Upaya Mengurangi Kecemasan Menghadapi Ujian Melalui Konseling Rasional Emotif Teknik Relaksasi Pada Siswa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Upaya Mengurangi Kecemasan Menghadapi Ujian Melalui Konseling Rasional Emotif Teknik Relaksasi Pada Siswa"

Transkripsi

1 Upaya Mengurangi Kecemasan Menghadapi Ujian Melalui Konseling Rasional Emotif Teknik Relaksasi Pada Siswa Nasiatul Aisiyah ( ) Mahasiswa Pendidikan Bimbingan dan Konseliing IKIP Veteran Semarang ABSTRAK Kecemasan merupakan suatu keadaan emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan perasaan tegang secara subjektif, keprihatinan dan kekhawatiran disertai dengan getaran susunan syaraf otonom dengan derajat yang berbeda-beda. Sumber kecemasan yang paling menonjol dan yang paling sering dialami siswa di sekolah selain kaitannya dengan guru yakni kekhawatiran mengalami kegagalan dalam ujian atau tes. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektivitas konseling rasional emotif teknik relaksasi dalam mengurangi kecemasan menghadapi ujian siswa MA Taqwal Illah Semarang. Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan bimbingan dan konseling (PTBK). Hasil studi pendahuluan menunjukan bahwa konseling rasional emotif teknik relaksasi yang dilaksanakan di MA Taqwal Illah Semarang belum ideal. Kondisi ini menjadi salah satu penyebab tingginya tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi ujian. Berdasarkan hasil studi pendahuluan, maka perlu dilaksanakan PTBK dengan menerapkan konseling rasional emotif teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan siswa dalam menghadapi ujian. Hasil pelaksanaan tindakan menunjukan kecemasan siswa menghadapi ujian mengalami penurunan. Rata-rata nilai pretest untuk tingkat kecemasan menghadapi ujian adalah 75,25. Nilai tersebut masuk pada kategori tinggi. Rata-rata skor posttest (setelah pelaksanaan tindakan) adalah 43,25.. Data ini menunjukan bahwa konseling rasional emotif teknik relaksasi efektif dalam mengurangi kecemasan menghadapi ujian siswa MA Taqwal Illah Semarang. Kata Kunci : konseling rasional emotif teknik relaksasi, siswa MA, kecemasan menghadapi ujian PENDAHULUAN Kecemasan yang dialami siswa di sekolah bisa berbentuk kecemasan realistik, neurotik atau kecemasan moral. Di sekolah, banyak faktor pemicu timbulnya kecemasan pada diri siswa, yakni: (1) faktor penyebab timbulnya kecemasan yang berasal dari kurikulum; (2) kecemasan pada diri siswa yang bersumber dari faktor guru; (3) kecemasan pada siswa yang bersumber dari faktor manajemen sekolah. Sumber kecemasan yang paling menonjol yang paling banyak dialami siswa di sekolah selain hubungan dengan guru adalah kekhawatiran akan mengalami kegagalan dalam ujian atau tes. Berdasarkan hasil analisis kebutuhan melalui program check list pada awal tahun pelajaran untuk acuhan pembuatan program BK diketahui bahwa di MA Taqwal Illah Semarang yang memiliki jumlah siswa sebanyak 1057 siswa, masalah yang banyak dialami siswa adalah kecemasan. Dan presentase paling tinggi adalah kecemasan dalam menghadapi tes atau ujian, yakni sebanyak 450 siswa (39%). Mengingat kecemasan berdampak negatif terhadap pencapaian prestasi belajar dan kesehatan fisik atau mental siswa, maka perlu ada upaya-upaya tertentu untuk mencegah dan mengurangi kecemasan siswa di sekolah utamanya terkait dengan menghadapi ujian atau tes. Sekolah perlu 84 JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING

2 menyediakan layanan konseling bagi siswa yang mengalami kecemasan mengikuti tes atau ujian di sekolah. Layanan bimbingan dan konseling dapat dijadikan sebagai kekuatan inti di sekolah guna mencegah dan mengatasi kecemasan siswa. Konseling rasional emotif (KRE) merupakan salah satu pendekatan konseling yang menawarkan dimensi kognitif dan menantang klien menguji rasionalitasnya. Menilai dari beberapa uraian tersebut, maka KRE dipilih untuk membantu siswa dalam menurunkan tingkat kecemasan dalam menghadapi ujian atau tes. Konseling dengan pendekatan rasional emotif telah digunakan secara meluas untuk mengatasi atau menghilangkan berbagai gangguan emosional yang dapat merusak diri, seperti benci, takut, cemas, was-was sebagai akibat berpikir yang irasional dan melatih menghadapi kenyataan secara rasional. Terdapat berbagai teknik yang dipergunakan dalam KRE, diantaranya adalah disentisasi sistematis, pengkondisian instrumental, relaksasi dan modeling. Dalam penelitian ini peneliti akan mempergunakan teknik relaksasi. Menurut Pudjosuwarno (2003:90) teknik relaksasi tepat digunakan bila kondisi klien sedang berada dalam tahap pertentangan antara keyakinan yang irasional dan menimbulkan ketegangan. Dalam hal ini ketegangan yang dimaksud adalah ketegangan yang berlebihan yang dapat menimbulkan perilaku tidak tepat karena ketegangan dalam batas wajar adalah suatu gejala psikologis yang menunjukkan adanya keuntungan ke arah kemajuan dibandingkan hanya santai atau rileks saja dalam suatu kehidupan. Selain itu dengan melemasnya otot dalam relaksasi yang dapat mengurangi strukturisasi ketegangan tersebut dan individu dalam keadaan rileks secara otomatis akan mempermudah proses terjadinya pengubahan pola pikir yang tidak logis atau keyakinan yang irasional menjadi pola pikir yang rasional. Relaksasi dapat digunakan sebagai keterampilan copying yang aktif jika digunakan untuk mengajar individu kapan dan bagaimana menerapkan di bawah kondisi yang menimbulkan kecemasan. Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti berasumsi untuk memberikan bantuan konseling pada siswa yang mengalami kecemasan dalam menghadapi ujian atau tes dengan pendekatan rasional emotif yang selanjutnya disebut konseling rasional emotif dan dengan teknik relaksasi pada siswa MA Taqwal illah Semarang. TINJAUAN PUSTAKA Kecemasan dalam Menghadapi Ujian a. Pengertian Kecemasan Lazaru dalam (Dewi, 2008:88) berpendapat bahwa kecemasan merupakan suatu keadaan atau kondisi emosi yang tidak menyenangkan dan merupakan pengalaman yang samar-samar ditandai dengan perasaan yang tidak berdaya dan tidak menentu. Pada umumnya kecemasan bersifat subjektif, yang ditandai dengan adanya perasaan tegang, khawatir, takut dan disertai adanya perubahan fisiologis, seperti banyak keringat, termor, mulut kering, jantung berdebar- 85 JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING

3 debar, perubahan pernafasan dan tekanan darah. Sedangkan May (dalam Boeree, 2008:88) mendefinisikan kecemasan sebagai ketidakjelasan perasaan yang dipancing oleh satu ancaman dimana eksistensi seorang individu merasa sangat terganggu sebagai sebuah diri. Lebih lanjut Hamalik (2004:54) menambahkan bahwa kecemasan merupakan keadaan psikologis dimana individu terus menerus berada dalam perasaan khawatir yang ditimbulkan adanya inner conflict. b. Macam-macam Kecemasan Freud dalam (Boeree, 2008:64) membagi kecemasan dalam tiga tipe, yakni sebagai berikut: 1) Kecemasan realistik, yaitu rasa takut terhadap ancaman atau bahaya-bahaya nyata yang ada di luar dunia atau lingkungannya. 2) Kecemasan neurotic, yakni rasa takut dari dalam individu yang menyebabkan dia berbuat sesuatu yang bisa membuatnya dihukum. 3) Kecemasan moral yaitu rasa takut terhadap suara hati (super ego). c. Gejala Kecemasan Siswa dalam Menghadapi Ujian Elliot (2000:124) menjelaskan bahwa siswa yang mengalami kecemasan mengikuti ujian atau tes dapat diidentifikasikan melalui gejala-gejala sebagai berikut: 1) Siswa memberikan respon yang tidak proporsional, seperti merasa takut menghadapi ujian atau tes, khawatir kepada pengawas ujian, tidak senang kepada teman. 2) Siswa bersikap apatis, pesimis, acuh tak acuh, murung dan merasa putus asa mengerjakan ujian atau tes. 3) Siswa merasa tertekan, tidak berdaya, kehilangan harapan dan tidak mampu rileks menghadapi ujian atau tes. 4) Siswa bertindak berbeda dengan karakter dasarnya pada saat ujian, seperti bertindak kaku padahal dia seorang yang luwes. 5) Siswa merasa bersalah, tidak mampu bekerja dengan baik, merasa dendam dan benci kepada seseorang jika menjawab ujian atau tes. 6) Siswa mengeluh tidak mampu menyelesaikan ujia atau tes dengan baik, menyesali diri, menganggap dirinya tidak berharga jika tidak mampu memenuhi standar hasil ujian atau tes yang diinginkan. Konseling Rasional Emotif dengan Teknik Relaksasi a. Konsep Pokok Konseling Rasional Emotif Konseling rasional emotif merupakan aliran psikoterapi yang berlandaskan bahwa manusia dilahirkan dengan potensi. Baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irrasional dan jahat (Corey, 1990 dalam Nandang Rusmana, 2009:53). Menurut Ellis dalam (Nandang Rusmana, 2009:53) memandang bahwa manusia itu mempunyai sifat rasional dan irrasional. Konseling Rational-Emotif menekankan bahwa perilaku menyalahkan adalah merupakan inti dari sebagian besar gangguan emosional. Oleh karena itu untuk menemukan orang yang neurotik atau psikotik konselor harus menghentikan penyalahan diri dan penyalahan pada orang 86 JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING

4 lain yang ada pada orang tersebut (Corey dalam Nandang Rusmana, 2009:53). Menurut Corey, orang perlu belajar untuk menerima dirinya sendiri dengan semua kekurangannya. Oleh karena itu, untuk menyembuhkannya orang harus didorong untuk memiliki pemikiran-pemikiran yang objektif dan rasional terhadap perasaan-perasaan yang berkembang pada dirinya. Konsep konseling kelompok rasional emotif dikerangkakan dalam model A-B-C, dimana A adalah activating experiences atau pengalaman-pengalaman pemicu, seperti kesulitan-kesulitan keluarga, kendala-kendala pekerjaan, trauma-trauma masa kecil, dan hal-hal lain yang kita anggap sebagai penyebab ketidakbahagiaan. B adalah beliefs, yaitu keyakinan-keyakinan, terutama yang bersifat irasional dan merusak diri sendiri yang merupakan sumber ketidakbahagiaan kita. C adalah consequence, yaitu konsekuensi-konsekuensi berupa gejala neurotik dan emosi-emosi negatif seperti panik, dendam dan amarah karena depresi yang bersumber dari keyakinan-keyakinan kita yang keliru. b. Pengertian dan Peranan Teknik Relaksasi Atkinson et al (2008) mendefinisikan relaksasi adalah suatu prosedur dan teknik yang bertujuan untuk melawan pikiran negatif serta membantu individu bereaksi lebih adaptif terhadap gangguan emosi dengan belajar bagaimana caranya rileks. Sedangkan Cormier dan Cormier dalam (Atkinson et al, 2008) menguatkan pendapat tersebut dengan menambahkan bahwa relaksasi sebagai usaha mengajari seorang untuk rileks, dengan menjadikan itu sadar tentang perasaan-perasaan tegang dan perasaan-perasaan rileks kelompok-kelompok otot utama seperti tangan, muka, leher, dada, bahu, punggung, perut, dan kaki. Dengan cara itu seseorang akan mengalami dan menyadari tentang perasaan-perasaan tersebut untuk beberapa saat lamanya. Dengan adanya perubahan perasaan tegang ke perasaan rileks tersebut, dapat mempengaruhi tekanan darah seseorang, kecepatan denyut jantung, kecepatan pernapasan dan juga dapat mempengaruhi proses-proses di dalam tubuh serta cara-cara seseorang berbuat atau merespon secara lahiriah. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, teknik relaksasi sebagai salah satu sub bab teknik counter conditioning dalam konseling dengan pendekatan rasional emotif dipilih dalam penelitian ini sebagai usaha untuk mengurangi kecemasan siswa dalam menghadapi ujian. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah terkait akar-akar keyakinan irasional dan ilogis yang menimbulkan kecemasan dan ketegangan dalam diri klien sehingga pada akhirnya klien atau siswa dapat dilatih untuk berpikir rasional dan logis melalui latihan relaksasi. Peranan konselor yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagi penasihat dan pelatih, sedangkan klien atau siswa berpartisipasi aktif dalam latihan relaksasi. c. Langkah-langkah Pelaksanaan Konseling Rasional Emotif Suherman (2008:325) mengemukakan 4 langkah dalam proses konseling rasional emotif teknik relaksasi, yaitu sebagai berikut: 87 JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING

5 1) Langkah I: menunjukkan kepada konseli bahwa mereka tidak logis, membantu individu memahami bagaimana dan mengapa mereka menjadi demikian, dan mendemonstrasikan hubungan irrasional mereka yang menjadi sumber ketidakbahagiaan dan gangguan emosional. 2) Langkah II: konseling rasional emotif teknik relaksasi berjalan dengan menunjukkan konseli bahwa mereka memelihara gangguan dengan terus berpikir tidak logis. 3) Langkah III: mengubah cara berpikir individu dan meninggalkan ide-ide irasionalnya. 4) Langkah IV: menggunakan ide-ide tidak logis yang lebih khusus dan mempertimbangkan ideide irrasional yang lebih umum bersama-sama dengan filosofi yang lebih rasional, sehingga konseli dapat terhindar dari kepercayaan-kepercayaan dan ide-ide irrasionalnya. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan bimbingan dan konseling (PTBK). Pada dasarnya pemahaman terhadap PTBK dapat diperoleh lewat telaah definisi PTK yang dikemukakan oleh para ahli (Sukiman, 2011:138). Asumsi Sukiman tersebut menandakan jika konsep dasar pelaksanaan PTBK adalah sama dengan PTK, yakni melewati empat tahapan berupa perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi, dimana keempat tahapan tersebut dinamakan siklus. Subjek Penelitian Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa yang mempunyai masalah kecemasan dalam menghadapi ujian. Peneliti mengambil 8 siswa sebagai subjek penelitian. Pengambilan subjek penelitian berdasarkan kriteria siswa yang memiliki masalah kecemasan dalam menghadapi ujian. Metode dan Alat Pengumpulan Data Instrumen Tujuan Analisis Pedoman Mengetahui pelaksanaan tindakan (konseling Deskriptif observasi rasional emotif teknik relaksasi). kualitatif Skala kecemasan menghadapi ujian Untuk mengetahui tingkat kecemasan menghadapi ujian siswa, sebelum dan sesudah diberi tindakan. Deskriptif kuantitatif Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian merupakan tahapan yang sangat penting karena data yang diperoleh akan dijabarkan sampai akhirnya dapat untuk disimpulkan. Teknik analisis data yang digunakan peneliti ada dua jenis, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Analisis data kuantitatif digunakan untuk mengetahui seberapa besar penurunan kecemasan menghadapi ujian pada siswa. Data kualitatif digunakan untuk mengetahui proses pelaksanaan tindakan. 88 JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING

6 HASIL PENELITIAN 1. Tingkat Kecemasan Menghadapi Ujian Sebelum Pelaksanaan Tindakan No. Subjek Skor Kategori 1 UA 80 Tinggi 2 EM 78 Tinggi 3 RB 76 Tinggi 4 MF 81 Tinggi 5 AS 68 Sedang 6 AW 74 Tinggi 7 KL 70 Sedang 8 WH 75 Tinggi Rata-rata 75,25 Tinggi Dari tabel di atas terlihat jika siswa yang terpilih menjadi subjek penelitian rata-rata nilai pretest untuk tingkat kecemasan menghadapi ujian adalah 75,25. Nilai tersebut masuk pada kategori tinggi. Ini artinya tingkat kecemasan subjek penelitian dalam menghadapi ujian adalah tinggi. Hasil pretest ini selaras dengan kriteria yang digunakan oleh peneliti, guru BK, dan guru mapel dalam memilih subjek penelitian. 2. Pelaksanaan Tindakan: KRE Teknik Relaksasi Tidakan dilaksanakan dalam setting kelompok dengan mengacu pada konsep dari Sukiman (2011:149) dan ditambah teori tentang langkah pelaksanaan konseling rasional emotif dari Uman Suherman ((2008:325) maka dalam proses pelaksanaan penelitian, peneliti melaksanakan 4 tahapan layanan kelompok. Peneliti membagi tindakan dalam 2 siklus. Siklus yang pertama, peneliti membuat 2 kali pertemuan. Materi yang disampaikan merupakan dasar dari konseling RET, yakni: (1) pembinaan hubungan; dan (2) pemahaman akan ABC-DE. Hal ini perlu ditekankan agar anggota kelompok memahami dengan baik tentang hakikat, manfaat, dan tujuan dari konseling rasional emotif teknik relaksasi. Selanjutnya peneliti melaksanakan siklus 2 yang merupakan kelanjutan dari siklus 1. Artinya bahwa di siklus 2 peneliti tidak melaksanakan kegiatan yang sudah dilaksanakan di siklus 1, akan tetapi peneliti akan mempraktikan teknik relaksasi dalam RET untuk mengatasi kecemasan menghadapi ujian. Di siklus yang ke-2 peneliti akan melaksanakan pertemuan sebanyak 3 kali agar hasil yang dicapai bisa optimal. 89 JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING

7 3. Hasil Siklus 1 a. Hasil Observasi b. Refleksi Tahapan Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pembentukan 1) Pemimpin kelompok sudah bisa menerima anggota kelompok dengan terbuka dan baik. 2) Pemimpin kelompok terlalu terburu-buru dalam menjelaskan tujuan kegaiatan. 3) Anggota kelompok masih canggung/ragu karena belum mengenal pemimpin kelompok sebelumnya. Peralihan Kegiatan Pengakhiran 1) Anggota kelompok masih tampak ragu untuk melanjutkan ke kegiatan selanjutnya. 2) Pemimpin kelompok menunjukan empati dengan baik. Anggota kelompok masih ragu dan canggung dalam menyampaikan pendapatnya. Mereka merasa kurang yakin dengan apa yang disampaikan. Anggota kelompok sudah mulai aktif dalam kegiatan. Mereka sudah mau tersenyum, bergurau. Hal itu menandakan jika interaksi sosial di dalam kelompok semakin baik. 1) Situasi lebih kondusif, tidak kaku lagi. Anggota kelompok sudah mau bersikap terbuka terhadap pemimpin kelompok. 2) Keakraban antar anggota kelompok juga meningkat. 3) Pemimpin kelompok bisa lebih santai dalam memberi penjelasan tentang tujuan kegiatan. 1) Anggota kelompok sudah merasa yakin untuk mengikuti kegiatan lanjutan. Mereka tampak lebih bersemangat. 2) Pemimpin kelompok tetap bersikap terbuka dan empati terhadap anggota kelompok. Anggota kelompok lebih yakin dalam berpendapat. Cara mereka berkomunikasi juga semakin lancar, walaupun apa yang disampaikan terkadang kurang sesuai dengan topik bahasan. Ada rasa keengganan untuk mengakhiri kegiatan karena topik yang dibahas masih belum sepenuhnya tuntas. Ada beberapa hal yang masih ingin disampaikan oleh anggota kelompok. 1) Proses pelaksanaan tindakan pada dasarnya sudah berjalan sesuai dengan perencanaan. Akan tetapi di pertemuan yang pertama peran serta dari anggota kelompok kurang optimal. Penyebabnya karena pemimpin kelompok terlalu tergesa-gesa dalam menjelaskan maksud dan tujuan diadakannya kegiatan. Selain itu, waktu yang terlalu siang dan tidak disediakannya konsumsi bagi anggota kelompok juga membuat mereka merasa jenuh sehingga mengurangi semangat untuk mengikuti kegiatan layanan. 90 JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING

8 2) Pemberian permainan di tahap pembentukan bisa menumbuhkan keakraban antara pemimpin dan anggota kelompok. 3) Sikap empati, terbuka, dan penuh perhatian yang diberikan oleh pemimpin kelompok 4. Hasil Siklus 2 mampu membuat anggota kelompok merasa nyaman dan senang dalam mengikuti kegiatan layanan sehingga pada pertemuan yang ke-2 mereka lebih menunjukan peran aktifnya. a. Hasil Observasi Tahapan Pertemuan 3 Pertemuan 4 Pertemuan 5 Pembentukan Situasi lebih kondusif, tidak kaku lagi. Anggota kelompok sudah mau bersikap terbuka terhadap pemimpin kelompok. Pemimpin dan anggota kelompok bisa berinteraksi dengan baik. Interaksi antara pemimpin dan anggota kelompok semakin baik. Peralihan Kegiatan Pengakhiran Anggota kelompok sudah merasa yakin untuk mengikuti kegiatan lanjutan. Mereka tampak lebih bersemangat. Anggota kelompok lebih yakin dalam berpendapat. Cara mereka berkomunikasi juga semakin lancar, walaupun apa yang disampaikan terkadang kurang sesuai dengan topik bahasan. Ada rasa keengganan untuk mengakhiri kegiatan karena topik yang dibahas masih belum sepenuhnya tuntas. Ada beberapa hal yang masih ingin 91 JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING Anggota kelompok sudah merasa yakin untuk mengikuti kegiatan lanjutan. Mereka tampak lebih bersemangat. Anggota kelompok lebih yakin dalam berpendapat. Cara mereka berkomunikasi juga semakin lancar, walaupun apa yang disampaikan terkadang kurang sesuai dengan topik bahasan. Mereka bisa melaksanakan relaksasi dengan baik. Ada rasa keengganan untuk mengakhiri kegiatan karena topik yang dibahas masih belum sepenuhnya tuntas. Ada beberapa hal yang masih ingin disampaikan oleh Anggota kelompok sudah merasa yakin untuk mengikuti kegiatan lanjutan. Mereka tampak lebih bersemangat. Anggota kelompok lebih yakin dalam berpendapat. Cara mereka berkomunikasi juga semakin lancar, walaupun apa yang disampaikan terkadang kurang sesuai dengan topik bahasan. Mereka bisa melaksanakan relaksasi dengan baik. Ada rasa keengganan untuk mengakhiri kegiatan karena topik yang dibahas masih belum sepenuhnya tuntas. Ada beberapa hal yang masih ingin

9 disampaikan oleh anggota kelompok. anggota kelompok. disampaikan oleh anggota kelompok. b. Hasil Skala Kecemasan Menghadapi Ujian Setelah Pelaksanaan Siklus 2 No. Subjek Skor Kategori 1 UA 40 Kurang 2 EM 38 Rendah 3 RB 52 Kurang 4 MF 54 Kurang 5 AS 50 Kurang 6 AW 42 Kurang 7 KL 36 Rendah 8 WH 34 Rendah Rata-rata 43,25 Kurang Berdasarkan tabel di atas, siswa yang menjadi anggota kelompok ada 5 yang kecemasan menghadapi ujiannya berada pada kategori kurang, da nada 3 anggota kelompok yang tingkat kecemasan menghadapi ujiannya rendah. Secara rata-rata skor posttest adalah 43,25. Ini berarti kondisi rata-rata kecemasan menghadapi ujian pada anggota kelompok setelah pelaksanaan konseling rasional emotif mengalami penurunan dari 75,25 menjadi 43,25. Penurunan yang terjadi sebesar 32. Hasil tersebut menunjukan bahwa layanan konseling rasional emotif teknik relaksasi efektif untuk menurunkan kecemasan menghadapi ujian pada siswa di MA Taqwal Illah Semarang. c. Refleksi 1) Proses pelaksanaan tindakan sudah berjalan sesuai dengan perencanaan. Pemimpin dan anggota kelompok melaksanakan peran dan fungsinya secara optimal sehingga dinamika dalam kelompok bisa tercipta dengan baik. 2) Pemberian permainan di tahap pembentukan bisa menumbuhkan keakraban antara pemimpin dan anggota kelompok. 3) Sikap empati, terbuka, dan penuh perhatian yang diberikan oleh pemimpin kelompok mampu membuat anggota kelompok merasa nyaman dan senang dalam mengikuti kegiatan layanan. 4) Layanan konseling rasional emotif teknik relaksasi mampu megurangi tingkat kecemasan siswa yang menjadi anggota kelompok. hal ini dibuktikan dengam perolehan skor posttest yang lebih rendah dari skor pretest untuk skala kecemasan menghadapi ujian. 92 JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING

10 KESIMPULAN a. Rata-rata tingkat kecemasan menghadapi ujian siswa di MA Taqwal Illah Semarang sebelum diberi layanan konseling rasional emotif adalah 75,25. Skor rata-rata tersebut termasuk kategori tinggi. Ini artinya sebelum diberi layanan konseling rasional emotif rata-rata tingkat kecemasan menghadapi ujian siswa adalah tinggi. b. Layanan konseling rasional emotif teknik relaksasi dilaksanakan dalam 2 siklus. Pada siklus pertama ada 2 pertemuan, dan siklus 2 ada 3 kali pertemuan. Prosedur yang dikembangkan dalam tindakan melewati 4 tahapan layanan kelompok yang sudah baku, yakni tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap kegiatan, dan tahap pengakhiran. c. Rata-rata tingkat kecemasan menghadapi ujian setelah diberi layanan konseling rasional emotif teknik relaksasi adalah 43,25. Skor rata-rata tersebut termasuk kategori kurang. Ini artinya setelah diberi layanan konseling rasional emotif teknik relaksasi rata-rata tingkat kecemasan menghadapi ujian siswa adalah kurang. DAFTAR PUSTAKA Boeree Personality Theories. Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia. Diterjemahkan oleh Inyiak Ridwan Muzir. Yogyakarta: Prisma Sophie. I. Dewi Anxiety Order: Dapat Dialam Pula oleh Anak dan Remaja. 20 Desember 2012 [ Nandang Rusmana Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah. Bandung: Rizqi Press. Rita Atkinson et al Pengantar Psikologi. (11 th ed). Diterjemahkan oleh Dr. Wijayakusuma. Batam: Interaksara. S. N Elliott et al Educational Psychology: Effective Teaching, Effective Learning (3 rd ed). Boston: The McGraw-Hill Book Company. S. Pudjosuwarno Berbagai Pendekatan dalam Konseling. Jakarta: Menara Mas Offset. Uman Suherman Konseling Karir Sepanjang Rentang Kehidupan. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI. 93 JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran)

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran) A. Identitas Nama Umur Jenis kelamin Agama Pekerjaan Asal Sekolah Kelas : Nissa (Nama Samaran) : 18 tahun : Perempuan : Islam : Siswa : SMA Negeri 1 Sanden : XII Semester : 1 Alamat B. Deskripsi Kasus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS 12 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Suatu keadaan yang mengancam keberadaan kehidupan seseorang, akan menimbulkan suatu perasaan yang tidak menyenangkan pada diri orang tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan proses belajar mengajar, diantaranya siswa, tujuan, dan. antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya.

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan proses belajar mengajar, diantaranya siswa, tujuan, dan. antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun teori-teori yang dijelaskan adalah teori mengenai

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun teori-teori yang dijelaskan adalah teori mengenai 13 II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini, peneliti akan menjelaskan teori yang digunakan dalam penelitian. Adapun teori-teori yang dijelaskan adalah teori mengenai kecemasan yang meliputi: kecemasan tes,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. prosedur penelitian, dan (6) teknik analisis data.

BAB III METODE PENELITIAN. prosedur penelitian, dan (6) teknik analisis data. 32 BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini diuraikan secara berurutan: (1) pendekatan penelitian, (2) sasaran perbaikan, (3) setting dan subyek penelitian, (4) rancangan penelitian, (5) prosedur penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mana anggapan salah mengenai khalayak menjadi hantu yang menakutkan

BAB I PENDAHULUAN. yang mana anggapan salah mengenai khalayak menjadi hantu yang menakutkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Sejak manusia dilahirkan, manusia membutuhkan pergaulan dengan manusia lainnya. Hal ini berarti bahwa manusia tidak

Lebih terperinci

STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR UNTUK MENGURANGI KECEMASAN SISWA DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR UNTUK MENGURANGI KECEMASAN SISWA DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR UNTUK MENGURANGI KECEMASAN SISWA DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT Yuni Nur Faridah 1 dan Retno Tri Hariastuti 2 Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan penggunaan strategi

Lebih terperinci

Pedologi. Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Pedologi. Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Pedologi Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengertian Kecemasan : Kecemasan (anxiety) dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu, dan dengan tingkat yang berbeda-beda. Kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu

I. PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu dengan tingkat yang berbeda - beda. Kecemasan merupakan salah satu

Lebih terperinci

A. Konsep Dasar. B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah

A. Konsep Dasar. B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah A. Konsep Dasar Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang spesifik dari takut yang muncul di situasi tertentu, tidak bisa dijelaskan

TINJAUAN PUSTAKA. yang spesifik dari takut yang muncul di situasi tertentu, tidak bisa dijelaskan TINJAUAN PUSTAKA A. Fobia 1. Definisi Fobia Marks (dalam Morris dkk, 1987) mengatakan bahwa fobia merupakan bentuk yang spesifik dari takut yang muncul di situasi tertentu, tidak bisa dijelaskan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990)

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Skripsi bertujuan agar mahasiswa mampu menyusun dan menulis suatu karya ilmiah, sesuai dengan bidang ilmunya. Mahasiswa yang mampu menulis skripsi dianggap

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DALAM BELAJAR DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA. Supri Yanti 1), Erlamsyah 2), Zikra 3)

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DALAM BELAJAR DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA. Supri Yanti 1), Erlamsyah 2), Zikra 3) Volume 2 Nomor 1 Januari 2013 KONSELOR Jurnal Ilmiah Konseling http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor halaman 1-6 Info Artikel Diberikan 15/02/2013 Direvisi 21/02/2013 Dipublikasikan 01/03/2013 HUBUNGAN

Lebih terperinci

TERAPI RASIONAL EMOTIF Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog*

TERAPI RASIONAL EMOTIF Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog* TERAPI RASIONAL EMOTIF Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog* Ide Dasar Terapi Rasional Emotif merupakan salah satu dari sekian banyak pendekatan yang dapat digunakan dalam psikoterapi. Terapi Rasional

Lebih terperinci

TUGAS INSTRUMEN EVALUASI PROSES KONSELING MODEL STAKE

TUGAS INSTRUMEN EVALUASI PROSES KONSELING MODEL STAKE TUGAS INSTRUMEN EVALUASI PROSES KONSELING MODEL STAKE Mata Kuliah Pengembangan Instrumen dan MediaBimbingan dan Konseling Dosen Pengampu Prof.Edi Purwanta, M.Pd & Dr.Ali Muhtadi Oleh: Liza Lestari (16713251041)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya merupakan makhluk hidup yang harus terus berjuang agar dapat mempertahankan hidupnya. Manusia dituntut untuk dapat mengembangkan dirinya

Lebih terperinci

PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL. Skripsi

PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL. Skripsi PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh : Amila Millatina

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem

Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem Modul ke: Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem Fakultas Psikologi Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konseling Berbasis Problem Konseling berbasis problem:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan nasional tidak terlepas dari proses pembelajaran di

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan nasional tidak terlepas dari proses pembelajaran di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberhasilan pendidikan nasional tidak terlepas dari proses pembelajaran di sekolah. Sekolah merupakan salah satu unsur yang dominan dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 KecemasanPada Mahasiswa Dalam Menyusun Proposal Skripsi 2.1.1 Pengertian kecemasanmahasiswa dalam menyusun proposal Skripsi Skripsi adalah tugas di akhir perkuliahan yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk hidup sosial, dalam kesehariannya senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk hidup sosial, dalam kesehariannya senantiasa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk hidup sosial, dalam kesehariannya senantiasa berhubungan dengan individu lainnya atau dapat dikatakan dengan melakukan komunikasi. Komunikasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan

Lebih terperinci

UPAYA MENGURANGI KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM MENGGUNAKAN TEKNIK RELAKSASI ABSTRACT

UPAYA MENGURANGI KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM MENGGUNAKAN TEKNIK RELAKSASI ABSTRACT 1 UPAYA MENGURANGI KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM MENGGUNAKAN TEKNIK RELAKSASI Agustina Ari Setianingrum 1 (agustina_ari25@yahoo.com) Yusmansyah 2 dan Shinta Mayasari 3 ABSTRACT The purpose of this

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA DAN OBSERVASI

PEDOMAN WAWANCARA DAN OBSERVASI PEDOMAN WAWANCARA DAN OBSERVASI Pedoman Wawancara 1. Latar belakang berkaitan dengan timbulnya kecemasan - Kapan anda mulai mendaftar skripsi? - Bagaimana perasaan anda ketika pertama kali mendaftar skripsi?

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional 2.1.1 Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada masa ini anak belum memiliki kemampuan berpikir yang baik. Hal ini membuat mereka

Lebih terperinci

[ISSN VOLUME 3 NOMOR 2, OKTOBER] 2016

[ISSN VOLUME 3 NOMOR 2, OKTOBER] 2016 EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK RASIONAL EMOSI KEPERILAKUAN UNTUK MENGURANGI PERILAKU PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XII MIPA SMA N 2 SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Desi haryanti, Tri Hartini

Lebih terperinci

keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar.

keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar. 1 BAB I PEBDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Tugas pendidikan adalah memanusiakan manusia. Manusia yang berpotensi itu dapat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Kecemasan dalam Menyusun Proposal Skripsi (Pindho Hary Kristanto, dkk.) HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI Pindho

Lebih terperinci

ITEM KECEMASAN WANITA MENGHADAPI MENOPAUSE

ITEM KECEMASAN WANITA MENGHADAPI MENOPAUSE ITEM KECEMASAN WANITA MENGHADAPI MENOPAUSE 1. Psikologis, ditunjukkan dengan adanya gejala: gelisah atau resah, was-was atau berpikiran negatif, khawatir atau takut, merasa akan tertimpa bahaya atau terancam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kepekaan, ketelitian, serta ketekunan. Pada pelaksanaan PBP

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kepekaan, ketelitian, serta ketekunan. Pada pelaksanaan PBP BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pendidikan kesehatan tidak terlepas dari pembelajaran praktik bagi mahasiswa. Ketika pembelajaran praktik, mahasiswa diberikan kesempatan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam pendidikan. Perguruan Tinggi diadakan dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Pengertian Kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Menurut Freud (dalam Alwisol, 2005:28) mengatakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui gambaran kecemasan siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecemasan merupakan suatu keadaan tegang dimana kita termotivasi untuk melakukan sesuatu dan memperingatkan individu bahwa adanya ancaman yang membahayakan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang 1 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan di bahas secara berturut-turut mengenai: (1) latar belakang masalah, (2) pembatasan masalah, (3) perumusan masalah, (4) tujuan masalah, (5)manfaat masalah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 6 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu

Lebih terperinci

ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER.

ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER. Al Ulum Vol.60 No.2 April 2014 halaman 4-9 4 ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER Ali Rachman* ABSTRAK Kecemasan

Lebih terperinci

KONSEP DASAR. Manusia padasarnya adalah unik memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional

KONSEP DASAR. Manusia padasarnya adalah unik memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional KONSEP DASAR Manusia padasarnya adalah unik memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada

BAB III METODE PENELITIAN. dengan data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif yang analisisnya dengan data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya,

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy)

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy) Modul ke: Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy) Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendekatan Kognitif Terapi kognitif: Terapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, olahraga merupakan hal sangat penting bagi kesehatan tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, olahraga merupakan hal sangat penting bagi kesehatan tubuh. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, olahraga merupakan hal sangat penting bagi kesehatan tubuh. Dengan berolahraga badan akan terasa segar dan sehat. Banyak macam olah raga yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SIKAP PENYELESAIAN MASALAH DAN KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN SOMATISASI PADA WANITA KARIR

HUBUNGAN ANTARA SIKAP PENYELESAIAN MASALAH DAN KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN SOMATISASI PADA WANITA KARIR HUBUNGAN ANTARA SIKAP PENYELESAIAN MASALAH DAN KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN SOMATISASI PADA WANITA KARIR SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : TRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi menyentuh segala aspek kehidupan manusia, tidak ada kegiatan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Teori 1. Kecemasan Situasi yang mengancam atau yang dapat menimbulkan stres dapat menimbulkan kecemasan pada diri individu. Atkinson, dkk (1999, p.212) menjelaskan kecemasan merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Lokasi penelitian adalah SMPN 45 Bandung yang terletak di Jalan Yogyakarta No. 1 Bandung. Sekolah ini memiliki latar belakang ekonomi, dan sosial

Lebih terperinci

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PEMBERIAN PUNISHMENT OLEH GURU DENGAN KECEMASAN DI DALAM KELAS PADA SISWA KELAS VII SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT PERTAMA (SLTPN) 1 DAWE KUDUS SKRIPSI Diajukan Kepada

Lebih terperinci

PROSES TERJADINYA MASALAH

PROSES TERJADINYA MASALAH PROSES TERJADINYA MASALAH ` PREDISPOSISI PRESIPITASI BIOLOGIS GABA pada sistem limbik: Neurotransmiter inhibitor Norepineprin pada locus cereleus Serotonin PERILAKU Frustasi yang disebabkan karena kegagalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah

I. PENDAHULUAN. Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah satunya, rasa ini timbul akibat perasaan terancam terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Qodriannisa Puspaningrum, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Qodriannisa Puspaningrum, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tingkat konsentrasi yang tinggi pada atlet memiliki peranan penting untuk dilatihkan guna menunjang penampilan yang baik pada atlet serta dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan 2.1.1 Pengertian kecemasan Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan-ketakutan

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini 1 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sekolah menengah umumnya berusia antara 12 sampai 18/19 tahun, yang dilihat dari periode perkembangannya sedang mengalami masa remaja. Salzman (dalam

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN ORIENTASI KARIER MELALUI LAYANAN INFORMASI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

UPAYA MENINGKATKAN ORIENTASI KARIER MELALUI LAYANAN INFORMASI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SOSIAL HORIZON: Jurnal Pendidikan Sosial ISSN 2407-5299 UPAYA MENINGKATKAN ORIENTASI KARIER MELALUI LAYANAN INFORMASI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING Kamaruzzaman 1, Aliwanto 2, Ema

Lebih terperinci

The problem is not the problem. The problem is your attitude about the problem. Do you understand?

The problem is not the problem. The problem is your attitude about the problem. Do you understand? The problem is not the problem. The problem is your attitude about the problem. Do you understand? Rational Emotive Behavior Therapy Nanang Erma Gunawan nanang_eg@uny.ac.id Albert Ellis Lahir di Pittsburgh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan 2.1.1 Pengertian kecemasan Sebagian besar manusia pernah mengalami kecemasan yang sangat besar atau melampaui akal sehat hingga merasa tidak sanggup menghadapi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena---teori adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena.

BAB I PENDAHULUAN. fenomena---teori adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai suatu kegiatan profesional dan ilmiah, pelaksaan konseling bertitik tolak dari teori-teori yang dijadikan sebagai acuannya. Pada umumnya teori diartikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah BAB II 6 KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Menurut Gibson (1996) Kemampuan (ability) adalah kapasitas individu untuk

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama suatu bangsa sebagai proses membantu manusia menghadapi perkembangan, perubahan, dan permasalahan yang

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Stres merupakan fenomena umum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat beberapa tuntutan dan tekanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dihadapkan pada karakterisktik siswa yang beraneka ragam dalam kegiatan pembelajaran. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajar secara lancar dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres pada Wanita Karir (Guru) 1. Pengertian Istilah stres dalam psikologi menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi

Lebih terperinci

Cara Mengatasi Kecemasan

Cara Mengatasi Kecemasan Cara Mengatasi Kecemasan S etiap manusia pasti pernah merasa cemas. Perasaan cemas tersebut sering disertai dengan gejala tubuh seperti: jantung berdetak lebih cepat, otot otot menegang, berkeringat, gemetar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016. 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Lokasi Penelitian Penelitian tentang Hubungan Antara Faktor Demografi dengan Pada Penderita Hipertensi di Kabupaten Gunungkidul DIY telah dilakukan di Puskesmas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ujian nasional merupakan salah satu bagian penting dari proses pendidikan di

I. PENDAHULUAN. Ujian nasional merupakan salah satu bagian penting dari proses pendidikan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ujian nasional merupakan salah satu bagian penting dari proses pendidikan di Indonesia. Ujian nasional merupakan bagian dari tes standardisasi yang artinya format soal

Lebih terperinci

Upaya Meningkatkan Motivasi Membaca Melalui Layanan Bimbingan Belajar Teknik SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review) Pada Siswa

Upaya Meningkatkan Motivasi Membaca Melalui Layanan Bimbingan Belajar Teknik SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review) Pada Siswa Upaya Meningkatkan Melalui Layanan Bimbingan Belajar Teknik SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review) Pada Siswa Minanur Rohman (09220173) Mahasiswa Pendidikan Bimbingan dan Konseling IKIP Veteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Mengompol merupakan suatu kondisi yang biasanya terjadi pada anakanak yang berusia di bawah lima tahun. Hal ini dikarenakan anak-anak belum mampu melakukan pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa yang memasuki lingkungan sekolah baru, memiliki harapan dan tuntutan untuk mencapai kesuksesan akademik serta dapat mengatasi hambatan yang ada. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar sesungguhnya tidak ada pendidikan. Demikian pentingnya arti belajar,

BAB I PENDAHULUAN. belajar sesungguhnya tidak ada pendidikan. Demikian pentingnya arti belajar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar merupakan kegiatan utama dalam setiap usaha pendidikan. Tanpa belajar sesungguhnya tidak ada pendidikan. Demikian pentingnya arti belajar, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah saat ini menuntut siswa untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah satu karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas. 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam Bab berikut dipaparkan mengenai latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan dan pertanyaan penelitian, tujuan peneltian dan manfaat penelitian. A. Latar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian individu

BAB II LANDASAN TEORI. Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian individu BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penerimaan diri 2.1.1 Definisi Penerimaan Diri Ellis (dalam Richard et al., 201) konsep penerimaan diri disebut Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. subyek, nama subyek, usia subyek dan subyek penelitian berjumlah 70 sampel ibu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. subyek, nama subyek, usia subyek dan subyek penelitian berjumlah 70 sampel ibu 43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subyek Gambaran umum subyek penelitian ini diperoleh dari data yang di isi subyek, nama subyek, usia subyek dan subyek penelitian berjumlah 70

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Berkaitan dengan Pendidikan, Musaheri (2007 : 48) mengungkapkan,

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Berkaitan dengan Pendidikan, Musaheri (2007 : 48) mengungkapkan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia menuju kepribadian mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekitarnya. Berkaitan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 16 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Teknik Cognitive Restructuring 1. Pengertian Teknik Cognitive Restructuring Beck mengatakan bahwa terapi kognitif meliputi usaha memberikan bantuan kepada konseli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. antar bangsa yang semakin nyata serta agenda pembangunan menuntut sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. antar bangsa yang semakin nyata serta agenda pembangunan menuntut sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian yang penting untuk pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Setiap negara sangat membutuhkan sumber daya manusia berkualitas, siap

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Dilihat dari kualifikasinya, maka penelitian ini berfungsi sebagai penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Dilihat dari kualifikasinya, maka penelitian ini berfungsi sebagai penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode dalam sebuah penelitian memegang peranan penting karena salah satu ciri dari kegiatan ilmiah adalah terdapatnya suatu metode yang tepat dan sistematis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan adalah reaksi normal terhadap stressor yang membantu seorang individu untuk menghadapi situasi yang menuntut motivasi untuk mengatasinya, tetapi ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hadi Wiguna Kurniawan, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hadi Wiguna Kurniawan, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja seringkali disebut sebagai masa peralihan, yaitu salah satu periode dalam rentang kehidupan individu, yang berada diantara fase anak-anak dan fase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. Kecemasan adalah sinyal akan datangnya bahaya (Schultz & Schultz, 1994).

BAB I PENDAHULAN. Kecemasan adalah sinyal akan datangnya bahaya (Schultz & Schultz, 1994). BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang Kecemasan adalah sinyal akan datangnya bahaya (Schultz & Schultz, 1994). Seseorang mengalami kecemasan ketika mereka menjadi waspada terhadap keberadaan atau adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diperhatikan oleh orang tuanya, anak akan merasa tidak aman dan terancam

BAB I PENDAHULUAN. dan diperhatikan oleh orang tuanya, anak akan merasa tidak aman dan terancam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang anak sangat peka terhadap kasih sayang, mereka mengetahui dan bisa merasakan dicintai atau tidak oleh orang tuanya. Jika merasa tidak dicintai dan diperhatikan

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK. Abdul Aziz SMP Negeri 2 Kota Tegal, Jawa Tengah

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK. Abdul Aziz SMP Negeri 2 Kota Tegal, Jawa Tengah Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 1, No. 1, Januari 2015 ISSN 2442-9775 UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK Abdul Aziz SMP Negeri 2 Kota Tegal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan tertentu.

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN SISWA MELALUI KONSELING KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN BEHAVIORISTIK PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI GONDANGREJO

UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN SISWA MELALUI KONSELING KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN BEHAVIORISTIK PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI GONDANGREJO 1 UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN SISWA MELALUI KONSELING KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN BEHAVIORISTIK PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI GONDANGREJO Oleh : Vely Fatimah 12500082 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh setiap individu sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Menurut Erik

Lebih terperinci

Eni Yulianingsih F

Eni Yulianingsih F HUBUNGAN ANTARA OBESITAS DENGAN KECEMASAN MEMPEROLEH PASANGAN HIDUP PADA PEREMPUAN DEWASA AWAL Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: Eni

Lebih terperinci

BAB IV BKI DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF ANAK YANG TIDAK MENERIMA AYAH TIRINYA

BAB IV BKI DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF ANAK YANG TIDAK MENERIMA AYAH TIRINYA 79 BAB IV BKI DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF ANAK YANG TIDAK MENERIMA AYAH TIRINYA A. Analisis Proses Konseling dalam Menangani Depresi Seorang Anak yang Tidak Menerima Ayah Tirinya Dalam proses pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Untuk meningkatkan suatu prestasi maksimal tidak hanya diperlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Untuk meningkatkan suatu prestasi maksimal tidak hanya diperlukan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk meningkatkan suatu prestasi maksimal tidak hanya diperlukan latihan fisik, teknik, taktik yang baik tetapi juga latihan mental. Perkembangan latihan mental baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci