PENTINGNYA KONSELING RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) UNTUK MENGENTASKAN KECEMASAN SISWA MENGHADAPI UJIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENTINGNYA KONSELING RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) UNTUK MENGENTASKAN KECEMASAN SISWA MENGHADAPI UJIAN"

Transkripsi

1 PENTINGNYA KONSELING RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) UNTUK MENGENTASKAN KECEMASAN SISWA MENGHADAPI UJIAN Suhendri, S.Pd., M.Pd., Kons. Universitas PGRI Semarang ABSTRAK Keberadaan pendidikan sungguh membantu keberadaan individu, hal ini terlihat dari berbagai sisi, salah satunya seperti kemampuan individu membedakan antara yang positif dan yang negative. Hal ini membuktikan betapa pendidikan ini sangat penting dan sangat berkontribusi pada setiap manusia. Esensi pendidikan adalah manusia, manusia memiliki dua kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan oleh siapa pun. Kebutuhan tersebut yaitu : kebutuhan jasmani dan kebutuhan psikologis. Keberhasilan pendidikan di tentukan banyak factor : kondisi siswa, guru, fasilitas serta kebijakan. Banyak factor pendukung keberhasilan pendidikan, factor kondisi psikologis siswa menjadi factor utama. Cangginya metode, media pembelajaran serta profesionalnya guru, bukan sebuah jaminan keberhasilan pendidikan. Salah satu kondisi psikologis yang dimaksudkan dalam kajian ini yaitu kecemasan. Seseorang merasa tidak nyaman dalam menyalani sesuatu hal, jika individu tersebut merasa tidak nyaman. Adapun indicator kecemasan yaitu : was-was, berdosa, rasa takut, keringat dingin. keberhasilan pendidikan tentu tidak terlepas dari intervensi guru. Guru tersebut adalah mereka ; guru mata pelajaran dan guru bimbingan dan konseling atau konselor sekolah. Keberadaan konselor sekolah sangat dibutuhkan oleh pihak sekolah tetntu adalah siswa. Subyek bimbingan dan konseling adalah siswa yang sedang berkembang. Dalam perkembangan tentu tidak terlepas dari problem yang itu salah satu yang mempengaruhi adalah factor kognitif, kognitif yang dimaksudkan adala factor psikologis. Dengan demikian konselor sekolah atau guru bimbingan dan konseling sangat penting untuk mempejalari dan mengetahui modelmodel konseling. salah satu model konseling yang mengarap persoalan kognitif adalah konseling rational emotive behavior therapy. Kata Kunci : Konseling Rational Emotive Behavior Therapy, Kecemasan siswa 1

2 BAB I. PENDAHULUAN Keberadaan pendidikan sungguh membantu keberadaan individu, hal ini terlihat dari berbagai sisi, salah satunya seperti kemampuan individu membedakan antara yang positif dan yang negative. Hal ini membuktikan betapa pendidikan ini sangat penting dan sangat berkontribusi pada setiap manusia. Esensi pendidikan adalah manusia, manusia memiliki dua kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan oleh siapa pun. Kebutuhan tersebut yaitu : kebutuhan jasmani dan kebutuhan psikologis. Dari dua kebutuhan ini dalam pendidikan sangat menentukan keberhasilan siswa. Keberhasilan pendidikan di tentukan banyak factor : kondisi siswa, guru, fasilitas serta kebijakan. Banyak factor pendukung keberhasilan pendidikan, factor kondisi psikologis siswa menjadi pactor utama. Cangginya metode, media pembelajaran serta profesionalnya guru, bukan sebuah jaminan keberhasilan pendidikan. Factor psikologis siswa menjdi vital dalam dunia pendidikan karena subyek utama pendidikan adalah manusia (siswa). Untuk mencapai tujuan pendidikan seperti yang dicanangkan baik dalam UUD 1945 maupun dalam kebijakan-kebijakan lainnya, pihak sekolah tidak cukup hanya melihat pada sisi factor-factor lainnya, melainkan factor kondisi psikologis siswa. Kenyamanan siswa akan membuat siswa menjadi semangat dan termotivasi dalam belajar atau pun menerima pelajaran yang diberikan oleh guru. Salah satu kondisi psikologis yang dimaksudkan dalam kajian ini yaitu kecemasan. Seseorang merasa tidak nyaman dalam menyalani sesuatu hal, jika individu tersebut merasa tidak nyaman. Adapun indicator kecemasan yaitu : was-was, berdosa, rasa takut, keringat dingin. BAB II. KAJIAN LITERATUR A. Kecemasan Kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru, atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menenukan identitas diri dan 2

3 arti hidup. Panji Batara (2010 : 18) kecemasan adalah sesuatu kejadian pada diri kita yang bisa menimbulkan detak jantung agak keras, nafas yang memburu, keluarnya keringat, perasaan tidak enak di lambung dan rasa takut di dada. Tetapi tampaknya tidak semua orang yang merasa cemas kemudian merasakan semua hal tersebut, namun beberapa diantara gejalanya tadi pasti dirasakannya. Savitri Ramaiah (2003 : 1) mengemukakan bahwa kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang, dan karena itu berlangsung tidak lama. Penting sekali untuk mengingat bahwa kecemasan bisa muncul sendiri atau bergabung dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi. Begitu juga menurut Pradipta Sarastika (2014 : 164) kecemasan merupakan salah satu gangguan emosional yang paling umum, yang di tandai dengan beberapa gejala emosional dan fisik seperti rasa takut, panik, mimpi buruk, pikiran obsetif tak terkendali, terganggu terus menerus dengan pengalaman traumatis, gangguan tidur, ketegangan otot, detak jantung meningkat, keringat dingin, dan gangguan pencernaan. Macam-macam kecemasan Freud (Yustinus Semiun 2006:88) kecemasan dibagi tiga macam : (1) Kecemasan neurotik, adalah ketakutan terhadap suatu bahaya yang tidak diketahui. (2) Kecemasan moral, terjadi karena konflik antara ego dan superego. Setelah superego terbentuk, yang biasanya mulai berkembang dari usia 3-5 tahun, kita mungkin mengalami kecemasan karena adanya konflik antara kebutuhan realistik dan tuntutan superego kita. (3) Kecemasan realistik, yang juga dikenal sebagai kecemasan objektif, hampir serupa dengan ketakutan. Kecemasan realistik ini dapat didefinisikan sebagai perasaan yang tidak menyenangkan dan tidak spesifik terhadap suatu bahaya yang mungkin terjadi. Gerald Corey (2010 : 17) berpendapat bahwa ada tiga macam kecemasan : (1) Kecemasan realistik, adalah ketakutan terhadap bahaya dari dunia eksternal, dan taraf kecemasan sesuai dengan derajat ancaman yang ada. (2) Kecemasan neurotik, adalah ketakutan terhadap tidak terkendalinya naluri-naluri yang menyebabkan seseorang melakukan suatu tindakan yang bisa mendatangkan hukuman bagi dirinya. (3) 3

4 Kecemasan moral, adalah ketakutan terhadap hati nurani sendiri. Orang yang hati nuraninya berkembang baik cenderung merasa berdosa apabila dia melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kode moral yang dimilikinya. Selanjutnya Gilmer (Hartono & Soedarmadji 2012:85) yang membedakan kecemasan menjadi dua, yaitu : (1) kecemasan normal adalah suatu kecemasan yang derajatnya masih ringan, dan merupakan suatu reaksi yang dapat mendorong konseli untuk bertindak, seperti: menunjukan kurang percaya diri, dan juga dapat melakukan mekanisme pertahanan, contoh: memberikan suatu alasan yang rasional atas kegagalan yang dialaminya. (2) kecemasan abnormal adalah suatu kecemasan yang sudah kronis, adanya kecemasan tersebut dapat menimbulkan perasaan dan tingkah laku yang tidak efisien, misalnya mahasiswa harus mengulang ujian, karena ujian pertama belum lulus. Gejala-Gejala Kecemasan Savitri Ramaiah (2003 : 25-28) berpendapat bahwa gangguan kecemasan pada umumnya adalah suatu kondisi penyebab kegelisahan atau ketegangan yang menahun dan berlebihan, sering kali tidak dipicu oleh faktor-faktor provokatif apapun. Kebanyakan orang dengan kondisi demikian senantiasa hidup dengan rasa takut mendapat malapetaka serta khawatir terhadap sebagian besar aspek kehidupan seperti kesehatan, uang, keluarga, pekerjaan, dan sebagainya. Pradipta Sarastika (2014) mengemukakan bahwa gejala kecemasan ada dalam bermacam-macam bentuk dan kompleksitasnya, namun biasanya cukup mudah dikenali. Seseorang yang mengalami kecemasan cenderung untuk terus menerus merasa khawatir akan keadaan yang buruk yang akan menimpa dirinya atau diri orang lain yang dikenalnya dengan baik. Biasanya seseorang yang mengalami kecemasan cenderung tidak sadar, mudah tersinggung, sering mengeluh, sulit berkonsentrasi dan mudah terganggu tidurnya atau mengalami kesulitan untuk tidur. Penderita kecemasan sering mengalami gejala-gejala seperti : (1) Berkeringat berlebihan walaupun udara tidak panas dan bukan karena berolahraga, (2) Jantung berdegup ekstra cepat atau terlalu keras, (3) Dingin pada tangan atau kaki, (4) 4

5 Mengalami gangguan pencernaan, (5) Merasa mulut kering, (6) Merasa tenggorokan kering, (7) Tampak pucat, (8) Sering buang air kecil melebihi batas kewajaran. Ciri-Ciri Kecemasan Sigmund Freud (Yustinus Semiun 2006:91-92) ada beberapa macam ciri kecemsan : (1) Kecemasan pada dasarnya merupakan pengalaman ketidakberdayaan: perasaan tidak berdaya untuk menangani kebutuhan-kebutuhan interval, tidak berdaya menanggulangi ancaman-ancaman dari luar dan isyarat-isyarat disintegrasi, dan tidak berdaya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. (2) Situasi bahaya adalah suatu derivatif atau suatu representasi pengalaman kehilangan. Secara berurutan, kehilangan-kehilangan ini adalah kehilanagn ketergantungan (kelahiran), kehilangan objek cinta, kehilangan cinta dari objek, kehilangan bagian tubuh, dan kehilangan penghargaan diri atau cinta diri. Singgih dan Gunarsa (2004 : 98) mengemukakan bahwa kecemasan dapat dilihat dari perubahan ekspresi muka : tiba-tiba muka menjadi merah, membesarnya pupil mata, gerakan-gerakan otot muka, perubahan gerak-gerik tubuh seperti kakunya otototot, kegelisahan, interupsi gerakan yang tiba-tiba, aktivitas yang berlebih-lebihan, mengunyah benda-benda atau bagian daripada tubuhnya, menggigit diri sendiri atau orang lain dan macam-macam tingkah laku kompulsi. Mungkin saja fungsi kemampuan berbicara mengalami akibat daripada kecemasan dalam bentuk terlalu banyak bicara, menggagap dan membisu. Nevid, dkk (2005: 164) membagi ciri ciri kecemasan menjadi tiga bagian, yaitu: (1) ciri ciri fisik dari kecemasan, meliputi : kegelisahan, kegugupan, tangan atau anggota tubuh yang gemetar, banyak berkeringat, sulit berbicara, jantung yang berdebar keras, suara yang gemetar, jari-jari atau anggota tubuh yang menjadi dingin, terdapat gangguan sakit perut, sering buang air kencing. (2) ciri ciri behavioral dari kecemasan, meliputi: perilaku menghindar, perilaku melekat dan dependen, perilaku terguncang. (3) ciri ciri kognitif dari kecemasan, meliputi: khawatir tentang sesuatu, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi tanpa ada penjelasan yang jelas, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, berpikir 5

6 bahwa semuanya terasa membingungkan tanpa bisa di atasi, sulit berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran. Faktor-faktor penyebab kecemasan Prawitasari (2012 : 79) mengemukakan sebab timbulnya kecemasan pada siswa meliputi : (1) Ekspektasi orang tua yang tidak realistis atas prestasi yang harus dicapai anak. (2) Karena siswa menghadapi lebih banyak ulangan, perbandingan sosial, dan sejumlah pengalaman gagal. Sedangkan Sundari (2005 : 51) kecemasan terjadi disebabkan oleh : (1) Individu tidak mampu mengadakan penyesuaian diri terhadap diri sendiri didalam lingkungan pada umumnya. (2) Manifestasi perpaduan frustasi dan konflik perasaan bersalah yang berlebihan. (3) Diluar kesadaran dan tidak jelas, misalnya takut yang berlebihan tetapi tidak diketahui penyebabnya. B. Konseling Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) Ketika dikembangkan untuk pertama kali pada tahun 1955, Albert Ellis menyebut pendekatannya dengan rational therapy (RT) (terpai rasional). Pada tahun 1961, ia mengubah namanya menjadi rational emotive therapy (RET) (Terapi Rasional Emotif). Pada tahun 1993, Albert Ellis mengubah langi namanya menjadi Rational Emotive Behavior Therapy (REBT). Yang dimaksudkan Albert Ellis rasional adalah kognisi yang efektif dalamn membantu diri dari pada kognisi yang sekedar valid secara empiris maupun logis. Ia berharap bahwa dirinya telah mengunakan kata kognitif sejak awal karena banyak orang membatasi secara sempit kata rasional yang mengandung maksud intelekstual atau logis empiris. Rasionalitas orang menyadarka diri memutuskan dengan cara masuk akal mana keinginan yang akan diikuti dan oleh sebab itu, didasarkan pada pikiran, emosi dan perasaan. Albert Ellis 1990 (Nelson, Jones. 2011). Layanan konseling perorangan yang di laksanakan di dalam suatu kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Konseling kelompok perlu di berikan kepada siswa yang mempunyai permasalahan yang sedang di alami, dengan adanya 6

7 konseling kelompok siswa dapat mengungkapkan masalah - masalah yang sedang di hadapi (Prayitno, 2004:30). Kelompok terapeutik yang dilaksanakan untuk membantu klien mengatasi masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Konseling kelompok umumnya ditekankan untuk proses remedial dan pencapaian fungsi-fungsi kepribadian. Pada umumnya konseling diselenggarakan untuk jangka pendek atau menengah (Latipun, 2011 : 119). Albert Ellis (Mohamad Surya, 2003:15) mengemukakan bahwa dalam Rational Emotive Therapy, manusia itu bersifat rasional dan juga irasional. Orang berperilaku dalam cara-cara tertentu karena ia percaya bahwa ia harus bertindak dalam cara itu. Orang mempunyai derajat yang tinggi dalam sugestibilitas dan emosionalitas yang negatif (seperti kecemasan, rasa berdosa, permusuhan, dan sebagainya). Masalahmasalah emosional terletak dalam berpikir yang tidak logis. Dengan pengoptimalkan kekuatan intelektualnya, seseorang dapat membebankan dirinya dari gangguan emosional. Para penganut teori RET percaya bahwa tidak ada orang yang disalahkan dalam segala sesuatu yang dilakukannya, tetapi setiap orang bertanggung jawab akan semua perilakunya. Gerald Corey (2010 : 238) terapi rasional emotif adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualkan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki kecenderungankecenderungan kearah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambatlambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak berkesudahan, takhyul, intoleransi, perfeksionisme dan mencela diri, serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri. Manusia pun berkecenderungan untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku lama yang disfungsional dan mencari berbagai cara untuk terlibat dalam sabotase diri. Teori A-B-C-D-E-F 7

8 Gerald Corey (1995:466) mengemukakan tahapan tahapan mengenai teori A-B-C adalah teori tentang kepribadian individu dari sudut pandang pendekatan rational emotive behavior therapy. Diagram berikut ini akan menjelaskan interaksi dari berbagai komponen yang sedang dibahas : A B C D E F Keterangan : A. Activating Event B. Belief C. Consequences D. Dispute E. Effek F. New felling A adalah keberadaan fakta, suatu peristiwa atau sikap seorang individu. C adalah konsekuensi emosional dan perilaku ataupun reaksi individu, reaksi itu bisa cocok bisa juga tidak. A tidak menjadi penyebab C, melainkan B yaitu keyakinan si pribadi pada A, banyak menjadi penyebab C, reaksi emosi, setelah A, B, C maka munculah D, yang meragukan. D merupakan aplikasi dari metode ilmiah untuk menolong klien menentang keyakinan irrasional konseli. Kemudian munculah E, filsafah efektif, yang memiliki segi praktis. Filsafah rasional yang baru dan efektif terdiri dari menggantikan pikiran yang tidak pada tempatnya yang cocok. Apabila berhasil dalam melakukan ini, maka akan terciptanya F. Atau seperangkat perasaan yang baru. kita tidak lagi merasaan cemas yang sungguh-sungguh atau merasa tertekan, melainkan kita merasakan segala sesuatu sesuai dengan situasi yang ada. Cara yang paling baik untuk memulai merasa lebih baik adalah mengembangkan falsafah yang efektif dan rasional. Albert Ellis (Latipun 2011 : 73) ada tiga hal yang terkait dengan perilaku dengan perilaku, yaitu antecedent event (A), belief (B) dan emotional consequence (C), yang 8

9 kemudian dikenal dengan konsep A-B-C. Antecedent event (A) merupakan peristiwa pendahulu yang berupa fakta, peristiwa, perilaku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan dapat merupakan antecedent event bagi seseorang. Prinsipnya segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu adalah antecedent event. Tujuan Rasional Emotif Behaviour Therapy Muhamad Surya (2003 ; 21) tujuan konseling rasional emotif adalah : 1) memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandanganpandangan klien yang irasional dan logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan self actualization-nya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan afektifyang positif. 2) menghilangkan gangguangangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti : rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah, sebagai konseling dari cara berpikir dan sistem keyakinan yang keliru dengan jalan melatih dan mengajar klien untuk menghadapi kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan, nilai-nilai dan kemampuan diri sendiri. Latipun (2011 :79) menambahkan bahwa untuk mencapai tujuan-tujuan konseling itu maka perlu pemahaman klien tentang sistem keyakinan atau cara berfikirnya sendiri. Ada tiga tingkatan insight yang perlu di capai dalam REBT yaitu : 1) Pemahaman (insight) di capai ketika klien memahami tentang perilaku penolakan diri yang di hubungkan pada penyebab sebelumnya yang sebagian sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang di terima (Antecedent event) yang lalu dan saat ini. 2) Pemahaman terjadi ketika konselor/terapis membantu klien untuk memahami bahwa apa yang mengganggu klien pada saat ini adalah karena keyakinan yang irrasional terus di pelajari dan yang di peroleh sebelumnya. 3) Pemahaman di capai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hambatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang irrasional (ib). 9

10 Tahapan Rasional Emotif Behaviour Therapy Albert Ellis (M. Surya, 2003 : 22) menyebutkan tahap-tahap dalam konseling rasional emotif, yaitu : 1) mengajak, mendorong klien untuk meninggalkan ide-ide irasional yang mendasari gangguan emosional dan perilaku. 2) menantang klien dengan berbagai ide yang valid dan rasional. 3) menunjukan kepada klien asas ilogis dalam berpikirnya. 4) menggunakan analisis logis untuk mengurangi keyakinankeyakinan irasional klien. 5) menunjukan bahwa keyakinan-keyakinan irasional mengarahkan klien pada gangguan-gangguan behavioral dan emosional. 6) menggunakan absurdity dan humor untuk menantang irasionalitas pemikiran klien. 7) menjelaskan kepada klien bagaimana ide-ide yang irasional ini dapat ditempatkan kembali kepada ide-ide rasional. 8) mengajar klien bagaimana mengaplikasikan pendekatan-pendekatan ilmiah, obyektif, dan logis dalam berpikir dan selanjutnya melatih diri klien untuk menghayati sendiri bahwa ide-ide irasional dapat menghambat perkembangan dirinya. Sukardi (2008:144) yang membedakan konseling rasional emotif menjadi 4 langkah, yaitu : 1) langkah pertama, dalam langkah ini konselor berusaha menunjukan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinannya yang tidak rasional. 2) langkah kedua, menyadarkan klien bahwa pemecahan masalah yang dihadapinya merupakan tanggung jawab sendiri. 3) langkah ketiga, mengajak klien menghilangkan cara berpikir dan gagasan yang tidak rasional. 4) langkah keempat, mengembangkan pandangan-pandangan yang tidak realistis menghindarkan diri dari keyakinan yang tidak rasional. Teknik Konseling Rasional Emotif Behaviour Therapy Sukardi (2008 : 145) menambahkan teknik-teknik konseling rasional emotif yaitu : (a) teknik pengajaran, dalam konseling rasional emotif konselor mengambil peranan lebih aktif dari klien. (b) teknik konfrontasi, konselor menyerang ketidaklogisan berpikir klien dan membawa klien kearah berpikir logis empiris. (c) teknik persuasif, yaitu meyakinkan klien untuk mengubah pandangan-pandangannya, karena pandangan yang ia kemukaan itu tidak benar. (d) teknik pemberian tugas, dalam 10

11 teknik ini konselor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Kelebihan & Keterbatasan Rasional Emotive Behaviour Therapy Kelebihan Kelemahan Menganggap individu selalu berpikir tidak logis dan irasional a. Individu memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk berpikir rasional b. Sangat sulit untuk individu dapat merubah pikiran irasional menjadi rasional. c. Sangat sulit untuk menantang keyakinan irasional yang dianut klien, (Gantina dkk, 2010:220) Keterbatasan Sangat didaktik ; konselor perlu mengenal dirinya sendiri dengan baik dan hati-hati agar tidak hanya memaksakan filsafat hidupnya sendiri pada kliennya, (Gerald Corey, 2013:259). BAB III. PENUTUP Kesimpulan Kecemasan merupakan suatu fenomena yang selalu membuat siswa atau peserta didik terganggu secara psikologis dalam mengenyang pendidikan. Kenyamanan siswa merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi predikat atau prestasi siswa. Prestasi akan ditempuh oleh siswa tentu tidak terlepas dari proses pembelajaran baik dikelas maupun diluar kelas. Suasana pembelajaran yang baik tentu akan mempengaruhi kondisi siswa, begitu pula sebaliknya jika kondisi psikologis siswa tidak nyaman maka proses pembelajaran akan pula berpengaruh tidak baik pada tujuan pembelajarn. Guru bimbingan dan konseling atau konselor sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam mengkondisikan atau mengatasi permasalahan yang sedang dialami oleh siswa. Permasalahan tersebut adalah kecemasan yang menganggu kondisi psikologis siswa. Proses penanganan tentu tidak terlepas dari proses konseling. pelaksanaan konseling, tentu tidak terlepas dari model-model konseling. 11

12 salah satu model konseling yang dapat digunakan oleh konselor untuk menangani kecemasan yaitu konseling rational emotive behavior therapy. DAFTAR PUSTAKA Batara, Panji Solusi Cerdas Mengatasi Cemas. ST book. Corey Gerald Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Rafika Aditama. Corey Gerald Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Rafika Aditama. (Terjemahan E.Koswara). Hartono dan Boy Soedarmadji Psikologi Konseling. Jakarta: Kencana. Latipun Psikologi Konseling Edisi ketiga. Malang: UMM. Nevid, dkk Psikologi Abnormal Edisi kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga Layanan Bimbingan Kelompok Konseling Kelompok. Padang: UNP. Nelson R. Jones Teori dan praktik konseling dan terapi. Putaka belajar. Yogyakarta. Edisi empat. Terjmahan Helly P.S & Sri Mulyantini S. Ramaiah, Safitri Kecemasan Bagaimana Mengatasi Penyebabnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Sarastika, Pradipta Manajemen Pikiran untuk Mengatasi Stress Depresi Kemarahandan Kecemasan. Yogyakarta: Araska. Semiun, Yustinus Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud. Yogyakarta:Kanisius. Singgih D. Y dan Gunarsa Psikologi Bermasalah. Jakarta: Gunung Mulia. Sundari, Siti Kesehatan Mental Dalam Kehidupan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Surya, Mohamad Teori-Teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. Wingkel, W.S. dan M.M Sri Hastuti Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi. 12

A. Konsep Dasar. B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah

A. Konsep Dasar. B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah A. Konsep Dasar Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten.

Lebih terperinci

KONSEP DASAR. Manusia padasarnya adalah unik memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional

KONSEP DASAR. Manusia padasarnya adalah unik memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional KONSEP DASAR Manusia padasarnya adalah unik memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena---teori adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena.

BAB I PENDAHULUAN. fenomena---teori adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai suatu kegiatan profesional dan ilmiah, pelaksaan konseling bertitik tolak dari teori-teori yang dijadikan sebagai acuannya. Pada umumnya teori diartikan

Lebih terperinci

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran)

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran) A. Identitas Nama Umur Jenis kelamin Agama Pekerjaan Asal Sekolah Kelas : Nissa (Nama Samaran) : 18 tahun : Perempuan : Islam : Siswa : SMA Negeri 1 Sanden : XII Semester : 1 Alamat B. Deskripsi Kasus

Lebih terperinci

TUGAS INSTRUMEN EVALUASI PROSES KONSELING MODEL STAKE

TUGAS INSTRUMEN EVALUASI PROSES KONSELING MODEL STAKE TUGAS INSTRUMEN EVALUASI PROSES KONSELING MODEL STAKE Mata Kuliah Pengembangan Instrumen dan MediaBimbingan dan Konseling Dosen Pengampu Prof.Edi Purwanta, M.Pd & Dr.Ali Muhtadi Oleh: Liza Lestari (16713251041)

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy)

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy) Modul ke: Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy) Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendekatan Kognitif Terapi kognitif: Terapi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah BAB II 6 KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Menurut Gibson (1996) Kemampuan (ability) adalah kapasitas individu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mana anggapan salah mengenai khalayak menjadi hantu yang menakutkan

BAB I PENDAHULUAN. yang mana anggapan salah mengenai khalayak menjadi hantu yang menakutkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Sejak manusia dilahirkan, manusia membutuhkan pergaulan dengan manusia lainnya. Hal ini berarti bahwa manusia tidak

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem

Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem Modul ke: Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem Fakultas Psikologi Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konseling Berbasis Problem Konseling berbasis problem:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Mengompol merupakan suatu kondisi yang biasanya terjadi pada anakanak yang berusia di bawah lima tahun. Hal ini dikarenakan anak-anak belum mampu melakukan pengendalian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS 12 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Suatu keadaan yang mengancam keberadaan kehidupan seseorang, akan menimbulkan suatu perasaan yang tidak menyenangkan pada diri orang tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas. 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam Bab berikut dipaparkan mengenai latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan dan pertanyaan penelitian, tujuan peneltian dan manfaat penelitian. A. Latar

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN RATIONAL EMOTIVE THERAPY DALAM KELUARGA

BAB II PENDEKATAN RATIONAL EMOTIVE THERAPY DALAM KELUARGA BAB II PENDEKATAN RATIONAL EMOTIVE THERAPY DALAM KELUARGA 2.1. Konsep Dasar Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan proses belajar mengajar, diantaranya siswa, tujuan, dan. antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya.

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan proses belajar mengajar, diantaranya siswa, tujuan, dan. antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER.

ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER. Al Ulum Vol.60 No.2 April 2014 halaman 4-9 4 ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER Ali Rachman* ABSTRAK Kecemasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu

I. PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu dengan tingkat yang berbeda - beda. Kecemasan merupakan salah satu

Lebih terperinci

STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR UNTUK MENGURANGI KECEMASAN SISWA DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR UNTUK MENGURANGI KECEMASAN SISWA DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR UNTUK MENGURANGI KECEMASAN SISWA DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT Yuni Nur Faridah 1 dan Retno Tri Hariastuti 2 Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan penggunaan strategi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kecemasan 1. Defenisi Kecemasan adalah keadaan yang menggambarkan suatu pengalaman subyektif mengenai ketegangan mental kesukaran dan tekanan yang menyertai suatu konflik atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional 2.1.1 Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang

Lebih terperinci

TERAPI RASIONAL EMOTIF Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog*

TERAPI RASIONAL EMOTIF Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog* TERAPI RASIONAL EMOTIF Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog* Ide Dasar Terapi Rasional Emotif merupakan salah satu dari sekian banyak pendekatan yang dapat digunakan dalam psikoterapi. Terapi Rasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu, dan dengan tingkat yang berbeda-beda. Kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang

Lebih terperinci

MODEL TERAPI KONSELING. Teori dan Praktek

MODEL TERAPI KONSELING. Teori dan Praktek MODEL TERAPI KONSELING Teori dan Praktek Ragam model terapi konseling Terapi Psikoanalitik / Freud, Jung, Adler Terapi Eksistensial humanistik / May, Maslow, Frank Jourard Terapi Client-Centered / Carl

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Pada Program Studi Bimbingan Dan Konseling.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Pada Program Studi Bimbingan Dan Konseling. PENGARUH PENGGUNAAN TEKNIK RELAKSASI TERHADAP KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM SISWA KELAS X SMA KATOLIK WIJAYA KUSUMA BLORA TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah saat ini menuntut siswa untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah satu karakter

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 KecemasanPada Mahasiswa Dalam Menyusun Proposal Skripsi 2.1.1 Pengertian kecemasanmahasiswa dalam menyusun proposal Skripsi Skripsi adalah tugas di akhir perkuliahan yang harus

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010).

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010). BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kecemasan Komunikasi Interpersonal 2.1.1. Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal Burgoon dan Ruffner (1978) kecemasan komunikasi interpersonal adalah kondisi ketika individu

Lebih terperinci

BAB I PEMBAHASAN. dapat berjalan dengan lancar, hal ini dikarenakan banyak dijumpai permasalahan

BAB I PEMBAHASAN. dapat berjalan dengan lancar, hal ini dikarenakan banyak dijumpai permasalahan 1 BAB I PEMBAHASAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah adalah tempat bagi terselenggaranya proses pendidikan formal. Namun, pada kenyataannya dalam proses pendidikan tersebut tidak selamanya dapat berjalan

Lebih terperinci

The problem is not the problem. The problem is your attitude about the problem. Do you understand?

The problem is not the problem. The problem is your attitude about the problem. Do you understand? The problem is not the problem. The problem is your attitude about the problem. Do you understand? Rational Emotive Behavior Therapy Nanang Erma Gunawan nanang_eg@uny.ac.id Albert Ellis Lahir di Pittsburgh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan pembelajaran. Tetapi juga dalam hal membimbing siswa

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan pembelajaran. Tetapi juga dalam hal membimbing siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini peran guru dalam pendidikan tidak hanya dalam menyampaikan pembelajaran. Tetapi juga dalam hal membimbing siswa tersebut agar mencapai kematangan emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten, dan bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten, dan bertanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan pokok dalam membantu generasi mendatang. Dengan adanya pendidikan diharapkan akan mampu membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 6 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada masa ini anak belum memiliki kemampuan berpikir yang baik. Hal ini membuat mereka

Lebih terperinci

Upaya Mengurangi Kecemasan Menghadapi Ujian Melalui Konseling Rasional Emotif Teknik Relaksasi Pada Siswa

Upaya Mengurangi Kecemasan Menghadapi Ujian Melalui Konseling Rasional Emotif Teknik Relaksasi Pada Siswa Upaya Mengurangi Kecemasan Menghadapi Ujian Melalui Konseling Rasional Emotif Teknik Relaksasi Pada Siswa Nasiatul Aisiyah (09220104) Mahasiswa Pendidikan Bimbingan dan Konseliing IKIP Veteran Semarang

Lebih terperinci

MODUL VII COGNITIVE THERAPY AARON BECK

MODUL VII COGNITIVE THERAPY AARON BECK www.mercubuana.ac.id MODUL VII COGNITIVE THERAPY AARON BECK Aaron Beck adalah psikiater Amerika yang merintis penelitian pada psikoterapi dan mengembangkan terapi kognitif. Ia dianggap sebagai bapak cognitive

Lebih terperinci

Sigit Sanyata

Sigit Sanyata Sigit Sanyata sanyatasigit@uny.ac.id Pelatihan REBT-MGBK SMK Kabupaten Sleman Rabu, 8 Januari 2014 Sejarah Albert Ellis pendiri dan pengembang REBT Lahir di Pittsburgh tahun 1913 Meninggal tahun 2007 pada

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang

Lebih terperinci

Reality Therapy. William Glasser

Reality Therapy. William Glasser Reality Therapy William Glasser 1. Latar Belakang Sejarah William Glasser lahir tahun 1925, mendapatkan pendidikan di Cleveland dan menyelesaikan sekolah dokter di Case Western Reserve University pada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. yang diperoleh dari penyajian data adalah sebagai berikut:

BAB IV ANALISIS DATA. yang diperoleh dari penyajian data adalah sebagai berikut: BAB IV ANALISIS DATA Setelah menyajikan data hasil lapangan maka peneliti melakukan analisis data, analisis data ini dilakukan peneliti untuk memperoleh suatu hasil penemuan dari lapangan berdasarkan fokus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah

I. PENDAHULUAN. Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah satunya, rasa ini timbul akibat perasaan terancam terhadap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan 2.1.1 Pengertian kecemasan Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan-ketakutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Teori 1. Kecemasan Situasi yang mengancam atau yang dapat menimbulkan stres dapat menimbulkan kecemasan pada diri individu. Atkinson, dkk (1999, p.212) menjelaskan kecemasan merupakan

Lebih terperinci

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh setiap individu sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Menurut Erik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam suatu sekolah terjadi proses belajar mengajar yang kurang menyenangkan. Salah satu bentuk kecemasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup senantiasa barada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berakhir ketika individu memasuki masa dewasa awal, tetapi

Lebih terperinci

PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL. Skripsi

PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL. Skripsi PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh : Amila Millatina

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Adalah kondisi dimana siswa X mengalami suatu mood atau perasaan yang

BAB V PENUTUP. Adalah kondisi dimana siswa X mengalami suatu mood atau perasaan yang BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari penelitian yang telah ditemukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Identifikasi kasus siswa X yang mengalami gangguan mood di SMP Hangtuah 1 Surabaya Adalah kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam kehidupannya selalu mengadakan aktivitas-aktivitas, salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam kehidupannya selalu mengadakan aktivitas-aktivitas, salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya selalu mengadakan aktivitas-aktivitas, salah satu diantaranya diwujudkan dalam aktifitas kerja, oleh karena itu manusia akan selalu

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA DAN OBSERVASI

PEDOMAN WAWANCARA DAN OBSERVASI PEDOMAN WAWANCARA DAN OBSERVASI Pedoman Wawancara 1. Latar belakang berkaitan dengan timbulnya kecemasan - Kapan anda mulai mendaftar skripsi? - Bagaimana perasaan anda ketika pertama kali mendaftar skripsi?

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Kecemasan dalam Menyusun Proposal Skripsi (Pindho Hary Kristanto, dkk.) HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI Pindho

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENGATASI KESENJANGAN KOMUNIKASI SEORANG ADIK TERHADAP

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENGATASI KESENJANGAN KOMUNIKASI SEORANG ADIK TERHADAP BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENGATASI KESENJANGAN KOMUNIKASI SEORANG ADIK TERHADAP KAKAKNYA DI DESA KEMAMANG BALEN BOJONEGORO Setelah menyajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan Belajar Siswa, (Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011), 2

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan Belajar Siswa, (Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011), 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sikap pasif siswa sering ditunjukan dalam sebuah proses belajar, hal ini terlihat dari perilaku siswa dalam sebuah proses belajar yang cenderung hanya berperan

Lebih terperinci

[ISSN VOLUME 3 NOMOR 2, OKTOBER] 2016

[ISSN VOLUME 3 NOMOR 2, OKTOBER] 2016 EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK RASIONAL EMOSI KEPERILAKUAN UNTUK MENGURANGI PERILAKU PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XII MIPA SMA N 2 SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Desi haryanti, Tri Hartini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS A. Sejarah dan Pengertian Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) Albert Ellis lahir pada 1913 di Pittsburgh, Pennsylvania, dan dibesarkan di New York. Ia memiliki adik laki-laki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang spesifik dari takut yang muncul di situasi tertentu, tidak bisa dijelaskan

TINJAUAN PUSTAKA. yang spesifik dari takut yang muncul di situasi tertentu, tidak bisa dijelaskan TINJAUAN PUSTAKA A. Fobia 1. Definisi Fobia Marks (dalam Morris dkk, 1987) mengatakan bahwa fobia merupakan bentuk yang spesifik dari takut yang muncul di situasi tertentu, tidak bisa dijelaskan secara

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam tinjauan pustaka akan diuraikan lebih jelas tentang: a) kecemasan yang meliputi:

I. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam tinjauan pustaka akan diuraikan lebih jelas tentang: a) kecemasan yang meliputi: I. TINJAUAN PUSTAKA Dalam tinjauan pustaka akan diuraikan lebih jelas tentang: a) kecemasan yang meliputi: pengertian kecemasan, faktor penyebab terjadinya kecemasan, jenis kecemasan, tanda dan gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perasaan kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perasaan kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Pada masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perasaan kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Pada masa remaja banyak terjadi perubahan, terutama dalam rentang usia 13 tahun remaja mengalami perubahan

Lebih terperinci

PERMOHONAN MENJADI PARTISIPAN. Dengan hormat, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Yantri Nim :

PERMOHONAN MENJADI PARTISIPAN. Dengan hormat, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Yantri Nim : Lampiran I PERMOHONAN MENJADI PARTISIPAN Dengan hormat, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Yantri Nim : 462010066 Saya adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

PROSES TERJADINYA MASALAH

PROSES TERJADINYA MASALAH PROSES TERJADINYA MASALAH ` PREDISPOSISI PRESIPITASI BIOLOGIS GABA pada sistem limbik: Neurotransmiter inhibitor Norepineprin pada locus cereleus Serotonin PERILAKU Frustasi yang disebabkan karena kegagalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar merupakan aktivitas yang paling penting dalam

I. PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar merupakan aktivitas yang paling penting dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Proses belajar mengajar merupakan aktivitas yang paling penting dalam keseluruhan upaya pendidikan. Siswa dengan segala karakteristiknya

Lebih terperinci

kelas, yang bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi

kelas, yang bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kecemasan Berbicara 1. Pengertian Kecemasan Berbicara Kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan kekhawatiran yang mengeluh bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi.

Lebih terperinci

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Pengertian Kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Menurut Freud (dalam Alwisol, 2005:28) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990)

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Skripsi bertujuan agar mahasiswa mampu menyusun dan menulis suatu karya ilmiah, sesuai dengan bidang ilmunya. Mahasiswa yang mampu menulis skripsi dianggap

Lebih terperinci

1. Bab II Landasan Teori

1. Bab II Landasan Teori 1. Bab II Landasan Teori 1.1. Teori Terkait 1.1.1. Definisi kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Lebih terperinci

Rational-Emotive Therapy. Albert Ellis. ALBERT ELLIS (lahir 1913) lahir di Pittsburgh tetapi melarikan diri ke

Rational-Emotive Therapy. Albert Ellis. ALBERT ELLIS (lahir 1913) lahir di Pittsburgh tetapi melarikan diri ke Rational-Emotive Therapy Albert Ellis 1. Latar Belakang Sejarah ALBERT ELLIS (lahir 1913) lahir di Pittsburgh tetapi melarikan diri ke belantara New York pada usia 4 tahun dan selanjutnya tinggal di sana

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy)

Psikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy) Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy) Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Terapi Realitas (Reality

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja merupakan masa dimana setiap individu mengalami perubahan yang drastis baik secara fisik, psikologis, maupun lingkup sosialnya dari anak usia

Lebih terperinci

1988), 2 W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (Jakarta: PT. Gramedia, 2007), hlm.364.

1988), 2 W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (Jakarta: PT. Gramedia, 2007), hlm.364. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terapi rational emotive behavior adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi,baik untuk berfikir rational dan jujur maupun

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS I. PENGKAJIAN PASIEN ANSIETAS 1. DEFINISI Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu

Lebih terperinci

Jounal Bimbingan Konseling, Volume 1 Nomer , pp Januari

Jounal Bimbingan Konseling, Volume 1 Nomer , pp Januari PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI DALAM BERINTERAKSI SOSIAL SISWA MADRASAH ALIYAH PURWOASRI KEDIRI Nikmatul Khotimah Elisabeth Christiana,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS 5 2.1 Pengertian Perilaku BAB II KAJIAN TEORITIS Perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus dari luar oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya interaksi antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena kesulitan belajar yang dialami peserta didik di sekolah akan

BAB I PENDAHULUAN. karena kesulitan belajar yang dialami peserta didik di sekolah akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesulitan belajar yang sering dialami oleh para peserta didik di sekolah,merupakan masalah penting yang perlu mendapat perhatian yang serius dikalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang ada dikalangan remaja yang berada pada lingkungan sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang ada dikalangan remaja yang berada pada lingkungan sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang ada dikalangan remaja yang berada pada lingkungan sekolah khususnya SMA sangatlah kompleks. Hal ini disebabkan karena kondisi remaja itu sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.I Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia hidup di zaman global yang menuntut perubahan sangat pesat, serta muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya. Di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dihadapkan pada karakterisktik siswa yang beraneka ragam dalam kegiatan pembelajaran. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajar secara lancar dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Wanita 1. Defenisi Wanita Murad (dalam Purwoastuti dan Walyani, 2005) mengatakan bahwa wanita adalah seorang manusia yang memiliki dorongan keibuan yang merupakan dorongan instinktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Masalah Dengan berasumsi bahwa remaja adalah makhluk yang sangat perlu dipahami oleh orang-orang di sekitarnya, maka timbul berbagai macam cara dari beberapa sumber yang

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Jawaban dari setiap pernyataan tidak menunjukkan benar atau salah, melainkan hanya pendapat dan persepsi saudara/i belaka.

Kata Pengantar. Jawaban dari setiap pernyataan tidak menunjukkan benar atau salah, melainkan hanya pendapat dan persepsi saudara/i belaka. LAMPIRAN Kata Pengantar Melalui kuesioner ini, kami dari Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai Derajat kecemasan pada siswa kelas XI SMA Santa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan pada siswa. Menurut sebagian siswa UN merupakan proses biasa yang wajib dilalui oleh siswa kelas 6

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun teori-teori yang dijelaskan adalah teori mengenai

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun teori-teori yang dijelaskan adalah teori mengenai 13 II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini, peneliti akan menjelaskan teori yang digunakan dalam penelitian. Adapun teori-teori yang dijelaskan adalah teori mengenai kecemasan yang meliputi: kecemasan tes,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya merupakan makhluk hidup yang harus terus berjuang agar dapat mempertahankan hidupnya. Manusia dituntut untuk dapat mengembangkan dirinya

Lebih terperinci

Pedologi. Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Pedologi. Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Pedologi Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengertian Kecemasan : Kecemasan (anxiety) dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap orang pasti akan mengalami banyak masalah dalam kehidupannya. Salah satu masalah yang harus dihadapi adalah bagaimana seseorang dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami

Lebih terperinci

bagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta

bagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Gangguan Jiwa BAB II TINJAUAN TEORI 2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa Gangguan jiwa merupakan perubahan sikap dan perilaku seseorang yang ekstrem dari sikap dan perilaku yang dapat menimbulkan penderitaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan bagi individu yang belajar atau mengikuti pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam pendidikan. Perguruan Tinggi diadakan dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus. berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus. berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk mencetak lulusan yang tidak saja

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN PADA IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA TRISEMESTER KE-III DI RSNU TUBAN

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN PADA IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA TRISEMESTER KE-III DI RSNU TUBAN HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN PADA IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA TRISEMESTER KE-III DI RSNU TUBAN Munfi atur Rofi ah (09410176) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan berkembang pertama kalinya. Menurut Reiss (dalam Lestari, 2012;4), keluarga adalah suatu kelompok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompetensi Bidan. melaksanakan tugas dan peran dengan mengintegrasikan pengetahuan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompetensi Bidan. melaksanakan tugas dan peran dengan mengintegrasikan pengetahuan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kompetensi Bidan 1. Pengertian Kompetensi Bidan Kompetensi merupakan kemampuan individu untuk melaksanakan tugas dan peran dengan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan,

Lebih terperinci

Jenis-jenis Kecemasan

Jenis-jenis Kecemasan Jenis-jenis Kecemasan Ada tiga klasifikasi jenis kecemasan yaitu klasifikasi menurut sumber kecemasan, klasifikasi berdasarkan lamanya sifat itu menetap, klasifikasi berdasarkan dampak kecemasan. Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap fase kehidupan manusia pasti mengalami stres pada tiap fase menurut perkembangannya. Stres yang terjadi pada mahasiswa/i masuk dalam kategori stres

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, olahraga merupakan hal sangat penting bagi kesehatan tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, olahraga merupakan hal sangat penting bagi kesehatan tubuh. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, olahraga merupakan hal sangat penting bagi kesehatan tubuh. Dengan berolahraga badan akan terasa segar dan sehat. Banyak macam olah raga yang dapat dilakukan

Lebih terperinci