mereka. Seperti telah diketahui misalnya KPI telah melakukan kerjasama sebelumnya dengan pihak Jepang dan Vietnam dalam downstream business di Vietnam
|
|
- Susanto Sugiarto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV KESIMPULAN Harapan akan adanya kerjasama yang menguntungkan dari masing-masing pihak menjadi fondasi terjadinya negosiasi antara kedua belah pihak seperti pembahasan sebelumnya. Ketersediaan minyak yang besar serta kebutuhan atas perluasan wilayah pemasaran produk yang mereka hasilkan dapat memberikan penjelasan faktor pendorong yang mempengaruhi KPI bernegosiasi dengan pihak Pertamina. Dengan produksi Kuwait yang cukup besar dalam hal ini mencapai angka rata-rata 3,5 bpd pada tahun Hal tersebut berkolerasi dengan pangsa pasar yang besar untuk minyak yang dihasilkan oleh Kuwait. Memperluas keuntungan dari pasar domestik ke luar dapat kita lihat juga sebagai merupakan pendorong terjadinya negosiasi kerjasama dari pihak KPI. Shadow of future yang tergambar kemudian adalah harapan akan adanya akses perluasan produk yang dihasilkan oleh KPI serta tidak boleh dilupakan terkait harapan akan kemudahan pengurusan perijinan. Dari sisi Pertamina, kerjasama ini terutama terkait dengan pemenuhan BBM domestik. Negosiasi yang terjadi antara PT Pertamina (Persero) dan Kuwait Petroleum International Company (KPI) dapat kita lihat sebagai upaya kedua belah pihak untuk mendapatkan kepentingan kedua belah pihak. Tujuan dalam hal memaksimalkan keuntungan dari masing-masing pihak terlihat dalam negosiasi yang berlangsung. Tujuan yang hendak dicapai oleh pihak PT Pertamina (Persero) dengan pembangunan kilang minyak ini adalah dapat terpenuhinya kebutuhan domestik atas bahan bakar minyak (BBM). Dapat kita lihat bahwa jumlah pasokan minyak lebih sedikit daripada jumlah permintaan yang ada di masyarakat (supply-demand). Hal ini yang menjadi landasan dasar utama PT Pertamina (Persero) melakukan kerjasama dengan pihak KPI. Di sisi lain pihak KPI melihat bahwa kerjasama yang dilaksanakan dengan pihak PT Pertamina (Persero) adalah upaya untuk meluaskan pasar bisnis usaha 74
2 mereka. Seperti telah diketahui misalnya KPI telah melakukan kerjasama sebelumnya dengan pihak Jepang dan Vietnam dalam downstream business di Vietnam pada tahun Selain itu pihak KPI juga menjalani kerjasama pembangunan proyek minyak, petrokimia, retail di China. Kerjasama di China sendiri melibatkan pihak asing dalam hal ini Total. Dapat kita lihat bahwa pihak-pihak melihat adanya peluang yang menjanjikan dengan adanya kerjasama yang terjadi pasca negosiasi. Dinamika negosiasi antara kedua belah pihak berkutat pada salah satu isu utama yaitu insentif pajak berupa tax holiday. Masing-masing pihak memiliki alasan tersendiri berpihak pada keputusan yang mereka jalankan. Alasan masing-masing pihak terkait kepentingan strategis dalam hal ini pendapatan yang akan diperoleh menjadi salah satu penggerak dalam negosiasi yang berlangsung terkait insentif pajak yang diminta oleh KPI. Hal ini sendiri menunjukkan bahwa analisis two level game berlangsung dalam perundingan yang berlangsung. Dapat kita lihat bahwa pihak Indonesia memiliki patokan tersendiri begitu juga dengan pihak Kuwait. Pihak Indonesia mengacu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 sebagai salah satu alasan kuat untuk tidak mengabulkan permohonan insentif pajak yang diminta oleh pihak KPI. CIT negara kawasan yang berada di sekitar Indonesia juga menjadi pertimbangan pihak Pemerintah Indonesia untuk menetapkan besaran pajak yang dibebankan kepada perusahaan dalam hal ini Corporate Insentive Tax (CIT) sebesar 25%. Di sisi lain pihak KPI menjadikan patokan pembebasan tax holiday dinegaranya selama 10 tahun sebagai landasan untuk meminta lebih kepada pihak Pertamina selaku perwakilan Indonesia. Lebih jauh lagi pembebasan pajak impor (0%) dalam investasi di negara lain misalnya di Vietnam sebagai acuan permohonan insentif pajak yang mereka ajukan kepada saat negosiasi berlangsung. Kedua belah pihak dalam hal ini KPI serta Pertamina sama-sama menggunakan strategi Contending dimana kedua belah pihak bertahan pada posisi mereka masing-masing. Di satu sisi KPi menggunakan taktik positional commitment dengan bertahan pada argumen ataupun aspirasi yang telah mereka usulkan 75
3 sebelumnya. Disisi lain Pertamina menggunakan taktik positional agreement dengan beragam langkah persuasif agar pihak KPI menurunkan permintaan terutamanya terkait insentif pajak. Langkah KPI dengan belum membalas surat dari Pertamina serta dengan berakhirnya MoU pada Februari 2014 menunjukkan bahwa pihak KPI mengambil langkah inaction. Kedua belah pihak sendiri sekarang berada dalam fase tenang dan belum ada perundingan lanjutan hingga akhir tahun 2013 bahkan sampai MoU keduanya berakhir pada Februari Lebih jauh lagi hingga akhir tahun 2013 dan berakhirnya MoU kedua belah pihak pada Februari 2014, pihak KPI belum memberikan jawaban atas surat yang telah dikirimkan Pemerintah Indonesia terkait permohonan insentif pajak yang mereka minta. Hal tersebut dapat dikategorikan dalam voluntary defect dimana pihak KPI melakukan pengingkaran dengan tidak memberikan jawaban hingga batas waktu yang disepakati bersama oleh kedua belah pihak. Dalam surat tersebut Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa Indonesia tidak dapat mengabulkan permintaaan KPI atas insentif pajak yang diminta KPI. Pembangunan kilang di Vietnam serta China dapat kita lihat menjadi prioritas yang lebih diutamakan oleh KPI dikarenakan kedua proyek tersebut telah masuk dapat Corporate Sustainability Report (CSR) 2012 KPI dalam hal pembangunan kilang. Kita dapat melihat hal tersebut sebagai pertimbangan pihak KPI saat memberikan sikap terkait negosiasi dengan pihak Pertamina. Dapat kita lihat bahwa negosiasi dalam kasus ini antara Pertamina dan KPI berada dalam sistem yang kompleks. Hal ini dikarenakan kedua perusahaan juga merupakan National Oil Company dari masing masing-masing negara yaitu Indonesia dan Kuwait. Sebagai perwakilan dari negara, pihak Pertamina serta pihak KPI harus mempertimbangkan dan menjadikan acuan keputusan dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah di masing-masing negara. Power dalam hal ini pemerintah memberikan pengaruh strategis baik secara langsung atau tidak yang akan berpengaruh dalam proses pengambilan kebijakan selama negosiasi berlangsung. Hal yang tidak boleh kita lupakan bahwa aspek internasional juga berpengaruh dalam 76
4 proses negosiasi. Kerjasama yang telah dijalankan oleh KPI dengan pihak luar juga menjadi pertimbangan bagi pihak KPI dalam negosiasi dengan pihak Pertamina. Interlocking system dapat kita lihat memberikan pengaruh yang signifikan dalam berlangsungnya nesogiasi yang dilaksanakan kedua belah pihak. Aspek internasional juga memberikan pengaruh dalam proses negosiasi dan tawar-menawar yang dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Dari sini dapat lihat bahwa negosiasi kerjasama bisnis yang terjadi dapat dikatakan melibatkan kepentingan yang lebih besar dalam hal ini pemerintah di negara yang bersangkutan dari sisi domestik serta dari sisi internasional. Sebagai pihak pengamat dari luar, penulis melihat bahwa Pertamina sebelum berunding dengan pihak KPI seharusnya telah mempersiapkan BATNA. BATNA yang dapat menjadi pilihan Pertamina adalah membuka kemungkinan untuk mencari investor lain dalam masa perundingan dengan KPI. Pemaparan sebelumnya telah menyebutkan bahwa terdapat banyak negara yang dapat menjadi pilihan Pertamina dalam hal penyediaan minyak. Selain itu Pertamina juga dapat tetap memilih bekerjasama dengan NOC lain dikarenakan masih terbuka kemungkinan untuk bekerjasama. Menanggapi perundingan yang belum menemukan titik temu, penulis melihat bahwa Pertamina selaku NOC Indonesia perlu untuk menggandeng mitra lain di luar KPI. Hal ini dikarenakan masih banyak investor lain yang dapat membantu dalam pembangunan kilang baru. Hal tersebut juga seharusnya menjadi pertimbangan dari pihak Pemerintah Indonesia. Hal tersebut dimaksudkan agar kedepannya perundingan tidak semata hanya menjadi zero sum game (menang-kalah). Seperti kita ketahui de jure (berdasarkan peraturan perundangan yang ada) kita melihat bahwa PT Pertamina (Persero) memainkan peranan sebagai operator downstream business dan dalam hal pemasaran. Kenyataannya secara de facto (berdasarkan kondisi di lapangan) PT Pertamina (Persero) harus bersaing dengan perusahaan asing yang ada di Indonesia. Dapat kita lihat bahwa banyak perusahaan asing yang bergerak dalam sektor migas di Indonesia. Dengan pangsa pasar penduduk 77
5 yang cukup besar, diperlukan pembangunan kilang untuk meningkatkan competitiveness perusahaan. Indonesia dapat mencontoh negara tetangga seperti Singapura dimana negara tersebut memiliki kilang minyak dengan produksi yang cukup besar bahkan lebih besar dari kebutuhan domestiknya sehingga memungkinkan terjadinya ekspor. Negara tetangga Indonesia ini menjadi contoh negara yang memiliki produksi kilang lebih besar dari kebutuhan domestiknya serta Singapura memiliki fasilitas tangki timbun. Tangki timbun ini berfungsi tidak hanya untuk penyimpanan minyak yang dihasilkan namun juga untuk pencampuran produk minyak. Telah disebutkan bahwa diperlukan pembangunan kilang baru di Indonesia yang dimiliki oleh Pertamina. Hal ini diperlukan tidak hanya semata untuk pemenuhan kebutuhan domestik BBM di Indonesia namun juga untuk meningkatkan daya saing perusahaan. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa Pertamina sekarang bertindak sebagai operator. Sebagai operator pihak Pertamina sendiri diharuskan mengikuti tender jika hendak mengelola potensi ladang minyak. Terjadi kompetisi bebas dalam sektor hilir. Dari sini dapat kita lihat bahwa pihak Pemerintah Indonesia sebaiknya memberikan perhatian kepada Pertamina agar sebagai NOC Indonesia dapat menjadi penyokong perekonomian Indonesia. Mengutip pernyataan Rhenald Khasali bahwa Pertamina seharusnya dapat menjadi powerhouse dalam artian industri yang memegang peranan penting sebagai penyokong perekonomian. Untuk mewujudkan hal tersebut salah satu hal yang dapat dilakukan adalah mendukung upaya Pertamina untuk membangun kilang minyak untuk meningkatkan daya saing Pertamina di tengah kompetisi global. 78
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari perspektif global dapat kita lihat terjadi kecenderungan dimana konsumsi minyak dunia semakin meningkat sementara jumlah cadangan minyak tidak bertambah. Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telah memasuki fase yang lebih menantang dimana harga minyak dunia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri retail Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia sedang dan telah memasuki fase yang lebih menantang dimana harga minyak dunia menjadi lebih fluktuatif dan biaya-biaya
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2005 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2005 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan visi menjadi perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti Peraturan Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan pada 2015 ini diperkirakan jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta jiwa dengan pertumbuhan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau
IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Produksi Liquefied Natural Gas (LNG) LNG Indonesia diproduksi dari tiga kilang utama, yaitu kilang Arun, kilang Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. Keterbatasan sumber daya dalam negeri menjadi alasan bagi Pertamina untuk
BAB IV KESIMPULAN Kebutuhan akan BBM dalam negeri Indonesia yang terus meningkat tidak diiringi oleh peningkatan produksi dalam negeri. Pertamina sebagai PMN harus selalu berusaha memenuhi kebutuhan domestik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
digilib.uns.ac.id 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Insentif Pajak untuk Investasi Insentif pajak untuk investasi merupakan sebuah keringanan pajak yang diberikan oleh negara untuk meningkatkan investasi di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Perusahaan PT Pertamina (Persero) Gambar 1.1 Logo PT Pertamina (Persero)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Nama Perusahaan PT Pertamina (Persero) Gambar 1.1 Logo PT Pertamina (Persero) 1.1.2 Lokasi Perusahaan Jl. Medan Merdeka Timur 1A, Jakarta 10110
Lebih terperinciKEPPRES 31/1997, PEMBANGUNAN DAN PENGUSAHAAN KILANG MINYAK DAN GAS BUMI OLEH BADAN USAHA SWASTA
Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 31/1997, PEMBANGUNAN DAN PENGUSAHAAN KILANG MINYAK DAN GAS BUMI OLEH BADAN USAHA SWASTA *47271 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 31 TAHUN 1997 (31/1997)
Lebih terperinciPIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA
PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA The Business and Investment Forum for Downstream Palm Oil Industry Rotterdam, Belanda, 4 September 2015 Bismillahirrohmanirrahim 1. Yang Terhormat
Lebih terperinciMENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR : 207. K/30 /M.PE/1998 TENTANG
MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR : 207. K/30 /M.PE/1998 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGUSAHAAN KILANG MINYAK DAN GAS BUMI
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Melalui pembahasan dari Bab I sampai dengan pembahasan Bab IV dan sejumlah 5 (lima) pertanyaan yang dilampirkan pada rumusan masalah, maka kami dapat memberikan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dari analisis berbagai data dan fakta yang
111 BAB V PENUTUP A.KESIMPULAN Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dari analisis berbagai data dan fakta yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut yaitu: 1. Untuk mengetahui mekanisme masukknya BBM
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015
PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat
Lebih terperinciHilirisasi Pembangunan Industri Berbasis Migas dan Batubara. Direktorat Industri Kimia Hulu Ditjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka 17 Februari 2016
Hilirisasi Pembangunan Industri Berbasis Migas dan Batubara Direktorat Industri Kimia Hulu Ditjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka 17 Februari 2016 LATAR BELAKANG Dasar Hukum Undang-undang Nomor 3 Tahun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Awal tahun 1990 terdapat fenomena di negara negara pengutang yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Awal tahun 1990 terdapat fenomena di negara negara pengutang yang mulai mengalihkan perhatian dalam bentuk alternatif bagi pembiayaan pembangunan yang
Lebih terperinci2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahu
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1130, 2016 KEMEN-ESDM. Kilang Minyak. Skala Kecil. Pembangunan. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2016
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Rantai pasok Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan kumpulan proses bisnis kompleks, tersebar mulai dari penyedia minyak, pengolahan minyak, pengangkutan minyak, pengecer
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (subsidiary) dari PT. Pertamina (Persero). Ada dua sektor yang menjadi target
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelumas Pertamina adalah produk pelumas yang diproduksi oleh perusahaan Indonesia yaitu PT. Pertamina Lubricants yang merupakan anak perusahaan (subsidiary)
Lebih terperinciPrediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI 1 Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH Lifting minyak tahun 2016 diprediksi sebesar 811 ribu barel per hari (bph). Perhitungan ini menggunakan model
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Industri Hilir Migas merupakan penyediaan jasa/kegiatan usaha yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri Hilir Migas merupakan penyediaan jasa/kegiatan usaha yang berintikan pada kegiatan Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan dan/atau Niaga produk minyak dan
Lebih terperinci9 BAB I 10 PENDAHULUAN. minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah
9 BAB I 10 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak lokasi pengolahan minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah maupun
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.417, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAHAN BAKAR. Kilang Minyak. Dalam Negeri. Pembangunan. Pengembangan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN
Lebih terperinciSAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014
SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 Bismillahirrohmanirrahim Yth. Ketua Umum INAplas Yth. Para pembicara
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan
BAB V KESIMPULAN Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan intensitas diplomasi dan perdagangan jasa pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara, yang kemudian ditengarai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi, PT Pertamina (Persero) atau yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berawal sebagai sebuah perusahaan nasional yang bergerak di bidang eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi, PT Pertamina (Persero) atau yang selanjutnya disebut
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KILANG MINYAK DI DALAM NEGERI
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KILANG MINYAK DI DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciKesimpulan. Universitas Indonesia
102 Kesimpulan Hadirnya PetroChina sebagai BUMN yang memiliki karakteristik sebagai MNC memupuskan pendapat bahwa BUMN tidak memiliki kemampuan daya saing dengan perusahaan energi internasional. PetroChina
Lebih terperinciKementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Laporan Perkembangan Deregulasi 2015
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Laporan Perkembangan Deregulasi 2015 Jakarta, 22 September 2015 A. RPP Tempat Penimbunan Berikat, (D1) B. RPP Perubahan PP Nomor 23 Tahun 2010, (F3) C. RPerpres
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perusahaan. Perusahaan saat ini menyadari bahwa stakeholders (pemangku
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan dengan tata kelola yang baik saat ini menjadi suatu acuan bagi Perusahaan. Perusahaan saat ini menyadari bahwa stakeholders (pemangku kepentingan)
Lebih terperinciPEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM
REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM Bahan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Pada Acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2015- Infrastructure: Executing The Plan KEMENTERIAN ENERGI
Lebih terperinciINDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER
IATMI 520 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 5 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 1618 November 5. INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER Ir. Oetomo Tri Winarno,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saing, efisien, dan berwawasan pelestarian fungsi lingkungan serta mendorong
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri Minyak dan Gas Bumi merupakan sektor penting di dalam pembangunan nasional baik dalam hal pemenuhan kebutuhan energi dan bahan baku industri di dalam negeri
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Sejalan dengan visi, misi, dan program transformasi Pertamina untuk menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia, dan seiring dengan berkembangnya pasar angkutan
Lebih terperinci2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom
No. 316, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Alokasi, Pemanfaatan dan Harga. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06
Lebih terperinciSIARAN PERS. Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia
SIARAN PERS Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia Pada Dialog Bisnis Uni Eropa - Indonesia (EIBD) keempat yang
Lebih terperinciBAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015
BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015 1. Fasilitas Tax Holiday adalah fasilitas pembebasan dan pengurangan Pajak
Lebih terperinciStrategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008
Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Muhammad Lutfi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN. dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di
BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1. Simpulan Dari pembahasan dan analisis yang dilakukan oleh penulis berkenan dengan dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di Indonesia pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan
Lebih terperinciBAB III PROFIL PT PERTAMINA ( PERSERO ) MARKETING OPERATION REGION V. dari minyak dan gas. Namun saat itu, pengelolaan ladang-ladang minyak
BAB III PROFIL PT PERTAMINA ( PERSERO ) MARKETING OPERATION REGION V A. Sejarah PT Pertamina ( Persero ) Sejarah PT Pertamina ( Persero ) dibagi menjadi beberapa sesi sebagai berikut: 1. Tahun 1957 Masa
Lebih terperinciKEBIJAKAN MANAGEMEN RESIKO
1. Risiko Keuangan Dalam menjalankan usahanya Perseroan menghadapi risiko yang dapat mempengaruhi hasil usaha Perseroan apabila tidak di antisipasi dan dipersiapkan penanganannya dengan baik. Kebijakan
Lebih terperinci2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u
No.62, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Kerja Sama. Infrastruktur. Badan Usaha. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi
digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi merupakan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh
Lebih terperinciREKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015
REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas Jakarta, 13 Mei 2015 Outline Rekomendasi 1. Rekomendasi Umum 2. Pengelolaan Penerimaan Negara Dari Sektor Minyak dan Gas Bumi 3. Format Tata Kelola
Lebih terperinciRechtsVinding Online. menjadikan Migas merupakan bagian dari sumber daya alam yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya
Kaji Ulang Penawaran Participating Interest Bagi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Dalam Industri Hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas) Oleh: Muhammad Yusuf Sihite * Naskah diterima: 20 Januari 2016; disetujui:
Lebih terperinciDAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT))
DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT)) Resume Muhammad Akbar Budhi Prakoso 151040071 JURUSAN ILMU HUBUNGAN
Lebih terperinciK L I P I N G. Jum at / 25 Juli Energi & Pertamina Pasarkan Produk Lewat Koperasi dan
K L I P I N G L P D B - K U M K M No Media Cetak Hal. Judul 1 Tribun News Industri Koperasi akan Bantu Jual BBM Non Subsidi Pertamina 2 Waspada Online Ekbis Pertamina ajak UMKM Pasarkan Produk Hilir 3
Lebih terperinciSATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA
RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA
Lebih terperinciShell Meresmikan Terminal Bahan Bakar Minyak di Pulau Laut Kalimantan Selatan
UNTUK DITERBITKAN SEGERA: 27 AGUSTUS 2010 Shell Meresmikan Terminal Bahan Bakar Minyak di Pulau Laut Kalimantan Selatan Shell bekerjasama dengan Indonesia Bulk Terminal (IBT), meresmikan Terminal Bahan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan lingkungan bisnis akan terjadi setiap saat, umumnya berupa gerak perubahan dari salah satu atau gabungan faktor-faktor lingkungan luar perusahaan, baik pada skala
Lebih terperinciLAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013
LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan jumlah pembangkit listrik di Indonesia merupakan akibat langsung dari kebutuhan listrik yang meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, karena listrik merupakan energi
Lebih terperinci10Pilihan Stategi Industrialisasi
10Pilihan Stategi Industrialisasi Memasuki Milenium Ketiga yang Berpihak pada Penguatan Ekonomi Rakyat Pendahuluan Sebenarnya judul makalah yang diminta panitia kepada saya adalah Peluang Rakyat Dalam
Lebih terperinciRINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN
RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN Energi merupakan penggerak utama roda perekonomian nasional. Konsumsi energi terus meningkat mengikuti permintaan berbagai sektor pembangunan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sumber daya minyak dan gas bumi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan bisnis transportasi yang kian meningkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam menghadapi persaingan bisnis transportasi yang kian meningkat sejalan dengan meningkatnya trend tuntutan pasar terhadap mobilitas perpindahan orang
Lebih terperinciBAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik
BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia yang terdiri dari pulau. Dan dengan luas wilayah ,32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau. Dan dengan luas wilayah 1.910.931,32 serta dengan
Lebih terperinciNO. PENANYA PERTANYAAN JAWABAN 1. Andre Parlian Ciptadana Securities
DAFTAR PERTANYAAN & JAWABAN PUBLIC EXPOSE PT SALIM IVOMAS PRATAMA Tbk Rabu, 17 September 2014 NO. PENANYA PERTANYAAN JAWABAN 1. Andre Parlian Ciptadana Securities Saat ini ada pemberitaan di media terkait
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gelombang krisis ekonomi di dunia, bahkan berhasil menjadi negara yang meningkat di
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu dari segelintir negara yang berhasil menghadapi gelombang krisis ekonomi di dunia, bahkan berhasil menjadi negara yang meningkat
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan
BAB V KESIMPULAN Penelitian ini membahas salah satu isu penting yang kerap menjadi fokus masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan berkembangnya isu isu di dunia internasional,
Lebih terperinciLampiran I. Kuesioner Penelitian Analisis Strategi Bisnis Pada PT Rekadaya Elektrika
128 Lampiran I Kuesioner Penelitian Analisis Strategi Bisnis Pada PT Rekadaya Elektrika Jakarta, 17 April 2009 Kepada Yth : PT Rekadaya Elektrika Jakarta Dengan Hormat, Sehubungan dengan adanya analisis
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada prinsipnya pengertian agribisnis adalah merupakan usaha komersial (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan langsung dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan pesat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan pesat pada kondisi ekonomi secara keseluruhan, telah menyebabkan munculnya sejumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri merupakan salah satu faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat
Lebih terperinciLAMPIRAN PT. PERTAMINA (PERSERO) A. Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero) 35
LAMPIRAN PT. PERTAMINA (PERSERO) A. Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero) 35 PT. Pertamina (Persero) adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnisnya berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola korporasi yang baik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertamina merupakan perusahaan milik negara yang bergerak di bidang energi meliputi minyak, gas serta energi baru dan terbarukan. Pertamina menjalankan kegiatan bisnisnya
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan industri penting sebagai penyedia kebutuhan sandang manusia. Kebutuhan sandang di dunia akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menjadi awal tonggak reformasi kegiatan usaha hulu migas di Indonesia. Salah satu
Lebih terperinciPERTAMINA BUTUH RP 520 TRILIUN DALAM 10 TAHUN UNTUK BANGUN KILANG
PERTAMINA BUTUH RP 520 TRILIUN DALAM 10 TAHUN UNTUK BANGUN KILANG Detik.com PT Pertamina (Persero) menempatkan pembangunan kilang pada rencana pengembangan jangka panjang perusahaan untuk mendukung program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan di dunia yang memiliki wilayah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan di dunia yang memiliki wilayah yang luas serta kaya keanekaragaman sumber daya alam yang salah satunya adalah minyak bumi
Lebih terperinciAKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian
AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berbagai penemuan cadangan minyak bumi dan pembangunan kilang-kilang minyak yang
BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Pada dasarnya Indonesia memiliki prospek industri minyak bumi yang menjanjikan kedepannya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan penduduknya. Berbagai
Lebih terperinciSumber: Comtrade (2017), diolah. Analis APBN di Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI.
MENAKAR DAYA SAING KOMODITAS UTAMA INDONESIA DI MITRA DAGANG UTAMA ASEAN SETAHUN PASCA PENERAPAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) Robby Alexander Sirait 1 Abstrak: Mitra dagang Indonesia di kawasan ASEAN
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. berganti nama menjadi PN PERMINA dan setelah merger dengan PN
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah PT. PERTAMINA (PERSERO) PERTAMINA adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada dua tantangan besar yang dihadapi lndonesia saat ini, yaitu bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu kita juga harus mencermati globalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sistem dan teknologi di Indonesia sudah mengalami. kemajuan yang pesat. Di era informasi dan globalisasi menyebabkan
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkembangan sistem dan teknologi di Indonesia sudah mengalami kemajuan yang pesat. Di era informasi dan globalisasi menyebabkan lingkungan bisnis mengalami perubahan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju pertumbuhannya merupakan yang tercepat di dunia sejak tahun 1990. Energy Information Administration (EIA)
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KEGIATAN USAHA HILIR MIGAS
KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KEGIATAN USAHA HILIR MIGAS Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi DASAR HUKUM UU No. 22/2001 PP 36 / 2004 Permen 0007/2005 PELAKSANAAN UU NO. 22 / 2001 Pemisahan yang jelas antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerja melalui pembangunan perusahaan untuk meningkatkan daya saing
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dekade terakhir pasar modal Indonesia mulai menunjukkan peranan penting dalam memobilisasi dana dari masyarakat baik domestik maupun asing untuk menunjang pembangunan
Lebih terperinciINDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2
INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI Andriani Rahayu 1 dan Maria Sri Pangestuti 2 1 Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 Indonesian Institute for
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak kepada ketatnya persaingan, dan cepatnya perubahan lingkungan usaha. Perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Era globalisasi menjanjikan suatu peluang dan tantangan bisnis baru bagi perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Di satu sisi, era globalisasi memperluas
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bagian Selatan dengan PT. Muba Daya Pratama sehubungan dengan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Perjanjian antara PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan dengan PT. Muba Daya Pratama sehubungan dengan Proyek Pembangkit Listrik Berbahan Bakar
Lebih terperinciMENTERl ENERGI DAN SUMBIER DAYA MINERAL REPUB!,EK INDONESIA
MENTERl ENERGI DAN SUMBIER DAYA MINERAL REPUB!,EK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 021 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYEDIAAW DAN PENDlSTRlBUSlAN LIQUEFIED PETROLEUM
Lebih terperinciMenerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia
Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Tahun 2001, pada pertemuan antara China dan ASEAN di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, Cina menawarkan sebuah proposal ASEAN-China
Lebih terperinciBAB IV P E N U T U P
BAB IV P E N U T U P IV.1. KESIMPULAN Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Jawa Timur berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Minyak dan Gas Bumi merupakan sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. batasan, asumsi, dan sistematika penulisan laporan.
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang, tujuan, manfaat, batasan, asumsi, dan sistematika penulisan laporan. 1.1 Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang bangsa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan
1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia mempunyai keunggulan komparatif (comparative advantage) sebagai negara agraris dan maritim. Keunggulan tersebut merupakan fundamental perekonomian
Lebih terperinciDAFTAR PERTANYAAN PAPARAN PUBLIK INVESTOR SUMMIT AND CAPITAL MARKET EXPO 2014 TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PT BANK MANDIRI PERSERO TBK
DAFTAR PERTANYAAN PAPARAN PUBLIK INVESTOR SUMMIT AND CAPITAL MARKET EXPO 2014 TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PT BANK MANDIRI PERSERO TBK Bagaimana kinerja PT Bank Mandiri Persero (Tbk) dari awal 2014 sampai
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal berikut ini. 1. Faktor-faktor penyebab deindustrialisasi dari sisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan terus melonjaknya kebutuhan minyak bumi di dalam negeri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan terus melonjaknya kebutuhan minyak bumi di dalam negeri dalam satu dasawarsa terakhir ini, menyebabkan ketergantungan terhadap impor semakin besar. Selama
Lebih terperinci