Judul : Makna Hidup Penyandang Cacat Tunanetra yang Berprofesi Sebagai Tukang Pijat. ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Judul : Makna Hidup Penyandang Cacat Tunanetra yang Berprofesi Sebagai Tukang Pijat. ABSTRAK"

Transkripsi

1 Judul : Makna Hidup Penyandang Cacat Tunanetra yang Berprofesi Sebagai Tukang Pijat. Nama/NPM : Endah Sri Wahyuni / Pembimbing : Dona Eka Putri, Psi., M.Psi. ABSTRAK Setiap manusia pasti menginginkan kondisi atau keadaan fisik yang normal. Namun kenyataan menjadi berbeda ketika terdapat keterbatasan fisik yang tidak dapat dihindari seperti keterbatasan dalam hal melihat atau sering disebut tunanetra. Mata adalah indera yang mempunyai peranan paling penting dibanding dengan indera lainnya karena selama mata terjaga maka dapat membantu manusia untuk beraktivitas. Terganggunya indera penglihatan seseorang akan kehilangan fungsi kemampuan visualnya untuk merekam objek dan peristiwa fisik yang ada dilingkungannya. Orang yang mengalami tunanetra tidak dapat menjalani kehidupan sesuai dengan keadaan lingkungan dan keinginan yang mereka harapkan termasuk dalam hal mencari pekerjaan. Sama halnya dengan orang normal, penyandang tunanetra juga memerlukan pekerjaan agar dapat melanjutkan kehidupan walaupun dengan segala keterbatasan yang dimiliki. Keinginan untuk dapat hidup mandiri adalah dambaan setiap manusia, begitu juga dengan penyandang tunanetra. Seorang tunanetra pun dapat menemukan makna hidup jika dalam hidupnya mampu menyikapi keterbatasannya. Hidup tetap memiliki makna dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan dan kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar, berharga, dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup. Setiap manusia selalu mendambakan hidupnya bermakna, dan selalu berusaha mencari dan menemukannya. Dari pemaparan di atas, maka timbul pertanyaan mengenai bagaimana gambaran makna hidup subjek yang berprofesi sebagai tukang pijat, mengapa gambaran makna hidup subjek seperti itu, dan bagaimana proses penemuan makna hidup subjek. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang gambaran makna hidup penyandang cacat tunanetra yang berprofesi sebagai tukang pijat, hal-hal yang menyebabkan subjek mempunyai gambaran makna hidup seperti itu dan untuk mengetahui proses yang dilalui subjek dalam hal penemuan makna hidupnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Data penelitian ini diperoleh dari dua subjek yang mengalami kebutaan (tunanetra) yang berprofesi sebagai tukang pijat dan merupakan alumni dari sebuah panti sosial bina netra (PSBN) dalam hal ini berasal dari PSBN Tan Miyat Departemen Sosial. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode wawancara dan observasi yang diterapkan pada subjek dan significant others. Dari hasil analisis data yang dilakukan, maka diperoleh kesimpulan bahwa penemuan makna hidup pada tiap individu berbeda-beda. Makna hidup juga harus dicari dan ditemukan sendiri. Kemudian yang menjadi alasan kedua subjek lebih memilih menjadi

2 tukang pijat adalah karena kedua subjek menganggap pekerjaan menjadi tukang pijat yang lebih dapat diandalkan daripada melakukan pekerjaan lain yang tidak baik seperti menjadi pengemis atau penipu. Selain itu, kedua subjek juga merasa dapat mengandalkan indera peraba karena indera peraba yang lebih peka dari indera yang lain. Dalam hidup, kedua subjek merasa hidupnya telah bermakna. Kedua subjek merasa hidupnya bermakna ketika kedua subjek merasa dibutuhkan orang lain dan dapat berguna bagi orang lain. Kedua subjek merasa dengan kecacatan yang mereka miliki mereka tidak menyusahkan orang lain dan dapat menghidupi diri sendiri dan keluarga dari hasil keringat sendiri sebagai tukang pijat bukan dari belas kasihan orang lain. Kedua subjek merasa berarti ketika mampu menolong orang dengan pijatannya sekaligus dapat mencari nafkah. Selain itu kedua subjek merasa bangga karena dengan kecacatan yang kedua subjek miliki tidak mampu menghalangi keduanya untuk terus berkarya dan bekerja. Kedua subjek mempunyai tujuan hidup yang sama yaitu ingin menjadi tukang pijat yang berhasil, membangun keluarga yang bahagia, dan tidak hidup bergantung pada orang lain. Kata kunci : Makna Hidup, Penyandang Tunanetra, Tukang Pijat. A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Seluruh manusia dimuka bumi ini mengharapkan kondisi atau keadaan fisik yang normal saat mereka dilahirkan. Namun kenyataan berkata lain, ketika terdapat keterbatasan fisik yang tidak dapat dihindari, seperti keterbatasan dalam hal melihat atau yang sering disebut tunanetra. Pengertian tunanetra dapat dilihat dari segi etimologi bahasa, tuna yang berarti rugi, dan netra yang berarti mata atau cacat mata (Soekini & Suharto,1977). Tunanetra dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor endogen maupun exogen. Faktor endogen adalah faktor yang erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan. Sedangkan faktor exogen adalah faktor dari luar, misalnya disebabkan oleh penyakit, seperti cataract, glaucoma maupun penyakit yang dapat menimbulkan ketunanetraan (Soekini & Suharto, 1977). Sedangkan menurut Soemantri (2006), pengertian tunanetra tidak saja hanya untuk mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tetapi terbatas sekali dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari, terutama dalam belajar. Sama halnya dengan orang normal, penyandang tunanetra juga memerlukan pekerjaan agar dapat melanjutkan kehidupan walaupun dengan segala keterbatasan yang dimiliki. Streers & Porter (dalam Sarah, 1998) berpendapat bahwa terdapat empat alasan yang menyebabkan seseorang bekerja, yaitu pertama karena bekerja merupakan sarana bagi manusia untuk saling bertukar ide atau gagasan, yang kedua karena bekerja secara umum memenuhi beberapa fungsi sosial antara lain tempat bekerja memberikan kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang baru dan membina persahabatan. Alasan ketiga adalah dengan bekerja seseorang mendapatkan status atau kedudukan dalam masyarakat

3 serta alasan yang terakhir dengan bekerja seseorang mendapatkan identitas, harga diri, aktualisasi diri, dan makna hidup. Seorang tunanetra yang bekerja bukanlah orang yang tidak tahu diri dengan keterbatasannya tetapi karena ia berusaha untuk mencari solusi untuk pemecahan masalah-masalah dalam hidupnya terutama masalah ekonomi. Hidup tetap memiliki makna dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan dan kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar, berharga, dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup. Setiap manusia selalu mendambakan hidupnya bermakna, dan selalu berusaha mencari dan menemukannya. Makna hidup apabila berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan ini berarti dan mereka yang berhasil menemukan dan mengembangkannya akan merasakan kebahagiaan sebagai ganjarannya sekaligus terhindar dari keputusasaan (Bastaman, 2007). Menurut Frankl (dalam Bastaman, 1996) makna hidup tidak dapat ditemukan pada situasi yang menyenangkan saja, tetapi juga dapat ditemukan dalam keadaan penderitaan yang paling buruk sekalipun. Frankl menyebut hal-hal yang dapat menimbulkan penderitaan sebagai The Human Tragic Triads of human existence, yakni ada tiga macam penderitaan yang sering ditemukan dalam kehidupan manusia. Tiga macam penderitaan tersebut diantaranya rasa sakit (pain), rasa bersalah (guilt), dan kematian (death). Frankl (dalam Bastaman, 1996) mengatakan bahwa hidup bisa dibuat bermakna melalui tiga jalan antara lain : (1) melalui apa yang dapat seseorang berikan kepada hidup (bekerja, karya kreatif), (2) melalui apa yang kita ambil dari hidup (menemui keindahan, kebenaran, dan cinta), dan (3) melalui sikap yang diberikan terhadap ketentuan atau nasib yang tidak dapat dirubah (penderitaan yang tidak dapat dihindari). Seorang tunanetra pun dapat menemukan makna hidup jika dalam hidupnya mampu menyikapi keterbatasannya. Selain itu fenomena penyandang tunanetra yang mencari pekerjaan melalui suara seperti menjadi pengamen pun sering terlihat di angkutan umum misalnya di kereta atau di bus kota. Penyandang tunanetra pun identik dengan pekerjaan sebagai tukang pijat atau nama lainnya maseur. Sebuah surat kabar ibukota memberitakan bahwa baru-baru ini para maseur atau tukang pijat mencatat rekor Muri yaitu 250 pemijat tunanetra berhasil memijat 2000 orang di 5 kota (Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya) atau sama dengan memijat 4000 kaki. Para pemijat tunanetra ini tergabung dalam sebuah yayasan Jarima (yayasan Jari Mantap) mengungkapkan bahwa rekor ini merupakan penghargaan kepada jasa pemijat tunanetra yang selama ini seolah tersisihkan oleh pijat-pijat lain yang tidak jelas. Dalam penelitian ini, peneliti akan memfokuskan pada penyandang cacat tunanetra yang berprofesi sebagai tukang pijat. Mengapa tukang pijat? Peneliti memilih objek penelitian ini karena melihat fenomena yang ada dimana biasanya penyandang tunanetra lebih memilih pekerjaan ini yang dianggap lebih baik dibanding menjadi pengemis. Sedangkan alasan peneliti menggunakan penyandang tunanetra sebagai objek penelitian karena biasanya penyandang tunanetra menggunakan kemampuan kepekaan indra peraba untuk menunjukkan keahliannya dalam memijat seseorang. Tak heran kebanyakan dari penyandang tunanetra memilih berprofesi sebagai tukang pijat. Selain itu alasan peneliti menggunakan penyandang tunanetra karena peneliti ingin melihat apakah dengan keterbatasan penglihatan yang dimiliki seorang tunanetra mampu atau

4 tidak mencapai makna dalam hidupnya agar menjadi diri yang mandiri tanpa bergantung kepada orang lain. Dengan tidak bergantung kepada orang lain, seorang tunanetra mampu menyikapi kekurangan dalam dirinya karena bagi manusia mata adalah indra yang paling utama dan merupakan cakrawala dunia, tanpa mata manusia kehilangan kesempatan merekam semua kejadiankejadian penting dalam hidupnya dan dengan mampu menyikapi hal ini dengan penuh kemandirian maka seorang tunanetra layak untuk terus melanjutkan kehidupannya walau tanpa mata sekalipun. Adapun karakteristik tukang pijat yang menjadi objek penelitian disini adalah individu dewasa, dimana salah satu cirri khas pada individu dewasa adalah keinginan dan perjuangannya untuk merasakan arti makna serta tujuan hidup (Corey, 1999). Melihat fenomena yang telah disebutkan diatas, peneliti ingin melihat apakah dengan bekerja sebagai tukang pijat seorang penyandang tunanetra dapat menemukan makna hidup yang sesungguhnya atau apakah para penyandang tunanetra sebenarnya hanya pasrah menerima nasib mereka hanya menjadi tukang pijat dengan keterbatasan yang ada. 2. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan terdahulu, maka permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran makna hidup penyandang cacat tunanetra yang berprofesi sebagai tukang pijat, mengapa gambaran makna hidup subjek seperti itu, dan bagaimana proses penemuan makna hidup subjek 3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang gambaran makna hidup penyandang cacat tunanetra yang berprofesi sebagai tukang pijat dan untuk mengetahui alasan mengapa gambaran makna hidup subjek dapat seperti itu serta untuk mengetahui proses yang dilalui subjek dalam hal penemuan makna hidupnya. 4. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis, penyandang cacat tunanetra memerlukan tambahan ilmu keterampilan selain memijat. Secara psikologis, penyandang cacat tunanetra membutuhkan dukungan baik dari keluarga maupun lingkungan agar dapat diakui keberadaannya. Penemuan makna hidup pada tiap individu berbeda-beda. Makna hidup juga harus dicari dan ditemukan sendiri. Penyandang cacat tunanetra juga membutuhkan dukungan dari lingkungan sekitar agar dapat mewujudkannya. Melalui pengakuan terhadap kemampuan memijat, kedua subjek merasa hidupnya telah bermakna karena bisa membantu orang lain dengan pijatannya dan dapat mencari nafkah sehingga hidup menjadi mandiri. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya terutama mengenai makna hidup penyandang cacat tunanetra. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti pada perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial mengenai gambaran makna hidup penyandang cacat tunanetra yang berprofesi sebagai tukang pijat. b. Manfaat Praktis proses penemuan makna hidup pada tiap individu berbeda-beda. Makna hidup harus dicari dan ditemukan sendiri. Penyandang cacat tunanetra harus mampu mengatasi keterbatasannya agar dapat hidup lebih bermakna. Dukungan dari lingkungan sangat membantu individu untuk bangkit agar terus berusaha membuat hidupnya bermakna apapun pekerjaanya. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat memberikan masukan berupa hasil kajian

5 mengenai makna hidup penyandang cacat tunanetra yang berprofesi sebagai tukang pijat dan agar dapat memberi informasi bagi penyandang tunanetra agar dalam hidupnya dapat menemukan makna hidup meskipun profesinya bukan menjadi tukang pijat. B. Tinjauan Pustaka 1. Makna Hidup a. Pengertian makna hidup Makna hidup adalah sesuatu yang khusus yang dianggap penting, serta bersifat personal bagi seseorang dalam usahanya menemukan tujuan hidup b. Sumber-sumber Makna Hidup Menurut Frankl (dalam Bastaman, 2007) tiga sumber makna hidup adalah : a. Nilai-nilai kreatif (creative values) Kegiatan berkarya, bekerja, mencipta serta melaksanakan tugas-tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Nilai kreatif dapat diraih melalui berbagai kegiatan. Pada dasarnya seorang bisa mengalami stres jika terlalu banyak beban pekerjaan. Namun, ternyata seseorang akan merasa hampa dan stres pula jika tidak ada kegiatan yang dilakukannya. Kegiatan yang dimaksud tidaklah semata-mata kegiatan mencari uang tetapi pekerjaan yang membuat seorang dapat merealisasikan potensipotensi sebagai sesuatu yang bisa dinilainya berharga bagi dirinya sendiri atau orang lain maupun kepada Tuhan. b. Nilai-nilai penghayatan (experiential values) Keyakinan dan penghayatan akan nilainilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan, dan keagamaan, serta cinta kasih. Menghayati dan meyakini suatu nilai dapat menjadikan seseorang berarti hidupnya. Nilai penghayatan menurut Frankl dapat dikatakan berbeda dari nilai kreatif karena cara memperoleh nilai penghayatan adalah dengan menerima apa yang ada dengan penuh pemaknaan dan penghayatan yang mendalam. Realisasi nilai penghayatan dapat dicapai dengan berbagai macam bentuk penghayatan terhadap keindahan, rasa cinta dan memahami suatu kebenaran. Makna hidup dapat diraih melalui berbagai momen maupun hanya dari sebuah momen tunggal yang sangat mengesankan bagi seseorang. c. Nilai-nilai bersikap (attitudinal values) Menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit yang tak dapat disembuhkan, kematian, dan menjelang kematian, setelah segala upaya dan ikhtiar dilakukan secara maksimal. Nilai terakhir adalah nilai bersikap. Nilai ini sering dianggap paling tinggi karena dalam menerima kehilangan kita terhadap kreativitas maupun kehilangan kesempatan untuk menerima cinta kasih, manusia tetap bisa mencapai makna hidupnya melalui penyikapan terhadap apa yang terjadi. Bahkan di dalam suatu musibah yang tak terelakan, seorang masih bisa menjadikannya suatu momen yang sangat bermakna dengan cara menyikapainya secara tepat. Dengan kata lain penderitaan yang dialami seseorang masih tetap dapat memberikan makna bagi dirinya. c. Karakteristik Makna Hidup Menurut Bastaman (1996) untuk mendapatkan gambaran tentang makna hidup maka perlu diungkapkan mengenai karakteristik makna hidup, yaitu : a. Unik dan personal Maksudnya apa yang dianggap berarti oleh seseorang belum tentu berarti bagi orang lain. Dalam hal ini makna hidup seseorang dan apa yang bermakna baginya biasanya bersifat khusus, berbeda dengan orang lain, dan mungkin dari waktu ke waktu berubah pula.

6 b. Spesifik dan konkrit Artinya makna hidup dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan nyata sehari-hari dan tidak selalu harus dikaitkan dengan tujuan-tujuan idealistis, prestasi-prestasi akademis yang tinggi, atau hasil renungan filosofis yang kreatif. c. Memberi pedoman dan arah Maksudnya makna hidup dapat memberikan pedoman dan arah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan sehingga makna hidup seakan-akan menantang (challenging) dan mengundang (inviting) seseorang untuk memenuhinya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukannya pun menjadi lebih terarah. d. Proses Penemuan Makna Hidup Bastaman (1996) mengemukakan bahwa dalam proses perubahan diri dari penghayatan hidup tak bermakna dapat di gambarkan tahapan-tahapan pengalaman tertentu. Hal ini hanya merupakan konstruksi teoritis yang dalam realita sebenarnya tidak selalu mengikuti urutan tersebut (untuk mempermudah pemahaman secara menyeluruh). Tahaptahap ini dapat digolongkan menjadi lima tahapan sebagai berikut : a. Tahap Derita (Peristiwa tragis, penghayatan tanpa makna) b. Tahap penerimaan diri (Pemahaman diri, pengubahan sikap) c. Tahap Penemuan makna hidup (Penemuan makna dan penentuan tujuan hidup) d. Tahap Realisasi makna (Keterikatan diri, kegiatan terarah dan pemenuhan makna hidup) e. Tahap Kehidupan bermakna (Penghayatan bermakna, kebahagiaan) Peristiwa tragis yang membawa kepada kondisi hidup tak bermakna dapat menimbulkan kesadaran diri (self insight) dalam diri individu akan keadaan dirinya dan membantunya untuk mengubah kondisi diri menjadi lebih baik lagi. 2. Tunanetra a. Pengertian Tunanetra Tunanetra yaitu tidak hanya untuk mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tetapi terbatas dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup, dimana indera tersebut berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari. b. Faktor - faktor Penyebab Ketunanetraan Menurut Soemantri (2006) ketunanetraan dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu : a. Faktor dari dalam (internal) Faktor yang erat hubungannya dengan keadaan bayi selama masih dalam kandungan. Kemungkinan karena faktor gen (sifat pembawa keturunan), kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan obat dan sebagainya. b. Faktor dari luar (eksternal) Faktor-faktor yang terjadi pada saat atau sesudah bayi dilahirkan. Misalnya kecelakaan, terkena penyakit yang mengenai mata saat dilahirkan, pengaruh alat medis (tang) saat melahirkan sehingga sistem persyarafan rusak, kurang gizi, terkena racun dan virus. Menurut Soekini & Suharto (1977) faktor-faktor ketunanetraan tidak jauh berbeda dengan yang telah dikemukakan oleh Soemantri (2006). Faktor-faktor tersebut adalah faktor endogen dan faktor exogen. Faktor endogen yaitu faktor yang erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan. Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan ini, dapat dilihat pada sifat-sifat keturunan yang mempunyai hubungan pada garis lurus, silsilah dan hubungan sedarah.

7 Misalnya pada perkawinan orang bersaudara. Sedangkan faktor exogen adalah yang berasal dari luar misalnya disebabkan oleh penyakit seperti katarak, glukoma, dan penyakit yang menyebabkan ketunanetraan. Faktor exogen lainnya ialah disebabkan oleh kecelakaan, yang berlangsung dan tidak langsung mengenai bola mata misalnya kecelakaan karena kemasukan benda keras, benda tajam atau cairan yang berbahaya. c. Klarifikasi Tunanetra Tunanetra dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu (Soemantri, 2006) : a. Buta Seseorang dapat dikatakan buta jika seseorang tersebut sama sekali tidak mampu menerima rangsang cahaya dari luar (visusnya = 0). b. Low Vision Individu dapat dikatakan low vision apabila masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi ketajamannya lebih dari 6/21 atau jarak individu tersebut hanya mampu membaca headline atau judul pada surat kabar. Menurut Slayton French (dalam Soekini & Suharto, 1977) menggolongkan para penderita tunanetra sebagai berikut : a. Buta total, ialah mereka yang sama sekali tidak dapat membedakan antara gelap dan terang karena memiliki indera penglihatan yang rusak. b. Penderita tunanetra yang masih sanggup membedakan antara gelap dan terang. c. Penderita tunanetra yang masih dapat membedakan antara gelap dan terang serta warna. d. Penderita tunanetra yang kekurangan daya penglihatannya, mereka dapat diberi pertolongan dengan menggunakan kaca mata. e. Buta warna, yaitu mereka yang mengalami gangguan penglihatan dalam hal membedakan warna. 3. Makna Hidup Penyandang Cacat Tunanetra Yang Berprofesi Sebagai Tukang Pijat Setiap manusia menginginkan dirinya terlahir sempurna. Namun kenyataan tak selalu sejalan dengan keinginan, ketika terdapat keterbatasan dalam diri yang tidak dapat dihindari maka seseorang dituntut agar dapat menentukan jalan nasibnya sendiri. Seorang tunanetra dapat menemukan makna hidup jika dalam hidupnya ia mampu menyikapi keterbatasannya. Bastaman (2007) berpendapat bahwa setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengambil sikap terhadap penderitaan dan peristiwa tragis yang tidak dapat dielakkan lagi yang menimpa diri dengan mengubah sikap atas keadaan itu agar tidak terhanyut secara negatif oleh keadaan tersebut. Seorang tunanetra dituntut untuk dapat menyikapi keadaannya tanpa menggantungkan diri kepada orang lain. Seorang tunanetra dituntut agar dapat mandiri menghadapi kehidupannya. Salah satunya dengan bekerja. Ketika seorang tunanetra memutuskan untuk bekerja, akan muncul banyak hambatan dikarenakan keterbatasannya dalam melihat. Hal ini yang menyebabkan stereotipe pada sejumlah penyandang tunanetra untuk bekerja sebagai pengemis, karena mereka berpikir orang lain akan merasa kasihan melihat mereka. Namun bagi sejumlah penyandang tunanetra yang dalam hidupnya tidak ingin menggantungkan diri kepada orang lain akan berusaha menempuh segala cara agar hidupnya lebih berguna. Salah

8 satunya dengan mengikuti pelatihan yang ada di panti-panti sosial. Ketika mereka memutuskan untuk bergabung dalam suatu lingkungan panti maka mereka termasuk orang-orang yang mampu menyikapi keterbatasannya dengan halhal yang positif agar tujuan hidupnya dapat terpenuhi. Dalam penelitian ini, peneliti akan memfokuskan pada penyandang cacat tunanetra yang berprofesi sebagai tukang pijat. Peneliti memilih objek penelitian ini karena melihat fenomena yang ada dimana biasanya penyandang tunanetra lebih memilih pekerjaan ini yang dianggap lebih baik dibanding menjadi pengemis dan berbicara mengenai kepekaan indra peraba, penyandang tunanetra biasanya menggunakan kemampuan indra ini untuk menunjukkan keahliannya dalam memijat seseorang. Tak heran kebanyakan dari penyandang tunanetra memilih berprofesi sebagai tukang pijat. Selain itu alasan peneliti menggunakan penyandang cacat tunanetra karena peneliti ingin melihat apakah dengan keterbatasan penglihatan yang dimiliki seorang tunanetra mampu atau tidak mencapai makna dalam hidupnya agar menjadi diri yang mandiri tanpa bergantung kepada orang lain. Karakteristik tukang pijat netra yang menjadi objek penelitian adalah individu dewasa yang menjadi tukang pijat setelah mengikuti pelatihan pada sebuah panti sosial yang membuka pelatihan kerja bagi penyandang cacat tunanetra, dalam hal ini peneliti akan mengambil objek penelitian yang berasal dari panti sosial Bina Netra Tan Miyat dibawah asuhan Departemen Sosial RI. Sedangkan karakteristik penyandang tunanetra yang menjadi objek penelitian adalah tunanetra yang tergolong low vision. Adapun karakteristik tukang pijat yang menjadi objek penelitian disini adalah individu dewasa, dimana salah satu cirri khas pada individu dewasa adalah keinginan dan perjuangannya untuk merasakan arti makna serta tujuan hidup (Corey, 1999). C. Metode Penelitian 1. Pendekatan Kualitatif Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, dimana peneliti bertujuan agar mendapatkan pemahaman yang mendalam dari masalah yang peneliti teliti dan memberikan gambaran melalui pengamatan yang dilakukan dalam latar (setting) yang alamiah (naturalistic) bukan hasil perlakuan (treatment) atau manipulasi variabel yang dilibatkan. 2. Subjek Penelitian Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah penyandang tunanetra dewasa yang tergolong low vision dan berprofesi sebagai tukang pijat setelah mengikuti pelatihan pada sebuah panti sosial yang membuka pelatihan kerja bagi penyandang cacat tunanetra, dalam hal ini peneliti akan mengambil objek penelitian yang berasal dari panti sosial Bina Netra Tan Miyat dibawah asuhan Departemen Sosial RI. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan dua orang subjek dengan dua orang significant others untuk tiap subjeknya 3. Tahap-tahap Persiapan a. Tahap Persiapan, peneliti membuat pedoman wawancara dan pedoman observasi yang disusun berdasarkan beberapa teori yang relevan dengan masalah. Selanjutnya peneliti akan mencari calon subjek dengan karakteristik sebagaimana telah disebutkan dalam subjek penelitian. Setiap perkembangan dilaporkan dan dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. b. Tahap pelaksanaan, Peneliti terjun langsung ke lapangan untuk melakukan observasi dan wawancara secara terpisah. Setelah itu, peneliti memindahkan hasil rekaman berdasarkan wawancara dan hasil observasi ke dalam bentuk verbatim tertulis, kemudian peneliti melakukan analisis data dan interpretasi data sesuai

9 dengan langkah-langkah yang dijabarkan pada bagian teknik analisis data. Terakhir peneliti membuat diskusi dan kesimpulan dari seluruh hasil penelitian. 4. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang terbuka dan luwes, metode dan tipe pengumpulan data dalam penelitian kualitatif sangat beragam, disesuaikan dengan masalah, tujuan penelitian, serta sifat objek yang diteliti. Dalam penelitian ini observasi yang dilaksanakan oleh peneliti adalah pengamatan tidak berperan serta atau non partisipan, karena peneliti tidak terlibat secara langsung dengan aktivitas subjek, peneliti hanya mengamati sesuai waktu yang telah ditentukan atau yang telah dibuat peneliti dengan kesepakatan subjek. Meskipun demikian, informasi atau data yang diperoleh tetap memenuhi kriteria atau standar yang diinginkan. Sedangkan pendekatan wawancara dengan pedoman umum, Hal ini akan memungkinkan peneliti untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sangat umum, yang mencantumkan isuisu yang harus diliputi tanpa mencantumkan urutan pertanyaan. Peneliti juga mengembangkan pedoman wawancara berdasarkan kondisi di lapangan, hal ini dilakukan agar lebih efektif dalam menggali informasi yang diperlukan. dengan kesepakatan subjek. 5. Alat Bantu yang Digunakan dalam Penelitian Dalam penelitian, informasi atau data yang dibutuhkan bisa dalam bentuk verbal dan non verbal. Oleh sebab itu dalam melakukan observasi dan wawancara peneliti memerlukan beberapa alat bantu yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mempermudah proses jalannya suatu penelitian. Beberapa sarana atau instrumen yang digunakan adalah menggunakan media perekam suara, catatan atau tulisan tangan, pedoman wawancara, dan pedoman observasi. c. Keakuratan Penelitian Untuk mencapai keakuratan dalam suatu penelitian dengan metode kualitatif, ada beberapa teknik yang digunakan dan salah satu teknik tersebut adalah triangulasi. Triangulasi adalah suatu teknik pemeriksaan keakuratan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi dapat dibedakan menjadi emapat macam yaitu triangulasi data, pengamat, teori, dan metodologis. 7. Teknik Analisa Data Data yang diperoleh akan di analisa dengan menggunakan teknik analisa data kualitatif. Adapun tahapan tersebut adalah mengorganisasikan data,mengelompokkan data, analisis kasus, dan menguji asumsi. D. Hasil dan Analisis 1. Hasil Wawancara dan Observasi a. Gambaran umum subjek Subjek pertama adalah pria berusia 26 tahun dengan tinggi badan kira-kira 160 cm. Subjek memiliki kulit sawo matang dan berambut pendek ikal. Keadaan mata subjek terlihat di kedua bola matanya seperti tertutup semacam selaput putih dan selama proses observasi wawancara berlangsung posisi duduk subjek selalu sama yaitu duduk menyamping dari peneliti atau posisi duduk subjek seperti menyodorkan telinganya karena menurut subjek posisi duduk seperti ini memungkinkan subjek dapat berkonsentrasi menjawab pertanyaan karena dapat dengan jelas mendengarkan suara peneliti. Subjek kedua adalah Subjek adalah pria yang berusia 40 tahun dengan tinggi badan kira-kira 170 cm. Subjek memiliki kulit sawo matang dan berambut hitam pendek. Keadaan mata subjek terlihat

10 seperti orang normal tidak tampak subjek adalah seorang tuna netra. Kebutaan kedua subjek didapat dengan cara berbeda, subjek pertama buta sejak kecil dikarenakan sakit panas yang sangat tinggi sedangkan subjek kedua buta dari usia 27 tahun. Sehingga subjek kedua sama sekali tidak terlihat seperti penyandang cacat netra karena apabila sedang berbicara dengan orang lain pun posisinya tetap berhadapan dengan lawan bicaranya seperti halnya yang dilakukan oleh orang normal. b. Pembahasan 1. Mengapa subjek lebih memilih menjadi tukang pijat? Pada kasus kedua subjek mengenai latar belakang subjek lebih memilih menjadi tukang pijat dibanding pekerjaan lain, kedua subjek memilih pekerjaan sebagai tukang pijat yaitu karena hanya menjadi tukang pijat yang lebih dapat diandalkan daripada melakukan pekerjaan lain yang tidak baik seperti menjadi pengemis. Motivasi subjek 1 dan subjek 2 pun terdapat kesamaan yaitu merasa termotivasi karena dapat mencari nafkah sekaligus menolong orang yang memerlukan pijatan subjek. Streers & Porter (dalam Sarah, 1998) berpendapat bahwa terdapat empat alasan yang menyebabkan seseorang bekerja, yaitu pertama karena bekerja merupakan sarana bagi manusia untuk saling bertukar ide atau gagasan, yang kedua karena bekerja secara umum memenuhi beberapa fungsi sosial antara lain tempat bekerja memberikan kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang baru dan membina persahabatan. Alasan ketiga adalah dengan bekerja seseorang mendapatkan status atau kedudukan dalam masyarakat serta yang terakhir dengan bekerja seseorang mendapatkan identitas, harga diri, aktualisasi diri, dan makna hidup. Kedua subjek mempunyai alasan lebih memilih menjadi tukang pijat karena kedua subjek beranggapan hanya pekerjaan menjadi tukang pijat yang cocok dengan keadaan subjek saat ini. Selain subjek dapat mencari nafkah, dengan memijat subjek juga dapat bersosialisasi lebih luas dengan masyarakat baik sesama penyandang cacat maupun dengan orang normal. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kedua subjek memilih menjadi tukang pijat karena tukang pijat dianggap oleh kedua subjek sebagai pekerjaan yang paling cocok dan dapat diandalkan untuk mencari nafkah daripada melakukan pekerjaan tidak baik seperti menjadi pengemis atau penipu. 2. Bagaimanakah gambaran makna hidup penyandang cacat tunanetra yang berprofesi sebagai tukang pijat? a. Unik dan personal Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 mengenai karakteristik unik dan personal. Kedua subjek berupaya terus berkarya walaupun kedua subjek mengalami kebutaan. Setelah kedua subjek mempunyai keterampilan memijat, subjek mempunyai keinginan untuk berusaha sendiri agar dapat menghidupi diri sendiri dan keluarganya. Selain itu kedua subjek mengalami perubahan setelah mengalami cacat dan masuk panti bina netra. Dari perubahan emosi sampai penyesuaian terhadap dunia cacat. Frankl (dalam Bastaman, 1996) mengatakan bahwa hidup bisa dibuat bermakna melalui tiga jalan antara lain : (1) melalui apa yang dapat seseorang berikan kepada hidup (bekerja, karya kreatif), (2) melalui apa yang kita ambil dari hidup (menemui keindahan, kebenaran, dan cinta), dan (3) melalui sikap yang diberikan terhadap ketentuan atau nasib yang tidak dapat dirubah (penderitaan yang tidak dapat dihindari). Seorang tunanetra pun dapat menemukan makna hidup jika dalam hidupnya ia mampu menyikapi keterbatasannya. Kedua subjek menempuh jalan yang pertama yaitu melalui apa yang dapat seseorang berikan kepada hidup. Subjek 1 dan subjek 2

11 mewujudkannya dengan bekerja. Walaupun kedua subjek memiliki kecacatan tetapi kedua subjek masih mau berusaha dan tetap bersemangat mempelajari ilmu memijat dari awal. Menurut Bastaman (1996), karakteristik unik dan personal maksudnya adalah apa yang dianggap berarti oleh seseorang belum tentu berarti bagi orang lain. Dalam hal ini makna hidup seseorang dan apa yang bermakna baginya biasanya bersifat khusus, berbeda dengan orang lain, dan mungkin dari waktu ke waktu berubah pula. Bagi subjek 1, hal yang berarti bagi dirinya adalah dapat menghidupi diri sendiri dan keluarga dengan hasil keringat sendiri bukan dari hasil belas kasihan orang dan subjek menjalani segala sesuatu dengan penuh keyakinan. Sedangkan bagi subjek 2, dapat terus berkarya sesuai dengan pesan ayah subjek, adalah sesuatu yang berarti bagi subjek. Subjek berusaha bangkit ketika subjek mengalami kecacatan pada usia 27 tahun. Dari cita-cita menjadi pengacara terkenal sampai akhirnya subjek menjadi tukang pijat, semua subjek lakukan agar terus berkarya apapun dan siapapun subjek saat ini. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa masing-masing subjek mempunyai karakteristik unik dan personal pada diri subjek yaitu, pada subjek 1 keinginan untuk dapat menghidupi diri sendiri dan keluarga dengan hasil keringat sendiri bukan dari hasil belas kasihan orang dan subjek menjalani segala sesuatu dengan penuh keyakinan. Pada subjek 2, keinginan untuk terus berkarya apapun keadaan yang subjek dan siapapun subjek saat ini. b. Spesifik dan konkrit Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 mengenai karakteristik spesifik dan konkrit. Kedua subjek mengalami perubahan setelah masuk panti. Subjek 1 dapat beradaptasi dengan masyarakat dan subjek 2 menjadi lebih bisa mengendalikan emosinya. Kedua subjek merasa berarti ketika mampu menolong orang dengan pijatannya sekaligus dapat mencari nafkah. Kedua subjek juga mengatakan bahwa keputusan bergabung di panti bina netra adalah keputusan yang benar sehingga subjek bisa merancang masa depan dengan keterampilan yang subjek miliki. Sebelumnya tidak terpikir oleh kedua subjek kelak akan menjadi tukang pijat. Kedua subjek juga dalam memaknai sesuatu dari setiap peristiwa melalui perenungan. Menurut Frankl (dalam Bastaman, 2007) ada tiga sumber makna hidup, salah satunya yaitu nilainilai kreatif maksudnya kegiatan berkarya, bekerja, mencipta serta melaksanakan tugas-tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Nilai kreatif dapat diraih melalui berbagai kegiatan. Pada dasarnya seorang bisa mengalami stres jika terlalu banyak beban pekerjaan. Namun, ternyata seseorang akan merasa hampa dan stres pula jika tidak ada kegiatan yang dilakukannya. Kegiatan yang dimaksud tidaklah semata-mata kegiatan mencari uang tetapi pekerjaan yang membuat seorang dapat merealisasikan potensipotensi sebagai sesuatu yang bisa dinilainya berharga bagi dirinya sendiri atau orang lain maupun kepada Tuhan. c. Memberikan pedoman dan arah Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 mengenai karakteristik memberikan pedoman dan arah. Dalam hal ini, setelah menjadi tukang pijat, subjek 1 menemukan tujuan hidup yang ingin diraih sedangkan subjek 2 mengalami perubahan tujuan hidup karena subjek 2 mengalami kebutaan pada usia 27 tahun. Setelah mengalami kecacatan, kedua subjek mempunyai kesamaan tujuan hidup yaitu ingin menjadi tukang pijat yang berhasil dan tidak bergantung dengan orang lain. Menurut Bastaman (1996), karakteristik memberikan pedoman dan arah maksudnya makna hidup dapat memberikan pedoman dan arah terhadap kegiatan-kegiatan yang

12 dilakukan sehingga makna hidup seakanakan menantang (challenging) dan mengundang (inviting) seseorang untuk memenuhinya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukannya pun menjadi lebih terarah. Kedua subjek mempunyai kesamaan tujuan hidup yaitu ingin menjadi tukang pijat yang berhasil dan tidak bergantung dengan orang lain. Setelah berhasil menentukan tujuan hidup, kedua subjek merasa setiap kegiatannya menjadi lebih terarah dan terfokus pada satu tujuan sehingga hal ini terasa semakin menantang agar subjek dapat memenuhi tujuan hidupnya tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kedua subjek mempunyai karakteristik memberi pedoman dan arah. Hal ini dapat terlihat dari kesamaan tujuan hidup kedua subjek yaitu ingin menjadi tukang pijat yang berhasil dan tidak bergantung dengan orang lain. 3. Bagaimana proses penemuan makna hidup subjek? a. Tahap derita Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 mengenai tahap derita. Ketika mengetahui dirinya mengalami kebutaan, kedua subjek merasa dirinya syok dan terpukul. Subjek 1 merasa hidupnya setengah putus asa, subjek juga merasa tidak percaya dan tidak terima. Subjek 2 merasa dirinya stres dengan keadaannya sekarang subjek akan jadi apa. Selain itu, subjek 2 pun mengalami peristiwa tragis lain yaitu kematian ibunya yang belum sempat subjek temui. Menurut Frankl (dalam Bastaman, 1996) makna hidup tidak dapat ditemukan pada situasi yang menyenangkan saja, tetapi juga dapat ditemukan dalam keadaan penderitaan yang paling buruk sekalipun. Frankl menyebut hal-hal yang dapat menimbulkan penderitaan sebagai The Human Tragic Triads of human existence, yakni ada tiga macam penderitaan yang sering ditemukan dalam kehidupan manusia. Tiga macam penderitaan tersebut diantaranya rasa sakit (pain), rasa bersalah (guilt), dan kematian (death). Dalam hal ini subjek 2 pernah mengalami dua peristiwa yang cukup tragis yaitu kematian ibunya dan kebutaan yang subjek alami. Dari peristiwa tragis ini kedua subjek berusaha untuk memahami hikmah yang ada dibalik peristiwa ini. Subjek 1 menganggap kebutaan yang subjek alami merupakan karunia sekaligus teguran bagi subjek sedangkan bagi subjek 2 kebutaan ini mampu merubah perilaku subjek yang temperamental dan membuat subjek menjadi pribadi yang lebih sabar. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kedua subjek telah melewati tahap derita yaitu peristiwa yang subjek anggap cukup tragis yang mempengaruhi kehidupan subjek. b. Tahap penerimaan diri Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 mengenai tahap penerimaan diri. Subjek 1 menerima sepenuhnya keadaannya yang cacat ketika subjek masuk panti dan mengetahui banyak yang lebih parah keadaannya dari subjek. Selain itu subjek 1 menganggap hal ini sebagai karunia dari Tuhan. Subjek 2 menerima keadaannya dengan berpikir bahwa Tuhan menciptakan umatnya berpasangan maka perlu ada orang cacat. Subjek 2 merasa hasil perenungan yang subjek lakukan telah berhasil menjadi sarana introspeksi diri setiap tindakan dan akibatnya. Subjek berusaha memahami diri dengan merenungkan diri agar subjek mampu menerima keadaan subjek yang tiba-tiba kehilangan cita-cita karena mengalami kebutaan pada usia 27 tahun. Hal yang membuat subjek mampu memahami diri sendiri adalah agama. Menurut Frankl (dalam Bastaman, 2007) tiga sumber makna hidup salah satunya yaitu nilai-nilai penghayatan maksudnya keyakinan dan penghayatan akan nilainilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan, dan keagamaan, serta cinta kasih. Menghayati dan meyakini suatu

13 nilai dapat menjadikan seseorang berarti hidupnya. Nilai penghayatan menurut Frankl dapat dikatakan berbeda dari nilai kreatif karena cara memperoleh nilai penghayatan adalah dengan menerima apa yang ada dengan penuh pemaknaan dan penghayatan yang mendalam. Kedua subjek mampu menerima kebutaan yang mereka alami sepenuhnya setelah subjek masuk panti. Bastaman (1996) mengatakan bahwa tahap penerimaan diri terdiri dari pemahaman diri dan pengubahan diri. Kedua subjek berusaha memahami diri melalui perenungan yang mereka lakukan dari setiap kejadian yang terjadi dalam hidup subjek sehingga subjek dapat menjadikannya pengalaman hidup agar subjek terjadi pengubahan diri subjek menuju yang lebih baik. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kedua subjek juga telah melewati tahap penerimaan diri dimana kedua subjek mampu memahami hikmah yang terkandung dari peristiwa tragis yang mereka alami sehingga dapat dijadikan pengalaman hidup. c. Tahap penemuan makna Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 mengenai tahap penemuan makna. Subjek 1 mampu menghadapi kekurangan yang subjek miliki tanpa harus melarikan diri adalah dengan usaha yang sedang subjek jalani saat ini bisa menghidupi diri sendiri dan keluarga, dari hasil kerja keras sendiri bukan dari hasil belas kasihan orang. Dengan masuk panti dan belajar memijat, subjek 1 merasa bisa dan punya keyakinan untuk menggapai masa depan yaitu keinginan subjek untuk berkeluarga dan dari sekarang subjek bisa merancang kehidupan dengan bekal keterampilan yang subjek dapatkan di panti. Menurut subjek yang paling penting adalah subjek berjalan sesuai dengan cita-cita, bersikap sesuai keyakinan, dan tidak saling mengganggu. Subjek tidak pernah berpikir bahwa yang dialaminya sekarang adalah sebuah peristiwa tragis. Hal ini dijadikan oleh subjek sebagai takdir dan sebuah teguran dari Tuhan. Sedangkan subjek 2 mempunyai prinsip hidup yang selalu dipegang yaitu terus berkarya siapapun kamu. Subjek berusaha membuktikannya dengan berkarya sebagai tukang pijat bahwa sebagai tukang pijat tuna netra bisa berhasil dalam hidup dan tidak bergantung kepada orang lain. Bagi subjek 2, agama dan dukungan keluarga merupakan hal yang membuat subjek mampu menerima keadaan subjek saat ini. Bastaman (1996) mengatakan bahwa tahap penemuan makna terdiri dari penemuan makna dan penentuan tujuan hidup. Kedua subjek telah berhasil menentukan tujuan hidup setelah menemukan pemahaman bahwa dengan menjadi cacat bukan berati dunia berhenti berputar, tanpa melakukan sesuatu tentu tidak akan ada perubahan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kedua subjek telah melalui tahap penemuan makna yaitu subjek 1 mampu menghadapi kekurangan yang subjek miliki tanpa harus melarikan diri adalah dengan usaha yang sedang subjek jalani saat ini bisa menghidupi diri sendiri dan keluarga, dari hasil kerja keras sendiri bukan dari hasil belas kasihan orang. Subjek 2, mempunyai prinsip hidup yang selalu dipegang yaitu terus berkarya siapapun kamu. Subjek berusaha membuktikannya dengan berkarya sebagai tukang pijat bahwa sebagai tukang pijat tuna netra bisa berhasil dalam hidup dan tidak bergantung kepada orang lain. d. Tahap realisasi makna Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 mengenai tahap realisasi makna. Subjek 1 beranggapan jika hanya berdiam diri di rumah dan tidak melakukan apa-apa tidak mungkin akan terjadi perubahan. Subjek akan terus berusaha untuk menjadikan dirinya berarti bagi keluarga dan masyarakat sekeliling subjek yaitu dengan cara menolong orang lain. Subjek mempunyai komitmen untuk terus berusaha menata diri sendiri menjadi

14 lebih baik dan untuk mencari masa depan yang cerah. Subjek 2 berusaha membuat dirinya berati baik di lingkungan rumah maupun di lingkungan sesama netra dengan terus membantu orang dengan ilmu memijat yang subjek kuasai dan ketika subjek diminta menjadi pengajar. Tujuan hidup subjek membuat kegiatan subjek menjadi lebih terarah dan terfokus pada satu tujuan. Komitmen subjek saat ini adalah bekerja keras dengan selalu diiringi doa agar hari esok lebih baik. Subjek terus mengembangkan keterampilan memijat dengan sering mengikuti pelatihan. Menurut Bastaman (1996), tahap realisasi makna meliputi keterikatan diri, kegiatan terarah dan pemenuhan makna hidup. Dimana pada tahap ini dapat terlihat bahwa kedua subjek berusaha melakukan segala upaya untuk mewujudkan tujuan hidup untuk pemenuhan makna hidup yang ingin subjek capai. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kedua subjek telah melewati tahap realisasi makna yaitu subjek 1, Subjek akan terus berusaha untuk menjadikan dirinya berarti bagi keluarga dan masyarakat sekeliling subjek yaitu dengan cara menolong orang lain. Subjek mempunyai komitmen untuk terus berusaha menata diri sendiri menjadi lebih baik dan untuk mencari masa depan yang cerah. Subjek 2 berusaha membuat dirinya berati baik di lingkungan rumah maupun di lingkungan sesama netra dengan terus membantu orang dengan ilmu memijat yang subjek kuasai dan ketika subjek diminta menjadi pengajar. Tujuan hidup subjek membuat kegiatan subjek menjadi lebih terarah dan terfokus pada satu tujuan. Komitmen subjek saat ini adalah bekerja keras dengan selalu diiringi doa agar hari esok lebih baik. Subjek terus mengembangkan keterampilan memijat dengan sering mengikuti pelatihan. e. Tahap kehidupan bermakna Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 mengenai tahap kehidupan bermakna. Bagi subjek 1, subjek merasa bermakna ketika subjek merasa sudah bisa diterima oleh lingkungan dan diakui keberadaan subjek dan dapat berguna. Hal yang paling membuat subjek bahagia adalah hati yang tenang, nyaman, dan subjek merasa suasana subjek sendiri sudah tenteram. Biasanya subjek berbagi kebahagiaan dengan keluarga. Sedangkan subjek 2, hal yang paling bermakna bagi subjek adalah subjek tidak bergantung pada orang lain, lebih mandiri dengan keterampilan yang subjek miliki subjek merasa diterima dalam lingkungan. Saat ini subjek sudah merasa bahagia karena dalam hidup subjek tidak pernah mengharapkan sesuatu yang mulukmuluk apalagi saat ini subjek sedang menunggu kelahiran anaknya. Bastaman (2007) mengatakan bahwa hidup tetap memiliki makna dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan dan kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar, berharga, dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup. Setiap manusia selalu mendambakan hidupnya bermakna, dan selalu berusaha mencari dan menemukannya. Makna hidup apabila berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan ini berarti dan mereka yang berhasil menemukan dan mengembangkannya akan merasakan kebahagiaan sebagai ganjarannya sekaligus terhindar dari keputusasaan. Kedua subjek berusaha untuk terus mewujudkan agar hidupnya dapat berarti dan bermakna. Menurut Bastaman (1996) tahap kehidupan bermakna meliputi penghayatan makna dan kebahagiaan. Sejauh ini kedua subjek telah merasa hidup sudah cukup bermakna dengan segala yang sudah subjek dapat. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kedua subjek telah

15 melewati tahap terakhir dari proses penemuan makna hidup, tahap kehidupan bermakna, yaitu bagi subjek 1, subjek merasa bermakna ketika subjek merasa sudah bisa diterima oleh lingkungan dan diakui keberadaan subjek dan dapat berguna. Hal yang paling membuat subjek bahagia adalah hati yang tenang, nyaman, dan subjek merasa suasana subjek sendiri sudah tenteram. Biasanya subjek berbagi kebahagiaan dengan keluarga. Bagi subjek 2, hal yang paling bermakna bagi subjek adalah subjek tidak bergantung pada orang lain, lebih mandiri dengan keterampilan yang subjek miliki subjek merasa diterima dalam lingkungan. Saat ini subjek sudah merasa bahagia karena dalam hidup subjek tidak pernah mengharapkan sesuatu yang muluk-muluk apalagi saat ini subjek sedang menunggu kelahiran anaknya. E. Kesimpulan dan saran 1. Kesimpulan a. Alasan subjek lebih memilih menjadi tukang pijat Alasan kedua subjek memilih pekerjaan sebagai tukang pijat yaitu karena hanya pekerjaan menjadi tukang pijat yang lebih dapat diandalkan daripada melakukan pekerjaan lain yang tidak baik seperti menjadi pengemis atau penipu. Selain subjek dapat mencari nafkah, dengan memijat subjek juga dapat bersosialisasi lebih luas dengan masyarakat baik sesama penyandang cacat maupun dengan orang normal. Selain itu hal yang menyebabkan kedua subjek lebih memilih pekerjaan menjadi tukang pijat karena dirasa oleh kedua subjek bahwa dengan memijat, kedua subjek dapat mengandalkan indra peraba karena indra peraba yang lebih peka dari indra yang lain. b. Gambaran makna hidup subjek sebagai penyandang cacat tunanetra yang berprofesi sebagai tukang pijat Setiap orang memiliki pengertian yang berbeda dalam mengartikan makna hidupnya. Apa yang dianggap berarti dan bernilai bagi seseorang belum tentu berarti pula bagi orang lain demikian pula sebaliknya. Hal ini juga terjadi pada kedua subjek yang memiliki profesi yang sama yaitu sebagai tukang pijat netra. Setelah mampu menerima kecacatan dan mampu bangkit, kedua subjek merasa hidupnya telah bermakna. Bagi subjek 1, hal yang berarti bagi dirinya adalah dapat berguna bagi orang lain, dapat menghidupi diri sendiri dan keluarga dengan hasil keringat sendiri bukan dari hasil belas kasihan orang dan subjek menjalani segala sesuatu dengan penuh keyakinan. Sedangkan bagi subjek 2, dapat terus berkarya sesuai dengan pesan ayah subjek, adalah sesuatu yang berarti bagi subjek. Subjek berusaha bangkit ketika subjek mengalami kecacatan pada usia 27 tahun. Dari cita-cita menjadi pengacara terkenal sampai akhirnya subjek menjadi tukang pijat, semua subjek lakukan agar terus berkarya apapun dan siapapun subjek saat ini dan subjek membuktikannnya dengan menjadi tukang pijat yang maju dan sukses agar dapat membina dan membahagiakan keluarga dan dapat menyekolahkan anak dari hasil memijat. Makna hidup juga bisa ditemukan dalam peristiwa atau pengalaman seharihari yang dianggap paling bermakna. Kedua subjek merasa berarti ketika mampu menolong orang dengan pijatannya sekaligus dapat mencari nafkah. Kedua subjek berusaha memahami hikmah dibalik setiap kejadian sehingga subjek dapat menjadikannya pengalaman hidup. Kedua subjek dalam memaknai sesuatu dari setiap peristiwa melalui perenungan yang dilakukan oleh diri sendiri tanpa bantuan dari orang lain karena subjek beranggapan bahwa pendapat setiap orang berbeda maka kitalah yang paling memahami diri sendiri. Selain kedua hal di atas, makna hidup juga berfungsi sebagai pedoman terhadap

16 kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan hidup sehingga makna hidup seolah-olah bersifat menantang. Dalam hal ini, setelah menjadi tukang pijat, subjek 1 menemukan tujuan hidup yang ingin diraih sedangkan subjek 2 mengalami perubahan tujuan hidup karena subjek 2 mengalami kebutaan pada usia 27 tahun. Setelah mengalami kecacatan, kedua subjek mempunyai kesamaan tujuan hidup yaitu ingin menjadi tukang pijat yang berhasil dan tidak bergantung dengan orang lain. Setelah berhasil menentukan tujuan hidup, kedua subjek merasa setiap kegiatannya menjadi lebih terarah dan terfokus pada satu tujuan sehingga hal ini terasa semakin menantang agar subjek dapat memenuhi tujuan hidupnya tersebut. c. Proses penemuan makna hidup subjek Dalam proses penemuan makna hidup, kedua subjek melalui beberapa tahapan. Tahap-tahap ini digolongkan menjadi tahap derita, tahap penerimaan diri, tahap penemuan makna, tahap realisasi makna dan tahap kehidupan bermakna. Kedua subjek mengalami peristiwa yang dianggap cukup tragis yang mempengaruhi kehidupan subjek dimana kedua subjek kehilangan penglihatan. Subjek 1 mengalami kebutaan pada usia 6 tahun sedangkan subjek 2 mengalami kebutaan pada usia 27 tahun. Kedua subjek juga melalui tahap dimana kedua subjek mampu menerima keadaan dengan adanya kesadaran untuk mengubah kondisi diri. Subjek 1 menerima sepenuhnya keadaannya yang cacat ketika subjek masuk panti dan mengetahui banyak yang lebih parah keadaannya dari subjek. Kedua subjek menganggap hal ini sebagai karunia dari Tuhan. Subjek 2 menerima keadaannya dengan berpikir bahwa Tuhan menciptakan umatnya berpasangan maka perlu ada orang cacat. Tahap penemuan makna juga telah dilalui kedua subjek. Subjek 1 dengan didasari oleh keyakinan pada diri sendiri, subjek mampu menghadapi kekurangan yang subjek miliki tanpa harus melarikan diri adalah dengan usaha yang sedang subjek jalani saat ini bisa menghidupi diri sendiri dan keluarga, dari hasil kerja keras sendiri bukan dari hasil belas kasihan orang. Subjek 2, mempunyai prinsip hidup yang selalu dipegang yaitu terus berkarya siapapun indidvidunya. Subjek berusaha membuktikannya dengan berkarya sebagai tukang pijat bahwa sebagai tukang pijat tuna netra bisa berhasil dalam hidup dan tidak bergantung kepada orang lain. Setelah mengalami peristiwa tragis yang membawanya kepada kondisi hidup tak bermakna. Hal ini dapat menimbulkan kesadaran diri dan membantu individu untuk mengubah kondisi diri menjadi lebih baik lagi. Pada kedua subjek hal ini tercermin dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi makna hidup. Pada subjek 1, subjek akan terus berusaha untuk menjadikan dirinya berarti bagi keluarga dan masyarakat sekeliling subjek yaitu dengan cara menolong orang lain. Subjek mempunyai komitmen untuk terus berusaha menata diri sendiri menjadi lebih baik dan untuk mencari masa depan yang cerah. Subjek 2 berusaha membuat dirinya berarti baik di lingkungan rumah maupun di lingkungan sesama netra dengan terus membantu orang dengan ilmu memijat yang subjek kuasai dan ketika subjek diminta menjadi tenaga pengajar sukarela. Komitmen subjek saat ini adalah bekerja keras dengan selalu diiringi doa agar hari esok lebih baik. Subjek terus mengembangkan keterampilan memijat dengan sering mengikuti pelatihan. Setelah kedua subjek melalui tahap demi tahap dalam penemuan makna hidup pada akhirnya kedua subjek merasa dalam hidupnya telah bermakna. Pada subjek 1, subjek merasa bermakna ketika subjek

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Makna Hidup 1. Definisi Makna Hidup Teori tentang makna hidup dikembangkan oleh Victor Frankl, dimana teori ini dituangkan ke dalam suatu terapi yang dikenal dengan nama logoterapi.

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga.

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga. BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP II. 1. Pendekatan Psikologi Setiap kejadian, apalagi yang menggoncangkan kehidupan akan secara spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Kontek Penelitian (Latar Belakang masalah) kalanya sedih, dan ada kalanya marah. Sehingga seringkali timbul

BAB I PENDAHULUAN. A. Kontek Penelitian (Latar Belakang masalah) kalanya sedih, dan ada kalanya marah. Sehingga seringkali timbul BAB I PENDAHULUAN A. Kontek Penelitian (Latar Belakang masalah) Kehidupan manusia begitu unik dan rumit, ada kalanya senang, ada kalanya sedih, dan ada kalanya marah. Sehingga seringkali timbul permasalahan-permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipersepsikan oleh sebagian masyarakat, dimana penyandang tunanetra dianggap,

BAB I PENDAHULUAN. dipersepsikan oleh sebagian masyarakat, dimana penyandang tunanetra dianggap, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diawali dengan keprihatinan peneliti akan penyandang tunanetra, dan dipersepsikan oleh sebagian masyarakat, dimana penyandang tunanetra dianggap, tidak berguna dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga

BAB II LANDASAN TEORI. Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga BAB II LANDASAN TEORI II.A. MAKNA HIDUP II.A.1. Definisi Makna Hidup Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup Kebermaknaan hidup merupakan tujuan yang harus dicapai oleh setiap individu. Ketidakmampuan manusia dalam mencapai makna

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life). Bila hal itu berhasil

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life). Bila hal itu berhasil 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebermaknaan Hidup 2.1.1. Pengertian Makna Hidup Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Novianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Novianti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the

Lebih terperinci

terlebih bagi seorang wanita, sebagian besar wanita menganggap pernikahan untuk melengkapi atau menyempurnakan hidup (Kartono,1992).

terlebih bagi seorang wanita, sebagian besar wanita menganggap pernikahan untuk melengkapi atau menyempurnakan hidup (Kartono,1992). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap pasangan yang menikah tentunya memiliki banyak impian dan harapan indah yang ingin dicapai melalui kebersamaan dalam ikatan tersebut, terlebih bagi seorang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Tingkat Kebersyukuran Orang Tua yang Memiliki

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Tingkat Kebersyukuran Orang Tua yang Memiliki BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian Terlampir B. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Tingkat Kebersyukuran Orang Tua yang Memiliki Anak Autis Tingkat kebersyukuran orang tua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebanyakan orang-orang hanya melihat dari kulit luar semata. Lebih

BAB I PENDAHULUAN. Kebanyakan orang-orang hanya melihat dari kulit luar semata. Lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena kaum waria merupakan suatu paparan nyata yang tidak dapat ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang mengetahui seluk-beluk kehidupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Moleong (2007) mengemukakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki jalan dan cara masing-masing dalam menjalani,

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki jalan dan cara masing-masing dalam menjalani, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang selalu berbeda antara satu sama lain, karena pada dasarnya setiap orang memiliki jalan dan cara masing-masing dalam menjalani, menyesuaikan diri, dan mengatasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Pendidikan tidak hanya bertindak sebagai alat yang dapat meningkatkan kapasitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam diri manusia, dibuktikan dengan kata mutiara kesehatan bukanlah

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam diri manusia, dibuktikan dengan kata mutiara kesehatan bukanlah BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Sehat merupakan dambaan dari semua orang. Dengan sehat orang dapat melakukan segala aktivitas untuk mencapai apa yang diinginkan. Bahkan secara makro negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan kehidupannya dapat dijalani dengan baik sesuai harapan-harapan di masa yang akan datang. Namun sering

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai pengalaman baik positif maupun negatif tidak dapat lepas dari kehidupan seseorang. Pengalaman-pengalaman tersebut akan memberi pengaruh yang pada akhirnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari waktu ke waktu. Humas Badan Narkotika Nasional RI (2016) telah

BAB I PENDAHULUAN. dari waktu ke waktu. Humas Badan Narkotika Nasional RI (2016) telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah pecandu narkoba di Indonesia terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Humas Badan Narkotika Nasional RI (2016) telah mengungkap 807 kasus narkoba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki rasa minder untuk berinteraksi dengan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki rasa minder untuk berinteraksi dengan orang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyandang tuna netra tidak bisa dipandang sebelah mata, individu tersebut memiliki kemampuan istimewa dibanding individu yang awas. Penyandang tuna netra lebih

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. logoterapi. Kata logoterapi berasal dari kata logos yang artinya makna

BAB II LANDASAN TEORI. logoterapi. Kata logoterapi berasal dari kata logos yang artinya makna BAB II LANDASAN TEORI A. MAKNA HIDUP A.I. Definisi Makna Hidup Istilah makna hidup dikemukakan oleh Victor Frankl, seorang dokter ahli penyaki saraf dan jiwa yang landasan teorinya disebut logoterapi.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan beberapa tahap proses pencarian makna hidup telah dilakukan oleh ketiga subjek dapat disimpulkan bahwa mereka memiliki beberapa kesamaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. hidupnya. Subjek A dan B menemukan makna hidup dari pengalaman tragis,

BAB V PENUTUP. hidupnya. Subjek A dan B menemukan makna hidup dari pengalaman tragis, BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari ketiga subjek, kedua subjek sudah menyadari dan menemukan makna hidupnya sedangkan subjek C belum menyadari dan menemukan makna hidupnya. Subjek A dan B menemukan makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, baik jasmani maupun rohani. Kondisi ini adalah kesempurnaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, baik jasmani maupun rohani. Kondisi ini adalah kesempurnaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang paling sempurna, baik jasmani maupun rohani. Kondisi ini adalah kesempurnaan yang dianugerahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup Kebermaknaan adalah berarti, mengandung arti yang penting (Poewardarminta, 1976). Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Putri Shalsa Novita, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Putri Shalsa Novita, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan rancangan kegiatan yang paling banyak berpengaruh terhadap perubahan perilaku seseorang dan masyarakat luas. Menurut UU Sisdiknas tahun

Lebih terperinci

5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN

5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN 71 5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN 5.1. Diskusi Dari penelitian ini ditemukan bahwa dalam hal peran subjek sebagai orang tua anak tunaganda, keduanya terlibat aktif dalam hal pendidikan anaknya, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan obat-obatan terlarang). Kepolisian dan masyarakat, sekarang sedang gencargencarnya

BAB I PENDAHULUAN. dan obat-obatan terlarang). Kepolisian dan masyarakat, sekarang sedang gencargencarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Akhir-akhir ini banyak sekali kita mendengar kasus narkoba (narkotika dan obat-obatan terlarang). Kepolisian dan masyarakat, sekarang sedang gencargencarnya

Lebih terperinci

merupakan unit terkecil dari ruang lingkup masyarakat. Kesejahteraan suatu

merupakan unit terkecil dari ruang lingkup masyarakat. Kesejahteraan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pembangunan suatu negara tidak terlepas dari pentingnya peran setiap keluarga sebagai masyarakat dari suatu negara. Seperti yang kita ketahui bahwa keluarga merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Makna Hidup Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu memikul beban tugas dan tanggung jawab serta berpartisipasi

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu memikul beban tugas dan tanggung jawab serta berpartisipasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak dikatakan sebagai cikal bakal lahirnya suatu generasi baru, dimana anak menjadi generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa yang diharapkan mampu memikul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, dengan kelebihan akal manusia dapat memiliki potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, dengan kelebihan akal manusia dapat memiliki potensi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang paling sempurna diantara makhlukmakhluk lainnya, dengan kelebihan akal manusia dapat memiliki potensi yang sangat luar biasa, selalu ingin

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Kebermaknaan Hidup

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Kebermaknaan Hidup BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konseptualisasi topik yang diteliti 1. Kebermaknaan Hidup a. Pengertian Kebermaknaan Hidup Makna hidup menurut Frankl adalah kesadaran akan adanya suatu kesempatan atau kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disability (kekhususan) merupakan konsekuensi fungsional dari kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. Disability (kekhususan) merupakan konsekuensi fungsional dari kerusakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Disability (kekhususan) merupakan konsekuensi fungsional dari kerusakan bagian tubuh, atau kondisi yang menggambarkan adanya disfungsi atau berkurangnya suatu fungsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang menginginkan tubuh yang sempurna. Banyak orang yang mempunyai anggapan bahwa penampilan fisik yang menarik diidentikkan dengan memiliki tubuh yang

Lebih terperinci

TUNA NETRA NUR INDAH PANGASTUTI

TUNA NETRA NUR INDAH PANGASTUTI TUNA NETRA NUR INDAH PANGASTUTI TUNANETRA Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pengklasifikasian anak itu sudah dibagi dengan jelas. Untuk anak yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pengklasifikasian anak itu sudah dibagi dengan jelas. Untuk anak yang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Anak cacat adalah anak yang berkebutuhan khusus karena mereka adalah anak yang memiliki kekurangan. Anak cacat atau berkelainan juga memiliki klasifikasi. Di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 47 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tipe Penelitian Peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi karena

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. makna hidup adalah Victor Frankl. Frankl menganggap bahwa motivasi utama pada

BAB II LANDASAN TEORI. makna hidup adalah Victor Frankl. Frankl menganggap bahwa motivasi utama pada BAB II LANDASAN TEORI A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup Tokoh yang terkenal dan merupakan tokoh pelopor dari perkembangan teori makna hidup adalah Victor Frankl. Frankl menganggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dihindari. Penderitaan yang terjadi pada individu akan mengakibatkan stres dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dihindari. Penderitaan yang terjadi pada individu akan mengakibatkan stres dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan tidak selalu berjalan sesuai dengan keinginan manusia. Peristiwa tragis yang mengakibatkan penderitaan kadangkala terjadi dan tidak dapat dihindari. Penderitaan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN SEBELUM UJI COBA. 1. Skala Tawakal ( I ) 2. Skala Adversity Quotient ( II )

LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN SEBELUM UJI COBA. 1. Skala Tawakal ( I ) 2. Skala Adversity Quotient ( II ) 100 101 LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN SEBELUM UJI COBA 1. Skala Tawakal ( I ) 2. Skala Adversity Quotient ( II ) 102 IDENTITAS DIRI Nama (inisial) : Jenis Kelamin : Umur : Pendidikan : PETUNJUK PENGISIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya mengalami suatu proses perkembangan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya mengalami suatu proses perkembangan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya mengalami suatu proses perkembangan. Ia berkembang sejak dilahirkan hingga meninggal dunia. Dalam proses perkembangan itu, berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia bekerja adalah untuk mencukupi kebutuhan hidup. Baik kebutuhan yang sifatnya biologis maupun yang sifatnya psikologis. Pada tahap pertama, seseorang bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian.

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Di perjalanan kehidupan suatu Bangsa selalu terjadi proses regenerasi yang pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian. Dengan kata

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang selalu ingin dicapai oleh semua orang. Baik yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka ingin dirinya

Lebih terperinci

para1). BAB I PENDAHULUAN

para1). BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menjadi tua merupakan suatu proses perubahan alami yang terjadi pada setiap individu. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan 60 tahun sampai 74 tahun sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia telah mempunyai naluri untuk bergaul dengan sesamanya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia telah mempunyai naluri untuk bergaul dengan sesamanya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia telah mempunyai naluri untuk bergaul dengan sesamanya, semenjak dia dilahirkan di dunia. Hubungan dengan sesamanya, merupakan suatu kebutuhan bagi setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi fisik maupun mental yang sempurna. Namun pada kenyataannya tidak

BAB I PENDAHULUAN. kondisi fisik maupun mental yang sempurna. Namun pada kenyataannya tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menjadi seseorang yang memiliki keterbatasan bukan keinginan atau pilihan hidup setiap manusia. Tentunya semua manusia ingin hidup dengan kondisi fisik maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. netra), cacat rungu wicara, cacat rungu (tunarungu), cacat wicara, cacat mental

BAB I PENDAHULUAN. netra), cacat rungu wicara, cacat rungu (tunarungu), cacat wicara, cacat mental BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Jumlah penyandang cacat di dunia dewasa ini terhitung sangat banyak. Jenis cacat berbeda-beda, diantaranya cacat tubuh (tunadaksa), cacat netra (tuna netra),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. murid-murid dengan baik dan hasilnya tidak mengecewakan. Diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. murid-murid dengan baik dan hasilnya tidak mengecewakan. Diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjadi guru bagi anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah luar biasa (SLB), bukan pekerjaan ringan. dibutuhkan kesabaran ekstra agar bisa mendidik murid-murid

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai self esteem pada wanita yang menderita infertilitas, maka peneliti dapat menyimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam. kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam. kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan merupakan suatu misteri yang dijalani seseorang. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti. mengenai Gambaran Makna Hidup Penyandang Cacat Fisik Muscular

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti. mengenai Gambaran Makna Hidup Penyandang Cacat Fisik Muscular BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai Gambaran Makna Hidup Penyandang Cacat Fisik Muscular Dystrophy dan penyesuain dengan teori yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan permasalahan sosial yang kompleks. Keberadaan anjal diabaikan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan permasalahan sosial yang kompleks. Keberadaan anjal diabaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak jalanan (Anjal) adalah fenomena nyata bagian dari kehidupan yang menimbulkan permasalahan sosial yang kompleks. Keberadaan anjal diabaikan dan tidak dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia terlahir di dunia dengan kekurangan dan kelebihan yang berbedabeda.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia terlahir di dunia dengan kekurangan dan kelebihan yang berbedabeda. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia terlahir di dunia dengan kekurangan dan kelebihan yang berbedabeda. Tidak seorangpun terlewatkan dua hal tersebut, seperti mata uang yang selalu memiliki dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dicintai, dapat lebih memaknai kehidupannya dan memiliki perasaan. yang mengalami penderitaan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. dicintai, dapat lebih memaknai kehidupannya dan memiliki perasaan. yang mengalami penderitaan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidup adalah suatu misteri. Berbagai pengalaman baik positif ataupun negatif tidak lepas dari kehidupan seseorang. Pengalamanpengalaman tersebut dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, jumlah penyandang cacat di dunia sangat banyak dan berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, jumlah penyandang cacat di dunia sangat banyak dan berbedabeda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, jumlah penyandang cacat di dunia sangat banyak dan berbedabeda jenisnya, diantaranya cacat tubuh (tunadaksa), cacat netra (tunanetra), cacat rungu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang

BAB I PENDAHULUAN. ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah Fenomena kaum waria merupakan suatu paparan nyata yang tidak dapat ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang mengetahui seluk-beluk

Lebih terperinci

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara yang sudah merdeka sudah sepatutnya negara tersebut mampu untuk membangun dan memperkuat kekuatan sendiri tanpa harus bergantung pada negara lain. Maka

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 95 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dari wawancara, observasi dan analisis antar subjek, dapat disimpulkan bahwa kebermaknaan hidup ibu rumah tangga penderita HIV/AIDS merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita.

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena perceraian tentunya secara tidak langsung memiliki andil dalam menciptakan permasalahan sosial di masyarakat. Perceraian dalam rumah tangga, dapat dipengaruhi

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan pada fokus permasalahan yang dikaji yaitu kemampuan

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan pada fokus permasalahan yang dikaji yaitu kemampuan 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Berdasarkan pada fokus permasalahan yang dikaji yaitu kemampuan menghadapi kesulitan (adversity quotient) penyandang difabel, maka penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. Kehilangan pendengaran yang ringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu fase dalam perkembangan individu adalah masa remaja. Remaja yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menggunakan fungsi panca indera dan bagian-bagian tubuh lainnya, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. manusia menggunakan fungsi panca indera dan bagian-bagian tubuh lainnya, tetapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang keberadaannya tidak bisa dipisahkan dengan lingkungan. Dalam melakukan proses interaksinya dengan lingkungan, manusia menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tiap tahunnya, hal ini ditandai dengan prestasi anak bangsa yang sudah mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. tiap tahunnya, hal ini ditandai dengan prestasi anak bangsa yang sudah mampu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obyek Pendidikan di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang cukup baik tiap tahunnya, hal ini ditandai dengan prestasi anak bangsa yang sudah mampu menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya adalah aktif, punya tujuan serta harga diri (Sarwono, 2002). Pada manusia

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya adalah aktif, punya tujuan serta harga diri (Sarwono, 2002). Pada manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manusia adalah suatu ketunggalan yang mengalami, menghayati, dan pada dasarnya adalah aktif, punya tujuan serta harga diri (Sarwono, 2002). Pada manusia

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 105 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan ketiga subjek penelitian telah mencapai tahap tertinggi dari lima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Orang yang mengkonsumsi dan kecanduan minuman keras atau alkohol

BAB I PENDAHULUAN. Orang yang mengkonsumsi dan kecanduan minuman keras atau alkohol BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Orang yang mengkonsumsi dan kecanduan minuman keras atau alkohol disebut dengan istilah alcoholism (ketagihan alkohol), istilah ini pertama kali diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan studi kasus. Menurut Sugiyono (2012), metode penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan studi kasus. Menurut Sugiyono (2012), metode penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Menurut Sugiyono (2012), metode penelitian kualitatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi Terapeutik 2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan oleh perawat dan tenaga kesehatan lain yang direncanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini seringkali ditemukan seorang ibu yang menjadi orang tua

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini seringkali ditemukan seorang ibu yang menjadi orang tua 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini seringkali ditemukan seorang ibu yang menjadi orang tua tunggal dengan berbagai macam penyebab yang berbeda. Tidak ada ibu rumah tangga yang menginginkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian anak Anak adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dikaruniakan kepada suatu keluarga yang mempunyai harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dirawat dengan sepenuh hati. Tumbuh dan berkembangnya kehidupan seorang

BAB I PENDAHULUAN. dan dirawat dengan sepenuh hati. Tumbuh dan berkembangnya kehidupan seorang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Kehadiran seorang anak ditengah sebuah keluarga adalah merupakan anugerah yang terindah bagi orang tua dari Tuhan Yang Maha Esa. Anak merupakan penerus garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai dari usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Ketiga subjek sudah bisa menemukan makna hidupnya masing-masing. dengan cara dan urutan proses yang berbeda-beda. A, B dan C sama-sama

BAB V PENUTUP. Ketiga subjek sudah bisa menemukan makna hidupnya masing-masing. dengan cara dan urutan proses yang berbeda-beda. A, B dan C sama-sama BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Ketiga subjek sudah bisa menemukan makna hidupnya masing-masing dengan cara dan urutan proses yang berbeda-beda. A, B dan C sama-sama menemukan makna hidup dengan melakukan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Fenomena perempuan bercadar merupakan sebuah realitas sosial yang terjadi di tengah masyarakat kita. Fenomena yang terjadi secara alamiah dalam setting dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan fisik tidak lepas dari otot-otot yang mempengaruhi kemampuan motorik. Namun tidak cukup hanya otot yang dapat mempengaruhi kemampuan motorik. Kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejarah aktivitas manusia berkomunikasi timbul sejak manusia diciptakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejarah aktivitas manusia berkomunikasi timbul sejak manusia diciptakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejarah aktivitas manusia berkomunikasi timbul sejak manusia diciptakan hidup di dunia ini. Manusia tidak dapat terlepas dari interaksi dengan manusia lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki buah hati tentunya merupakan dambaan bagi setiap orang yang telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah terbesar nan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanggapan, maupun respon positif dari orang lain. ditunjukkan kepada orang lain), membuat pendengar memahami yang

BAB I PENDAHULUAN. tanggapan, maupun respon positif dari orang lain. ditunjukkan kepada orang lain), membuat pendengar memahami yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Orang yang memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif akan selalu mudah menyampaikan dan menerima pesan atau ide terhadap orang lain dalam segala hal dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan model studi kasus. Creswell (1998, dalam Herdiansyah, 2010) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan permasalahan pokok pada negara-negara berkembang. Ketiga masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan permasalahan pokok pada negara-negara berkembang. Ketiga masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Secara umum, keterbelakangan, ketidaktahuan, dan kemiskinan merupakan permasalahan pokok pada negara-negara berkembang. Ketiga masalah ini saling berkaitan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. (Wawancara dengan Bapak BR, 3 Maret 2008)

1. PENDAHULUAN. (Wawancara dengan Bapak BR, 3 Maret 2008) 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketika putri saya meninggal dunia, saya merasa kehilangan bagian dari diri saya. Saya merasa tidak utuh dan segala sesuatu tidak akan pernah sama lagi. Beberapa hari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian SMPK Bhakti Luhur termasuk di dalam jenjang pendidikan yang ada di SLB Bhakti Luhur. Sekolah seluas 3613,23 m² ini berada di Jl. Dieng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Difabel atau kecacatan banyak dialami oleh sebagian masyarakat, baik

BAB I PENDAHULUAN. Difabel atau kecacatan banyak dialami oleh sebagian masyarakat, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Difabel atau kecacatan banyak dialami oleh sebagian masyarakat, baik kecacatan yang dialami dari lahir maupun karena kecelakaan yang mengakibatkan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja berasal dari kata adolescence yang memiliki arti tumbuh untuk mencapai kematangan, baik mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa remaja ditandai dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki atribut fisik dan/atau kemampuan belajar yang berbeda dari anak normal, sehingga membutuhkan program individual dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberhasilan seseorang tentunya tidak akan pernah lepas dari peranan orang tua karena orang tua merupakan tumpuan pertama anak dalam memahami dunia. Orang

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. setiap anak. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak semua anak dapat merasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. setiap anak. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak semua anak dapat merasakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah keluarga dengan orang tua yang lengkap merupakan dambaan bagi setiap anak. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak semua anak dapat merasakan keberuntungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 56 BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif. Menurut Poerwandari (1998) penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan mengolah

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 KEBERMAKNAAN HIDUP PADA ODHA (ORANG DENGAN HIV/AIDS) WANITA (STUDI KUALITATIF MENGENAI PENCAPAIAN MAKNA HIDUP PADA WANITA PASCA VONIS TERINFEKSI HIV/AIDS) Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebahagiaan yang menjadi tujuan seseorang. Kebahagiaan autentik

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebahagiaan yang menjadi tujuan seseorang. Kebahagiaan autentik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang pada dasarnya berusaha untuk mencapai kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan merupakan sebuah kebutuhan dan telah menjadi sebuah kewajiban moral. Biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci