: tax treaty, production sharing contract, insentif investasi. Abstract :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ": tax treaty, production sharing contract, insentif investasi. Abstract :"

Transkripsi

1 Pengaruh Tax Treaty Pada Production Sharing Contract Pertambangan Minyak Bumi di Indonesia Serta Implikasinya Terhadap Investasi Dalam Pertambangan Minyak Bumi di Indonesia (Studi Terhadap Production Sharing Contract Kontraktor X) `oleh Genio Ladyan Finasisca Abstraksi : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai pengaruh tax treaty terhadap production sharing contract pertambangan minyak bumi di Indonesia, yang juga akan ditinjau dari sudut pandang hukum investasi di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundang-undangan dan buku. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa tax treaty dapat mempengaruhi suatu production sharing contract yang ditandatangani sebelum lahirnya UU nomor 22 tahun Tax treaty dalam hal ini dapat mempengaruhi production sharing contract dengan memberikan kemungkinan pengurangan pajak atas dividen yang harus dibayar, yang nantinya akan mempengaruhi nilai bagi hasil yang seharusnya didapatkan oleh negara dengan mengacu terhadap ketentuan bagi hasil didalam production sharing contract itu sendiri. Dalam hal ini pengaruh tax treaty terhadap production sharing contract menunjukkan ketidak efektifan tax treaty sebagai suatu insentif investasi yang mengakibatkan kerugian bagi negara. Kata kunci : tax treaty, production sharing contract, insentif investasi. Abstract : This research aims to find out about the influence of a tax treaty to the production sharing contract of mining petroleum in Indonesia, which will also be reviewed from the standpoint if Investment Law in Indonesia. The methode of this research is normative juridical law by using secondary data, such as legislation, and books. From this research, it is concluded, that tax treaty can affect a production sharing contract signed prior to the inception of the oil and gas law number 22/2001. Tax treaty in this case could affect production sharing contract by giving the possibility of a reduction in taxes on dividends to be paid, which would affect the value of the results should be obtained by the State with reference to the provisions for the results in the production sharing contract itself. In this case the influence of tax treaty against the production sharing contract shows the ineffectiveness of tax treaty as investment incentive in Indonesian mining petroleum sector. Key words : tax treaty, production sharing contract, investment incentive. 1. Pendahuluan Indonesia adalah negara yang dikaruniai dengan limpahan sumber daya alam yang banyak. Hal ini terlihat dari besarnya potensi sumber daya alam Indonesia, baik sumber daya alam yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Diamanatkan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945

2 bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang dapat disimpulkan bahwa kekayaan alam milik rakyat Indonesia yang dikuasakan kepada Negara diamanatkan dikelola dengan baik untuk mencapai tujuan bernegara Indonesia. 1 Pengelolaan sumber daya alam merupakan salah satu instrumen untuk mencapai kemakmuran rakyat yang merupakan cita-cita dari negara kesejahteraan rakyat (welfare state) yang harus diwujudkan oleh Negara dan Pemerintah Indonesia. 2 Pertambangan sebagai salah satu industri yang masuk ke dalam kelompok sumber daya alam, berpotensi menjadi instrumen penting dalam mencapai kemakmuran rakyat tersebut. Karena memiliki sumber daya alam yang melimpah, sektor pertambangan khususnya pertambangan umum pada masa orde baru diusahakan secara gencar. 3 Usaha pertambangan merupakan suatu cara untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi suatu sumber daya alam yang terkandung di dalam perut bumi yang memiliki beberapa karakteristik, yaitu: tidak dapat diperbaharui (non-renewable), mempunyai risiko yang relatif tinggi, dan pengusahaannya mempunyai dampak lingkungan baik fisik maupun sosial yang relatif tinggi dibandingkan pengusahaan komoditi lainnya pada umumnya. Objek dari usaha pertambangan adalah sumber daya alam yang tak terbaharukan (non-renewable), dimana dalam pengelolaan dan pemanfaatannya dibutuhkan pendekatan manajemen ruangan yang ditangani secara holistik dan integratif dengan memperhatikan empat aspek pokok yaitu, aspek pertumbuhan (growth), aspek pemerataan (equity), aspek lingkungan (environment), dan aspek konservasi (conservation). 4 Didalam konteks pertambangan minyak bumi, pasal 33 UUD 1945 adalah landasan dasar dari kepemilikan mineral rights, mining rights dan economic rights oleh pemerintah. Namun dalam upaya pelaksanaan dan pemanfaatan atas hak-hak ini, pemerintah tidak dapat mengupayakan dan melakukan pemanfaatannya sendiri, sehingga masih dibutuhkan keterlibatan pihak swasta dalam hal ini. Hal inilah yang mendasari dilakukannya kerjasama dengan pihak lain yang dituangkan dalam bentuk perjanjian pengusahaan pertambangan migas. 1 Simon Felix Sembiring, Jalan Baru Untuk Tambang: Mengalirkan Berkah Bagi Anak Bangsa, cet.1, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2009), hal Ibid. 3 Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Gama Media, Yogyakarta, 1999, hlm Purnomo Yusgiantoro, Kebijakan dan Strategis Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Sektor Pertambangan Dan Energi, (Makalah disampaikan dalam seminar nasional Pengaturan Pengelolaan Pertambangan Dalam Era Otonomi Daerah dari Prespektif Kemandirian Lokal di Makassar, Februari 2001)

3 Dilihat dari sejarahnya, sistem yang digunakan dalam pengelolaan pertambangan minyak dan gas bumi berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi adalah dalam bentuk Perjanjian Karya. Perjanjian karya, yaitu suatu kerja sama antara Perusahaan Negara Minyak dan Gas Bumi (Pertamina) dan perusahaan swasta pemegang konsesi dalam rangka eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi. Sistem Perjanjian Karya yang diperkenalkan melalui Undang-Undang Nomor 44 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi tidak berlangsung lama karena pada tahun 1964 sistem Perjanjian Karya digantikan dengan sistem kontrak Production Sharing atau disebut juga sebagai Production Sharing Contract (PSC). Saat ini, Istilah kontrak Production Sharing Contract melalui Undang-Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagai Kontrak Karya Kerja Sama (KKKS). Didalam undang-undang nomor 44 Prp tahun 1960 dinyatakan bahwa apabila negara tidak dapat melakukan kegiatan ekplorasi dengan kemampuannya sendiri, maka dimungkinkan untuk bekerja sama dengan pihak lain. Pihak lain ini selanjutnya dikenal sebagai kontraktor minyak negara. Dimana pada era sebelum lahirnya Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas, kontraktor minyak ini melangsungkan perjanjian dengan Pertamina selaku perwakilan negara. Para kontraktor ini selanjutnya memiliki hak untuk melakukan kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan pemasaran minyak dan gas bumi di Indonesia. Setelah era Pertamina sebagai pihak yang berwenang mewakili negara, tugas ini dipindahtangankan kepada Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) berdasarkan Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dan untuk saat ini, berdasarkan keputusan MK nomor 36/PUU-X/2012, BP Migas dibubarkan, dan melalui Peraturan Presiden nomor 95 tahun 2012, posisi, tugas dan wewenang BP Migas digantikan oleh Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SK Migas). Seiring dengan berkembangnya zaman, peraturan-peraturan yang diatur didalam peraturan perundangundangan itu juga memiliki perbedaan dan pengembangan. Termasuk dalam pengaturan terkait pembagian hasil pertambangan minyak dan gas bumi antara pemerintah dengan kontraktor. Dikarenakan kontrak yang biasanya dilakukan oleh pemerintah dan kontraktor merupakan perjanjian dengan jangka waktu yang sangat lama (rata-rata memiliki jangka waktu keberlakuan 30 tahun), maka adalah mungkin apabila pelaksanaan kontrak ini bertemu dengan perubahan dan perkembangan hukum yang berlaku di Indonesia. Seperti halnya dengan perubahan dan perkembangan dalam hukum dan ketentuan perpajakan di Indonesia. Seperti halnya isu permasalahan yang saat ini terjadi terkait kegiatan kontraktor industri minyak bumi dengan tax treaty orang berlaku antara Indonesia dengan beberapa negara lainnya yang merupakan negara asal kontraaktor tersebut. Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dinyatakan bahwa terdapat 14 Kontraktor migas telah menunggak pajak selama bertahuntahun dengan jumlah tunggakan sekitar Rp 1,6 trilyun. Tunggakan ini terjadi dari tahun 1991 hingga

4 tahun Ini sangat mengagetkan, karena disaat produksi minyak bumi Indonesia yang terus menerus turun, terdapat Kontraktor yang tidak melunasi pembayaran pajak yang merupakan unsur Penerimaan Negara dari sektor hulu minyak bumi. Atas hal ini, kepala BP Migas R. Priyono menyatakan bahwa sengketa pembayaran pajak ini terjadi karena perbedaan presepsi kontraktor asing. 6 Menurut beliau, beberapa kontraktor asing terhadap pengaplikasian tax treaty yang berlaku antara Indonesia dengan negara asalnya terkait dengan production sharing contract yang dijalankan. Pada saat yang sama, beliau juga menyatakan bahwa bagi para kontraktor asing, tax treaty yang merupakan bagian dari aturan perpajakan haraus diimplementasikan seperti yang diatur dalam kontrak kerja, sementara menurut BPLP penerapan tax treaty dalam perhitungan pajak bunga deviden dan royalty (PBDR) dengan tarif kurang dari 20% menyebabkan berkurangnya penerimaan negara, sehingga konsep 85 : 15 dalam kontrak bagi hasil tidak dapat sepenuhnya tercapai. 7 Permasalahan ini terjadi terhadap production sharing contract karena masalah ini terkait dengan kontrak yang telah ditandatangani bertahun-tahun yang lalu, ketika istilah production sharing contract masih dijadikan istilah terhadap perjanjian yang dilakukan, dan sebelum pemerintah Indonesia melahirkan Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 ataupun sebelum tax treaty disepakati dan berlaku di Indonesia. Pada penulisan skripsi ini, penulis akan membahas lebih lanjut mengenai polemik antara tax treaty dengan production sharing contract antara pemerintah Indonesia dengan kontraktor minyak asing di Indonesia. Dimulai dengan melakukan pembahasan mengenai prinsip pengaturan penghasilan modal didalam tax treaty, bagaimana pengaruh tax treaty terhadap production sharing contract dan mengenai studi terhadap production sharing contract X dilihat dari sudut pandang hukum investasi. Penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai isu-isu hukum apa saja yang ada dalam hal ini dan jika ada, penyelesaian apa yang dapat dilakukan menurut ketentuan hukum yang berlaku. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif, dengan bentuk penelitian deskriptif analitis. Penulis dalam hal ini menggunakan data-data sekunder berupa bukubuku dan peraturan perundang-undangan serta diperkuat dengan wawancara dengan pihak terkait. 2. Pembahasan 2.1. Prinsip pengaturan tax treaty terhadap penghasilan modal. 5 diakses pada 6 September 2012 jam Ibid. 7 Ibid.

5 Teori kedaulatan menyatakan bahwa kewenangan pemajakan suatu negara melekat pada kedaulatan suatu negara dan merupakan atribut dari kedaulatan itu sendiri. Kewenangan dimaksud bersumber dari teori bahwa keberadaan suatu pemerintah merupakan keharusan untuk dapat memberikan perlindungan dan jasa publik kepada warganya 8. Walaupun mungkin terdapat pembatasan dalam konstitusi dan pembatasan melekat lainnya, namun merupakan premis umum hukum internasional bahwa negara dapat memungut pajak dari orang atau objek yang berada di luar wilayahnya apabila terdapat pertalian pajak yang berupa status personal wajib pajak atau objek pajak berasal dari negara tersebut. Penerapan prinsip domisili dan sumber atas suatu penghasilan yang melibatkan dua negara atau lebih dapat menimbulkan pajak berganda internasional baik yuridis maupun ekonomis. Secara ekonomis pajak berganda internasional itu akan memperberat beban usaha, investasi, dan kegiatan internasional lainnya sehingga dapat menghambat mobilitas sumber daya dimaksud. Dalam hal ini, peranan tax treaty lah untuk menghindari beban ekonomis yang dimunginkan terjadi tersebut. Tax treaty sebagai suatu perjanjian penghindaran pajak berganda merupakan persetujuan antara 2 (dua) negara yang mengatur pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang timbul dari transaksi yang dilakukan oleh penduduk dari salah satu atau kedua negara pihak tersebut. Pembagian hak pemajakan pada tax treaty dimaksudkan untuk mencegah timbulnya pengenaan pajak berganda. dengan demikian, hak pemajakan yang dimiliki oleh negara sumber (source country) melalui undangundang domestiknya, dibatasi oleh ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda atau tax treaty. Sesuai dengan tujuan diadakannya tax treaty tersebut, tax treaty tidak memiliki karakteristik untuk membatasi hak pemajakan suatu negara. Didalam beberapa kasus, tax treaty bahkan menghapuskan hak pemajakan suatu negara. Pembatasan itu antara lain berupa pemberian pengertian mengenai sesuayu hal yang lebih sempit, misalnya pengertian bunga, dividen dan royalti yang ada dalam tax treaty antara Indonesia dan negara lain lebih sempit daripada pengertian yang diatur dalam undangundang perpajakan nasional masing-masing negara, berupa pemberian hak pemajakan hanya kepada negara domisili, atau berupa pembatasan tarif pajak yang dapat dikenakan di negara sumber, yang umumnya tarifnya lebih rendah dari tarif yang normal berlaku di masing-masing negara. Di beberapa negara, misalnya di Belanda, tax treaty yang diadakan antara negara itu dengan negara lain mempunyai kedudukan yang lebih tinggi (supra nasional) dibandingkan dengan undang-undang perpajakan nasionalnya. Menurut sistem ini, untuk ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai halhal yang sama, ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam suatu tax treaty akan mengalahkan (over rule) ketentuan-ketentuann yang tercantum dalam undang-undang perpajakan nasional. 8 Rochmanto Surahmat. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.Cek I (Jakarta, Gramedia Pustaka Medika. 2000) hlm.21

6 Di Indonesia, jika melihat kepada sistem perundang-undangan yang diatur dalam UUD 1945, baik undang-undang perpajakan nasional maupun tax treaty mempunyai bobot yang sama, yaitu samasama setingkat undang-undang. Sebagai suatu produk hukum yang berupa undang-undang, duaduanya harus disetujui oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), walaupun dalam praktik pengesahan tax treaty hanya dilakuka dengan Keputusan Presiden dengan pemberitahuan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan demikkian tax treaty tidak lebih tinggi (supra nasional) bobotnya dibandingkan undang-undang perpajakan nasional. Dalam keadaan yang demikian itu, jika terdapat hal yang selain diatur dalam undang-undang perpajakan juga diatur dalam tax treaty, ketentuan dalam tax treaty mengalahkan ketentuan perpajakan dalam undang-undang perpajakan nasional, tetapi akan berlaku adagium lex specialist derogat lex generalis bahwa ketentuan yang sifatnya khusus menyampingkan ketentuan yang sifatnya umum. Dalam kaitan ini maka ketentuanketentuan yang tercantum dalam undang-undang perpajakan nasional merupakan ketentuan yang sifatnya umum, sedangkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam tax treaty merupakan ketentuan yang sifatnya khusus. 9 Ketentuan yang terdapat dalam perjanjian perpajakan hanya mengatur mengenai prinsip-prinsip pemajakan atas suatu hasil penghasilan dan tidak mengatur mengenai mekanisme dan prosedur pemajakannya. Oleh karena itu, dalam melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam tax treaty, mekanisme dan prosedurnya akan dipergunakan mekanisme dan prosedur yang diatur dalam undangundang perpajakan nasional masing-masing negara. 10 Seperti halnya dalam tax treaty yang mengatur mengenai pajak penghasilan, telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan ke-iv Pajak Penghasilan pasal 32A beserta penjelasannya. Pasal 32 A : Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak 11. Penjelasan Pasal 32A Dalam rangka peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara lain diperlukan suatu perangkat hukum yang berlaku khusus (lex spesialis) yang mengatur hak-hak pemajakan dari masing-masing negara guna memberikan kepastian hukum dan menghindarkan pengenaan pajak berganda serta mencegah pengelakan pajak. adapun bentuk dan materinya mengacu pada 9 Jaja Zakaria, S.H., M.Sc, Perlakuan Perpajakan Terhadap Badan Usaha Tetap, (Jakarta : PT Raja Grafindo Perkasa, 2007), hal Ibid. 11 Undang-Undang nomor 36 tahun 2008, pasal 32 A.

7 konvensi internasional dan ketentuan lainnya serta ketentuan perpajakan nasional masingmasing negara. Berdasarkan pasal diatas, menunjukan bahwa ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam tax treaty merupakan ketentuan yang sifatnya khusus (lex specialis), sedangkan ketentuan yang terdapat dalam dalam undang-undang perpajakan nasional merupakan ketentuan yang sifatnya umum (lex generalis). Oleh karena itu, apabila terdapat ketentuan tax treaty dan dalam undang-undang perpajakan yang sama-sama mengatur mengenai suatu hal, maka ketentuan yang terdapat dalam tax treaty yang khusus mengesampingkan ketentuan yang terdapat dalam undang-undang perpajakan nasional yang masih memberikan pengaturan secara umum. Terkait dengan kedudukan tax treaty yang merupakan lex specialis terhadap undang-undang perpajakan nasional, akan berimplikasi pada hak pemajakan negara pihak Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dapat dikelompokan menjadi sebagai berikut: a) Apabila terdapat penghasilan karena suatu transaksi yang dilakukan antar penduduk negara pihak lainnya yang ada P3B dengan Indonesia, maka pengenaan Pajak Penghasilan atas transaksi tersebut tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda. b) Apabila ketentuan dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda menyatakan bahwa Indonesia sebagai negara sumber diberikan hak pemajakan yang penuh (Exclusively taxing rights) atau ada pembatasan hak pemajakannya (limited taxing rights), maka pengenaan pajak penghasilannya tunduk pada undang-undang perpajakan nasional. c) Apabila dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dinyatakan bahwa Indonesia sebagai negara sumber harus melepaskan seluruh hak pemajakannya, maka hak pemajakan sebagaimana diatur dalam undang-undang perpajakan nasional tidak berlaku 12. Indonesia sendiri dalam perumusan suatu tax treaty mengacu kepada model UN, yang mana biasa digunakan oleh negara berkembang. Penggunaan model UN oleh Indonesia didasari oleh sifat dari model UN yang lebih menuntungkan negara sumber. Dalam ketentuan tax treaty atas penghasilan modal yang terdapat didalam UN Model, terdapat prinsip umum yang berlaku atas penghasilan modal sebagai berikut : a. Atas penghasilan modal dapat dikenakan pajak di negara domisili. Selain itu, negara sumber yaitu tempat timbulnya penghasilan memiliki hak pemajakan dari negara sumber tersebut dengan tarif tidak melebihi jumlah presentase tertentu sebagaimana diatur dalam tax treaty. 12 Mohammad Zain, Manajemen Perpajakan.Cet I (Jakarta.Salemba empat) hlm 345.

8 Dengan kata lain, atas penghasilan modal ini negara sumber memiliki hak pemajakan tetapi dibatasi. b. Apabila yang memperoleh penghasilan modal tersebut (beneficial owner) menjalankan kegiatan/usaha melalui suatu bentuk usaha tetap atau tempat tetap dan penghasilan modal yang diperolehnya itu memiliki hubungan efektif dengan BUT atau tempat tetap maka prinsip pembagian hak pemajakan diatas tidak berlaku. Penghasilan modal tersebut diperlakukan sebagai laba usaha (business profit) dan atas penghasilan itu dikenakan pajak sepenuhnya di negara sumber. Dengan kata lain, apabila yang memperoleh penghasilan modal itu menjalankan kegiatan melalui suatu BUT atau tempat tetap dan atas penghasilan modal tersebut terdapat hubungan efektif dengan BUT atau tempat tetap-nya maka penghasilan modal itu diperlakukan sebagai laba usaha (business profit) Pengaruh tax treaty terhadap production sharing contract. Kegiatan usaha minyak dan gas bumi terdiri atas kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir. Kegiatan usaha hulu dilaksanakan dan dikendalikan melalui suatu kontrak Production Sharing, yang saat ini melalui Undang-undang nomor 22 tahun 2001 disebut sebagai Kontrak Kerja Sama, yang mana pada dasarnya, bentuk kontrak yang dimaksud adalah sama. Production Sharing Contract atau kontrak bagi hasil merupakan terjemahan dari istilah production sharing contract (PSC). Istilah ini ditemukan dalam pasal 12 ayat (2) Undang-Undang nomor 8 tahun 1971 tentang Pertamina jo. Undang-undang nomor 10 tahun 1974 tentang perubahan undang-undang nomor 8 tahun 1971 tentang Pertamina. Didalam pasal 12 UU Pertamina, dinyatakan bahwa Pertamina menjadi pemegang kuasa pertambangan atas seluruh wilayah hukum pertambangan Indonesia, sepanjang mengenai pertambangan minyak dan gas 14. Dalam pelaksanaanya, Pertamina yang kurang modal dan teknologi dimungkinkan bekerjasama dengan pihak lain dalam melakukan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan minyak dan gas dalam bentuk production sharing contract. Sementara itu dalam Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi, istilah yang digunakan adalah dalam bentuk kontrak kerjasama. 15 Kontrak kerjasama ini dapat dilakukan dalam bentuk kontrak bagi hasil atau bentuk kerjasama lainnya. 13 Hutagaol, Op.Cit, hal Undang-Undang nomor 8 tahun 1971 tentang Pertamina jo. Undang-undang nomor 10 tahun 1974 tentang perubahan undang-undang nomor 8 tahun 1971 tentang Pertamina, pasal Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, pasal 1 angka 19.

9 Istilah kontrak kerjasama menurut ketentuan undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan eksploitasi yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Rudi Simarmo, konsep ini tidak khusus menjelaskan pengertian kontrak bagi hasil tetapi difokuskan pada konsep kerjasama dibidang minyak dan gas bumi. Menurut Rudi Simamora, kontrak bagi hasil dalam pengusahaan pertambangan minyak dan gas dirancang sedemikian rupa untuk mengatasi permasalahan keterbatasan modalm teknologi dan sumberdaya manusia khususnya pertamina dalam menjalankan ekplorasi dan eksploitasi pertambangan minyak dan gas bumi. Meskipun pada Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi penggunaan istilah Production Sharing Contract digantikan dengan istilah kontrak kerja sama, namun perubahan ini tidak mempengaruhi pengaturan esensi dari PSC sendiri, dan hanya merupakan perubahan penggunaan istilah. Didalam PSC nantinya juga akan dibahas mengenai ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan oleh para pihak, termasuk mengenai pengaturan pembayaran pajak, termasuk dalam hal ini pajak penghasilan bunga dividen dan royalti. Dimana pajak penghasilan yang diperoleh dari sektor minyak dan gas bumi merupakan jenis pajak langsung. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pembagian hasil keuntungan dari kegiatan eksplorasi dan ekploitasi pertambangan minyak dan gas bumi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh perhitungan pajak yang dikenakan terhadap kegiatan tersebut. Oleh demikian jelas bahwa segala bentuk peraturan yang mengatur perpajakan di Indonesia akan berpengaruh terhadap perhitungan bagi hasil pertambangan minyak dan gas bumi ini, termasuk dalam hal ini tax treaty atau perjanjian persetujuan pajak berganda antara Indonesia dengan negara mitra yang selanjutnya diadopsi menjadi peraturan perundang-undangan. Didalam tax treaty seperti yang telah dibahas dalam bab sebelumnya, diatur pembedaan besarnya tarif pengenaan pajak penghasilan bagi warga negara mitra melakukan kegiatan usaha dan mendapatkan penghasilan atas usahanya di Indonesia. Berdasarkan surat edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE- 03/PJ-101/1996 Tanggal 26 Maret 1996, tarif berdasarkan tax treaty untuk pajak atas keuntungan cabang, dalam hal ini PBDR, berkisar antara 10%-15% sehingga ketentuan ini akan dapat merubah tarif efektif seluruhnya yang dikenakan kepada kontraktor migas. Sehingga dapat berdampak kepada bagi hasil setelah pajak antara kontraktor dan pemerintah yang ditetapkan dalam production sharing contract.

10 Hal ini dapat terjadi terhadap kontrak bagi hasil yang ditandatangani sebelum lahirnya Undang- Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dimana didalam undang-undang tersebut telah dinyatakan bahwa ketentuan tax treaty tidak dapat mempengaruhi kepada ketentuan perpajakan yang dikenakan kepada kontraktor minyak bagi hasil di Indonesia. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, yang mana didalam landasan perundang-undangan pertambangan migas sebelumnya tidak diatur mengenai hal ini, sehingga dengan adanya tax treaty menimbulkan permasalahan nilai bagi hasil antara pemerintah dengan kontraktor migas yang tidak mencapai nilai yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain permasalahan yang timbul dari peraturan perundang-undangan pertambangan, masalah juga muncul akibat ketentuan dari tax treaty antara Indonesia dengan beberapa negara mitra. Ketentuan didalam tax treaty antara Indonesia dengan negara mitra yang berkenaan dengan Pajak atas Dividen dan Pajak atas Keuntungan Cabang tidak seragam antara tax treaty yang satu dengan tax treaty yang lainnya. Ada tax treaty yang secara tegas menyatakan bahwa ketentuan ketentuan yang ada dalam tax treaty tidak mempengaruhi ketentuan-ketentuan yang ada dalam kontrak bagi hasil, dan ada yang tidak secara tegas menyatakan hal tersebut. Oleh karena itu kontraktor bagi hasil dari negara mitra bersangkutan sering menuntut agar upaya pengurangan pajak yang ada didalam tax treaty negara asal kontraktor tersbeut diterapakan dalam kontrak bagi hasil yang bersangkutan. Seperti contohnya persetujuan penghindaran pajak berganda antara Indonesia dengan pemerintah Kerajaan Inggris Studi terhadap production sharing contract X serta dilihat dari sudut pandang hukum investasi di Indonesia. Kontraktor X adalah kontraktor minyak dan gas bumi di Indonesia yang melakukan kegiatan usaha pertambangan minyak bumi dengan dasar suatu PSC X yang ditandatangani pada tahun 1980 atas sebuah blok wilayah kerja di suatu kawasan yang berada di wilayah jurisdiksi Indonesia. Kontrak yang ditandatangani antara kontraktor X dengan pemerintah Indonesia memiliki jangka waktu selama 30 tahun. Didalam kontrak ini juga ditentukan mengenai bagi hasil atas minyak bumi yang akan dilakukan, dan pada dasarnya atas ketentuan bagi hasil tersebut Indonesia akan memperoleh 85 %, dan kontraktor X akan memperoleh 15% dari hasil lifting minyak bumi. Kontraktor X adalah suatu badan hukum yang didirikan di wilayah Inggris dengan berdasarkan hukum Inggris, sehingga berdasarkan tax treaty antara Indonesia dengan Inggris, kontraktor X sebagai bentuk usaha yang tidak didirikan atau berkedudukan di Indonesia akan tetapi menjalankan kegiatan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia yang berupa kegiatan pertambangan dapat dikategorikan sebagai suatu badan usaha tetap. Badan usaha tetap sendiri didalam tax treaty antara Indonesia dengan

11 Inggris dinyatakan sebagai wajib pajak luar negeri yang dapat menjadi objek dari tax treaty, sehingga dalam hal ini berhak atas reduksi pengenaan pajak menurut tax treaty tersebut untuk menghindari pengenaan pajak berganda oleh Indonesia dengan Inggris sebagai negara asal perusahaan. 16 Penggunaan tax treaty dalam penghitungan pajak oleh kontraktor X yang pada akhirnya akan mengubah nilai bagi hasil yang seharusnya didapatkan oleh para pihak terlibat tentunya merupakan suatu masalah karena mengakibatkan kerugian bagi negara Indonesia sebagai pemilik atas mineral rights, mining rights dan economic rights atas minyak bumi yang didapatkan menjadi kurang dari 85% sebagai nominal bagi hasil yang seharusnya. Penyebab permasalahan antara Tax Treaty Indonesia dengan Inggris pada Production Sharing Contract antara Badan Pelaksana dan Kontraktor X, dilihat dari PSC X sebagai perjanjian yang melandasi kerjasama antara kontraktor X dengan pemerintah Indonesia sebagai pemilik hak menguasai atas minyak bumi yang berada di bumi wilayah Indonesia, telah menunjukkan bahwa dalam perjanjian ini negara memberikan wewenang kepada kontraktor X untuk bertindak sebagai operator, dan menjalankan operasi dibawah pengawasannya. Kontrak ini sebagai perjanjian yang mengikat kedua belah pihak melahirkan perikatan bagi pihak Indonesia maupun kontraktor X sebagai pihak yang bersepakat dan menandatanganinya. Kontrak ini berdasarkan asas pacta sunt servanda yang dikenal dalam hukum perdata Indonesia, menyatakan bahwa kontrak yang ditandatangani oleh para pihak merupakan perjanjian yang memiliki kekuatan mengikat seperti undang-undang bagi mereka yang membuatnya 17. Sehingga suatu perjanjian atau kontrak haruslah dipenuhi oleh para pihak karena perjanjian adalah undang-undang bagi para pihak kecuali apabila para pihak telah sepakat untuk tidak memenuhi perjanjian tersebut. Didalam PSC sendiri terdapat klausula perpajakan yang dalam teori perpajakan dikenal sebagai prevailing concept. Didalam prevailing concept dimungkinkan bagi suatu perjanjian untuk menyatakan bahwa kontraktor akan menggunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara itu, baik yang berlaku pada saat perjanjian ditandatangani maupun peraturan lain yang akan berlaku di kemudian hari. Klausula yang menganut prevailing concept ini sendiri adalah bentuk perwujudan kebebasan berkontrak yang terbatas, yang dimungkinkan dalam Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi di Indonesia. Disini prevailing concept merupakan bentuk lawan dari nail down concept yang memungkinkan bagi suatu perjanjian untuk menyatakan akan menggunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku 16 Jaja Zakaria, Op.Cit, hal Asas pacta sunt servanda diakomodir dalam pasal 1338 ayat 2 KUHPerdata yang berbunyi : Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau oleh karena alasan-alasan yang oleh undnagundang dinyatakan cukup untuk itu

12 pada saat perjanjian itu ditandatangani dan akan tetap berlaku meskipun ada peraturan perundangundangan lain yang keluar dan diberlakukan. Dengan diberlakukannya prevailing concept tentunya pihak yang bersedia, dalam hal ini kontraktor X menerima kemungkinan adanya peraturan hukum yang berlakuu pada masa depan mempengaruhi perjanjian yang ditandatangani. Kemungkinan yang dapat merugikan, maupun kemungkinan yang dapat menguntungkan. Seperti halnya lahirnya tax treaty kedepannya. Sementara itu, tax treaty Indonesia dan Inggris juga memiliki kekuatan mengikat selayaknya undangundang bagi Indonesia. Tax treaty Indonesia dan Inggris sebagai perjanjian penghindaran pajak berganda yang merupakan persetujuan antara kedua negara yang mengatur pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang timbul dari transaksi yang dilakukan oleh penduduk dari salah satu atau kedua negara pihak tersebut. Seperti yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan ke-iv Pajak Penghasilan pasal 32A beserta penjelasannya bahwa Tax Treaty Indonesia dan Inggris sebagai perjanjian internasional yang menjadi lex specialis atas ketentuan perpajakan umum di Indonesia, dan dengan telah diratifikasinya tax treaty ini menjadikan kedudukan tax treaty adalah setara dengan Undang-Undang sehingga memiliki kekuatan yang mengikat di Indonesia. Peratifikasian atas tax treaty sendiri dilakukan dengan melalui keputusan presiden dengan cukup memberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tanpa harus melalui DPR terlebih dahulu. 18 Permasalahan yang terdapat dalam hubungan antara PSC kontraktor X yang ditandatangani pada tahun 1980 dengan Tax Treaty antara Indonesia dengan negara Inggris, yang diketahui sebagai negara asal kontraktor X memiliki dampak terhadap perhitungan bagi hasil akhir yang nantinya akan diperoleh kedua belah pihak. Yang mana apabila Tax Treaty digunakan dalam pelaksanaan PSC ini akan merubah nilai bagi hasil yang seharusnya memenuhi angka 85 : 15 untuk minyak bumi dan 70 : 30 untuk gas bumi yang seharusnya diperoleh antara negara dengan kontraktor X. Permasalahan ini timbul dikarenakan kelemahan-kelemahan yang terdapat baik didalam PSC yang ditandatangani antara kontraktor X dengan badan pelaksana, maupun kelemahan yang terdapat didalam pasal-pasal serta pengaturan tax treaty yang diratifikasi dalam peraturan perundang-undangan nasional Indonesia. Disamping itu Tax Treaty antara Indonesia dan Inggris juga memiliki kelemahan tersendiri yang menjadi penyebab permasalahan ini. Tax Treaty antara Indonesia dengan Kerajaan Inggris yang ditandatangani pada tanggal 5 April 1993 dan berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak 18 Jaja Zakaria, Op. Cit., hal. 64

13 nomor SE 08/PJ.10/ efektif berlaku bagi kedua belah pihak untuk tahun pajak setelah 1 Januari Tax Treaty ini diratifikasi melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Noor 118 tahun 1993 tentang Pengesahan Agreement Between The Government of Republic of Indonesia and The Government of The United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland For The Avoidance of Double Taxation and The Prevention of Fiscal Evasion With Resp, LN 101 tahun Didalam tax treaty ini dibahas mengenai pengaturan untuk menghindari perhitungan pajak berganda terhadap wajib pajak Indonesia yang mendapat penghasilan atas kegiatan usahanya di wilayah Kerajaan Inggris dan berlaku pula sebaliknya bagi wajib pajak Kerajaan Inggris yang mendapat penghasilan atas kegiatan usaha di wilayah Indonesia. Tax treaty antara Indonesia dengan Inggris menggunaan metode exemption, yang mana berarti negara tempat tinggal atau negara domisili wajib pajak yang mempunyai wewenang mengenakan pajak tak terbatas atas world wide income atau atas kekayaan, mengundurkan diri dari pengenaan pajak atas pendapatan atau kekayaan yang diperoleh subjek pajaknya diluar negeri. Didalam artikel 2 dari Tax Treaty ini, pajak yang menjadi subjek atas perjanjian ini adalah pajak pendapatan, pajak perusahaan dan pajak atas laba usaha untuk di wilayah Kerajaan Inggris, dan pajak penghasilan 1984, pajak perseroan 1952 dan pajak atas bunga dividen dan royalti tahun 1970 untuk wilayah Indonesia. 20 Kontraktor X adalah sebuah perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Inggris, berkedudukan di negara Inggris serta merupakan wajib pajak menurut aturan perpajakan inggris. Maka berdasarkan artikel 4 dan artikel 5 dari tax treaty antara Indonesia dan Inggris maka kontraktor X dapat menjadi subjek dalam pengaturan tax treaty ini. Meskipun perusahaan kontraktor X berada di Inggris dan didirikan di wilayah kerajaan Inggris, namun berdasarkan artikel 5 didalam tax treaty ini, kontraktor X dapat dikatakan berkedudukan tetap di wilayah negara Indonesia. Dimana kedudukan tetap menurut artikel 5 ayat (1) dan ayat (2) artikel ini berarti suatu tempat usaha tertentu dimana seluruh atau sebagian usaha suatu perusahaan dijalankan. Dengan dilakukannya penandatanganan PSC antara kontraktor dengan badan pelaksana dan dilaksanakannya kegiatan eksplorasi kontraktor di wilayah negara Indonesia maka dapat dikatakan bahwa kontraktor X berkedudukan tetap di wilayah Indonesia. 19 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-08/PJ.1/1994 tentang Pemberitahuan Berlakunya Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Republik Indonesia dengan Kerajaan Inggris dan Irlandia Utara 20 Keputusan Presiden Republik Indonesia Noor 118 tahun 1993 tentang Pengesahan Agreement Between The Government of Republic of Indonesia and The Government of The United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland For The Avoidance of Double Taxation and The Prevention of Fiscal Evasion With Resp, LN 101 tahun Lampiran, article 2.

14 Dalam hal ini kondisi kontraktor X dapat menjadi subjek penghindaran pajak berganda dalam Tax Treaty dikarenakan kontraktor X menjadi subjek yang sama-sama dapat dikenakan pajak di Inggris berdasarkan world wide income karena Inggris adalah negara asal atau bertempat tinggal dimana perusahaan kontraktor X didirikan, sehingga dalam hal ini Inggris dapat mengenakan pajak kepada X berdasarkan personal jurisdiction atas world wide income (kewajiban pajak tak terbatas), sedangkan di Indonesia sebagai negara situs dikenakan pajak berdasarkan azas sumber karena memperoleh pendapatan yang berasal dari kegiatan pertambangan minyak bumi yang dilakukan di Indonesia berdasarkan azas territorial jurisdiction. Sehingga dalam hal ini terjadi bentrokan atas azas domisili dan azas sumber yang biasa dikenal juga sebagai conflict of personal and ad rem jurisdiction. Kelemahan dalam tax treaty ini terdapat dalam hal pengaturan mengenai pendapatan dari harta tak gerak dan dalam hal capital gain serta reduced ratenya. Didalam pasal 7 dinyatakan bahwa hak-hak atas pembayaran-pembayaran tidak tetap atau pembayaran-pembayaran tetap sebagai ganti untuk mengerjakan, atau hak mengerjakan tambang mineral, sumber-sumber dan sumber kekayaan alainnya dianggap sebagai pendapatan dari harta tak gerak yang dapat dikenakan pajak di negara mana harta tersebut berada. Sehingga dalam hal ini pendapatan kontraktor X dari hasil melakukan kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi di Indonesia adalah bentuk pendapatan dari harta tak gerak yang dapat dikenakan pajak di negara Indonesia, karena berada di wilayah negara Indonesia. Didalam artikel 7 tax treaty ini mengenai laba usaha juga dibahas bahwa jika suatu perusahaaan menjalankan usahanya dalam wujud suatu kedudukan tetap di negara lain, maka laba perusahaan itu dapat dikenakan pajak di negara lain itu, selama hanya terhadap laba yang diperkirakan diperoleh baik secara langsung atau tidak langsung oleh kedudukan tetap tersebut 21. Sehingga berdasarkan pasal 7 ayat (1) dan (2) dalam tax treaty ini dapat disimpulkan bahwa pemerintah Republik Indonesia mempunyai hak pemajakan atas laba perusahaan kontraktor X atas bentuknya sebagai suatu bentuk usaha tetap. Didalam artikel 10 ayat (7) mengenai dividen juga dinyatakan bahwa suatu dividen yang dibayarkan suatu badan yang berkedudukan di Indonesia kepada penduduk Inggris dapat dikenakan pajak di Inggris, Dividen itu dapat juga dikenakan pajak di Indonesia tetapi jika penerima dividen tersebut adalah penduduk Inggris yang wajib membayar pajak atas dividen tersebut di Inggris maka pajak yang dikenakan di Indonesia tidak akan melebihi 10% dari keuntungan yang diperolehnya setelah pembayaran pajak pemasukan dari keuntungan tersebut. 22 Berdasarkan pasal 10 ini juga dapat disimpulkan bahwa reduced rate pada ayat (2) mempengaruhi ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam suatu production sharing contract dan kontrak-kontrak 21 Ibid,, Lampiran article Ibid., article 10 ayat 7.

15 serupa lainnya berkenaan dengan sektor minyak dan gas atau sektor pertambangan lainnya yang disepakati oleh Pemerintah Indonesia yang menjadi perantaranya perusahaan minyak dan gas negaranya dengan orang atau badan yang merupakan wajib pajak dalam negeri Inggris dengan syarat kontrak bagi hasil itu ditandatangani sebelum tanggal 31 Desember 1983 atau kontrak bagi hasil tersebut telah disepakati oleh Menteri Keuangan Indonesia sebelum tanggal 31 Desember Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam hal ini kontraktor X dapat dikategorikan sebagai subjek yang dimaksud dalam tax treaty antara Indonesia dengan Inggris, dan tax treaty ini juga menyatakan bahwa pengenaan pajak atas dividen yang diperoleh kontraktor tersebut tidak boleh lebih dari 10%, yang mana hal ini akan mempengaruhi bagi hasil antara kontraktor X dengan pemerintah. Disini terlihat bahwa tax treaty Indonesia dengan Inggris memungkinkan kontraktor X mendapat fasilitas pemotongan 10% atas pajak yang akan dikenakan kepada dividen yang diperolehnya dalam melakukan kegiatan eksplorasi di Indonesia dalam kontrak kerja PSC. Pengaruh tax treaty terhadap PSC ini terbukti dapat menyebabkan berkurangnya pendapatan negara sehingga berujung kepada kerugian negara. Permasalahan ini sendiri lebih lanjut diketahui bahwa hanya ditemukan dalam beberapa tax treaty antara Indonesia dengan beberapa negara mitra seperti Inggris, Perancis dan Korea Selatan. Dimana ditemukan dalam beberapa tax treaty lain seperti dalam tax treaty antara Indonesia dengan Amerika Serikat dinyatakan secara tegas bahwa tax treaty ini secara tegas tidak dapat dberlakukan dalam kegiatan pertambangan minyak bumi dan mineral di Indonesia. Sehingga kelemahan dalam hal permasalahan ini adalah klausula-klausula tax treaty yang memungkinkan bagi treaty ini diberlakukan dalam kegiatan pertambangan minyak bumi, termasuk perjanjian kegiatan eksplorasi antara badan pelaksana di Indonesia dengan kontraktor X. Dari sudut pandang hukum investasi Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Penanaman Modal nomor 25 tahun 2007 maupun didalam pendahulunya yaitu Undang-Undang nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal asing, insentif perpajakan adalah salah satu bentuk insentif yang ditawarkan oleh pemerintah untuk dapat menarik perhatian investor. Insentif perpajakan terdiri dari berbagai bentuk, yang mana sifatnya dapat mengurangi ataupun menghilangkan jumlah pajak yang seharusnya dibayarkan. 23 Tax treaty dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk insentif dalam bidang perpajakan yang disediakan oleh pemerintah untuk menarik investor datang dan berinvestasi di Indonesia. Pengurangan jumlah pajak dividen yang diakomodasi oleh tax treaty, serta penjaminan bahwa wajib pajak tidak akan dikenakan pajak dua kali baik di negaranya maupun di negara tempat ia melakukan kerja tentunya merupakan salah satu kelonggaran yang mempermudah dan menguntungkan bagi 23 David Holland dan Richard J. Vann, Income Tax Incentives for Investment : Tax Law Design and Drafting Volume 2, (International Monetary Fund : 1998), hal. 4

16 investor. Mengenai hal ini sejalan dengan motif suatu perusahaan untuk menanamkan modalnya disuatu negara dalam rangka mencari keuntungan, yang mana dapat diperoleh dengan : 1. upah buruh yang murah; 2. dekat dengan sumber bahan mentah; 3. luasnya pasar yang baru; 4. menjual teknologi; 5. menjual bahan baku untuk dijadikan barang jadi; 6. insentif untuk investor; 7. status khusus negara-negara tertentu dalam perdagangan internasional 24 Dalam kaitannya dengan kegiatan industri pertambangan minyak bumi, Indonesia sebagai negara yang memiliki aset sumber daya alam minyak bumi dibawah perut lautnya merupakan motif utama bagi para kontraktor untuk menanamkan modalnya dan bergerak dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi di Indonesia. Selain itu, motif adanya insentif yang dapat ditawarkan oleh suatu negara juga dapat dianggap sebagai faktor pendukung untuk menarik kontraktor melakukan kegiatan investasi di Indonesia. Adanya perjanjian bilateral antara Indonesia dengan negara lain dalam bentuk tax treaty sendiri dapat digolongkan sebagai bentuk insentif fiskal yang ditawarkan oleh pemerintah. Insentif fiskal ini sendiri adalah suatu bentuk kemudahan tarif perpajakan yang ditawarkan oleh pemerintah bagi investor asing. Berdasarkan hasil penelitian dalam studi kasus implikasi tax treaty Indonesia dan Inggris terhadap PSC kontraktor X di Indonesia, terlihat bahwa tax treaty sebagai bentuk insentif perpajakan mengakibatkan kerugian terhadap negara, disamping keberadaannya yang seharusnya memberikan keuntungan kepada negara dengan dapat menarik perhatian investor untuk melakukan kegiatan investasi di Indonesia. Tidak hanya keberadaan tax treaty sebagai salah satu insentif dalam bidang perpajakan yang dipertanyakan mengenai hasil akhirnya yang seharusnya dapat membawa keuntungan bagi negara, namun keberadaan hampir seluruh bentuk insentif dalam bidang perpajakanpun masih dipertanyakan apakah dapat berfungsi dengan baik untuk mencapai tujuannya, terutama dalam bidang industri pertambangan minyak bumi di Indonesia. 25 Disamping itu, ketentuan tax treaty yang dapat berlaku di bidang pertambangan minyak bumi hanya terdapat dalam beberapa tax treaty antara Indonesia dengan negara mitra saja. Ketentuan ini memiliki nuansa diskriminasi terhadap investor, yang seharusnya diberikan perlakuan yang sama meskipun dari berbeda negara. 24 Erman Rajagukguk, Hukum Investasi Pembangunan, (Depok : Universitas Indonesia, 2001), hal.3 25 David Holland dan Richard J. Vann, Op.Cit, hal. 12

17 Kebanyakan negara yang memiliki sumber daya alam minyak bumi di wilayah jurisdikasinya, menjadikan industri pertambangan minyak bumi sebagai tumpuan bagi pendapatan negara, terutama bagi negara berkembang. 26 Negara berkembang yang memiliki sumber daya alam minyak bumi pada umumnya masih kesulitan dalam memproduksi sumber daya tersebut dengan kemampuan sendiri, termasuk Indonesia. Kesulitan ini berasal dari kenyataan bahwa kegiatan eksplorasi minyak bumi dan pengembangan proyeknya adalah bentuk major long-term capital investment yang mana memerlukan dana yang sangat banyak dan waktu yang tidak sebentar. 27 Selain itu dengan unsur ketidakpastian atas hasil eksplorasi kedepannya menyebabkan negara berkembang kesulitan untuk menjadi pemain tunggal dalam industri ini. Disamping itu isu kesulitan bagi negara berkembang yang tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas dari segi teknikal, baik dalam segi finansial maupun keamanan juga merupakan isu yang tidak dapat dielakkan oleh negara berkembang. Sehingga kebanyakan negara berkembang akan menumpukan harapan kepada Multinational Company Oil Company (MNOC) untuk dapat melakukan kegiatan eksplorasi ini. Kesadaran negara berkembang akan hal ini, dibarengin dengan kenyataan bahwa harapan akan kebutuhan masuknya investor asing untuk dapat terlibat dalam pemberdayaan sumber daya alam ini tidak hanya dimiliki oleh satu negara, yang jumlahnya tidak sepadan dengan MNOC yang ada diseluruh dunia dan memiliki kapabilitas untuk melakukan kegiatan eksplorasi. Selain pada umumnya negara yang memiliki potensi minyak dan gas bumi memiliki lokasi yang berdekatan, sehingga dari sisi geografis memberikan MNOC pilihan lokasi untuk menanamkan modalnya, yang menyebabkan timbulnya insting untuk berkompetisi satu sama lain antara negara-negara yang memiliki sumber daya alam untuk menarik perhatian investor mempromosikan negaranya untuk menjadi lokasi berinvestasi. 28 Dalam upaya ini, pada umumnya negara-negara tersebut selanjutnya akan mencoba membuat suatu iklim dan kondisi yang dirasa dapat menarik perhatian investor, termasuk dengan mengadaptasikan pengaturan perundang-undangan dalam konteks ini juga masuk adaptasi dalam bidang perpajakan, yang diberikan dalam bentuk insentif perpajakan. Keberadaan insentif perpajakan dan hasilnya dalam bidang investasi masih sering kali diperdebatkan, apakah insentif dalam bidang perpajakan ini terbukti akan menaikkan jumlah investor yang akan datang dan masuk ke wilayah negara, atau sama sekali tidak memberikan pengaruh yang cukup 26 Johnston D., International Petroleum Fiscal Systems and Production Sharing Contracts 1 (Luxemburg : Maxwell,1994) hal Cameron P., Petroleum Licensing: a Comparative Study (1984). 28 UNCTAD, Tax Incentives and Foreign Direct Investment : A Global Survey, (Geneva : United Nation Conference on Trade and Development, 2000), hal. 11

18 signifikan. 29 Namun juga terdapat pandangan ketiga akan hal ini, bahwa insentif dalam bidang perpajakan memiliki sedikit pengaruh dalam kegiatan investasi, dimana investor dapat melihat bahwa insentif perpajakan ini menciptakan perpindahan keuntungan dari pembayar pajak kepada investor. Yang mana jika investasi ini dilakukan di negara berkembang, akan menyebabkan transfer keuntungan dari negara berkembang kepada negara maju. 30 Dalam upaya untuk berkompetisi antara satu sama lain, negara pada umumnya akan mencoba memahami dan menyesuaikan prilaku dan cara pandang investor,yang dalam hal ini juga termasuk terhadap isu perpajakan. Hal ini berkaca dari pengalaman Amerika Serikat atas perubahan hukum perpajakan mereka pada akhir tahun 1980, dimana perubahan itu mempengaruhi prilaku dari MNOC dan efektifitas dari pelaksanaan hukum itu sendiri dan diketahui menjadi perhatian utama bagi investor untuk menanamkan modal di Amerika Serikat. 31 Insentif perpajakan secara harafiah dapat diartikan sebagai suatu bentuk insentif yang dapat mengurangi atau melonggarkan batasan-batasan dalam ketentuan perpajakan tertentu yang tidak dapat diberikan kepada semua investor, dengan tujuan untuk dapat menarik investor tertentu melakukan kegiatan investasi dalam bidang tertentu yang telah ditetapkan. Insentif perpajakan dalam bidang investasi di Indonesia sendiri, dimulai pada tahun 1967 dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dimana Indonesia menawarkan fasilitas tax holiday bagi investor asing. Pada masa itu dirasakan bahwa keberadaan insentif ini diperlukan mengingat tingginya pajak pemasukan perusahaan yang mencapai 60% berdasarkan Ordinansi Pajak Perusahaan dan pajak atas keuntungan. 32 Didalam Undang-Undang nomor 1 tahun 1967 juga diperkenalkan fasilitas tax exemption bagi investor asing dalam hal pajak pemasukan perusahaan untuk periode hingga 5 tahun dan tax exemption dalam pajak keuntungan atas keuntungan yang didapatkan. Ketika periode untuk tax holiday berakhir, pengenaan pajak terhadap asing masih dapat dikurangi hingga 50% untuk tambahan jangka waktu 5 tahun. Pengaturan ini selanjutnya diubah dalam Undnag-Undang nomor 2 tahun 1970 mengenai Amandemen UU no.1/1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang memberikan tax exemption untuk jangka wkatu selama 6 tahun. Pengecualian pajak ini dimulai pada saat hasil 29 Ibid. 30 Wells L.T. & Allen N.J., Tax Holidays to Attract Foreign Direct Investment: Lessons From Two Experiments, viii (2001). 31 Morisset J. & Pirnia N., How Tax Policy and Incentives Affect Foreign Direct Investment: A Review, 2001, penjabaran footnote 12 halaman Ibid., hal. 14

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) PENGERTIAN DAN TUJUAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA Perjanjian penghindaran pajak berganda adalah perjanjian pajak antara dua negara bilateral

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penentuan status..., Benny Mangoting, FH UI, 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. Penentuan status..., Benny Mangoting, FH UI, 2010 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemajakan atas suatu penghasilan secara bersamaan oleh negara domisili 1 dan sumber 2 menimbulkan pajak ganda internasional (international double taxation). Oleh para

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PENERAPAN TAX TREATY INDONESIA - HONGKONG TERHADAP INVESTASI MODAL DI INDONESIA

ANALISA PENGARUH PENERAPAN TAX TREATY INDONESIA - HONGKONG TERHADAP INVESTASI MODAL DI INDONESIA ANALISA PENGARUH PENERAPAN TAX TREATY INDONESIA - HONGKONG TERHADAP INVESTASI MODAL DI INDONESIA Ervina Binus University Jl. Raya Sesetan No. 216b Denpasar- Bali 081805488886 rvinalee@gmail.com Stefanus

Lebih terperinci

HUKUM PAJAK ( TAX LAW ) MK-14 JULIUS HARDJONO

HUKUM PAJAK ( TAX LAW ) MK-14 JULIUS HARDJONO HUKUM PAJAK ( TAX LAW ) MK-14 JULIUS HARDJONO HUKAKDSAhUKU PENGATAR HUKUM PAJAK INTERNATIONAL Istilah : - PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) - International Tax Treaty (perjanjian Pajak international

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan galian itu, meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi ( Migas ), batubara,

Lebih terperinci

PERPAJAKAN INTERNASIONAL BAB 1 : PENDAHULUAN

PERPAJAKAN INTERNASIONAL BAB 1 : PENDAHULUAN TUGAS AK-5A PERPAJAKAN INTERNASIONAL BAB 1 : PENDAHULUAN OLEH : RAYNALDO KURNIAWAN (1501035110) LOVIAWAN, AGNES VALENTINA (1501035140) WILLIAM ONGKOJOYO (1501035200) BENJAMIN (1501035266) JURUSAN AKUNTANSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi. Ekplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan

BAB I PENDAHULUAN. Diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menjadi awal tonggak reformasi kegiatan usaha hulu migas di Indonesia. Salah satu

Lebih terperinci

MAKALAH PAJAK INTERNASIONAL MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

MAKALAH PAJAK INTERNASIONAL MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA MAKALAH PAJAK INTERNASIONAL MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA Oleh : Misdawati 1110531019 Risa Kurnia 1210532063 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS 2015 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Bab 4 PASAL-PASAL TAX TREATY DAN PENJELASANNYA

Bab 4 PASAL-PASAL TAX TREATY DAN PENJELASANNYA Bab 4 PASAL-PASAL TAX TREATY DAN PENJELASANNYA RUANG LINGKUP P3B Untuk mempermudah pemahaman pembaca tentang P3B, maka ruang lingkup P3B dengan menggunakan United Nations (UN) Model dikelompokkan sebagai

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Dalam melakukan penafsiran dalam klausul PSC tentang tarif Branch

BAB V PENUTUP. 1. Dalam melakukan penafsiran dalam klausul PSC tentang tarif Branch BAB V PENUTUP V.1 KESIMPULAN Dari uraian dan pembahasan yang telah dilakukan, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam melakukan penafsiran dalam klausul PSC tentang tarif Branch Profit Tax

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh negara di dunia memperoleh sumber pendanaan utamanya adalah dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh negara di dunia memperoleh sumber pendanaan utamanya adalah dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seluruh negara di dunia memperoleh sumber pendanaan utamanya adalah dari perpajakan. Secara sederhana pajak adalah instrumen yang dipergunakan oleh pemerintah untuk

Lebih terperinci

DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1

DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 Tanto Lailam, S.H., LL.M. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN 4.1. Hubungan Indonesia dan Belanda dalam Tax Treaty Indonesia - Belanda Suatu Tax Treaty dibuat dengan tujuan untuk menghindari pengenaan pajak atas penghasilan yang

Lebih terperinci

BENEFICIAL OWNER DI DALAM TAX TREATY (STUDI KASUS TAX TREATY INDONESIA BELANDA)

BENEFICIAL OWNER DI DALAM TAX TREATY (STUDI KASUS TAX TREATY INDONESIA BELANDA) BENEFICIAL OWNER DI DALAM TAX TREATY (STUDI KASUS TAX TREATY INDONESIA BELANDA) Silvia Flouren Universitas Bina Nusantara Jalan Rawa Belong Raya No.8, Kemanggisan Jakarta Barat 11480 085217772077 silviaflouren@ymail.com

Lebih terperinci

TAX JURISDICTION. Original Paper Created by : Eka Daswindar

TAX JURISDICTION. Original Paper Created by : Eka Daswindar TAX JURISDICTION Salah satu isu terpenting dalam perpajakan internasional adalah menetapkan negara mana yang mempunyai hak untuk mengenai pajak atas penghasilan. Sistem perpajakan yang berbeda dapat menyebabkan

Lebih terperinci

Pembentukan Badan Usaha Milik Negara Khusus (Bumn-K) Untuk Pengelolaan Minyak Dan Gas Bumi, Tepatkah? Oleh : Muhammad Yusuf Sihite *

Pembentukan Badan Usaha Milik Negara Khusus (Bumn-K) Untuk Pengelolaan Minyak Dan Gas Bumi, Tepatkah? Oleh : Muhammad Yusuf Sihite * Pembentukan Badan Usaha Milik Negara Khusus (Bumn-K) Untuk Pengelolaan Minyak Dan Gas Bumi, Tepatkah? Oleh : Muhammad Yusuf Sihite * Naskah diterima: 8 Februari 2016; disetujui: 15 Februari 2016 A. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi saat ini semakin memudarkan batas geografis antar negara

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi saat ini semakin memudarkan batas geografis antar negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini semakin memudarkan batas geografis antar negara di dunia. Berdasarkan cara pandang tersebut, para pengusaha dari berbagai negara dapat

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1976 TENTANG PERPAJAKAN DAN PUNGUTAN-PUNGUTAN LAIN ATAS USAHA PERTAMBANGAN BUKAN MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

Desain Tata Kelola Kelembagaan Hulu Migas Menuju Perubahan UU Migas Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Naskah diterima: 13 April 2015; disetujui: 22 April 2015

Desain Tata Kelola Kelembagaan Hulu Migas Menuju Perubahan UU Migas Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Naskah diterima: 13 April 2015; disetujui: 22 April 2015 Desain Tata Kelola Kelembagaan Hulu Migas Menuju Perubahan UU Migas Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Naskah diterima: 13 April 2015; disetujui: 22 April 2015 Sudah lebih dari 2 (dua) tahun tepatnya 13 November

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.I. Simpulan Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan pengamatan, penghitungan, dan pembahasan terhadap pelaksanaan Tax Treaty antara Indonesia dan United Kingdom

Lebih terperinci

PERPAJAKAN INTERNASIONAL

PERPAJAKAN INTERNASIONAL Modul ke: Fakultas EKONOMI PERPAJAKAN INTERNASIONAL Pengertian Pajak Berganda (Double taxation) para ahli, pemajakan berganda dalam aspek Nasional dan Internasional, Penerapan pajak berganda dalam UU PPh

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN. penelitian ini menggunakan satu metode dalam mengumpulkan data yang. serta karakter dari masalah yang diteliti.

BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN. penelitian ini menggunakan satu metode dalam mengumpulkan data yang. serta karakter dari masalah yang diteliti. BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN 3.1. Metoda Penelitian Berdasarkan karakterisitik masalah dalam penelitian ini, maka penelitian ini menggunakan satu metode dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman, semakin meningkat pula frekuensi kegiatan bisnis yang terjadi di berbagai negara. Perlu diragukan jika ada seseorang yang berpendapat

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 21 TAHUN 1976 TENTANG PERPAJAKAN DAN PUNGUTAN-PUNGUTAN LAIN ATAS USAHA PERTAMBANGAN BUKAN MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

Pembagian Hak Pemajakan Atas Suatu Jenis Penghasilan Tulisan Ilmiah Perpajakan Internasional Jurnal Perpajakan KUP

Pembagian Hak Pemajakan Atas Suatu Jenis Penghasilan Tulisan Ilmiah Perpajakan Internasional Jurnal Perpajakan KUP MATA KULIAH DOSEN TEMA Sumber diambil dari Ketentuan-ketentuan yang terdapat didalam P3B Perpajakan Internasional VED SE.,MSi Pembagian Hak Pemajakan Atas Suatu Jenis Penghasilan Tulisan Ilmiah Perpajakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hewan tumbuan dan organisme lain namun juga mencangkup komponen abiotik

BAB I PENDAHULUAN. hewan tumbuan dan organisme lain namun juga mencangkup komponen abiotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya sumber daya, baik itu sumber daya manusia atau pun sumber daya alam. Dari aspek sumber daya alam, kekayaan yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB III PERLAKUAN PENETAPAN SUATU KEGIATAN SEBAGAI BUT AGEN YANG TIDAK BEBAS BERDASARKAN KETENTUAN DOMESTIK

BAB III PERLAKUAN PENETAPAN SUATU KEGIATAN SEBAGAI BUT AGEN YANG TIDAK BEBAS BERDASARKAN KETENTUAN DOMESTIK BAB III PERLAKUAN PENETAPAN SUATU KEGIATAN SEBAGAI BUT AGEN YANG TIDAK BEBAS BERDASARKAN KETENTUAN DOMESTIK Dalam Undang-undang Pajak Domestik di Negara Jerman pada tahun 1922 memberikan pandangan yang

Lebih terperinci

HUKUM PAJAK INTERNASIONAL

HUKUM PAJAK INTERNASIONAL HUKUM PAJAK INTERNASIONAL PELAKSANAAN DAN HAMBATAN DALAM PENEGAKAN PAJAK INTERNASIONAL MAKALAH Disusun dalam memenuhi nilai Tugas dalam Mata Kuliah Hukum Pajak Semester Genap - Tahun Akademik 2009-2010

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR TERHADAP PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR TERHADAP PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR TERHADAP PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA Oleh I Gusti Made Wisnu Pradiptha I Ketut Westra Ni Putu Purwanti Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai tata cara penerapan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai tata cara penerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak Belanda ini mendorong diberlakukannya Undang-Undang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. minyak Belanda ini mendorong diberlakukannya Undang-Undang Pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era industri migas dikelompokkan menjadi tiga era yaitu era kolonial belanda, era awal kemerdekaan, dan era industri migas modern. Era kolonial Belanda ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 1 Hal

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 1 Hal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 1 Hal tersebut menegaskan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1. Perjanjian Perpajakan Internasional II.1.1 Perjanjian Internasional Pemajakan internasional tidak terlepas adanya suatu perjanjian bilateral antar dua negara guna menghindari

Lebih terperinci

Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wprdpress.com

Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wprdpress.com Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wprdpress.com » Dikelompokkan Sbb: Subjek pajak, jenis pajak, istilah umum dan penduduk Jenis-jenis penghasilan Hal-hal yang terkait pekerjaan Hubungan istimewa

Lebih terperinci

Transaksi Lintas Batas Negara dan Konsep Dasar Pemajakannya

Transaksi Lintas Batas Negara dan Konsep Dasar Pemajakannya 1 1 2 2 3 Transaksi Lintas Batas Negara dan Konsep Dasar Pemajakannya Setiap negara mempunyai Undang-Undang Perpajakan Tersendiri. Dari Segi Kekuatan modal dikelompokkan menjadi : a. Capital Exporting

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN INVESTOR ASING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

HAK DAN KEWAJIBAN INVESTOR ASING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL HAK DAN KEWAJIBAN INVESTOR ASING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Oleh Kadek Febby Sara Sitradewi Anak Agung Gede Agung Dharma Kusuma Bagian Hukum Perdata Fakultas

Lebih terperinci

CONTOH PEMANFAATAN TAX TREATY

CONTOH PEMANFAATAN TAX TREATY CONTOH PEMANFAATAN TAX TREATY 1. TAX TREATY INDONESIA-SINGAPURA Perjanjian pajak Indonesia dan Singapura yang ditandatangani pada tanggal 8 Mei 1990 ini mengatur tentang penghindaran pajak berganda dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional Kelompok Kajian Kebijakan Mineral dan Batubara, Pusat Litbang Teknologi Mineral dan Batubara,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1995 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN KERAJAAN SPANYOL MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN SECARA RESIPROKAL ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

Perpajakan internasional

Perpajakan internasional AKUNTANSI INTERNASIONAL MODUL 13 PERTEMUAN 13 Perpajakan internasional OLEH ; NUR DIANA SE, MSi JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG 2016 PERPAJAKAN INTERNASIONAL Tujuan Kebijakan

Lebih terperinci

Pajak Perusahaan Migas dan Traktat Pajak Kenapa Ribut?

Pajak Perusahaan Migas dan Traktat Pajak Kenapa Ribut? Pajak Perusahaan Migas dan Traktat Pajak Kenapa Ribut? Benny Lubiantara Agustus 2011 Beberapa bulan yang lalu, kita melihat di mass media isu mengenai masalah pembayaran pajak perusahaan minyak. Karena

Lebih terperinci

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 4 (2014) Copyright 2014

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 4 (2014)  Copyright 2014 JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 4 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 PERBANDINGAN HUKUM PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN MINYAK DAN GAS BUMI DI INDONESIA

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR: 1906 K/30/MEM/2001 TENTANG TATACARA PENETAPAN WILAYAH KUASA PERTAMBANGAN DAN WILAYAH KERJA

Lebih terperinci

PAJAK INTERNASIONAL. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PAJAK INTERNASIONAL. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com PAJAK INTERNASIONAL Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com Latar Belakang Perkembangan transaksi perdagangan barang dan jasa lintas negara Pemberlakukan hukum pajak di masing-masing negara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan pengamatan,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan pengamatan, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan pengamatan, perhitungan,dan pembahasan terhadap perhitungan pajak penghasilan yang dilakukan oleh Kondur Petroleum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis Perlakuan perpajakan..., Rusfin Molid Alamsyah, FISIP UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis Perlakuan perpajakan..., Rusfin Molid Alamsyah, FISIP UI, 2009 2 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri minyak dan gas bumi (migas) di tanah air memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini dapat dilihat dari struktur perekonomian fiskal

Lebih terperinci

Silabus. EKA 5341 Perpajakan Internasional. Program Studi: Strata 1 (S-1) Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Silabus. EKA 5341 Perpajakan Internasional. Program Studi: Strata 1 (S-1) Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Silabus EKA 5341 Perpajakan Internasional Program Studi: Strata 1 (S-1) Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Institut Keuangan Perbankan dan Informatika Asia Perbanas Jalan Perbanas, Karet Kuningan, Setiabudi,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.5, 2016 PENGESAHAN. Persetujuan. Perpajakan. Indonesia. Republik Rakyat Tiongkok. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN PROTOKOL

Lebih terperinci

19 Juni 2014 Hotel Bidakara, Jakarta Juni 2014 Training Room Ortax Read More...

19 Juni 2014 Hotel Bidakara, Jakarta Juni 2014 Training Room Ortax Read More... Tax Aspect on Production Sharing Contract (PSC) 19 Juni 2014 Audit dan Keberatan Kepabeanan dan Cukai Basic Transfer Pricing 23 Juni 2014 Training Room Ortax 08.30 16.00 26 28 Juni 2014 Training Room Ortax

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. APBN 2009 (dalam triliun) Pend. Negara 871,0 - Pen. Perpajakan 652,0 - Pen. Bukan Pajak 218,0 - Hibah 1,0 Belanja Negara 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. APBN 2009 (dalam triliun) Pend. Negara 871,0 - Pen. Perpajakan 652,0 - Pen. Bukan Pajak 218,0 - Hibah 1,0 Belanja Negara 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Undang-undang Dasar 1945 pada Pasal 23 Ayat (2) menyatakan bahwa segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-undang. Pada Pasal 23 A hasil Amandemen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Tidak banyak yang memahami fungsi dan tujuan keberadaan Bank Indonesia dalam perekonomian nasional. Bank Indonesia seringkali dilihat sebagai bank umum yang bertugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puluh tahun yang lampau pemerintah Indonesia telah mengunakan pola Build

BAB I PENDAHULUAN. puluh tahun yang lampau pemerintah Indonesia telah mengunakan pola Build BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka melaksanakan pembangunan di Indonesia, maka beberapa puluh tahun yang lampau pemerintah Indonesia telah mengunakan pola Build Operate and Transfer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang

Lebih terperinci

Feber Sormin, SE.,M.Ak.,Ak.,CA

Feber Sormin, SE.,M.Ak.,Ak.,CA Modul ke: PERPAJAKAN INTERNASIONAL Memahami definisi Perpajakan Internasional, Konsep Perpajakan Internasional (Unilateral/Bilateral, Multillateral). Fakultas EKONOMI Feber Sormin, SE.,M.Ak.,Ak.,CA Program

Lebih terperinci

mereka. Seperti telah diketahui misalnya KPI telah melakukan kerjasama sebelumnya dengan pihak Jepang dan Vietnam dalam downstream business di Vietnam

mereka. Seperti telah diketahui misalnya KPI telah melakukan kerjasama sebelumnya dengan pihak Jepang dan Vietnam dalam downstream business di Vietnam BAB IV KESIMPULAN Harapan akan adanya kerjasama yang menguntungkan dari masing-masing pihak menjadi fondasi terjadinya negosiasi antara kedua belah pihak seperti pembahasan sebelumnya. Ketersediaan minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Controlled Foreign..., Stenny Mariani Lumban Tobing, FISIP UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Controlled Foreign..., Stenny Mariani Lumban Tobing, FISIP UI, 2008 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dunia yang cepat dan dinamis telah mengakibatkan hubungan perdagangan internasional semakin terbuka luas dan semakin ekstensif yang ditandai dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN 4.1. Perjanjian Tax Treaty antara Indonesia dan Hongkong Setiap negara mempunyai kedaulatan dalam memungut pajak atas penghasilan yang diterima di negara tersebut

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL Republik Indonesia dan Republik Federal Jerman (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG PEMBERIAN TAMBAHAN KELONGGARAN PERPAJAKAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk lebih mendorong

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PEMBERIAN TAMBAHAN KELONGGARAN PERPAJAKAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING (Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1981 Tanggal 7 Pebruari 1981) Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP KONTRAK PRODUCTION SHARING. Oleh: KUSWO WAHYONO

PRINSIP-PRINSIP KONTRAK PRODUCTION SHARING. Oleh: KUSWO WAHYONO PRINSIP-PRINSIP KONTRAK PRODUCTION SHARING Oleh: KUSWO WAHYONO 1 PRODUCTION SHARING CONTRACT Produksi setelah dikurangi cost recovery dibagi antara Pemerintah dan Kontraktor berdasarkan suatu persentase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan pada 2015 ini diperkirakan jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta jiwa dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

KOMERSIALITAS. hasil ini, managemennya seluruhnya dipegang oleh BP migas, sedangkan

KOMERSIALITAS. hasil ini, managemennya seluruhnya dipegang oleh BP migas, sedangkan KOMERSIALITAS 1 Sistem Kontrak Bagi Hasil Kontrak bagi hasil adalah bentuk kerjasama antara pemerintah dan kontraktor untuk melaksanakan usaha eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya migas berdasarkan prinsip

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tanggal 9 Juli 2009 telah diundangkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam, baik berupa minyak dan gas bumi, tembaga, emas dan lain-lain. Kekayaan alam Indonesia

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Diskusi

Bab IV Hasil dan Diskusi Bab IV Hasil dan Diskusi Studi ini adalah untuk mengevaluasi model kontrak dan harga Gas Metana-B di Indonesia. Beberapa model kontrak mulai dari model Kontrak PSC Konvensional, model kontrak negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas sebagai sumber pemasukan negara. Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa: "cabang-cabang produksi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas sebagai sumber pemasukan negara. Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa: cabang-cabang produksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah selalu berupaya melakukan pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. 1 Bidang yang menjadi salah satu fokus pemerintah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERLAKUAN PERPAJAKAN TERHADAP BENTUK USAHA TETAP DI INDONESIA BERDASARKAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA SKRIPSI

PERLAKUAN PERPAJAKAN TERHADAP BENTUK USAHA TETAP DI INDONESIA BERDASARKAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA SKRIPSI PERLAKUAN PERPAJAKAN TERHADAP BENTUK USAHA TETAP DI INDONESIA BERDASARKAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dalam melaksanakan pembangunan Nasional, perlu melakukan perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang ekonomi yang mengarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis hukum kegiatan..., Sarah Salamah, FH UI, Penerbit Buku Kompas, 2001), hal. 40.

BAB I PENDAHULUAN. Analisis hukum kegiatan..., Sarah Salamah, FH UI, Penerbit Buku Kompas, 2001), hal. 40. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) mengatakan bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan

Lebih terperinci

1 ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN

1 ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN KONFEDERASI SWISS MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK YANG BERKENAAN DENGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN BERHASRAT untuk

Lebih terperinci

Executive Summary POTENSI DISINSENTIF FISKAL DALAM PROSES BISNIS HULU MIGAS

Executive Summary POTENSI DISINSENTIF FISKAL DALAM PROSES BISNIS HULU MIGAS Executive Summary POTENSI DISINSENTIF FISKAL DALAM PROSES BISNIS HULU MIGAS POTENSI DISINSENTIF FISKAL DALAM PROSES BISNIS HULU MIGAS Tim Peneliti Tax Centre Departemen Ilmu Administrasi FISIP, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal).

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan umum merupakan cita-cita luhur yang ingin dicapai setelah lahirnya bangsa Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

2017, No September 1991 di Kuala Lumpur, yang telah diubah dengan Protokol yang ditandatangani pada tanggal 12 Januari 2006 di Bukit Tinggi; b.

2017, No September 1991 di Kuala Lumpur, yang telah diubah dengan Protokol yang ditandatangani pada tanggal 12 Januari 2006 di Bukit Tinggi; b. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.178, 2017 PENGESAHAN. Persetujuan. RI Malaysia. Penghindaran Pajak Berganda. Pencegahan Pengelakan Pajak. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2017

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan pasar bebas belum berjalan sepenuhnya. Akan tetapi aroma persaingan antar perusahaan barang maupun jasa, baik di dalam negeri maupun antar negara,

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Perkembangan kehidupan bersama bangsa-bangsa dewasa ini semakin tidak mengenal batas

I.PENDAHULUAN. Perkembangan kehidupan bersama bangsa-bangsa dewasa ini semakin tidak mengenal batas I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kehidupan bersama bangsa-bangsa dewasa ini semakin tidak mengenal batas negara dan cenderung pada terbentuknya suatu sistem global sehingga mendorong semakin

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 83, 2004 () KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA

Lebih terperinci

Pasal 1 Yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dengan : a. Perusahaan penanaman modal dalam negeri adalah perusahaan yang dibentuk

Pasal 1 Yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dengan : a. Perusahaan penanaman modal dalam negeri adalah perusahaan yang dibentuk PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG PEMBERIAN TAM BAHAN KELONGGARAN PERPAJAKAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Rizkyana Zaffrindra Putri 1, Lita Tyesta A.L.W. 2 litatyestalita@yahoo.com ABSTRAK Undang-Undang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Minyak dan Gas Bumi merupakan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai penemuan cadangan minyak bumi dan pembangunan kilang-kilang minyak yang

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai penemuan cadangan minyak bumi dan pembangunan kilang-kilang minyak yang BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Pada dasarnya Indonesia memiliki prospek industri minyak bumi yang menjanjikan kedepannya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan penduduknya. Berbagai

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 037 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 037 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 037 TAHUN 2006 TENTANG TATACARA PENGAJUAN RENCANA IMPOR DAN PENYELESAIAN BARANG YANG DIPERGUNAKAN UNTUK OPERASI KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 028 TAHUN 2006 TENTANG

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 028 TAHUN 2006 TENTANG MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 028 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PELAKSANAAN SURVEI UMUM DALAM KEGIATAN USAHA

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39462/PP/M.XII/13/2012. : Pajak Penghasilan Pasal 23/26 Final

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39462/PP/M.XII/13/2012. : Pajak Penghasilan Pasal 23/26 Final Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39462/PP/M.XII/13/2012 Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 23/26 Final Tahun Pajak : 2004 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa adalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah N

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah N No.404, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pertukaran Informasi. Perpajakan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PERTUKARAN INFORMASI

Lebih terperinci

Metode penhindaran pajak berganda berdasarkan Perjanjian internasional dan ketentuan UU PPh. Feber Sormin, SE.,M.Ak.,Ak.,CA

Metode penhindaran pajak berganda berdasarkan Perjanjian internasional dan ketentuan UU PPh. Feber Sormin, SE.,M.Ak.,Ak.,CA Modul ke: PERPAJAKAN INTERNASIONAL Metode penhindaran pajak berganda berdasarkan Perjanjian internasional dan ketentuan UU PPh Fakultas EKONOMI Feber Sormin, SE.,M.Ak.,Ak.,CA Program Studi AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBERIAN INSENTIF KEPADA INVESTOR ASING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

ANALISIS PEMBERIAN INSENTIF KEPADA INVESTOR ASING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL ANALISIS PEMBERIAN INSENTIF KEPADA INVESTOR ASING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Oleh : Any Prima Andari I Wayan Wiryawan Desak Putu Dewi Kasih Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2011 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2011 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-43/PJ/2010 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEWAJARAN DAN KELAZIMAN USAHA DALAM TRANSAKSI

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-X/2012 Tentang Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi Oleh Negara

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-X/2012 Tentang Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi Oleh Negara RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-X/2012 Tentang Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi Oleh Negara I. PEMOHON 1. Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), diwakili oleh

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

ARTIKEL. Ditulis Kepada Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum s.

ARTIKEL. Ditulis Kepada Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum s. KAJIAN NORMATIF PUTUSAN ULTRA PETITA DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG (Studi Kasus Putusan Mk Nomor 36/PUU-X/2012 Tentang Bp Migas) ARTIKEL Ditulis Kepada

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI ASING DI SEKTOR PERTAMBANGAN MINERBA DI INDONESIA DALAM KAITANNYA DENGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI ASING DI SEKTOR PERTAMBANGAN MINERBA DI INDONESIA DALAM KAITANNYA DENGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL 1 PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI ASING DI SEKTOR PERTAMBANGAN MINERBA DI INDONESIA DALAM KAITANNYA DENGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL Istiadiningdyah, Lita Arijati, Mutiara Hikmah Ilmu Hukum, Fakultas

Lebih terperinci

PERPAJAKAN INTERNASIONAL KASUS TAX TREATY

PERPAJAKAN INTERNASIONAL KASUS TAX TREATY PERPAJAKAN INTERNASIONAL KASUS TAX TREATY Cahyaning Satyka Dina Amalia Fildzah Dessyana Margareth Sophia Kasus Tax Treaty: PT. Cantika Indah ( Perusahaan ) bergerak di bidang produksi alat-alat kosmetik

Lebih terperinci