BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, beregrak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya, termasuk tempat kerja adalah semua ruangan, lapangan halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut (UU No. 1 Tahun 1970). Menurut Peraturan Pemerintah No.50/MEN/2012 tentang Sistem Manajamen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tempat kerja adalah setiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atu tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumbersumber bahaya baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, di udara yang berada didalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia 2. Ergonomi Ergonomi merupakan istilah yang berasal dari Bahasa Yunani, berarti dari dua suku kata, yaitu ergon yang berarti kerja dan nomos yang 6

2 7 berarti hukum atau aturan. Ergonomi adalah studi mengenai interaksi antara manusia dengan objek/peralatan yang digunakan dan lingkungan tempat mereka berada. Ergonomi juga dapat didefinisikan secara praktis sebagai perancangan untuk digunakan oleh manusia (Pulat, 1982) dalam (Primantari, 2014). Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktifitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik (Tarwaka, 2013). Menurut Suma mur (2014), ergonomi didefinisikan sebagai penerapan ilmu-ilmu biologis tentang manusia bersama-sama dengan ilmu-ilmu teknik dan teknologi untuk mencapai penyesuaian satu sama lain secara optimal dari manusia terhadap pekerjaannya, yang manfaat dari padanya diukur dengan efisiensi dan kesejahteraan kerja. Untuk menghindari sikap dan posisi kerja yang kurang baik ini pertimbangan-pertimbangan ergonomi antara lain menyarankan hal-hal seperti : 1. Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau jangka waktu lama. 2. Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum yang bisa dilakukan.

3 8 3. Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu yang lama dengan kepala, leher, dada atau kaki berada dalam sikap atau posisi miring. 4. Penetapan sikap dan posisi kerja sesuai dengan pertimbanganpertimbangan tersebut di atas pada dasarnya bertujuan memberikan kenyamanan pada pekerja dengan memperhatikan sikap dan posisi kerja yang mereka senangi (Nurmianto, 1996). 3. Manual Handling (Angkat-angkut) Manual Handling didefinisikan sebagai suatu pekerjaan yang berkaitan dengan mengangkut, mendorong, menarik, menahan, membawa atau memindahkan beban dengan satu tangan atau kedua tangan dan atau dengan pengerahan seluruh badan. Manual handling meliputi transportasi beban dan support beban dalam suatu sikap tubuh yang statis. Beban atau obyek mungkin dipindahkan atau didukung dengan tangan atau bagian tubuh lainnya, sebagai contoh beban ditopang dengan bahu atau di pinggul. Pekerjaan manual handling juga termasuk menurunkan atau melemparkan beban dari satu tempat ke tempat lainnya yang dituju atau dari satu orang ke orang lain (Tarwaka, 2011). Pekerjaan manual handling akan dapat menyebabkan stres pada kondisi fisik tenaga kerja (seperti: pengerahan tenaga, sikap tubuh yang dipaksakan dan gerakan berulang) yang dapat mengakibatkan terjadinya cedera, energi terbuang secara percuma dan waktu kerja tidak efisien. Kemampuan tenaga kerja untuk melakukan pekerjaannya sangat

4 9 bervariasi karena adanya berbagai perbedaan, seperti umur, kondisi fisik, kekuatan, jenis kelamin, tinggi badan dan faktor-faktor lainnya (Tarwaka, 2011). a. Faktor-faktor resiko yang dominan yang berkaitan dengan terjadinya cedera akibat pekerjaan manual handling menurut Tarwaka (2011) antara lain meliputi: 1) Sikap tubuh yang tidak alamiah dan dipaksakan (seperti: badan membungkuk dan memuntir ke samping, jongkok, berlutut, dan lain-lain). 2) Gerakan berulang (seperti: sering menjangkau, mengangkat, membawa objek kerja). 3) Pengerahan tenaga berlebihan (seperti: membawa atau mengangkat objek kerja yang terlalu berat). 4) Sikap kerja yang statis (seperti: harus mempertahankan sikap diam untuk waktu yang lama pada satu jenis aktivitas). b. Jenis Pergerakan Anggota Tubuh Menurut Tarwaka (2011) pergerakan tubuh selama terjadinya aktivitas tertentu di industri dapat dijelaskan dalam istilah operasional sebagai berikut: 1) Pergerakan Positioning pada tangan atau kaki dari satu posisi tertentu ke tempat lainnya, seperti pada saat tenaga kerja menjangkau tombol kendali mesin.

5 10 2) Pergerakan Continuous, memerlukan pengaturan kontrol otot pada atau beberapa jenis otot saat bergerak, seperti saat memutar roda mobil atau mengarahkan batangan atau lembaran kayu melalui mesin gergaji. 3) Pergerakan Manipulative, melibatkan aktivitas manual handling pada peralatan kerja, mekanisasi alat kontrol, secara tipikal dengan menggunakan jari atau tangan. 4) Pergerakan repetitive, adalah merupakan suatu pergerakan yang sama secara berulang-ulang, seperti pada pekerjaan memukul dengan palu, penggunaan obeng, memutar baut, dan lain-lain. 5) Pergerakan sequential, adalah merupakan pergerakan independen yang terpisah di dalam suatu rangkaian proses kerja. 6) A Static Posture, terjadi pada saat mempertahankan segmen pada satu posisi tertentu untuk satu periode waktu tertentu. c. Cara mengangkat yang benar Dari berbagai masalah ergonomi dalam sistem kerja bongkar muat, yang paling dominan adalah aktivitas angkat. Untuk mencegah terjadinya efek cedera pada anggota tubuh yang rawan (seperti pinggang dan punggung), maka aktivitas tersebut harus dilakukan dengan teknik mengangkat yang benar. Menurut Tarwaka (2011) secara garis besar teknik tersebut adalah sebagai berikut di bawah ini:

6 11 1) Pegangan terhadap bahan yang diangkat harus tepat. 2) Lengan harus berada sedekat mungkin dengan badan dan dalam posisi lurus. 3) Posisi tulang belakang harus tetap lurus. 4) Dagu segera ditarik setelah kepala bisa ditegakkan. 5) Posisi kaki memegang untuk membagi menentukan dalam posisi mengangkat. 6) Berat beban dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, sedangkan gaya untuk gerakan dan perimbangan. 7) Beban diusahakan sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang melalui pusat gravitasi tubuh. 4. Postur kerja Postur kerja adalah posisi tubuh pekerja pada saat melakukan aktivitas kerja yang biasanya terkait dengan desain area kerja dan peralatan kegiatan kerja. Postur kerja mencerminkan hubungan antara dimensi tubuh pekerja dan dimensi alat pada tempat kerjanya (Pheasant, 1986) dalam (Hudang, 2013). Menurut Bridger (1995) dalam (Primantari, 2014) menjelaskan bahwa tujuan utama dilakukannya penelitian mengenai postur adalah untuk mengembangkan prinsip-prinsip untuk mendesain lingkungan kerja agar tingkat postural stress pada tenaga kerja rendah. Penggunaan desain lingkungan kerja tersebut diharapkan dapat mengurangi tingkat insiden fatigue (kelelahan) dan ketidaknyamanan di tempat kerja.

7 12 Pertimbangan-pertimbangan ergonomi yang berkaitan dengan postur kerja dapat membantu mendapatkan postur kerja yang nyaman bagi tenaga kerja, baik itu postur kerja berdiri, duduk, angkat maupun angkut. Beberapa jenis pekerjaan akan memerlukan postur kerja tertentu yang terkadang tidak menyenangkan. Kondisi kerja seperti ini memaksa tenaga kerja selalu berada pada postur kerja yang tidak alami dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan mengakibatkan tenaga kerja cepat lelah, adanya keluhan sakit pada bagian tubuh, cacat produk bahkan cacat tubuh. Untuk menghindari postur kerja yang demikian, pertimbangan-pertimbangan ergonomis antara lain menyarankan hal-hal sebagai berikut: a. Mengurangi keharusan tenaga kerja untuk bekerja dengan postur kerja membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengatasi hal ini maka stasiun kerja harus dirancang terutama sekali dengan memperhatikan fasilitas kerja seperti meja, kursi dan lain-lain yang sesuai dengan data anthropometri agar pekerja dapat menjaga postur kerjanya tetap tegak dan normal. Ketentuan ini terutama sekali ditekankan bilamana pekerjaan harus dilaksanakan dengan postur berdiri. b. Tenaga kerja tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum. Pengaturan postur kerja dalam hal ini dilakukan dalam jarak jangkauan normal (konsep/prinsip ekonomi gerakan). Disamping itu pengaturan ini bias memberikan postur kerja yang

8 13 nyaman. Untuk hal- hal tertentu pekerja harus mampu dan cukup leluasa mengatur tubuhnya agar memperoleh postur kerja yang lebih leluasa dalam bergerak. c. Tenaga kerja tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu yang lama, dengan kepala, leher, dada atau kaki berada dalam postur kerja miring. d. Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam frekwensi atau periode waktu yang lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi di atas level siku yang normal (Puspitaningrum, 2015). 5. Musculoskeletal Disorders (MSDs) a. Pengertian MSDs Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem musculoskeletal (Grandjean, 1993; Lemasters, 1996 dalam Tarwaka, 2011). Pembebanan pada otot dengan pemberian beban kerja yang terlalu berat dan statis dalam durasi yang cukup lama adalah salah satu faktor penyebab gangguan MSDs. Keluhan otot ini kecil kemungkinan

9 14 terjadi apabila dalam batasannya, yaitu antara 15%-20% dari kekuatan otot maksimum, apabila kontraksi otot lebih dari 20%, peredaran darah ke otot akan berkurang seiring dengan tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan, suplai oksigen menurun, proses metabolisme terhambat dan akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan rasa nyeri (Tarwaka, 2011). Menurut Peter (2000) dalam Tarwaka (2011) terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal yaitu: 1) Peregangan Otot yang Berlebihan Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampui kekuatan otot optimum. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka akan mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat mnyebabkan terjadinya cidera otot skeletal. 2) Aktivitas Berulang Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkut-angkut dan sebagainya. Keluhan ini terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan relaksasi.

10 15 3) Sikap Kerja yang Tidak Alamiah Sikap kerja yang tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi possisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja (Grandjean, 1993; Anis and McCanville, 1996; Waters and Andeson, 1996 dan Manuaba, 2000 dalam Tarwaka, 2011). b. Pencegahan MSDs Berdasarkan rekomendasi dari Occupatioanal Safety and Health Administration (OSHA) dalam Tarwaka (2011), tindakan ergonomik untuk mencegah adanya sumber penyakit adalah melalui dua cara, yaitu rekayasa teknik, seperti: desain stasiun dan alat kerja dan rekayasa manajemen, seperti: kriteria dan organisasi kerja. Langkah preventif ini dimaksudkan untuk mengeliminir overexertion dan mencegah adanya sikap kerja tidak alamiah. 1) Rekayasa Teknik, rekayasa teknik pada umumnya dilakukan melalui pemilihan beberapa alternatif sebagai berikut:

11 16 a) Eliminasi, yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal ini jarang bisa dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerjaan yang mengharuskan untuk menggunakan peralatan yang ada. b) Subtitusi, yaitu mengganti alat/bahan lama dengan alat/ bahan baru yang aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan proses prosedur penggunaan peralatan c) Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan pekerja sebagai contoh memisahkan ruang mesin yang bergetar dengan ruang kerja lainnya, pemasangan alat peredam getaran dan sebagainya. 2) Rekayasa manajemen a) Pendidikan dan pelatihan. Melalui pendidikan dan pelatihan tenaga kerja menjadi lebih memahami lingkungan dan alat kerja sehingga diharapkan dapat melakukan penyesuaian dan inovatif dalam melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap resiko sakit akibat kerja. b) Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang. Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang dalam arti disesuaikan dengan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik pekerjaan, sehingga dapat mencegah paparan yang berlebihan terhadap sumber bahaya.

12 17 c) Pengawasan yang intensif. Melaui pengawasan yang intensif dapat dilakukan pencegahan secara lebih dini terhadap kemunginan terjadinya resiko sakit akibat kerja. 6. Metode Rapid Entire Body Assessment (REBA) Rapid Entire Body Assessment adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan, dan kaki seorang operator. Selain itu metode ini juga dipengaruhi oleh faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta aktivitas tenaga kerja. Penilaian dengan menggunakan REBA tidak membutuhkan waktu lama untuk melengkapi dan melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan resiko yang diakibatkan postur kerja operator (Hignett & McAtamney, 2000) dalam (Modul REBA, 2012). Pengembangan REBA bertujuan untuk mengembangkan sistem analisis postural sensitif terhadap risiko muskuloskeletal dalam berbagai tugas, membagi tubuh ke dalam berbagai segmen yang harus dikodekan dengan mengacu pada gerakan, menyediakan sistem penilaian untuk aktivitas otot yang disebabkan oleh statis, dinamis, berubah atau tidak stabil, postur merefleksikan proses coupling dalam penanganan beban, memberikan hasil tingkat tindakan dengan indikasi yang mendesak.

13 18 Penilaian menggunakan metode REBA yang telah dilakukan olehnhignett dan McAtamney (2000) melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: a. Tahap 1: Pengambilan data postur tenaga kerja dengan menggunakan bantuan video atau foto. Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) tenaga kerja dan leher, punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan merekam atau memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya. b. Tahap 2: Penentuan Sudut-sudut dari bagian tubuh tenaga kerja Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari tenaga kerja dilakukan perhitungan besar sudut dari masing-masing segmen tubuh yang meliputi punggung (batang tubuh), leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan kaki. Pada metode REBA segmen-segmen tubuh terdsebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher, dan kaki. Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan. Dari data sudut segmen tubuh pada masing-masing grup dapat diketahui skornya, kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A untuk grup A

14 19 dan tabel B untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing-masing tabel. Langkah dalam proses penilaian postur dengan menggunakan lembar kerja REBA menurut Tarwaka (2013) adalah sebagai berikut: 1) Penilaian Postur Grup A a) Postur Badan (Trunk) Anggota tubuh pertama yang dievaluasi pada grup A adalah badan. Hal ini akan dapat menentukan apakah tenaga kerja melakukan pekerjaan dengan posisi badan tegak atau tidak, dan kemudian menentukan besar kecilnya sudut fleksi atau ekstensi dari badan yang di amati, dan memberikan skor berdasarkan posisi badan, seperti di ilustrasikan dengan piktogram pada gambar 1 dibawah ini (Tarwaka, 2013). Gambar 1. Penilaian Postur Badan Sumber : REBA Employee Assessment Worksheet, 2015 Adapun skor penilaian untuk bagian badan (trunk) dapat dilihat pada tabel 1 berikut :

15 20 Tabel 1. Skor awal postur badan Skor Posisi Skor Perubahan 1 Posisi badan tegak lurus +1 jika posisi 2 Posisi badan fleksi antara 0 o - badan 20 o dan ekstensi antara 0 o -20 o membungkuk dan 3 Posisi badan fleksi antara 20 o - atau memuntir 4 60 o dan ekstensi >20 o secara lateral Posisi badan membungkuk fleksi >60 o Sumber: Tarwaka, 2013 b) Postur Leher (Neck) Setelah selesai menilai bagian badan, maka langkah kedua adalah menilai postur leher. Metode REBA mempertimbangkan kemungkinan dua posisi leher. Pertama, posisi leher menekuk fleksi antara 0 o -20 o dan yang kedua posisi leher menekuk fleksi atau ekstensi >20 o. Skor hasil perhitungan tersebut kemungkinan dapat ditambah jika posisi leher tenaga kerja membungkuk atau memuntir secara lateral (Tarwaka, 2013) Gambar 2. Penilaian Postur Leher Sumber: REBA Employee Assessment Worksheet, 2015 Adapun skor penilaian untuk bagian leher (neck) dapat dilihat pada tabel 2 berikut.

16 21 Tabel 2. Skor awal Postur Leher Skor Posisi Skor Perubahan 1 Posisi leher fleksi 0 o -20 o +1 jika posisi leher 2 Posisi leher fleksi atau membungkuk dan ekstensi >20 o atau memuntir secara lateral. Sumber: Tarwaka (2013) c) Postur Kaki (Leg) Untuk melengkapi alokasi skor pada grup A, maka selanjutnya adalah mengevaluasi posisi kaki. Berdasarkan pada ilustrasi piktogram pada gambar 3 dibawah ini akan memungkinkan penilaian awal pada kaki berdasarkan distribusi berat badan (Tarwaka, 2013). Skor kaki akan meningkat jika salah satu atau kedua lutut fleksi atau ditekuk. Kenaikan tersebut mungkin sampai dengan 2 (+2) jika lutut menekuk >60 o, seperti diilustrasikan dengan piktogram pada gambar 3 di bawah ini. Namun demikian, jika tenaga kerja duduk, maka keadaan tersebut dianggap tidak menekuk dan karenanya tidak meningkatkan skor pada kaki (Tarwaka, 2013). Gambar 3. Penilaian Postur Kaki Sumber: REBA Employee Assessment Worksheet, 2015

17 22 Adapun skor penilaian untuk bagian kaki (leg) dapat dilihat pada tabel 3 berikut. Tabel 3. Skor awal postur kaki Skor Posisi Skor Perubahan 1 Posisi kedua kaki +1 jika salah satu atau tertopang dengan baik kedua kaki ditekuk di lantai dalam keadaan fleksi antara 30 o -60 o berdiri maupun berjalan 2 Salah satu kaki tidak +2 jika salah satu atau tertopang di lantai kedua kaki ditekuk Dengan baik atau fleksi antara >60 o terangkat Sumber: Tarwaka (2013) d) Skoring Awal grup A Skor individu yang diperoleh dari posisi badan, leher, dan kaki pada grup A, akan memberikan skor pertama berdasarkan tabel A. Gunakan skor pada langkah a- c pada tabel A untuk menemukan skor awal grup A (Tarwaka, 2013). Tabel 4. Skoring Awal Group A Tabel A Leher Badan Kaki Kaki kaki Sumber: Tarwaka, 2013

18 23 2) Penilaian Grup B Pada grup B terdiri dari lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm) dan pergelangan tangan (wrist). a) Lengan Atas (Upper Arm) Untuk menentukan yang dilakukan pada lengan atas, maka harus diukur sudut antara lengan dan badan. Piktogram di bawah ini menunjukkan posisi lengan yang dianggap berbeda, yang bertujuan untuk memberikan pedoman pada saat melakukan pengukuran. Skor yang di peroleh akan sangat tergantung pada besar kecilnya sudut yang terbentuk antara lengan dan badan selama tenaga kerja melakukan pekerjaannya (Tarwaka, 2013). Skor untuk lengan harus dimodifikasi, yaitu ditambah atau dikurangi jika bahu tenaga kerja terangkat, jika lengan di putar, diangkat menjauh dari badan, atau kurangi 1 jika lengan di topang selama kerja. Masingmasing kondisi tersebut akan menyebabkan suatu peningkatan atau penurunan skor postur pada lengan. Jika tidak ada situasi lengan seperti tersebut, maka skor dapat langsung menggunakan skor dengan tanpa modifikasi (Tarwaka, 2013).Adapun skor penilaian untuk bagian lengan atas dapat dilihat pada tabel 4 berikut.

19 24 Tabel 5. Skor Awal Postur Lengan Skor Posisi Skor Perubahan 1 Posisi lengan fleksi atau + 1 jika bahu diangkat ekstensi antara 0 o -20 o atau lengan diputar atau Dirotasi 2 Posisi lengan fleksi antara + 1 jika lengan diangkat 21 o -45 o atau ekstensi >20 o menjauh dari badan 3 Posisi lengan fleksi antara -1 jika berat lengan 46 o -90 o ditopang untuk menahan gravitasi 4 Posisi lengan fleksi >90 o Sumber: Tarwaka, 2013 b) Lengan Bawah (Lower Arm) Berikutnya yang harus di analisis adalah posisi lengan bawah. Skor postur untuk lengan bawah juga tergantung pada kisaran sudut yang dibentuk oleh lengan bawah selama melakukan pekerjaan. Piktogram pada gambar 4 di bawah ini menunjukkan perbedaan kisaran sudut yang mungkin terjadi. Setelah dilakukan penilaian terhadap sudut pada lengan bawah, maka skor postur pada lengan bawah langsung dapat dihitung (Tarwaka, 2013). Gambar 4. Penilaian Postur Lengan Bawah Sumber: REBA Employee Assessment Worksheet, 2015 Adapun skor penilaian untuk bagian lengan bawah dapat dilihat pada tabel 6 berikut.

20 25 Tabel 6. Skor Awal Postur Lengan Bawah Skor Posisi 1 Posisi lengan bawah fleksi antar 60 o -100 o 2 Posisi lengan bawah fleksi antar <60 o atau >100 o Sumber: Tarwaka, 2013 c) Pergelangan Tangan (wrist) Terakhir dari pengukuran pada grup B adalah menilai posisi pergelangan tangan. Piktogram pada gambar 5 di bawah ini menunjukkan dua posisi yang perlu dipertimbangkan dalam metode ini. Setelah mempelajari sudut menekuk pada pergelangan tangan, maka akan dilanjutkan dengan penentuan berdasarkan besar kecilnya sudut yang dibentuk oleh pergelangan tangan (Tarwaka, 2013). Gambar 5. Penilaian Postur Pergelangan Tangan Sumber: REBA Employee Assessment Worksheet, 2015 Adapun skor penilaian untuk bagian pergelangan tangan dapat dilihat pada tabel 7 berikut.

21 26 Tabel 7. skor awal postur pergelangan tangan Skor Posisi Skor Perubahan 1 Posisi pergelangan +1 jika pergelangan Tangan Fleksi atau tangan pada saat ekstensi antara 0 o -15 o bekerja mengalami torsi atau deviasi baik ulnar 2 Posisi pergelangan Tangan Fleksi atau ekstensi antara >15 o Sumber: Tarwaka, 2013 d) Skoring Awal Grup B maupun radial Skor individu yang diperoleh dari posisi lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan pada grup B, akan memberikan skor pertama berdasarkan tabel B. Gunakan skor pada langkah a-c pada tabel B di bawah ini untuk menemukan skor awal grup B (Tarwaka, 2013). Tabel 8. Skor Awal Group B TABEL B Lengan Bawah 1 2 Lengan Pergelangan Tangan Pergelangan Tangan Sumber: tarwaka, 2013

22 27 c. Tahap 3: penentuan berat benda yang diangkut, coupling dan aktivitas pekerja Selain skoring pada masing-masing segmen tubuh, faktor lain yang perlu disertakan adalah berat beban yang diangkut, coupling, dan aktivitas pekerjaannya. Masing-masing faktor tersebut juga mempunyai kategori skor. 1) Skoring untuk Beban (Force) Besar kecilnya skor untuk pembebanan atau force akan sangat tergantung dari berat ringannya beban yang dikerjakan oleh tenaga kerja, penentuan skor didasarkn pada tabel yang selanjutnya disebut skor A (Tarwaka, 2013). Tabel 9. Skor untuk Pembebanan atau Force grup A Skor Posisi +0 Beban atau force <5 kg +1 Beban atau force 5-10 kg +2 Beban atau force >10kg Pembebanan atau force secara tiba-tiba atau mendadak Sumber: Tarwaka, ) Skoring untuk Jenis Pegangan (coupling) Jenis pegangan akan dapat meningkatkan skor pada grup B (lengan, lengan bawah dan pergelangan tangan), kecuali dipertimbangkan bahwa jenis pegangan pada container adalah baik. Tabel dibawah ini menunjukkan kenaikan untuk penerapan pada jenis pegangan. Setelah itu, skor grup B data dimodifikasi

23 28 berdasarkan jenis pegangan, yang selanjutnya disebut Skor B (Tarwaka, 2013). Tabel 10. Skoring untuk Jenis Pegangan Skor Posisi +0 Pegangan Bagus Pengangan kontainer baik dan kekuatan pegangan berada pada posisi tengah atau pegangan ideal +1 Pegangan Sedang Pegangan tangan dapat diterima, tetapi tidak ideal atau pegangan optimum yang dapat diterima untuk menggunakan bagian tubuh lainnya +2 Pegangan Kurang Baik Pegangan ini mungkin dapat digunakan tetapi tidak diterima atau objek tidak memiliki pegangan namun bentuk objek beraturan +3 Pegangan Jelek Pegangan ini terlalu dipaksakan, atau tidak ada pegangan atau genggaman tangan, pegangan bahkan tidak dapat diterima untuk menggunakan bagian tubuh lainnya atau objek tidak memiliki pegangan dan bentuk objek tidak beraturan sehingga sangat sulit untuk diangkat Sumber: Tarwaka, ) Skoring untuk Jenis Aktivitas Otot Tabel 11. Skoring Aktivitas Otot Skor Aktivitas +1 Satu atau lebih bagian tubuh dalam keadaan statis, misalnya ditopang lebih dari 1 menit. +1 Gerakan berulang-ulang terjadi, misalnya repetisi lebih dari 4 kali per menit (tidak termasuk berjalan). +1 Terjadi perubahan yang signifikan pada postur tubuh atau postur tubuh tidak stabil selama bekerja. Sumber: Tarwaka, 2013 d. Tahap 4: Perhitungan nilai REBA untuk postur yang bersangkutan Setelah didapatkan skor dari tabel A kemudian dijumlahkan dengan skor untuk berat beban yang diangkat sehingga

24 29 didapatkan nilai bagian A. Sementara skor dari tabel B dijumlahkan dengan skor dari tabel coupling sehingga didapatkan nilai bagian B. Dari nilai bagian A dan bagian B dapat digunakan untuk mencari nilai bagian C dari tabel C berikut. Tabel 12. Skor C Tabel 12. Skor C terhadap Skor A dan Skor B SKOR A SKOR B Sumber: Tarwaka, 2013 Nilai REBA didapatkan dari hasil penjumlahan nilai bagian C dengan nilai aktivitas otot pekerja. Dari nilai REBA tersebut dapat diketahui tingkat risiko pada musculoskeletal dan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko serta perbaikan kerja. Berikut adalah standar kinerja berdasarkan skor akhir REBA yang disajikan pada tabel 13.

25 30 Tabel 13. Standar Kinerja Berdasarkan Skor Akhir Skor Tingkat Tingkat Risiko Tindakan Akhir Aksi 1 0 Sangat Rendah Tidak ada tindakan yang Diperlukan Rendah Mungkin diperlukan Tindakan Sedang Diperlukan tindakan Tinggi Diperlukan tindakan Segera Sangat Tinggi Diperlukan tindakan sesegera mungkin Sumber : Tarwaka, 2013 Dari tabel risiko di atas dapat diketahui dengan nilai REBA yang didapatkan dari hasil perhitungan sebelumnya dapat diketahui tingkat resiko yang terjadi dan perlu atau tidaknya tindakan yang dilakukan untuk perbaikan. Perbaikan kerja yang mungkin dilakukan antara lain berupa perancangan ulang peralatan kerja berdasarkan prinsip-prinsip ergonomi.

26 31 B. Kerangka Pemikiran Aktivitas produksi PT. X Plant Pegangsaan Manual Handling Postur Kerja Penilaian Keluhan Sistem Musculoskeletal OWAS RULA REBA NBM Checklis Risiko Sangat Rendah Risiko Rendah Risiko Sedang Risiko Tinggi Risiko Sangat Tinggi Tidak diperlukan Tindakan Diperlukan Tindakan Gambar 6. Kerangka Pemikiran

MODUL 10 REBA. 1. Video postur kerja operator perakitan

MODUL 10 REBA. 1. Video postur kerja operator perakitan MODUL 10 REBA 1. Deskripsi Rapid Entire Body Assessment (REBA) merupakan metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomic dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai postur kerja seorang operator. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi 2.1.1. Pengertian Ergonomi Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluhan Muskuloskeletal Menurut Tarwaka (2004), keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat ringan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Penelitian merupakan serangkaian aktivitas merumuskan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menarik suatu kesimpulan dari suatu permasalahan yang dijadikan objek

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini berisi analisis dan interpretasi hasil berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya. Analisis dan interpretasi hasil bertujuan untuk menjelaskan hasil dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas teori-teori yang digunakan sebagai landasan dan dasar pemikiran yang mendukung analisis dan pemecahan permasalahan dalam penelitian ini. 2.1 Kajian Ergonomi

Lebih terperinci

ANALISIS ERGONOMI PADA PRAKTIK MEMELIHARA RODA DAN BAN MENGGUNAKAN METODE REBA

ANALISIS ERGONOMI PADA PRAKTIK MEMELIHARA RODA DAN BAN MENGGUNAKAN METODE REBA 60 ANALISIS ERGONOMI PADA PRAKTIK MEMELIHARA RODA DAN BAN MENGGUNAKAN METODE REBA Friska Pakpahan 1, Wowo S. Kuswana 2, Ridwan A.M. Noor 3 Departemen Pendidikan Teknik Mesin Universitas Pendidikan Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA I-20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi dan Produktivitas 2.1.1 Ergonomi Ergonomi atau ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian terhadap proses pekerjaan finishing yang terdiri dari pemeriksaan kain, pembungkusan kain, dan pengepakan (mengangkat kain) ini memiliki

Lebih terperinci

MUSCULOSKELETAL DISORDERS. dr.fauziah Elytha,MSc

MUSCULOSKELETAL DISORDERS. dr.fauziah Elytha,MSc MUSCULOSKELETAL DISORDERS dr.fauziah Elytha,MSc Muskuloskeletal disorder gangguan pada bagian otot skeletal yang disebabkan oleh karena otot menerima beban statis secara berulang dan terus menerus dalam

Lebih terperinci

Universitas Indonesia

Universitas Indonesia 36 BAB V HASIL 5. 1 Profil PT Soraya Intercine Films PT Soraya Intercine Flims merupakan rumah produksi yang didirikan pada tahun 1982. Aktivitas bisnis dari perusahaan ini antara lain adalah: 1. Memproduksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bahan baku batu bata adalah tanah liat atau tanah lempung yang telah

BAB II LANDASAN TEORI. Bahan baku batu bata adalah tanah liat atau tanah lempung yang telah BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batu bata Bahan baku batu bata adalah tanah liat atau tanah lempung yang telah dibersihkan dari kerikil dan batu-batu lainnya. Tanah ini banyak ditemui di sekitar kita. Itulah

Lebih terperinci

Analisis Postur Kerja dengan Metode REBA untuk Mengurangi Resiko Cedera pada Operator Mesin Binding di PT. Solo Murni Boyolali

Analisis Postur Kerja dengan Metode REBA untuk Mengurangi Resiko Cedera pada Operator Mesin Binding di PT. Solo Murni Boyolali Analisis Postur Kerja dengan Metode REBA untuk Mengurangi Resiko Cedera pada Operator Mesin Binding di PT. Solo Murni Boyolali Alfian Destha Joanda *1) dan Bambang Suhardi *2) 1,2) Program Pascasarjana

Lebih terperinci

ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR

ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR Iwan Suryadi 1, Siti Rachmawati 2 1,2 Program Studi D3 Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini terfokus pada lingkungan kerja saat ini dan data antropometri yang dibutuhkan untuk perancangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tempat dan kondisi kerja yang kurang nyaman dapat menimbulkan kerugian bahkan kecelakaan pada karyawan. Akibat yang ditimbulkan dari kurangnya kenyamanan dan keamanan kondisi kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam menjalankan proses produksi terutama kegiatan yang bersifat manual. Salah satu bentuk peranan manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ergonomi Ergonomi atau ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Dengan demikian ergonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring meningkatnya pertumbuhan perekonomian di Indonesia, membuat pembangunan juga semakin meningkat. Banyak pembangunan dilakukan di wilayah perkotaan maupun

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK TUGAS AKHIR ANALISA POSTUR KERJA DAN PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING INDUSTRI KECIL (Studi kasus: Industri Kecil Pembuatan Tahu di Kartasuro) Diajukan sebagai salah satu

Lebih terperinci

PERANCANGAN STASIUN KERJA PEMBUATAN KULIT MOCHI DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI

PERANCANGAN STASIUN KERJA PEMBUATAN KULIT MOCHI DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI PERANCANGAN STASIUN KERJA PEMBUATAN KULIT MOCHI DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI Silvi Ariyanti 1 1 Program Studi Teknik Industri Universitas Mercubuana Email: ariyantisilvi41@gmail.com ABSTRAK Pada industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas manual material handling atau penanganan material secara manual masih menjadi sebagian besar aktivitas yang ada di dunia industri seperti aktivitas pengangkatan,

Lebih terperinci

POSTURE & MOVEMENT PERTEMUAN 2 DECY SITUNGKIR, SKM, MKKK KESEHATAN MASYARAKAT

POSTURE & MOVEMENT PERTEMUAN 2 DECY SITUNGKIR, SKM, MKKK KESEHATAN MASYARAKAT POSTURE & MOVEMENT PERTEMUAN 2 DECY SITUNGKIR, SKM, MKKK KESEHATAN MASYARAKAT Model Konsep Interaksi Ergonomi POSTURE??? Postur Kerja & Pergerakan An active process and is the result of a great number

Lebih terperinci

POSTUR KERJA. 1. Video postur kerja operator perakitan 2. Foto hasil screencapture postur kerja

POSTUR KERJA. 1. Video postur kerja operator perakitan 2. Foto hasil screencapture postur kerja A. Deskripsi POSTUR KERJA Rapid Entire Body Assessment (REBA) merupakan metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai postur kerja seorang operator. Rapid

Lebih terperinci

ANALISIS POSTUR KERJA PEKERJA PROSES PENGESAHAN BATU AKIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE REBA

ANALISIS POSTUR KERJA PEKERJA PROSES PENGESAHAN BATU AKIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE REBA ANALISIS POSTUR KERJA PEKERJA PROSES PENGESAHAN BATU AKIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE REBA Fahmi Sulaiman 1 * & Yossi Purnama Sari 2 1,2 Program Studi Teknik Industri, Politeknik LP3I Medan Tel: 061-7867311

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan program pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut, pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan program pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut, pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang maksimal, pembangunan bangsa Indonesia dewasa ini lebih dikonsentrasikan pada pengembangan dan pendayagunaan Sumber

Lebih terperinci

Metode dan Pengukuran Kerja

Metode dan Pengukuran Kerja Metode dan Pengukuran Kerja Mengadaptasi pekerjaan, stasiun kerja, peralatan dan mesin agar cocok dengan pekerja mengurangi stress fisik pada badan pekerja dan mengurangi resiko cacat kerja yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Postur Kerja Berdasarkan Metode REBA. area Die Casting dapat dijelaskan sebagai berikut:

BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Postur Kerja Berdasarkan Metode REBA. area Die Casting dapat dijelaskan sebagai berikut: BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Postur Kerja Berdasarkan Metode REBA Berdasarkan hasil penilaian postur kerja berdasarkan metode REBA di area Die Casting dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Station Melting

Lebih terperinci

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe Farida Ariani 1), Ikhsan Siregar 2), Indah Rizkya Tarigan 3), dan Anizar 4) 1) Departemen Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Egonomi Ergonomi atau ergonomis berasal dari kata Yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Ergonomi dapat didefenisikan sebagai studi tentang aspek-aspek

Lebih terperinci

1 Pedahuluan. Malikussaleh Industrial Engineering Journal Vol.5 No.1 (2016) 4-10 ISSN X

1 Pedahuluan. Malikussaleh Industrial Engineering Journal Vol.5 No.1 (2016) 4-10 ISSN X Malikussaleh Industrial Engineering Journal Vol.5 No.1 (2016) 4-10 ISSN 2302 934X Ergonomic and Work System Analisis Pemindahan Material Secara Manual Pada Pekerja Pengangkut Kayu Dengan Menggunakan Metode

Lebih terperinci

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama : Umur/Tanggal Lahir : Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan Dengan ini menyatakan bersedia untuk menjadi responden penelitian.

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang akan di lewati dalam melakukan penelitian. Metodologi penelitian ini akan membantu menyelesaikan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya dikarenakan penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja, sebagaian besar diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manual (Manual Material Handling/MMH). Kelebihan MMH bila

BAB I PENDAHULUAN. manual (Manual Material Handling/MMH). Kelebihan MMH bila 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam menjalankan proses produksi terutama kegiatan yang bersifat manual. Salah satu bentuk peranan

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO POSTUR KERJA DI CV. A CLASS SURAKARTA

ANALISIS RISIKO POSTUR KERJA DI CV. A CLASS SURAKARTA ANALISIS RISIKO POSTUR KERJA DI CV. A CLASS SURAKARTA Yudha Rahadian 1*, Giusti Arcibal 1, Irwan Iftadi 1,2 1 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jln. Ir. Sutami 36A,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Seiring meningkatnya pertumbuhan perekonomian di Indonesia, membuat pembangunan semakin meningkat pula. Untuk memenuhi kebutuhan pembangunan tersebut banyak orang membuka usaha di bidang bahan

Lebih terperinci

Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya Abstrak

Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya Abstrak Analisis Tingkat Risiko Cedera MSDs pada Pekerjaan Manual Material Handling dengan Metode REBA dan RULA pada Pekerjaan Area Produksi Butiran PT. Petrokimia Kayaku Reza Rashad Ardiliansyah 1*, Lukman Handoko

Lebih terperinci

Novena Ayu Parasti, Chandra Dewi K., DM. Ratna Tungga Dewa

Novena Ayu Parasti, Chandra Dewi K., DM. Ratna Tungga Dewa ANALISIS POSTUR KERJA PADA INDUSTRI GERABAH Novena Ayu Parasti, Chandra Dewi K., DM. Ratna Tungga Dewa PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI, FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA, Jln.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi di era globalisasi ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan industri di Indonesia. Sehingga industri perlu mengadakan perubahan untuk mengikuti

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC BAB V ANALISA HASIL 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, OWAS & QEC Berdasarkan bab sebelumnya, maka pada bab ini akan dilakukan analisis hasil pengolahan data terhadap pengukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang. memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang. memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Masalah Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan adanya aktivitas manual yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ergonomi Pada tinjauan mengenai ergonomi akan dibahas mengenai definisi ergonomi dan metode penilaian risiko MSDs. Kedua hal tersebut dijabarkan seperti berikut ini : 1.1.1

Lebih terperinci

Mempelajari Proses Produksi Dan Postur Kerja Operator Pada Pemindahan Karung Pupuk Urea Bersubsidi Di PT Pupuk Kujang

Mempelajari Proses Produksi Dan Postur Kerja Operator Pada Pemindahan Karung Pupuk Urea Bersubsidi Di PT Pupuk Kujang Mempelajari Proses Produksi Dan Postur Kerja Operator Pada Pemindahan Karung Pupuk Urea Bersubsidi Di PT Pupuk Kujang Nama : Tehrizka Tambihan NPM : 37412336 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Rossi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs) merupakan masalah dalam bidang kesehatan kerja pada saat ini. Gangguan ini akan menyebabkan penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masalah utama dalam aktivitas produksi ditinjau dari segi kegiatan / proses produksi adalah bergeraknya material dari satu proses ke proses produksi berikutnya. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. Indofood Sukses Makmur. Tbk Bogasari Flour Mills adalah produsen

BAB I PENDAHULUAN. PT. Indofood Sukses Makmur. Tbk Bogasari Flour Mills adalah produsen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indofood Sukses Makmur. Tbk Bogasari Flour Mills adalah produsen tepung terigu di Indonesia dengan kapasitas produksi sebesar 3,6 juta ton per tahun yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih dominan dialami oleh para pekerja. secara fisik yang berat. Salah satu akibat dari kerja secara manual, seperti

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih dominan dialami oleh para pekerja. secara fisik yang berat. Salah satu akibat dari kerja secara manual, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini begitu banyak pekerjaan yang dilakukan dengan menggunakan mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan penggunaan mesin dengan berbasis

Lebih terperinci

BIOMEKANIKA PERTEMUAN #14 TKT TAUFIQUR RACHMAN ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA

BIOMEKANIKA PERTEMUAN #14 TKT TAUFIQUR RACHMAN ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA BIOMEKANIKA PERTEMUAN #14 TKT207 ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA 6623 TAUFIQUR RACHMAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mampu merancang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arbeitswissenschaft di Jerman, Human Factors Engineering atau Personal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arbeitswissenschaft di Jerman, Human Factors Engineering atau Personal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ergonomi 2.1.1 Defenisi Ergonomi Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani: ergon (kerja) dan nomos (peraturan, hukum). Pada berbagai negara digunakan istilah yang berbeda, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Postur tubuh yang tidak seimbang dan berlangsung dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan stress pada bagian tubuh tertentu, yang biasa disebut dengan postural

Lebih terperinci

ANALISIS POSTUR KERJA PADA AKTIVITAS PENGANGKUTAN BUAH KELAPA SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE RAPID ENTIRE BODY ASSESSMENT (REBA)

ANALISIS POSTUR KERJA PADA AKTIVITAS PENGANGKUTAN BUAH KELAPA SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE RAPID ENTIRE BODY ASSESSMENT (REBA) ANALISIS POSTUR KERJA PADA AKTIVITAS PENGANGKUTAN BUAH KELAPA SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE RAPID ENTIRE BODY ASSESSMENT (REBA) Muhammad wakhid Mahasiswa Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Untuk mendapatkan gambaran tentang langkah-langkah pendekatan yang dilakukan untuk memcahkan masalah dalam penelitian ini, maka dalam bab ini akan dijelaskan secara terperinci

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cuci jet stream motor Al-Hidayah adalah suatu bidang jasa mencuci motor dengan menggunakan engine spray. Kelebihan dari cuci jet stream motor adalah bisa membersihkan

Lebih terperinci

ANALISA RESIKO MANUAL MATERIAL HANDLING PADA PEKERJA PENGGILINGAN PADI DI UD. CITRA TANI

ANALISA RESIKO MANUAL MATERIAL HANDLING PADA PEKERJA PENGGILINGAN PADI DI UD. CITRA TANI ANALISA RESIKO MANUAL MATERIAL HANDLING PADA PEKERJA PENGGILINGAN PADI DI UD. CITRA TANI Ade Putri Kinanthi 1, Nur Azizah Rahmadani 2, Rahmaniyah Dwi Astuti 3 1,2 Program Studi Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing individu

BAB I PENDAHULUAN. harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesiasebagian warga berprofesi nelayan, kegiatan yang dilakukan oleh nelayan harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1 Ergonomi Nurmianto (2003 : 1) mengatakan istilah ergonomic berasal dari bahasa latin yaitu ergon yang berarti kerja dan nomos yang berarti hukum alam dan juga dapat didefinisikan

Lebih terperinci

Analisis Risiko Manual Handling pada Pekerja PT. XYZ

Analisis Risiko Manual Handling pada Pekerja PT. XYZ Analisis Risiko Manual Handling pada Pekerja PT. XYZ Cita Anugrah Adi Prakosa 1), Pringgo Widyo Laksono 2) 1,2) Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta 2) Laboratorium

Lebih terperinci

Penentuan Tingkat Resiko Kerja Dengan Menggunakan Score Reba

Penentuan Tingkat Resiko Kerja Dengan Menggunakan Score Reba Malikussaleh Industrial Engineering Journal Vo.1 No.1 (01) 5-9 ISSN 30 934X Ergonomi Penentuan Tingkat Resiko Kerja Dengan Menggunakan Score Reba Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produksi, terutama perusahaan yang bersifat padat karya. Produktivitas tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN. produksi, terutama perusahaan yang bersifat padat karya. Produktivitas tenaga kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faktor pekerja masih sangat mempengaruhi tingkat produktivitas suatu sistem produksi, terutama perusahaan yang bersifat padat karya. Produktivitas tenaga kerja dapat

Lebih terperinci

ANALISIS ERGONOMI PADA PEKERJA LAUNDRI

ANALISIS ERGONOMI PADA PEKERJA LAUNDRI ANALISIS ERGONOMI PADA PEKERJA LAUNDRI Peneliti : Anita Dewi Prahastuti Sujoso 1 Mahasiswa : Melisa Fani 2, Alifatul Fitria 3, Rsikita Ikmala 4 Sumber dana : 1, Dosen Bagian Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan dalam bidang industri secara nasional maupun internasional saat ini semakin tinggi. Persaingan tersebut harus diimbangi dengan peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini berisi mengenai analisis dan interpretasi hasil berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya. Analisis dan interpretasi hasil bertujuan untuk menjelaskan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini akan dibahas analisis dan interpretasi hasil yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan pengolahan data. Analisis dan interpretasi hasil bertujuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang bidang kesehatan terdiri atas upaya pokok di bidang kesehatan yang dituangkan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Dalam SKN disebutkan

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: DESAIN ALAT BANTU PADA AKTIVITAS PENUANGAN MATERIAL KEDALAM MESIN PENCAMPUR DI PT ABC DENGAN METODE REBA

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: DESAIN ALAT BANTU PADA AKTIVITAS PENUANGAN MATERIAL KEDALAM MESIN PENCAMPUR DI PT ABC DENGAN METODE REBA DESAIN ALAT BANTU PADA AKTIVITAS PENUANGAN MATERIAL KEDALAM MESIN PENCAMPUR DI PT ABC DENGAN METODE REBA Etika Muslimah 1*, Dwi Ari Wibowo 2 1,2 Jurusan Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

BAB 9. 2D BIOMECHANICS

BAB 9. 2D BIOMECHANICS BAB 9. 2D BIOMECHANICS Tool ini digunakan untuk memperkirakan kompresi pada low back spinal (jajaran tulang belakang), shear force (gaya geser), momen pada lengan, bahu, L5/ S1, lutut, pergelangan kaki,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan UD Satria merupakan usaha kecil menengah yang bergerak di bidang produksi linggis. Usaha ini dikelola secara turun menurun yang didirikan pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia kerja, seorang atau sekelompok pekerja dapat berisiko mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan. Salah

Lebih terperinci

19/03/2013. Apa Itu RULA? Contoh RULA Worksheet. Klasifikasi Skor RULA. Penghitungan Skor RULA. Contoh Kasus

19/03/2013. Apa Itu RULA? Contoh RULA Worksheet. Klasifikasi Skor RULA. Penghitungan Skor RULA. Contoh Kasus Winda Halim, ST., MT IE-402 Analisis Perancangan Kerja dan Ergonomi 2 Jurusan Teknik Industri Fakutas Teknik Universitas Kristen Maranatha Apa Itu RULA? Contoh RULA Worksheet Klasifikasi Skor RULA Penghitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pekerjaannya adalah keluhan musculoskeletal disorders(msds).

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pekerjaannya adalah keluhan musculoskeletal disorders(msds). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tipe masalah ergonomi yang sering dijumpai ditempat kerja khususnya yang berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan manusia dalam melaksanakan pekerjaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pekerja yang melakukan kegiatan berulang-ulang dalam satu siklus sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pekerja yang melakukan kegiatan berulang-ulang dalam satu siklus sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Pekerja yang melakukan kegiatan berulang-ulang dalam satu siklus sangat rentan mengalami gangguan musculoskeletal. Keluhan musculoskeletal adalah keluhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Produktivitas Kerja 1. Pengertian Produktivitas kerja adalah jumlah barang atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja yang bersangkutan dalam suatu periode tertentu. (15) Umumnya

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Gambaran Aktivitas Pekerjaan Butik LaMode merupakan usaha sektor informal yang dikelola oleh pemilik usahanya sendiri. Butik pada umumnya menerima jahitan berupa kebaya dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang secara sistematis memanfaatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang secara sistematis memanfaatkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang secara sistematis memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manual material handling (MMH) dapat diartikan sebagai tugas pemindahan barang, aliran material, produk akhir atau benda-benda lain yang menggunakan manusia sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisa Metode Analisa metode (Methods Analysis) adalah kegiatan pencatatan secara sistematis dan pemeriksaan dengan seksama mengenai cara yang berlaku atau diusulkan untuk

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 4.1 Analisis Postur Tubuh Dan Pengukuran Skor REBA Sebelum melakukan perancangan perbaikan fasilitas kerja terlebih dahulu menganalisa postur tubuh dengan

Lebih terperinci

PERBAIKAN POSTUR KERJA PADA PROSES PENGIKIRAN WAJAN DI SP ALUMINIUM YOGYAKARTA

PERBAIKAN POSTUR KERJA PADA PROSES PENGIKIRAN WAJAN DI SP ALUMINIUM YOGYAKARTA PERBAIKAN POSTUR KERJA PADA PROSES PENGIKIRAN WAJAN DI SP ALUMINIUM YOGYAKARTA Samuel Bobby Sanjoto *1), M.Chandra Dewi K 2) dan A. Teguh Siswantoro 3) 1,2,3) Fakultas Teknologi Industri, Universitas Atma

Lebih terperinci

Disusun Oleh: Roni Kurniawan ( ) Pembimbing: Dr. Ina Siti Hasanah, ST., MT.

Disusun Oleh: Roni Kurniawan ( ) Pembimbing: Dr. Ina Siti Hasanah, ST., MT. ANALISIS POSTUR KERJA MENGGUNAKAN METODE RAPID ENTIRE BODY ASSESMENT PADA OPERATOR DALAM PEMBUATAN PEMBERSIH AIR LIMBAH DI PT. KAMIADA LESTARI INDONESIA Disusun Oleh: Roni Kurniawan (36411450) Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sales Promotion Girl 2.1.1. Definisi Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam pemasaran atau promosi suatu produk. Profesi ini biasanya menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ergonomi Aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, teknik, manajemen dan desain / perancangan yang berkenaan pula dengan optimasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja pada industri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja pada industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja pada industri manufaktur di masa sekarang ini masih dominan dalam melakukan aktivitas manual material handling.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Ergonomi Ergonomi berasal dari kata Yunani yaitu Ergo, yang berarti kerja, dan Nomos yang berarti hukum. Dengan demikian ergonomi dimaksudkan sebagai disiplin keilmuwan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara barat misalnya Inggris dan Amerika Serikat kejadian nyeri punggung (terutama nyeri pada punggung bagian bawah) telah mencapai proporsi epidemik. Satu survei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun Kerja Bawahan. Stasiun Kerja Finishing. Gambar 1.1 Stasiun Kerja Pembuatan Sepatu

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun Kerja Bawahan. Stasiun Kerja Finishing. Gambar 1.1 Stasiun Kerja Pembuatan Sepatu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan produksi di bidang manufaktur maupun jasa sering dijumpai stasiun kerja yang tidak ergonomis dikarenakan tidak sesuainya antropometri pekerja dengan fasilitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesehatan Kerja Definisi kesehatan kerja mengacu pada Komisi Gabungan ILO / WHO dalam Kesehatan Kerja pada tahun 1950 yang disempurnakan pada sesi ke-12 tahun 1995. Kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 1.1 Metode Pengukuran Tingkat Resiko Ergonomi Yang Ada Sekarang Pengukuran tingkat resiko ergonomi merupakan cara yang dilakukan oleh seseorang atau suatu lembaga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batik merupakan kerajinan tangan yang bernilai seni tinggi yang pada tanggal 2 Oktober 2009 ditetapkan oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Data dan Informasi Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2016. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat kerja. Lingkungan tempat kerja merupakan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI POSTUR KERJA MENGGUNAKAN METODE OWAS DAN ANALISIS KONSUMSI ENERGI PADA PROSES PERONTOKAN PADI

TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI POSTUR KERJA MENGGUNAKAN METODE OWAS DAN ANALISIS KONSUMSI ENERGI PADA PROSES PERONTOKAN PADI TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI POSTUR KERJA MENGGUNAKAN METODE OWAS DAN ANALISIS KONSUMSI ENERGI PADA PROSES PERONTOKAN PADI (Studi Kasus: Proses Perontokan Padi Di KUD Desa Jatirejo Sawit, Boyolali) Disusun

Lebih terperinci

Evaluasi Postur Kerja Operator Pengangkatan Pada Distributor Minuman Kemasan ABSTRAK

Evaluasi Postur Kerja Operator Pengangkatan Pada Distributor Minuman Kemasan ABSTRAK Evaluasi Postur Kerja Operator Pengangkatan Pada Distributor Minuman Kemasan Ery Suhendri¹, Ade Sri Mariawati²,Ani Umiyati³ ¹ ² ³ Jurusan Teknik Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa erysuhendri@yahoo.com¹,adesri77@gmail.com²,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1.Tinjauan Pustaka Penelitian yang dilakukan oleh Fitriadi dan Bambang (2015) ini mengangkat judul Perancangan Alat Bantu Penyayatan untuk Peningkatan Kapasitas

Lebih terperinci

RAPID UPPER LIMB ASSESSMENT (RULA)

RAPID UPPER LIMB ASSESSMENT (RULA) RAPID UPPER LIMB ASSESSMENT (RULA) A. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mampu merancang metode kerja berdasarkan pada prinsip-prinsip biomekanika. 2. Mengetahui postur kerja yang baik menurut prinsip-prinsip RULA. 3.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses produksi. Jika manusia bekerja dalam kondisi yang nyaman baik

BAB I PENDAHULUAN. proses produksi. Jika manusia bekerja dalam kondisi yang nyaman baik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Perusahaan dituntut untuk memperhatikan kinerja pekerjanya, karena pekerja merupakan salah satu aset perusahaan yang sangat vital dalam kegiatan proses

Lebih terperinci

Cut Ita Erliana dan Ruchmana Romauli Rajagukguk. Lhokseumawe Aceh Abstrak

Cut Ita Erliana dan Ruchmana Romauli Rajagukguk. Lhokseumawe Aceh   Abstrak ANALISA POSTUR KERJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE RAPPID UPPER LIMB ASSESSMENT (RULA) PADA PEKERJA BAGIAN MOTHER PLANT DEPARTEMEN NURSERY PT. TOBA PULP LESTARI, TBK PORSEA Cut Ita Erliana dan Ruchmana Romauli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran ergonomi, karena ergonomi berkaitan dengan orang yang bekerja, selain dalam rangka efektivitas, efisiensi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Ergonomi Cukup banyak istilah maupun definisi yang digunakan untuk menjelaskan arti ergonomi seperti human factors, human factors engineering, human engineering, engineering

Lebih terperinci