BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Masalah Dengan berasumsi bahwa remaja adalah makhluk yang sangat perlu dipahami oleh orang-orang di sekitarnya, maka timbul berbagai macam cara dari beberapa sumber yang menjelaskan tentang bagaimana memahami remaja, pada hakekatnya stiap orang pada tingkatannya masing-masing memiliki hak dan kewajiban untuk saling memahami, akan tetapi remaja memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang-orang dewasa ataupun anak-anak. Dengan didorong oleh vitalitas yang tinggi, semangat pemuda yang tak terkendali, demikian pula kenakalan remaja yang mengkhawatirkan semua pihak terutama para orang tua. Tugas perkembangan remaja mulai dari fisik, inetelektual, kreativitas, emosi, bakat khusus, perkembangan hubungan sosial, perkembangan kemandirian, bahasa, nilai, moral, dan sikap. Dalam pemebuhan tugas-tugas perkembangannya remaja memerlukan kesadaran yang tinggi termasuk dalam tugas perkembangan fisik beserta dengan permasalahannya.. Dalam pembahasan kali ini makalah ini akan menjelaskan tentang perkembangan fisik dimana, problematika remaja pada umumnya yang memiliki masalah akan berat badannya/ obesitas. Dalam tuntutan tugas perkembangan fisiknya remaja diarahakan untuk dapat menerima kondisi fisiknya, jika dikaitkan dengan self estem atau upaya untuk mengadakan penghargaan diri di lingkungan sekitarnya bersama dengan masyarakat lainnya yang hidup berdampingan dengan remaja tersebut, misalnya teman sebaya, orang tua dan lingkungan sosial masyarakat lainnya, maka remaja akan berpikiran bahwa masa ini adalah masa yang sulit. Setidaknya ada tiga kekuatan yang bekerja secara simultan dalam pelaksanaan tugas-tugas perkembangan. Kekuatan itu adalah kematangan posisi, individu, berbagai tekanan berupa harapan dan tuintutan budaya masyarakat, dan nilai-nilai seseorang. Tiga kekuatan yang bekerja secara simultan itu mendorong manusia untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan yang selaras dengan beragam usia di sekitarnya.

2 Kesuksesan dalam pelaksanaan tugas perkembangan dalam suatu masa kehidupan akan membawa kesuksesan pula dalam pelaksanaan tugas perkembangan selanjutnya. Tingginya intensitas masalah yang dihadapi remaja merupakan akibat banyaknya yang tidak dilaksanakan dengan baik, selanjutnya demikian, remaja yang mengalami kegagalan atau keterlambatan dalam pelaksanaan tugas-tugas perkembangannya, tidak berarti tidak akan bahagia karena kesempatan layanan dan perawatan praktis bentuk lainnya masih lebar. B. Perumusan Masalah Obesitas merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh remaja pada umumnya. Fisik yang selalu dilihat dan menjadi pusat perhatian mungkin menjadi salah satu latar bnelakang mengapa remaja selalu memperhatikan penampilannya. Dalam tugas perkembangannya remaja dituntut untuk dapat menerima dirinya apa adanya tidak menjadikan sebuah beban tapi bagaimana remaja itu memaknai perkembangan yang ada pada dirinya menjadi sesuatu yang dapat dikembangkannya sebagai sumber kebahagiaan dari seorang remaja yang masih memiliki kehidupan yang masih panjang kedepannya. Oleh karena itu, dibahasnya makalah ini akan dapat mengupas permasalahan remaja terutama fisik remaja (obesitas), dalam rumusan sebagai berikut : 1. Apa konsep dasar dari obeysitas? 2. Faktor penyebab obeysitas pada remaja? 3. Kaitannya obeysitas dengan self estem? 4. Obeysitas menurut teori Rasional Emotif Teraphy? C. Pendekatan / Pemecahan Masalah Pola pikir remaja yang selalu menjadikan fisik sebagai suatu daya tarik utama bagi remaja dan kaumnya, telah mengungkap bahwa permasalahannya disini adalah pola pikir atau terletak pada intelegensi remaja tersebut. Teknik yang digunakan dalam pemecaha masalah tersebut adalah teori Rasional Emotif Teraphy (RET). Dimana menurut Ellis (Shertzer&Stone, 1980, ) mengemukakan ada 12 pikiran tidak rasional, dan yang ke-12 adalah bahwa individu secara umum mempunyai nilai diri

3 sebagai manusia dan penerimaan diri untuk tergantung dari kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu. Maka ditinjau dari latar belakang masalah yang terletak pada ide irasional remaja, direkomendasikan untuk masalah obesitas ini diselesaikan dengan menggunakan teknik RET yang bertujuan untuk membatu konseli atau remaja memperbaiki cara berpikir, merasa dan berperilaku, sehingga ia tidak lagi mengalami gangguan emosional di masa yang akan dating. D. Sistematika Penulisan I. PENDAHULUAN A. Laar Blakang Masalah B. Perumusan Masalah C. Pendekatan / Pemecahan Masalah D. Sistematika Masalah II. KAITAN OBESITAS DENGAN SELF ESTEM A. Konsep dasar Obesitas B. Faktor Penyebab Obesitas C. Kaitan Obesitas dengan Self Estem III. PEMBAHASAN OBESITAS A. OBESITAS 1. Identitas 2. Masalah 3. Penyebab B. INTERVENSI Bbimbingan dan Konseling 1. Strategi atau Teknik 2. Langkah-langkah atau Simulaisi IV. PENUTUP A. Kesimpulan B. Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

4 BAB III PEMBAHASAN OBESITAS A. INTERVENSI Bimbingan dan Konseling 1. Teknik Rasional Emotif Teraphy a. Konsep Pokok Pandangan Tentang Hakikat Manusia Aliran ini dilatarbelakangi oleh filsafat eksistensialisme yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subyek yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek yang dihadapinya. Manusia adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang berarti: manusia bebas, berpikir, bernafsu, dan berkehendak. Ellis menolak pandangan aliran psikoanalisis yang memandang bahwa peristiwa dan pengalaman individu menyebabkan terjadinya gangguan emosional. Menurut Ellis bukanlah pengalaman atau peristiwa eksternal yang menimbulkan emosional akan tetapi tergantung kepada pengertian yang diberikan terhadap peristiwa atau pengalaman itu. Gangguan emosi terjadi disebabkan pikiran-pikiran seseorang yang bersifat irasional terhadap peristiwa dan pengalaman yang dilaluinya. Ada beberapa pandangan tentang hakekat manusia yang mewarnai teorinya, baik secara teoritis maupun secara praktis, yakni; 1) manusia dipandang sebagai mahluk rasional dan juga irasional. Pada hakikatnya manusia cenderung berpikir rasional atau logis disamping juga memiliki kecenderungan berpikir tidak rasional atau toidak logis. Kecenderungan itu termanifestasikan dalam tingkah lakunya. 2) pikiran, perasaan, dan tindakan manusia merupakan proses yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan pikiran yang muncul pada setiap orang senantiasa diikat dan diikuti oleh perasaan dan reaksi dan pandangan tertentu. 3) setiap individu bersifat unik dan memiliki potensi untuk memahami keterbatasannya serta kemampuan mengubah pandangan dasar dan nilai-nilai yang diterimanya secara tak kritis.

5 Ellis memandang bahwa manusia itu bersifat rasional dan juga irasional. Orang berperilaku dalam cara-cara tertentu karena ia percaya bahwa ia harus bertindak dalam cara itu. Orang mempunyai derajat yang tinggi dalam sugestibilitas dan emosionalitas yang negatif. Masalah-masalah emosional terletak dalam berpikir yang tidak logis, dengan mengoptimalkan kekuatan intelektualnya, seseorang dapat membebaskan dirinya dari gangguan emosional. Setiap orang bertanggung jawab akan semua perilakunya. Unsur pokok terapi rasional-emotif adalah asumsi bahwa berpikiran dan emosi bukan dua proses yang terpisah. Menurut Ellis, pikiran dan emosi merupakan dua hal yang saling bertumpang tindih, dan dalam prakteknya keduanya saling terkait. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang intristik. Pikiran-pikirn seseorang dapat menjadi emosi dan merasakan sesuatu dalam situasi tertentu sehingga dapat menjadi pemikiran seseorang. Pandangan yang penting dari teori rasional-emotif adalah konsep bahwa banyak perilaku emosional individu yang berpangkal pada selftalk yang negatif. Adanya orang-orang yang seperti itu, menurut Ellis adalah karena; 1) terlalu bodoh untuk berpikir secara jelas; 2) orangnya cerdas tapi tidak tahu bagaimana berpikir secara cerdas dan tidak tahu bagaimana berpikir secara jelas dalam hubungannya dengan keadaan emosi; 3) orangnya cerdas dan cukup berpengetahuan tetapi terlalu banyak neurotik untuk menggunakan kecerdasan dan pengetahuan secara memadai. Selanjutnya Ellis (Shertzer & Stone, 1980, ) mengemukakan ada 12 pikiran irasional yang dapat menimbulkan perilaku neurosis atau psikosis, diantaranya; 1) bahwa manusia yang hidup dalam masyarakat mau tidak mau dapat dicintai ataupun ditolak oleh orang lain disekitarnya setiap saat. 2) bahwa seseorang yang hidup dalam masyarakat harus mempersiapkan diri secara kompeten, adekuat agar seseorang dapat mencapai kehidupan yang layak dan berguna bagi masyarakat.

6 3) bahwa banya orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat ataupun kejam dan oleh karena itu patut disalahkan, dihukum setimpal dengan dosanya. 4) bahwa kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai kemungkinan malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya. 5) bahwa ketidaksenangan atau penderitaan emosional dari seseorang yang muncul dari tekanan ekternal (hal-hal dari luar) dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk mengontrol perasaan-perasaannya atau untuk menghilangkan perasaan-perasaan depresi atau yang bertentangan. 6) bila ada sesuatu hal atau peristiwa yang berbahaya atau menakutkan, maka individu harus berusaha keras untuk menghadapi dan mengatasi depresi atau yang bertentangan. 7) bahwa lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu dan tangggung jawab diri dari pada berusaha untuk menghadapi dan menanganinya hanya untuk menghargai bentuk disiplin diri 8) bahwa sisa-sisa pengalaman masa lalu semuanya sangat penting, karena hal itu berpengaruh sangat kuat terhadap kehidupan individu dan menentukan perasaan dan perilaku individu yang ada sekarang. 9) bahwa individu akan lebih baik untuk menghindarkan diri dari pada mengerjakan sesuatu; dan bahwa sesuatu situasi atau peristiwa akan dipandang sebagai hal membahayakan jika tidak secepatnya ditemukan pemecahan yang baik terhadap kehidupan yang bertentangan. 10) bahwa individu akan mencapai kebahagiaan hidup dengan menyenangkan diri sendiri. 11) bahwa individu akan mencapai suatu derajat yang tinggi dalam hidupnya untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan, atau memerlukan kekuatan supernatural untuk mencapainya. 12) bahwa individu secara umum mempunyai nilai diri sebagai manusia dan penerimaan diri untuk tergantung dari kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu.

7 Berrdasarkan pandangan Ellis, ide-ide irasional yang telah dikemukakan di atas selalu dipikirkan oleh para orang tua dan hal ini diabsorsikan dari pandangan-pandangan masyarakat yang telah membantunya, dan menyebabkan sangat banyak individu dalam masyarakat yang menderita gangguan emosional, meskipun anak selalu berhadapan dengan pengalaman-pengalaman yang irasional langsung atau tidak langsung dan setiap hari secara kuat mempengaruhi proses berpikirnya, namun berpikir logis ini menurut Ellis dapat dimanipulasikan ke arah berpikir rasional dan logis. Teori utama mengenai kepribadian yang dikemukakan oleh Albert Ellis dan para penganut Rational Emotive Therapi. Teori kepribadian A-B-C-D-E ini merupakan sentral dari teori dan praktek RET. Secara umum teori A-B-C-D-E dapat dijelaskan sebagai berikut: A Ib rb ic Komponen Activity, or Action, or Agent. Hal-hal, situasi, kegiatan atau peristiwa yang mendahului atau menggerakan individu. Irrational beliefs, yakni keyakinan-keyakinan irasional atau tidak layak terhadap kejadian eksternal (A) Rational Beliefs, keyakinankeyakinan yang rasional atau layak secara empirik mendukung kejadian eksternal (A) Irrational Consequences, yakni konsekuensi-konsekuensi irasional atau tidak layak yang berasal dari Proses Eksternal event Kejadian diluar atau sekitar individu Self-verbalization : terjadi dalam diri individu, yakni apa secara terus menerus individu katakan berhubungan dengan A terhadap dirinya Rational Beliefs, yakni keyakinankeyakinan rasional atau layak dan secara empiric mendukung kejadian-

8 (A) kejadian eksternal (A) rc Rational or reasonable D CE BE Consequences,yakni konsekuensikonsekuensi rasional atau layak yang dianggap berasal dari (rb = keyakinan yang rasional) Dispute irational beliefs, yakni keyakinan-keyakinan irasional dalam diri individu saling bertentangan Cognitive Effect of Disputing, yakni efek kognitif yang terjadi dari pertentangan dalam keyakinankeyakinan irasonal Behavioral Effect of Disputing, yakni efek dari perilaku yang terjadi dari pertentangan dalam keyakinan-keyakinan irasional diatas Validate or invalidate selfverbalazation : yakni suatu proses self- verbalization dalam diri individu, apakah valid atau tidak Change self-verbalization, terjadinya perubahan dalam verbalisasi daripada individu. Change Behavior, yakni terjadinya perubahan perilaku dalam diri individu. Konsep teoritik A-B-C-D-E merupakan konsep utama baik dalam teori maupun praktek RET serta mempunyai kaitan yang erat dengan asumsi-asumsi filosofis tentang hakekat manusia serta pandangan mengenai kepribadiannya. Untuk memperjelas hubungan dari teori A-B-C-D-E di bawah ini diberikan contoh sebagai berikut : Made dan Ketut tinggal di daerah yang sama, rumah mereka berdekatan, di sekolah pun mereka dalam satu kelas dan duduk berdekatan, pada suatu hari mereka bolos

9 sekolah dan pergi ke pantai Kuta, karena tidak mau mengikuti mata pelajaran Matematika, dan mereka menganggap bahwa guru mereka killer. Keesokan harinyakeduanya dipanggil oleh guru mereka dan dimarahi di depan teman-teman mereka serta diancam: sekali berbuat demikian akan diskor dan langsung diberitahukan kepada kepala sekolah dan orang tua masing-masing. Dua hari kemudian pada mata pelajaran Matematika Ketut mengikuti mata pelajaran tersebut, tetapi di samping Ketut bangku masih kosong setelah ditelusuri ternyata Made tidak masuk kelas. Menurut informasi Made sakit, setelah beberapa hari kemudian Made harus dirawat di rumah sakit, dan teman-teman satu kelasnya tidak ada yang menengoknya. Berdasarkan teori A-B-C di atas kedua siswa kelas I SMA itu, menghadapi kejadian yang sama (A yang sama), yakni ketahuan bolos dalam mata pelajaran Matematika, diperingatkan oleh guru dengan keras. Tetapi akibat emosional (C) adalah berbeda antara Ketut dan Made. Ketut memandang bahwa membolos itu adalah perbuatan yang biasa (B bagi Ketut). Made memandang (B) kejadian itu sangat mendalam, Ia memandang dirinya tidak memiliki nilain sedikit pun di hati kawan-kawan kelasnya, Made menganggap bahwa membolos adalah perbuatan dosa dan menjatuhkan martabat orang tuanya(b bagi Made). Itulah sebabnya ia merasa malu, merasa bersalah, dan berdosa kepada orang tuanya, dan merasa teman-teman sekelasnya menertawakan, mengejek, dan menyindir dirinya. Disinilah nampak bahwa reaksi kedua emosional siswa (C), dapat saja terjadi suatu perbedaan dan menghayati kejadian itu berbeda dengan yang lainnya (B), walaupun kejadian atau peristiwa yang dihadapi sama (A). Bila disimak lebih dalam dari teori tersebut maka sasaran utama yang harus diubah adalah aspek B (belief system), yakni bagaimana cara orang memandang sesuatu yang tidak rasional. Konseling itu akan bersifat didaktis, terarah, dan aktif, yang ditujukan kepada sasaran perubahan nilai-nilai atau pandangan seseorang, prasangka buruk, anggapan yang keliru dan sejenisnya adalah aspek yang harus diubah melalui hubangan konseling. Kepribadian menurut Ellis pada dasarnya terdiri atas kepercayaan, konstruk, atau sikap. Apabila seorang individu mempunyai suatu reaksi emosional pada titik C (konsekuensi emosional), setelah terjadi kegiatan atau peristiwa atau pengalaman, hal itu

10 menyebabkan suatu sistem kepercayaan (pada titik B). Atidak menyebebkan C tetapi sistem kepercayaan yang menjadi A menyebabkan C. Teori kepribadian yang melandasi pendekatan terapi emotif rasional dikenal juga sebagai teori A-B-C. Juhana Wijaja (1988) A = activating experience, artinya pengalaman mengaktifkan suatu keadaan, suatu perilaku faktpr peristiwayang dialami individu B = Belief system, artinya cara individu memahami suatu hal, yaitu pandangan dan penghayatan orang pada suatu hal. C = conflict artinga akibat emosi atau reaksi individu, positif atau negative. b. Teori Konseling Rational-Emotif Tujuan Konseling Inti masalah dalam RET adalah individu yang mengalami gangguan emosional yang diakibatkan pikiran-pikiran irasionalnya. Maka tujuan konselingnya adalah sebagai berikut; 1) memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandanganpandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan aktualisasi dirinya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan afektif yang positif; 2) menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, was-was dan marah. Ellis secara lebih khusus menyebutkan bahwa dengan rasional-emotif akan memcapai pribadi yang ditandai dengan : minat kepada diri sendiri, minat sosial pengarahan diri, toleransi terhadap pihak lain, fleksibelitas, menerima ketidakpastian, komitmen terhadap sesuatu diluar dirinya, berpikir ilmiah, penerimaan diri, berani mengambil resiko, non utopianism yaitu menerima kenyataan. Konseling rasional-emotif pada dasarnya merupakan proses terapeutik behaviorral yang aktif-direktif serta mementingkan aspek kognitif, dengan intensitas hubungan antara konselor dan klien yang agak kurang. Konseling rasional-emotif juga merupakan proses edukatif, sehingga

11 peranan konselor yang utama ialah mengajar klien mengenai cara-cara memahami dan merubah diri. Albert Ellis (1973) memberikan gambaran tentang apa yang dapat dilakukan oleh seorang praktisi rasional-emotif yaitu; a) mengajak, mendorong klien untuk menanggalkan ide-ide irrasional yang mendasari gangguan emosional dan perilaku b) menantang klien dengan berbagai ide yang valid dan rasional c) manunjukan kepada klien azas ilogis dalam berfikirnya. d) Menggynakan analisis logis untuk mengurangi keyakinan irasional klien c. Teknik teknik Terapi Terapi rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kognitif, afektif dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. 1. Teknik-teknik Emotif (afektif); a. Teknik Assertive Training, yaitu teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku tertentu yang diinginkan b. Teknik sosiodarma, yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang di dramatisasikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan ataupun melalui gerakan-gerakan dramatis. c. Teknik self modeling atau diri sebagai model, yakni teknik yang digunakan untuk meminta klien agar berjanji atau perasaan atau perilaku tertentu d. Teknik imitasi, yakni teknik yang digunakan dimana klien diminta untuk menirukan secara terus menerus atau suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan erilaku sendirinya yang negatif 2. Teknik-teknik Behavioristik

12 Konseling rasional-emotif banyak menggunakan teknik terapi behavioral terutama dalam upaya memodifikasi perilaku-perilaku negatif dari klien dengan mengubah akar-akar keyakinannya yang tak rasional dan tak logis. Beberapa reknik yang tergolong behavioristik; a. Teknik Reinfor cement (penguatan), yakni teknik yang digunakan untuk mendorong klien kearah perilaku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun punishman (hukuman) b. Teknik Social Modeling (pemodelan social), yakni teknik yang digunakan untuk memberikan perilaku-perilaku baru pada kilen c. Teknik Live Model (model dari kehidupan nyata), yang digunakan untuk menggambarka perilaku-perilaku tertentu, khususnya situasi-situasi interpersonal yang kompleks dalam bentuk percakapan sosial, interaksi dengan memecahkan masalahmasalah. 3. Teknik-teknik Kognitif Teknik pendekatan kognitif memegang peranan utama dalam konseling rasionalemotif. Teknik ini digunakan dengan maksud untuk mengubah sistem keyakinan yang irasional klien serta perilaku-perilakunya yang negatif. Beberapa teknik kognitif yang cukup dikenal; a. Home Work Asseigments (pemberian tugas rumah). dalam teknik ini, klien diberikan tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri serta menginternalisasikan system nilai tertentu yang menuntut pola perilaku yang diharapkan. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk mengarahkan diri, pengelolaan diri klien serta mengurangi ketergantungan kepada konselor atau terapis. b. Teknik Assertive. Teknik ini digunakan untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan perilaku-perilaku tertentu yang diharapkan melalui; role playing atau berpain peran, rehearsal atau latihan, dan social modeling atau meniru model-model sosial. John L. Shelton (1977) mengemukakan bahwa maksud utama teknik assertive training adalah untuk (a) mendorong kemampuan klien mengekspresikan seluruh hal yang berhubungan dengan emosinya, (b) membangkitkan kemampuan klien dalam

13 mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi oarng lain, (c) mendorong kepercayaan pada kemampuan diri sendiri, (d) meningkatkan kemampuan untuk memilih perilaku-perilaku assertive yang cocok untuk dirinya sendiri. d. Penerapan Teori Konseling RET Konseling Teori emotif rasional sangat tepat diterapkan disekolah oleh konselor atau guru pembimbing yang berwibawa.guru pembimbing akan mampu membantu siswa yang mengalami gangguan emosional melalui pengarahan-pengarahan. Ciri-ciri utama teori emotif rasional adalah penekanan pada aspek kognitif. Melalui perubahan aspekkognitif dapat dicapai perubahan efektif atau perkataan lain melalui pendekatan rasional dapat disembuhkan yang bersifat emosional pada diri kliennya. e. Peran Konselor Tugas Konselor menurut Ellis ialah membantu individu yang tidak bahagia dan menghadapi hambatan, untuk menunjukkan bahwa; a. kesulitannya disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak logis, dan b. usaha memperbaikinya adalah harus kembali kepada sebab-sebab permulaan. Konselor yang efektif akan membantu klien untuk mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku yang tidak logis. Peranan Konselor dalam proses konseling rasional-emotif cukup dominan dan akan nampak dengan jelas dalam langkah-langkah konseling sebagai berikut. a. Langkah Pertama: konselor berusaha menunjukkan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinannya yang tidak rasional. b. Langkah Kedua: Konselor menyadarkan klien bahwa pemecahan masalah yang dihadapinya merupakan tanggung jawab sendiri. c. Langkah Ketiga: Konselor mengajak klien menghilangkan cara berpikir dan gagasan yang tidak rasional d. Langkah Keempat: konselor mengembangkan pandangan-pandangan yang realistis dan menghindarkan diri dari keyakinan yang irasional.

14 2. Langkah-langkah penyelesaina masalah Proses konseling RET a. Konselor berusaha menunjukkan konseli kesulitan yang dihadapi sangat berhubungan dengan keyaknan irasional, dan menunjukkan bagaimana konseli harus bersikap rasional dan mampu memisahkan keyakinan irasional dengan rasional. b. Setelah konseli menyadari gangguan emosi yang bersumber dari pemikiran irasional, amaka konselor menunjukkan pemikiran konseli yang irasional, serta konseli berusaha mengubah kepada keyakinan menjadi rasional. c. Konselor berusaha agar konseli menghindari diri dari ide-ide irasionalnya, dan konselor berusaha menghubungkan antara ide tersebut dengan proses penyalahan dan perusakan diri. d. Proses terakhir konseling adalah konselor berusaha yang rasional, dan menolak kehidupan yang irasional dan fiktif. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Obesitas merupakan salah satu masalah remaja yang paling banyak dialami oleh remaja itu sendiri terutama oleh remaja putrid. Mereka akan melakukan apapun yang

15 dapat menjadikan berat badan mereka menjadi lebih ideal lagi menurut mereka. Usia-usia remaja seperti ini sangat mempengaruhi pola pikir mereka, terutama dala hal ini pola pikir mereka terhadap diri mereka sendiri karena periode ini adalah periode dimana mereka mencari jati diri. Pola pikir rasional tentang dirinya sangat penting untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangannya. Dalam memenuhi tugas perkembangan remaja memerlukan banyak bantuan baik internal maupun eksternal. Internal seperti kesadaran yang muncul pada dirinya sendiri untuk melakukan tugas-tugas tersebut, selanjutnya eksternal yakni bantuan dari orang-orang yang menurutnya penting dalam kehidupannya terutama dalam memutuaskan suatu pilihan hidup di masa yang akan dating. Kaitannya dengan bahasan kali ini adalah dengan tugas perkembangan fisik yaitu berkenaan dengan obesitas. Remaja dengan masalah obesitasnya akan merasa sulit dalam memenuhi atau menyelesaikan tugas perkembangan fisik ini. Mereka selalu berpikiran bahwa obesitas adalah buruk dan harus diperbaiki lagi. Maka pemikiran yang irasional seperti ini yang harus diubah. Dalm penyelesaiannya obesitas kali ini karena berhubungan dengan kognitifnya, sehingga memungkinkan untuk dilakukan pemecahan masalah dengan teknik Rasional Emotif Teraphy (RET). Konselor disini bertugas untuk menakinkan konselinya untuk meyakikni bahwa pikirannya itu salah, dan selanjutnya konseli harus berusaha sendiri untuk melakukan perbaikan pada pikirannya sendiri. B. Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA Corey, Gerald. (2007). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung. Refika ADITAMA

16 Wilis, Sofyan S. (2004). Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung. ALFABETA Al-Mighawar, Muhammad. (2006). Psikologi Remaja Petunjuk bagi Guru dan Orang Tua. Bandung. Pustaka setia Desmita. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung. ROSDA Ali, Mohammas dan Asroni, Mohammad. (2008). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Bandung. Bumi Aksara Suherman. (2008). Konsep & Aplikasi Bimbingan & Konseling. Bandung. Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan UPI

BAB I PENDAHULUAN. fenomena---teori adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena.

BAB I PENDAHULUAN. fenomena---teori adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai suatu kegiatan profesional dan ilmiah, pelaksaan konseling bertitik tolak dari teori-teori yang dijadikan sebagai acuannya. Pada umumnya teori diartikan

Lebih terperinci

A. Konsep Dasar. B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah

A. Konsep Dasar. B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah A. Konsep Dasar Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten.

Lebih terperinci

KONSEP DASAR. Manusia padasarnya adalah unik memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional

KONSEP DASAR. Manusia padasarnya adalah unik memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional KONSEP DASAR Manusia padasarnya adalah unik memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN RATIONAL EMOTIVE THERAPY DALAM KELUARGA

BAB II PENDEKATAN RATIONAL EMOTIVE THERAPY DALAM KELUARGA BAB II PENDEKATAN RATIONAL EMOTIVE THERAPY DALAM KELUARGA 2.1. Konsep Dasar Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku

Lebih terperinci

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran)

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran) A. Identitas Nama Umur Jenis kelamin Agama Pekerjaan Asal Sekolah Kelas : Nissa (Nama Samaran) : 18 tahun : Perempuan : Islam : Siswa : SMA Negeri 1 Sanden : XII Semester : 1 Alamat B. Deskripsi Kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teori tentang konseling dari dulu telah berkembang dan mengalami banyak kemajuan. Beberapa teori tentang konseling berkembang dengan pesat. Salah satu teori yang dikenal

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy)

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy) Modul ke: Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy) Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendekatan Kognitif Terapi kognitif: Terapi

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem

Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem Modul ke: Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem Fakultas Psikologi Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konseling Berbasis Problem Konseling berbasis problem:

Lebih terperinci

TUGAS INSTRUMEN EVALUASI PROSES KONSELING MODEL STAKE

TUGAS INSTRUMEN EVALUASI PROSES KONSELING MODEL STAKE TUGAS INSTRUMEN EVALUASI PROSES KONSELING MODEL STAKE Mata Kuliah Pengembangan Instrumen dan MediaBimbingan dan Konseling Dosen Pengampu Prof.Edi Purwanta, M.Pd & Dr.Ali Muhtadi Oleh: Liza Lestari (16713251041)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas. 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam Bab berikut dipaparkan mengenai latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan dan pertanyaan penelitian, tujuan peneltian dan manfaat penelitian. A. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Mengompol merupakan suatu kondisi yang biasanya terjadi pada anakanak yang berusia di bawah lima tahun. Hal ini dikarenakan anak-anak belum mampu melakukan pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan Belajar Siswa, (Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011), 2

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan Belajar Siswa, (Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011), 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sikap pasif siswa sering ditunjukan dalam sebuah proses belajar, hal ini terlihat dari perilaku siswa dalam sebuah proses belajar yang cenderung hanya berperan

Lebih terperinci

2. Faktor pendidikan dan sekolah

2. Faktor pendidikan dan sekolah BAB IV ANALISIS APLIKASI TERAPI LIFE MAPPING DENGAN PENDEKATAN COGNITIVE BEHAVIOR DALAM MENANGANI SISWI YANG MEMBOLOS DI SMA AL-ISLAM KRIAN SIDOARJO A. Faktor yang menyebabkan siswi sering membolos di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai

Lebih terperinci

TERAPI RASIONAL EMOTIF Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog*

TERAPI RASIONAL EMOTIF Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog* TERAPI RASIONAL EMOTIF Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog* Ide Dasar Terapi Rasional Emotif merupakan salah satu dari sekian banyak pendekatan yang dapat digunakan dalam psikoterapi. Terapi Rasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari keseluruhan laporan penelitian yang menguraikan pokok bahasan tentang latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian, pertanyaan penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

The problem is not the problem. The problem is your attitude about the problem. Do you understand?

The problem is not the problem. The problem is your attitude about the problem. Do you understand? The problem is not the problem. The problem is your attitude about the problem. Do you understand? Rational Emotive Behavior Therapy Nanang Erma Gunawan nanang_eg@uny.ac.id Albert Ellis Lahir di Pittsburgh

Lebih terperinci

Sigit Sanyata

Sigit Sanyata Sigit Sanyata sanyatasigit@uny.ac.id Pelatihan REBT-MGBK SMK Kabupaten Sleman Rabu, 8 Januari 2014 Sejarah Albert Ellis pendiri dan pengembang REBT Lahir di Pittsburgh tahun 1913 Meninggal tahun 2007 pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB II TEKNIK KONSELING DALAM TEORI GESTALT

BAB II TEKNIK KONSELING DALAM TEORI GESTALT BAB I PENDAHULUAN Konseling atau Terapi Gestalt dikembangkan dari sumber dan pengaruh tiga disiplin ilmu yang sangat berbeda, yaitu Psikoanalisis yang dikembangkan oleh Wilhelm Reih, Fenomenologi Eksistensialisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV BKI DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF ANAK YANG TIDAK MENERIMA AYAH TIRINYA

BAB IV BKI DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF ANAK YANG TIDAK MENERIMA AYAH TIRINYA 79 BAB IV BKI DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF ANAK YANG TIDAK MENERIMA AYAH TIRINYA A. Analisis Proses Konseling dalam Menangani Depresi Seorang Anak yang Tidak Menerima Ayah Tirinya Dalam proses pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya manusia merupakan mahkluk sosial, sehingga tidak mungkin manusia mampu menjalani kehidupan sendiri tanpa melakukan

Lebih terperinci

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh setiap individu sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Menurut Erik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan asumsi penelitian, hipotesis, metode penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan berkembang pertama kalinya. Menurut Reiss (dalam Lestari, 2012;4), keluarga adalah suatu kelompok

Lebih terperinci

1988), 2 W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (Jakarta: PT. Gramedia, 2007), hlm.364.

1988), 2 W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (Jakarta: PT. Gramedia, 2007), hlm.364. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terapi rational emotive behavior adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi,baik untuk berfikir rational dan jujur maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan berkaitan erat dengan hakekat makna dan fungsi pendidikan dalam keseluruhan aspek kehidupan. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perasaan kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perasaan kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Pada masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perasaan kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Pada masa remaja banyak terjadi perubahan, terutama dalam rentang usia 13 tahun remaja mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan proses belajar mengajar, diantaranya siswa, tujuan, dan. antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya.

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan proses belajar mengajar, diantaranya siswa, tujuan, dan. antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena kesulitan belajar yang dialami peserta didik di sekolah akan

BAB I PENDAHULUAN. karena kesulitan belajar yang dialami peserta didik di sekolah akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesulitan belajar yang sering dialami oleh para peserta didik di sekolah,merupakan masalah penting yang perlu mendapat perhatian yang serius dikalangan

Lebih terperinci

Rational-Emotive Therapy. Albert Ellis. ALBERT ELLIS (lahir 1913) lahir di Pittsburgh tetapi melarikan diri ke

Rational-Emotive Therapy. Albert Ellis. ALBERT ELLIS (lahir 1913) lahir di Pittsburgh tetapi melarikan diri ke Rational-Emotive Therapy Albert Ellis 1. Latar Belakang Sejarah ALBERT ELLIS (lahir 1913) lahir di Pittsburgh tetapi melarikan diri ke belantara New York pada usia 4 tahun dan selanjutnya tinggal di sana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah saat ini menuntut siswa untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah satu karakter

Lebih terperinci

A. Konsep Dasar Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku

A. Konsep Dasar Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku A. Konsep Dasar Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten.

Lebih terperinci

Reality Therapy. William Glasser

Reality Therapy. William Glasser Reality Therapy William Glasser 1. Latar Belakang Sejarah William Glasser lahir tahun 1925, mendapatkan pendidikan di Cleveland dan menyelesaikan sekolah dokter di Case Western Reserve University pada

Lebih terperinci

A. Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan. Terapi Rasional Emotif dalam Menangani Trauma Seorang Remaja

A. Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan. Terapi Rasional Emotif dalam Menangani Trauma Seorang Remaja BAB IV ANALISIS (BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF DALAM MENANGANI TRAUMA SEORANG REMAJA KORBAN PENCULIKAN DI KELURAHAN KEBRAON KARANG PILANG SURABAYA Pada bab ke empat ini peneliti

Lebih terperinci

Assalamualaikum wr.wb

Assalamualaikum wr.wb Assalamualaikum wr.wb FENOMENA PIERCING DI KALANGAN SISWA SMA Ana Murtaqiyah 054849 Arini Herdiana 054749 Dina Noor A 054516 Hesti Mardiah 054479 Indriani Sugiarto 055220 Putri Qurrota A 054385 Fenomena

Lebih terperinci

Psikologi Konseling MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10

Psikologi Konseling MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10 MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Problem Solving Counseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 10 MK 61033 Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog Abstract Modul

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 16 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Teknik Cognitive Restructuring 1. Pengertian Teknik Cognitive Restructuring Beck mengatakan bahwa terapi kognitif meliputi usaha memberikan bantuan kepada konseli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari segi fisik maupun psikologis. Manusia mengalami perkembangan sejak bayi, masa kanak- kanak,

Lebih terperinci

Oleh Nandang Rusmana, M.Pd

Oleh Nandang Rusmana, M.Pd APLIKASI COGNITIVE-BEHAVIOR THERAPY DALAM KONSELING TRAUMATIK Oleh Nandang Rusmana, M.Pd Ciri-ciri Individu yang Mengalami Trauma (1) Fisik : Sesak napas, gangguan pencernaan, mudah sakit, dan mudah lelah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak diantara anak didik kita yang menghadapi masalah dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak diantara anak didik kita yang menghadapi masalah dan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak diantara anak didik kita yang menghadapi masalah dan dapat memecahkannya. Ada pula yang dapat menghadapi masalah dan tidak dapat memecahkannya sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada masa ini anak belum memiliki kemampuan berpikir yang baik. Hal ini membuat mereka

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bimbingan konseling adalah suatu hal yang sangat erat hubungannya dengan pendidikan. Pendidikan yang merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka merubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya dilihat dari sejauh mana proses pengajarannya saja, tetapi ada tiga bidang. yang harus diperhatikan, diantaranya 1

BAB I PENDAHULUAN. hanya dilihat dari sejauh mana proses pengajarannya saja, tetapi ada tiga bidang. yang harus diperhatikan, diantaranya 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah aset yang penting didalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena bagaimanapun tidak ada bangsa yang maju tanpa diiringi pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING

BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING Setelah menyajikan data hasil lapangan maka peneliti melakukan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi.

BAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Diciptakan dengan istimewa serta sempurna. Dengan memiliki akal pikiran dan hati yang dapat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. dan dokumentasi maka konselor/peneliti melakukan analisis data. Analisis data

BAB IV ANALISIS DATA. dan dokumentasi maka konselor/peneliti melakukan analisis data. Analisis data 94 BAB IV ANALISIS DATA Setelah menyajikan data hasil lapangan dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi maka konselor/peneliti melakukan analisis data. Analisis data ini dilakukan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari pelaporan penelitian yang membahas tentang latar belakang penelitian yang dilakukan, adapun yang menjadi fokus garapan dalam penelitian ini adalah masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja seringkali diartikan sebagai masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang dimasuki pada usia kira-kira 10 hingga 12 tahun

Lebih terperinci

MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN. Oleh M. Andi Setiawan, M.

MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN. Oleh M. Andi Setiawan, M. MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN Oleh M. Andi Setiawan, M.Pd ABSTRAK Penelitian ini berdasarkan atas fenomena yang terjadi di lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang ada dikalangan remaja yang berada pada lingkungan sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang ada dikalangan remaja yang berada pada lingkungan sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang ada dikalangan remaja yang berada pada lingkungan sekolah khususnya SMA sangatlah kompleks. Hal ini disebabkan karena kondisi remaja itu sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan. Dalam hal ini yang diproritaskan adalah pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan. Dalam hal ini yang diproritaskan adalah pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah menggalangkan berbagai usaha membangun manusia Indonesia seutuhnya dan hal ini ditempuh dengan secara bertahap dengan berbagai macam kegiatan. Dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dihadapkan pada karakterisktik siswa yang beraneka ragam dalam kegiatan pembelajaran. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajar secara lancar dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama suatu bangsa sebagai proses membantu manusia menghadapi perkembangan, perubahan, dan permasalahan yang

Lebih terperinci

PANDUAN REFLEKSI/PENGAMATAN PRAKTIK PENDEKATAN KONSELING BEHAVIORAL FASE PROSES KONSELING

PANDUAN REFLEKSI/PENGAMATAN PRAKTIK PENDEKATAN KONSELING BEHAVIORAL FASE PROSES KONSELING PANDUAN REFLEKSI/PENGAMATAN PRAKTIK PENDEKATAN KONSELING BEHAVIORAL FASE-FASE PROSES KONSELING Konselor Klien Pengamat Petunjuk : Berilah tanda silang pada jenjang skala yang disediakan sesuai dengan keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN HUBUNGAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 1 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN HUBUNGAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 1 BANDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, manusia lahir dalam keadaan lemah tidak berdaya, mereka memiliki rasa ketergantungan pada orang lain terutama pada orang tua serta orangorang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Percaya Diri Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang berfungsi pentingnya kehidupan manusia, karena dengan kepercayaan diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS 5 2.1 Pengertian Perilaku BAB II KAJIAN TEORITIS Perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus dari luar oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya interaksi antara individu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENGATASI KESENJANGAN KOMUNIKASI SEORANG ADIK TERHADAP

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENGATASI KESENJANGAN KOMUNIKASI SEORANG ADIK TERHADAP BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENGATASI KESENJANGAN KOMUNIKASI SEORANG ADIK TERHADAP KAKAKNYA DI DESA KEMAMANG BALEN BOJONEGORO Setelah menyajikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian individu

BAB II LANDASAN TEORI. Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian individu BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penerimaan diri 2.1.1 Definisi Penerimaan Diri Ellis (dalam Richard et al., 201) konsep penerimaan diri disebut Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal yang telah di pelajari dapat membantunya dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, dan bangsa. Kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy adalah keyakinan diri individu tentang kemampuannya dan juga hasil yang akan individu peroleh dari kerja kerasnya yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. yang diperoleh dari penyajian data adalah sebagai berikut:

BAB IV ANALISIS DATA. yang diperoleh dari penyajian data adalah sebagai berikut: BAB IV ANALISIS DATA Setelah menyajikan data hasil lapangan maka peneliti melakukan analisis data, analisis data ini dilakukan peneliti untuk memperoleh suatu hasil penemuan dari lapangan berdasarkan fokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat menimbulkan masalah. Sebab dari kebiasaan membolos seorang siswa dapat memperoleh pengaruh yang kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS A. Sejarah dan Pengertian Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) Albert Ellis lahir pada 1913 di Pittsburgh, Pennsylvania, dan dibesarkan di New York. Ia memiliki adik laki-laki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah sikap dan tata laku seseorang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Tentang Terapi Rasional Emotif Behavior. 1. Pengertian Terapi Rasional Emotif Behavior

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Tentang Terapi Rasional Emotif Behavior. 1. Pengertian Terapi Rasional Emotif Behavior 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Terapi Rasional Emotif Behavior Di bawah ini akan dijelaskan tentang Terapi Rasional Emotif Behavior yang menekankan peran pemikiran dan sistem kepercayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan bagi individu yang belajar atau mengikuti pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna

BAB I PENDAHULUAN. kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang dan Masalah Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang

Lebih terperinci

KEMAMPUAN KONSELOR DALAM MENGELOLA KONSELING BEHAVIORAL MELALUI ALAT PENILAIAN

KEMAMPUAN KONSELOR DALAM MENGELOLA KONSELING BEHAVIORAL MELALUI ALAT PENILAIAN KEMAMPUAN KONSELOR DALAM MENGELOLA KONSELING BEHAVIORAL MELALUI ALAT PENILAIAN Oleh : Dra. Nelly Nurmelly, MM (Widyaiswara Muda Balai Diklat Keagamaan Palembang) ABSTRACT : Bimbingan dan Konseling merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tak akan terlepas dari kodratnya, yaitu manusia sebagai makhluk sosial, yang mana ia harus hidup berdampingan dengan manusia lainnya dan sepanjang hidupnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan. untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam

BAB I PENDAHULUAN. adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan. untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia telah menerima Pancasila sebagai ideologinya. Ideologi yang bersumberkan pandangan hidup merupakan kristalisasi nilai-nilai yang diterima

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari, sering

I. PENDAHULUAN. dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari, sering I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peserta didik pada usia remaja di sekolah sebagai individu yang sedang berkembang mencapai taraf perkembangan pribadi secara optimal dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Kedua aspek ini terbagi lagi atas sejumlah sub aspek dengan ciri- ciri

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Kedua aspek ini terbagi lagi atas sejumlah sub aspek dengan ciri- ciri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara garis besar manusia terdiri atas dua aspek, yaitu jasmani dan rohani. Kedua aspek ini terbagi lagi atas sejumlah sub aspek dengan ciri- ciri tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

PENTINGNYA KONSELING RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) UNTUK MENGENTASKAN KECEMASAN SISWA MENGHADAPI UJIAN

PENTINGNYA KONSELING RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) UNTUK MENGENTASKAN KECEMASAN SISWA MENGHADAPI UJIAN PENTINGNYA KONSELING RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) UNTUK MENGENTASKAN KECEMASAN SISWA MENGHADAPI UJIAN Suhendri, S.Pd., M.Pd., Kons. Hendri_kdi@yahoo.co.id Universitas PGRI Semarang ABSTRAK

Lebih terperinci

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (Social Learning Teory) salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen

Lebih terperinci

Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS 22/04/09

Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS 22/04/09 Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS 22/04/09 landasan filosofis landasan psikologis landasan sosial-budaya landasan ilmu pengetahuan dan teknologi Landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi.

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era kompetitif ini, Indonesia adalah salah satu negara yang sedang mengalami perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penerimaan Diri pada Narapidana Remaja Rutan Negara Kelas II B Salatiga,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penerimaan Diri pada Narapidana Remaja Rutan Negara Kelas II B Salatiga, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan dianalisis mengenai Penerimaan Diri pada Narapidana Remaja Rutan Negara Kelas II B Salatiga, maka dapat dirumuskan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kemandirian Belajar 1. Pengertian Kemandirian Belajar Hiemstra yang dikutip Darmayanti (2004) menyatakan tentang kemandirian belajar sebagai bentuk belajar yang memiliki tanggung

Lebih terperinci

BAB IV PENERAPAN LATIHAN ASERTIF DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA YANG MEMILIKI ORANG TUA TUNGGAL (SINGLE PARENT)

BAB IV PENERAPAN LATIHAN ASERTIF DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA YANG MEMILIKI ORANG TUA TUNGGAL (SINGLE PARENT) BAB IV PENERAPAN LATIHAN ASERTIF DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA YANG MEMILIKI ORANG TUA TUNGGAL (SINGLE PARENT) A. Teknik Latihan Asertif Latihan asertif atau sering dikenal dengan latihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak menimbulkan perubahan dan perkembangan, sekaligus menjadi tantangan. Tantangan akibat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

Lebih terperinci