BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian anak Anak adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dikaruniakan kepada suatu keluarga yang mempunyai harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan generasi dan potensi yang harus dilatih sebagai penerus perjuangan bangsa Indonesia. Anak adalah individu yang memiliki peranan, hak, dan kewajiban didala kehidupannya. Didalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2003 pasal 1 poin 1 tentang perlindungan anak yang menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang ada didalam kandungan. Sedangkan menurut undang-undang kesejahteraan anak didalam pasal 1 poin 2 mengatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 21 tahun atau anak yang belum pernah menikah (Nurdin 1989:121) Anak adalah manusia yang masih kecil, dan bukan manusia yang disebut bayi dan bukan pula orang yang disebut dewasa. Didalam kehidupannya anak patut memiliki kesejahteraan yaitu suatu tata kehidupan, yang dapat menjamin pertumbuhan kehidupan secara wajar baik secara jasmani maupun secara rohani dan sosial. Anak merupakan harapan bangsa dan cita- cita orang tua, yang akan selalu berusaha agar anak mereka menjadi apa yang diinginkan dengan memberikan seluruhnya yang ada pada orang tua tersebut dan semua yang terbaik yang ada pada orang tua yang akan diberikan kepada setiap anak- anaknya. 19

2 2. Pengertian tunanetra dan faktor penyebabnya 1. Pengertian tunanetra Dalam pengunaan bahasa sehari- hari, kadang- kadang terjadi penyamaan antara suatu keadaan atau suatu kondisi seseorang, seperti dalam kata menunjukkan orang yang tunanetra buta, padahal keduanya itu adalah berbeda. Kata tunanetra berasal dari kata tuna yang artinya rusak dan kata netra yang artinya adalah mata, jadi kata tunanetra adalah rusak penglihatan, dan anak tunanetra adalah anak yang rusak penglihatannya. Sedangkan orang yang buta adalah orang yang rusak penglihatannya secara total. Dengan kata lain orang yang tunanetra belum tentu mengalami kebutaan total tetapi orang yang buta sudah pasti tunanetra (Pradopo 1977 :12) Penyandang tunanetra adalah seseorang yang karena sesuatu hal mengalami disfungsi visual atau kondisi penglihatan yang tidak berfungsi sebagai mana mestinya. Seseorang dikatakan tunanetra apabila menggunakan kemampuan perabaan dan pendengaran sebagai saluran utama dalam belajar atau kegiatan yang lainnya dan ada juga mengatakan tunanetra adalah kondisi dari indera penglihatan yang tidak sempurna yang tidak dapat berfungsi sebagai orang awas (normal). Menurut WHO istilah tunanetra tebagi kedalam 2 bagian atau kategori yakni blind atau yang disebut dengan buta dan low vision atau penglihatannya yang kurang. Istilah buta itu sendiri menggambarkan kondisi penglihatan yang tidak dapat diandalkan lagi meskipun dengan alat bantu, sehingga tergantung dengan fungsi indera yang lain, sedangkan penglihatan yang kurang menggambarkan kondisi penglihatan dengan ketajaman yang kurang, daya tahan rendah mempunyai kesulitan dengan tugas- tugas yang utama yang menuntut fungsi penglihatan, tetapi masih dapat membantu dengan bantuan alat khusus, namun tetap terbatas. 20

3 Seseorang yang dikatakan buta secara legal yaitu apabila ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang pada mata dan setelah dikoreksi atau lantang pandangnya tidak lebih dari 20 derajat, dalam defenisi ini 20 feet atau 6 meter adalah jarak dimana ketajaman penglihatan diukur. Sedangkan 200 feet atau 60 meter menunjukkan jarak dimana mata orang yang normal dapat membaca huruf yang terbesar pada kartu snellen. Seseorang dikatakan buta secara fungsional apabila saluran utama dalam belajar menggunakan perabaan dan pendengaran yang mempergunakan huruf Braille sebagai media membaca dan memerlukan latihan orientasi dan mobilitas (Angelina 2005 :15) Oleh karena itu yang dimaksud dengan penyandang cacat tunanetra adalah yang mengalami disfungsi visual dan kondisi penglihatan yang tidak berfungsi sebagai mana mestinya, karena mengalami kerusakan pada mata, saraf optik bagian saraf yang mengolah stimulius visual. Kerusakan tersebut yang dialami secara total dan sebagian. Klasifikasi ketunanetraan secara garis besar yaitu dibagi menjadi 2 antara lain : 1. Terjadinya kecacatan, yakni sejak kapan anak menderita tunanetra yang dapat digolongkan sebagai berikut : a) Penderita tunanetra sebelum dan sejak lahir, yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman melihat. b) Penderita tunanetra sesudah lahir atau pada usia kecil, yaitu mereka yang sudah memiliki kesan-kesan serta penglihatan visual, tetapi belum kuat dan mudah terlupakan. 21

4 c) Penderita tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja, kesan kesan pengalaman visual meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi. d) Penderita tunanetra pada usia dewasa, yaitu mereka yang dengan segala kesadaran masih mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri. e) Penderita tunanetra dalam usia lanjut, yaitu mereka yang sebagian besar sudah sulit mengalami latihan-latihan penyesuaian diri. 2. Pembagian berdasarkan kemampuan daya lihat yaitu : a) Penderita tunanetra ringan, yaitu mereka yang mempunyai kelainan atau kekurangan daya penglihatan b) Penderita tunanetra setengah berat, yaitu mereka yang mengalami sebagian daya penglihatan c) Penderita tunanetra berat, yaitu mereka yang sama sekali tidak dapat melihat atau yang sering disebut adalah buta (Pradopo 1977:12) 2 Faktor penyebab tunanetra Ada dua faktor yang menyebabkan seorang anak yang menderita tunanetra, antara lain : 1. faktor endogen, ialah faktor yang sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan atau yang disebut juga faktor genetik, yaitu yang dilahirkan dari hasil perkawinan antar keluarga yang dekat, dan perkawinan antar sesama tunanetra. Faktor keturunan ini dapat dilihat dari sifat-sifat keturunan yang mempunyai 22

5 hubungan pada garis lurus atau pada silsilah hubungan sedarah atau dari faktor perkawinan antar sesama tunanetra atau yang mempunyai orang tua atau nenek moyang yang menderita tunanetra. Sedangkan dari hasil kandungan yaitu gangguan yang diderita oleh siibu waktu hamil, atau karena penyakit yang bersifat menahun yang dapat merusak sel-sel darah tertentu selama pertumbuhan janin dan kandungan. Adapun ciri yang disebabkan oleh faktor keturunan adalah bola mata yang normal tetapi tidak dapat menerima persepsi sinar atau cahaya, yang kadang-kadang seluruh bola matanya seperti tetutup oleh selaput putih atau keruh 2. faktor eksogen atau faktor luar, seperti a. Penyakit yaitu virus rubella yang menjadikan seseorang mengalami penyakit campak pada tingkat akut yang ditandai dengan kondisi panas yang meninggi akibat penyerangan virus yang lama-kelamaan akan mengganggu saraf penglihatan fungsi indera yang akan menghilangkan fungsi indera yang akan menjadi permanen, dan ada juga diakibatkan oleh kuman syphilis, degenerasi atau perapuhan pada lensa mata yang mengakibatkan pandangan mata menjadi mengeruh b. Kecelakaan yaitu kecelakaan fisik akibat tabrakan atau jatuh yang berakibat langsung yang merusak saraf netra atau akibat rusaknya saraf tubuh yang lain atau saraf tulang belakang yang berkaitan erat dengan fungsi saraf netra, akibat terkena radiasi ultra violet atau gas beracun yang dapat menyebabkan sesorang kehilangan fungsi mata untuk melihat, dan dari segi kejiwaan 23

6 yaitu stress psikis akibat perasaan tertekan, kepedihan hati yang amat mendalam yang mengakibatkan seseorang mengalami tunanetra permanen (Pradopo1977 :3) 3. Perkembangan anak tunanetra Perkembangan adalah suatu diferensiasi atau tingkatan ataa tahapan dari segi rohani atau segi jasmaninya. Adapun yang berpengaruh dalam perkembangan itu adalah orang tua sebagai penolong dan pendamping hidupnya, lingkungan dan teman-teman sebaya. Adapun perkembangan yang harus diperhatikan pada anak tunanetra yaitu : 1. Perkembangan kognitif anak tunanetra Perkembangan kognitif adalah suatu proses pemahaman dari yang tidak tahu menjadi tahu. Perkembangan kognitif anak tunanetra terhambat dibanding dengan anak awas pada umumnya. Perkembangan kognitif pada umumnya dengan menggunakan indera penglihatan dan kecerdasan serta kemampuan dan intelegensinya. Pada perkembangan kognitif selalu berhubungan dengan lingkungan baik sosial maupun alam yang berhubungan dengan kemampuan indera- indera. Kemampuan indera inilah yang memerlukan kerjasama dalam bekerja sehingga memperoleh pengertian dan makna yang utuh tentang objek yang ada dilingkungannya. Yaitu antara indera penglihatan, pendengaran, perabaan dan lainlain. Indera penglihatan ialah salah satu indera penting dalam menerima informasi yang datang dari luar dirinya, yang mampu mendeteksi objek pada saraf yang jauh, yang mampu melakukan pengamatan terhadap dunia sekitar warna, dinamikanya 24

7 yang akan diteruskan ke otak yang akan memberikan kesan atau presepsi melalui kegitan yang bertahap yang dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang dapat memampukan perkembangan secara optimal. Jalan utama yang digunakan oleh anak tunanetra sebagai penerimaan informasi yang ada di luar dirinya (dunia sekitarnya), biasanya digantikan dengan indera pendengaran sebagai saluran utamanya yaitu berupa suara, yang mampu mendeteksi dan mengambarkan tentang arah, sumber atau jarak suatu objek informasi, tentang ukuran dan kualitas ruangan tetapi tidak secara kongkrit, dan untuk bentuk posisi dan ukuran digunakan dengan perabaan, oleh karena itu setiap bunyi yang didengar, bau yang diciumnya, kualitas yang dirabanya dan rasa yang di serapnya memiliki potensi dalam perkembangan kognitifnya. Sering dikatakan bahwa anak tunanetra tahu, sebenarnya tidak tahu, karena mereka tahu hanya sebatas verbal saja. Kurangnya stimulasi visual, sehingga perkembangan bahasa anak tunanetra juga tertinggal dibanding anak awas. Kemampuan kosa kata bagi tunanetra terbagi menjadi 2 yaitu, kata- kata yang berarti bagi dirinya yang diperoleh dari pengalaman sendiri, dan kata- kata verbalitas yang diperoleh dari orang lain yang ia sendiri tidak paham. Menurut Piaget, perkembangan kognitif berlangsung mengikuti prinsip mencari keseimbangan yaitu kegiatan organisme dan lingkungan yang bersifat timbal balik, artinya lingkungan dipandang sebagai suatu hal yang terus menerus menolong organisme untuk menyesuaikan diri dan demikian pula secara timbal balik organisme secara konstan menghadapi lingkungannya sebagai suatu struktur yang merupakan bagian dari dirinya, tehkniknya adalah asimilasi dan akomodasi(soemantri 2005: 70). 25

8 Tahapan sensomotorik anak tunanetra ditandai dengan prestasi intelektual yang didapatkan dari lingkungan yang memberikan stimulasi yang kuat dan intensif terhadap anak tersebut yang mengalami kelambatan sekitar 4 bulan dibanding dengan anak awas. Banyak anggapan yang mengatakan bahwa anak tunanetra tidak akan mampu menggungguli anak awas dalam ketajaman sensori, logika, hafalan, bakat musik dan kemampuan untuk menginterpretasikan suara. Hal ini adalah tidak semuanya adalah benar, namun dipihak lain anak tunanetra sering menggunakan kemampuannya secara lebih efektif dibandingkan dengan anak awas, yang dilakukan secara tidak otomatis tetapi melalui latihan-latihan yang dilakukan secara rutin dan efektif. Tetapi hingga saat ini, perkembangan fungsi-fungsi kognitif anak tunanetra sulit untuk diidentifikasikan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya alat-alat test intelegensi yang tidak dapat digunakan secara utuh oleh anak tunanetra yang banyakan mengundang berbagai perdebatan dikalangan para ahli. Oleh sebab itu sangat perlu untuk menentukan atau untuk membuat alat integensi yang secara khusus diperuntukkan bagi anak tunanetra (soemantri 2005:75) yang pada akhirnya perkembangan kognitif anak tunanetra sangat bergantung pada jenis ketunanetraan anak, kapan terjadinya ketunanetraan, bagaimana tingkat pendidikannya, dan stimulasi lingkungan terhadap upaya-upaya perkembangan kognitif mereka. 2. Perkembangan motorik anak tunanetra Bagi anak awas sangat mudah untuk menirukan bagaimana orang lain melakukan aktifitas motorik, sedangkan bagi anak tunanetra hal ini adalah suatu hal yang tidak dapat mereka lakukan. Anak tunanetra hanya tahu batas ruang apabila dapat 26

9 terjangkau oleh tangannya dan kakinya sedangkan bagi anak awas sepanjang ia mengetahui bahaya apa yang akan terjadi apabila dilakukannya gerakan tersebut. Oleh sebab itu dikatakan bahwa perkembangan motorik anak tunanetra cenderung sangat lambat, karena dalam perkembangan ini diperlukan sistem persyarafan dan otot serta fungsi psikis, yang berpangkal dari ketidakmampuannya untuk melihat. Perkembangan motorik mengikuti prinsip bahwa perkembangan itu berlangsung dari yang sederhana menuju kepada yang kompleks, dari yang kasar dan global menuju kepada yang halus dan khusus. Tetapi bagi anak tunanetra melakukan psikomotorik yang mendasar seperti berjalan dan memegang benda sudah merupakan masalah yang tidak mudah untuk dikuasainya dan dilaksanakan dengan baik. Sehingga hal ini sudah menghambat untuk hal yang lebih kompleks lagi. Karena itu fungsi mata sangat memegang peranan yang cukup utama dan berarti dalam proses perkembangan motorik. Tahap perkembangan perilaku motorik dalam kaitannya dalm fungsi penglihatan 2.1 Tahap sebelum berjalan Tahap ini terjadi pada saat bayi yaitu yang pada awalnya melakukan gerakan menegakkan kepala, telungkup, merayap, dan seterusnya sehingga akhirnya sampai kepada berjalan. Anak tunanetra juga demikian tetapi faktor kecepatannya berbeda karena kurangnya rangsangan visual yang mengakibatkan adanya gangguan pada : a. Koordinasi tangan, untuk anak awas pada awalnya dilakukan dengan pertama-tama melihat suatu objek atau benda yang kemudian ia akan mulai ingin menjangkaunya yang dilakukannya dengan pengalaman dan percobaan kerjasama mata dan tangan. Sedangkan pada anak tunanetra hal ini tidak 27

10 dialami dengan sendirinya, tetapi melalui lingkungan yang mampu menggerakkan gerak rangsang anak, seperti halnya melakukan jabat tangan yang lemah, kesulitan memegang suatu benda, serta kelambanan dalam persiapan membaca huruf Braille. b. Koordinasi badan, bagi anak awas untuk mencapai suatu benda maka mereka harus melakukan gerakan dalam mengkoordinasikan badannya, seperti halnya menegakkan kepalanya untuk menggapai suatu benda yang ia ingin dapatkan. Hal ini juga tidak akan dapat kita lihat atau dialami anak tunanetra pada usia 18 minggu, pada masa ini anak tunanetra sering melakukan gerakan yang tidak memiliki arti dan cenderung diam seperti halnya melakukan gerakan menusukkan jari tangan kemata. 2.2 T ahap berjalan Pada usia anak yang normal bahwa usia 15 bulan sudah mampu melakukan jalan dan dapat mengadakan eksplorasi sendiri. Sedangkan pada anak tunanetra, ia akan dapat berjalan jauh lebih tua jika dibandingkan dengan anak awas,hal ini terjadi karena kurangnya motivasi atau pendorong baik yang bersifat internal maupun eksternal untuk melangkahkan kakinya pada posisi yang bermaksud untuk mengambil suatu benda. Salah satu yang sangat menonjol pada anak tunanetra ialah kemampuan dalam melakukan mobilitas atau kemampuan berpindah-pindah tempat. Namun demikian kekurangmampuan ini dapat diminimalkan melalui manipulasi lingkungan tempat dimana tunanetra berada, yaitu melalui penciptaan lingkungan yang lebih berarti yang memungkinkan anak tunanetra mampu mengembangkan pertumbuhan jasmani dan gerak secara bebas dan aman. Oleh sebab, itu hambatan dalam perkembangan 28

11 motorik anak tunanetra berhubungan erat dengan kemampuan dalam penglihatannya yang selanjutnya berpengaruh terhadap faktor psikis dan fisik anak. Hal ini juga dilihat dari cara anak tersebut melangkahkan kakinya dan juga menggerakkan tangannya. 3 Perkembangan emosi anak tunanetra Hasil-hasil penelitian, anak tunanetra menunjukkan bahwa kemampuan untuk memberi respon secara emosional sudah dijumpai pada saat seseorang itu masih bayi atau baru lahir. Respon ini pada mulanya nampak secara random yang lama kelamaan akan menjadikan suatu hal yang terbiasa, atau differensiasi atau berurutan sesuai dengan jenjang yang paling bawah terlebih dahulu. Oleh sebab itu perkembangan emosi anak tunanetra akan sedikit mengalami hambatan dibandingkan dengan anak yang awas atau dengan anak yang normal. Keterlambatan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan kemampuan anak tunanetra dalam proses belajar. Kesulitan bagi anak tunanetra adalah mereka tidak mampu belajar secara visual tentang stimulus-stimulus apa saja yang harus diberi respon stimulus yang sesuai dengan kemampuan berkembangnya. Dengan kata lain, anak tunanetra memiliki keterbatasan yang sangat berpengaruh, khususnya berkomunikasi secara emosional melalui ekspresi atau reaksi wajah dan tubuh lainnya untuk menyampaikan perasaan yang dirasakan kepada orang lain. Perkembangan emosional anak tunanetra akan lebih terhambat apabila anak tersebut mengalami deprivasi emosi yaitu anak tersebut kurang memiki kesempatan untuk menghayati pengalaman emosi yang menyenangkan seperti kasih sayang, kegembiraan, perhatian dan kesenangan yang pada awal kehidupan atau 29

12 perkembangan yang ditolak kehadirannya oleh lingkungan keluarga atau lingkungannya dimana mereka bertempat tinggalnya. Perkembangan emosi anak tunanetra itu ialah ditampilkannya gejala-gejala emosi yang tidak seimbang atau pola-pola emosi yang negatif dan berlebihan, yaitu perasaan takut, malu, khawatir, cemas dan lain-lain. 4. Perkembangan sosial anak tunanetra Bagi anak tunanetra penguasaan seperangkat kemampuan tersebut tidaklah mudah. Hambatan-hambatan tersebut terutama muncul sebagai akibat langsung maupun akibat yang tidak langsung dari ketunanetraannya tersebut. Akibat tersebut yaitu kurangnya motivasi, ketakutan menghadapi lingkungan sosial yang lebih luasa atau baru, perasaan rendah diri, malu, sikap masyarakat yang sering tidak menguntungkan seperti penolakan, penghinaan dan lain-lain. Keterbatasan anak tunanetra untuk dapat belajar sosial melalui proses identifikasi dan imitasi. Mereka juga memiliki keterbatasan untuk mengikuti bentuk-bentuk permainan sebagai wahana penyerapan norma-norma atau aturan dalam bersosialisasi. Masa sosialisasi yang sesungguhnya akan terjadi pada saat anak tersebut memiliki lingkungan pendidikan kedua yaitu sekolah. Ketidaksiapan anak tunanetra dalam memasuki sekolah atau lingkungan baru atau kelompok lain yang berbeda atau lebih leluasa sering kali mengakibatkan anak tunanetra gagal dalam mengembangkan kemampuan sosialnya. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya penyimpanganpenyimpangan dalam perkembangan sosial anak tunanetra, sikap dan perlakuan orang tua dan keluarga tunanetra yang harus menjadi perhatian terutama pada usia 30

13 dini karena orang tua atau keluarga adalah subjek utama yang mempengaruhi perkembangan anak tersebut. 5. Perkembangan kepribadian anak tunanetra Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa perbedaan sifat kepribadian anak tunanetra dengan anak yang awas atau anak yang normal. Ada kecenderungan anak tunanetra lebih banyak mengalami gangguan kepribadian yang lebih besar yang banyak dicirikan dengan introversi, neurotic, frustasi dan gangguan mental. Dan dalam penelitian yang lain juga menyatakan bahwa gangguan lebih banyak terjadi pada anak yang gangguan penglihatannya bisa sedikit atau low vision dibanding dengan anak yang buta total. Karena mereka dapat melihat keadaan yang sebenarnya walaupun tidak begitu jelas. 4. Orientasi dan Mobilitas bagi anak tunanetra Penglihatan memiliki peranan yang amat vital bagi seseorang untuk mengenal objek secara visual atau membantu seseorang untuk mengadakan orientasi dan mobilitas dengan lingkungannya yang menjadikan hambatan terhadap kemampuan untuk bergerak secara bebas. Yang dimaksud dengan orientasi yaitu kemampuan dalam mengenal alam sekitar serta mengetahui posisi diri di dalamnya, sedangkan mobilitas yaitu kemampuan gerak atau berpindah-pindah (Soedjadi 1987: 84) Kemampuan bergerak adalah sutu gerakan yang sangat dibutuhkan oleh setiap orang dalam kehidupannya karena manusia adalah makhluk yang sangat membutuhkan pergerakan yang banyak. Oleh sebab itu, dari penglihatan seseorang itu akan dapat secara cepat mengetahui sekelilingnya tempat ia berada. Oleh sebab 31

14 itu, perkembangan mobilitas dan orientasi anak awas sangat cepat. Maka untuk anak tunanetra untuk melakukan hal tersebut mereka akan dibantu orang tua ataupun orang yang dapat melihat untuk membawa mereka mengenalkan sekelilingnya yang seterusnya mereka akan dapat melakukannya sendiri. Melalui orientasi dan mobilitas ini maka anak tersebut akan dapat berkembang kemampuan yang lain yang ada pada dirinya seperti halnya daya ingatnya, serta daya ingat yang dapat mendukung dalam proses kemampuan pendidikannya. Didalam pendidikan juga mereka di ajarkan mata pelajaran orientasi dan mobolitas yang bertujuan agar mereka dapat berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain dan dapat mengenal lingkungan tempat ia berada di sekitarnya atau di sekelilingnya. Alat Bantu yang biasa digunakan oleh anak tunanetra dalam melakukan orientasi dan mobilitas adalah tongkat putih yang khas yang menunjukkan kepada orang lain bahwa ia adalah anak tunanetra atau anak yang kurang penglihatan dan sebagai penambah rasa percaya diri mereka. Tetapi walaupun begitu anak tunanetra tidak boleh terlepas dari anak yang awas karena dari hal warna mereka tidak akan dapat membedakannya sebab warna tidak dapat diraba dan di dengar. Oleh sebab itu anak yang awas adalah anak yang dapat membantu anak yang tunanetra yang sangat besar pengaruhnya dalam hal menolong mereka, terutama untuk mengenalkan apa saja yang pertama sekali terutama dalam hal warna yang tidak dapat untuk dirabanya. 5. Kemandirian anak tunanetra Pendidikan dan pelatihan adalah suatu kunci bagi anak tunanetra untuk melaksanakan kegiatan atau memungkinkan anak tunanetra pada umumnya untuk 32

15 benar-benar hidup mandiri. Dengan kata lain anak tunanetra akan mencapai suatu kemandirian apabila mereka mempunyai pendidikan dan latihan-latihan yang tepat. James H. Omvig mengemukakan ada empat resep dasar yang dibutuhkan oleh setiap tunanetra agar dapat mencapai tujuan kemandirian yang sejati antara lain : 1) Penyandang tunanetra harus menyadari baik secara intelektual maupun emosional bahwa mereka dapat mandiri, yaitu disini mereka harus diajari untuk memahami bahwa mereka juga dapat mandiri dan juga dalam hal ini mereka harus memiliki pembimbing untuk mengajari mereka untuk latihan intelektual dan latihan dari segi emosional. Untuk itu maka bagi guru yang membimbing mereka maupun bagi panti rehabilitasi yang menampung mereka dalam haruslah dapat melaksanakan program pendidikan dan pelatihan yang tepat. Oleh sebab itu mereka juga harus memiliki prinsip siapun saya pasti saya akan dapat mandiri. 2) Penyandang tunanetra harus benar-benar belajar untuk menguasai keterampilan-keterampilan khusus yang akan dapat menjadikan mereka sebagai orang yang dapat hidup mandiri, yaitu denagn mempergunakan alat indera yang lain sebagai alat yang dapat menutupi kelemahan mereka sehingga mereka dapat terbantu untuk mendapatkan suatu kemandirian dan jika dalam suatu hal yang baru mereka jumpai maka mereka harus dapat menghadapinya dengan dibantu oleh alat indera yang lain. 3) Penyandang tunanetra harus belajar mengatasi sikap negatif masyarakat terhadap ketunanetraan hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin dikatakan atau dilakukan orang terhadap dirinya akibat kesalah pahaman atau miskonsepsi mereka terhadap ketunanetraan, yaitu mereka harus 33

16 dapat kita ajak untuk mereka apa yang menjadikan mereka bersikap demikian dan kita jelaskan apa yang akan timbul apabila mereka melakukan hal demikian dan menyatakan kepada mereka bahwa setiap masyarakat itu memilki niat untuk menolong yang memungkinkan mereka akan mampu memiliki pemahaman yang emosional untuk dapat mandiri dan menghadapi masyrakat dengan senyuman. 4) Mereka penyandang cacat tunanetra harus belajar tampil wajar didalam pergaulan sosial, yaitu karena itu menentukan apakah ia dapat diterima didalam suatu masyarakat tersebut yaitu didalam lingkungan sosialnya (Didi, 2006) Oleh sebab itu agar individu tunanetra dapat berhasil mendapatkan kemandirian maka mereka tidak hanya memerlukan pendidikan dan latihan yang asal saja tetapi harus mendapatkan pendidikan yang tepat karena kalau tidak tepat sama saja dengan menjerumuskan mereka. Pembentukan konsep diri yang tepat dan motifasi untuk mengaktualisasikan diri yang memungkinkan mereka agar dapat melakukan kegiatan mereka sehari-hari secar efektif dan efisien, kemampuan untuk mengatasi masalahmasalah sosial yang merupakan bagian yang integral dari program pendidikan dan latihan bagi setiap penyandang tunanetra untuk hidup mandiri. 34

17 6. Pendidikan tunanetra Dalam undang-undang no.72 tahun 1991 mengatakan bahwa pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik atau mental. Oleh sebab itu, dalam hal ini bagi penyandang tunanetra mereka adalah tergolong kedalam anak yang berkelainan fisik, yang akan dimasukkan kedalam Sekolah Luar Biasa. Pendidikan anak tunanetra adalah pendidikan yang sangat sulit dibandingkan dengan pendidikan anak yang awas, karena pada umunya pendidikan atau bahan mudah ditangkap dengan penglihatan dan pendengaran dari pada hanya dengan pendengaran saja. Adapun tiga prinsip utama tentang pendidikan anak tunanetra menurut Diderot yaitu : 1. Bahwa kehilangan penglihatan tidak berarti mempertajam secara khusus indera-indera yang lain, akan tetapi kehilangan salah satu indera tersebut akan memaksa indera yang lain yang masih ada untuk menerima kesan-kesan. 2. Bahwa kita sebaiknya membangun pendidikan atas dasar apa yang masih dimiliki oleh tunanetra dan apa yang tidak mereka miliki yaitu atas dasar hubungan dengan dunia objektif. 3. Sekalipun orang tunanetra yang tuli dan yang bodoh, tetapi ia dapat dilatih dan didik melalui sensori perabaan dengan penuh kesabaran serta hubungan isyarat yang dapat diraba dari objek atau benda-benda (Pradopo 1977 :47) Adapun jenjang pendidikan bagi anak tunanetra yaitu : 1. Taman Kanak-kanak Luar Biasa 2. Sekolah Dasar Luar Biasa 3. Sekolah Lanjutan Pertama Luar Biasa 35

18 4. Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Adapun model pendidikan yang tepat bagi anak tunanetra dapat dibagi menjadi 2 bagian : 1. Pendidikan Formal yaitu pertama, bentuk segresi yaitu bentuk layanan pendidikan yang tertua bagi penyandang tunanetra dan pelayanan yang khusus bagi penyandang cacat tunanetra yang memungkinkan untuk dapat mengendalikan atas kurikulum dan kehidupan sehari-hari secara menyeluruh sehingga variabel dalam lingkungan belajar anak tersebut yaitu jadwal, fasilitas fisik, kondisi kelas yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan anak tersebut. Kedua, bentuk mainstreaming yaitu bahwa asumsi bahwa pendidikan khusus tidak berarti pendidikan yang terpisah. Pendidikan ini merupakan bagian integrasi sosial, instruksional, temporal anak-anak cacat dengan anak yang normal. Oleh sebab itu dalam pendidikan ini mereka akan disesuaikan dengan kemampuan mereka sendiri. 2. Pendidikan Non-Formal yaitu berupa pelatihan-pelatihan atau kursus keterampilan untuk memberikan bekal bagi mereka dalam rangka memahami dunia kerja. Dan pendidikan ini tidak dibagi dengan jenjang dan waktu penyampaiannya lebih pendek dan singkat dan usia mereka dalam suatu kursus tidak perlu sama, dan pelajaran ini tidak merupakan pendidikan yang menjenuhkan karena diselingi dengan praktek. Adapun alat yang digunakan dalam proses belajar bagi anak tunanetra yaitu: 1. Tongkat putih sebagai tanda bahwa ia adalah penyandang tunanetra 2. Reglet sebagai alat untuk mereka menulis 3. Pena yang terbuat dari besi sebagai alat untuk mereka menulis 36

19 4. Mesin ketik yaitu untuk membantu mereka menulis agar lebih cepat yang biasanya alat ini hanya digunakan oleh guru saja 5. Tape yaitu alat mereka untuk mendengarkan cerita karena mereka hanya dapat mendengar seperti anak awas yang dapat melihat 7. Defenisi konsep Adapun yang menjadi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah perkembangan kemandirian anak tunanetra yaitu tingkatan dari perkembangan anak tunanetra yang sehingga dapat bekerja sendiri dan dapat bekerja sama dan berinteraksi dengan anak yang lainnya. 37

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Putri Shalsa Novita, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Putri Shalsa Novita, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan rancangan kegiatan yang paling banyak berpengaruh terhadap perubahan perilaku seseorang dan masyarakat luas. Menurut UU Sisdiknas tahun

Lebih terperinci

TUNA NETRA NUR INDAH PANGASTUTI

TUNA NETRA NUR INDAH PANGASTUTI TUNA NETRA NUR INDAH PANGASTUTI TUNANETRA Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Pendidikan tidak hanya bertindak sebagai alat yang dapat meningkatkan kapasitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang menginginkan tubuh yang sempurna. Banyak orang yang mempunyai anggapan bahwa penampilan fisik yang menarik diidentikkan dengan memiliki tubuh yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang di miliki. Di dalam diri mereka telah melekat harkat dan martabat sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang di miliki. Di dalam diri mereka telah melekat harkat dan martabat sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak adalah amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang lebih tinggi dari kedudukan harta dan benda, bahkan jauh lebih berharga di atas segala sesuatu yang di miliki. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang dapat mempengaruhi proses serta hasil pendidikan pada

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang dapat mempengaruhi proses serta hasil pendidikan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang paling mendasar menempati posisi yang sangat strategis dalam pengembangan sumber daya manusia ( Depdiknas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pendidikan dasar yang merupakan upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pendidikan dasar yang merupakan upaya pembinaan yang ditujukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum pendidikan dasar yang merupakan upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan

Lebih terperinci

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Pendahuluan Setiap anak memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda. Proses utama perkembangan anak merupakan hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi fisik maupun mental yang sempurna. Namun pada kenyataannya tidak

BAB I PENDAHULUAN. kondisi fisik maupun mental yang sempurna. Namun pada kenyataannya tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menjadi seseorang yang memiliki keterbatasan bukan keinginan atau pilihan hidup setiap manusia. Tentunya semua manusia ingin hidup dengan kondisi fisik maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu memikul beban tugas dan tanggung jawab serta berpartisipasi

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu memikul beban tugas dan tanggung jawab serta berpartisipasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak dikatakan sebagai cikal bakal lahirnya suatu generasi baru, dimana anak menjadi generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa yang diharapkan mampu memikul

Lebih terperinci

Motivasi Penyandang Tunanetra Dalam Bersosialisasi di Lingkungan RSCN. Malang. Abstrak

Motivasi Penyandang Tunanetra Dalam Bersosialisasi di Lingkungan RSCN. Malang. Abstrak Motivasi Penyandang Tunanetra Dalam Bersosialisasi di Lingkungan RSCN Malang Abstrak Ketunanetraan seringkali menimbulkan rasa ketidak berdayaan pada orang yang mengalaminya. perasaan ketidak berdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bisa merangsang motorik halus anak. Kemampuan ibu-ibu dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang bisa merangsang motorik halus anak. Kemampuan ibu-ibu dalam BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Rendahnya kemampuan anak disebabkan oleh kurangnya kegiatan yang bisa merangsang motorik halus anak. Kemampuan ibu-ibu dalam deteksi dini gangguan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai mahkluk sosial selalu berhubungan dengan orang lain karena pada dasarnya manusia tercipta sebagai mahluk sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara yang sudah merdeka sudah sepatutnya negara tersebut mampu untuk membangun dan memperkuat kekuatan sendiri tanpa harus bergantung pada negara lain. Maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Setiap manusia pada hakikatnya pasti ingin dilahirkan secara sempurna dan normal secara fisik. Pada kenyataannya, tidak semua manusia mendapatkan keinginan

Lebih terperinci

LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN PERKEMBANGAN DAN PROSES PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN PERKEMBANGAN DAN PROSES PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN PERKEMBANGAN DAN PROSES PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (Suatu Observasi Lapangan di SDLB Desa Labui, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh) Oleh: Qathrinnida, S.Pd Suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu sistem yang telah diatur dalam undang-undang. Tujuan pendidikan nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu sistem yang telah diatur dalam undang-undang. Tujuan pendidikan nasional BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Sebagai suatu usaha yang memiliki tujuan, maka pelaksanaannya harus berada dalam proses

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA. Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1

IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA. Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1 IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1 Abstract: Artikel ini dimaksudkan untuk membantu para guru dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan

Lebih terperinci

KONSEP DASAR BIMBINGAN JASMANI ADAPTIF BAGI TUNANETRA. Irham Hosni PLB FIP UPI

KONSEP DASAR BIMBINGAN JASMANI ADAPTIF BAGI TUNANETRA. Irham Hosni PLB FIP UPI KONSEP DASAR BIMBINGAN JASMANI ADAPTIF BAGI TUNANETRA Irham Hosni PLB FIP UPI A. Modifikasi Pembelajaran TUNANETRA Dalam merancang pembelajaran atau Bimbingan Rehabilitasi Tunanetra maka kita harus menemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan generasi sumber daya manusia yang lebih baik. Pendidikan anak usia

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan generasi sumber daya manusia yang lebih baik. Pendidikan anak usia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sangat penting bagi keluarga untuk menciptakan generasi sumber daya manusia yang lebih baik. Pendidikan anak usia dini merupakan upaya

Lebih terperinci

Karakteristik Anak Usia Sekolah

Karakteristik Anak Usia Sekolah 1 Usia Sekolah Usia Sekolah 2 Informasi Umum dengan Disabilitas 3 Usia Sekolah Anak dengan Disabilitas Anak Dengan Disabilitas adalah anak yang mempunyai kelainan fisik dan/ atau mental yang dapat mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas suatu bangsa. Setiap warga negara Indonesia, tanpa membedakan asal-usul, status sosial ekonomi,

Lebih terperinci

BAB II TUNANETRA (LOW VISION)

BAB II TUNANETRA (LOW VISION) BAB II TUNANETRA (LOW VISION) 2.1. Difabel. Difabel adalah sekelompok masyarakat yang memiliki kemampuan yang berbeda dengan masyarakat non-difabel, ada yang memiliki kelaianan pada fisiknya saja, ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif

Lebih terperinci

Bagaimana? Apa? Mengapa?

Bagaimana? Apa? Mengapa? ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Bagaimana? Apa? Mengapa? PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa. Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa. Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa : 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan upaya sadar dan terencana yang dilakukan dalam rangka mencapai kedewasaan subyek didik secara aktif mengembangkan potensipotensi dirinya.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa usia Taman kanak-kanak adalah masa di mana perkembangan fisik dan kemampuan anak berlangsung dengan sangat cepat. Salah satu perkembangan yang sedang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bayi, balita hingga masa kanak-kanak. Kebutuhan atau dorongan internal

BAB I PENDAHULUAN. bayi, balita hingga masa kanak-kanak. Kebutuhan atau dorongan internal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia anak adalah dunia bermain, karena selama rentang perkembangan usia dini anak melakukan kegiatan dengan bermain, mulai dari bayi, balita hingga masa kanak-kanak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang mandiri. Begitu pentingnya pendidikan bagi diri sendiri, dan teknologi agar bangsa semakin maju dan berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang mandiri. Begitu pentingnya pendidikan bagi diri sendiri, dan teknologi agar bangsa semakin maju dan berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu proses pendidikan yang berlangsung di Indonesia yang terdiri dari pendidikan formal dan non formal. Di samping itu pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga masa dewasa. Perkembangan yang dilalui tersebut merupakan suatu perubahan yang kontinu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan sangatlah penting bagi setiap manusia dalam rangka mengembangkan segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

Lebih terperinci

mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas umum Pemerintahan dan pembangunan dibidang kesejahteraan sosial dan keagamaan.

mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas umum Pemerintahan dan pembangunan dibidang kesejahteraan sosial dan keagamaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinas sosial merupakan unsur pelaksana Pemerintah daerah dibidang sosial yang dipimpin oleh kepala dinasyang berkedudukan dan bertanggungjawab kepada Gubernur melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini disebut juga sebagai usia emas atau golden age. Pada masamasa

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini disebut juga sebagai usia emas atau golden age. Pada masamasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia dini disebut juga sebagai usia emas atau golden age. Pada masamasa ini merupakan masa kritis dimana anak membutuhkan rangsanganrangsangan yang tepat untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk mencetak sumber daya manusia yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG UPI Kampus Serang Nova Sri Wahyuni, 2016

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG UPI Kampus Serang Nova Sri Wahyuni, 2016 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan sebagai salah satu aspek dalam meningkatkan sumber daya manusia yang terus diperbaiki dan direnovasi dari segala aspek. Pendidikan sebagai tempat pertumbuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR Ernawulan Syaodih Pendahuluan Perkembangan individu merupakan sesuatu yang kompleks, artinya banyak faktor yang turut berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,

Lebih terperinci

MELATIH MOTORIK ANAK DOWN SYNDROME DENGAN METODE PERSIAPAN MENULIS DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA

MELATIH MOTORIK ANAK DOWN SYNDROME DENGAN METODE PERSIAPAN MENULIS DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA MELATIH MOTORIK ANAK DOWN SYNDROME DENGAN METODE PERSIAPAN MENULIS DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 Disusun Oleh : AFRIYAN QAHARANI NIM.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pengklasifikasian anak itu sudah dibagi dengan jelas. Untuk anak yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pengklasifikasian anak itu sudah dibagi dengan jelas. Untuk anak yang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Anak cacat adalah anak yang berkebutuhan khusus karena mereka adalah anak yang memiliki kekurangan. Anak cacat atau berkelainan juga memiliki klasifikasi. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, motorik dan sosio emosional. Berdasarkan Pemerdiknas No. 58. Standar Pencapaian perkembangan berisi kaidah pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, motorik dan sosio emosional. Berdasarkan Pemerdiknas No. 58. Standar Pencapaian perkembangan berisi kaidah pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan dipelihara karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan untuk anak usia 0-6 tahun. Aspek yang dikembangkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan untuk anak usia 0-6 tahun. Aspek yang dikembangkan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu jenjang pendidikan yang ditujukan untuk anak usia 0-6 tahun. Aspek yang dikembangkan dalam pendidikan anak usia dini adalah aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki rasa minder untuk berinteraksi dengan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki rasa minder untuk berinteraksi dengan orang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyandang tuna netra tidak bisa dipandang sebelah mata, individu tersebut memiliki kemampuan istimewa dibanding individu yang awas. Penyandang tuna netra lebih

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dialami oleh siswa sebagai peserta didik, untuk menentukan berhasil atau tidaknya

BAB II KAJIAN TEORI. dialami oleh siswa sebagai peserta didik, untuk menentukan berhasil atau tidaknya BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Belajar Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang yang paling pokok. Ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendefiniskan pendidikan anak usia dini sebagai. boleh terpisah karena ketiganya saling berkaitan. Aspek kognitif berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mendefiniskan pendidikan anak usia dini sebagai. boleh terpisah karena ketiganya saling berkaitan. Aspek kognitif berkaitan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam rentang kehidupan manusia, memiliki peran yang strategis. Manusia melalui usaha sadarnya berupaya untuk mengembangkan segenap potensi yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Batasan dan karakteristik Ketunanetraan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Batasan dan karakteristik Ketunanetraan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan karakteristik Ketunanetraan Tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti

Lebih terperinci

KONSEP DAN STRATEGI IMPLEMENTASI KTSP SLB TUNANETRA

KONSEP DAN STRATEGI IMPLEMENTASI KTSP SLB TUNANETRA KONSEP DAN STRATEGI IMPLEMENTASI KTSP SLB TUNANETRA Disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Guru PAI Tunanetra di SLB se-indonesia Wisma Shakti Taridi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. Kehilangan pendengaran yang ringan

Lebih terperinci

INSTRUMEN PENJARINGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. Nama Lengkap. Kecamatan.. Kab/Kota. : Belum Sekolah/Pernah Sekolah (DO) / Sekolah.

INSTRUMEN PENJARINGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. Nama Lengkap. Kecamatan.. Kab/Kota. : Belum Sekolah/Pernah Sekolah (DO) / Sekolah. A. Identitas Anak INSTRUMEN PENJARINGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Nama Lengkap Jenis Kelamin Anak ke Umur Agama Tempat Tgl Lahir Alamat Rumah Pendidikan :.. : Laki-laki / Perempuan. : dari.. bersaudara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan untuk penguasaan konsep sepanjang kehidupan mereka. Semua indera yang

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan untuk penguasaan konsep sepanjang kehidupan mereka. Semua indera yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Seorang individu dilahirkan dengan berbagai macam indera yang sangat dibutuhkan untuk penguasaan konsep sepanjang kehidupan mereka. Semua indera yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buruknya masa depan bangsa. Jika sejak usia dini anak dibekali dengan

BAB I PENDAHULUAN. buruknya masa depan bangsa. Jika sejak usia dini anak dibekali dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak Usia Dini merupakan aset bangsa yang akan menentukan baik buruknya masa depan bangsa. Jika sejak usia dini anak dibekali dengan pendidikan dan nilai-nilai yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam melaksanakan tugas belajar yang dilakukan oleh siswa sehingga menjadi kebiasaan. Dalam pendidikan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan usia dini memegang peran yang sangat penting dalam perkembangan anak karena merupakan pondasi dasar dalam kepribadian anak. Anak yang berusia 5-6 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan manusia seutuhnya bertujuan agar individu dapat mengekspresikan dan mengaktualisasi diri dengan mengembangkan secara optimal dimensi-dimensi kepribadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan dengan kesempurnaan yang berbeda. Kesempurnaan tidak hanya dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki. Umumnya seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mana merupakan wujud cinta kasih sayang kedua orang tua. Orang tua harus membantu merangsang anak

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, dihadapkan pada banyak tantangan baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, budaya juga pendidikan. Semakin hari persaingan sumber

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS HERRY WIDYASTONO Kepala Bidang Kurikulum Pendidikan Khusus PUSAT KURIKULUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 6/9/2010 Herry

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Masing-masing anak memiliki bakat dan potensi yang telah dibawanya dari

PENDAHULUAN. Masing-masing anak memiliki bakat dan potensi yang telah dibawanya dari 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak sebagai individu yang unik memiliki karakteristik yang berbedabeda. Masing-masing anak memiliki bakat dan potensi yang telah dibawanya dari sejak lahir. Masa

Lebih terperinci

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI Rita Eka Izzaty SETUJUKAH BAHWA Setiap anak cerdas Setiap anak manis Setiap anak pintar Setiap anak hebat MENGAPA ANAK SEJAK USIA DINI PENTING UNTUK DIASUH DAN DIDIDIK DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepribadian seorang anak merupakan gabungan dari fungsi secara nyata maupun fungsi potensial pola organisme yang ditentukan oleh faktor keturunan dan penguatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak adalah karunia yang diberikan oleh Tuhan kepada umatnya. Setiap orang yang telah terikat dalam sebuah institusi perkawinan pasti ingin dianugerahi seorang anak.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem

Lebih terperinci

Dari pengertian WHO diatas tentang Low Vision dapat ditangkap hal sebagai berikut:

Dari pengertian WHO diatas tentang Low Vision dapat ditangkap hal sebagai berikut: A. Pokok-Pokok Perkuliahan Low Vision Oleh Drs. Ahmad Nawawi Sub-sub Pokok Bahasan : 1. Definisi dan Prevalensi 2. Ciri-ciri Anak Low Vision 3. Klasifikasi Low Vision 4. Latihan Pengembangan Penglihatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak usia dini (AUD) adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun Internasional. Pendidikan pada hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. maupun Internasional. Pendidikan pada hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memiliki peranan penting untuk mewujudkan tujuan pengembangan nasional bangsa indonesia. Melalui pendidikan diharapkan harkat dan martabat masyarakat indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tua, lingkungan masyarakat sekitarnya, dan negara. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasiona No 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. tua, lingkungan masyarakat sekitarnya, dan negara. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasiona No 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan potensi sumber daya manusia (SDM) serta penerus cita perjuangan bangsa. Untuk mampu melaksanakan tanggung jawab tersebut anak perlu mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jasmani dan rohani anak di lingkungan keluarga sebelum memasuki. pendidikan dasar. Anak yang dalam pandangan pendidikan modern

BAB I PENDAHULUAN. jasmani dan rohani anak di lingkungan keluarga sebelum memasuki. pendidikan dasar. Anak yang dalam pandangan pendidikan modern BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan terkait pada seluruh aspek kehidupan manusia. Pendidikan diarahkan pada perkembangan dan pertumbuhan manusia agar menjadi manusia yang memiliki identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak. Dalam usia 0-5 tahun, anak diajarkan berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak. Dalam usia 0-5 tahun, anak diajarkan berbagai macam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Usia emas atau golden age adalah masa yang paling penting dalam proses kecerdasan anak. Dalam usia 0-5 tahun, anak diajarkan berbagai macam pendidikan dasar,

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN VISUS MATA

PEMERIKSAAN VISUS MATA PEMERIKSAAN VISUS MATA Tidak semua orang mempunyai visus yang sama. Visus dipergunakan untuk menentukan penggunaan kacamata. Visus penderita bukan saja memberi pengertian tentang optiknya (kaca mata) tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal. Menurut makna. tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa potensi anak harus

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal. Menurut makna. tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa potensi anak harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia dini merupakan periode masa emas bagi perkembangan anak dimana tahap perkembangan otak pada anak usia dini menempati posisi yang paling vital yakni meliputi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MASA BAYI

PERKEMBANGAN MASA BAYI PERKEMBANGAN MASA BAYI Tahap Masa Bayi Neonatal (0 atau baru Lahir-2 minggu Bayi (2 minggu- 2 tahun) TUGAS PERKEMBANGAN MASA BAYI Belajar makan makanan padat Belajar berjalan Belajar bicara Belajar menguasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembelajaran di Taman Kanak-Kanak merupakan suatu wadah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembelajaran di Taman Kanak-Kanak merupakan suatu wadah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Anak-anak adalah generasi penerus bangsa. Di pundak merekalah kelak kita menyerahkan peradaban yang telah kita bangun dan akan kita tinggalkan. Kesadaran akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan

BAB I PENDAHULUAN. tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan secara umum adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

Tinjauan Mata Kuliah Masa TK : perkembangan fisik dan kemampuan anak berlangsung sangat cepat. Perkembangan Motorik Perkembangan motorik identik denga

Tinjauan Mata Kuliah Masa TK : perkembangan fisik dan kemampuan anak berlangsung sangat cepat. Perkembangan Motorik Perkembangan motorik identik denga Metode Pengembangan Fisik Drs. Rumpis Agus Sudarko, M.S. FIK-UNY Tinjauan Mata Kuliah Masa TK : perkembangan fisik dan kemampuan anak berlangsung sangat cepat. Perkembangan Motorik Perkembangan motorik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, yang mencakup beberapa sub bidang, salah satu lingkup

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, yang mencakup beberapa sub bidang, salah satu lingkup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan keperawatan adalah salah satu bentuk kegiatan dibidang kesehatan, yang mencakup beberapa sub bidang, salah satu lingkup keperawatan adalah keperawatan anak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu secara total maupun sebagian (low vision). Tunanetra berhak untuk

BAB I PENDAHULUAN. itu secara total maupun sebagian (low vision). Tunanetra berhak untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tunanetra adalah orang yang mengalami kerusakan pada mata, baik itu secara total maupun sebagian (low vision). Tunanetra berhak untuk hidup di lingkungan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditangani, dan tidak akan pernah selesai untuk dikerjakan dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN. ditangani, dan tidak akan pernah selesai untuk dikerjakan dari waktu ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proyek kemanusiaan yang tiada henti-hentinya ditangani, dan tidak akan pernah selesai untuk dikerjakan dari waktu ke waktu. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandiri ilmu yang dipelajarinya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mandiri ilmu yang dipelajarinya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan kita mentrasfer pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Anak seolah-olah tidak

BAB I PENDAHULUAN. terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Anak seolah-olah tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dibekali kemampuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Potensi merupakan kemampuan seseorang untuk menghasilkan ide-ide atau informasi

Lebih terperinci

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi menurut Irwanto, et al (dalam Rangkuti & Anggaraeni, 2005), adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa) sampai

Lebih terperinci

BERMAIN SEBAGAI SARANA PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI

BERMAIN SEBAGAI SARANA PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI BERMAIN SEBAGAI SARANA PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI Asep Ardiyanto PGSD FIP Universitas PGRI Semarang ardiyanto.hernanda@gmail.com Abstrak Bermain bagi anak usia dini adalah sesuatu yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan penelitian dan pengembangan serta akan diuraikan juga mengenai

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan penelitian dan pengembangan serta akan diuraikan juga mengenai BAB I PENDAHULUAN Pada bab I ini, peneliti akan menguraikan tentang latar belakang masalah yang akan diteliti dan dikembangkan, tujuan penelitian dan pengembangan, spesifikasi produk yang diharapkan, pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi seorang anak untuk mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan anak untuk menerjemahkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Proses Pembelajaran. Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Proses Pembelajaran. Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan. BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Proses Pembelajaran Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan. Suyono dan Hariyanto (2014) mengatakan belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus. dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus. dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal. Anak memiliki karakteristik yang khas dan tidak

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KEMANDIRIAN ACTIVITY OF DAILY LIVING ANAK LOW VISION SEKOLAH DASAR KELAS IV DI SLB NEGERI A KOTA BANDUNG

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KEMANDIRIAN ACTIVITY OF DAILY LIVING ANAK LOW VISION SEKOLAH DASAR KELAS IV DI SLB NEGERI A KOTA BANDUNG A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Setiap individu ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan, tanpa ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki alat indera yang lengkap, terutama mata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan untuk anak dalam rentang usia empat sampai dengan enam tahun yang sangat penting untuk mengembangkan

Lebih terperinci