Biaya Pencegahan dan Biaya Kesehatan III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berisi landasan teori yang menjadi dasar dalam menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang diuraikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam terutama dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam terutama dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam terutama dari sektor sumber daya airnya, mengingat bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan yang diiringi dengan pembangunan dan laju pertumbuhan penduduk, manusia diperhadapkan pada berbagai persoalan diantarannya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Luas Wilayah Provinsi DKI Jakarta

Luas Wilayah Provinsi DKI Jakarta Luas Wilayah Provinsi DKI Jakarta Luas Wilayah Menurut Kabupaten / Kota Provinsi DKI Jakarta Kabupaten/Kota Luas (Km2) % Kepulauan Seribu 8,70 1,31 Jakarta Selatan 141,27 21,33 Jakarta Timur 188,03 28,39

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DAFTAR ISI BAB I KETENTUAN UMUM... 2 BAB II LANDASAN PENGELOLAAN AIR TANAH... 3 Bagian Kesatu Umum... 3 Bagian Kedua Kebijakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN TERHADAP EVALUASI KINERJA PENYEDIA AIR BERSIH PERPIPAAN DI KOTA KECIL (SOREANG DAN BANJARAN)

BAB 5 KESIMPULAN TERHADAP EVALUASI KINERJA PENYEDIA AIR BERSIH PERPIPAAN DI KOTA KECIL (SOREANG DAN BANJARAN) BAB 5 KESIMPULAN TERHADAP EVALUASI KINERJA PENYEDIA AIR BERSIH PERPIPAAN DI KOTA KECIL (SOREANG DAN BANJARAN) 5.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian data dan analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAB II ANALISIS PROFITABILITAS PELANGGAN DAN PELAPORAN SEGMEN

BAB II ANALISIS PROFITABILITAS PELANGGAN DAN PELAPORAN SEGMEN 11 BAB II ANALISIS PROFITABILITAS PELANGGAN DAN PELAPORAN SEGMEN 2.1. Pengertian dan Manfaat Analisis Profitabilitas Pelanggan Kondisi lingkungan yang baru menyebabkan perusahaan harus berfokus kepada

Lebih terperinci

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu perencanaan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat dalam segala

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu perencanaan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat dalam segala 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terus menerus dilaksanakan melalui suatu perencanaan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat dalam segala aspek. Salah satu

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIAYA PRODUKSI PADA PDAM KABUPATEN SUKABUMI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIAYA PRODUKSI PADA PDAM KABUPATEN SUKABUMI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIAYA PRODUKSI PADA PDAM KABUPATEN SUKABUMI Oleh CINDY NOVIANTI H14062579 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 RINGKASAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci