LEMBAR TERBITAN EVALUASI IMPLEMENTASI MODEL-MODEL PENILAIAN (PROGRAM LEA 2012) ISBN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LEMBAR TERBITAN EVALUASI IMPLEMENTASI MODEL-MODEL PENILAIAN (PROGRAM LEA 2012) ISBN"

Transkripsi

1 LEMBAR TERBITAN Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Katalog Dalam Terbitan: KDT EVALUASI IMPLEMENTASI MODEL-MODEL PENILAIAN (PROGRAM LEA 2012) ISBN Judul Buku: Evaluasi Implementasi Model-model Penilaian (Program LEA 2012) PENYUSUN: Himmatul Aliyah, Sos.,M.Si. Penerbit: PUSPENDIK Jakarta, 2012 i

2 KATA PENGANTAR Penerapan konsep manajemen berbasis sekolah menuntut dilakukannya pembenahan dalam teknik dan prosedur pelaksanaan penilaian di satuan pendidikan. Oleh karena itu pelaksanaan penilaian perlu dilakukan secara lebih komprehensif dengan memberdayakan guru di sekolah. Untuk mewujudkan model penilaian yang dapat meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah, Puspendik melakukan Pelatihan Guru melalui program asistensi Pengembangan Model Penilaian di satuan pendidikan dengan membentuk kelompok-kelompok kerja pada sekolah di kabupaten/kota sebagai Local Examination Agency (LEA). Program asistensi pengembangan model penilaian pada satuan pendidikan (LEA) pada tahun 2012, dilakukan dalam bentuk kerjasama antara Pusat Penilaian Pendidikan, Balitbang, Kemendikbud dengan 6 Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dan 24 Sekolah di 6 provinsi. Buku ini berisi hasil evaluasi implementasi Program LEA yang dilaksanakan selama bulan September s.d Desember 2012 pada 24 sekolah tingkat SD, SMP, dan SMA di 6 kabupaten/kota yaitu di yaitu 1) Kota Jambi-Jambi, 2) Kota Bengkulu- Bengkulu, 3) Kabupaten Lampung Tengah-Lampung, 4) Kota Kendari-Sulawesi Tenggara, 5) Kabupaten Gorontalo-Gorontalo, 6) Kabupaten Maluku Tengah- Maluku. Melalui kegiatan asistensi yang dilakukan LEA, diharapkan praktik penilaian di tingkat satuan pendidikan dapat berjalan baik dan hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai umpan balik dalam proses pembelajaran serta dapat meningkatkan mutu pembelajaran di tingkat sekolah dan pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pendidikan nasional Jakarta, Januari 2013 Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang, Kemendikbud Dr. Hari Setiadi NIP ii

3 DAFTAR ISI Halaman Lembar Data Terbitan... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iii BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Permasalahan... 2 C. Tujuan... 3 BAB II. KAJIAN KEPUSTAKAAN... 4 A. Metode Pendekatan Evaluasi... 4 B. Penilaian Kelas... 5 C. Analisis Soal D. Pemanfaatan Hasil Ujian BAB III. METODOLOGI BAB IV. HASIL EVALUASI IMPLEMENTASI PROGRAM LEA A. Hasil Tes Awal dan Tes Akhir B. Hasil Penerapan Model Penilaian Kelas C. Pendapat Kepala Sekolah Perintisan LEA BAB V. Kesimpulan Daftar Pustaka iii

4 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penilaian merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan guru selama proses pembelajaran di kelas, serta dilakukan secara berkala dan berkelanjutan. Penilaian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi kinerja pembelajaran siswa di kelas maupun pada satuan pendidikan, yang dapat dimanfaatkan untuk perbaikan dalam proses pembelajaran yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan di satuan pendidikan. Berdasarkan UU Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan nasional, pada pasal 57 menyatakan bahwa evaluasi (penilaian) dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, dan pasal 58 (ayat 2) menyatakan bahwa evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan. Sementara Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2005 pasal 48 mengamanatkan bahwa Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Balitbang Diknas mempunyai tugas melaksanakan pengembangan sistem penilaian pendidikan. Penerapan konsep manajemen berbasis sekolah menuntut dilakukannya pembenahan dalam teknik dan prosedur pelaksanaan penilaian pada satuan pendidikan. Oleh karena itu pelaksanaan penilaian perlu dilakukan secara lebih komprehensif dengan memberdayakan guru. Selain itu, dalam menghadapi era global saat ini siswa dihadapkan pada tuntutan tidak hanya memahami hal-hal yang bersifat dasar, namun juga dituntut untuk berfikir kritis, analitis dan dapat membuat kesimpulan. Untuk mengembangkan kemampuan tersebut dibutuhkan pengembangan model-model penilaian di tingkat sekolah dan kelas.

5 2 Hasil penelitian yang di lakukan Linda Bond (Reaching for New Goals and Standards: The Role of Testing in Educational Reform Policy, 1994) menginformasikan bahwa banyak pendidik dan pengambil keputusan menyatakan bahwa dasar utama penilaian adalah apa yang dipelajari, dan bentuk penilaian dapat mempengaruhi bentuk pembelajaran. Oleh karena itu dalam melakukan penilaian diperlukan perencanaan yang baik, penyesuaian bentuk penilaian yang digunakan dengan materi dan tujuan pembelajaran, kompetensi dasar, standar kompetensi, dan sesuai dengan tujuan penilaian agar mendapat hasil seperti yang diharapkan, Sejalan dengan reformasi pendidikan di Indonesia, penilaian dalam proses pembelajaran juga mengalami perubahan. Beberapa tahun belakangan ini, sejumlah sekolah telah mencoba melakukan perubahan dalam upaya mengimplementasikan model-model penilaian yang menuntut kemampuan berfikir siswa yang lebih tinggi, namun mengalami kendala karena tidak memiliki sumber daya (baca: guru) yang memadai. Untuk mewujudkan model penilaian yang dapat meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah, Pusat Penilaian Pendidikan, Balitbang Diknas telah melaksanakan program asistensi pengembangan model penilaian di satuan pendidikan, dengan membentuk kelompok-kelompok kerja pada sekolah/madrasah di kabupaten/kota yang kelak diharapkan menjadi Local Examination Agencies (LEA). LEA yang berbasis sekolah/ madrasah atau gabungan dari keduanya, memiliki tugas dan tanggungjawab untuk memberi bantuan teknis (asistensi) pengujian/ penilainan kepada guru-guru di wilayahnya kabupaten/kota. Melalui kegiatan asistensi yang dilakukan LEA, diharapkan praktik pengujian/penilaian di tingkat sekolah/madrasah dapat berjalan baik dan hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai umpan balik dalam proses pembelajaran yang dapat meningkatkan mutu pembelajaran di tingkat kelas/sekolah, sekaligus meningkatkan hasil Ujian Nasional, dan pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pendidikan nasional. B. Permasalahan Sampai saat ini pelaksanaan penilaian di satuan pendidikan masih banyak menggunakan tes tertulis, hasil penilaian belum dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai umpan balik bagi guru. Hal ini berdampak hasil penilaian belum mempengaruhi proses pembelajaran di kelas. Oleh karena itu pengembangan model penilaian di satuan pendidikan perlu dilakukan dengan alasan: Masih kurangnya pemahaman dan kemampuan guru dalam perencanaan, prosedur, dan penyiapan bahan ujian

6 3 Masih kurangnya pemahaman guru dalam mengimplemetasikan bentukbentuk penilaian kelas lainnya selain tes tertulis. Masih rendahnya pemanfaatan hasil ujian yang merupakan gambaran umum dari pencapaian program pembelajaran di sekolah/madrasah dalam upaya peningkatan mutu pembelajaran di sekolah/madrasah dan meningkatkan hasil Ujian Nasional. Oleh karena itu diperlukan suatu tim kelompok kerja asistensi pengujian/penilaian di daerah-daerah yang berfungsi membantu guru dalam pelaksanaan ujian dan pemanfaatkan hasil ujian di sekolah/ madrasah untuk meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah yang pada akhirnya dapat diharapkan dapat meningkatkan nilai perolehan Ujian Nasional. C. Tujuan Evaluasi Tujuan dilakukannya evaluasi implementasi Program LEA 2012 adalah untuk mengetahui: Sejauhmana pengetahuan dan pemahaman guru-guru di sekolah perintisan LEA tentang model-model penilaian kelas, analisis soal, dan pemanfaatan hasil ujian, sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan Program LEA (modelmodel penilaian dan pemanfaatan hasil ujian). Sejauhmana pemahaman guru dalam mengimlementasikan model-model penilaian dan pemanfaatan hasil ujian dalam proses pembelajaran di kelas/sekolah. Pendapat para kepala sekolah perintisan LEA terhadap imlementasi modelmodel penilaian di sekolahnya dan penyempurnaan Program LEA untuk masa yang akan datang..

7 4 BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN Berikut ini akan diuraikan teori dan variabel-variabel yang terkait dalam melakukan evaluasi terhadap Program Local Examination Agency (LEA) yang meliputi: metode pendekatan evaluasi yang dilakukan, model-model penilaian kelas, analisis soal, dan pemanfaatan hasil-hasil ujian di sekolah dengan menggunakan Software Aplikasi SIKS. A. Metode Pendekatan Evaluasi (Evaluation Approach) Dalam pelaksanaan evaluasi program pendidikan terdapat enam metode pendekatan (Evaluation Approach, Sandero, 1987). Metode dengan menggunakan pendekatan ini dipilih dan digunakan sesuai dengan karakteristik dan tujuan dari kegiatan evaluasi tersebut. Metode-metode pendekatan tersebut adalah: 1. Pendekatan Orientasi Objektif (Objektive Oriented Approach) Metode evaluasi dengan pendekatan ini difokuskan pada tujuan spesifik dari evaluasi yang akan dilakukan dan menentukan sampai sejauhmana tujuan dari evaluasi yang dilakukan itu tercapai. 2. Pendekatan Orientasi Manajemen (Management Oriented Approach) Metode evaluasi dengan pendekatan ini fokus utamanya pada evaluasi manajemen secara keseluruhan. Artinya pendekatan ini mengevaluasi mulai dari context, input, process, sampai dengan product yang dihasilkan. 3. Pendekatan Orientasi Konsumen (Consumer Oriented Approach) Metode evaluasi dengan pendekatan ini secara umum mengevaluasi produk pendidikan (educational product) secara luas, dapat berupa kurikulum, buku-buku teks, dan macam-macam produk pendidikan lainnya.

8 5 4. Pendekatan Orientasi Para Ahli (Expertise Oriented Approach) Pendekatan evaluasi ini sangat tergantung pada profesionalitas dari para ahli untuk mempertimbangkan kualitas dari objek evaluasi yang dinilai. Artinya hasil evaluasi sangat tergantung pada kualitas dan kemampuan para ahli yang melakukan penilaian tersebut. 5. Pendekatran Orientasi Advisory (Advisory Oriented Approach) Pendekatan ini juga melihat pertimbangan oposisi. Artinya fokus evaluasi mempertimbangkan baik dari segi positif atau yang mendukung, maupun dari segi negative atau yang tidak mendukung objek yang dievaluasi (pro dan kontra). 6. Pendekatan Naturalistik dan Partisipan (Naturalistic and Participant Oriented Approach). Pendekatan evaluasi ini melibatkan semua patisipan (skateholder) yang di evaluasi. Artinya data pendapat setiap partisipan benar-benar direkam secara utuh. Dalam evaluasi Program LEA yang digunakan adalah pendekatan orientasi objektif (Objective Oriented Approach). Artinya evaluasi dilakukan dengan pusat perhatian pada tujuan dilakukannya evaluasi terhadap Program LEA. Secara umum dalam evaluasi Program LEA dilakukan untuk mengetahui sampai sejauhmana pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan guru-guru sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan Program LEA. Dalam evaluasi program ini yang digunakan adalah pendekatan orientasi objektif (Objective Oriented Approach). Artinya dalam evaluasi ini data dan informasi yang diambil berfokus pada tujuan dari evaluasi ini. Secara umum ingin diketahui sampai sejauhmana pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan guru-guru sebelum dan sesudah adanya pelatihan penulisan Local Examination Agency (LEA) di daerah-daerah. B. Penilaian Kelas Penilaian kelas merupakan suatu bentuk kegiatan guru yang terkait dengan pengambilan keputusan terhadap pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran tertentu. Oleh sebab itu penilaian kelas lebih merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru untuk menilai hasil belajar peserta didik berdasarkan tahapan belajarnya. Dari proses tersebut dapat diperoleh profil kemampuan peserta didik dalam mencapai sejumlah standar kompetensi dan kompetensi dasar sesuai

9 6 dengan tuntutan kurikulum yang berlaku. Penilaian kompetensi dasar dilakukan berdasarkan indikator-indikator pencapaian kompetensi yang memuat satu ranah atau lebih. Melalui indikator-indikator tersebut dapat ditentukan bentuk penilaian yang sesuai dilakukan. Berikut akan diuraikan model-model Penilaian Kelas dan Pemanfaatan Hasil Ujian. 1. Tes Tertulis Tes tertulis merupakan kumpulan soal-soal yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal, peserta didik tidak selalu harus merespon dalam bentuk jawaban, tetapi juga dapat dilakukan dalam bentuk lain seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar dan sejenisnya. Bentuk soal tes tertulis dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu soal dengan memilih jawaban yang sudah disediakan (bentuk soal pilihan ganda, benar-salah, dan isian) dan soal dengan memberikan jawaban secara tertulis (bentuk soal isian, jawaban singkat dan uraian). Dalam penyusunan soal tes tertulis, selain memperhatikan kaidah-kaidah penulisan soal dilihat dari segi materi, konstruksi, maupun materi, soal yang dibuat hendaknya menuntut penalaran yang tinggi. Hal ini dapat dilakukan guru dengan cara: Materi yang ditanyakan mengukur perilaku pemahaman, penerapan, sintesis, analisis, atau evaluasi. Perilaku ingatan juga diperlukan namun kedudukannya adalah sebagai langkah awal sebelum peserta didik dapat mengukur perilaku yang disebutkan di atas. Setiap pertanyaan diberikan dasar pertanyaan (stimulus), misalnya dalam bentuk ilustrasi/bahan bacaan seperti kasus, gambar, peta, peristiwa sejarah, contoh, tabel, dan sebagainya. Mengukur kemampuan berfikir kritis. Mengukur keterampilan pemecahan masalah. Sebelum soal disusun terlebih dahulu harus dibuat kisi-kisi yang berfungsi sebagai pedoman dalam menulis soal. Kisi-kisi merupakan suatu format atau matrik yang memuat kriteria tentang soal-soal yang akan disusun. Tidak ada ketentuan baku yang mengharuskan bentuk kisi-kisi harus sama, yang terpenting adalah kisi-kisi harus disusun sesuai dengan tujuan tes yang akan dilakukan, misalnya kisi-kisi untuk tes diagnostik tentunya berbeda dengan kisi-kisi untuk tes formatif atau sumatif. Kisi-kisi tes prestasi belajar harus memenuhi beberapa persyaratan :

10 7 Mewakili isi kurikulum yang akan diujikan Komponen-komponennya rinci dan mudah dipahami Dapat dibuat soalnya sesuai dengan indicator dan bentuk soal yang ditetapkan. Komponen yang diperlukan dalam sebuah kisi-kisi sangat ditentukan oleh tujuan tes yang hendak disusun. Komponen-komponen ini terbagi menjadi dua kelompok yaitu komponen identitas dan komponen matrik. Komponen identitas biasanya terdiri dari identitas jenjang sekolah, mata pelajaranan yang diujikan, kurikulum yang diacu, jumlah soal dan bentuk soal, serta tahun pembuatan kisikisi. Sedangkan komponen matrik berisi penjabaran dari kompetensi yang akan diujikan, materi, indicator dan nomor soal. Materi dalam kisi-kisi harus sesuai dengan kompetensi yang akan diujikan. Selain itu materi yang tertulis dalam kolom materi hanya materi yang akan dibuatkan soalnya saja. Indikator adalah rumusan yang memuat perilaku peserta didik yang akan diukur yang dituangkan dalam bentuk kata kerja operasional. Adapun indikator yang baik adalah: Memuat ciri-ciri kompetensi yang akan diujikan Memuat satu kata kerja operasional, khusun untuk soal bentuk uraian dapat menggunakan lebih dari satu kata kerja operasional. Berkaitan erat dengan materi Dapat dibuat soalnya sesuai dengan bentuk soal yang ditetapkan. 2. Penilaian Kinerja Penilaian kinerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini tepat dilakukan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik menunjukkan kinerjanya. Cara penilaian ini dianggap lebih otentik daripada tes tertulis karena apa yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya. Dalam penilaian kinerja perlu dipertimbangkan hal-hal berikut: Identifikasi langkah-langkah kinerja yang diharapkan sesuai dengan tuntutan kompetensi Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai dalam kinerja tersebut. Upayakan kemampuan yang dinilai tidak terlalu banyak agar dapat diamati. Kemampuan yang dinilai diurutkan berdasarkan urutan yang diamati.

11 8 Penilaian kemampuan kinerja dapat dilakukan dengan cara yang paling sederhana yaitu menggunakan: Daftar cek (Checklist). Pada penilaian ini peserta didik mendapat skor apabila kriteria penguasaan kemampuan tertentu dapat diamati oleh penilai. Kelemahan cara ini adalah penilai hanya bisa memilih dua pilihan absolut yaitu teramati atau tidak teramati, jika tidak dapat diamati maka peserta didik tidak memperoleh nilai (tidak ada nilai tengah). Skala Rentang (Rating Scale). Pada penilaian ini memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu, karena pilihan kategori nilai lebih dari dua. Penilaian sebaiknya dilakukan lebih dari satu penilai untuk menghindari subjektivitas. Hal yang perlu mendapat perhatian dalam penilaian kinerja adalah pensekoran dan penilaiannya. Dalam menilai kineja biasanya digunakan dua pendekatan yaitu dengan metode holistic dan metode analytic. Metode holistic digunakan apabila penilai hanya memberikan satu buah nilai berdasarkan penilaian mereka secara keseluruhan dari hasil kerja peserta tes. Sedangkan pada metode analytic para penilai memberikan penilaian (skor) pada berbagai aspek yang berbeda sesuai dengan kinerja yang dinilai. Permasalahan yang sering muncul dalam mendesain dan menggunakan penilaian kinerja adalah tentang validitas (kompleksitas tugas dan kemampuan yang akan diukur dapat menimbulkan masalah dalam pensekoran dan keterwakilan domain yang hendak diukur), reliabilitas (sejauhmana skor peseta didik dapat merefleksikan kemampuan yang sebenarnya, dan fairness (ketersediaan alat yang diperlukan dan kesempatan untuk belajar atau berlatih. Dalam penerapannya di lapangan beberapa penilaian dapat dikategorikan ke dalam penilaian kinerja yaitu penilaian kinerja yang menghasilkan produk yang dinamakan penilaian produk Selain itu ada pula yang berbentuk penugasan yang harus diselesaikan dalam periode tertentu, penilaian kinerja semacam ini disebut penilaian projek. 3. Penilaian Produk Penilaian produk adalah penilaian terhadap keterampilan dalam membuat suatu produk dan kualitas produk tersebut. Penilaian produk tidak hanya diperoleh dari hasil akhir, namun juga proses pembuatannya. Pengembangan produk meliputi 3 tahap dan dalam setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu:

12 9 Tahap persiapan meliputi penilaian terhadap kemampuan peserta didik dalam merencanakan, menggali, mengembangkan gagasan, dan mendesain produk. Tahap pembuatan (produk) meliputi penilaian terhadap kemampuan peserta didik dalam menyeleksi, menggunakan bahan, alat dan teknik. Tahap penilaian meliputi penilaian terhadap kemampuan peserta didik membuat produk sesuai dengan yang diharapkan. 4. Penilaian Proyek Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu kegiatan investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Kegiatan ini umumnya dilakukan dalam bentuk kelompok kecil, tapi tidak menutup kemungkinan menjadi tugas perorangan. Penilaian bentuk ini dilakukan sejak perencanaan, proses selama pengerjaan tugas, sampai hasil akhir proyek. Untuk itu guru perlu menetapkan tahapan yang akan dinilai, seperti penyusunan desain, pengumpulan data, analisis data, menyiapkan laporan tertulis. Penilaian proyek dapat dilakukan dengan menggunakan daftar cek ataupun skala rentang. 5. Penilaian Sikap Penilaian sikap merupakan salah satu penilaian berbasis kelas terhadap suatu konsep psikologi yang kompleks. Penilaian sikap terhadap mata pelajaran tertentu dapat dilakukan berkaitan dengan berbagai objek sikap antara lain: sikap terhadap mata pelajaran, sikap terhadap guru mata pelajaran, sikap terhadap proses pembelajaran, sikap terhadap materi pembelajaran, dan sikap-sikap yang berhubungan nilai-nilai yang ingin ditanamkan dalam diri peserta didik melalui materi tertentu. Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan menggunakan lembar observasi, pertanyaan langsung, dan penggunaan skala sikap. 6. Penilaian Portofolio Penilaian portofolio adalah penilaian terhadap sekumpulan karya peserta didik yang tersusun secara sistematis dan terorganisasi, yang diambil selama proses pembelajaran dalam kurun waktu tertentu. Penilaian ini digunakan guru maupun peserta didik untuk memantau perkembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik. Dalam penilaian portofolio yang harus ditentukan terlebih dahulu adalah tujuan dilakukannya penilaian tersebut :

13 memantau proses atau mengevaluasi hasil akhir sebagai masukan dalam proses mengajar guru memantau perkembangan kemampuan peserta didik atau guru hanya bermaksud mengkoleksi hasil kerja peserta didik. 10 Setelah tujuan penggunaan portofolio sudah ditetapkan, maka langkahlangkah kegiatan kunci yang perlu diperhatikan dan dilakukan oleh guru dalam penilaian portofolio di sekolah antara lain : Memastikan bahwa peserta didik memiliki berkas portofolio Menentukan bentuk dokumen atau hasil kerja peserta didik yang perlu dikumpulkan (seperti kliping, laporan hasil observasi, tugas pekerjaan rumah, laporan dll) Peserta didik mengumpulkan dan menyiapkan dokumen dan hasil kerjanya. Menentukan kriteria penilaian yang akan digunakan. Meminta peserta didik menilai hasil kerjanya sendiri secara berkelanjutan. Menentukan waktu dan menyelenggarakan pertemuan portofolio. Melibatkan orang tua peserta didik dalam proses penilaian portofolio C. Analisis Soal Hasil tes prestasi belajar atau ujian diharapkan dapat memberi gambaran atau informasi yang akurat tentang tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang diuji. Agar dapat diperoleh gambaran/informasi yang akurat, maka alat ukur tersebut dituntut memenuhi segala persyaratan sebagai alat ukur yang baik. Untuk itu perlu dilakukan pengujian terhadap mutu setiap butir soal yang digunakan perlu dilakukan analisis soal. Analisis soal dilakukan untuk mengetahui berfungsi tidaknya sebuah soal. Pada umumnya cara yang ditempuh dalam analisis soal adalah melalui telaah soal (analisis kualitatif) dan analisis berdasarkan data hasil ujicoba atau bukti empirik (analisis kuantitatif atau analisis empirik). Telaah soal atau analisis soal secara kualitatif dilakukan sebelum suatu soal diujikan. Analisis kualitatif terhadap butir soal adalah penelaahan butir soal ditinjau dari segi kaidah penulisan yaitu 1) isi atau materi materi, konstruksi, dan dan bahasa. Namun analisis model ini belum memberikan gambaran tentang karakteristik psikometri soal. Oleh karena itu untuk membuktikan bahwa soalsoal itu sudah baik, perlu diujicobakan terhadap sejumlah peserta didik yang memiliki ciri yang sama dengan ciri peserta didik untuk siapa kelak soal tersebut digunakan. Jawaban atau respon peserta didik terhadap soal-soal itu dijadikan dasar untuk analisis kuantitatif.

14 11 Dikenal dua cara dalam melakukan analisis kuantitatif, yaitu analisis dengan cara tradisional dan analisis dengan cara modern dengan menggunakan Item Response Theory. Dalam analisis soal terdapat sejumlah karakteristik soal yang dapat ditinjau, namun yang terpenting daam analisis kuantitatif adalah Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal. Sedangkan untuk soal pilihan ganda perlu dilihat pula Penyebaran Jawaban Soal. (Dalam program LEA, Puspendik menyediakan program analisis soal secara manual maupun dengan program Iteman). D. Pemanfaatan Hasil Ujian melalui Aplikasi SIKS Profesionalisme dan kemampuan guru memegang peranan penting dalam menentukan mutu pendidikan di sekolah, karena guru lah yang paling bertanggungjawab atas keberhasilan peserta didiknya. Untuk itu diperlukan interaksi dalam proses belajar mengajar antara guru dan peserta didik untuk mengetahui kekurangan/kelebihan masing-masing fihak, karena peningkatan mutu sekolah menjadi tanggung jawab sekolah. Mengetahui hasil Ujian Nasional (UN) seperti peringkat sekolah, jumlah ketidaklulusan peserta didik, dan daya serap kemampuan-kemampuan pada mata pelajaran yang diujikan dalam UN, maupun hasil ujian lainnya yang diselenggarakan sekolah (seperti ulangan harian, ulangan blok, ujian tengah semester, ujian akhir semester/sumatif, maupun ujian kenaikan kelas dan ujian sekolah), dapat menjadi umpan balik bagi guru dalam memperbaiki strategi pengajaran sebagai berikut. Melalui informasi penguasaan materi kemampuan ataupun setiap kompetensi yang diukur pada mata pelajaran yang diujikan guru dapat mengetahui sejauhmana peserta didik menguasai bahan pelajaran yang diajarkannya, baik secara kelompok maupun individual. Dalam hal ini guru mempunyai tanggungjawab yang besar dalam meningkatkan kemampuan kemampuan yang dianggap lemah dikuasai peserta didiknya. Guru dapat memperbaiki metode pengajaran yang digunakan dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolahnya. Dalam upaya menjaga performasi dan kemampuan peserta didik, dibutuhkan sistem evaluasi/penilaian yang baik. Software Aplikasi Sistem Informasi Kompetensi Siswa (SIKS) yang dikeluarkan oleh Puspendik, Balitbang Kemdikbud, dirancang untuk membantu guru/sekolah dalam mengetahui penguasaan (daya serap) materi setiap kompetensi dasar yang telah diajarkan guru di kelas, baik secara individual (per

15 12 siswa), kelas, maupun sekolah. Dengan tools pembuatan kisi-kisi dan kartu soal yang diprogram sedemikian rupa membuat pengguna harus melakukan langkah sesuai dengan standar prosedur dalam pembuatan soal.

16 13 BAB III Metodologi 1. Subjek Populasi evaluasi Program LEA adalah guru-guru peserta Program LEA jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK. Subyek evaluasi implementasi Program LEA adalah 162 guru-guru mata pelajaran yang terdiri dari: 18 orang guru SD; 54 orang guru SMP, 60 orang guru SMA, dan 30 guru SMK yang berasal dari 24 sekolah dan 24 Kepala Sekolah yang ada di 6 Kabupaten/Kota yaitu 1) Kota Jambi - Jambi 2) Kota Bengkulu - Bengkulu, 3) Kab. Lampung Tengah - Lampung, 4) Kota Kendari - Sulawesi Tenggara 5) Kab. Gorontalo - Gorontalo, 6) Kab. Maluku Tengah - Maluku. Dasar penetapan kabupaten/kota sebagai basis pengembangan kelompok kerja asistensi LEA didasarkan pada perolehan nilai rata-rata Ujian Nasional 2011 yang termasuk kategori rendah. Kriteria pemilihan satuan pendidikan yang dijadikan sebagai sekolah perintisan LEA adalah sekolah/madrasah yang tingkat kelulusan dalam Ujian nasionalnya cukup tinggi di kabupaten/kota terpilih. Hal ini dilakukan untuk melihat dampak nyata dari pelaksanaan program asistensi di setiap sekolah rintisan setiap tahunnya. Kabupaten/kota dan sekolah-sekolah yang terpilih sebagai sekolah perintisan LEA di 6 kabupaten/kota serta jumlah peserta pembinaan dapat dilihat pada tabel 3.1. dan tabel 3.2. berikut ini.

17 14 Tabel 3.1. Daftar Kabupaten/Kota dan Sekolah Perintisan LEA 2012 No. Kab/Kota SDN SMPN SMAN SMKN 1 Kota Jambi SDN 49/IV Jambi Timur SMPN 1 Jambi SMAN 3 Jambi SMKN 2 Jambi 2 Kab. Lampung Tengah SDN 1 Bandarsakti SMPN 2 Kotagajah SMAN 1 Kotagajah SMKN 2 Terbanggi Besar 3 Kota Kendari SDN 1 Poasia SMPN 9 Kendari SMAN 1 Kendari SMKN 1 Kendari 4 Kab. Maluku Tengah SDN 4 Masohi SMPN 2 Masohi SMAN 2 Masohi SMKN 1 Masohi 5 Kota Bengkulu SDN 1 Kota Bengkulu SMPN 1 Bengkulu SMAN 2 Bengkulu SMKN 3 Bengkulu 6 Kab. Gorontalo SDN 1 Kayubulan SMPN 1 Limboto SMAN 1 Limboto SMKN 1 Mootilango Keterangan : Jumlah peserta pelatihan Program LEA di setiap kabupaten/kota dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut 1ni.

18 15 Tabel 3.2. Jumlah Peserta per Kota/Kabupaten No Peserta SD SMP SMA SMK 1 Pengawas Kepala Sekolah Guru Kelas 3 4 Guru Bahasa Indonesia Guru Bahasa Inggris Guru Pendidikan Kewarganegaraan Guru Matematika Guru Matematika Teknik 1 9 Guru Matematika Non Teknik 1 10 Guru Fisika Guru Biologi Guru Kimia 1 13 Guru Sejarah 1 14 Guru Geografi 1 15 Guru Ekonomi Guru Sosiologi 17 Guru Teknologi Informasi dan 1 1 Komunikasi 18 Guru Keterampilan Komputer dan 1 Pengelolaan Informasi Jumlah Total 35 peserta Dari tabel tersebut di atas, jumlah peserta yang dirancang untuk mengikuti pelatihan melalui Program LEA di 6 kabupaten/kota untuk periode 2012 sebanyak 162 guru, 24 Kepala Sekolah dan 24 Pengawas.

19 2. Instrumen Evaluasi 16 Dalam evaluasi implementasi Program LEA, instrumen yang digunakan untuk mendapat data adalah: a. Tes Awal dan Tes Akhir. Tes ini dilakukan pada awal dan akhir pelatihan model-model penilaian dan pemanfaatan hasil ujian. b. Kuesioner Model Penilaian Kelas dan Pemanfaatan Hasil Ujian. Kuesioner ini diisi oleh guru peserta Program LEA setelah 2-3 bulan pascapelatihan berakhir, dengan asumsi para guru telah mengimlementasikannya dalam proses pembelajaran di kelas/sekolah masing-masing. c. Kuesioner Implementasi Program LEA. Kuesioner ini diisi oleh Kepala Sekolah Perintisan LEA Untuk mendapatkan informasi sejauhmana keberhasilan dan hambatan penerapan Program LEA di sekolah masing-masing.

20 17 BAB IV Hasil Evaluasi Implementasi Program LEA 2012 A. Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Sebelum materi pelatihan disampaikan kepada para peserta, peserta diberikan Tes Awal, sedangkan Tes akhir diberikan seusai penyajian semua materi pelatihan. Kedua tes tersebut menggunakan tes yang sama. Materi yang diujikan dalam tes tersebut meliputi model-model penilaian kelas, analisis soal, pemanfaatan hasil ujian. terlihat secara umum di setiap kabupaten/kota terdapat peningkatan kemampuan peserta tentang model-model penilaian dan pemanfaatan hasil ujian setelah mendapatkan pelatihan Hasil Tes Awal dan Tes Akhir pada Pelatihan Model Penilaian Kelas Program LEA di 6 kabupaten/kota yaitu 1) Kota Jambi - Jambi 2) Kota Bengkulu - Bengkulu, 3) Kab. Lampung Tengah - Lampung, 4) Kota Kendari - Sulawesi Tenggara 5) Kab. Gorontalo - Gorontalo, 6) Kab. Maluku Tengah - Maluku, dapat dilihat pada grafik 4.1 berikut ini. Grafik 4.1. Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Skor Rata rata TES AWAL TES AKHIR BENGKULU LAMPUNG KENDARI JAMBI GORONTALO MALUKU

21 18 Pada grafik 4.1 di atas ini terlihat secara umum di setiap kabupaten/kota terdapat peningkatan kemampuan peserta terhadap model-model penilaian dan pemanfaatan hasil ujian setelah mendapatkan pelatihan. Peningkatan kemampuan yang terlihat pada grafik di atas terjadi kenaikan tertinggi pada tes akhir di Kota Bengkulu, dengan kenaikan skor sebanyak 7.20 poin dari tes awal menjadi pada tes akhir. Sementara peningkatan terendah terjadi di Kabupaten Lampung Tengah yang mengalami kenaikan sebanyak 2,75 poin yaitu dari tes awal menjadi pada tes akhir. Sedangkan untuk hasil rata-rata skor tes awal dan tes akhir tertinggi terdapat di Kota Bengkulu dan terendah di Kabupaten Maluku Tengah. Dengan berakhirnya pelatihan LEA, para guru peserta diharapkan dapat mengimplementasikan pengetahuan yang telah dimilikinya dalam proses pembelajaran di kelas/sekolah masing-masing. Hasil implementasi akan dievaluasi setelah 2-3 bulan berjalan terhitung sejak berakhirnya pelatihan Berikut ini akan diuraikan perolehan hasil tes awal dan tes akhir di setiap kabupaten/kota yang menjadi lokasi implementasi Program LEA. 1. Kota Bengkulu, Bengkulu Pelaksanaan pembinaan di Kota Bengkulu dilaksanakan pada tanggal 26 s.d. 29 September Pembinaan dilakukan dalam bentuk pelatihan model penilaian dan pemanfaatan hasil ujian kepada 35 peserta yang berasal dari sekolah yang terpilih menjadi rintisan LEA yaitu: SD Negeri 1 Kota Bengkulu dengan peserta 4 orang, SMP Negeri 1 Bengkulu dengan peserta 10 orang, SMA Negeri 2 Bengkulu dengan peserta 11 orang, dan SMK Negeri 2 Bengkulu dengan peserta 6 orang. Pelatihan ini diikuti pula oleh 4 orang pengawas yang berasal dari jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK. Secara umum pelaksanaan pembinaan dan pembentukan LEA di Kota Bengkulu berjalan lancar sesuai jadwal yang ditentukan. Berikut ini dapat dilihat hasil total Tes Awal dan Tes Akhir dalam tabel 4.1 : Tabel 4.1. Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Kota Bengkulu TEST AWAL TES AKHIR STANDAR DEVIASI MEAN MAX SKOR MIN SKOR 14 18

22 19 Pada tabel di atas tampak pada tes awal skor terendah 14 dan skor tertinggi 30 dengan mean 19.36, sedangkan pada tes akhir skor terendah 18 dan skor tertinggi 40 dengan mean dengan demikian terjadi peningkatan nilai rata-rata peserta sebesar 7.20 point. Sedangkan standar deviasi yang menunjukkan angka 4.06 pada tes awal dan 7.48 pada tes akhir menggambarkan bahwa pengetahuan peserta mengenai materi pelatihan secara keseluruhan cukup homogen. 2. Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Pelaksanaan pembinaan di Kabupaten Lampung Tengah dilaksanakan pada tanggal 26 s.d. 29 September Pembinaan dilakukan dalam bentuk pelatihan model penilaian dan pemanfaatan hasil ujian kepada 35 peserta yang berasal dari sekolah yang terpilih menjadi rintisan LEA yaitu: SD Negeri 1 Bandar Sakti dengan peserta 4 orang, SMP Negeri 2 Kotagajah dengan peserta 10 orang, SMA Negeri 1 Kotagajah dengan peserta 11 orang, dan SMK Negeri 2 Terbanggi Besar dengan peserta 6 orang. Pelatihan ini diikuti pula oleh 4 orang pengawas yang berasal dari jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK Secara umum pelaksanaan pembinaan dan pembentukan LEA di Kabupaten Lampung Tengah berjalan lancar sesuai jadwal yang ditentukan. Berikut ini dapat dilihat hasil total Tes Awal dan Tes Akhir dalam tabel 4.2 : Tabel 4.2 Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Kabupaten Lampung Tengah TEST AWAL TES AKHIR STANDAR DEVIASI MEAN MAX SKOR MIN SKOR Pada tabel 4.2 ini terlihat pada tes awal skor terendah 10 dan skor tertinggi 26 dengan mean 16.88, sedangkan pada tes akhir skor terendah 13 dan skor tertinggi 26 dengan mean Dengan demikian terjadi peningkatan skor rata-rata peserta sebesar 2,75 point. Sedangkan standar deviasi yang menunjukkan angka 3.13 pada tes awal dan 3.63 pada tes akhir menggambarkan bahwa pengetahuan dan pemahaman peserta mengenai materi pelatihan secara keseluruhan cukup homogen.

23 20 3. Kota Kendari, Sulawesi Tenggara Pelaksanaan pembinaan di Kota Kendari dilaksanakan pada tanggal 26 s.d. 29 September Pembinaan dilakukan dalam bentuk pelatihan model penilaian dan pemanfaatan hasil ujian kepada 35 peserta yang berasal dari sekolah yang terpilih menjadi rintisan LEA di kabupaten ini yaitu: SD Negeri 1 Poasia dengan peserta 4 orang, SMP Negeri 9 Kendari dengan peserta 10 orang, SMA Negeri 1 Kendari dengan peserta 11 orang, dan SMK Negeri 1 Kendari dengan peserta 6 orang. Pelatihan ini diikuti pula oleh 4 orang pengawas yang berasal dari jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK. Secara umum pelaksanaan pembinaan dan pembentukan LEA di Kota Kendari berjalan lancar sesuai jadwal yang ditentukan. Berikut ini dapat dilihat hasil total Tes Awal dan Tes Akhir dalam tabel 4.3 : Tabel 4.3 Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Kota Kendari TEST AWAL TES AKHIR STANDAR DEVIASI MEAN MAX SKOR MIN SKOR 5 10 Pada tabel di atas tampak pada tes awal skor terendah 5 dan skor tertinggi 22 dengan mean sedangkan pada tes akhir skor terendah 10 dan skor tertinggi 25 dengan mean Dengan demikian terjadi peningkatan skor ratarata peserta sebesar 3,06 point. Sedangkan standar deviasi yang menunjukkan angka 3.87 pada tes awal dan 4.20 pada tes akhir menggambarkan bahwa pengetahuan peserta mengenai materi pelatihan secara keseluruhan cukup homogen. 4. Kota Jambi, Jambi Pelaksanaan pembinaan di Kota Jambi dilaksanakan pada tanggal 2 s.d. 5 Oktober Pembinaan dilakukan dalam bentuk pelatihan model penilaian dan pemanfaatan hasil ujian kepada 35 peserta yang berasal dari sekolah yang terpilih menjadi rintisan LEA di kabupaten ini yaitu: SD Negeri 49/IV Jambi Timur dengan peserta 4 orang, SMP Negeri 1 Jambi dengan peserta 10 orang, SMA Negeri 3 Jambi dengan peserta 11 orang, dan SMK Negeri 2 Jambi dengan

24 21 peserta 6 orang. Pelatihan ini diikuti pula oleh 4 orang pengawas yang berasal dari jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK. Secara umum pelaksanaan pembinaan dan pembentukan LEA di Kota Jambi berjalan lancar sesuai jadwal yang ditentukan. Berikut ini dapat dilihat hasil total Tes Awal dan Tes Akhir dalam tabel 4.4 : Tabel 4.4 Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Kota Jambi TEST AWAL TES AKHIR STANDAR DEVIASI MEAN MAX SKOR MIN SKOR 7 15 Pada tabel 4.4 di atas ini tampak pada tes awal skor terendah 7 dan skor tertinggi 20 dengan mean 14.76, sedangkan pada tes akhir skor terendah 15 dan skor tertinggi 33 dengan mean Dengan demikian tampak terjadi kenaikan rata-rata skor peserta yaitu sebesar 6.65 point. Sedangkan standar deviasi yang menunjukkan angka 3.57 pada tes awal dan 5.14 pada tes akhir menggambarkan bahwa pengetahuan peserta mengenai materi pelatihan secara keseluruhan cukup homogen. 4. Kabupaten Gorontalo, Gorontalo Pelaksanaan pembinaan di Kabupaten Gorontalo dilaksanakan tanggal 2 s.d. 5 Oktober Pembinaan dilakukan dalam bentuk pelatihan model penilaian dan pemanfaatan hasil ujian kepada 34 peserta yang berasal dari sekolah yang terpilih menjadi rintisan LEA di kabupaten ini yaitu: SD Negeri 1 Kayubulan dengan peserta 4 orang, SMP Negeri 1 Limboto dengan peserta 10 orang, SMA Negeri 1 Limboto dengan peserta 11 orang, dan SMK Negeri 1 Motilango dengan peserta 6 orang. Pelatihan ini diikuti pula oleh 3 orang pengawas yang berasal dari jenjang SD, SMP, SMA. Secara umum pelaksanaan pembinaan dan pembentukan LEA di Kabupaten Gorontalo berjalan lancar sesuai jadwal yang ditentukan. Berikut ini dapat dilihat hasil total Tes Awal dan Tes Akhir dalam tabel 4.5 :

25 22 Tabel 4.5 Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Kota Gorontalo TEST AWAL TES AKHIR STANDAR DEVIASI MEAN MAX SKOR MIN SKOR Pada tabel 4.5 di atas ini tampak pada tes awal skor terendah 11, dan skor tertinggi 20 dengan mean 15.22, sedangkan pada tes akhir skor terendah 12 dan skor tertinggi 28 dengan mean Dengan demikian tampak terjadi kenaikan rata-rata skor peserta yaitu sebesar 4.06 point. Sedangkan standar deviasi yang menunjukkan angka 2.49 pada tes awal dan 3.77 pada tes akhir menggambarkan bahwa pengetahuan peserta mengenai materi pelatihan secara keseluruhan cukup homogen. 6. Kabupaten Maluku Tengah, Maluku Pelaksanaan pembinaan di Kabupaten Maluku Tengah dilaksanakan pada tanggal 2 s.d. 5 Oktober Pembinaan dilakukan dalam bentuk pelatihan model penilaian dan pemanfaatan hasil ujian kepada 35 peserta yang berasal dari sekolah yang terpilih menjadi rintisan LEA di kabupaten ini yaitu: SD Negeri 4 Masohi dengan jumlah peserta 4 orang, SMP Negeri 2 Masohi dengan peserta 10 orang, SMA Negeri 2 Masohi dengan peserta 11 orang, dan SMK Negeri 1 Masohi dengan peserta 6 orang. Pelatihan ini diikuti pula oleh 4 orang pengawas yang berasal dari jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK. Secara umum pelaksanaan pembinaan dan pembentukan LEA di Kabupaten Maluku Tengah berjalan lancar sesuai jadwal yang ditentukan. Berikut ini dapat dilihat hasil total Tes Awal dan Tes Akhir dalam tabel 4.6 : Tabel 4.6 Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Kabupaten Maluku Tengah TEST AWAL TES AKHIR STANDAR DEVIASI MEAN MAX SKOR MIN SKOR 6 7

26 23 Pada tabel 4.6 di atas tampak pada tes awal skor terendah 6 dan skor tertinggi 22 dengan mean 12.91, sedangkan pada tes akhir skor terendah 7 dan skor tertinggi 23 dengan mean Dengan demikian terjadi peningkatan nilai rata-rata peserta sebesar 3.65 point. Sedangkan standar deviasi yang menunjukkan angka 4.11 pada tes awal dan 3.67 pada tes akhir menggambarkan bahwa pengetahuan peserta mengenai materi pelatihan secara keseluruhan cukup homogen. B. Hasil Penerapan Model-model Penilaian Kelas dan Pemanfaatan Hasil Ujian Untuk mendapatkan informasi tentang keberhasilan penerapan Modelmodel Penilaian dan Pemanfaatan Hasil Ujian yang merupakan Program LEA di sekolah perintisan LEA 2012, para peserta pelatihan diminta untuk mengisi kuesioner implementasi. Kuesioner tersebut diisi dua sampai tiga bulan pasca pelatihan dengan pertimbangan bahwa para guru peserta Program LEA telah menerapkannya dalam proses pembelajaran di kelas. Kuesioner yang berhasil dikumpulkan berjumlah 130 dari yang seharusnya diisi oleh 162 responden guru. Berikut ini adalah perbandingan jumlah responden pada satuan pendidikan yang terlihat pada grafik 4.00 berikut ini: Grafik 4.00 Jumlah responden SMK %16 SD %14 SMA %39 SMP %31 Tampak pada grafik ini, Kuesioner tersebut diisi oleh 18 guru SD (14%), 40 guru SMP (31%), 51 guru SMA (39%), dan 21 guru SMK (16%). 1. Identitas Responden Pendidikan terakhir guru peserta pelatihan Program LEA secara keseluruhan pada 6 Provinsi cukup bervariasi, dari lulusan diploma I sampai dengan strata 2. Tingkat pendidikan terbanyak adalah Strata 1 sejumlah

27 24 77,69%. Sedangkan yang tersedikit adalah DIII sejumlah 1,54% seperti terlihat pada Grafik 4.01.a. berikut ini. Grafik 4.01.a. Tingkat pendidikan responden. Berikut adalah penjabaran tingkat pendidikan responden untuk setiap satuan pendidikan seperti terlihat pada grafik 4.01.b. Jumlah peserta berpendidikan DI/DII hanya sebagian kecil pada SMP yaitu 2,50% sedangkan di SD sebanyak 22,22%. Begitu pula untuk guru yang berpendidikan DIII hanya ada 2,50% pada SMP dan 4,76% pada SMK. Guru yang berpendidikan Strata-1 di SD sebanyak 66,67%, SMP 75%, SMA 84,31% dan SMK sebanyak 76,19%. Untuk guru yang berpendidikan Strata-2 ada 20% pada SMP, pada SMA 15,69% dan SMK 19,05%. P e r s e n 0Persen DI/DII DIII S1 S Grafik 4.01.b. Tingkat pendidikan responden pada satuan pendidikan SD SMP SMA SMK DI/DII DIII S1 S

28 25 Sedangkan bila dilihat secara per kabupaten/kota tingkat pendidikan terakhir responden (guru peserta) adalah seperti terlihat pada grafik 4.01.c. berikut ini: Grafik 4.01.c. Tingkat pendidikan responden per kabupaten/kota Persen Gorontalo Jambi Bemgkulu Maluku Lampung Sultra DI/DII DIII S S Pada grafik 4.01.c. tingkat pendidikan responden di setiap kabupaten/kota yang menjadi perintisan LEA sebagian besar adalah Strata 1 (S1) dan lulusan DIII hanya ada di Jambi (4,55%). Sedangkan untuk lulusan DI/DII tidak ada. Untuk Strata 2 (S2) terbanyak di Kota Bengkulu, Bengkulu yaitu 24% sedangkan di Kabupaten Maluku Tengah hanya 8,70%. Status Kepegawaian responden peserta LEA tampak pada grafik 4.02.a. berikut ini. Secara keseluruhan (6 kabupaten/kota) tampak sebagian besar yaitu sebanyak 91,54% status kepegawaian peserta LEA adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan hanya sedikit saja yang berstatus pegawai honorer yaitu sebanyak 8,46%. Grafik 4.02.a. Status Kepegawaian responden 100 Per sen ,46 0 PNS Honorer

29 26 Sedangkan dari grafik 4.02.b. dapat kita lihat status kepegawaian per satuan pendidikan yaitu dari 18 peserta guru SD sebanyak 77,78% atau 14 orang adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan sisanya adalah pegawai honorer 22,22% (4 orang). Dari 40 peserta guru SMP sebanyak 97,50% atau 39 peserta adalah PNS dan sisanya adalah pegawai honorer 2,50% (1 peserta). Dari 51 peserta guru SMA ada 96,08% (49 peserta) PNS, dan sisanya adalah pegawai honorer 3,92% (2 peserta). Dan dari 21 orang peserta guru SMK sebanyak 80,95% (17 orang) adalah PNS dan sisanya adalah pegawai honorer 19,05% (4 orang). Grafik 4.02.b. Status kepegawaian responden PNS P e r s e n SD SMP SMA SMK Honorer Pengalaman Mengajar secara keseluruhan dari responden peserta LEA digambarkan pada grafik 4.03.a. berikut ini. Tampak pada grafik ini, sebagian besar (64,62%) guru telah mengajar lebih dari sepuluh tahun, 24,62% telah mengajar antara 5-10 tahun, dan 10,77% lainnya kurang dari 5 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa peserta pelatihan sebagian besar merupakan guru-guru senior di sekolahnya. Grafik 4.03.a. Lama mengajar responden Persen Kurang dari 5 tahun 5 10 tahun Lebih dari 10 tahun

30 27. Grafik berikut ini adalah penjabaran dari grafik 4.03.a sebelumnya yang menggambarkan persentase pengalaman kerja peserta LEA per satuan pendidikan. Terlihat pada grafik pengalaman mengajar responden pada jenjang SD, SMP, dan SMA terbanyak pada pengalaman lebih dari 10 tahun, pada jenjang SD sebanyak 61,11%, pada jenjang SMP 75%, jenjang SMA 74,51% sedangkan pada jenjang SMK terbanyak pada rentang 5-10 tahun yaitu sebanyak 42,86%. Grafik 4.03.b. Lama mengajar responden per satuan pendidikan SD SMP SMA SMK 100 Persen Kurang dari 5 tahun 5 10 tahun Lebih dari 10 tahun Grafik berikut menggambarkan persentase mata pelajaran yang diajarkan peserta LEA, apakah hanya mengajar 1 mata pelajaran atau lebih dari 1 mata pelajaran. Grafik Responden yang mengajar hanya satu/lebih dari 1 mata pelajaran. 100 Persen SD SMP SMA SMK Nasional 0 Hanya 1 mata pelajaran Lebih dari 1 mata pelajaran

31 28 Secara nasional tampak sebanyak 74,62% peserta pelatihan hanya mengajar 1 mata pelajaran di sekolahnya, terutama pada peserta dari SMP, SMA dan SMK; sementara pada guru SD yang memang merupakan guru kelas, tampak pada grafik sebanyak 83,33% guru SD mengajar lebih dari satu mata pelajaran. Jumlah rata-rata siswa setiap kelas yang diajar peserta pelatihan pada semester berjalan dapat dilihat pada grafik berikut ini. Secara keseluruhan atau Nasional sebagian besar peserta atau sebanyak 67,69% responden mengajar kelas dengan jumlah siswa berkisar antara 30 sampai dengan 40 siswa, sedangkan sebanyak 26,92% responden mengajar kelas dengan jumlah siswa kurang dari 30 dan sejumlah responden lainnya tidak menjawab (5,38%). Grafik Jumlah rata-rata siswa setiap kelas yang diajar responden % 45 % 23.81% 26,92 % 15,69 % 66,67 % 50 % 80,39 % 71,43 % 67,69 % 11,11 % 5 % 3,92 % 4,76 % 5,38 % < 30 siswa siswa Tidak Menjawab SD SMP SMA SMK Nasional Jumlah jam mengajar setiap minggu dapat dilihat pada grafik berikut ini. Secara keseluruhan (SD, SMP, SMA dan SMK) dalam satu minggu sebanyak 57,69% responden atau 75 peserta mengajar selama 21 sampai 30 jam, sedangkan sebanyak 27,69% atau 36 peserta mengajar 11 sampai 20 jam, untuk responden yang mengajar kurang dari 11 jam ada 2,31% atau sebanyak 3 guru dan terdapat 4,62% atau 6 guru mengajar lebih dari 30 jam. Lainnya sebanyak 7,69% atau 10 peserta menyatakan tidak tahu atau tidak pasti. Grafik dapat dilihat di halaman berikut (Grafik 4.06.)

32 29 Grafik Jumlah jam mengajar setiap satu minggu pada semester ini Jumlah kelas yang diajar peserta LEA pada semester berjalan dapat dilihat pada grafik di halaman berikut ini. Tampak pada grafik tersebut, responden guru yang mengajar hanya 1 kelas saja persentase tertinggi pada jenjang SD yaitu sebanyak 61,11%. Pada SMK sebanyak 4,76% responden sedangkan pada SMP dan SMA tidak ada. Peserta yang mengajar 2-5 kelas pada SMK sebanyak 42,86%; SMA 29,41% responden; SMP 40% responden; dan SD sebanyak 38,89%. Peserta yang mengajar lebih dari 5 kelas tertinggi pada SMA yaitu terdapat 66,67%; SMP ada 55%; SMK sebanyak 42,86%; sedangkan pada SD tidak ada guru yang mengajar lebih dari 5 kelas.

33 30 Grafik Persentase jumlah kelas yang diajar peserta 1. Penerapan Model-Model Penilain Kelas Pelatihan Model Penilaian Kelas yang pernah diikuti peserta Program LEA. Dari seluruh responden yang terjaring datanya yaitu sebanyak 130 peserta, yang pernah mengikuti pelatihan sejenis untuk tingkat SD dari 18 peserta hanya 2 orang yang pernah mengikuti pelatihan sejenis (11,11%); pada tingkat SMP dari 40 peserta hanya 11 orang yang pernah mengikuti pelatihan sejenis (27,50%); pada tingkat SMK dari 21 peserta 8 orang pernah mengikuti pelatihan sejenis (38,10%); dan dari 51 peserta pada tingkat SMA lebih dari separuhnya yaitu 58,82% atau sebanyak 30 orang telah mengikuti pelatihan sejenis. Jika ditinjau secara keseluruhan, dari seluruh peserta hanya 51 peserta atau 39,23% yang pernah mengikuti pelatihan model penilaian kelas. Hal ini terjadi karena sebagian besar sekolah terpilih sebagai Sekolah Perintisan LEA 2012 adalah sekolah yang hasil Ujian Nasionalnya termasuk kategori sedang dan kurang baik.

34 31 Grafik Pelatihan sejenis yang pernah diikuti 80 persen Pernah mengikuti pelatihan Belum Pernah Adapun program pelatihan Penilaian Kelas yang pernah diikuti antara lain diselenggarakan oleh Puspendik Balitbang Dikbud (15,69%), Dinas Pendidikan Provinsi (13,73%), Dinas Pendidikan Kota/ Kabupaten (25,49%), dan Direktorat Peningkatan Mutu/LPMP (11,76%), lembaga lainnya (21,57%). Sedangkan 11,76% lainnya tidak menjawab. Grafik Penyelenggara pelatihan sejenis yang pernah diikuti

35 32 2. Pemahaman Guru Terhadap Materi Pelatihan Pemahaman responden terhadap materi yang dilatihkan pada pelatihan Program LEA menunjukkan pesentase yang cukup memuaskan, seperti tampak pada grafik berikut ini. Grafik Pemahaman responden terhadap materi pelatihan Ya Tidak Lainnya SD SMP SMA SMK Nasional Secara keseluruhan 76,92% responden menyatakan memahami materi yang dilatihkan, sementara 15,38% menyatakan tidak memahami materi pelatihan, dan 5,38% lainnya tidak memberi jawaban. Guru-guru peserta pelatihan yang menjawab memahami materi pelatihan yaitu SD 66,67%, SMP 75%, SMA 80,39% dan SMK 80,95%. Dengan mengetahui persentase peserta yang tidak/kurang memahami, diperoleh informasi tentang topik-topik yang kurang dipahami peserta yang tergambar dalam grafik berikut ini. Tampak pada grafik di bawah ini, topik pelatihan yang tidak atau kurang dipahami oleh peserta baik pada guru SD, SMP, SMA maupun SMK. Secara umum dapat dijelaskan bahwa Prinsip Penilaian kurang dipahami oleh 5,38% peserta; Penilaian Proyek kurang dipahami oleh 4,62% peserta; Penilaian Produk dan Penilaian Kinerja kurang dipahami oleh 3,85% peserta; Penilaian Portofolio dan Penilaian Tertulis kurang dipahami oleh 3,08% peserta; dan Penilaian Sikap kurang dipahami oleh 0,77% peserta.

PENILAIAN PEMBELAJARAN IPA. Heru Kuswanto

PENILAIAN PEMBELAJARAN IPA. Heru Kuswanto PENILAIAN PEMBELAJARAN IPA Heru Kuswanto A. Tujuan Penilaian Penilaian merupakan bagian integral dari proses belajar mengajar. Penilaian meliputi pengumpulan informasi melalui berbagai teknik penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum yang saat ini diberlakukan oleh pemerintah Indonesia adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP merupakan bagian dari upaya peningkatan

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENGEMBANGAN INSTRUMEN DALAM PEMBELAJARAN

BAB III PROSEDUR PENGEMBANGAN INSTRUMEN DALAM PEMBELAJARAN BAB III PROSEDUR PENGEMBANGAN INSTRUMEN DALAM PEMBELAJARAN A. Pendahuluan Dalam kegiatan pembelajaran segala sesuatu hal selayaknya dilakukan dengan tahapan yang jelas dan terarah. Oleh karena itu, penting

Lebih terperinci

ANALISIS BUTIR SOAL DAN KEMAMPUAN BAHASA INDONESIA SISWA SMK DALAM UJIAN NASIONAL TAHUN 2011

ANALISIS BUTIR SOAL DAN KEMAMPUAN BAHASA INDONESIA SISWA SMK DALAM UJIAN NASIONAL TAHUN 2011 ANALISIS BUTIR SOAL DAN KEMAMPUAN BAHASA INDONESIA SISWA SMK DALAM UJIAN NASIONAL TAHUN 2011 Fahmi Peneliti Muda di Pusat Penilaian Pendidikan, Balitbang Kemdikbud E-mail: ffahmi6@gmail.com ABSTRACT The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar 3: Menulis Tes Hasil Belajar

Kegiatan Belajar 3: Menulis Tes Hasil Belajar Kegiatan Belajar 3: Menulis Tes Hasil Belajar Uraian Materi Secara umum, langkah-langkah kegiatan penilaian hasil belajar yang dilakukan Guru meliputi: (1) Perencanaan penilaian dan pengembangan perangkat,

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK BAB VIII PENILAIAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN Prof. Dr. Sunardi, M.Sc Dr. Imam Sujadi, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prasarana pendidikan, sistem penilaian dan pengelolaan pendidikan. Pembenahan semua komponen pendidikan, pada tahun terakhir ini

BAB I PENDAHULUAN. prasarana pendidikan, sistem penilaian dan pengelolaan pendidikan. Pembenahan semua komponen pendidikan, pada tahun terakhir ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan untuk meningkatkan mutu pendidikan sangat bergantung pada berbagai unsur, antara lain program pendidikan, guru, siswa, sarana dan prasarana pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP/MTs.

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP/MTs. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kemajuan suatu Negara. Semakin baik pendidikan di suatu Negara, maka Negara tersebut semakin baik pula. Undang-Undang

Lebih terperinci

BAHAN AJAR Kompetensi Dasar Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) TOPIK-4: Evaluasi HAsil Belajar dalam PJJ

BAHAN AJAR Kompetensi Dasar Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) TOPIK-4: Evaluasi HAsil Belajar dalam PJJ BAHAN AJAR Kompetensi Dasar Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) TOPIK-4: Evaluasi HAsil Belajar dalam PJJ SEAMEO SEAMOLEC Jakarta - INDONESIA 2012 Pendahuluan Dalam topik ini akan diuraikan evaluasi hasil belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Tuntutan itu sangat wajar dan masuk akal serta bukan termasuk isu

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Tuntutan itu sangat wajar dan masuk akal serta bukan termasuk isu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tantangan dan perkembangan pendidikan di Indonesia pada masa yang akan datang semakin besar dan kompleks. Hal ini disebabkan adanya perubahan tuntutan masyarakat

Lebih terperinci

BAB VI PENILAIAN DAN PENDEKATAN PENILAIAN

BAB VI PENILAIAN DAN PENDEKATAN PENILAIAN BAB VI PENILAIAN DAN PENDEKATAN PENILAIAN A. Pendahuluan Penilaian merupakan langkah lanjutan yang umumnya dilakukan oleh pendidik dengan berbasis pada data pengukuran yang tersedia. Penilaian atau Assessment

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Asesmen portofolio Asesmen portofolio merupakan bentuk penilaian terhadap sekumpulan karya peserta didik yang tersusun secara sistematis dan terorganisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penilaian merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. penilaian merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2014 tentang pedoman nilai hasil belajar oleh pendidik, penilaian merupakan proses

Lebih terperinci

TEKNIK PENILAIAN NON TES

TEKNIK PENILAIAN NON TES TEKNIK PENILAIAN NON TES Penilaian Unjuk Kerja Dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Cocok untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa. Di dalam penilaian tersebut guru merancang jenis penilaian yang seperti

BAB I PENDAHULUAN. siswa. Di dalam penilaian tersebut guru merancang jenis penilaian yang seperti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru profesional merupakan guru yang mempunyai kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan dan mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai pendidik.

Lebih terperinci

(Staf Pengajar Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta) Kata kunci: pembelajaran ekonomi, penilaian berbasis kompetensi.

(Staf Pengajar Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta) Kata kunci: pembelajaran ekonomi, penilaian berbasis kompetensi. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 1 Nomor 2, Mei 2005 SISTEM PENILAIAN PEMBELAJARAN EKONOMI BERBASIS KOMPETENSI Oleh: Barkah Lestari (Staf Pengajar Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta)

Lebih terperinci

C UN MURNI Tahun

C UN MURNI Tahun C UN MURNI Tahun 2014 1 Nilai UN Murni SMP/MTs Tahun 2014 Nasional 0,23 Prov. Sulbar 1,07 0,84 PETA SEBARAN SEKOLAH HASIL UN MURNI, MENURUT KWADRAN Kwadran 2 Kwadran 3 Kwadran 1 Kwadran 4 PETA SEBARAN

Lebih terperinci

STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN BAB I PENDAHULUAN

STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN BAB I PENDAHULUAN SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. VIII. No. 2 Tahun 2010, Hlm

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. VIII. No. 2 Tahun 2010, Hlm Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. VIII. No. 2 Tahun 2010, Hlm. 33-40 PEMANFAATAN PENILAIAN PORTOFOLIO DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR AKUNTANSI Oleh Sukanti 1 Abstrak Hasil belajar dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rosdakarya, 2010), Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 2.

BAB I PENDAHULUAN. Rosdakarya, 2010), Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 2. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah proses kegiatan yang disengaja atas input peserta didik untuk menimbulkan suatu hasil yang diinginkan sesuai tujuan yang ditetapkan. 1 Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik. Penilaian hasil belajar dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan dan

BAB I PENDAHULUAN. didik. Penilaian hasil belajar dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penilaian pendidikan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian tentang analisis butir soal Ulangan Akhir Semester (UAS) mata pelajaran Fisika kelas XI SMA Negeri 1 Purwokerto Tahun Ajaran 2015/2016 ini sesuai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk memperoleh gambaran mengenai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk memperoleh gambaran mengenai BAB III METODOLOGI PENELITIAN Berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk memperoleh gambaran mengenai jenis soal-soal Biologi yang dikembangkan dalam TIMSS 2007 berdasarkan Kognitif Bloom Revisi dan sekaligus

Lebih terperinci

HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat. Tahun Ajaran 2013/2014

HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat. Tahun Ajaran 2013/2014 HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat Tahun Ajaran 213/21 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta, 13 Juni 21 1 Ringkasan Hasil Akhir UN - SMP Tahun 213/21 Peserta UN 3.773.372 3.771.37 (99,9%) ya

Lebih terperinci

ANALISIS BUTIR SOAL A. PENDAHULUAN

ANALISIS BUTIR SOAL A. PENDAHULUAN ANALISIS BUTIR SOAL A. PENDAHULUAN Tes adalah suatu pernyataan, tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau atribut pendidikan dan psikologi. Setiap butir

Lebih terperinci

KONSEP PENILAIAN AUTENTIK PADA PROSES DAN HASIL BELAJAR

KONSEP PENILAIAN AUTENTIK PADA PROSES DAN HASIL BELAJAR KONSEP PENILAIAN AUTENTIK PADA PROSES DAN HASIL BELAJAR PPT 2.3 BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN A.

Lebih terperinci

antara ketiganya. Untuk memahami apa persamaan, perbedaan, ataupun hubungan akan memilih yang panjang. Kita tidak akan memilih yang pendek, kecuali

antara ketiganya. Untuk memahami apa persamaan, perbedaan, ataupun hubungan akan memilih yang panjang. Kita tidak akan memilih yang pendek, kecuali A. Arti Penilaian Istilah pengukuran, penilaian, dan evaluasi, seringkali digunakan dalam dunia pendidikan. Ketiga kata tersebut memiliki persamaan, perbedaan, ataupun hubungan antara ketiganya. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah proses kegiatan yang disengaja atas input peserta didik untuk menimbulkan suatu hasil yang diinginkan sesuai tujuan yang ditetapkan. 1 Sebagai

Lebih terperinci

Peta Konsep. Tujuan Pendidikan (Kompetensi Dasar) Proses/Kegiatan Untuk Mencapai Kompetensi. Hasil-hasil pendidikan yang dapat dicapai

Peta Konsep. Tujuan Pendidikan (Kompetensi Dasar) Proses/Kegiatan Untuk Mencapai Kompetensi. Hasil-hasil pendidikan yang dapat dicapai Peta Konsep Tujuan Pendidikan (Kompetensi Dasar) Proses/Kegiatan Untuk Mencapai Kompetensi Hasil-hasil pendidikan yang dapat dicapai Perbandingan antara kompetensi dengan hasil yang telah dicapai Informasi

Lebih terperinci

PENYETARAAN HASIL UJIAN SEKOLAH/MADRASAH PENDAHULUAN Pendidikan nasional diselenggarakan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia

PENYETARAAN HASIL UJIAN SEKOLAH/MADRASAH PENDAHULUAN Pendidikan nasional diselenggarakan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia PENYETARAAN HASIL UJIAN SEKOLAH/MADRASAH PENDAHULUAN Pendidikan nasional diselenggarakan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia untuk mendukung pembangunan nasional. Peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Pada Bab I telah dipaparkan masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian Pemetaan dan Pengembangan Mutu Pendidikan di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN A. Kerangka Penelitian Dilihat dari sudut keilmuan, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian terapan, yaitu penerapan ilmu kebahasaan dalam pengajaran dan pembelajaran

Lebih terperinci

EVALUASI IMPLEMENTASI STANDAR PENILAIAN PADA PEMBELAJARAN BATIK SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

EVALUASI IMPLEMENTASI STANDAR PENILAIAN PADA PEMBELAJARAN BATIK SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 154 EVALUASI IMPLEMENTASI STANDAR PENILAIAN PADA PEMBELAJARAN BATIK SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA P4TK Seni dan Budaya Sleman, Universitas Negeri Yogyakarta ismi_flo@yahoo.com,

Lebih terperinci

Gagne (1974): (A) kemampuan merencanakan materi dan

Gagne (1974): (A) kemampuan merencanakan materi dan ANALISIS TES BUATAN GURU KOMPETENSI GURU Gagne (1974): (A) kemampuan merencanakan materi dan kegiatan belajar mengajar, (B) kemampuan melaksanakan dan mengelola kegiatan belajar mengajar, (C) kemampuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Menurut Panggabean (1996:27) penelitian ini bertujuan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian akan dilaksanakan di 3 kecamatan di Kabupaten Kepulauan Anambas

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian akan dilaksanakan di 3 kecamatan di Kabupaten Kepulauan Anambas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di 3 kecamatan di Kabupaten Kepulauan Anambas Propinsi Kepulauan Riau untuk mata pelajaran Ujian Nasional (UN) dengan

Lebih terperinci

SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 20 TAHUN 2007 TANGGAL 11 JUNI 2007 STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN

SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 20 TAHUN 2007 TANGGAL 11 JUNI 2007 STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 20 TAHUN 2007 TANGGAL 11 JUNI 2007 STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN A. Pengertian 1. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif. Artinya data yang dikumpulkan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif. Artinya data yang dikumpulkan 69 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka saja, melainkan data tersebut berasal dari catatan lapangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara umum, asesmen dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi

I. PENDAHULUAN. Secara umum, asesmen dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, asesmen dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu penelitian yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu penelitian yang III. METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan informasi bagaimana tindakan yang tepat untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan modul fisika berbasis inkuiri pada materi listrik dinamis untuk siswa SMA/MA. Metode yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sesuai dengan masalah penelitian yang dikemukakan sebelumnya, maka jenis

BAB III METODE PENELITIAN. Sesuai dengan masalah penelitian yang dikemukakan sebelumnya, maka jenis BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Sesuai dengan masalah penelitian yang dikemukakan sebelumnya, maka jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian ini adalah perpaduan

Lebih terperinci

STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN

STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 20 TAHUN 2007 TANGGAL 11 JUNI 2007 STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN A. Pengertian 1. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil ujian nasional yang dijadikan sebagai salah satu acuan baku bagi standar kompetensi kelulusan pada siswa SMA khususnya di Provinsi Kepulauan Riau ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pythagoras pada materi menggunakan rumus pythagoras dalam memecahkan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pythagoras pada materi menggunakan rumus pythagoras dalam memecahkan 40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan yaitu pengembangan penilaian kinerja (performance assessment) untuk menemukan rumus pythagoras pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengungkap penguasaan konsep siswa menggunakan kartu sortir.

Lebih terperinci

Peraturan Mendiknas Nomor: 20 Tahun tentang STANDAR PENILAIAN DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

Peraturan Mendiknas Nomor: 20 Tahun tentang STANDAR PENILAIAN DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Peraturan Mendiknas Nomor: 20 Tahun 2007 tentang STANDAR PENILAIAN DIREKTORAT PEMBINAAN SMA DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PENILAIAN PENDIDIKAN Penilaian

Lebih terperinci

Bandung, 23 Oktober 2009

Bandung, 23 Oktober 2009 Bandung, 23 Oktober 2009 PENILAIAN KELAS Konsep dasar Teknik Penilaian Konsep Dasar Penilaian Kelas Pengertian Penilaian Kelas Manfaat Penilaian Kelas Fungsi Penilaian Kelas Prinsip-prinsip Penilaian Kelas

Lebih terperinci

PENILAIAN DALAM KURIKULUM 2013

PENILAIAN DALAM KURIKULUM 2013 PENILAIAN DALAM KURIKULUM 2013 (Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013) Penilaian Otentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,dan keluaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Model Pengembangan Sugiyono (2014) menjelaskan, metode penelitian dan pengembangan adalah penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengumpulkan bukti-bukti atau karya-karya hasil belajar siswa meliputi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengumpulkan bukti-bukti atau karya-karya hasil belajar siswa meliputi BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda maka dibuat definisi operasional sebagai berikut: 1. Asesmen portofolio Asesmen portofolio adalah penilaian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

O X O Pretest Perlakuan Posttest

O X O Pretest Perlakuan Posttest 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini dipaparkan tentang metode dan desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, prosedur penelitian dan instrumen penelitian serta teknik pengolahan data

Lebih terperinci

TUJUAN ASESMEN ALTERNATIF

TUJUAN ASESMEN ALTERNATIF 1 TUJUAN ASESMEN ALTERNATIF Merupakan upaya memperbaiki dan melengkapi tes baku sehingga penilaian hasil belajar tidak hanya berhubungan dengan hasil akhir tetapi merupakan bagian penting dlm proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan kuantitatif-dekriptif. Desain penelitian ini dipilih dengan

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan kuantitatif-dekriptif. Desain penelitian ini dipilih dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Evaluasi Penelitian ini menggunakan desain penelitian evaluatif dengan pendekatan kuantitatif-dekriptif. Desain penelitian ini dipilih dengan pertimbangan untuk mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan model pembelajaran berbasis masalah berbantuan mind mapping dalam meningkatkan kemampuan berpikir

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menekankan pada kegiatan pembelajaran matematika untuk meningkatkan mutu

BAB III METODE PENELITIAN. menekankan pada kegiatan pembelajaran matematika untuk meningkatkan mutu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan yang bertujuan menekankan pada kegiatan pembelajaran matematika untuk meningkatkan mutu proses

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode deskriptif adalah suatu penggambaran atau penjelasan terhadap suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode deskriptif adalah suatu penggambaran atau penjelasan terhadap suatu BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penggambaran atau penjelasan terhadap suatu masalah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan atau kemunduran suatu negara ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya, dan sumber daya manusia yang berkualitas dapat diperoleh melalui pendidikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Berdasarkan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memperoleh informasi tentang peningkatan kemampuan analisis siswa SMA setelah diterapkan

Lebih terperinci

10 Media Bina Ilmiah ISSN No

10 Media Bina Ilmiah ISSN No 10 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM MENETAPKAN KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM) MELALUI WORKSHOP DI SD NEGERI 31 AMPENAN Oleh: Sri Banun Kepala SD Negeri 31 Ampenan

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Penelitian dilaksanakan selama dua kali yaitu yang pertama pada tanggal 22 April 2014 dan yang kedua pada tanggal 15 Mei 2014 di Madrasah Ibtidaiyah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tugas seorang guru dalam kegiatan pembelajaran adalah membantu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tugas seorang guru dalam kegiatan pembelajaran adalah membantu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tes Tugas seorang guru dalam kegiatan pembelajaran adalah membantu perubahan dan keberhasilan peserta didik atau siswa. Untuk mengetahui bagaimana perubahan dan tingkat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN.

BAB III METODE PENELITIAN. 2 BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Setting Penelitian Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian dilakukan di kelas V SD N 2 Kembaran Kecamatan Kalikajar Kabupaten Wonosobo. Waktu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, penelitian ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, penelitian ini BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, penelitian ini tergolong penelitian pengembangan modul pembelajaran pada pokok bahasan segi empat untuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dengan pendekatan evaluatif melalui model Goal

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dengan pendekatan evaluatif melalui model Goal III. METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan pendekatan evaluatif melalui model Goal Oriented Evaluation (Arikunto.2007:35) yang berorientasi pada tujuan untuk mengevaluasi

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian quasi

I. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian quasi I. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen, yaitu disain yang tidak memberikan pengendalian secara penuh atas pemberian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini yaitu penelitian evaluasi.model evaluasi yang digunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini yaitu penelitian evaluasi.model evaluasi yang digunakan BAB III METODE PENELITIAN 3. 1. RencanaPenelitian Jenis penelitian ini yaitu penelitian evaluasi.model evaluasi yang digunakan adalah CIPP (Context, Input, Process, Product) yang berguna melihat hasil

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian eksperimental-kuasi (quasi-experimental research). Penelitian kuasi eksperimen digunakan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES GEOMETRI DAN PENGUKURAN PADA JENJANG SMP

PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES GEOMETRI DAN PENGUKURAN PADA JENJANG SMP ISSN 2442-3041 Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika Vol. 2, No. 2, Mei - Agustus 2016 STKIP PGRI Banjarmasin PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES GEOMETRI DAN PENGUKURAN PADA JENJANG SMP Titin Muliyani, Dina

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan tempat dilaksanakannya penelitian guna untuk memperoleh data yang diperlukan. Penelitian

Lebih terperinci

ii KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayahnya, sehingga dunia pendidikan kita telah memiliki Standar Nasional Pendidikan. Standar Nasional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini, desain penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini, desain penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini, desain penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan yang berfungsi untuk memperbaiki proses

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian dilakukan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian dilakukan untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian dilakukan untuk membuat pencandraan atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai

Lebih terperinci

Validitas, Reliabilitas, dan Analisis Soal Uraian

Validitas, Reliabilitas, dan Analisis Soal Uraian Validitas, Reliabilitas, dan Analisis Soal Uraian Jumat, Definisi Tes Uraian Tes uraian adalah tes (seperangkat soal yang berupa tugas dan pertanyaan) yang menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses belajar mengajar di sekolah atau yang lebih dikenal dengan istilah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses belajar mengajar di sekolah atau yang lebih dikenal dengan istilah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar di sekolah atau yang lebih dikenal dengan istilah pengajaran merupakan sebuah proses yang tidak hanya bersifat mekanisme saja, tetapi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai bulan September 2013 di SD Negeri Ngemplak Kidul 03 Kabupaten Pati. Subjek

Lebih terperinci

STANDAR PENILAIAN (Permen No. 20 Th. 2007)

STANDAR PENILAIAN (Permen No. 20 Th. 2007) STANDAR PENILAIAN (Permen No. 20 Th. 2007) STANDAR PENILAIAN Peraturan Mendiknas Nomor: 20 Tahun 2007 tentang DIREKTORAT PEMBINAAN SMA DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

KONSEP PENILAIAN AUTENTIK PADA PROSES DAN HASIL BELAJAR

KONSEP PENILAIAN AUTENTIK PADA PROSES DAN HASIL BELAJAR KONSEP PENILAIAN AUTENTIK PADA PROSES DAN HASIL BELAJAR Definisi 1. Penilaian autentik (Authentic Assessment) adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian yang diambil yaitu ex post facto, dimana penelitian ini hanya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian yang diambil yaitu ex post facto, dimana penelitian ini hanya 37 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, bertujuan membuat gambaran secara sistematis, faktual mengenai fakta dari suatu populasi. Desain penelitian yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. merumuskan masalah sampai dengan menarik kesimpulan (Purwanto,

BAB III METODE PENELITIAN. merumuskan masalah sampai dengan menarik kesimpulan (Purwanto, BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian merupakan keseluruhan cara atau kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian mulai dari merumuskan masalah

Lebih terperinci

PENERAPAN LESSON STUDY UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN KEMAMPUAN MENGELOLA ASESMEN PEMBELAJARAN BAGI MAHASISWA CALON GURU KIMIA

PENERAPAN LESSON STUDY UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN KEMAMPUAN MENGELOLA ASESMEN PEMBELAJARAN BAGI MAHASISWA CALON GURU KIMIA SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013

Lebih terperinci

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014)

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014) F INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014) Kemampuan Siswa dalam Menyerap Mata Pelajaran, dan dapat sebagai pendekatan melihat kompetensi Pendidik dalam menyampaikan mata pelajaran 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai standar yang telah disesuaikan UU No 20 tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai standar yang telah disesuaikan UU No 20 tahun 2003 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan penyelenggaraan pendidikan perlu adanya sebuah pertanggungjawaban dalam bentuk evaluasi untuk menentukan taraf kemajuan aktivitas di dalam pendidikan. Evaluasi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN OTENTIK TES TERTULIS PILIHAN JAMAK BERALASAN DENGAN SCIENTIFIC APPROACH

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN OTENTIK TES TERTULIS PILIHAN JAMAK BERALASAN DENGAN SCIENTIFIC APPROACH PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN OTENTIK TES TERTULIS PILIHAN JAMAK BERALASAN DENGAN SCIENTIFIC APPROACH Andika Prasetya*, Undang Rosidin, Chandra Ertikanto Pendidikan Fisika FKIP Unila. Jl. Prof. Dr. Soemantri

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, definisi operasional, instrumentasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, definisi operasional, instrumentasi BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, definisi operasional, instrumentasi dan teknik analisis data

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di dalam kelas, maka penelitian ini disebut Penelitian Tindakan atau Action

BAB III METODE PENELITIAN. di dalam kelas, maka penelitian ini disebut Penelitian Tindakan atau Action BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode penelitian tindakan. Karena ruang lingkupnya adalah pembelajaran di sekolah yang dilaksanakan guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pendidikan dalam suatu negara harus diawasi dan dievaluasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan sistem pendidikan yang digunakan. Berhasil tidaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dalam menyelesaikan soal. Namun setelah diprediksi lebih lanjut,

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dalam menyelesaikan soal. Namun setelah diprediksi lebih lanjut, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah ilmu pengetahuan yang abstrak, sehingga kita membutuhkan pemahaman dan keterampilan yang mendalam untuk bisa menguasainya. Di antara keterampilan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan ( Classroom Action Research ),

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan ( Classroom Action Research ), BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan ( Classroom Action Research ), pada tingkat kelas yang direncanakan dalam beberapa siklus. Apabila dalam

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi

NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi KEMAMPUAN GURU IPA KELAS VII DALAM PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN RPP BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DI SMP NEGERI SE-KABUPATEN BOYOLALI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana pendekatan ini memnungkinkan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi merupakan salah satu bagian dari proses pembelajaran. Evaluasi itu

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi merupakan salah satu bagian dari proses pembelajaran. Evaluasi itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Evaluasi merupakan salah satu bagian dari proses pembelajaran. Evaluasi itu sendiri adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kompetensi Guru Guru adalah seseorang yang mempunyai kemampuan dalam menata dan mengelola kelas, yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta

Lebih terperinci

RANCANGAN PENILAIAN HASIL BELAJAR

RANCANGAN PENILAIAN HASIL BELAJAR DIREKTORAT PEMBINAAN SMA DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL RANCANGAN PENILAIAN HASIL BELAJAR HAKIKAT PENILAIAN Penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Sekolah Menengah Atas (SMA) swasta Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2013/ 2014. Subjek yang

Lebih terperinci