Pembelajaran merupakan kegiatan yang bersifat kontinum, difokuskan kepada

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pembelajaran merupakan kegiatan yang bersifat kontinum, difokuskan kepada"

Transkripsi

1 12 Pembelajaran merupakan kegiatan yang bersifat kontinum, difokuskan kepada kepentingan pebelajar. Pembelajar hanya sebagai fasilitator, mengaransemen berbagai sumber serta fasilitas yang tersedia untuk dimanfaatkan pebelajarnya. Sebagai subjek dalam pembelajaran, pebelajar adalah individu yang kompleks bersifat khusus yang dibekali kemampuan, keterampilan dan pengalaman sehingga kehendaknya sulit dipahami (Karwono, 2008). Lebih khususnya lagi, anak usia tahun yang setingkat SMP merupakan usia rawan dan serba tanggung yang mudah dipengaruhi. Individu setingkat SMP memiliki kecenderungan selalu berubah pikiran, sehingga memerlukan perhatian khusus (Sukmadinata, 2003; Theriqa, 2008). Sikap belajar harus mendapat perhatian khusus, jika diinginkan terwujudnya kegiatan pembelajaran yang bermutu di kelas (Marmai, 2001). Sikap pebelajar, secara langsung bisa mempengaruhi keputusan untuk menerima, menolak atau mengabaikan pembelajaran sesuai penilaian yang dimilikinya (Churchill dan Gilbert, 1993; Dimyati dan Mudjiono, 2002). Peningkatan kinerja pada pebelajar melalui pembinaan sikap belajar dalam kegiatan pembelajaran menjadi penting, karena sebagai individu yang kompleks dan bersifat khusus memiliki motivasi untuk meningkatkan mutu proses pembelajarannya. Motivasi belajar adalah pendorong terjadinya proses belajar, untuk mengoptimalkan kegiatan belajar di kelas agar mutu hasil belajar meningkat sehingga diperlukan suasana belajar yang menyenangkan (Dimyati dan Mudjiono, 2002). Penelitian tentang sikap belajar oleh Marmai (2001), berhasil didapatkan data kecenderungan pebelajar kurang siap dan kurang disiplin serta kurang bersungguhsungguh mengikuti aktivitas pembelajarn di kelas. Oleh karena itu, pembinaan sikap belajar untuk memotivasi peningkatan kinerja pada pebelajar perlu memperhatikan: (1) kondisi fisik dan mental pebelajar; (2) kondisi unsur dinamis dalam pembelajaran:

2 13 perasaan, perhatian, kemauan, ingatan, pikiran; dan (3) kondisi lingkungan pebelajar. Sudharmanto dan Slameto berharap, agar kondisi fisik (kesehatan mata khususnya) serta daya serap otak pebelajar dalam upaya peningkatan mutu kegiatan belajar di kelas diperhatikan sehingga kinerja pada pebelajar meningkat (Marmai, 2001) Kinerja pada pebelajar SMPN-3 Abiansemal Badung Berdasarkan pembahasan tentang kinerja pada pebelajar, maka bisa dievaluasi kinerja pada pebelajar SMPN-3 Abiansemal Badung. Sesuai dengan hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan di SMPN-3 Abiansemal Badung pada pukul Wita, didapat data peningkatan keluhan mata sekitar 12,38% dan keluhan muskuloskeletal sebesar 17,15% serta kelelahan adalah 11,61%. Hasil penelitian pendahuluan dapat dipakai membuktikan keterlibatan faktor fisik, mental dan unsur dinamis pebelajar di SMPN-3 Abiansemal Badung kurang optimal. Padahal pembelajaran masih harus berlangsung sampai pukul Wita, ketika kondisi lingkungan semakin panas. Sumardi, dkk. menyatakan, intensitas radiasi terendah terjadi pagi hari dan pukul mencapai titik kulminasi (Surata, 2011). Dapat diasumsikan, tingkat keluhan dan kelelahan bertambah seiring pertambahan radiasi panas pada siang hari. Berpegang pada hasil penelitian pendahuluan, dapat disimpulkan kinerja pada pebelajar di SMPN-3 Abiansemal Badung belum prima. Peningkatan mutu kegiatan pembelajaran di kelas menjadi kurang optimal, jika kinerja pada pebelajar di SMPN-3 Abiansemal Badung belum prima. Faktor kinerja pada pebelajar, merupakan unsur penentu terwujudnya mutu kegiatan pembelajaran di kelas. Kondisi fisik dan mental serta unsur dinamis pebelajar dalam kegiatan pembelajaran di kelas, mempengaruhi kinerja pada pebelajar. Keterlibatan fisik, mental dan unsur dinamis pebelajar yang optimal dapat meningkatkan kinerja pada pebelajar yang bisa dilihat dari minimalnya

3 14 keluhan dan kelelahan serta kebosanan dan optimalnya kenyamanan yang dirasakan oleh pebelajar dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Manusia menghadapi kondisi kerja melalui proses adaptasi, sesuai kapasitas yang dimilikinya. Jika proses adaptasi melebihi kapasitasnya, terjadi kelelahan dan keluhan serta gangguan bahkan cedera (Adiatmika, 2007). 2.2 Kondisi Fisik Pebelajar dalam Pembelajaran Kondisi fisik pebelajar dalam proses pembelajaran dipengaruhi kondisi desain interior pembelajaran, maka harus mendapatkan perhatian khusus agar tidak melebihi batas fisiologis. Kondisi fisik selama mengikuti pembelajaran di kelas dipengaruhi oleh jumlah, durasi dan frekuensi jam pembelajaran (Grandjean, 2000). Pembahasan kondisi fisik, berkaitan dengan faktor keluhan mata dan keluhan muskuloskeletal Keluhan mata pebelajar dalam pembelajaran Mata merupakan organ visual pebelajar yang aktif saat aktivitas pembelajaran berlangsung, karena dapat mengamati lingkungan dan dapat mempengaruhi kualitas pemahaman yang dihasilkan. Tampilan visual memiliki pengaruh kuat dalam proses pengamatan, agar diperoleh pengertian yang sebenarnya dan membantu memudahkan proses mengingat. Mata dapat melihat jika medapat rangsangan gelombang cahaya, langsung dari matahari dan lampu atau api serta sumber pantulan benda atau bidang (Grandjean, 2000; Sherwood, 2001; Nurmianto, 2003; Bommel, 2006; Guyton dan Hall, 2008; Zambrano, dkk., 2010). Aktivitas belajar mengharuskan pebelajar melihat pembelajar, buku, papan tulis dan unsur lain lebih dari 60 menit. Proses melihat paling penting terjadi di dalam otak, sebagai titik awal dari proses berpikir untuk pengambilan keputusan atau reaksi

4 15 emosional. Hampir pada semua jenis aktivitas, mata memiliki peran yang menentukan apalagi jika memang dibutuhkan kecermatan. Mata merupakan organ tubuh yang ikut bertanggungjawab terhadap timbulnya kelelahan (Sastrowinoto, 1985) Karakteristik mata manusia Mata adalah bola berisi cairan terbungkus 3 lapisan jaringan khusus, yaitu: (a) sklera/kornea; (b) koroid/badan siliaris/iris; (c) retina. Kornea tempat cahaya menuju interior mata, berperan penting karena kemampuan refraktifnya. Bagian dalam kornea berisi aqueous humor, cairan encer jernih yang berisi zat gizi untuk kornea dan lensa karena tidak memiliki pasokan darah sehingga cahaya yang menuju fotoreseptor tidak terganggu (Sherwood, 2001). Rincian struktur mata, disajikan pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Struktur bagian dalam tampak sagital mata (Sherwood, 2001) Setelah aqueous humor, terdapat sekumpulan jaringan kontraktil (iris) yang di tengahnya berlubang bundar (pupil). Pupil berimpitan dengan lensa berdampingan dengan vitreous humor, melekat pada otot siliaris melalui ligamentum suspensorium. Secara fisiologis, bentuk lensa adalah silindris untuk dapat memfokus cahaya yang datang dari retina. Lapisan di sebelah anterior, membentuk korpus siliaris dan iris

5 16 (Sherwood, 2001). Retina berfungsi menangkap refraksi cahaya, terpisah oleh fovea berposisi tepat di tengah retina dan memiliki ketajaman paling tinggi. Retina memiliki lapisan berpigmen serta jaringan saraf yang mengandung sel batang dan sel krucut, berada di bagian dalam vitreous humor yang mengandung zat semi cair menyerupai gel agar bentuk bola mata sferis. Sel batang untuk penglihatan hitam-putih dan malam hari (sensitivitas tinggi), sel krucut untuk ketajaman dan penglihatan siang hari atau terang serta warna (Sherwood, 2001; Guyton dan Hall, 2008; Pinel, 2009) Faktor yang mempengaruhi keluhan mata pebelajar dalam pembelajaran Proses pengumpulan informasi melalui mata, tergantung kualitas cahayanya. Mata hanya organ penerima cahaya, karena saraf otak yang bekerja menimbulkan penglihatan. Tajam penglihatan dan sensitivitas dipengaruhi intensitas cahaya, maka kepekaan kurang penting pada intensitas cahaya tinggi. Pada iluminasi rendah, pupil melebar oleh kontraksi otomatis otot sirkuler iris yang diatur serat parasimpatis saraf otonom. Cahaya masuk banyak, tetapi menyebar sehingga objek menjadi kabur maka kedalaman fokus dan tajam penglihatan menjadi rendah (Sherwood, 2001; Pinel, 2009). Kedalaman fokus terbaik jika ukuran pupil kecil karena kontraksi otomatis otot radial iris yang diatur serat simpatis saraf otonom. Saraf mengalami kelelahan sinapsis, karena berbagai jenis stimulus datang dari berbagai sumber impuls secara bersamaan dan berpanjangan (Sherwood, 2001; Guyton dan Hall, 2008). Proses akomodasi mengubah bentuk lensa mata, agar bayangan jatuh di retina sehingga objek pada berbagai jarak dapat difokus (Susila, 2001). Perubahan bentuk lensa selama ada proses akomodasi, menyebabkan ligamen tegang (oleh otot siliaris) untuk menjaga bentuk fisiologisnya (silindris) dan bisa tetap ditempatnya (Sherwood, 2001; Pinel, 2009). Ketika otot siliaris relaksasi, ligamentum suspensorium tegang

6 17 maka lensa gepeng dan kekuatan refraksinya minimal. Lengkungan lensa membesar, menambah kekuatan agar berkas cahaya semakin dibelokkan. Pada mata normal, serat simpatis saraf otonom menginduksi otot siliaris untuk penglihatan yang jauh. Serat parasimpatis saraf otonom menginduksi otot siliaris, agar objek dekat dapat terlihat lebih akurat (Pulat, 1992; Sherwood, 2001). Jarak pandang adalah variasi garis pandang normal, sehingga mata nyaman melihat objek jauh dengan pandangan lurus dan datar (Ankrum, 2010). Mata mudah melakukan akomodasi dan pemusatan, ketika melihat ke bawah (Ankrum, 2010; Sweere, 2010; The Maine Department of Labor, 2009). Gambar 2.2 menampilkan beberapa jenis sudut pandang mata, agar objek pandang tajam tetapi kesehatan mata tetap terjaga. Gambar 2.2 Hasil Penelitian tentang Sudut Penglihatan Mata (Ankrum, 2010). Objek terlihat jelas dan tajam jika sudut pandang lebih rendah daripada posisi datar, karena daya akomodasi meningkat (Ankrum, 2010). Tajam penglihatan yang disebut visus, merupakan kemampuan mata memilah objek secara rinci. Visus diukur memakai Snellen Chart (peta Snellen), yang memiliki berbagai jenis ukuran huruf pada jarak yang sudah ditetapkan. Visus normal adalah 6/6, yang artinya pada jarak

7 cm (6 m) mata kiri dan kanan dapat jelas melihat huruf pada peta Snellen (Niti, 2000). Faktor penyebab keluhan mata: (1) intensitas cahaya; (2) kontras; (3) ukuran objek; (4) akomodasi; dan (5) usia. Jenis gangguan visual terdiri atas: mata lelah (eyestrain), penglihatan kabur dan ganda, mata kering, iritasi, peka cahaya, sakit pada leher dan bahu serta kepala (Susila, 2001; McDowell, 2010). Cahaya memenuhi syarat penting untuk pengamatan visual, kewaspadaan, kesehatan dan kesejahteraan (Bommel, 2006). Pencahayaan yang memadai membantu menjaga kecepatan, kesalahan dan kerusakan sedikit, lebih aman, kecelakaan kecil, absensi rendah (kinerja prima). Produktivitas kerja sebagai tujuan akhir, nilai peningkatannya disajikan pada Tabel 2.1 (Bommel, 2006). Tabel 2.1 Peningkatan Produktivitas melalui Perbaikan Intensitas Cahaya Perbaikan Intensitas Cahaya Peningkatan Produktivitas Dari 300 menjadi 500 lux 8 % Dari 300 menjadi lux 20 % (Sumber: Bommel, 2006) Pemahaman pada sistem visual manusia membantu desain tempat beraktivitas meningkatkan kinerja, mencegah keluhan mata (Bommel, 2006). Sistem penglihatan yang baik, mengontrol ±90% aktivitas manusia (Sherwood, 2001). Otot sirkular dan radial iris kontraksi karena intensitas cahaya rendah ataupun tinggi yang lama, tanpa memperoleh kesempatan relaksasi melalui proses akomodasi. Kontraksi yang lama menghabiskan cadangan energi di otot, karena darah mengandung nutrisi dan oksigen tidak mampu memasuki pembuluh darah yang sedang dijepit oleh otot. Kemampuan otot memproduksi energi tanpa bantuan oksigen (anaerobik) terbatas, maka asam piruvat sebagai sisa metabolisme yang seharusnya dapat diubah menjadi ATP sudah

8 19 terlanjur menjadi asam laktat. Sistem sirkulasi yang terhambat, menyebabkan asam laktat mengental sehingga timbul rasa sakit pada otot (Sherwood, 2001; Guyton dan Hall, 2008; Pinel, 2009) Metode pengukuran keluhan mata Keluhan mata pebelajar SMPN-3 Abiansemal Badung, diukur memakai jenis kuesioner kelelahan mata yang sudah dimodifikasi oleh Noerasto (2004). Kuesioner kelelahan mata, sudah dipergunakan pada penelitian kemampuan penyanyi membaca syair lagu dan posisi monitor serta pemakaian meja komputer berukuran S, M dan L (Noerasto, 2004; Ardana, 2005; Ardana, 2008). Kuesioner kelelahan mata memuat 8 komponen pengukuran dengan kategori nilai: (1) Sangat Tidak Terasa; (2) Tidak Terasa; (3) Agak Terasa; (4) Terasa; (5) Sangat Terasa. Kuesioner kelelahan mata, dapat dilihat pada Lampiran 8 di halaman 191. Penggunaan 5 kategori pada skala likert sudah banyak digunakan untuk riset SDM, karena mewakili tingkat intensitas penilaian sampel dengan baik. Penggunaan lebih banyak dari 5 kategori, sering membingungkan tetapi jika kurang dari 5 kategori membatasi jumlah pilihan karena ada pembatasan dalam mengungkapkan perasaan seseorang (Istijanto, 2005; Wilson dan Corlett, 2005) Keluhan muskuloskeletal pebelajar dalam pembelajaran Nyeri atau sakit pada bagian tulang, otot, tendon, ligaments, persendian dan piringan tulang belakang yang tersusun dalam sistem otot skeletal disebut keluhan muskuloskeletal (Yale University, 2009). Keluhan muskuloskeletal dirasakan sebagai gejala kemampuan otot menegang berkurang, ditandai penurunan tenaga dan perlu waktu tenggang lebih lama untuk gerakan otot berikutnya (Sastrowinoto, 1985).

9 20 Keluhan muskuloskeletal dirasakan sebagai fenomena yang menyakitkan, karena ada tekanan pada otot tetapi sifatnya lokal. Keluhan muskuloskeletal diawali otot tegang berlebihan, tremor, akumulasi asam laktat, tenaga berkurang dan gerakan lambat sehingga koordinasinya menurun (Grandjean, 2000). Terjadi perlahan dan bervariasi, sesuai tingkat adaptasi pebelajar dan jenis otot yang kontraksi. Lokasi sensasi dapat meluas mulai dari kulit, tendo, sendi, jaringan dalam dan organ (Adiatmika, 2007). Keluhan muskuloskeletal dan penurunan kinerja karena sikap duduk, maka aliran darah ke otot terhambat. Suplai oksigen, glukose menurun, sisa metabolisme menumpuk sehingga menimbulkan nyeri (Grandjean, 2000; Miller, 2010). Selama duduk, tubuh hendaknya dalam posisi fisiologis untuk mencegah kontraksi otot dan peregangan tendo berlebihan (Grandjean, 2000). Kontraksi otot membutuhkan energi, sehingga diperlukan istirahat agar mendapat asupan tambahan untuk mempertahankan tubuh dalam posisi yang diinginkan tanpa merasa nyeri atau sakit. Leher, punggung, lengan, maupun tangan memiliki posisi fisiologis saat berdiri ataupun duduk. Tubuh menerima tekanan paling kecil pada posisi yang fisiologis, jika berbeda maka stres pada tubuh meningkat (Yale University, 2009). Agar dapat terhindar dari keluhan muskuloskeletal, maka prinsip fisiologis dan biomekanika serta antropometri harus dipahami. Prinsip fisiologi terdiri atas: (a) pembatasan penggunaan energi; (b) setelah bekerja diperlukan istirahat cukup. Prinsip biomekanika: (a) sendi berada dalam posisi fisiologis; (b) pekerjaan dilakukan di dekat tubuh; (c) hindari sikap membungkuk; (d) hindari gerakan memutar; (e) hindari gerakan mendadak; (f) tidak monoton; (g) batasi waktu penggunaan otot; (h) cegah kelelahan otot; dan (i) istirahat pendek berkali-kali lebih baik daripada istirahat panjang hanya satu kali. Prinsip antropometri: (a) pemakaian data antropometri harus

10 21 tepat untuk populasi tertentu; (b) salah satu faktor penting terkait dengan ruang, tempat, peralatan dan sikap kerja (Pheasant, 1991; Kearney, 1998; Nurmianto, 2003; Wignjosoebroto, 2003). Selama mengikuti kegiatan pembelajaran, pebelajar duduk pada kursi dengan tinggi dudukan melebihi tinggi popliteal sehingga telapak kaki tidak menapak datar di atas permukaan lantai. Bagian bawah paha tertekan pada permukaan kursi karena ada gravitasi yang tertahan, sehingga bertahap muncul rasa sakit. Lengan bawah berada di atas paha, karena tidak ada sandaran sehingga menekan struktur fungsional yang ada di bawah permukaan kulit paha. Posisi punggung tegak, karena posisi sandaran kursi juga tegak sehingga otot punggung menjadi tegang. Jika lengan bawah ditaruh di atas meja belajar, posisi bahu menjadi kurang fisiologis sehingga otot pada bahu kontraksi selama lengan bawah berada di atas permukaan meja belajar. Selama otot kontraksi diperlukan ATP secara kontinyu, tergantung pasokan nutrisi dan oksigen yang dibawa oleh darah sewaktu beredar ke seluruh tubuh (Guyton dan Hall, 2008). Struktur dan fungsi serta sistem kerja bagian tubuh, penting diketahui untuk memahami keluhan yang terjadi karena sifat gerakan memiliki syarat fisiologis yaitu: (a) mengatur pergerakan bagian tubuh saat berjalan; (b) mempertahankan kontraksi otot secara lokal agar tubuh bisa berdiri, duduk, jongkok dan sikap yang lainnya; (c) menghasilkan panas, karena proses kimia dalam otot dapat dipakai mempertahankan suhu tubuh (Ganong, 2001) Faktor penyebab keluhan muskuloskeletal dalam pembelajaran Ada 2 tipe kerja otot, untuk menentukan sifat kerja fisik tubuh yaitu: (1) Otot tipe kerja dinamis, kontraksi dan relaksasi ritmik. Tekanan alternatif dan relaksasi, memungkinkan banyak darah disalurkan pada otot. Jumlah oksigen yang diperlukan

11 22 banyak, sehingga pembuangan asam laktat efektif; (2) Otot tipe kerja statis, kontraksi lama dan membatasi aliran darah ke otot sehingga oksigen yang dibutuhkan serta sisa metabolisme yang dibuang kurang efektif. Otot besar yang mendapat muatan statis cepat menghabiskan cadangan ATP dan creatin phospat. Asam laktat sebagai sisa metabolisme terakumulasi dalam jaringan otot, menyebabkan rasa sakit maka perlu waktu istirahat lebih lama daripada otot dinamis (Bridger, 1995; Grandjean, 2000; Cummings, 2003). Perlu relaksasi optimal ketika terjadi kontraksi lama, agar oklusi kontinyu terhindari dan sirkulasi intramuskular optimal kembali (Adiatmika, 2007). Selama otot kontraksi, relaksasi pembuluh darah intramuskular tidak optimal sehingga asupan nutrisi dan oksigen berkurang. Kontraksi otot anggota gerak bagian atas dan punggung terjadi ketika pebelajar duduk tegak, membungkuk tetapi tidak dapat bersandar ke belakang karena posisi sandaran kursi tegak. Terjadi metabolisme anaerobik yang membatasi produksi ATP, sehingga sudah terbentuk asam laktat. Jalur metabolis yang memasok ATP untuk proses kontraksi dan relaksasi terdiri atas: (a) pemindahan fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat menjadi ADP (sumber segera); (b) fosforilasi oksidatif (sumber utama jika ada O 2 ), membutuhkan glukosa berasal dari simpanan glikogen otot atau glukosa dan asam lemak yang disalurkan darah; dan (c) glikolisis (sumber utama jika tidak ada O 2 ). Produk akhir glikolisis, yaitu asam piruvat diubah menjadi asam laktat karena tidak ada O 2 menghambat pengolahan asam piruvat oleh jalur fosforilasi oksidatif. Aktivitas intensitas tinggi, mempercepat kelelahan otot (Sherwood, 2001). Sikap duduk pebelajar selama proses pembelajaran mempengaruhi kondisi muskuloskeletal. Diperlukan pengetahuan tentang permukaan tempat kerja dan task serta organisasi pekerjaan, desain perlengkapan dan tempat kerja yang sesuai dengan

12 23 antropometri pemakai dan sikap tubuh selama kegiatan pembelajaran harus variatif untuk mencegah gangguan muskuloskeletal (Chavalitsakulchai dan Shahnavaz, 1993; Ayoub, 1996; Chau, dkk., 2002; Ketola, 2004). Penurunan energi bias mempercepat kelelahan, keluhan muskuloskeletal terjadi akibat akumulasi asam laktat merangsang reseptor rasa nyeri (Guyton dan Hall, 2008). Kontraksi otot anggota gerak atas dan punggung yang lama, berulang serta monoton mempercepat terjadinya keluhan muskuloskeletal (Adiatmika, 2007). Penjelasan produksi ATP selama otot kontraksi dan relaksasi, secara skematis dapat dilihat lebih rinci pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 Jalur Metabolis yang Menghasilkan ATP untuk Otot Kontraksi dan Relaksasi. (Sherwood, 2001). Tubuh didesain untuk digerakkan, sehingga otot agonis dan antagonis yang membungkus setiap tulang dapat melaksanakan tugas bergantian. Jika tubuh kurang digerakkan, sebagian otot kontraksi lama dan lainnya relaksasi berlebihan sehingga

13 24 kedua otot sama-sama mendapat keluhan (Kjaer, dkk., 2005). Dengan demikian, pebelajar perlu dudukan yang luas agar tubuh dapat leluasa digerakkan. Setidaknya tubuh dapat bergerak ke samping, ke belakang dan ke depan atau tegak. Sikap duduk perlu diubah dengan posisi berlawanan, setelah 60 menit agar posisi setiap persendian yang sudah tertekuk lama menjadi lurus beberapa saat. Posisi tubuh lurus perlu dikombinasikan dengan berjalan, karena gerakan otot ritmik membantu kelancaran peredaran darah yang mengandung nutrisi dan oksigen. Penelitian oleh Nachemson membuktikan, peningkatan tekanan pada tulang belakang diakibatkan upaya mempertahankan posisi tubuh dalam keadaan tertentu (Anannontsak dan Puapan, 1996). Studi pada 330 tukang ketik, menunjukkan gejala keluhan muskuloskeletal yang paling umum berupa sakit pinggang 53%, leher 50%, tangan 27% dan jari tangan 27,6%. Pekerja pabrik botol kaca di India, yang bekerja secara repetitif mengalami cedera otot tangan dan pergelangan tangan 40,6% (Bazroy, dkk., 2003). Keluhan muskuloskeletal menempati urutan pertama di antara penyakit akibat kerja lainnya, 44,9% karena karakteristik individu yaitu umur lebih dari 30 tahunan (Bhattaherjee dkk., 2003). Sakit pada leher, bahu, punggung dan pinggang karena sikap kerja statis dialami oleh 63% pekerja (Evelyn, 1996). Kerja otot statis, mempercepat keluhan muskuloskeletal (Adiatmika, 2007). Keluhan muskuloskeletal adalah refleksi kelelahan fisik, secara berangsur-angsur menjadi stimulus kelelahan mental dan demikian sebaliknya (Manuaba, 2005) Metode pengukuran keluhan muskuloskeletal Keluhan muskuloskeletal dimungkinkan oleh sikap tubuh statis saat belajar, tanpa memperoleh kesempatan pemulihan. Sikap tubuh yang buruk (sikap paksa) saat belajar dan berlangsung lama, menyebabkan pembebanan pada sistem otot skeletal

14 25 dan berdampak negatif pada kesehatan (Manuaba,1992a; Ketola, 2004). Rasa sakit biasanya terlokalisir di bagian tubuh tertentu, sehingga gambar segmen tubuh (body map) memakai rating dan ranking berupa Nordic Body Map (NBM) Questionnaires yang dikembangkan di Swedia, Norwegia, Denmark, Finlandia (Wilson dan Corlett, 2005) dapat dipakai sebagai alat ukur keluhan muskuloskeletal. Pada kuesioner NBM terdapat 28 unsur pengukuran keluhan dengan nilai yang sudah dimodifikasi terdiri atas (Sutajaya, 1998): (1) Sangat Tidak Sakit; (2) Tidak Sakit; (3) Agak Sakit; (4) Sakit; (5) Sangat Sakit. Kuesioner NBM disajikan pada Lampiran 9 di halaman Kondisi Mental Pebelajar dalam Pembelajaran Kelelahan pebelajar dalam pembelajaran Proses pembelajaran melibatkan aktivitas fisik dan mental pebelajar secara terpadu menyebabkan kelelahan yang berpotensi mempengaruhi kecepatan, ketelitian dan konstansi kerja (Sutajaya, 2006). Kelelahan muncul karena aktivitas monoton, kerja fisik berat dan berlangsung lama, masalah mental serta psikis, sedang sakit, kurang energi maupun lingkungan fisik buruk (Manuaba, 1992a; ILO, 1998). Kondisi mental berubah ketika belajar, pada kategori ringan disebut kelelahan mental karena proses berpikir (Grandjean, 2000; Nurmianto, 2003). Kelelahan mental terjadi, jika reseptor nyeri pada ujung saraf telanjang yang tersebar di kulit dan jaringan dalam mendapat rangsangan. Serat aferen tipe C meneruskannya ke radiks spinalis dorsalis, yang berada di sumsum tulang belakang. Oleh traktus paleospino di teruskan ke otak talamikus, akhirnya dirasakan sebagai nyeri (Guyton dan Hall, 2008). Munculnya kelelahan mental dalam proses pembelajaran, merupakan ekspresi beban belajar yang membutuhkan energi relatif banyak apalagi jika disertai kondisi

15 26 lingkungan kurang memadai sehingga energi terkuras untuk mengatasinya (Sutajaya, 2006). Kelelahan dimanifestasikan oleh hilangnya efisiensi dan muncul rasa enggan melakukan berbagai upaya, yang sifatnya tidak tunggal sebagai gejala perubahan psikofisiologis. Cirinya terdiri atas: keletihan, mengantuk, pusing, pengabaian tugas, membenci pekerjaan, berpikir lambat, kurang waspada, persepsi rendah serta lamban karena terjadi penurunan kinerja mental (Grandjean, 2000). Kelelahan menurunkan kinerja dan menambah kuantitas kesalahan kerja, maka memberi peluang terjadinya kecelakaan kerja (Pulat, 1992; Grandjean, 2000; Ganong, 2001; Nurmianto, 2003). Agar diketahui kondisi mental pebelajar selama dalam proses pembelajaran, maka normalnya proses fisiologis di dalam tubuhnya perlu diperhatikan. Pelemahan aktivitas, motivasi dan fisik yang diakibatkan oleh keadaan umum secara subjektif merupakan pertanda telah terjadi kelelahan. Faktor beban kerja yang terkait kegiatan pembelajaran, ditimbulkan oleh interaksi karakteristik personal dengan berbagai jenis komponen yang ada di kelas sehingga terjadi kelelahan. Beban kerja yang terkait dengan mental terdiri atas: (1) kompleksitas pekerjaan; (2) tuntutan sifat pekerjaan; (3) tanggungjawab terhadap pekerjaan; (4) beban moral. Pada diri pebelajar juga ada timbul beban kerja, bersumber dari dalam tubuh pebelajar sendiri yang terdiri atas: (1) faktor somatik (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, somatotipe, kondisi kesehatan, status gizi); dan (2) faktor psikis yang meliputi motivasi, persepsi, keinginan, emosi, kepuasan, kepercayaan, harga diri dan tanggungjawab. Pada proses pembelajaran, dapat muncul perpaduan beban kerja fisik dan mental yang dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal (Sutajaya, 2006). Jenis serta faktor penyebab kelelahan fisiologis dalam pembelajaran sering diabaikan, karena dianggap kurang penting dalam upaya peningkatan mutu kegiatan

16 27 pembelajaran di kelas. Faktor yang terintegrasi di tempat belajar terdiri atas: beban eksternal, organisasi dan sosial. Faktor ini penyebab setiap individu memiliki beban biomekanika, sehingga toleransi internal tidak mampu mencegah terjadinya kelelahan dan pelemahan. Sedangkan faktor personal yang meliputi: antropometri, kekuatan dan keterampilan menimbulkan pengaruh (Ketola, 2004) seperti terlihat pada Gambar 2.4. Variasi sikap tubuh, mutu penataan fasilitas pembelajaran serta kondisi lingkungan kurang mendapatkan perhatian seksama (Mathiassen, 2006) sehingga selalu menjadi faktor pengganggu dan penyebab kelelahan termasuk keluhan bahkan cedera. TEMPAT BEBAN LUAR FAKTOR ORGANISASI FAKTOR SOSIAL INDIVIDU BEBAN BIOMEKANIKA Beban Internal Respon Psikologis TOLERANSI INTERNAL Tekanan Mekanika Kelelahan LUARAN Sakit, Stres, Tidak Keterbatasan Fisik Faktor Individu (antropometri, kekuatan, keterampilan) Gambar 2.4 Bagan Model Konseptual Hubungan Kegiatan dengan Kelelahan (Ketola, 2004) Faktor penyebab kelelahan pebelajar dalam pembelajaran Kelelahan ditandai oleh keengganan bekerja karena sifat kerja monoton, kerja fisik berat dan lama, keadaan lingkungan, mental, kesehatan dan gizi/nutrisi (Waters dan Bhattacharya, 1996). Perasaan lelah bukan kondisi tidak menyenangkan asalkan dapat berisirahat, kesulitan jika tidak ada kesempatan relaksasi. Kelelahan merupakan perangkat pelindung alami seperti halnya haus, lapar dan sensasi sejenis. Kelelahan

17 28 mencegah manusia dari beban melebihi kemampuan diri melakukannya, sehingga dibutuhkan waktu rekuperasi. Kelelahan terlihat dari peningkatan instabilitas psikis, gangguan depresi akibat ada rasa khawatir, malas, tidak menyenangi pekerjaan dan cenderung sakit, tempat kerja kurang memuaskan, tidak mampu menyesuaikan diri dengan pekerjaan dan lingkungannya (Grandjean, 2000). Kelelahan dipengaruhi mekanisme kontrol pada medula spinalis dan internal otak, yang meregulasi dan mengatur agar sesuai dengan kondisi aktivitas manusia. Perasaan lelah merupakan reaksi fungsional pusat kesadaran di korteks serebri, yang dipengaruhi oleh sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Jika pengaruh dari dalam tubuh menjadi faktor penghambat dominan sehingga sistem penghambat unggul, maka muncul perasaan lamban dan ngantuk maupun lesu. Jika sistem aktivasi lebih kuat maka tubuh tetap segar, sehingga timbul semangat untuk melakukan aktivitas fisik dan memtal. (Grandjean, 2000) Metode pengukuran kelelahan pebelajar Ada 6 model metode pengukuran kelelahan yang dipakai oleh para ahli pada berbagai penelitian: (1) kualitas dan kuantitas kinerja; (2) rekaman subjetif perasaan lelah; (3) elektroence phalography; (4) frekuensi kedipan mata; (5) tes psikomotor; dan (6) tes mental (Grandjean, 2000; Nurmianto, 2003). Gejala kelelahan dimulai dari sangat ringan sampai sangat melelahkan dan kelelahan terjadi pada akhir jam kerja (Astrand dan Rodahl, 1977; Pulat, 1992). Pada pembelajaran, kelelahan pebelajar diukur memakai kuesioner 30 item kelelahan subjektif karena berkaitan dengan pelemahan aktivitas dan motivasi serta fisik. Kuesioner ini diperkenalkan pertama kali oleh Yoshitake (1971), mengukur kelelahan pekerja di bidang industri. The Industrial Fatigue Research Committee of

18 29 Japan (IFRCJ) dan Japan Association Industrial Health (JAIH), merekomendasikan sebagai salah satu alat ukur refresentasi kelelahan (Kashiwagi, 1971; Adiputra, 1998). Kuesioner 30 item kelelahan subjektif merekam kondisi mental pebelajar, karena menyentuh aspek aktivitas dan motivasi yang relevan dalam proses pembelajaran. Substansi dimensionalnya terdiri atas: (a) pelemahan aktivitas tercermin pada item 1 10; (b) pelemahan motivasi terefleksikan oleh item 11 20; dan (c) disintegrasi atau pelemahan fisik dipresentasikan oleh item Kuesioner disajikan pada Lampiran 10 di halaman 209, merekam 30 unsur pengukuran dengan kategori nilai: (1) Sangat Tidak Merasa; (2) Tidak Merasa; (3) Agak Merasa; (4) Merasa; (5) Sangat Merasa. 2.4 Kondisi Unsur Dinamis Pebelajar dalam Pembelajaran Menurut Marmai (2001), dalam pembelajaran diperlukan ada pengaruh yang menyenangkan karena meningkatkan motivasi belajar. Peningkatan motivasi belajar, diharapkan meningkatkan kinerja pada pebelajar tetapi terjadi sebaliknya jika timbul kebosanan dan perasaan kurang nyaman dalam pembelajaran Kebosanan pebelajar dalam pembelajaran Kebosanan mengurangi mekanisme stimulus respon pada sistem saraf dan otot. Menurut teori fisiologi, stimulus di sistem saraf pusat atau otak diakibatkan oleh tuntutan fisik dan mental. Jika stimulus rendah, maka respon atau reaksi organisme menurun juga. Penurunan menyebabkan daya tahan seseorang untuk memperhatikan sesuatu dengan cermat secara perlahan menurun, sehingga dibutuhkan stimulus baru agar perhatian atau kesiagaan tergugah (Grandjean, 2000). Kadarusman dan Rachmat menyatakan, malas atau kebosanan yang diakibatkan rentang waktu istirahat sekitar

19 30 60 menit menurunkan jumlah produksi yang dihasilkan. Perubahan sistem istirahat 2 tahap selama 45 menit dan 15 menit, ternyata bisa meningkatkan rerata produksi dari 198,0 menjadi 208,0. Peningkatan diasumsikan karena rasa nikmat terputus setelah mendapat istirahat panjang, bisa menimbulkan rasa malas bekerja karena belum ada yang mengharuskannya segera kembali belajar (Sutajaya, 2006) Faktor yang mempengaruhi kebosanan pebelajar dalam pembelajaran Kebosanan dapat muncul karena faktor sebagai berikut: (1) pekerjaan yang kurang menarik; (2) kurangnya motivasi terhadap pekerjaan; (3) aktivitas yang ada tidak membutuhkan keterampilan tinggi; (4) mekanisme kerja lamban; (5) kurangnya keleluasaan tubuh bergerak; (6) jenis kegiatan yang repetitif atau berulang-ulang; (7) siklus kerja pendek; (8) kontak dengan orang lain kurang; (9) punya kemampuan tinggi tetapi tidak tersalurkan; (10) lingkungan kerja yang kurang nyaman; (11) suhu lingkungan panas (Pulat, 1992; Grandjean, 2000). Pembelajar yang kurang berhasil mengelola proses pembelajaran, juga dapat bertindak sebagai pemicu perasaan bosan. Sukmadinata (2003) menyatakan, bahwa kondisi sosial yang berhubungan dengan interaksi pebelajar dengan pihak lain seperti: guru, teman, pegawai tata usaha, satpam dan yang lain cukup berperan mempengaruhi konsentrasi dan proses pembelajaran. Sutajaya (2006) berdasarkan pendapat Anoraga menyatakan, aktivitas yang dilakukan dengan perasaan bosan bisa menimbulkan: (1) keinginan menghindar dari aktivitas utamanya; (2) selalu merasa tersiksa; (3) gelisah; (4) kelelahan lebih dini; (5) rasa kurang puas; (6) berpaling ke jenis aktivitas lain; dan (7) konsentrasi berkurang. Jika diperinci lagi, maka perasaan bosan dapat dikatakan sebagai salah satu penyebab kurang optimalnya keterlibatan fisik dan mental serta unsur dinamis dalam pembelajarannya. Pembelajar belum berupaya mengembangkan

20 31 paradigma pembelajaran interaktif, menyenangkan, menarik, atraktif, menantang dan inspiratif atau IMMAMI (Darmawan, 2006). Shigemi, dkk. menjelaskan, kebosanan diiringi stres memperburuk kondisi pebelajar ketika memahami materi pelajaran. Muncul rasa khawatir dan depresi ±27,4% dan 29,3% serta 31,7% saat dilakukan survey I III secara berturut-turut selama setahun di Jepang. Okubo, dkk. mencatat gaya hidup dan insiden hipertensi, berkaitan erat dengan perasaan khawatir serta depresi. Jika stres terintegrasi dengan rasa bosan maka konsentrasi berkurang, beban kerja meningkat, kelelahan dini serta proses pembelajaran kurang efektif dan kurang efisien (Sutajaya, 2006) Metode pengukuran kebosanan pebelajar dalam pembelajaran Kebosanan secara subjektif dapat dinilai melalui kuesioner kebosanan, yang dikembangkan oleh Anoraga (1998) dan sudah dimodifikasi oleh Sutajaya (2006). Pada kuesioner ini terdapat 26 unsur penilaian dengan tingkat pernyataan dan nilai: (1) Sangat Tidak Setuju; (2) Tidak Setuju; (3) Agak Setuju; (4) Setuju; (5) Sangat Setuju. Rerata skor kebosanan mengikuti pembelajaran didapat setelah pembelajaran berakhir, baik pada desain interior lama dan ergo-desain interior. Kuesioner ini sudah dipakai pada penelitian pembelajaran melalui pendekatan SHIP di IKIP Singaraja dan pembelajaran sains di SD Sawan Buleleng Singaraja (Sutajaya, 2006; Wijana, 2008). Kuesioner disajikan pada Lampiran 11 di halaman Kenyamanan pebelajar dalam pembelajaran Kenyamanan belajar adalah idaman setiap pebelajar dan dalam ergonomi, menjadi faktor penting karena berbeda-beda pada setiap individu. Perbedaan timbul karena adanya bentuk, ukuran, usia, budaya, penerimaan terhadap penyakit, cedera,

21 32 ketidakmampuan dan pertimbangan fisik lain (Kearney, 1998). Salah satu cara untuk memperoleh kenyamanan dalam pembelajaran dan terhindar dari cedera, penggunaan stasiun kerja sesuai antropometri pemakai (Abeysekera, dkk., 1996; Kearney, 1998; Grandjean, 2000; Gerr, dkk., 2000). Kesesuaian merupakan salah satu faktor yang berpotensi mempengaruhi kenyamanan, termasuk ukuran alat dengan antropometri pebelajar dalam proses pembelajaran (Panero dan Zelnik, 2000). Ketidaksesuaian adalah faktor penyebab munculnya perasaan tidak nyaman, mengakibatkan perasaan terganggu jika harus tetap dipakai (Abeysekera, dkk., 1996). Kenyamanan mempengaruhi motivasi belajar karena berkaitan dengan pernyataan Bubb (2006), dari energi yang disediakan oleh alam manusia merasakan kenyamanan. Perbaikan kenyamanan, memungkinkan peningkatan produktivitas (Eikhout, dkk., 2005; Hedge dan Sakr, 2005; Looze, dkk., 2005; Rosercrance, dkk., 2005; Vink, 2005) Meningkatkan kenyamanan pebelajar dalam pembelajaran Faktor utama yang menentukan kenyamanan adalah, ukuran produk sesuai antropometri pebelajar. Data antropometri dipakai untuk mengembangkan desain dan memilih produk, agar bentuk dan dimensinya sesuai dengan pemakai agar nyaman dipakai (Kearney, 1998; Wignjosoebroto, 2003). Data antropometri diolah memakai perhitungan persentil, sebagai nilai rata-rata antropometri manusia untuk menentukan ukuran suatu produk. Penerapan persentil pada desain, untuk menjamin kesesuaian ukuran produk dengan antropometri pemakai agar diperoleh kenyamanan pemakaian (Adiputra, 2003). Aplikasi persentil sudah diterima secara konvensional dan berlaku umum, agar desain produk dinyatakan ergonomis (Sutalaksana, 2001). Produk yang dipakai banyak orang, harus sesuai setiap pemakai. Ukurannya bervariasi, maka tabel

22 33 data antropometri pada produk umumnya hanya memuat persentil 5 dan 50 serta 95 (Sutalaksana, 2001; Adiputra, 2003). Dengan demikian, data antropometri pebelajar SMPN-3 Abiansemal Badung diukur (Lampiran 15 di halaman 214) untuk pedoman aplikasi ergo-desain interior. Data antropometri diolah berdasarkan jumlah sampel yang memakai meja dan kursi belajar, juga menentukan ukuran lebar area sirkulasi. Keluasan ruang gerak yang harus tersedia di depan perut, di atas paha, di sebelah kanan dan kiri paha serta di depan lutut menjamin gangguan sensasi pada bagian tubuh minimal. Sesuai dengan pengertian kenyamanan sebagai salah satu tujuan penerapan ergonomi, tidak ada atau gangguan sensasi yang dirasakan manusia minimal (Manuaba, 1997; Adiputra, 2000). Keleluasaan gerak setelah memakai produk, mempengaruhi perasaan nyaman karena kenyamanan merupakan pengalaman yang menyenangkan selama dan sesaat setelah menggunakan produk (Vink, dkk., 2006). Jika pandangan Bubb (2006) dicermati maka kenyamanan merupakan upaya perlindungan diri terhadap perubahan fluktuaktif energi panas, dingin, bising, getaran, bebas dari ikatan mobilitas informasi dan produk berguna pada kondisi aktual yang dihadapi. Meja dan kursi belajar harus memberi peluang pada tubuh bergerak efisien dan efektif, sehingga jarak serta posisi semua perlengkapan belajar berada dalam jangkauan antropometri agar hemat energi. Kenyamanan dipengaruhi dimensi dan jarak atau posisi perlengkapan yang tersedia serta bentuk produk, agar terwujud sikap tubuh ergonomis. Sikap tubuh ergonomis pada kegiatan belajar adalah: leher sedikit membungkuk, lengan atas tidak mengalami ekstensi dari tubuh, lengan bawah juga berposisi horizontal dengan lantai, pergelangan tangan tidak menekuk dan posisi paha dengan tubuh bersudut lebih besar dari 90º serta telapak kaki menapak datar di atas

23 34 permukaan lantai (Susila, 2001). Posisi tubuh ergonomis sulit terwujud jika dimensi fasilitas tidak sesuai antropometri pemakai, sehingga menimbulkan kontraksi otot. Setiap saat permukaan tubuh bersentuhan dengan benda eksternal, mekanisme stres di jaringan dalam seharusnya mendapatkan perhatian khusus. Stres lokal dapat menyebabkan cedera pada kulit dan struktur yang ada di dalamnya seperti otot, saraf dan pembuluh darah. Area yang pada umumnya harus mendapatkan perhatian adalah lengan, paha, punggung dan pinggang (Kuorinka dan Forcier, 1992) Metode pengukuran kenyamanan pebelajar dalam pembelajaran Faktor kenyamanan, secara subjektif dapat diukur menggunakan kuesioner kenyamanan. Abeysekera, dkk (1996) sudah mengembangkan kuesioner kenyamanan yang sudah umum dipakai oleh peneliti di dunia, tetapi yang dikenal di Indonesia hanya untuk pengukuran kenyamanan pemakaian helm. Sudiarta (2000) sudah pula mengembangkan kuesioner kenyamanan untuk stasiun kerja warnet, lebih sesuai jika dipakai untuk mengukur kenyamanan pebelajar pada ergo-desain interior ini. Oleh karena itu, pada penelitian ini faktor kenyamanan diukur memakai kuesioner kenyamanan (Lampiran 12 di halaman 195) yang sudah digunakan pada penelitian stasiun kerja di warnet dan meja komputer berukuran S, M dan L (Sudiarta, 2000; Ardana, 2008). 2.5 Desain Interior dan Manfaatnya pada Pembelajaran Kondisi faktor internal pebelajar perlu disesuaikan dengan kondisi faktor eksternal, karena menjadi penting dalam pembentukan pola belajar positif (Karwono, 2008). Pemahaman mengenai karakteristik manusia wajib dipakai pedoman untuk peningkatan keharmonisan interaksi antara manusia dengan kondisi fasilitas serta

24 35 lingkungannya beraktivitas (Wilson dan Corlett, 2005). Oleh karena itu peningkatan mutu proses pembelajaran di SMPN-3 Abiansemal Badung, mewajibkan kesediaan pengelola sekolah melakukan kajian lebih dalam tentang faktor kinerja pada pebelajar dan penataan fasilitas pembelajarannya. Sikap belajar atau kinerja dan mutu penataan fasilitas pembelajaran di kelas, menjadi unsur penentu terwujudnya peningkatan mutu kegiatan pembelajaran di kelas (Ainly, 1990; Sukmadinata, 2003; Darmawan, 2006). Peningkatan kinerja pada pebelajar dan mutu penataan fasilitas pembelajaran harus dijadikan fokus dalam intervensi, agar mutu kegiatan pembelajaran di kelas meningkat. Peningkatan kinerja pada pebelajar harus dikaji berdasarkan pendekatan ergonomi, karena dilandasi ilmu dasar fisiologi dan kinesiologi serta biomekanika. Sedangkan peningkatan mutu penataan fasilitas pembelajaran di kelas, selayaknya dikaji berpedoman pada kaidah desain interior untuk bisa menghasilkan produk yang artistik karena menimbulkan pengaruh menyenangkan bahkan memuaskan. Pebelajar merupakan sosok manusia yang sedang berkembang dan memiliki berbagai jenis potensi, dalam perkembangannya membutuhkan dukungan komponen eksternal yang memuaskan (Karwono, 2008). Pada pebelajar yang bersifat misterius dan sulit dipahami, terpendam tuntutan kepada pengelola sekolah maupun pembuat keputusan di bidang pendidikan agar sungguh-sungguh mengupayakan peningkatan kinerja di kelas. Mutu penataan fasilitas pembelajaran di kelas yang menyenangkan, dapat mempengaruhi peningkatan kinerja pada pebelajar untuk meningkatkan mutu kegiatan pembelajaran di kelas (Dimyati dan Mudjiono, 2002) Pengertian desain interior Desain adalah sebuah komposisi baru atau susunan bentuk baru suatu produk, karena ada perkembangan kebutuhan dan citarasa baru yang membedakannya dengan

25 36 produk lain maupun produk lama yang sejenis. Secara garis besar, desain bisa dinilai sebagai upaya pencerminan perhatian manusia pada apresiasi dan adaptasi dengan lingkungan. Jika ditinjau dari kebutuhan jasmani serta rohaninya, secara khusus dapat dikaitkan dengan konfigurasi, komposisi, makna, nilai dan tujuan pembuatan produk (Archer dan Baynes, 1977). Desain merupakan benda yang dipakai manusia dalam berbagai kebutuhan, untuk mendapatkan hasil akhir yang sifatnya spesifik. Desain sebagai perancangan yang dikerjakan secara profesional dan dikenal sebagai kegiatan bersifat multidisipliner, karena melibatkan sekelompok orang dengan orientasi kerja profesi berbeda-beda (Wilson dan Corlett, 2005). Secara teoritis desain diartikan sebagai susunan unsur seni rupa berupa: bintik (titik), garis, bidang, volume, warna dan tekstur pada suatu komposisi yang harmonis sehingga terwujudnya produk baru yang sesuai perkembangan kebutuhan manusia (Pile, 1988). Desain dapat mempengaruhi perilaku personal dan masyarakat, budaya serta peradaban manusia tetapi faktor ini juga mempengaruhi perkembangan desain sehingga di antara keduanya selalu terjadi interaksi (Gustami, 2008). Desain adalah produk menakjubkan, karena mampu mengubah kehidupan manusia secara individu dan budaya maupun sosial (Chong, 2010). Kehidupan manusia menjadi menakjubkan juga, karena mendapat dukungan produk desain yang menakjubkan. Interior adalah ruang dalam, bagian dari suatu bangunan yang terbentuk oleh pembatas berupa lantai, dinding dan plafon (Pile, 1988; Kurtich dan Eakin, 1993). Setiap area yang memiliki lantai, dinding dan plafon dapat diartikan sebagai interior. Interior menjadi bagian suatu bangunan sebagai karya arsitek, sehingga persepsinya mempengaruhi karakteristik interior. Pada masa lalu, arsitek merancang bangunan sekaligus interiornya. Perkembangan kebutuhan dan citarasa manusia yang semakin

26 37 beragam serta mode yang berkembang progresif, maka interior menjadi bidang ilmu baru yang mandiri. Dengan demikian, desain interior adalah bentuk baru penataan berbagai jenis perabotan di area yang dibatasi lantai dan dinding serta plafon agar aktivitas pemakai dapat berlangsung lancar dan menyenangkan. Desain interior merupakan perwujudan ruangan 3 dimensional, untuk tempat manusia berkembang dan hidup menyenangkan. Pemilik mendapat citra dari desain interior, karena terwujud tempat beraktivitas yang artistik. Desain interior membangkitkan rasa nikmat setiap pemakai karena penataan fisik yang tepat, cermat serta efisien (Zainuddin, 1986; Mangunwijaya, 1992). Desain interior merupakan upaya pemecahan permasalahan kenyamanan, struktur dan unsur estetika seperti diungkap Vitruvius seorang arsitek termasyur Romawi: convenience, strenght and beauty. Sir Henry Wotton, penulis Inggris menjabarkannya menjadi commoditie, firmness and delight (Kurtich dan Eakin, 1993). Berbagai jenis kegiatan preservasi, restorasi, renovasi dan adaptasi ulang fungsi semua jenis bangunan termasuk bangunan bersejarah ataupun lainnya yang difokuskan pada desain ruang dalamnya dapat dianggap sebagai bagian dari desain interior (Kurtich dan Eakin, 1993). Desain interior adalah eksplorasi seluruh spektrum kehidupan manusia dan arsitektur yang dibutuhkan untuk beraktivitas, memperoleh suasana nyaman yang artistik (Pile, 1988). Desain interior adalah hasil kreasi untuk mengekspresikan pendekatan ruang yang manusiawi, melalui pengembangan bentuk 3 dimensinya agar bangunan menjadi lebih berharga dan peka terhadap pengalaman manusia (Kurtich dan Eakin, 1993). Penataan fasilitas sesuai aktivitas manusia di ruangan dalam, untuk memperoleh kemudahan dan kepuasan serta lingkungan yang artistik agar produktivitas meningkat merupakan kata kunci desain interior.

27 Pengertian pembelajaran Pembelajaran merupakan inti daripada aktivitas pendidikan, maka pemecahan masalah mutu pendidikan harus terfokus pada kualitas pembelajaran. Komponen yang dapat memberikan kontribusi terhadap kualitas hasil pembelajaran adalah: pebelajar, pembelajar, materi, metode, sumber belajar dan fasilitas serta anggaran (Karwono, 2008). Pembelajaran merupakan upaya seseorang atau sekelompok orang untuk bisa menguasai, memanfaatkan, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendukung pembangunan secara harmonis. Belajar juga diartikan sebagai upaya memiliki pengetahuan dan keahlian sesuai kebutuhan jenjang pendidikan lebih tinggi, kebutuhan pasar kerja agar terserap dalam waktu relatif singkat (Darmawan, 2006). Belajar merupakan akuisisi pengetahuan dan sikap serta keterampilan baru agar diperoleh perubahan. Akuisisi mewujudkan banyak perubahan karena belajar mendorong terjadinya perubahan pada diri seseorang untuk mengetahui, memahami, mendalami dan merasakan serta mengerjakan sesuatu yang berharga (Marmai, 2001). Pembelajaran adalah kondisi eksternal belajar yang berpedoman pada karakteristik pebelajar dan prinsip belajarnya, karena pebelajar merupakan primus motor dalam belajar. Dituntut pemusatan perhatian pada pengelolaan dan analisis serta optimalisasi aspek yang berhubungan dengan: (a) perhatian dan motivasi belajar; (b) keaktifan; (c) tanggungjawab; (d) penguatan; dan (e) proses belajar yang sesuai perbedaan individu pebelajarnya (Dimyati dan Mudjiono, 2002). Pebelajar adalah sosok manusia yang sedang berkembang, memiliki berbagai jenis potensi dan dalam perkembangannya membutuhkan komponen eksternal (Karwono, 2008). Desain interior pembelajaran adalah bentuk komposisi atau penataan fasilitas pembelajaran yang artistik agar bisa menyenangkan. Sesuai kebutuhan aktivitas untuk

28 39 memudahkan pelaksanaan akuisisi pengetahuan, sikap, keterampilan baru agar kinerja pebelajar meningkat karena tersedia berbagai perlengkapan baru yang menarik dan menyenangkan pada area dibatasi lantai, dinding dan langit-langit (Gambar 2.5). Gambar 2.5 Contoh Desain Interior Pembelajaran (Zaini, dkk., 2002) Proses dan tahapan pengerjaan desain interior pembelajaran Desain interior merupakan kreasi yang holistik, selalu berubah, bersifat kasus per kasus karena pengembangan dan pengolahan ruangan terfokus untuk kepentingan manusia pada suatu tempat serta waktu berbeda (Kurtich dan Eakin, 1993). Setiap ruang memiliki karakteristik tersendiri, jika dikaitkan dengan individu pemakai maka dituntut solusi bersifat personal. Lingkungan memberikan pengaruh spesifik, agar unsur bersifat umum dimodifikasi sehingga sesuai dengan perspektif baru. Unsur yang memiliki karakter khusus, harus digubah sesuai permasalahan khusus yang ada pada setiap lokasi. Upaya peningkatan kinerja pada pebelajar untuk meningkatkan mutu proses pembelajar di kelas, menuntut fasilitas pembelajaran didesain dengan benar walaupun sederhana tetapi sesuai kebutuhan manusia yang berkembang semakin kompleks. Bentuk desain dipengaruhi oleh pemakai dan cara memakai. Untuk mendesain produk

29 40 atau jasa, desainer seharusnya tidak hanya saling kenal dengan pemakainya tetapi juga harus memahami konteks pemakaiannya. Metode 5W1H (why, where, when, what, whom dan how), merupakan bagian inti konteks pemakaian yang berhubungan dengan karakteristik pemakaian suatu produk (Stappers dan Visser, 2006; Kaptein, dkk., 2009). Tahapan pengerjaan desain interior dilakukan berurutan agar lengkap, benar dan terinci sehingga terorganisir baik. Tahapan pengerjaan terdiri atas: (1) program identifikasi kebutuhan dan keinginan pemakai; (2) alokasi ruangan untuk spesifikasi dan hubungan antar ruang serta mengatasi salah pengertian atau kontradiksi termasuk penentuan anggaran; (3) desain dinding, unsur bukaan serta penataan mebel secara keseluruhan; (4) pengembangan desain berbentuk gambar detail desain pendahuluan; (5) presentasi penentuan bentuk akhir; (6) gambar konstruksi atau blueprint, untuk penghitungan biaya dan pedoman pelaksanaan pekerjaan di lapangan (Ekuan, 1986; Onggodiputro, 1986; Pile, 1988; Halim, 2005). Tahapan proses ini baru berakhir saat pemakai menyatakan persetujuan terhadap desain yang diajukan desainernya. Bangunan karya arsitek, tentu sudah didesain dengan cermat. Tetapi sejak lama berkembang rasa tidak puas masyarakat, karena cenderung egosentrik serta untuk kepuasan estetika maupun identitas diri semata. Orientasi desain terfokus untuk menciptakan personal monumen, daripada untuk kebutuhan pemakai (Halim, 2005). Desainer interior mengolah ruang dalam menjadi baik dan artistik serta memuaskan, tetapi tanpa disadari cenderung belum sesuai prinsip ergonomi karena membatasi mekanisme kerja organ tubuh pemakai. Desain interior dianggap berhasil, jika pelaku aktivitas selama mungkin berada di tempatnya menyelesaikan pekerjaan. Disediakan perlengkapan untuk efisiensi gerakan, mudah dijangkau, nyaman, sampai tidak perlu

Status sekolah bermutu yang didapat dari pengakuan terakreditasi memang

Status sekolah bermutu yang didapat dari pengakuan terakreditasi memang 2 Status sekolah bermutu yang didapat dari pengakuan terakreditasi memang penting, tetapi masyarakat tetap berkepentingan dengan sekolah bermutu walaupun belum terakreditasi. Sekolah bermutu mampu mendidik

Lebih terperinci

basah, kelembaban relatif serta gerakan angin pada desain interior lama dan ergodesain

basah, kelembaban relatif serta gerakan angin pada desain interior lama dan ergodesain 100 Data pada Tabel 5.1 menunjukkan intensitas cahaya, suhu kering dan suhu basah, kelembaban relatif serta gerakan angin pada desain interior lama dan ergodesain interior berbeda bermakna atau tidak sama

Lebih terperinci

Penempatan Posisi Ketinggian Monitor Diturunkan Dapat Mengurangi Keluhan Subjektif Para Pemakai Kaca Bifokal, Bagian I

Penempatan Posisi Ketinggian Monitor Diturunkan Dapat Mengurangi Keluhan Subjektif Para Pemakai Kaca Bifokal, Bagian I Penempatan Posisi Ketinggian Monitor Diturunkan Dapat Mengurangi Keluhan Subjektif Para Pemakai Kaca Bifokal, Bagian I Oleh: I Dewa Ayu Sri Suasmini, S.Sn,. M. Erg. Dosen Desain Interior Fakultas Seni

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Ergonomi Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani: ergon (kerja) dan nomos (peraturan, hukum). Ergonomi adalah penerapan ilmu ilmu biologis tentang manusia bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat kerja. Lingkungan tempat kerja merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi 2.1.1. Pengertian Ergonomi Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelelahan 1. Pengertian Lelah Beberapa ahli mendefinisikan kelelahan kerja adalah : a. Kelelahan kerja ditandai oleh adanya perasaan lelah, output dan kondisi psikologis yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluhan Muskuloskeletal Menurut Tarwaka (2004), keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat ringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Produktivitas Kerja 1. Pengertian Produktivitas kerja adalah jumlah barang atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja yang bersangkutan dalam suatu periode tertentu. (15) Umumnya

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Perbaikan Sikap Kerja Dan Penambahan Penerangan Lokal Menurunkan Keluhan

BAB VI PEMBAHASAN. Perbaikan Sikap Kerja Dan Penambahan Penerangan Lokal Menurunkan Keluhan BAB VI PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan pada BAB V tentang Perbaikan Sikap Kerja Dan Penambahan Penerangan Lokal Menurunkan Keluhan Muskuloskeletal, Kelelahan Mata Dan Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Subjek pada penelitian ini semua berjenis kelamin wanita dengan

BAB VI PEMBAHASAN. Subjek pada penelitian ini semua berjenis kelamin wanita dengan BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Subjek Subjek pada penelitian ini semua berjenis kelamin wanita dengan karakteristik yang dibahas adalah umur, berat badan, tinggi badan dan antropometri. 6.1.1 Umur Umur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pentingnya Konsep Ergonomi untuk Kenyamanan Kerja Ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni yang berupaya menserasikan antara alat, cara, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan,

Lebih terperinci

Penelitian ini dilaksanakan di SMPN-3 yang berlokasi di Desa Sibang Kaja, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung mulai bulan Agustus 2010 Maret 2011.

Penelitian ini dilaksanakan di SMPN-3 yang berlokasi di Desa Sibang Kaja, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung mulai bulan Agustus 2010 Maret 2011. 83 P 0 = desain interior lama (tanpa intervensi ergonomi). P 1 = ergo-desain interior (dengan intervensi ergonomi) O1, O3 = data sebelum belajar pada periode I dikumpulkan pukul 07.10 dan 10.40, setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing individu

BAB I PENDAHULUAN. harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesiasebagian warga berprofesi nelayan, kegiatan yang dilakukan oleh nelayan harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan setelah perang dunia kedua, tepatnya tanggal 12 Juli 1949 di Inggris

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan setelah perang dunia kedua, tepatnya tanggal 12 Juli 1949 di Inggris BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pengkajian hubungan manusia dengan lingkungan kerja sebenarnya sudah lama dilakukan oleh manusia, tetapi pengembangannya yang lebih mendalam baru dilakukan setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara barat misalnya Inggris dan Amerika Serikat kejadian nyeri punggung (terutama nyeri pada punggung bagian bawah) telah mencapai proporsi epidemik. Satu survei

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ergonomi Ergonomi atau ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Dengan demikian ergonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Aktivitas Fisik a. Definisi Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : diusahakan atas dasar hitungan harian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : diusahakan atas dasar hitungan harian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Sektor Informal Menurut Departemen Kesehatan RI (2002), sektor informal adalah kegiatan ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Pola kegiatannya

Lebih terperinci

Pertemuan 03 ERGONOMIK

Pertemuan 03 ERGONOMIK Pertemuan 03 ERGONOMIK Ergonomik Ilmu yang mempelajari karakteristik fisik dalam interaksi Ergonomik baik untuk pendefinisian standar dan pedoman pembatasan bagai mana kita mendesain aspek tertentu dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khusus guna menghasilkan suatu produk yang bermanfaat bagi masyarakat. Interaksi

BAB 1 PENDAHULUAN. khusus guna menghasilkan suatu produk yang bermanfaat bagi masyarakat. Interaksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu meluangkan banyak waktu untuk bekerja. Hal ini karena bekerja merupakan salah satu kegiatan utama bagi setiap orang atau masyarakat untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan (Nurmianto, 2004). Terdapat 3 klasifikasi sikap dalam bekerja :

BAB II LANDASAN TEORI. diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan (Nurmianto, 2004). Terdapat 3 klasifikasi sikap dalam bekerja : BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Postur Kerja Postur atau sikap kerja merupakan suatu tindakan yang diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan (Nurmianto, 2004). Terdapat 3 klasifikasi sikap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sales Promotion Girl 2.1.1. Definisi Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam pemasaran atau promosi suatu produk. Profesi ini biasanya menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhan siswa karena jika digunakan perabot kelas yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhan siswa karena jika digunakan perabot kelas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perabot kelas merupakan fasilitas fisik yang penting karena aktivitas belajar siswa banyak dihabiskan di dalam kelas seperti membaca, menggambar, menulis dan kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KELELAHAN 1. Pengertian Kelelahan Kelelahan merupakan suatu perasaan yang bersifat subjektif. Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pusat pertokoan (mall) di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan pendapatan negara

Lebih terperinci

PERANCANGAN INTERIOR/ RUANG BELAJAR YANG ERGONOMIS UNTUK SEKOLAH LUAR BIASA (SLB)

PERANCANGAN INTERIOR/ RUANG BELAJAR YANG ERGONOMIS UNTUK SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) PERANCANGAN INTERIOR/ RUANG BELAJAR YANG ERGONOMIS UNTUK SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) Julianus Hutabarat,Nelly Budiharti, Ida Bagus Suardika Dosen Jurusan Teknik Industri,Intitut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN (Studi Kasus Industri Tenun Pandai Sikek Sumatera Barat) Nilda Tri Putri, Ichwan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mereka dituntut membuat gambar perencanaan gedung sesuai dengan konsep dan

BAB I PENDAHULUAN. Mereka dituntut membuat gambar perencanaan gedung sesuai dengan konsep dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pembangunan perumahan, sekolah dan gedung-gedung perkantoran membawa tren tersendiri bagi para arsitek dan desainer interior. Mereka dituntut membuat gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan peraturan yang terdapat di masing-masing perguruan tinggi. Di

BAB I PENDAHULUAN. dengan peraturan yang terdapat di masing-masing perguruan tinggi. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan perkuliahan memiliki berbagai macam sistem yang disesuaikan dengan peraturan yang terdapat di masing-masing perguruan tinggi. Di Universitas Udayana sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jasa produksi (Eko Nurmianto, 2008). Fasilitas kerja yang dirancang tidak

BAB I PENDAHULUAN. jasa produksi (Eko Nurmianto, 2008). Fasilitas kerja yang dirancang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aspek-aspek ergonomi dalam suatu proses rancang bangun fasilitas kerja adalah merupakan suatu faktor penting dalam menunjang peningkatan pelayanan jasa produksi (Eko

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN LAMPIRAN 1. SURAT IJIN PENELITIAN LAMPIRAN 2. SURAT KETERANGAN SELESAI PENELITIAN LAMPIRAN 3 KUESIONER PENELITIAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PETANI PEMETIK KOPI DI DUSUN BANUA TAHUN 2015 Karakteristik

Lebih terperinci

ERGONOMI DESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR

ERGONOMI DESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR ERGONOMI DESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR Abstrak. Meja dan kursi adalah fasilitas sekolah yang berpengaruh terhadap postur tubuh siswa. Postur tubuh akan bekerja secara alami jika menggunakan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Ukuran Lukisan Berbeda Dalam Sebuah Ruang Pameran Terhadap Kelelahan

BAB VI PEMBAHASAN. Ukuran Lukisan Berbeda Dalam Sebuah Ruang Pameran Terhadap Kelelahan BAB VI PEMBAHASAN Berdasarkan hasil dan analisis hasil penelitian tentang Pengaruh Dua Ukuran Lukisan Berbeda Dalam Sebuah Ruang Pameran Terhadap Kelelahan secara umum dan Kenyamanan memandang dari Pengunjung

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 14 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Ergonomi Kata Ergonomi berasal dari dua kata Latin yaitu ergon yang berarti kerja dan nomos yang berarti hukum alam. Ergonomi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kata lelah (fatigue) menunjukan keadaan tubuh fisik dan mental yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kata lelah (fatigue) menunjukan keadaan tubuh fisik dan mental yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelelahan Kerja 2.1.1. Pengertian Kelelahan Kata lelah (fatigue) menunjukan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proses belajar mengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proses belajar mengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses belajar mengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) diselenggarakan di sebuah ruang kuliah berukuran 17 x 8 meter,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, industri yang berkembang di berbagai bidang sudah

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, industri yang berkembang di berbagai bidang sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa kini, industri yang berkembang di berbagai bidang sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Kegiatan industri berkembang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional Indonesia sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia. Salah satu unsur kualitas sumber daya manusia adalah tingkat kesehatan, baik kesehatan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini berisi analisis dan interpretasi hasil berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya. Analisis dan interpretasi hasil bertujuan untuk menjelaskan hasil dari

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian terhadap proses pekerjaan finishing yang terdiri dari pemeriksaan kain, pembungkusan kain, dan pengepakan (mengangkat kain) ini memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gerakan yang dilakukan oleh tangan manusia. Gerakan tangan manusia

BAB I PENDAHULUAN. gerakan yang dilakukan oleh tangan manusia. Gerakan tangan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan sehari-hari. Adanya massa otot yang bobotnya hampir lebih dari separuh beban tubuh, memungkinkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia kerja, seorang atau sekelompok pekerja dapat berisiko mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan. Salah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ergonomi Menurut Adnyana Manuaba (2000) Ergonomi didefinisikan sebagai suatu upaya dalam bentuk ilmu, teknologi dan seni untuk menyerasikan peralatan, mesin,

Lebih terperinci

Pengertian dan Ruang Lingkup Ergonomi : bahasa Yunani Ergon : kerja Nomos : peraturan/hukum - Arbeitswissenschaft di Jerman - Biotechnology di Skandin

Pengertian dan Ruang Lingkup Ergonomi : bahasa Yunani Ergon : kerja Nomos : peraturan/hukum - Arbeitswissenschaft di Jerman - Biotechnology di Skandin ERGONOMI Pengertian dan Ruang Lingkup Ergonomi : bahasa Yunani Ergon : kerja Nomos : peraturan/hukum - Arbeitswissenschaft di Jerman - Biotechnology di Skandinavia - Human (factor) engineering atau Personal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan program pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut, pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan program pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut, pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang maksimal, pembangunan bangsa Indonesia dewasa ini lebih dikonsentrasikan pada pengembangan dan pendayagunaan Sumber

Lebih terperinci

B A B III METODOLOGI PENELITIAN

B A B III METODOLOGI PENELITIAN B A B III METODOLOGI PENELITIAN Dalam penulisan laporan ini, penulis membagi metodologi pemecahan masalah dalam beberapa tahap, yaitu : 1. Tahap Indentifikasi Masalah 2. Tahap Pengumpulan Data dan Pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Ergonomi Ergonomi adalah ilmu yang menemukan dan mengumpulkan informasi tentang tingkah laku, kemampuan, keterbatasan, dan karakteristik manusia untuk perancangan mesin, peralatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional sangat penting karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional sangat penting karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional sangat penting karena tenaga kerja merupakan pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan peranan tersebut, maka diperlukan

Lebih terperinci

LATIHAN FISIK SEBAGAI PENDUKUNG ASUHAN GIZI BAGI LANSIA DR.dr.BM.Wara Kushartanti

LATIHAN FISIK SEBAGAI PENDUKUNG ASUHAN GIZI BAGI LANSIA DR.dr.BM.Wara Kushartanti LATIHAN FISIK SEBAGAI PENDUKUNG ASUHAN GIZI BAGI LANSIA DR.dr.BM.Wara Kushartanti TUJUAN MODUL Setelah mempelajari modul ini, diharapkan peserta dapat: 1. Memahami konsep dukungan latihan fisik untuk asuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi khususnya teknologi informasi menuntut manusia untuk berhubungan dengan komputer. Pemakaian komputer saat ini sudah semakin luas. Hampir setiap

Lebih terperinci

MUSCULOSKELETAL DISORDERS. dr.fauziah Elytha,MSc

MUSCULOSKELETAL DISORDERS. dr.fauziah Elytha,MSc MUSCULOSKELETAL DISORDERS dr.fauziah Elytha,MSc Muskuloskeletal disorder gangguan pada bagian otot skeletal yang disebabkan oleh karena otot menerima beban statis secara berulang dan terus menerus dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Ada beberapa jurusan di

BAB I PENDAHULUAN. dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Ada beberapa jurusan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politeknik Negeri Bali adalah lembaga yang menyelenggarakan pendidikan vokasional. Lulusan politeknik diharapkan sudah siap kerja sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA I-20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi dan Produktivitas 2.1.1 Ergonomi Ergonomi atau ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang

Lebih terperinci

tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaannya (Suma mur, 2014). organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu.

tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaannya (Suma mur, 2014). organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. 1. Beban Kerja a. Pengertian Beban Kerja Beban kerja adalah keadaan pekerja dimana dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan pada waktu tertentu. Beban kerja adalah beban yang ditanggung tenaga kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Apa Itu Mata? 2. Jelaskan Bagian-Bagian dari Mata beserta fungsinya! 3. Bagaimana Mata Bisa Bekerja?

BAB I PENDAHULUAN. 1. Apa Itu Mata? 2. Jelaskan Bagian-Bagian dari Mata beserta fungsinya! 3. Bagaimana Mata Bisa Bekerja? BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Alat Optik merupakan salah satu alat yang memanfaatkan sifat cahaya, hukum pemantulan, dan hukum pembiasan cahaya untuk membuat suatu bayangan suatu benda.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merugikan terhadap kesehatan pekerja ( Naiem, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merugikan terhadap kesehatan pekerja ( Naiem, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industrialisasi dalam pembangunan Indonesia telah berkembang pesat di semua sektor, baik formal maupun informal. Perkembangan tersebut bukan saja menyajikan kesejahteraan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN PENGUPAS KULIT LADA TIPE TIRUS PUTARAN VERTIKAL BERDASARKAN METODE NORDIC BODY MAP (NBM) DAN PENDEKATAN ANTROPOMETRI

RANCANG BANGUN MESIN PENGUPAS KULIT LADA TIPE TIRUS PUTARAN VERTIKAL BERDASARKAN METODE NORDIC BODY MAP (NBM) DAN PENDEKATAN ANTROPOMETRI RANCANG BANGUN MESIN PENGUPAS KULIT LADA TIPE TIRUS PUTARAN VERTIKAL BERDASARKAN METODE NORDIC BODY MAP (NBM) DAN PENDEKATAN ANTROPOMETRI ALMIZAN Program Studi Teknik Industri, Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kemunduran, hal ini disebabkan karena proses midang selama ini dilakukan

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kemunduran, hal ini disebabkan karena proses midang selama ini dilakukan BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Proses produksi kain endek tiga tahun belakangan ini mengalami kemunduran, hal ini disebabkan karena proses midang selama

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas mengenai model dan kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian mengenai desain perbaikan kursi untuk karyawan pada bagian kerja penyetelan dan pelapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengeluaran energi, sehingga berpengaruh pada kemampuan kerja. manusia. Untuk mengoptimalkan kemampuan kerja, perlu diperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. pengeluaran energi, sehingga berpengaruh pada kemampuan kerja. manusia. Untuk mengoptimalkan kemampuan kerja, perlu diperhatikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan kerja dipengaruhi oleh salah satu faktor diantaranya adalah faktor kerja fisik (otot). Kerja fisik ( beban kerja) mengakibatkan pengeluaran energi,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Passing dan Ketepatan Tembakan Sepak Bola

BAB II KAJIAN PUSTAKA Passing dan Ketepatan Tembakan Sepak Bola 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Passing dan Ketepatan Tembakan Sepak Bola 2.1.1. Pengertian Passing Yang dimaksud dengan passing adalah mengoper bola dengan menggunakan kaki yang sebenarnya.pada permainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Dalam Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Dalam Undang Undang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ketenagakerjaan merupakan upaya menyeluruh dan ditujukan kepada peningkatan, pembentukan dan pengembangan tenaga kerja yang berkualitas, produktif, efisien,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana pembangunan untuk mencapai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disokong oleh beberapa kaki dan ada yang memiliki laci, sedangkan kursi adalah

BAB I PENDAHULUAN. disokong oleh beberapa kaki dan ada yang memiliki laci, sedangkan kursi adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meja merupakan salah satu fasilitas sekolah berupa permukaan datar yang disokong oleh beberapa kaki dan ada yang memiliki laci, sedangkan kursi adalah sebuah fasilitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kursi Kerja a. Pengertian Kursi Kerja Kursi kerja merupakan perlengkapan dari meja kerja atau mesin, sehingga kursi akan dapat dijumpai dalam jumlah yang lebih

Lebih terperinci

METODE PENGUKURAN DATA ANTROPOMETRI

METODE PENGUKURAN DATA ANTROPOMETRI METODE PENGUKURAN DATA ANTROPOMETRI Jenis Data 1. Dimensi Linier (jarak) Jarak antara dua titik pada tubuh manusia yang mencakup: panjang, tinggi, dan lebar segmen tubuh, seperti panjang jari, tinggi lutut,

Lebih terperinci

Bab 3. Metodologi Penelitian

Bab 3. Metodologi Penelitian Bab 3 Metodologi Penelitian Penelitian dimulai dengan melakukan studi pendahuluan untuk dapat merumuskan permasalahan berdasarkan pengamatan terhadap kondisi obyek yang diamati. Berdasarkan permasalahan

Lebih terperinci

Didesain agar nyaman dan tahan lama.

Didesain agar nyaman dan tahan lama. Didesain agar nyaman dan tahan lama. Inter IKEA Systems B.V. 2015 Sebagian besar dari kita menghabiskan banyak waktu di meja, baik saat bekerja di kantor maupun di rumah. Itulah mengapa ruang kerja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang Masalah. Lari jarak pendek (sprint) adalah lari yang menempuh jarak antara 100

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang Masalah. Lari jarak pendek (sprint) adalah lari yang menempuh jarak antara 100 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Masalah Lari jarak pendek (sprint) adalah lari yang menempuh jarak antara 100 meter sampai dengan 400 meter (Yoyo, 2000). Lari sprint 100 meter merupakan nomor lari jarak

Lebih terperinci

KELUHAN SUBJEKTIF PADA OPERATOR KOMPUTER DI UNIT PELAKSANA TEKNIS PENGEMBANGAN SENI DAN TEKNOLOGI KERAMIK DAN PORSELIN BALI

KELUHAN SUBJEKTIF PADA OPERATOR KOMPUTER DI UNIT PELAKSANA TEKNIS PENGEMBANGAN SENI DAN TEKNOLOGI KERAMIK DAN PORSELIN BALI Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 10, No. 2, Desember 2011 ISSN 1412-6869 KELUHAN SUBJEKTIF PADA OPERATOR KOMPUTER DI UNIT PELAKSANA TEKNIS PENGEMBANGAN SENI DAN TEKNOLOGI KERAMIK DAN PORSELIN BALI Komang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam beraktifitas membutuhkan suatu alat yang dirancang atau

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam beraktifitas membutuhkan suatu alat yang dirancang atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam beraktifitas membutuhkan suatu alat yang dirancang atau didesain khusus untuk membantu pekerjaan manusia agar menjadi lebih mudah. Desain yang tepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. terpadu, full day school atau boarding school. Padatnya jam belajar yang ditawarkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. terpadu, full day school atau boarding school. Padatnya jam belajar yang ditawarkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi saat ini banyak sekolah menawarkan cara belajar terpadu, full day school atau boarding school. Padatnya jam belajar yang ditawarkan banyak berpengaruh

Lebih terperinci

SARANA KERJA YANG TIDAK ERGONOMIS MENINGKATKAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA GARMENT DI BALI

SARANA KERJA YANG TIDAK ERGONOMIS MENINGKATKAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA GARMENT DI BALI 1 SARANA KERJA YANG TIDAK ERGONOMIS MENINGKATKAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA GARMENT DI BALI Oleh: Solichul Hadi A. Bakri dan Tarwaka Ph.=62 812 2589990 e-mail: shadibakri@astaga.com Abstrak Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya dikarenakan penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja, sebagaian besar diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan melibatkan kerja tubuh. Kegiatan yang dilakukan secara rutinitas setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. akan melibatkan kerja tubuh. Kegiatan yang dilakukan secara rutinitas setiap hari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu isu ergonomi kesehatan semakin banyak diminati, mengingat setiap aktivitas kehidupan, mulai dari bangun tidur hingga istirahat pada semua orang akan melibatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon (kerja) dan nomos

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon (kerja) dan nomos BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.. Ergonomi 2... Definisi Ergonomi Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek - aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memiliki besar derajat kebebasan. Posisi ini bekerja mempromosikan

BAB I PENDAHULUAN. dan memiliki besar derajat kebebasan. Posisi ini bekerja mempromosikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di tempat kerja industri, banyak pekerja melakukan pekerjaan proses dalam posisi berdiri untuk jangka waktu yang panjang. Bekerja di posisi berdiri dapat dihubungkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Kondisi Lapangan Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat usaha informal pejahitan pakaian di wilayah Depok, khususnya Kecamatan Sukmajaya. Jumlah tempat usaha

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Review PT. Union Jaya Pratama PT Union Jaya Pratama merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pembuatan kasur busa. Hasil produksi dikelompokkan menjadi 3 jenis berdasarkan

Lebih terperinci

GANGGUAN FISIK MAHASISW A SELAMA BEKERJA DENGAN KOMPUTER (STUDI KASUS : MAHASISW A GUNADARMA)

GANGGUAN FISIK MAHASISW A SELAMA BEKERJA DENGAN KOMPUTER (STUDI KASUS : MAHASISW A GUNADARMA) .~5."':!>.~~ Computer.BasedSystems GANGGUAN FISIK MAHASISW A SELAMA BEKERJA DENGAN KOMPUTER (STUDI KASUS : MAHASISW A GUNADARMA) Farry Firman H., Rina Prisilia Laboratorium Teknik Industri Menengah Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung upaya penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah penggunaan tenaga dan penggunaan bagian tubuh seperti tangan

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah penggunaan tenaga dan penggunaan bagian tubuh seperti tangan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Organisasi atau perusahaan merupakan sebuah tempat dimana pekerja merupakan salah satu bagian penting dalam kesuksesan sebuah perusahaan. Bekerja adalah penggunaan tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belum bisa dihindari secara keseluruhan. Dunia industri di Indonesia masih

BAB I PENDAHULUAN. belum bisa dihindari secara keseluruhan. Dunia industri di Indonesia masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri di dunia sudah maju dan segala sesuatunya sudah otomatis, tetapi penggunaan tenaga manusia secara manual masih belum bisa dihindari secara keseluruhan.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia perindustrian di era globalisasi dan Asean Free Trade

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia perindustrian di era globalisasi dan Asean Free Trade BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia perindustrian di era globalisasi dan Asean Free Trade Area (AFTA) semakin pesat. Hal ini membuat persaingan antara industri besar, industri menengah

Lebih terperinci

TEKNIK TATA CARA KERJA MODUL INTRODUCTION ERGONOMI & TTCK

TEKNIK TATA CARA KERJA MODUL INTRODUCTION ERGONOMI & TTCK TEKNIK TATA CARA KERJA MODUL INTRODUCTION ERGONOMI & TTCK OLEH WAHYU PURWANTO LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNWERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan perhatian dari suatu industri. Hal tersebut merupakan input perusahaan yang penting karena tanpa adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia industri di Indonesia masih didominan dengan penggunaan tenaga

BAB I PENDAHULUAN. Dunia industri di Indonesia masih didominan dengan penggunaan tenaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia industri di Indonesia masih didominan dengan penggunaan tenaga manusia dalam proses produksinya, terutama pada kegiatan Manual Material Handling (MMH). Aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan tujuan untuk memperoleh prestasi optimal pada cabang-cabang olahraga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan tujuan untuk memperoleh prestasi optimal pada cabang-cabang olahraga. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga adalah kegiatan yang dilakukan dan dikelola secara profesional dengan tujuan untuk memperoleh prestasi optimal pada cabang-cabang olahraga. Atlet yang

Lebih terperinci

Identifikasi keluhan biomekanik dan kebutuhan operator proses packing di PT X

Identifikasi keluhan biomekanik dan kebutuhan operator proses packing di PT X Identifikasi keluhan biomekanik dan kebutuhan operator proses packing di PT X I Wayan Sukania, Lamto Widodo, Desica Natalia Program Studi Teknik Industri Universitas Tarumanagara Jakarta E-mail: iwayansukania@tarumanagara.ac.id,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA Muchlison Anis Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Anatomi Mata (Sumber: Netter ed.5)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Anatomi Mata (Sumber: Netter ed.5) 4 2.1. Anatomi Mata BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gambar 2.1 Anatomi Mata (Sumber: Netter ed.5) 2.2. Fisiologi Melihat Mata mengubah energi dari spektrum yang dapat terlihat menjadi potensial aksi di saraf optikus.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Ergonomi Ergonomi merupakan keilmuan multidisiplin yang mempelajari pengetahuan-pengetahuan dari ilmu kehayatan (kedokteran, biologi), ilmu kejiwaan (psikologi) dan kemasyarakatan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah.

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori Penyelesaian masalah yang diteliti dalam penelitian ini memerlukan teoriteori atau tinjauan pustaka yang dapat mendukung pengolahan data. Beberapa teori tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana pembangunan untuk mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

Unsur-Unsur Efek Cahaya Pada Perpustakaan. Abstrak

Unsur-Unsur Efek Cahaya Pada Perpustakaan. Abstrak Unsur-Unsur Efek Cahaya Pada Perpustakaan Cut Putroe Yuliana Prodi Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh Abstrak Perpustakaan sebagai tempat untuk belajar membutuhkan intensitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Postur tubuh yang tidak seimbang dan berlangsung dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan stress pada bagian tubuh tertentu, yang biasa disebut dengan postural

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, beregrak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki

Lebih terperinci