PERIODESASI WAKTU BERDASARKAN PENGALAMAN PETANI: Kajian Antropologi Mengenai Periode Perkembangan Budidaya Hortikultura Di Berastagi Kab. Karo.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERIODESASI WAKTU BERDASARKAN PENGALAMAN PETANI: Kajian Antropologi Mengenai Periode Perkembangan Budidaya Hortikultura Di Berastagi Kab. Karo."

Transkripsi

1 PERIODESASI WAKTU BERDASARKAN PENGALAMAN PETANI: Kajian Antropologi Mengenai Periode Perkembangan Budidaya Hortikultura Di Berastagi Kab. Karo. Sri Alem Br.Sembiring 1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara A. Pendahuluan Tulisan ini mendeskripsikan bagaimana petani membuat pembagian periode waktu untuk menentukan perkembangan kegiatan pertanian mereka, khususnya kegiatan praktik tanam campuran hortikultura di lahan pertanian mereka. Hal yang menarik dari pembagian waktu berdasarkan kriteria periodesasi versi petani ini adalah bahwa periode itu didasarkan kepada pengalaman-pengalaman historis petani dari satu kurun waktu ke kurun waktu yang lain. Pengalaman-pengalaman itu dapat berupa hal yang menggembirakan, menyedihkan, menggelisahkan atau menakutkan yang dibarengi rasa was-was akan kerugian atau keuntungan hasil ladang. Pengalaman-pengalaman itu bervariasi dari masing-masing petani. Namun mereka dapat mengkaji secara makro apakah situasi itu akan menguntungkan atau merugikan bagi mereka. Secara umum, setiap petani senantiasa cenderung menghubungkan ungkapan pengalaman mereka dengan perkembangan situasi politik pada setiap periode waktu tertentu yang berimbas dengan kegiatan pertanian dan keuntungan atau kerugian yang mereka peroleh dari hasil panen. Kegiatan budidaya hortikultura yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah kegiatan penanaman bermacam-macam jenis tanaman hortikultura dalam satyu lahan pertanian milik petani. Teknikpenanaman semacam ini senada dengan isu saat ini hangat dibicarakan kalangan iluwan dengan kata kunci biodiversity (keanekaragaman hayati) yang dapat mempertahankan sistem pertanian yang berkelanjutan. Cleveland (1993) menyebutnya dengan sustainable agriculture yang sangat penting untuk mempertahankan stabilitas pertanian (lihat juga tulisan Shand 1997). B. Sisi Historis Perkembangan Budidaya Hortikultura Uraian berikut ini akan memberikan suatu penggambaran bahwa periodesasi perkembangan budidaya hortikultura itu juga erat berkaitan dengan aspek perkembangan pengetahuan penduduk, interkasi penduduk dengan para migran, kebijakan pemerintah di bidang politik, perkembangan pemanfaatan sarana jalan 1 Tulisan ini merupakan hasil penelitian penulis dalam rangka penulisan tesis Magister selama enam bulan di Berastagi, khususnya di Desa Gurusinga yang merupakan Desa terluas areal pertaniannya di Wilayah Kecamatan Berastagi. Tulisan ini secara mikro adalah potret dari Desa Gurusinga khususnya. Setelah dikonformasi dengan beberapa desa lain di Wilayah Kecamatan Berastagi, maka tidak berlebihan jika penulis mengatakan bahwa apa yang tertera dalam tulisan ini adalah merupakan kondisi makro umum di Kecamatan Berastagi digitized by USU digital library 1

2 dan transportasi, perkembangan pemanfaatan lahan dan secara tidak langsung dengan perkembangan jumlah penduduk. Deskripsi berikut ini akan menunjukkan aspek the whole dari suatu kajian antropologi. Perhatian secara holistik ini cenderung memberikan suatu gambaran yang lebih mendetail mengenai suatu topik yang ditinjau dari banyak sisi dan menunjukkan hubungan antara satu sisi dengan sisi lainnya sebagai suatu sistem terkait (lihat dalam Vredenbregt 1984: Bernard 1994). B.1. Periode Zaman Belanda Apabila kita menanyakan tentang sejarah tanaman hortikultura di desa ini, hampir seluruh petani akan memulai penuturannya dengan kalimat, dulu pada waktu jaman Belanda.... Zaman Belanda merupakan salah satu awal perhitungan sejarah penting bagi petani di Kab Karo, khususnya di Desa Gurusinga. Kriteria periodesasi itu diawali dengan periode Zaman Belanda. Istilah lain yang digunakan untuk menyebut periode ini adalah opedenga mengongsi (sebelum mengungsi), atau opedenga kirim (sebelum adanya pengiriman produk pertanian untuk kebutuhan ekspor). Istilah-istilah ini digunakan penduduk untuk menyebutkan apa yang terjadi pada tahun Kesamaan perhitungan waktu di antara penduduk berlaku untuk masa sesudahnya, yaitu masa sesudah mengungsi. Perbedaan penggunanaan istilah ini, seperti opedenga mengongsi atau opedenga kirim cenderung disebabkan beberapa hal. Pertama, penduduk mempunyai pengalaman hidup yang sangat menyakitkan selama pengungsian, sehingga melekat dalam ingatannya adalah masa sebelum mengungsi. Beberapa penduduk lainnya menghubungkan dengan waktu pengiriman barang untuk kebutuhan ekspor, karena pilihan tanaman mereka terutama ditujukan untuk kebutuhan ekspor, seperti kentang atau kol. Atau, karena penduduk tersebut mendapat keuntungan besar pada saat adanya pengiriman hasil produksi pertanian untuk ekspor pada awal tahun 1950, sehingga mereka membedakannya antara adanya pengiriman dan sebelum pengiriman barang hasil produksi pertanian. Sebahagian besar petani lanjut usia (di atas 60 thn) selalu mengawali pembicaraan mereka mengenai sejarah hortikultura dengan sebuah senyum bahagia, seolah bernostalgia dengan serangkaian sejarah hidup mereka. Menurut mereka, tanaman hortikultura pada Zaman Belanda yang telah menghilang saat ini hanya sedikit. Hanya jenis tangho yang sudah tidak di tanam lagi, karena sangat susah untuk memasarkannya. Jenis hortikultura lainnya yang saat ini sudah mulai susah ditemukan adalah andebi dan peleng 2. Ketiga jenis tanaman ini adalah tanaman favorit pada Zaman Belanda, begitulah mereka menuturkannya. Ketiganya banyak di tanam di sekitar Gurusinga, khususnya di Tangkulen (Dusun IV), mengingat lokasi dusun ini sangat dekat dengan kompleks perumahan orang-orang Belanda di jalan udara, tepatnya di desa Gundaling II. Jenis hortikultura lainnya yang muncul hampir bersamaan adalah kentang bibit Holland ( Solanun tuberosum L ), kubis ( Brassica oleracexa/brassica 2 Penduduk tidak mengetahui apa penyebutan tanaman ini dalam bahasa Indonesia. Selain itu untuk menemukan jenis tanaman ini sudah sangat susah satt ini. Penduduk hanya menyebutkan bahwa jenis ini hampir sama dengan jenis petsai (Brassica campestris var. pekinensis Rupr. atau Brassica sinensis) digitized by USU digital library 2

3 olerceaevar capitata L ) yang diperkenalkan oleh imigran Tionghoa, sayur putih ( Brassica campestris var pekinensis Rupr ), dan buncis ( Phaseoulus vulgaris L ). Buncis merupakan tanaman terakhir pada periode ini 3. Disamping itu, menurut penduduk juga terdapat beberapa jenis hortikultura lokal 4, seperti; selada air (sayur parit), tomat lokal (buahnya sangat kecil), labu jipang, labu kuning (labu siam), labu putih (walo), daun labu, dan kangkung. Pada saat ini (tahun 1946), jumlah penduduk berkisar 202 kk. Pemanfaatan lahan hanya berkisar 60 ha dengan tanaman dominan padi dan jagung. Pada tahun ini juga sudah terdapat beberapa migran Tionghoa menyewa ladang-ladang petani di Dusun IV (Tangkulen) untuk menanam tanaman muda (berusia tiga atau empat bulan), seperti kubis dan kentang. Ladang-ladang petani di dusun IV (Tangkulen) disewa oleh beberapa migran Tionghoa dengan masa sewa berkisar antara 1-3 tahun dan luas ladang mencapai 1-3 ha. Perjanjian sewa-menyewa disepakati dengan catatan bahwa pihak penyewa tidak diizinkan menanam tanaman padi dan jagung, hanya tanaman muda. Disamping itu, pekerja pada ladang sewaan adalah petani pemilik ladang, dan dapat ditambah dengan pekerja lain apabila dianggap belum mencukupi. Pada masa ini, petani Gurusinga belum menanam tanaman muda dengan tujuan untuk dijual ke pasar atau untuk eksport, karena tidak memiliki modal dan belum mengetahui cara perawatannya. Pada tahun 1946 ini, sarana jalan desa di kuta (Dudun I dan II) masih merupakan jalan tanah dengan luas 4-5 m. Sementara, di Dusun Korpri (Dusun III) belum ditemukan sarana jalan (transportasi), hanya tersedia jalan tikus menuju Kota Kabanjahe dan Desa Kaban yang merupakan desa tetangga Gurusinga. Arealareal perladangan lain masih dibiarkan kosong oleh pemiliknya. Pada saat ini, hasil ladang dibawa ke pasar di Berastagi dengan cara menjunjung di atas kepala (i jujung). Petani harus berangkat dari Desa Gurusinga berkisar pukul wib atau wib pagi. Pedati (gereta lembu) dapat digunakan, tetapi sewanya mahal dan juga ada rasa takut karena kondisi jalan masih berlubang-lubang dengan kedalaman mencapai 0,5 m 5. Lubang ini disebabkan oleh bekas roda pedati lembu atau kerbau pada musim hujan. Pada saat itu, angkutan bus hanya tersedia pada musim kemarau. B.2. Periode Sesudah Mengungsi Penanggalan sejarah hortikultura berikutnya adalah masa sesudah mengungsi. Penduduk menyebutnya dengan zaman mulih mengungsi. Masa ini dimulai pada tahun Penekanan penting dari periode ini terutama pada masa dimulainya pengiriman ekspor barang ke negara Malaysia dan Singapura berkisar tahun Masa ini dibagi penduduk Gurusinga ke dalam tiga periode waktu. Ketiganya didasarkan kepada arus ekspor barang. Kata kunci yang beredar luas 3 Kentang diperkirakan penduduk mulai ditanam pertama kali di Gurusinga pada tahun 1925, dengan jenis bibit Holland yang dibawa oleh pemerintah Belanda. Beberapa penduduk juga mengatakan, bahwa tanaman daun prei dan daun sop juga telah ditemukan di desa lain, namun belum ditanam di Gurusinga. 4 Lokal dalam pengertian penduduk adalah, bahwa jenis tanaman tersebut telah ada sebelum kedatangan Belanda atau sebelum mengungsi.. 5 Menurut petani, persiapan yang dilakukan sangat merepotkan. Pengepakan barang harus selesai sehari sebelumnya. Berangkat dari desa secara berkelompok (antara 5-6 orang) pada subuh pagi hari dengan membawa obor untuk menerangi jalan. Tiba di Berastagi berkisar pukul Wib digitized by USU digital library 3

4 untuk seluruh periode ini adalah Konfrontasi Malaysia, sebab peristiwa ini yang menyebabkan arus ekspor barang menjadi terhenti. Terhentinya arus ekspor barang ini berpengaruh kepada pilihan jenis dan jumlah penanaman, dan pendapatan petani. Penduduk memilah tiga kurun waktu, yaitu; pra konfrontasi, saat konfrontasi dan pasca konfrontasi. Penyebutan Konfrontasi Malaysia menjadi penting bagi petani karena situasi konfrontasi ini sangat menentukan terhadap keuntungan dan kerugian yang diperoleh petani atas hasil panen tanaman hortikultura mereka. Uraian berikut ini akan mendeskripsikan situasi yang dialami petani pada ke tiga periode waktu di masa konfrontasi tersebut. B.2.1. Pra Konfrontasi Periode ini di mulai sejak tahun 1947 atau 1948, tepat pada saat kembalinya penduduk desa Gurusinga dan wilayah sekitarnya dari pengungsian hingga memasuki awal tahun Sekitar tahun 1948, tanaman hortikultura di Gurusinga dikuasai oleh para migran Tionghoa yang menyewa lahan petani lokal untuk masa 1-3 tahun. Keuntungan ekspor barang juga hanya dirasakan oleh para migran, karena penduduk lokal hanya berperan sebagai buruh tani miskin pada lahannya sendiri yang telah disewa oleh migran Tionghoa. Masa ini dijadikan masa belajar untuk menanam tanaman muda (tanaman hortikultura atau tanaman berusia singkat). Kegiatan belajar ini dapat dilakukan karena kegiatan cocok tanam dipercayakan oleh para migran Tionghoa sepenuhnya kepada buruh tani. Sementara migran Tionghoa berperan sebagai pemberi instruksi dan pengawas kerja. Dengan menjadi buruh, petani-petani Gurusinga dapat menambah pengetahuan mereka tentang tanaman hortikultura. Pada masa ini juga telah mulai terbuka peluang pasar ekspor. Beberapa petani desa ini yang telah memiliki uang dari hasil sewa tanah dan gaji sebagai buruh tani mulai memberanikan diri untuk beralih dari tanaman padi dan jagung ke tanaman hortikultura dalam skala kecil. Keberuntungan beberapa petani pemula ini kemudian diikuti petani lain. Pada masa ini jenis tanaman baru didominasi jenis kubis, antara lain; sayur manis, sayur pendek, sayur panjang, dan sayur pahit (menurut penyebutan lokal). Ada juga jenis kacang-kacangan, seperti; kacang koro, dan kacang panjang. Pada masa kembali dari mengungsi dimulai tahun 1947 sampai 1948, kondisi jalan dan sarana transportasi masih seperti masa sebelum mengungsi. Pada masa ini pemanfaatan lahan mencapai 100 ha. Sebahagian besar dari lahan pertanian dimanfaatkan oleh migran Tionghoa yang menyewa lahan petani di Gurusinga. Tahap berikutnya dari periode ini dimulai tepat pada awal tahun Tahun ini merupakan tahun emas bagi sebahagian besar penduduk desa. Pada tahun ini, sebahagian besar petani Gurusinga memperoleh keuntungan besar dari hasil panen mereka berkat adanya ekspor barang ke negara Malaysia dan Singapura. Mereka mulai memiliki uang berlebih dari penjualan hortikultura. Selama tahun ini, pertambahan varietas tanaman meliputi; wortel, bunga kol, daun sop, prei, dan selada (selada keriting). Menjelang akhir tahun 1960, pertambahan jenis tanaman berupa keragaman varietas semata, seperti; bibit berbeda dari jenis kol, jenis kentang, jenis buncis. Varietas baru ini disebut lebih unggul oleh pihak yang memperkenalkannya, apakah itu petugas pertanian atau pemilik kios dan obat yang menjualnya. Peningkatan pemanfaatan lahan untuk pertanian dimulai pada saat adanya pengiriman ekspor produk pertanian ini, yakni berkisar tahun an. Pada 2002 digitized by USU digital library 4

5 masa ini, pemanfatan lahan mencapai ha, dan jumlah penduduk mengalami pertambahan mencapai 300 kk. Perluasan ini disebabkan karena sebagian penduduk telah mulai mengikuti gaya migran Tionghoa, yaitu menanam tanaman muda (tanaman berusia muda). Beberapa penduduk telah mulai mengetahui cara menanam dan merawat tanaman muda. Penyebab lain juga karena menjelang tahun 60-an terjadi peningkatan volume eksport hasil pertanian ke negara tetangga Malaysia dan Singapura. Sarana jalan dan transportasi dan model pengangkutan hasil ladang juga masih seperti tahun Keadaan yang begitu membahagiakan bagi perbaikan penghasilan melalui ekspor ini terhenti dengan dilakukannya pemutusan hubungan baik dengan Malaysia pada tahun B.2.2. Saat Konfrontasi Pemutusan hubungan dengan Malaysia tidak mengurangi penanaman jumlah varietas yang ada. Perubahan yang terjadi hanyalah pada segi jumlah hasil panen yang berkurang. Berkurangnya hasil panen disebabkan karena setiap petani menanam sayuran dalam jumlah yang lebih sedikit dari pada biasanya. Pengurangan jumlah penanaman ini terjadi karena pendistribusian hasil panen hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal (Sumatera Utara), dan pengiriman untuk beberapa daerah di luar Sumatera Utara. Pada masa ini ladang-ladang kami ada yang sangat beragam, semua ditanam dan semua sedikit jumlahnya, ada juga hanya beberapa macam dan juga ada hanya satu macam, semuanya sedikit, begitulah Pak KG (60 th) mendeskripsikan situasi saat itu. Masa ini enak bagi saya, tidak capek berpikir, hanya untuk lokal saja, bisa lebih tenang, ini reaksi beliau menanggapai situasi yang bagi sebahagian besar orang merupakan awal kehancuran masa depan. Ketenangan yang dimaksudkan Pak KG adalah dari segi psikologis. Beliau tidak perlu memikirkan modal yang besar. Modal yang diperlukan untuk biaya penanaman menjadi sedikit karena jumlah yang ditaman juga sedikit. Kalaupun petani mengalami kerugian disebabkan oleh hasil panen yang jelek karena hawa (perubahan cuaca), atau harga yang kebetulan turun, maka kami hanya rugi sedikit, dan kalau pun kami untung ya.. untung juga sedikit, begitulah pernyataan Pak KG. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Pak Sm, Ibu AG, dan beberapa petani lainnya. Mereka mengatakan bahwa, bagi mereka yang tidak mempunyai modal besar, konfrontasi tidak berpengaruh besar terhadap pendapatan mereka. Sebab, mereka juga selama ini cenderung menanam beberapa jenis tanaman, dan sangat jarang menanam satu jenis saja untuk ekspor. Karena tanaman untuk ekspor harus ditanam lebih luas, dan itu butuh modal yang besar untuk perawatannya 6. Beberapa petani lain mengeluhkan masa konfrontasi sebagai masa yang paling merugikan bagi mereka. Ini adalah masa kehancuran, begitulah ungkapan beberapa petani. Ungkapan seperti ini umumnya berasal dari petani yang cenderung hanya menanam satu jenis tanaman. Jenis tanaman itu adalah tanaman untuk kebutuhan ekspor, seperti; kol, kentang, wortel, daun bawang, atau kol bunga. Menurut beberapa petani lainya, pada masa sebelum konfrontasi beberapa jenis 6 Ukuran lahan yang dikategorikan petani dengan luas tidak mempunyai ukuran standar. Bagi mereka yang kurang bemodal besar, ladang seluas 1000 m 2 sudah disebut sangat luas. Sementara bagi petani lainnya, ladang yang disebut luas adalah yang berukuran 5000 m 2 atau lebih digitized by USU digital library 5

6 petsai, seperti sayur putih juga diekspor ke Malaysia dan Singapura. Para petani hanya mengetahui bahwa pengiriman barang terbesar adalah untuk tujuan negara Malaysia. Mereka mengatakan bahwa pada waktu sebelum konfrontasi, walaupun harga tanaman tidak sangat mahal, tetapi sesuai dengan harapan. Seorang petani tua, Pak MG (75 tahun) mengatakan bahwa pada harga lebih sering sesuai dengan yang diharapkan (seri bagi sura-sura). Karena harga tanaman yang diekspor cenderung mahal, dan biaya pupuk dan pestisida tidak semahal saat ini. Beberapa penilaian petani mengenai masa konfrontasi ini cenderung dibandingkan dengan masa sebelum konfrontasi. Beberapa petani membandingkan dengan hal-hal yang menguntungkan mereka pada masa sebelum konfrontasi. Sementara, beberapa petani lain membandingkannya dengan hal-hal yang meresahkan mereka. Apapun alasan petani, mereka cenderung menganggap bahwa masa konfrontasi adalah masa yang lesu bagi penanaman sayuran. Hal ini menyebabkan mereka cenderung tidak meluaskan areal perladangan mereka. Keadan seperti ini terus berlanjut hingga normalisasi hubungan dengan Malaysia dipulihkan kembali pada tanggal 11 Agustus B.2.3. Pasca Konfrontasi Kegiatan penanam hortikultura (khususnya sayur-sayuran) di ladang kembali mulai meningkat setelah normalisasi hubungan baik dengan Malaysia. Peningkatan praktik tanam campuran itu disebabkan karena pengiriman ekspor dibuka kembali pada awal periode ini (sekitar 1970-an). Pada masa ini, tanaman kol merupakan tanaman favorit untuk diekspor. Beberapa jenis tanaman baru juga berkembang di desa ini, seperti; tomat buah/taiwan, cabai, arcis, lobak taiwan, bit, ketna, pater seli, brokoli, kacang joko (kacang merah). Keseluruhan jenis tanaman ini telah mencapai 24 jenis. Masing-masing jenis tanaman ini terdiri dari beberapa varietas berbeda, misalnya kubis; terdiri dari kol bulat, kol gepeng. Terdapat juga beberapa jenis petsai, seperti; sayur putih, sayur manis, sayur pahit, sayur pendek. Ditemukan juga beberapa jenis selada, seperti; selada biasa, selada keriting, dan selada krop yang bentuknya sepeerti kubis (lihat lampiran-6). Pada tahun 1970-an hingga awal 1980, pemanfaatan lahan untuk perladangan mencapai ha. Pada awal tahun 1980, penanaman didominasi oleh tanaman hortikultura, khusus sayur-sayuran. Migran Tionghoa masih mendominasi penanaman kol dan kentang di lahan sewaan dengan luas lahan tanam rata-rata 1-3 ha. Sementara, petani-petani Gurusinga masih sedikit menanam tanaman hortikultura (sayur-sayuran). Perkembangan pemanfaatan lahan ini searah dengan pebaikan sarana jalan dan transportasi. Pada tahun 1970 ini, sarana jalan di Gurusinga sudah merupakan jalan batu dengan lebar sekitar 5 m, terutama di kuta (dusun I dan II) dan Tangkulen (dusun IV). Sementara, lahan di Korpri (dusun III) masih berupa lahan kosong, hanya terdapat jalan setapak dan digunakan sebagai jalan pintas menuju kota Kabanjahe. Pada tahun 1970 ini, sarana transportasi dengan bus telah mencapai desa Gurusinga dengan rute melalui Berastagi-Tangkulen (Dususn IV)-kuta (Dususn dan II). Bus ini hanya berjalan satu kali dalam sehari secara reguler. Rute ini ditambah 2002 digitized by USU digital library 6

7 menjadi tiga kali dalam sehari apabila pada hari pekan di Berasatagi. Hari pekan ini hanya berlangsung satu hari dalam satu minggu. Pada awal tahun 1980 sarana jalan di kuta (Dusun I dan II) dan jalan penghubung kuta dengan Tangkulen (Dusun IV) telah diaspal dengan lebar jalan berkisar 8 m. Daerah Korpri (Dusun III) sudah dibuka pada tahun 1984 dengan kompleks perumahan Korpri (bagi pegawai negeri sipil) dan sarana jalan Korpri menuju kuta telah diaspal selebar 6 m. Pada awal 80-an ini, sebagian besar tanah kosong telah dibuka menjadi lahan perladangan oleh petani-petani Gurusinga 7. Pada saat ini, pemanfaatan lahan telah mencapai ha. Sebahagian besar ladangladang tersebut telah diolah oleh petani Gurusinga. Sementara, migran Tionghoa hanya mengolah beberapa lahan saja. Sebab petani-petani Gurusinga tidak bersedia memperpanjang masa sewa ladang milik mereka kepada migran Tionghoa tersebut. Perkembangan luas perladangan selanjutnya bertambah cepat. Petani telah mulai mengelola sebahagian besar tanah yang diwariskan oleh orang tua mereka menjadi areal perladangan. Tanaman yang dipilih adalah hortikultura (khususnya sayur-sayuran). Pada tahun 1985, sebahagian besar tanah kosong di Dusun IV dan beberapa tanah kosong di Dusun I dan II telah dijadikan areal perladangan. Luas perladangan pada saat itu mencapai 265 ha, dan penduduk Gurusinga bertambah menjadi 360 kk. Penduduk mengatakan bahwa peningkatan areal perladangan ini didukung oleh lancarnya sarana transportasi. Pada tahun 1985, sarana transportasi di Gurusinga telah tersedia setiap hari, dari pagi hingga sore hari. Pengetahuan petani mengenai perawatan tanaman hortikultura juga telah meningkat. Menurut petani, meningkatnya pengetahuan ini disebabkan karena pengalaman mereka dalam menanam hortikultura pada beberapa tahun sebelum konfrontasi dan juga selama mereka menjadi buruh tani pada migran Tionghoa. Pada tahun 1985 ini, ladangladang penduduk telah ditanami dengan tanaman hortikultura secara berkesinambungan. Mereka mengatakan bahwa Tanah telah digunakan untuk penanaman yang tidak mengenal waktu istirahat bagi tanah. Apabila petani menilai bahwa tanahnya telah terlalu capek, maka petani akan memberi waktu istirahat bagi tanah tersebut dengan menanam jagung untuk satu periode tanam. Menurut petani tanaman jagung mampu mengembalikan produktifitas tanah 8. Setelah jagung dipanen, maka petani akan langsung menanam lagi tanaman hortikultura sesuai dengan pilihan mereka masing-masing. Pilihan mengistirahatkan tanah dengan menanam jagung ini cenderung dilakukan oleh hampir semua petani di Gurusinga. Menurut petani, pada masa ini, mereka telah mulai mencampur tanaman mereka dengan tiga jenis tanaman pada satu lahan, atau pola tanam tumpang tindih 7 Tanah-tanah kosong itu selama ini berupa semak belukar karena tidak dimanfaatkan oleh pemiliknya. 8 Namun, petani-petani di Gurusinga tidak dapat menjelaskan mengapa hal ini bisa terjadi. Mereka hanya mengatakan bahwa akar jagung mampu menyerap racun atau semua penyakit yang ada di tanah, dan kumis jagung yang jatuh ke tanah menjadi pupuk yang baik bagi tanah. Beberapa petani lain mengatakan bahwa mereka mengetahui hal ini dari pengalaman petani lainnya. Menurut pengalaman beberapa petani, apabila tanaman yang ditanam di atas tanah tersebut sudah sering diserang hama atau penyakit, maka mereka biasanya menanam jagung untuk satu kali periode tanam. Setelah itu tanaman yang ditanam pada lahan tersebut akan kembali berhasil dengan baik digitized by USU digital library 7

8 (relay cropping) atau pola tanam bertingkat. Petani-petani membedakannya dengan pola pada awal mereka mulai menanam dengan hanya satu jenis tanaman saja, atau hanya mencampur dua jenis tanaman, misalnya kol atau kentang, atau mencampur mortel dengan daun bawang. Sejak saat ini, peningkatan pemanfaatan lahan bertambah ke arah utara dan barat desa, yaitu ke Dusun III dan ke arah kaki Bukit Deleng Kutu 9. Pada tahun 1990, luas areal perladangan telah mencapai 315 ha. Dengan demikian, hampir seluruh tanah kosong yang tadinya berupa semak belukar telah dimanfattkan menjadi lahan perladangan, baik dari arah timur, barat, selatan, dan utara Desa Gurusinga. Petani-petani Gurusinga menanami ladang mereka dengan pilihan percampuran tanam yang berbeda. Beberapa di antara petani memilih jenis tanaman yang sama. Namun, mereka memilih jumlah yang berbeda untuk masing-masing jenis tanaman tersebut, dan juga memilih penataan ruang yang berbeda untuk ladang mereka. Beberapa petani lainnya memilih penataan ruang yang cenderung sama, namun mereka memilih jenis tanaman yang berbeda. Beberapa di antara petani-petani di Gurusinga juga memiliki keahlian-keahlian khusus dalam perawatan jenis tanaman tertentu. Bentuk percampuran tanaman yang sangat beragam seperti ini dibarengai dengan kemampuan petani dalam mengelola sumber daya alam dan mengembangkan strategi-strategi baru dan percobaan-percobaan dalam bidang percampuran tanamana atau pola tanam. Aumeeruddy (1995) menyebutkan bentuk percampuran tanaman yang sangat beragam ini dapat terlihat seperti hutan kebun 10. C. Penutup Deskripsi ini memberikan suatu pemahaman bahwa kriteria periodesasi pembagian waktu itu dapat berbeda-beda untuk setiap komunitas. Setiap kelompok atau bahkan setiap individu dapat mempunyai kriteria periodesasi waktu tersendiri berdasarkan apa yang mereka alami dan mereka rasakan dalam kehidupan mereka pada saat itu, apakah saat-saat bahagia atau menyedihkan. Deskripsi ini juga menunjukkan bahwa setiap lapisan atau sekelompok komunitas memiliki konsepsi tersendiri tenteng untung dan rugi, bahagia dan sengsara. Konsepsi-konsepsi mikro dari petani-petani tersebut mengenai dunia mereka adalah merupakan gambaran dari kondisi makro yang dihadapi oleh pemerintah dalam lingkup yang lebih luas. Ada keterkaitan perkembangan dunia usaha dengan politik, dengan kebijakan perekonomian pada tingkat pusat yang lebih besar. 9 Penduduk mengatakan bahwa Bukit Deleng Kutu ini adalah bukit keramat. Mereka menjelaskan bahwa mereka dilarang untuk mengolah bukit ini menjadi perladangan. Petani juga mengatakan bahwa hinggag saaat ini belum ada eorang penduduk yang membuka lokasi perladangan di bukit tersebut dan tidak melakukan penebangan pohonpohon di bukit tersebut. 10 Aumeeruddy (1995) dengan studi phytopractices menunjukkan bahwa petanipetani di wilayah tropic (secara individu) telah melakukan seleksi terhadap tanaman liar dan mengembangkan metode-metode tertentu dalam percampuran tanaman (lihat juga tulisan Tahir 1974) digitized by USU digital library 8

9 Imbas yang lebih luas adalah bahwa kebijakan pada tingkat makro itu akan dirasakan langsung akibatnya oleh petani-petani kecil di wilayah pedesaan yang bergerak langsung di sektor produksi sebagai produsen. Daftar Pustaka Aumeeruddy, Y Phytopractices: Indigenous Horticultural Approaches to Plant Cultivation and Improvement in Tropical Regions. Dalam D.M. Warren, L. J. Slikkerveer. dan D. Brokensha (eds) The Cultural Dimension of Development Indigenous Knowledge System. Intermediate Technology Publication, hal Bernard, H. Russel research Methods in Anthropology: Qualitative and Quantitative Approach. Second edition. California:Sage Publication Inc. Cleveland, D.A Is Variety More than Spice of Life: Diversity, Stability, and Sustainable Agriculture, Culture and Agriculture:2-7 Shand, Hope 1997 Human Nature: Agriculture Biodiversity and Farm - Based Food Security. RAFI. Canada: Design Co. Tahir, S.M Meningkatkan Produktivitas Tanah di Indonesia dengan Multiple Cropping. Majalah Pertanian. No.30 Tahun ke IV. Jakarta: Dept. Pertanian. Vredenbergt, J Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia digitized by USU digital library 9

10 2002 digitized by USU digital library 10

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.hal ini dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang diartikan pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1. Flowchart penelitian. Mulai. Pengumpulan Data. Data Sekunder. Data Primer. tidak Cukup. Penentuan Komoditi Unggulan

DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1. Flowchart penelitian. Mulai. Pengumpulan Data. Data Sekunder. Data Primer. tidak Cukup. Penentuan Komoditi Unggulan Lampiran 1. Flowchart penelitian DAFTAR LAMPIRAN Mulai Pengumpulan Data Data Primer Data Sekunder tidak Cukup Ya Penentuan Komoditi Unggulan Evaluasi Aspek selesai Lampiran 2. Kuisioner pendapat petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai

BAB I PENDAHULUAN. Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Selain memiliki masa panen yang cukup pendek, permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia meliputi subsektor tanaman, bahan makanan,

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia meliputi subsektor tanaman, bahan makanan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang mengandalkan sektor pertanian sebagai penopang pembangunan juga sebagi sumber mata pencaharian penduduknya. Sektor pertanian di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting dalam perekonomian nasional dan kelangsungan hidup masyarakat, terutama dalam sumbangannya terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN 45 ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN Karakteristik Petani Miskin Ditinjau dari kepemilikan lahan dan usaha taninya, petani yang ada di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur dapat dikategorikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gaya hidup sehat atau kembali ke alam (Back to nature) telah menjadi trend baru masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dianggap sebagai sumber kehidupan dan lapangan kerja, maka pertanian

I. PENDAHULUAN. dianggap sebagai sumber kehidupan dan lapangan kerja, maka pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan kegiatan pemanfaatan sumberdaya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan dan industri. Apabila pertanian dianggap sebagai

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

PENGETAHUAN PETANI DAN STABILITAS EKOSISTEM LADANG: Urgensinya Dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan

PENGETAHUAN PETANI DAN STABILITAS EKOSISTEM LADANG: Urgensinya Dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan PENGETAHUAN PETANI DAN STABILITAS EKOSISTEM LADANG: Urgensinya Dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan Sri Alem Br.Sembiring Departemen Antropologi FISIP USU Abstrak Kajian mengenai pengetahuan lokal petani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

III. METODE KEGIATAN TUGAS AKHIR (TA) A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir (TA) dilaksanakan di Dusun Selongisor RT 03 RW 15, Desa Batur,

III. METODE KEGIATAN TUGAS AKHIR (TA) A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir (TA) dilaksanakan di Dusun Selongisor RT 03 RW 15, Desa Batur, 23 III. METODE KEGIATAN TUGAS AKHIR (TA) A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir (TA) dilaksanakan di Dusun Selongisor RT 03 RW 15, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran berperan sebagai sumber karbohidrat, protein nabati, vitamin, dan mineral serta bernilai ekonomi tinggi. Sayuran memiliki keragaman yang sangat banyak baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil dan

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Lahan pertanian yang dijadikan objek penelitian berlokasi di daerah lahan pertanian DAS Citarum Hulu, Desa Sukapura, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Bandung dan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari sayuran.sayuran berperan penting karena mengandung berbagai

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari sayuran.sayuran berperan penting karena mengandung berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Salah satu sumber pemenuh makanan pangan dan peningkatan gizi manusia berasal dari sayuran.sayuran berperan penting karena mengandung berbagai sumber mineral, vitamin,

Lebih terperinci

30% Pertanian 0% TAHUN

30% Pertanian 0% TAHUN PERANAN SEKTOR TERHADAP PDB TOTAL I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Julukan negara agraris yang kerap kali disematkan pada Indonesia dirasa memang benar adanya. Pertanian merupakan salah satu sumber kehidupan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di daerah tropis karena dilalui garis khatulistiwa. Tanah yang subur dan beriklim tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki tanaman pangan maupun hortikultura yang beraneka ragam. Komoditas hortikultura merupakan komoditas pertanian yang memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi dan memegang peranan penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian di Indonesia perlu

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian di Indonesia perlu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang menopang kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian di Indonesia perlu terus dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Karo merupakan suatu daerah di Propinsi Sumatera Utara yang terletak di dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan dan merupakan daerah hulu sungai. Kabupaten

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB I PENDAHULUAN

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian sayuran sudah cukup lama dikenal dan dibudidayakan di Indonesia. Penanaman komoditas sayuran tersebar luas di berbagai daerah yang cocok agroklimatnya. Budidaya

Lebih terperinci

POTENSI PERTANIAN PEKARANGAN*

POTENSI PERTANIAN PEKARANGAN* POTENSI PERTANIAN PEKARANGAN* Muhammad Fauzan, S.P., M.Sc Dosen Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) I. PENDAHULUAN Pertanian pekarangan (atau budidaya tanaman

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai 49 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Penelitian Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara 4 0 14 sampai 4 0 55 Lintang Selatan dan diantara 103 0 22 sampai 104

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tahun ke tahun, baik untuk pemenuhan kebutuhan domestik maupun ekspor,

PENDAHULUAN. tahun ke tahun, baik untuk pemenuhan kebutuhan domestik maupun ekspor, PENDAHULUAN Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu produk pertanian yang penting bagi ketahanan pangan nasional. Selain pangsa pasarnya yang terus meningkat dari tahun ke tahun, baik untuk pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi tentang petani dan usahatani, terutama dari aspek budidaya sudah cukup banyak dilakukan di Indonesia. Namun, kajian dan penelitian dalam hal pemilihan

Lebih terperinci

A. Realisasi Keuangan

A. Realisasi Keuangan BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2008 A. Realisasi Keuangan 1. Belanja Pendapatan Realisasi belanja pendapatan (Pendapatan Asli Daerah) Tahun 2008 Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka mencapai 100%

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi

I. PENDAHULUAN. struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan topografi berbukit dan bergelombang pada koordinat

I. PENDAHULUAN. dengan topografi berbukit dan bergelombang pada koordinat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Karo terletak pada jajaran Dataran Tinggi Bukit Barisan dengan topografi berbukit dan bergelombang pada koordinat 2 0 50 3 0 19 Lintang Utara dan 97 0 55-98

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan yang bidang pekerjaannya berhubungan dengan pemanfaatan alam sekitar dengan menghasilkan produk pertanian yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan utama dari pembangunan ekonomi Indonesia adalah terciptanya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan utama dari pembangunan ekonomi Indonesia adalah terciptanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama dari pembangunan ekonomi Indonesia adalah terciptanya masyarakat adil dan sejahtera. Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia meliputi pembangunan segala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perdagangan antar wilayah, sehingga otomatis suatu daerah akan membutuhkan

I. PENDAHULUAN. perdagangan antar wilayah, sehingga otomatis suatu daerah akan membutuhkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat besar dan beragam. Kekayaan akan sumber daya alam tersebut akan menjamin terjadinya arus perdagangan antar wilayah, sehingga

Lebih terperinci

Lampiran 2. Impor Komoditi Pertanian (Dalam Volume Impor) Sub Sektor Jan-Nov 2007 Jan-Nov 2008 % 2008 Thd 2007

Lampiran 2. Impor Komoditi Pertanian (Dalam Volume Impor) Sub Sektor Jan-Nov 2007 Jan-Nov 2008 % 2008 Thd 2007 Lampiran 1. Ekspor Komoditi Pertanian (Dalam Volume Ekspor) Sub Sektor Jan-Nov 2007 Jan-Nov 2008 % 2008 Thd 2007 Volume (Kg) Nilai (US$) Volume (Kg) Nilai (US$) Volum Nilai (US$) e (Kg) Tanaman pangan

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman

II.TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman II.TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Agronomis Wortel atau Carrot (Daucus carota L.) bukan tanaman asli Indonesia,melainkan berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung berada antara 50º20 -

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung berada antara 50º20 - 56 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Administrasi Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung berada antara 50º20-50º30 LS dan 105º28-105º37 BT dengan luas wilayah 197,22 km

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan alam Indonesia yang beriklim tropis mempunyai banyak habitat

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan alam Indonesia yang beriklim tropis mempunyai banyak habitat 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keadaan alam Indonesia yang beriklim tropis mempunyai banyak habitat yang cocok untuk semua tanaman hortikultura, hal ini merupakan salah satu keutungan komparatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB III LAPORAN PENELITIAN

BAB III LAPORAN PENELITIAN BAB III LAPORAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya Gapoktan Kelompok Tani Bangkit Jaya adalah kelompok tani yang berada di Desa Subik Kecamatan Abung Tengah Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN berikut : FAO dalam Arsyad (2012:206) mengemukakan pengertian lahan sebagai Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sayuran cukup penting di Indonesia, baik untuk konsumsi di dalam negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi Tanaman sawi (Brassica juncea L.) masih satu keluarga dengan kubis-krop, kubis bunga, broccoli dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae (brassicaceae) olek karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 04/01/51/Th. VIII, 2 Januari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. DESEMBER 2013, NTP BALI NAIK SEBESAR 0,13 PERSEN Berdasarkan penghitungan dengan tahun dasar baru (2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Namun, secara umum tanaman cabai disebut sebagai pepper atau chili.

BAB I PENDAHULUAN. Namun, secara umum tanaman cabai disebut sebagai pepper atau chili. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor hortikultura memegang peranan penting dalam pertanian Indonesia secara umum. Salah satu jenis usaha agribisnis hortikultura yang cukup banyak diusahakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK TANAM PADA BUDIDAYA TERUNG UNGU (Solanum melongena L.) SECARA ORGANIK (MAKALAH) Oleh : Fuji Astuti NPM

PENGARUH JARAK TANAM PADA BUDIDAYA TERUNG UNGU (Solanum melongena L.) SECARA ORGANIK (MAKALAH) Oleh : Fuji Astuti NPM 0 PENGARUH JARAK TANAM PADA BUDIDAYA TERUNG UNGU (Solanum melongena L.) SECARA ORGANIK (MAKALAH) Oleh : Fuji Astuti NPM 10712017 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK NEGERI

Lebih terperinci

(Isian dalam Bilangan Bulat) KAB./KOTA : LEBAK 0 2 Tahun 2017 Luas Luas Luas Luas

(Isian dalam Bilangan Bulat) KAB./KOTA : LEBAK 0 2 Tahun 2017 Luas Luas Luas Luas BA PUSAT STATISTIK DEPARTEMEN PERTANIAN LAPORAN TANAMAN SAYURAN BUAH-BUAHAN SEMUSIM RKSPH-SBS (Isian dalam Bilangan Bulat) PROPINSI : BANTEN 3 6 Bulan JANUARI 1 KAB./KOTA : LEBAK 2 Tahun 217 1 7 Luas Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang sangat strategis terutama dalam penyediaan pangan, penyediaan bahan baku industri, peningkatan ekspor dan devisa negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki potensi alam melimpah ruah yang mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat bermukim di pedesaan

Lebih terperinci

BUDI DAYA. Kelas VII SMP/MTs. Semester I

BUDI DAYA. Kelas VII SMP/MTs. Semester I BUDI DAYA 122 Peta Materi IV Budi daya Tanaman Sayuran Jenis-Jenis Tanaman Sayuran Alternatif Media Tanam Tanaman Sayuran Tujuan Pembelajaran Prakarya 123 Bab IV Budi Daya Tanaman Sayuran Gambar 4.1 Tanaman

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wortel merupakan salah satu tanaman sayuran yang digemari masyarakat. Komoditas ini terkenal karena rasanya yang manis dan aromanya yang khas 1. Selain itu wortel juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin tinggi, hal tersebut diwujudkan dengan mengkonsumsi asupan-asupan makanan yang rendah zat kimiawi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian

Lebih terperinci

Cara Menanam Cabe di Polybag

Cara Menanam Cabe di Polybag Cabe merupakan buah dan tumbuhan berasal dari anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat

Lebih terperinci

hasil tanaman seperti yang diharapkan. Syarat tumbuh tanaman dari faktor teknologi budidaya tanaman (T) meliputi: (a) jenis dan varietas tanaman; (b)

hasil tanaman seperti yang diharapkan. Syarat tumbuh tanaman dari faktor teknologi budidaya tanaman (T) meliputi: (a) jenis dan varietas tanaman; (b) BAB I PENGANTAR Guna melakukan budidaya tanaman, agar tanaman dapat menghasilkan secara optimal, maka harus memerhatikan syarat tumbuh tanaman, sebab setiap jenis tanaman memiliki kekhasan sendiri-sendiri.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Potensi Daerah Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah terletak pada bagian tengah Provinsi Lampung dengan luas areal seluas 4.789,82 km 2. Kabupaten Lampung Tengah

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH TENTANG. BUDIDAYA CAISIN (Brassica juncea) SECARA ORGANIK DENGAN PENGARUH BEBERAPA JENIS PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL

KARYA ILMIAH TENTANG. BUDIDAYA CAISIN (Brassica juncea) SECARA ORGANIK DENGAN PENGARUH BEBERAPA JENIS PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KARYA ILMIAH TENTANG BUDIDAYA CAISIN (Brassica juncea) SECARA ORGANIK DENGAN PENGARUH BEBERAPA JENIS PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL Oleh : Rinda Dewi Lestari NPM 10712032 POLITEKNIK NEGERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris, hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki luas lahan dan agroklimat yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai usaha

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pada tahap pengenalan kebutuhan, motivasi yang paling mempengaruhi konsumen adalah bahwa sayuran organik aman bagi kesehatan dengan manfaat yang diharapkan konsumen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO Pendahuluan Perkembangan perekonomian NTT tidak dapat hanya digerakkan oleh kegiatan perekonomian di Kota Kupang saja. Hal tersebut mengindikasikan

Lebih terperinci

2002 digitized by USU digital library 1

2002 digitized by USU digital library 1 Saluran Komunikasi Lokal dalam Pertukaran Inovasi Teknologi Pertanian: Kajian Antropologi dalam Komunitas Petani di Berastagi Sri Alem Br.Sembiring,M.Si 1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif, istirahat dan rekreasi yang cukup (Rusilanti, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. positif, istirahat dan rekreasi yang cukup (Rusilanti, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga dan patut dipelihara. Upaya untuk mencapai hidup sehat dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Oleh : Tatok Hidayatul Rohman Cara Budidaya Cabe Cabe merupakan salah satu jenis tanaman yang saat ini banyak digunakan untuk bumbu masakan. Harga komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dalam perekonomian nasional dinilai strategis dan mampu menjadi mesin penggerak pembangunan suatu negara. Pada tahun 2009 sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hortikultura atau tanaman sayuran adalah komoditi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Hortikultura atau tanaman sayuran adalah komoditi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura atau tanaman sayuran adalah komoditi pertanian yang memiliki harga yang cukup tinggi di pasaran. Hal ini disebabkan sayuran dibutuhkan oleh hampir semua

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran

BAB V. Kesimpulan dan Saran BAB V Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan 5.1.1. Sistem Pertanian padi menurut tradisi masyarakat Karo Sistem pertanian padi menurut tradisi masyarakat Karo yang berada di Negeri Gugung meliputi proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM

BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM 5.1. Sejarah Singkat Wahana Farm Wahana Farm didirikan pada tahun 2007 di Darmaga, Bogor. Wahana Farm bergerak di bidang pertanian organik dengan komoditas utama rosela.

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilepaskan dari sistem tanam paksa (cultuurstelsel) pada tahun 1830-an.

BAB I PENDAHULUAN. dilepaskan dari sistem tanam paksa (cultuurstelsel) pada tahun 1830-an. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi jenis Arabika masuk ke Jawa dari Malabar pada tahun 1699 dibawa oleh kapitalisme Belanda perkembangannya sangat pesat dan hal ini tidak bisa dilepaskan dari sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lagi sayuran dan buah buahan, karena kedua jenis bahan makanan ini banyak

BAB I PENDAHULUAN. lagi sayuran dan buah buahan, karena kedua jenis bahan makanan ini banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu perhatian masyarakat sehubungan dengan meningkatnya pengetahuan tentang kesehatan adalah usaha untuk mengkonsumsi lebih banyak lagi sayuran dan buah buahan,

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman padi (Oriza sativa) adalah salah satu jenis serealia yang umumnya dibudidayakan melalui sistem persemaian terlebih dahulu. Baru setelah bibit tumbuh sampai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI TUGAS AKHIR (TA)

III. METODOLOGI TUGAS AKHIR (TA) III. METODOLOGI TUGAS AKHIR (TA) A. Tempat Pelaksanaan Kegiatan Tugas Akhir (TA) akan dilaksanakan pada lahan kosong yang bertempat di Dusun Selongisor RT 03 / RW 15, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN 6.3. Gambaran Umum Petani Responden Gambaran umum petani sampel diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan para petani yang menerapkan usahatani padi sehat dan usahatani

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI DIPLOMA III AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PROGRAM STUDI DIPLOMA III AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PENGARUH PEMBERIAN PESTISIDA NABATI TERHADAP BUDIDAYA TANAMAN BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) VARIETAS PERANCIS SECARA ORGANIK TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Ahli

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

Sumber : Pusdatin dan BPS diolah, *) angka sementara.

Sumber : Pusdatin dan BPS diolah, *) angka sementara. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat diperlukan bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat Indonesia. Potensi pertanian di Indonesia tersebar secara merata di seluruh

Lebih terperinci

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA JAGUNG BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENANAMAN JAGUNG BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA JAGUNG BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENANAMAN JAGUNG BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA JAGUNG BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENANAMAN JAGUNG BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 1 PENANAMAN Tujuan pembelajaran : Setelah

Lebih terperinci