BAB IV PEMBAHASAN. memiliki pengenaan pajak pada Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 yang penjelasaannya. telah diatur dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PEMBAHASAN. memiliki pengenaan pajak pada Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 yang penjelasaannya. telah diatur dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008."

Transkripsi

1 BAB IV PEMBAHASAN Sesuai dengan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, pada perusahaan ini memiliki pengenaan pajak pada Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 yang penjelasaannya telah diatur dalam UU PPh Nomor 36 Tahun Pada bab ini akan dijelaskan mengenai identifikasi dan evaluasi penerapan perpajakan PPh Pasal 23 perusahaan Perum Perumnas ini. Pembahasan di bab ini akan dimulai dari identifikasi atas jenis-jenis pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 23 yang dipotong oleh perusahaan di subbab IV.I dan kemudian dilanjutkan dengan evaluasi di subbab IV.2. Sebagaimana yang di sebutkan dalam ruang lingkup penelitian, identifikasi dan evaluasi ini dilakukan berdasarkan data dari tahun 2009 sampai dengan tahun IV.1. Identifikasi Jenis-Jenis Pengenaan Pajak Penghasilan pasal 23 Perum Perumnas Tahun Dalam mengidentifikasi jenis pengenaan pajak yang ada dalam Perum Perumnas ini, penulis mengacu pada Surat Pembertitahuan (SPT) Masa, daftar bukti potong SPT Masa, dan bukti potong setiap perusahaan sebelum dijadikan dalam satu daftar bukti potong oleh Perum Perumnas setiap bulannya, jadi data yang disajikan dalam subbab ini masih merupakan data awal dari perusahaan dan belum mengalami evaluasi. Lalu akan dilihat juga Surat Setoran Pajak (SPP) nya atas kepatuhan penyetoran dan pelaporan perusahan 37

2 Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pengevaluasian penerapan perpajakan PPh Pasal 23 Perum Perumnas : 1. Membuat perincian atas jenis-jenis pengenaan PPh Pasal 23 di Perum Perumnas dari Surat Pemberitahuan (SPT) Masa nya; 2. Membandingkan daftar bukti potong yang tertera dengan bukti potong setiap perusahaan, dan kemudian membandingkannya dengan yang dilaporkan dalam SPT Masa dan yang dipotong pada SSP (Surat Pemberitahuan); 3. Menganalisis tarif pajak yang dikenakan setiap transaksinya, apakah sudah sesuai dengan UU pajak yang berlaku; 4. Menganalisis waktu penyetoran & pelaporan. Mulai dari tanggal, bulan dan tahun yang tertera pada SPT itu apakah juga sudah sesuai dengan UU pajak yang berlaku; 5. Mengevaluasi akibat atau dampak dari masalah yang terjadi. Dari data-data yang diterima oleh penulis, secara umum transaksi dari pada Perum Perumnas banyak yang berhubungan dengan jasa manajemen, jasa konsultan dan beberapa jasa lainnya. Berikut akan penulis jelaskan lebih lanjut mengenai penerapan Pajak Penghasilan Pasal 23 Perum Perumnas. IV.1.1. Pengidentifikasian Transaksi PPh Pasal 23 pada Perum Perumnas Tahun 2009 Ini adalah tahun pertama dari 3 (tiga) tahun identifikasi transaksi pemotongan PPh Pasal 23 Perum Perumnas untuk selanjutnya dilakukan 38

3 evaluasi. Daftar pemotongan akan di sajikan dalam bentuk tabel dan akan dibuat setiap bulannya hingga akhir tahun Berikut ini adalah jenis-jenis pemotongannya: a. Januari 2009 Tabel IV.1 Pemotongan Pajak Atas Jasa Bulan Januari 2009 Jenis Tanggal Jumlah Objek pemotongan Dipotong Pemotongan Pajak (Rp) (Rp) /01/2009 Jasa ,5% /01/2009 Jasa ,5% /01/2009 Jasa ,5% /01/2009 Jasa % /01/2009 Konstruksi % b. Februari 2009 Tabel IV.2 Pemotongan Pajak Atas Jasa Bulan Februari 2009 Dipotong (Rp) /02/ ,5% /02/ ,5% /02/ ,5%

4 c. Maret 2009 Tabel IV.3 Pemotongan Pajak Atas Jasa Bulan Maret 2009 Tanggal Jenis Jumlah Objek Pemotongan Penghasilan Pajak (Rp) /02/2009 Jasa Konstruksi % /03/2009 Jasa Konstruksi % /03/2009 Jasa Manajemen % Tabel IV.4. Pemotongan Pajak Atas Sewa Bulan Maret /03/ ,5% /03/ ,5% /03/ ,5% d. April 2009 Tabel IV.5 Pemotongan Pajak Atas Jasa Bulan April 2009 Tanggal Jenis Jumlah Objek Dipotong Pemotongan Penghasilan Pajak (Rp) (Rp) /03/2009 Jasa konstruksi % /04/2009 Jasa ,5% /04/2009 Jasa % /04/2009 Jasa % Pemotongan PPh pasal 23 Jasa atas Wajib Pajak dengan , sebesar 5%, dalam bukti pemotongan dikenakan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) 21. Dan jasa konstruksi dengan 40

5 yang dikenakan tarif sebesar 3% merupakan Pajak Penghasilan pasal 4 ayat (2) atau Final. Tabel IV.6 Pemotongan Pajak Atas Bunga Bulan April 2009 Dipotong (Rp) /04/ % e. Mei 2009 Tabel IV.7 Pemotongan Pajak Atas Jasa Bulan Mei /05/ % /05/ % /05/ % /05/ % /05/ % /05/ % f. Juni 2009 Tabel IV.8 Pemotongan Pajak Atas Jasa Bulan Juni /06/ % /06/ % /05/ %

6 Tabel IV.9 Pemotongan Pajak Atas Sewa Bulan Juni /06/ % /06/ % /06/ % /06/ % Juli 2009 Pada bulan ini, penulis tidak menemukan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa, Daftar bukti pemotongan ataupun Surat Setoran Pajak (SSP). Tapi penulis menemukan adanya bukti pemotongan yang dilakukan perusahaan kepada Wajib Pajak barupa Badan sebanyak dua kali pada bulan Juli ini. g. Agustus 2009 Tabel IV.10 Pemotongan Pajak Atas Jasa Bulan Agustus 2009 Tanggal Jenis Jumlah Objek Dipotong Pemotongan Penghasilan Pajak (Rp) (Rp) /07/2009 Jasa % /07/2009 Manajemen % /07/2009 Jasa % Tabel IV.11 Pemotongan Pajak Atas Bunga Bulan Agustus 2009 Dipotong (Rp) /08/ % /09/ % /07/ %

7 Pada tanggal 1 Agustus 2009, bukti potong terhadap perusahaan dengan tidak ditemukan. Namun tetap masuk ke dalam pelaporan di Surat Pemberitahuan (SPT) Masa. h. September 2009 Tabel IV.12 Pemotongan Pajak Atas Jasa Bulan September 2009 Tanggal Jenis Jumlah Objek Pemotongan Penghasilan Pajak (Rp) /09/2009 Jasa % konstruksi /09/2009 Jasa % /09/2009 Jasa % /09/2009 Jasa % Tabel IV.13 Pemotongan Pajak Atas Bunga Bulan September 2009 Dipotong (Rp) /09/ % /09/ % /09/ % Tabel IV.14 Pemotongan Pajak Atas Sewa Bulan September 2009 Dipotong (Rp) /09/ % /09/ %

8 i. Oktober 2009 Tabel IV.15 Pemotongan Pajak Atas Jasa Konsultan Bulan Oktober 2009 Tanggal Pemotongan Jumlah Objek Pajak (Rp) Dipotong (Rp) /09/ % Tabel IV.16 Pemotongan Pajak Atas Bunga Bulan Oktober 2009 Dipotong (Rp) /10/ % /09/ % /10/ % Bukti potong transaksi atas bunga pada tanggal 5 oktober 2009 tidak ditemukan. Tetapi PPh yang telah dipotong tersebut tetap dilaporkan dalam SPT Masa bulan Oktober ini. j. November 2009 Tabel IV.17 Pemotongan Pajak Atas Jasa Konsultan Bulan November /11/ %

9 Tabel IV.18 Pemotongan Pajak Atas Bunga Bulan November /11/ % /11/ % Pada transaksi pertama dalam pos bunga, transaksi dengan jumlah Rp Dalam bukti potong perperusahaan, Perum Perumnas melakukan transaksi dengan perusahaan ber , bukan dengan perusahaan ber Tabel IV.19 Pemotongan Pajak Atas Sewa Bulan November /07/ % /07/ % /07/ % /11/ % k. Desember 2009 Tabel IV.20 Pemotongan Pajak Atas Jasa Manajemen Bulan Desember 2009 Tanggal Pemotongan Jumlah Objek Pajak (Rp) /12/ %

10 Tabel IV.21 Pemotongan Pajak Atas Bunga Bulan Desember 2009 Dipotong (Rp) /12/ % /12/ % /12/ % /12/ % VI.1.2. Pengidentifikasian Transaksi PPh Pasal 23 pada Perum Perumnas Tahun 2010 Identifikasi transaksi PPh Pasal 23 Perum Perumnas masuk tahun ke 2 (dua) dari dari 3 (tiga) tahun yang akan di evaluasi. Pada tahun ini Jasa konstruksi tidak dimasukkan lagi di dalam PPh pasal 23. Jadi kemungkinan untuk terjadinya kebingungan dalam pelaporan dimana dalam tahun sebelumnya pemotongan yang semestinya masuk ke dalam PPh Pasal 4 ayat (2), namun dimasukkan ke dalam pelaporan untuk PPh Pasal 23 tidak terjadi lagi. Berikut ini adalah daftar transaksi pemotongan yang terjadi dalam Perum Perumnas setiap bulannya selama tahun

11 a. Januari 2010 Tabel IV.22 Pemotongan Pajak Atas Jasa Bulan Januari 2010 Tanggal Jenis Jumlah Objek Dipotong Pemotongan Penghasilan Pajak (Rp) (Rp) /01/2010 Jasa % /01/2010 Jasa konsultan % / Jasa konsultan % /01/2010 Jasa konsultan % /01/2010 Jasa konsultan % /01/2010 Jasa konsultan % /01/2010 Jasa manajemen % /01/2010 Jasa manajemen % /01/2010 Jasa manajemen % /01/2010 Jasa manajemen % /01/2010 Jasa manajemen % Pada tanggal 6 Januari 2010, transaksi dengan tidak ditemukan bukti transaksi nya. Tabel IV.23 Pemotongan Pajak Atas Bunga Bulan Januari /01/ % /01/ % /01/ % /01/ % /01/ % /01/ %

12 Tabel IV.24 Pemotongan Pajak Atas Sewa Bulan Januari /01/ % b. Februari 2010 Tabel IV.25 Pemotongan Pajak Atas Jasa Bulan Februari 2010 Tanggal Jenis Jumlah Objek Pemotongan Penghasilan Pajak (Rp) /02/2010 Jasa % /02/2010 Jasa konsultan % /02/2010 Jasa konsultan % /02/2010 Jasa konsultan % /01/2010 Jasa konsultan % /01/2010 Jasa manajemen % /02/2010 Jasa manajemen % Tabel IV.26 Pemotongan Pajak Atas Bunga Bulan Februari /02/ % /02/ % Tabel IV.27 Pemotongan Pajak Atas Sewa Bulan Februari /02/ %

13 Bukti transaksi atas pemotongan sewa terhadap koperasi karyawan di Perum Perumnas ini tidak di temukan. c. Maret 2010 Tabel IV.28 Pemotongan Pajak Atas Jasa Bulan Maret 2010 Tanggal Jenis Jumlah Objek Pemotongan Penghasilan Pajak (Rp) /03/2010 Jasa lain % /03/2010 Jasa lain % /03/2010 Jasa manajemen % /03/2010 Jasa lain % /03/2010 Jasa lain % /03/2010 Jasa konsultan % /03/2010 Jasa konsultan % /03/2010 Jasa konsultan % /03/2010 Jasa konsultan % /03/2010 Jasa konsultan % Tabel IV.29 Pemotongan Pajak Atas Bunga Bulan Maret /03/ % /03/ % Pada tanggal 4 maret 2010 di bagian bunga di daftar bukti potong, Perum Perumnas menyebutkan bertransaksi dengan perusahaan dengan Namun di dalam bukti potong per perusahaan, Perum Perumnas bertransaksi dengan perusahaan ber

14 Tabel IV.30 Pemotongan Pajak Atas Sewa Bulan Maret /03/ % /03/ % d. April 2010 Tabel IV.31 Pemotongan Pajak Atas Jasa Konsultan Bulan April /04/ % /04/ % /04/ % /04/ % /04/ % /04/ % /04/ % Tabel IV.32 Pemotongan Pajak Atas Bunga Bulan April /04/ %

15 e. Mei 2010 Tabel IV.33 Pemotongan Pajak Atas Jasa Bulan Mei 2010 Jumlah Tanggal Jenis Objek Pajak Dipotong Pemotongan Penghasilan (Rp) (Rp) /05/2010 Konsultan % /05/2010 Lainnya % Tabel IV.34 Pemotongan Pajak Atas Sewa Bulan Mei /05/ % Bukti potong yang dapat digunakan sebagai bukti atas pemotongan pajak ini tidak ditemukan oleh penulis. f. Juni 2010 Tabel IV.35 Pemotongan Pajak Atas Jasa Konsultan Bulan Juni 2010 Tanggal Pemotongan Jumlah Objek Pajak (Rp) /06/ % /06/ % Tabel IV.36 Pemotongan Pajak Atas Bunga Bulan Juni /06/ % /06/ %

16 g. Juli 2010 Tabel IV.37 Pemotongan Pajak Atas Jasa Konsultan Bulan Juli /07/ % /07/ % /07/ % /07/ % Tabel IV.38 Pemotongan Pajak Atas Bunga Bulan Juli /07/ % /07/ % Tabel IV.39 Pemotongan Pajak Atas Sewa Bulan Juli /07/ % /07/ % h. Agusutus 2010 Tabel IV.40 Pemotongan Pajak Atas Jasa Bulan Agustus 2010 Tanggal Jenis Jumlah Objek Pemotongan Penghasilan Pajak (Rp) /08/2010 Konsultan % /08/2010 Konsultan % /08/2010 Aktuaris %

17 Tabel IV.41 Pemotongan Pajak Atas Sewa Bulan Agustus /08/ % /08/ % /08/ % Pada bulan ini pemotongan sebesar Rp tidak ditemukan bukti pemotongannya sebagai bukti pendukung. i. September 2010 Tabel IV.42 Pemotongan Pajak Atas Jasa Bulan September 2010 Tanggal Jenis Jumlah Objek Pemotongan Penghasilan Pajak (Rp) /09/2010 Manajemen % /09/2010 Konsultan % Tabel IV.43 Pemotongan Pajak Atas Bunga Bulan September /09/ % j. Oktober 2010 Tabel IV.44 Pemotongan Pajak Atas Jasa Manajemen Bulan Oktober /01/ %

18 k. November 2010 Tabel IV.45 Pemotongan Pajak Atas Jasa Bulan November 2010 Tanggal Jenis Jumlah Objek Pemotongan Penghasilan Pajak (Rp) /11/2010 Lain % /11/2010 Konsultan % /11/2010 Konsultan % l. Desember 2010 IV.46 Pemotongan Pajak Atas Jasa Bulan Desember 2010 Tanggal Jenis Jumlah Objek Pemotongan Penghasilan Pajak (Rp) /12/2010 Manajemen % 927, /12/2010 Manajemen % /12/2010 Manajemen % /12/2010 Manajemen % /12/2010 Manajemen % /12/2010 Manajemen % /12/2010 Konsultan % /12/2010 Lainnya % Tabel IV.47 Pemotongan Pajak Atas Bunga Bulan Desember /12/ %

19 IV.1.3. Pengidentifikasian Transaksi PPh Pasal 23 pada Perum Perumnas Tahun 2011 Ini adalah tahun terakhir dari identifikasi tranasaksi pemotongan PPh pasal 23. Pada tahun ini, jenis pemotongan pajak perusahaan masih didominasi oleh Jasa. Berikut ini adalah adalah jenis pemotongan pajak yang diakukan oleh perusahaan sepanjang tahun 2011: a. Januari 2011 Tabel IV.48 Pemotongan Pajak Atas Jasa Bulan Januari 2011 Jumlah Tanggal Jenis Objek Pajak Pemotongan Penghasilan (Rp) /01/2011 Keagenan % &/perantara /01/2011 Manajemen % /01/2011 Manajemen % /01/2011 Perantara &/keagenan % Tabel. IV.49 Pemotongan Pajak Atas Sewa Bulan Januari /01/ % /01/ %

20 b. Februari 2011 Tabel IV.50 Pemotongan Pajak Atas Jasa Manajemen Bulan Februari /02/ % /02/ % c. Maret 2011 Tabel IV.51 Pemotongan Pajak Atas Jasa Bulan Maret 2011 Tanggal Jenis Jumlah Objek Pemotongan Penghasilan Pajak (Rp) /03/2011 Manajemen % /03/2011 Aktuaris % /03/2011 Perantara % &/keagenan /03/2011 Manajemen % Daftar Pemotongan pajak atas jasa ini merupakan data dari pembetulan ke 1 Surat Pemberitahuan (SPT) Perum Perumnas. Dalam SPT sebelumnya, transaksi atas WP dengan dengan PPh Pasal 23 yang dipotong sebesar Rp

21 d. April 2011 Tabel IV.52 Pemotongan Pajak Atas Jasa Bulan April 2011 Tanggal Jenis Jumlah Objek Pemotongan Penghasilan Pajak (Rp) /04/2011 Manajemen % /04/2011 Akuntansi, % pembukuan & atestasi /04/2011 Perantara & % keagenan /04/2011 Perantara & keagenan % e. Mei 2011 Tabel IV.53 Pemotongan Pajak Atas Jasa Lainnya (Jasa Perantara dan Keagenan) Bulan Mei /05/ % Dalam bulan Mei ini ditemukan dua buah Surat Pemberitahuan (SPT) dan Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan dengan nominal yg berbeda namun sama-sama masih berhubungan dengan Jasa. 57

22 Tabel IV.54 Pemotongan Pajak Atas Jasa Bulan Mei 2011 Tanggal Jenis Jumlah Objek Pemotongan Penghasilan Pajak (Rp) /05/2011 Konsultan % /05/2011 Manajemen % /05/2011 Manajemen % f. Juni 2011 Tabel IV.55 Pemotongan Pajak Atas Jasa Manajemen Bulan Juni 2011 Tanggal Pemotongan Jumlah Objek Pajak (Rp) /06/ % /06/ % /06/ % Pada bulan ini ditemukan transaksi yang tidak masuk ke dalam SPT ataupun Daftar Bukti Potong dengan Wajib Pajak ber atas Jasa Lainnya dengan rincian: Jasa Lain: PPh dipotong Perantara dan/ keagenan % Dan pada transaksi senilai Rp , bukti potongnya tidak ditemukan. 58

23 g. Juli 2011 Tabel IV.56 Pemotongan Pajak Atas Jasa Manajemen Bulan Juli /07/ % /07/ % /07/ % /07/ % /07/ % Tabel IV.57 Pemotongan Pajak Atas Sewa Bulan Juli /07/ % h. Agustus 2011 Tabel IV.58 Pemotongan Pajak Atas Jasa Bulan Agustus 2011 Jumlah Tanggal Jenis Objek Pajak Dipotong Pemotongan Penghasilan (Rp) (Rp) /08/2011 Manajemen % /08/2011 Perantara & % keagenan /08/2011 Manajemen %

24 i. September 2011 Surat Pemberitahuan (SPT), Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23, dan Surat Setoran Pajak (SSP) tidak ditemukan pada bulan September Tahun 2011 ini. j. Oktober 2011 Tabel IV.I.59 Pemotongan Pajak Atas Jasa Manajemen Bulan Oktober /10/ % /10/ % /10/ % k. November 2011 Tabel IV.60 Pemotongan Pajak Atas Jasa Manajemen Bulan November /11/ % Tabel IV.61 Pemotongan Pajak Atas Sewa Bulan November /11/ % /11/ % /11/ %

25 l. Desember 2011 Tabel IV.62 Pemotongan Pajak Atas Jasa Bulan Desember 2011 Tanggal Jenis Jumlah Objek Pemotongan Penghasilan Pajak (Rp) /12/2011 Konsultan % /12/2011 Konsultan % 09i\ /12/2011 Manajemen % /12/2011 Manajemen % /12/2011 Perantara & % keagenan /12/2011 Perantara & % keagenan /12/2011 Perantara & % keagenan /12/2011 Perantara & % keagenan /12/2011 Perantara & keagenan % IV.2. Evaluasi Penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 Perum Perumnas Tahun Dalam sub bab ini, penulis akan membahas mengenai evaluasi penerapan Pajak Penghasilan Pasal 23 dimulai dari tahun 2009 dan secara bertahap akan sampai pada tahun Dalam evaluasi ini penulis membahas sejauh mana penerapan Pajak Penghasilan 23 Perum Perumnas sudah sesuai atau belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 61

26 Dan sebagaimana disebutkan dalam subbab IV.I, dalam evaluasi ini akan disebutkan juga dampak atau akibat dari kelalaian yang dilakukan perusahaaan, seperti jenis pengenaan sanksi yang akan didapat oleh perusahaan. IV.2.1. Evaluasi Penerapan Pajak Penghassilan (PPh) Pasal 23 Perum Perumnas Tahun 2009 Evaluasi dimulai dari tahun 2009 ini, dengan memeriksa atau membandingkan Surat Pemberitahuan (SPT) dan Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal pemotongan dan pencatatan Terhitung sejak 1 Januari 2009, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 mengalami perubahan tarif. Dasar hukum perubahan tarif itu diatur dalam peraturan UU Nomor 36 Tahun 2008 dan 244/PMK.03/2008. Pada tahun ini penulis menemukan beberapa transaksi dalam daftar bukti potong yang masih menggunakan tarif Pajak Penghasilan (PPh) pasal 23 yang lama dan kesalahan penghitungan. Hal ini dapat dilihat pada: a. Januari 2009 Dalam bulan ini ditemukan beberapa kekeliruan: 1) Terdapat jenis pemotongan pajak terhadap jasa. Namun tarif yang digunakan tidak menggunkan tarif baru sebagaimana telah ditetapkan dalam UU Nomor 36 Tahun 2008 dan 244/PMK.03/2008 yang mulai digunakan mulai 1 Januari

27 sebesar 2% (dua persen) bukan 4,5% (empat koma lima persen) yang merupakan tarif pajak yang lama. Sebelum Evaluasi Jasa ,5% Jasa ,5% Jasa ,5% Jasa % Total Pemotongan Setelah Evaluasi Jasa % Jasa % Jasa % Jasa % Total Pemotongan Selisih Karena kesalahan dalam menggunakan tarif dan pengelompokan objek Pajak Penghasilan, Perum Perumnas mengalami kelebihan potong sebesar Rp Seharusnya sejak 1 Januari 2009 perusahaan sudah menggunakan tarif terbaru yang diatur UU Nomor 36 Tahun 2008 dan 244/PMK.03/2008, jadi tidak mengalami lebih potong. 2) Dalam bulan Januari ini juga ditemukan pemotongan atas Jasa konstruksi, jika Perum Perumnas menggunakan tarif lama, maka 63

28 seharusnya 4,5% (empat koma lima persen). Namun dalam pemotongan ini dikenakan tarif sebesar 3% (tiga persen). Pengenaan tarif 3% (tiga persen) terhadapa jasa konstruksi merupakan tarif dari PPh Pasal 4 ayat (2) atau final. Jadi, kesalahan pada bulan ini tidak hanya pada penggunaan tarifnya saja, tetapi juga pada pelaporannya. Seperti yang disebutkan diatas bahwa ada penggunaan tarif dari PPh Pasal 4 ayat (2) atau final, sebaiknya perusahaan melaporkan jasa kontstruksi tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2). Hal ini terjadi karena Perum Perumnas masih mengalami kebingunan dalam pengenaan pajak penghasilan atas jasa konstruksi ini karena masa transisi karena adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2009 yang merupakan Penyempurnaan dari PP nomor 51 Tahun Karena itu Perum Perumnas mengalami lebih potong sebesar Rp b. Februari 2009 Pada bulan ini kembali ditemukan kekeliruan dalam penggunaan tarif. Perusahaan kembali menggunakan tarif lama atas pemotongan jasa sebesar 4,5% (empat koma lima persen). Seharusnya perusahaan sudah menggunakan tarif baru yaitu 2% (dua persen). Yang dilaporkan perusahaan (sebelum evaluasi) Jasa ,5%

29 Jasa ,5% Jasa ,5% Total PPh di potong Setelah Evaluasi: Jasa % Jasa % Jasa % Total PPh di potong Selisih Dalam evaluasi tersebut diketahui bahwa perusahaan mengalami lebih potong sebesar Rp , hal ini terjadi dikarenakan kesalahan penggunaan tarif, karena seharusnya sejak 1 juanuari 2009 sudah menggunakan tarif terbaru yang diatur UU Nomor 36 Tahun 2008 dan 244/PMK.03/2008. c. Maret 2009 Dalam bulan ini juga ditemukan beberapa kekeliruan dalam penerapan tarif di Perum Perumnas: 1) yang digunakan sebagai pemotong pada transaksi sewa sebesar 1,5% (satu koma lima persen), sedangkan dalam tarif yang baru, tarif pemotongan atas sewa adalah 2% (dua persen). Sebelum Evaluasi Sewa ,5%

30 Sewa ,5% Sewa ,5% Total PPh yang dipotong Setelah Evaluasi Sewa % Sewa % Sewa % Total PPh yang dipotong Selisih ( ) Karena kesalah penggunaan tarif, maka Perum Perumnas terkena kurang potong sebesar Rp , karena kurang potong inilah perusahaan dapat dikenakan sanksi berupa: UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (2a) UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (3) UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (5) UU KUP No. 28 tahun 2007 Pasal 9 ayat (2a) UU KUP No. 28Tahun 2007 Pasal 13 Ayat (3) huruf b UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 13A UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 14 UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 38 UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 39 Huruf (i) 66

31 Tabel IV.63 Pengenaan Sanksi Pajak Bulan Maret 2009 Kurang Potong Sanksi Sanksi PPh Kurang Potong + Sanksi 2% Rp Rp % Rp Rp % Rp Rp % Rp Rp Rp % Rp Rp x kurang potong Rp Rp x kurang potong Rp Rp x kurang potong Rp Rp x kurang potong Rp Rp ) Pada saat melakukan pemotongan kepada perusahaan ber atas jasa konstruksi, Perum Perumnas menggunakan tarif yang sesuai dengan tarif pajak baru sebesar 2% (dua persen). Dan saat melakukan pemotongan atas jasa konstruksi pada perusahaan yang memiliki , Perum Perumnas mengenakan tarif pemotongan sebesar 4% (empat persen). d. April 2009 Berikut ini adalah beberapa kekeliruan yang ditemukan pada bulan april: 67

32 1) Jasa konstruksi menggunakan tarif 3% (tiga persen) yang merupakan tarif dari Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) tapi dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 23. Jasa konstruksi dengan nilai objek pajak Rp , 3%, dan PPh yang dipotong Rp bukan merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 23. 2) Dalam daftar bukti pemotongan ada Wajib Pajak dengan dikenakan tarif 5%, dalam bukti pemotongannya ditemukan bahwa Wajib Pajak tersebut dikenai PPh Pasal 21. Jadi jasa dengan nilai objek pajak sebesar Rp , tarif 5%, dan PPh yang dipotong sebesar Rp bukan merupakan objek pajak PPh 23. 3) jasa atas pemotongan terhadap Wajib Pajak ber adalah 1,5% (satu koma lima persen) seharusnya sudah menggunakan tarif baru sebesar 2% (dua persen). Dalam evaluasi, dengan mengganti jasa yang menggunakan tarif 1,5% (satu koma lima) menjadi 2% (dua persen), kemudian setelah Jasa konstruksi dihilangkan dan jasa yang merupakan PPh 21 tersebut juga dihilangkan maka perhitungan jasa pada bulan april: Sebelum Evaluasi Jasa konstruksi % Jasa ,5%

33 Jasa % Jasa % Total Pemotongan Setelah Evaluasi: Jasa % Jasa % Total Pemotongan Selisih Setelah dilakukan evaluasi pada bulan ini, ditemukan bahwa Perum Perumnas mengalami lebih potong sebesar Rp Namun mengalami kurang potong atas jasa karena kesalahn penggunaan tarif. Dari nilai objek potong sebesar Rp , tarif 1,5%, dan pemotongan PPh sebesar menjadi nilai objek pajak sebesar , tarif 2%, dan PPh yang dipotong sehingga ada selisih kurang potong sebesar Rp = ( ) Atas kurang potong tersebut Perum Perumnas bisa dikenakan sanksi sebagai berikut: UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (2a) UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (3) UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (5) UU KUP No. 28 tahun 2007 Pasal 9 ayat (2a) 69

34 UU KUP No. 28Tahun 2007 Pasal 13 Ayat (3) huruf b UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 13A UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 14 UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 38 UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 39 Huruf (i) Tabel IV.64 Pengenaan Sanksi Pajak Bulan April 2009 Kurang PPh kurang sanksi Sanksi potong potong + sanksi 2% Rp Rp % Rp Rp % Rp Rp % Rp Rp Rp % Rp Rp x kurang potong Rp Rp x kurang potong Rp Rp x kurang potong Rp Rp x kurang potong Rp Rp ) Adanya perbedaan jumlah PPh Pasal 23 yang dipotong pada Lembar Surat Pemberitahuan Masa dengan Daftar Bukti Pemotongan: Jumlah PPh yang dipotong dalam SPT Jumlah PPh yang dipotong dalam daftar bukti Selisih

35 Dalam hal ini walaupun ada selisih Rp , namun yang dibayarkan oleh Perum Perumnas yang tertera dalam Surat Setoran Pajak adalah yang disebutkan dalam SPT sebesar Rp e. Mei 2009 Pada bulan mei ini terdapat kekeliruan dalam tarif, ada pemotongan yang diakui sebagai jasa oleh Perum Perumnas dengan nilai objek pajak Rp dengan PPh yang dipotong sebesar Rp Setelah dilakukan perhitungan ternyata tarif yang digunakan adalah 15% (lima belas persen). Dalam Perum Perumnas ini biasanya tarif 15% biasanya dikenakan dari pembayaran bunga atas cicilan hutang. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata ada kesalahan dalam pencatatan, bahwa transaksi itu merupakan memang atas pembayaran cicilan hutang. Tetapi karena kurang ketelitian sehingga terjadi kekeliruan dalam pencatatannya. Untuk itu akan dilakukan evaluasi atas kesalahan tersebut Sebelum evaluasi Jasa % Setelah Evaluasi Bunga % Kesalahan yang dilakukan mengakibatkan lebih potong pada pemotongan atas jasa sebesar Rp dan kurang potong 71

36 pada pemotongan atas bunga sebesar Rp Karena kurang potong ini perusahaan bisa dikenakan sanksi berupa: UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (2a) UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (3) UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (5) UU KUP No. 28 tahun 2007 Pasal 9 ayat (2a) UU KUP No. 28Tahun 2007 Pasal 13 Ayat (3) huruf b UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 13A UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 14 UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 38 UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 39 Huruf (i) Tabel IV.65 Pengenaan Sanksi Pajak Bulan Mei 2009 Kurang PPh kurang sanksi Sanksi potong potong + sanksi 2% Rp Rp % Rp Rp % Rp Rp % Rp Rp Rp % Rp Rp x kurang potong Rp Rp x kurang potong Rp Rp x kurang potong Rp Rp x kurang potong Rp Rp

37 f. Juni 2009 Kesalahan yang terjadi pada bulan ini adalah salah perhitungan di dalam daftar bukti pemotongan. Objek pajak sebesar Rp di kenakan pemotongan atas sewa dengan tarif sebesar 2% seharusnya PPh yang dipotong adalah sebesar Rp , namun yang tertera dalam daftar bukti potong adalah sebesar Rp Dalam hal ini, penulis belum ditemukan adanya pembetulan yang dilakukan perusahaan. Sebelum evaluasi Jasa % Evaluasi Jasa % Selisih ( ) Dalam SPT pun ditemukan kesalahan penempatan antara jasa dan sewa yang posisinya terbalik. Kekeliruan ini bisa terjadi karena kurang teliti dalam pengisian SPT nya. Hal ini menyebabkan perusahaan terkena kurang potong sebesar Rp dan bisa dikenakan sanksi: UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (2a) UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (3) UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (5) UU KUP No. 28 tahun 2007 Pasal 9 ayat (2a) UU KUP No. 28Tahun 2007 Pasal 13 Ayat (3) huruf b 73

38 UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 13A UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 14 UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 38 UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 39 Huruf (i) Tabel IV.66 Pengenaan Sanksi Pajak Bulan Juni 2009 Kurang PPh kurang sanksi Sanksi potong potong + sanksi 2% Rp Rp % Rp Rp % Rp Rp % Rp Rp Rp % Rp Rp x kurang potong Rp Rp x kurang potong Rp Rp x kurang potong Rp Rp x kurang potong Rp Rp g. September 2009 Pada bulan ini terdapat kesalahan penggolongan pemotongan Pajak Penghasilan. Jasa konstruksi yang menggunakan tarif pemotongan PPh nya sebesar 3% (tiga persen) yang digunakan untuk pemotongan pada Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2). Jasa konstruksi dengan nilai objek pajak Rp dan PPh yang di potong sebesar Rp Karena kesalahan penggolongan tersebut, Perum Perumnas mengalami lebih potong sebesar Rp

39 Penulis kembali menggunakan daftar bukti potong dan bukti potong perperusahaan atau Wajib Pajak untuk mencocokkan apakah ada kesalahan dalam pencatatannya. Dalam tahun 2009 ini juga ditemukan kesalahan dalam pencatatan, nama perusahaan dan yang tertera dalam bukti pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dengan yang tertera dalam daftar bukti potongnya tidak sama, hal itu terjadi saat bulan november. Dalam daftar bukti potong, perusahaan dengan disebutkan melakukan transakasi dengan jumlah objek pajak sebesar Rp dan PPh yang di potong sebesar Rp Tetapi dalam bukti potong berbeda dengan yang tertulis dalam daftar bukti potong, dalam bukti potong itu perusahaan melakukan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dengan perusahaan ber Kelengkapan Data Dalam evaluasi ini, penulis juga menemukan beberapa masalah lagi selain dari penggunaan tarif pemotongan ataupun pencatatan. Hal itu adalah mengenai ketersediaan data atau administratif perusahaan. a. Pada bulan Juli tidak ditemukan Surat Pemberitahuan (SPT), Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan, dan Surat Setoran Pajak (SSP) meskipun di dalam arsip ada transaksi pemotongan Pajak Penghasilan Pada bulan Juli ini. b. Dalam bulan Agustus, pada daftar bukti Transaksi Pemotongan Pajak Penghasilan disebutkan ada pemotongan yang dilakukan perusahaan pada 75

40 tanggal 1 Juli 2009 yang dilaporkan pada bulan Agustus dengan Tetapi bukti transaksi pemotongan itu tidak dapat ditemukan. c. Pada bulan Desember dalam Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan ada transaksi pemotongan dengan perusahaan ber Namun bukti transaksi pemotongan tidak ditemukan. 3. Penyetoran dan Pelaporan Jatuh tempo penyetoran dan pelaporan Surat Pemberitahuan sudah diatur dalam, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 184/PMK.03/2007 yang berlaku mulai 1 Januari 2008 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran Dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, Dan Tata Cara Pengangsuran Dan Penundaan Pembayaran Pajak dan disebutkan dalam Pasal 2 ayat (6) yang menjelaskan bahwa PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dan mengenai pelaporan dijelaskan dalam Pasal 7 ayat (1) yang menjelasakan bahwa Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak tersendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh atau Pemungut PPN, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (11), ayat (12), ayat (13), dan ayat (15) wajib menyampaikan Surat 76

41 Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Peraturan ini berlaku mulai 1 Januari Penyetoran dan pelaporan PT. PP diperiksa berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Surat Setoran Pajak (SSP). Berikut ini adalah tabel perincian Penyetoran dan Pelaporan yang dilakukan oleh PT.PP selama tahun 2009: Tabel IV.67 Daftar Penyetoran dan Pelaporan Perum Perumnas Tahun 2009 Bulan PPh dipotong Penyetoran Pelaporan Keterangan Januari /2/2009 9/2/2009 Tepat Waktu Februari /3/2009 4/3/2009 Tepat Waktu Maret /4/2009 7/4/2009 Tepat Waktu April /5/ /5/2009 Tepat Waktu Mei /6/ /6/2009 Tepat Waktu Juni /7/ /7/2009 Tepat Waktu Juli Agustus /9/2009 8/9/2009 Tepat Waktu September /10/2009 8/10/2009 Tepat Waktu Oktober /11/2009 6/11/2009 Tepat Waktu November /12/2009 8/12/2009 Tepat Waktu Desember /1/2010 8/1/2010 Tepat Waktu Dalam hal pemotongan dan pelaporan, Perum Perumnas sudah mematuhi peraturan yang berlaku sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan 184/PMK.03/2007 pada Pasal 2 ayat(6) dan Pasal 7 ayat (1). Mereka tidak melakukan keterlambatan dalam penyetoran dan pelaporan Surat Pemberitahuan, baik yang disengaja maupun tidak 77

42 disengaja. Dengan tidak adanya keterlambatan dalam penyetoran dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ini maka Perum Perumnas akan terhindar dari sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp ,- (seratus ribu rupiah) berdasarkan dari Ketentuan Umum Perpajakan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 7 ayat (1). Tapi sangat disayangkan bahwa data untuk bulan Juli tidak ditemukan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ataupun Surat Setoran Pajak (SSP) nya. IV.2.2 Evaluasi Penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 Perum Perumnas Tahun 2010 Evaluasi masuk ke tahun 2010, penulis kembali membahas mengenai penerapan yang dilakukan Perum Perumnas apakah sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku atau belum sesuai. 1. Pemotongan dan Pencatatan Pada tahun 2010 ini penulis tidak menemukan adanya kesalahan dalam penggunaan tarif pemotongan yang dilakukan Perum Perumnas. Tahun ini Perum Perumnas melakukan pemotongan pajak sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008 dan 244/PMK.03/2008. Hal ini menunjukkan bahwa Perum Perumnas sudah memahami dan menjalankan peraturan pengenaan tarif dengan baik. Tapi masih ada kesalahan dalam penggolongan objek pajak PPh pasal 23 seperti pada: 78

43 a. Februari 2010 Perusahaan melakuan jasa konsultan dengan nilai obyek pajak sebesar dan PPh yang dipotong sebesar Rp Pemotongan ini ternyata dilakukan atas Wajib Pajak Orang Pribadi yang seharusnya merupakan objek pemotongan PPh pasal 21. Jasa Konsultan Jasa konsultan % Atas Kesalahan ini, perusahaan mengalami lebih potong sebesar Rp b. Maret 2010 Pada bukan ini juga ditemukan kesalahan penggolongan objek pemotongan PPh pasal 23 atas jasa konsultan, seharusnya pemotongan tersebut masuk kedalam objek pemotongan PPh pasal 21, karena transaksi dilakukan dengan Wajib Pajak Orang Pribadi. Jasa konsultan % c. Agustus 2010 Bulan ini kembali ditemukan kesalahan penggolongan objek pemotongan PPh Pasal 23. Perusahaan melakukan transaksi dengan Jasa Aktuaris yang merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi. Seharusnya transaksi ini masuk ke dalam Pemotongan PPh Pasal

44 Jasa Aktuaris % Karena kesalahan ini, perusahaan mengalami lebh potong pada bulan ini sebesar Rp Dalam pencatatan, masih ada kesalahan dalam nama dan dari Wajib Pajak. Seperti yang terjadi pada bulan maret, perusahaan dalam Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan 23 mencantumkan Wajib Pajak dengan suatu Yayasan kesejahteraan karyawan pada tanggal 4 Maret 2010 sebagai pihak yang dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Bunga dengan tarif sebesar 15%. Namun setelah dilakukan pemeriksaan dengan membandingkan bukti potong yang ada, Perum Perumnas melakukan kesalahan pencatatan dalam daftar bukti pemotongan pajaknya. Seharusnya yang dicatat adalah Wajib Pajak dengan , yaitu suatu Bank. 2. Kelengkapan Data Dari segi kelengkapan data seperti bukti-bukti pemotongan yang terjadi pada tahun 2011 pada Perum Perumnas ini tidak lengkap seluruhnya. Hal ini terlihat dibawah ini: a. Februari 2010 Pada bulan ini, terdapat pemotongan yang tercantum pada Daftar Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 dengan WP ber pada tanggal 25 februari 2010 atas sewa dengan tarif 2% dan PPh yang dipotong sebsear Rp Tapi bukti 80

45 transaksi pemotongannya tidak dapat ditemukan. Walau begitu penulis bisa mengatakan sebagai pemotongan pajak atas sewa karena ini adalah satu-satunya pemotongan atas sewa pada buan februari ini. Jadi mudah untuk mencocokannya. b. Maret 2010 Pada bulan ini ada dua pemotongan atas sewa pada tanggal yang sama yaitu 9 Maret 2010 dengan Wajib Pajak ber dengan tarif 2% dan PPh yang dipotong Rp dan Rp Namun bukti transaksi pemotongan tidak ditemukan. c. Mei 2010 Bulan ini ditemukan kembali pemotongan dalam Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan yang tidak ditemukan Bukti Pemotongannya. Yaitu pada tanggal 4 Mei 2010 dengan atas sewa dengan tarif 2% dan PPh yang dipotong d. Juli 2010 Pada bulan ini ada pemotongan atas sewa yang tercantum dalam Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan yang tidak ditemukan Bukti pemotongannya pada tanggal yang sama. Wajib Pajak dengan yang terjadi pada tanggal yang sama 15 Juli

46 terkena pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas sewa dengan tarif 2% dan Pajak Penghasilan (PPh) yang dipotong sebesar Rp dan Rp e. Agustus 2010 Bulan ini kembali ditemukan Bukti Pemotongan atas sewa dengan Wajib Pajak ber dengan tarif sebesar 2% dan Pajak Penghasilan (PPh) yang dipotong sebesar pada tanggal 2 Agustus Penyetoran dan Pelaporan Penentuan tanggal jatuh tempo Penyetoran Surat Pemberitahuan (SPT) yang diatur sebelumnya dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 yang berlaku mulai 1 Januari 2008, kini telah diubah menjadi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 yang berlaku tanggal 1 April Dalam peraturan baru ini, pasal 2 ayat (6) tidak mengalami perubahan jatuh tempo Penyetoran, yaitu Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Sedangkan untuk pelaporan tetap diatur dalam Pasal 7 ayat (1) yang berbunyi Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak sendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), 82

47 ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (11), dan ayat (12) wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Berikut ini penulis sampaikan tanggal Penyetoran dan Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Perum Perumnas dalam 1 tahun. Tabel IV.68 Daftar Penyetoran dan Pelaporan Perum Perumnas Tahun 2010 Bulan PPh dipotong Penyetoran Pelaporan Keterangan Januari /2/ /2/2010 Tepat Waktu Februari /3/2010 5/3/2010 Tepat Waktu Maret /4/2010 8/4/2010 Tepat Waktu April /5/2010 6/5/2010 Tepat Waktu Mei /6/ /6/2010 Tepat Waktu Juni /7/2010 7/7/2010 Tepat Waktu Juli /8/2010 9/8/2010 Tepat Waktu Agustus /9/2010 6/9/2010 Tepat Waktu September /10/ /10/2010 Tepat Waktu Oktober /11/2010 5/11/2010 Tepat Waktu November /12/2010 6/12/2010 Tepat Waktu Desember /1/ /1/2011 Tepat Waktu Dalam tahun ini Perum Perumnas terhindar dari dari sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp ,- (seratus ribu rupiah) berdasarkan dari Ketentuan Umum Perpajakan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 7 ayat (1). Berdasarkan tabel ini Perum Perumnas mentaati dan mematuhi peraturan peraturan yang ada dalam Penyetoran dan Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) nya, yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83

48 184/PMK.03/2007 yang berlaku mulai 1 Januari 2008 dan peraturan terbaru Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 yang berlaku tanggal 1 April IV.2.3 Evaluasi Penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 Perum Perumnas Tahun 2011 Ini adalah tahun ke 3 (tiga) dan merupakan tahun terakhir dari evaluasi atas Penerapan Pajak Penghasilan Pasal 23. Dalam tahun ini penulis kembali melakukan evaluasi Penerapan Pajak Penghasilan Pasal 23 yang dilakukan oleh Perum Perumnas apakah sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku atau belum sesuai. 1. Pemotongan dan Pencatatan Tahun ini ditemukan adanya kekeliruan-kekeliruan pada bulan: a. Maret 2011 Pada bulam ini terdapat kekeliruan dalam penggolongan objek pemotongan PPh Pasal 23. Perusahaan melakukan pemotongan pajak jasa aktuaris, namun pemotongan pajak tersebut dilakukan dengan Wajib Pajak Orang Pribadi. Karena itu seharusnya masuk kedalam pemotongan objek Pajak Penghasilan pasal 21. Rinciannya adalah sebagai berikut, Jasa aktuaris % Karena kesalahan penggolongan ini perusahaan mengalami lebih potong sebesar Rp

EVALUASI ATAS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 TAHUN (STUDI KASUS PERUM PERUMNAS)

EVALUASI ATAS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 TAHUN (STUDI KASUS PERUM PERUMNAS) EVALUASI ATAS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 TAHUN 2009-2011 (STUDI KASUS PERUM PERUMNAS) Muhammad Akbar Reza BINUS UNIVERSITY, 081331538204, jigokusensei_bar@yahoo.com Fany Inasius, SE., MM., MBA.,

Lebih terperinci

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian BAB 4 Pembahasan Hasil Penelitian 4.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikomsumsi di dalam daerah

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis BAB IV PEMBAHASAN Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis melakukan pemeriksaan pajak dengan menguji dan memeriksa ketaatan perpajakan, serta kebenaran jumlah dalam SPT

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.42997/PP/M.XIII/99/2013. Tahun Pajak : 2010

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.42997/PP/M.XIII/99/2013. Tahun Pajak : 2010 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.42997/PP/M.XIII/99/2013 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2010 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah gugatan terhadap Keputusan Tergugat Nomor

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil identifikasi dan evaluasi atas pemotongan, penyetoran, dan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil identifikasi dan evaluasi atas pemotongan, penyetoran, dan BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 SIMPULAN Berdasarkan hasil identifikasi dan evaluasi atas pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 pada PT Bank CNT tbk dan peraturan perpajakan yang mendasarinya,

Lebih terperinci

RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA

RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA 1. Pembayaran atau Penyetoran Pajak yang Terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Masa yang Dilakukan Setelah Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran atau Penyetoran Pajak

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23 PT. AMK merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa ekspor impor barang. Kewajiban perpajakan PT.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang yakni barang IT yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA

ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA Wilianto Taufik, Yunita Anwar Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No.9 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat 11480 Phone

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PEMOTONGAN DAN PENYETORAN SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 26 TAHUN (STUDI KASUS: PERUM PERURI)

ANALISIS PENERAPAN PEMOTONGAN DAN PENYETORAN SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 26 TAHUN (STUDI KASUS: PERUM PERURI) ANALISIS PENERAPAN PEMOTONGAN DAN PENYETORAN SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 26 TAHUN 2010-2012 (STUDI KASUS: PERUM PERURI) Anggraini Larasati, Hanggoro Pamungkas Universitas Bina

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. Biotek Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang farmasi (obatobatan hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan tol.

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan tol. BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT.DDT merupakan perusahaan yang bergerak dibidang alat berat yang menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Penghitungan Pajak yang Dilakukan oleh PT Semar Jaya Indah Tahun

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Penghitungan Pajak yang Dilakukan oleh PT Semar Jaya Indah Tahun BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Penghitungan Pajak yang Dilakukan oleh PT Semar Jaya Indah Tahun 2015 PT. Semar Jaya Indah salah satu klien Badan Usaha Kantor Konsultan Pajak Darriono Prajetno. PT. Semar Jaya Indah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dimana pendapatan terbesar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dimana pendapatan terbesar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dimana pendapatan terbesar berasal dari Pajak dengan presentase 74,6 % dalam APBN terakhir tahun 2016 (www.kemenkeu.go.id).

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Daftar Pajak Penghasilan Pasal 23 yang Dipotong PT.PLN (Persero) Area Garut Periode Tahun 2010

BAB IV ANALISIS. Daftar Pajak Penghasilan Pasal 23 yang Dipotong PT.PLN (Persero) Area Garut Periode Tahun 2010 BAB IV ANALISIS 4.1 Pelaksanaan Perhitungan, Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 atas Jasa Teknik pada PT PLN (Persero) Area Garut Sebelum membahas lebih lanjut mengenai

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT 4.2 Analisis Faktur Pajak

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT 4.2 Analisis Faktur Pajak BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT PT. TRT adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang produsen bahan kimia yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Bapak Joewono merupakan wajib pajak orang pribadi yang harus memenuhi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi.

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi. BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Perusahaan ini telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

Lebih terperinci

KEUANGAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

KEUANGAN UNIVERSITAS AIRLANGGA KEUANGAN UNIVERSITAS AIRLANGGA Ketentuan Perpajakan Universitas Airlangga NPWP 00.005.564.0-606.000 APBN 73.773.758.5-619.000 Dana Masyarakat BPPTN Badan Hukum WCU Jenis dan Tarif Pajak : Dana Masyarakat

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V BAB V BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V BAB V BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/ PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS

Lebih terperinci

No dan investasi Harta ke dalam wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan bagi Wajib Pajak yang tidak mengik

No dan investasi Harta ke dalam wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan bagi Wajib Pajak yang tidak mengik TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6120 KEUANGAN. PPH. Penghasilan. Diperlakukan. Dianggap. Harta Bersih. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 202) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1. Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam bidang nutrisi anak yang telah dikukuhkan pada tanggal

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan

2018, No Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan No.180, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. SPT. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 /PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 243/PMK.03/2014

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Pemotongan yang bersifat final Objek pemotongan (Pasal 2, PP Nomor 68 Tahun 2009) Pemotong (Pasal 1 angka 9, PP Nomor 68 Tahun 2009)

Pemotongan yang bersifat final Objek pemotongan (Pasal 2, PP Nomor 68 Tahun 2009) Pemotong (Pasal 1 angka 9, PP Nomor 68 Tahun 2009) PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA UANG PESANGON, UANG MANFAAT PENSIUN, TUNJANGAN HARI TUA, DAN JAMINAN HARI TUA YANG DIBAYARKAN SEKALIGUS Pemotongan yang bersifat final Objek pemotongan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN PEMERINTAH PADA PPPTMGB LEMIGAS. Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah di LEMIGAS

BAB 4 EVALUASI PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN PEMERINTAH PADA PPPTMGB LEMIGAS. Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah di LEMIGAS BAB 4 EVALUASI PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN PEMERINTAH PADA PPPTMGB LEMIGAS IV.1. Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah di LEMIGAS LEMIGAS merupakan Satuan Kerja yang melakukan pemungutan PPh Pasal

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh penghasilan. Tidak

BAB 4 PEMBAHASAN. atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh penghasilan. Tidak BAB 4 PEMBAHASAN Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh penghasilan. Tidak dipersoalkan apakah badan tersebut mengalami

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil review, pemenuhan kewajiban perpajakan PT XYZ dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a. Review dokumen perusahaan Dalam menjalankan kewajiban

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN TERTENTU BERUPA HARTA BERSIH YANG DIPERLAKUKAN ATAU DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bagian ini penulis akan mengamati kasus yang penulis dapatkan selama menjalankan Praktek Kerja Lapangan di KKP Anton dan Rekan yaitu tentang pemeriksaan pajak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN TERTENTU BERUPA HARTA BERSIH YANG DIPERLAKUKAN ATAU DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN DENGAN

Lebih terperinci

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP adalah sebagai berikut : 1. Menyampaikan Surat

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM. SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : Pasal 1 1. Wajib Pajak adalah

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 80/PMK.03/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 80/PMK.03/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 80/PMK.03/2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 184/PMK.03/2007 TENTANG PENENTUAN TANGGAL JATUH TEMPO

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Implementasi SKB CV. MMC Sehubungan dengan PP Nomor 46 Tahun 2013 CV. MMC merupakan perusahaan dalam bidang jasa konsultan bisnis yang berdiri pada tahun 2005. Perusahaan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPH. Pemotongan. Dibayarkan sekaligus.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPH. Pemotongan. Dibayarkan sekaligus. No.33, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPH. Pemotongan. Dibayarkan sekaligus. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/ Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/2014-00 Apa yang dimaksud Emas Perhiasan? Emas perhiasan adalah perhiasan dalam bentuk apapun yang bahannya sebagian atau seluruhnya dari

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka penulis membuat simpulan dari seluruh pembahasan yaitu sebagai

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka penulis membuat simpulan dari seluruh pembahasan yaitu sebagai BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Sebagai akhir dari pembahasan yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis membuat simpulan dari seluruh pembahasan yaitu sebagai berikut : a. Perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kebijakan Akuntansi Perusahaan. Dalam pelaksanaan kebijakan akuntansi yang mana diterapkan oleh perusahaan untuk mengetahui penentuan posisi keuangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan. Menurut Prof. Dr. H. Rachmat Soemitro, S.H yang dikutip dalam buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pasal 1 Undang-Undang No.16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pasal 1 Undang-Undang No.16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang No.16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang

Lebih terperinci

KUESIONER Responden yang Terhormat, Dalam usaha pengumpulan data yang diperlukan untuk menyelesaikan skripsi, maka penulis sangat menghargai jika Bapak/Ibu/Saudara/I bersedia meluangkan waktu untuk menyampaikan

Lebih terperinci

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DAN BATAS PEMBAYARAN PAJAK

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DAN BATAS PEMBAYARAN PAJAK SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DAN BATAS PEMBAYARAN PAJAK Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan PT IO merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang wajib menjalankan kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berdasarkan analisa dan penelitian

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG.

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG. PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG. 1 ALUR KUP WP SPT SKP Inkraacht 3 bulan (dikrim) Daftar Inkraacht Pemeriksaan Keberatan Inkraacht 5 tahun 3 bulan(dite rima)

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai merupakan salah satu perusahaan di Jakarta yang bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen dalam melakukan

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI ATAS KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN, PEMBETULAN SURAT PEMBERITAHUAN, DAN

Lebih terperinci

BAB IV. EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE

BAB IV. EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE BAB IV EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE IV.1. Evaluasi Jenis-jenis Biaya yang Terdapat dalam Laporan Keuangan Perusahaan Penulis

Lebih terperinci

1

1 0 1 2 3 4 SOAL TEORI KUP Menurut Pasal 1 UU KUP, Penelitian adalah serangkaian kegiatan menilai kelengkapan Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya, termasuk penilaian kebenaran penulisan dan perhitungannya.

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.GKS

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.GKS ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.GKS MELDA NOVITA Universitas Bina Nusantara, Jl. Kebon jeruk raya No.27, (021) 53696969, meldasinagas@gmail.com YUNITA ANWAR Universitas Bina Nusantara,

Lebih terperinci

tempat pembayaran pajak, dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur

tempat pembayaran pajak, dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur KEWAJIBAN PELAPORAN PAJAK BENDAHARAWAN BERPEDOMAN PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 DAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 80/PMK.03/2010 ATAUKAH PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 64/PMK.05/2013? Oleh:

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. PP (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. PT. PP (Persero) Tbk menyediakan berbagai jasa dan solusi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan

BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan BAB IV PEMBAHASAN Dalam evaluasi penerapan dan perbandingan Pajak Pertambahan Nilai sebelum dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan penelusuran atas laporan laba rugi, neraca,

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2010 TENTANG Menimbang: PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2010 TENTANG PELAKSANAAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU DIREKTUR JENDERAL PAJAK, bahwa

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN KETENTUAN MENGENAI SANKSI PERPAJAKAN DI INDONESIA

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN KETENTUAN MENGENAI SANKSI PERPAJAKAN DI INDONESIA BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN KETENTUAN MENGENAI SANKSI PERPAJAKAN DI INDONESIA 3.1. Gambaran Singkat Operasi Perusahaan Agar perencanaan pajak dapat dilakukan dengan baik dan dipahami oleh pihak-pihak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar

Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI ACCOUNT REPRESENTATIVE TINGKAT DASAR BAHAN AJAR Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar Oleh: T i m Widyaiswara Pusdiklat Pajak KEMENTERIAN KEUANGAN

Lebih terperinci

Definisi. SPT (Surat Pemberitahuan)

Definisi. SPT (Surat Pemberitahuan) Definisi SPT (Surat Pemberitahuan) Saiful Rahman Yuniarto adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak

Lebih terperinci

SPT (Surat Pemberitahuan) Saiful Rahman Yuniarto

SPT (Surat Pemberitahuan) Saiful Rahman Yuniarto SPT (Surat Pemberitahuan) Saiful Rahman Yuniarto Definisi adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Apabila membahas pengertian pajak banyak para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan pengertian mengenai pajak, diantaranya : Menurut Djajadiningrat dalam

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN.

BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN. BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN. 3.1 Teori Tentang Pajak 3.1.1 Definisi Pajak Secara umum pajak dapat diartikan

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT (2) ATAS PRODUK PT. BANK BNI PADA TAHUN 2010-

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT (2) ATAS PRODUK PT. BANK BNI PADA TAHUN 2010- ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT (2) ATAS PRODUK PT. BANK BNI PADA TAHUN 2010-2012 Arista Hapsari Ramadhani Jalan Kesehatan V/8 Bintaro, 081281818044, dhitahapsari@hotmail.com Liberti

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 85/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA OBLIGASI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 85/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA OBLIGASI PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 85/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA OBLIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk membiayai pengeluaran yang berkaitan dengan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk membiayai pengeluaran yang berkaitan dengan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Pajak merupakan sumber penerimaan negara

Lebih terperinci

Wajib Pajak mengubah data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak?

Wajib Pajak mengubah data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak? Wajib Pajak mengubah data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak? Pendahuluan Seorang teman bertanya kepada saya. Dapatkah Wajib Pajak mengubah data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak berlangsung?

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA UANG PESANGON, UANG MANFAAT PENSIUN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Membayar pajak adalah salah satu tahapan dalam siklus hak dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Membayar pajak adalah salah satu tahapan dalam siklus hak dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar bagi negara. Pajak juga disebut sumber penerimaan negara untuk pembiayaan pemerintah dan pembangunan di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA Tuan Marvelinus adalah salah satu klien dari Kantor Konsultan Pajak DRS S yang memiliki badan usaha yang dijalankan secara perseorangan ( Wajib Pajak Orang Pribadi )

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO)

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO) ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO) Nikhen Hendra Damayanti, Hery Gunawan Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No. 9, Kemanggisan,

Lebih terperinci

Dilarang memperbanyak MOJAKOE ini tanpa seizin SPA FEUI. Mojakoe dapat didownload di

Dilarang memperbanyak MOJAKOE ini tanpa seizin SPA FEUI. Mojakoe dapat didownload di 2 MOJAKOE Perpajakan Dilarang memperbanyak MOJAKOE ini tanpa seizin SPA FEUI. Mojakoe dapat didownload di www.spa-feui.com Official Learning Partner: OfficialMedia Partner: @spafeui SPA FEUI www.spa-feui.com

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Pembahasan Masalah. Tahun 2015 ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai

BAB III PEMBAHASAN. A. Pembahasan Masalah. Tahun 2015 ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai 44 44 BAB III PEMBAHASAN A. Pembahasan Masalah Tahun 2015 ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai Tahun Pembinaan Wajib Pajak (TPWP). Pihak-pihak atau objek yang dibina oleh DJP adalah kelompok

Lebih terperinci

: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap Surat

: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap Surat Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.611/PP/M.XB/99/215 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 212 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap Surat Keputusan Tergugat

Lebih terperinci

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP Pajak pada prinsipnya terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak, tetapi untuk kepentingan administrasi perpajakan

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. oleh pelanggan untuk di jadikan sepatu atau sandal.

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. oleh pelanggan untuk di jadikan sepatu atau sandal. BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1. Penyajian Data 4.1.1. Sejarah singkat perusahaan PT Cahaya Terang Abadi didirikan pada tanggal 30 November 2009 sampai dengan sekarang perusahaan ini bergerak dibidang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

SKEMA KEMUNGKINAN PENGEMBALIAN PAJAK

SKEMA KEMUNGKINAN PENGEMBALIAN PAJAK SKEMA KEMUNGKINAN PENGEMBALIAN PAJAK Berdasarkan litelatur perpajakan dan KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN yang saya baca, kemungkinan pengembalian pajak lebih banyak diberikan kepada wajib pajak secara perorangan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 187/PMK.03/2008 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 187/PMK.03/2008 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 187/PMK.03/2008 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, PELAPORAN, DAN PENATAUSAHAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI

Lebih terperinci

PPh Pasal 21. Maksud. Dasar Hukum. Objek Pemotongan Pemotong PPh Pasal 21. Bukan Pemotong PPh Pasal 21. Penerima Penghasilan

PPh Pasal 21. Maksud. Dasar Hukum. Objek Pemotongan Pemotong PPh Pasal 21. Bukan Pemotong PPh Pasal 21. Penerima Penghasilan Maksud Objek Pemotongan Pemotong PPh Pasal 21 Bukan Pemotong PPh Pasal 21 Penerima Penghasilan PPh Pasal 21 Pemotongan pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PENGERTIAN PAJAK Pengertian Pajak menurut Waluyo dan Ilyas adalah sebagai berikut : Pajak adalah iuran wajib kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang kepada wajib

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi.

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. Selain mendapat imbalan atas jasa pelaksanaan konstruksi yang diberikan, PT

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) Pajak Masukan adalah pajak yang harus dibayarkan oleh Pengusaha Kena Pajak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT BAB IV PEMBAHASAN Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II, penulis melakukan pemeriksaan pajak dengan menguji dan memeriksa ketaatan

Lebih terperinci

SURAT SETORAN PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SSP. 25 April STIE Widya Praja Tanah Grogot

SURAT SETORAN PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SSP. 25 April STIE Widya Praja Tanah Grogot STIE Widya Praja Tanah Grogot Tanggal Penerbitan 25 April 2016 Pertemuan SURAT SETORAN PAJAK Wajib Pajak dapat membayar pajak yang terutang dengan 2 (dua) cara, yaitu: 1. Dengan menggunakan Surat Setoran

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 2 September 2013 A. Umum SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan kehidupan suatu negara. Dalam Undang-undang

Lebih terperinci

2017, No tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tenta

2017, No tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tenta LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.202, 2017 KEUANGAN. PPH. Penghasilan. Diperlakukan. Dianggap. Harta Bersih. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6120) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bisa ditarik apa yang telah dibahas dan dianalisis oleh penulis dalam skripsi ini

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bisa ditarik apa yang telah dibahas dan dianalisis oleh penulis dalam skripsi ini 88 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan analisis pembahasan pada bab sebelumnya kesimpulan yang bisa ditarik apa yang telah dibahas dan dianalisis oleh penulis dalam skripsi ini adalah

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Setelah melakukan analisis penghitungan, pemotongan dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPH Pasal 21) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari transaksi-transaksi

Lebih terperinci