HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Alometri dan Distribusi Daging Pertumbuhan alometri merupakan kajian tentang pertumbuhan relatif dimana perubahan-perubahan proporsional tubuh dibandingkan dengan peningkatan ukuran tubuh. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa selama proses pertumbuhan dan perkembangan (tumbuh-kembang) serta peningkatan bobot tubuh, terjadi perubahan komponen-komponen tubuh seperti jaringan tulang, otot dan lemak serta organ tubuh. Secara umum pertumbuhan dapat diartikan sebagai pertambahan massa tubuh per satuan waktu, dimana kecepatan pertumbuhan dan distribusi dari komponen-komponen tubuh seperti tulang, otot dan lemak berlangsung secara gradual dengan jaringan tulang bertumbuh lebih awal, kemudian diikuti jaringan otot dan terakhir yang bertumbuh adalah jaringan lemak. Perkembangan diartikan sebagai perubahan bentuk dan komposisi tubuh sebagai akibat perbedaan kecepatan pertumbuhan relatif dari berbagai komponen tubuh (Berg dan Butterfield, 1976; Lawrence, 1980; Hammond et al, 1983; Swatland, 1984; Aberle et al, 2001; Lawrie, 2003). Adanya kecepatan pertumbuhan yang berbeda-beda dari jaringan tubuh menyebabkan adanya perbedaan distribusi diantara komponen-komponen karkas. Hubungan alometri antara bobot tubuh dengan komponen-komponen tubuh selama pertumbuhan diukur menggunakan persamaan alometri Huxley (1932) Y=aX b. dimana: Y = bobot komponen karkas atau potongan komersial karkas, X = bobot karkas, a konstanta, dan b koefisien pertumbuhan relatif atau rasio pertumbuhan alometri dari variabel dependen Y. Dengan menggunakan transformasi logaritma terhadap persamaan Huxley akan menghasilkan suatu garis lurus untuk setiap variabel dependen Y terhadap variabel independen X dengan bentuk persamaan Log Y = Log a + b Log X atau Ln Y = Ln a + b Ln X jika dalam bentuk logaritma natural. Bila nilai slope atau koefisien pertumbuhan relatif b<1 berarti kecepatan pertumbuhan relatif variabel Y lebih lambat daripada X, b=1 berarti kecepatan pertumbuhan relatif variabel Y sama dengan variabel X

2 50 (kecepatan sedang), dan jika b>1 berarti kecepatan pertumbuhan relatif variabel Y lebih cepat dari variabel X. Pertumbuhan Alometri dan Distribusi Komponen Karkas Berdasarkan Bangsa Sapi Pengaruh bangsa sapi Australian Commercial Cross (ACC) dan Brahman Cross (BX) terhadap koefisien pertumbuhan alometri dan distribusi komponen karkas dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Koefisien pertumbuhan alometri komponen karkas terhadap bobot setengah karkas dingin berdasarkan bangsa sapi Kompenen Karkas Daging Trim Lemak Tulang Koefisien Pertumbuhan (b) ACC BX b SE b SE Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa nilai koefisien pertumbuhan komponen karkas sapi ACC dan BX secara statistik tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa komponen daging, trim lemak dan tulang dari kedua bangsa sapi (ACC dan BX) mempunyai pola atau arah pertumbuhan dan distribusi komponen karkas yang relatif sama, dimana komponen daging mempunyai kecepatan pertumbuhan yang relatif sama (konstan) (b=1), trim lemak mempunyai pertumbuhan yang sangat cepat (b>1) dan tulang mempunyai pertumbuhan relatif yang kecil (b<1). Hal ini sesuai dengan Butterfield (1982) yang menyatakan bahwa setelah sapi mencapai kedewasaan maka pertumbuhan otot (daging) akan relatif melambat, lemak akan bertumbuh dengan cepat dan tulang relatif konstan (hampir tidak bertumbuh). Pada penelitian ini, kedua bangsa sapi yang digunakan sudah mencapai kedewasaan (umur antara 1-4 tahun). Estimasi geometri berdasarkan spesifikasi pasar lokal yang ada, yakni pasar tradisional dengan rataan bobot setengah karkas 94 kg dan pasar khusus

3 51 dengan rataan bobot setengah karkas 140 kg, diperoleh estimasi geometri komponen karkas dari masing-masing bangsa sapi seperti ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Estimasi geometri bobot komponen karkas sapi (Y) berdasarkan bobot setengah karkas dingin (X) pada bangsa sapi yang berbeda Komponen Estimasi Setengah Karkas Karkas* ACC BX ACC BX kg kg Daging Trim Lemak Tulang *) Dikoreksi pada bobot setengah karkas 95 kg dan 140 kg Berdasarkan Tabel 6 tidak terdapat perbedaan yang nyata diantara bobot komponen karkas pada kedua bangsa sapi (ACC dan BX) pada masing-masing spesifikasi pasar. Namun jika kedua spasifikasi pasar dibandingkan, terlihat adanya peningkatan bobot komponen karkas yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan perbedaan bobot karkas dari kedua spesifikasi pasar (95 kg VS 140 kg). Perbedaan antara kedua spesifikasi pasar (pasar tradisional VS pasar khusus) sebesar 41.89% (ACC) dan 38.15% (BX) untuk komponen daging, 99.93% (ACC) dan % (BX) untuk komponen trim lemak 12.40% (ACC) dan 7.62% (BX). Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan daging pada spesifikasi pasar khusus dipenuhi dengan daging yang lebih berlemak. Konsumen pada pasar khusus yang terdiri atas hotel, restoran dan waralaba lebih mensyaratkan pada kualitas daging (eating quality) sebab daging yang lebih berlemak mempunyai kualitas tinggi. Sedangkan pasar tradisional lebih cenderung pada daging dengan sedikit lemak (lean). Romans et al (1985), Priyanto et al. (1999) dan Aberle et al (2001) menyatakan bahwa daging berlemak mempunyai palatabilitas yang disukai, terutama tenderness dan juiciness karena adanya peningkatan lemak marbling dalam daging.

4 52 Spesifikasi pasar juga dibedakan oleh nilai jual produk, dimana nilai jual daging pada pasar khusus lebih tinggi karena adanya perbedaan quality grade diantara potongan eceran daging (wholesale cut). Pertumbuhan dan Distribusi Potongan Komersial Karkas berdasarkan Bangsa Sapi Pengaruh bangsa sapi Australian Commercial Cross (ACC) dan Brahman Cross (BX) terhadap koefisien pertumbuhan alometri dan distribusi daging dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Koefisien pertumbuhan alometri potongan komersial karkas terhadap bobot setengah karkas dingin berdasarkan bangsa sapi Potongan Komersial Karkas Forequarters: Chuck Blade Cuberoll Brisket Shin Hindquarters: Striploin Tenderloin Rump Silverside Topside Knuckle Flank Shank Koefisien Pertumbuhan (b) ACC BX b SE b SE Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa nilai koefisien pertumbuhan (b) potongan komersial karkas dari kedua bangsa sapi (ACC dan BX) tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa pola pertumbuhan dan distribusi daging dari kedua bangsa sapi (ACC dan BX) relatif sama, yang disebabkan faktor keterkaitan genetik sebab sapi ACC masih mengandung darah Brahman (efek heterosis).

5 53 Menurut Beattie (1990) bahwa sapi ACC yang dikembangkan Northern Territory, Kimberly dan Quensland di Australia masih memiliki darah Brahman, Shorthorn dan Hereford. Meskipun demikian proporsi darahnya tidak diketahui dengan jelas. Pertumbuhan alometri potongan komersial karkas terhadap bobot total karkas pada bangsa sapi ACC dan BX dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 11. Koefisien pertumbuhan alometri potongan komersial karkas terhadap bobot karkas dingin pada bangsa sapi ACC Gambar 12. Koefisien pertumbuhan alometri potongan komersial terhadap bobot karkas dingin pada bangsa sapi BX Gambar 11 dan 12 menunjukkan arah pertumbuhan alometri potongan komersial karkas dari kedua bangsa sapi relatif sama. Pola pertumbuhan diawali dari distal kaki mengarah ke badan (proksimal), dimana pada bagian tungkai kaki (shin) depan menuju ke pangkal lengan (blade), dada (brisket) dan pundak

6 54 (chuck), sedangkan dari tungkai kaki belakang (shank) menuju abdomen (flank), pangkal paha (rump) terus kearah pinggang (loin). Pada bagian dorsal tubuh terlihat pola pertumbuhan diawali dari arah leher dan punggung (chuck) menuju punggung (cuberoll) dan terhenti di pinggang (loin). Hal ini berindikasi jika bagian tubuh yang paling lambat bertumbuh adalah bagian pinggang (loin) sedang yang paling awal bertumbuh adalah tungkai kaki dan kepala (cranium). Hammond (1932), Berg dan Butterfield (1976) serta Bowker et al. (1978), menyatakan dua arah gelombang tumbuh-kembang pada ternak, yaitu: (1) arah antero-posterior yang dimulai dari arah cranium (tengkorak) dibagian depan tubuh menuju kebelakang ke arah pinggang (loin), dan (2) arah centripetal dimulai dari daerah distal kaki ke atas ke arah proximal tubuh menuju bokong (pelvis) dan pinggang (loin) yang merupakan bagian tubuh yang paling akhir mencapai pertumbuhan maksimal (late maturity) Lebih lanjut Berg dan Butterfield (1976) menyatakan bahwa tumbuh-kembang jaringan otot bisa juga dari paha belakang ke arah cranial. Estimasi geometri terhadap potongan komersial karkas sapi ACC dan BX pada spesifikasi pasar yang berbeda ditunjukkan pada Tabel 8. Potongan Komersial Tabel 8. Estimasi geometri bobot potongan komersial (Y) berdasarkan bobot setengah karkas dingin (X) pada bangsa sapi yang berbeda Forequarters: Chuck Blade Cuberoll Brisket Shin Hindquarters: Striploin Tenderloin Rump Silverside Topside Knuckle Flank Shank Estimasi Setengah Karkas ACC BX ACC BX kg kg a b b a 3.66 *) Dikoreksi pada bobot setengah karkas 95 kg dan 140 kg; superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P< 0.01)

7 55 Tabel 8 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0.05) pada estimasi geometri potongan komersial karkas diantara spesifikasi pasar, kecuali pada potongan topside (pasar tradisional) dan flank (pasar khusus) terdapat perbedaan yang nyata (P<0.05). Perbedaan ini disebabkan oleh adanya perbedaan bobot karkas pada kedua spesifikasi pasar. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun diantara kedua bangsa mempunyai pola pertumbuhan yang relatif sama, namun pada estimasi geometri terdapat perbedaan pada kedua spesifikasi pasar. Pada pasar tradisional yang dicerminkan bobot karkas ringan (lightweight), potongan topside sapi BX lebih berat dibandingkan sapi ACC, perbedaan tersebut selanjutnya menjadi tidak nyata pada bobot karkas yang lebih berat (heavyweight) yang mencerminkan pasar khusus. Fenomena yang sama juga terjadi pada potongan flank yang menunjukkan perbedaan pada bobot karkas yang lebih berat. Keadaan ini disebabkan oleh perbedaan kandungan lemak karkas pada kedua spesifikasi pasar. Pertumbuhan Alometri dan Distribusi Komponen Karkas berdasarkan Jenis Kelamin Pengaruh jenis kelamin terhadap koefisien pertumbuhan alometri dan distribusi komponen karkas dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa nilai koefisien pertumbuhan komponen karkas, khusus daging dan trim lemak berbeda sangat nyata (P<0.01) pada ketiga jenis kelamin sapi. Sedangkan untuk komponen tulang tidak yang nyata (P>0.05). Tabel 9 menunjukkan bahwa komponen daging, nilai koefisien pertumbuhan cow (b=0.84) sangat nyata lebih rendah dibandingkan steer (b=1.08). Sementara untuk cow dan heifer tidak terdapat perbedaan yang nyata (b=0.84 VS 0.85). Pada komponen trim lemak, nilai koefisien pertumbuhan cow (b=2.44) sangat nyata lebih tinggi dibandingkan steer (b=1.13). Demikian pula koefisien pertumbuhan komponen trim lemak heifer (b=1.85) nyata lebih tinggi dibandingkan steer (b=1.13).

8 56 Tabel 9. Koefisien pertumbuhan alometri komponen karkas terhadap bobot setengah karkas dingin berdasarkan jenis kelamin Komponen Karkas Koefisien Pertumbuhan (b) Cow Heifer Steer b SE b SE b SE Daging Trim Lemak Tulang 0.84 a 2.44 b a 1.85 b b 1.13 a *) Dikoreksi pada bobot setengah karkas 95 kg dan 140 kg; Superskrip huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.05); superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P< 0.01) Hal ini menunjukkan bahwa komponen daging, trim lemak dan tulang dari ketiga klasifikasi jenis kelamin (sex class) yakni cow, heifer dan steer mempunyai pola atau arah pertumbuhan dan distribusi komponen karkas yang berbeda. Meskipun demikian secara umum pola pertumbuhan dari ketiga komponen karkas menunjukkan pola sesuai teori Butterfield (1982), dimana komponen daging mempunyai kecepatan pertumbuhan yang relatif konstan (b=1), trim lemak mempunyai pertumbuhan yang sangat cepat (b>1) dan tulang mempunyai pertumbuhan relatif yang kecil (b<1). Tingginya koefisien pertumbuhan alometri steer dibandingkan cow dan heifer kemungkinan disebabkan oleh faktor hormonal, sebab steer yang sudah dikastrasi telah kehilangan hormon androgen (testosteron) yang membuatnya lebih aktif. Hal ini akan membuat sapi lebih tenang yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan (bobot badan) sebab sapi menjadi gemuk. Menurut Soeparno (1998) ternak jantan yang dikastrasi akan lebih mudah dikelola (jinak) dan menjadi gemuk dalam waktu yang lebih awal dan tumbuh lebih cepat. Pada komponen lemak, meskipun ketiganya mempunyai pola pertumbuhan yang sama (b>1), terlihat bahwa jenis kelamin betina (heifer dan cow) berbeda secara statistik dibandingkan jantan (steer). Perbedaan Hal ini sesuai dengan Berg dan Butterfield (1976) yang menunjukkan bahwa heifer mempunyai pertumbuhan fat lebih cepat dibandingkan steer dan bull, namun daging

9 57 menunjukkan garis regresi yang relatif berimpit (sama). Penelitian Kropf dan Graf (1959) yang disitasi Preston dan Willis (1982) menunjukkan bahwa steer menghasilkan persentase edible meat lebih tinggi daripada cow dan heifer, serta persentase exces fat pada heifer dan cow lebih tinggi dibandingkan steer. Estimasi geometri bobot potongan komersial karkas berdasarkan spesifikasi pasar tradisional dan pasar khusus berdasarkan klasifikasi jenis kelamin (sex class) yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Estimasi geometri bobot komponen karkas sapi (Y) berdasarkan bobot setengah karkas (X) pada jenis kelamin yang berbeda Komponen Karkas Estimasi Setengah Karkas Cow Heifer Steer Cow Heifer Steer kg kg Daging Trim Lemak Tulang a b ab a b b a c b b b a c a a *) Dikoreksi pada bobot setengah karkas 95 kg dan 140 kg; Superskrip huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.05); superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P< 0.01) Tabel 10 menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0.01) estimasi geometri potongan komersial karkas pada kedua spesifikasi pasar, kecuali komponen daging pada pasar tradisional tidak menunjukkan perbedaan nyata (P>0.05). Adanya perbedaan komponen daging diantara jenis kelamin sapi pada spesifikasi pasar khusus disebabkan oleh tingginya laju pertumbuhan steer (b>1) dibandingkan cow dan heifer (b<1). Sementara perbedaan diantara heifer dan cow disebabkan oleh faktor kedewasaan ternak (umur), dimana heifer lebih muda dibandingkan cow, dan masih pada taraf pertumbuhan. Pada pasar tradisional, terlihat bahwa komponen trim lemak steer nyata lebih besar dibandingkan cow, dan secara statistik sama dengan heifer. Untuk komponen tulang terdapat perbedaan diantara ketiga jenis kelamin, dalam hal ini komponen tulang heifer nyata lebih ringan dibandingkan cow dan steer. Pada spesifikasi pasar khusus terdapat perbedaan nyata komponen karkas dari ketiga

10 58 jenis kelamin, dimana komponen daging steer nyata lebih besar dibandingkan heifer dan cow. Trim lemak secara berurut nyata berbeda diantara cow, heifer dan steer. Demikian pula komponen tulang, cow nyata lebih berat dibandingkan heifer dan steer. Besarnya komponen tulang dibandingkan kandungan lemak karkas pada spesifikasi pasar tradisional, mengindikasikan kondisi sapi yang tidak gemuk (leaner) sementara pasar khusus dengan proporsi lemak yang lebih besar menunjukkan derajad kegemukan (fatness) yang lebih baik. Adanya peningkatan yang nyata dari tiap komponen karkas disebabkan oleh perbedaan berat bobot karkas (95 kg VS 140 kg). Dimana perbedaan pada kedua spesifikasi pasar (pasar tradisional VS pasar khusus) sebesar 38.26% ( cow) dan 41.50% (heifer), 51.85% (steer) untuk komponen daging, % (cow) dan % (heifer), 55.03% (steer) untuk komponen trim lemak, 9.13% (cow) dan 17.71% (heifer), 6.66% (steer) untuk komponen tulang. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga komponen karkas masih mengalami pertumbuhan dengan derajad yang berbeda. Pertumbuhan yang cepat pada komponen lemak disebabkan karena sapi dipotong pada umur dewasa (pada cow meningkat %). Demikian pula pada komponen daging masih mengalami pertumbuhan yang cukup berarti (38-52%), sedangkan tulang mempunyai pertumbuhan yang relatif kecil. Hal ini sesuai dengan Berg dan Butterfield (1976) yang menyatakan bahwa pertumbuhan komponen karkas diawali dengan pertumbuhan tulang yang cepat, setelah pubertas tercapai maka laju pertumbuhan otot (daging) menurun dan deposisi lemak meningkat. Disamping itu adanya perbedaan spesifikasi pasar disebabkan karena pasar khusus lebih mensyaratkan pada kualitas daging (eating quality) sebab daging yang lebih berlemak mempunyai kualitas tinggi. Sedangkan pasar tradisional lebih cenderung pada daging dengan sedikit lemak (lean). Menurut Aberle et al (2001), Romans et al (1985) dan Priyanto et al. (1999) daging berlemak mempunyai palatabilitas yang disukai, terutama tenderness dan juiciness karena adanya peningkatan lemak marbling dalam daging. Hubungan antara bobot daging dan trim lemak dengan bobot setengah karkas dingin 95 kg (pasar tradisional) dan 140 kg (pasar khusus) pada jenis kelamin yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 13.

11 Daging Steer Heifer Cow 65 Bobot Komponen Karkas (kg) Trim Lemak Cow Heifer 25 Steer kg 140 kg Bobot Setengah Karkas Dingin (kg) Gambar 13. Hubungan antara bobot daging dan trim lemak dengan bobot setengah karkas dingin pada jenis kelamin yang berbeda

12 60 Pertumbuhan Alometri dan Distribusi Potongan Komersial Karkas Berdasarkan Jenis Kelamin Pengaruh jenis kelamin terhadap koefisien pertumbuhan alometri dan distribusi daging dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Koefisien pertumbuhan alometri potongan komersial karkas terhadap bobot setengah karkas dingin berdasarkan jenis kelamin Potongan Koefisien Pertumbuhan (b) Komersial Cow Heifer Steer Karkas b SE b SE b SE Forequarters: Chuck Blade Cuberoll Brisket Shin Hindquarters: Striploin Tenderloin Rump Silverside Topside Knuckle Flank Shank 0.91 a B A 1.32 B 0.40 aa 0.51 a aa A A 0.85 B bb B bb 1.42 b *) Superskrip huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.05); superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P< 0.01) Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa koefisien pertumbuhan (b) dari potongan komersial karkas chuck, knuckle, cuberoll, topside, silverside dan flank menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) pada ketiga klasifikasi jenis kelamin sapi (cow, heifer dan steer). Sedangkan potongan blade, brisket, shin, striploin, tenderloin, rump dan shank tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05). Nilai koefisien pertumbuhan potongan chuck dari cow (b=0.91) nyata lebih kecil dibandingkan steer (b=1.53). Heifer (b=1.01) nyata lebih kecil dibandingkan steer. Antara cow dengan heifer tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa potongan chuck pada steer dan heifer masih bertumbuh dengan cepat (b>1), sedangkan cow pertumbuhannya relatif konstan (b=1).

13 61 Potongan cuberoll dari cow dengan nilai b=1.41 nyata lebih tinggi dibandingkan heifer (b=0.75), yang berarti bahwa potongan cuberoll pada cow masih mengalami pertumbuhan (b>1), sementara potongan cuberoll pada heifer belum mengalami pertumbuhan yang maksimal. Potongan silverside pada cow dengan nilai koefisien pertumbuhan b=0.66 nyata lebih kecil dibandingkan steer (b=1.01), yang berarti bahwa potongan silverside pada cow sudah tidak mengalami pertumbuhan (b<1) sedangkan steer bertumbuh dengan laju yang konstan (b=1). Potongan topside pada cow dengan nilai koefisien pertumbuhan b=1.32 nyata lebih tinggi dibandingkan heifer (b=0.72), yang berarti bahwa potongan topside pada cow masih mengalami pertumbuhan (b>1) sedangkan heifer belum mengalami pertumbuhan maksimal (b<1). Potongan knuckle pada cow dengan nilai koefisien pertumbuhan b=0.40 nyata lebih kecil dibandingkan heifer (b=0.85) namun sangat nyata lebih kecil dibandingkan steer (b=1.04). Hal ini menunjukkan bahwa potongan knuckle pada steer bertumbuh dengan cepat (b>1), heifer bertumbuh relatif konstan (b=1) sedangkan pada cow sudah tidak bertumbuh lagi. Potongan flank pada cow dengan nilai koefisien pertumbuhan b=0.51 sangat nyata lebih kecil dibandingkan steer (b=1.42), yang berarti bahwa potongan flank pada steer masih mengalami pertumbuhan (b>1) sedangkan cow sudah tidak mengalami pertumbuhan (b<1). Tingginya nilai koefisien pertumbuhan pada beberapa potongan komersial karkas cow kemungkinan disebabkan oleh efek pertumbuhan kompensasi (compensatory growth) dimana sapi-sapi cow yang digunakan sebagai bakalan kemungkinan mengalami kekurangan pakan (kurus) selama berada di padang penggembalaan di Australia dan setelah mendapat pakan penggemukan yang berkualitas (kuantitas dan kualitas), segera bertumbuh dengan cepat (recovery). Hal ini telah dibuktikan dalam penelitian Hafid (1998) dan Purwanto (2000). Menurut Swatland (1984) pertumbuhan kompensasi adalah pertumbuhan yang sangat cepat setelah kembali memperoleh cukup makanan berkualitas menyusul suatu periode kekurangan. Hal ini disebabkan diameter urat daging yang tadinya tidak berkembang akan pulih ukurannya selama periode kompensasi meskipun

14 62 jumlahnya konstan. Selama pertumbuhan kompensasi terjadi peningkatan konsumsi pakan per satuan ukuran tubuh Adanya perbedaan nilai koefisien pertumbuhan dari ketiga jenis kelamin sapi memberikan gambaran adanya perbedaan kecepatan pertumbuhan pada potongan-potongan komersial karkas tersebut. Keadaan ini juga memberikan gambaran tentang adanya perbedaan pola distribusi daging pada karkas. Menurut Natasasmita (1978), interpretasi nilai koefisien pertumbuhan yang lebih kecil dari 1 atau b<1 bermakna waktu perkembangan bagian karkas tersebut masak dini (early maturity), b=1 bermakna waktu perkembangan bagian karkas tersebut masak sedang dan b>1 bermakna waktu perkembangan bagian karkas tersebut masak lambat (late maturity). Pertumbuhan alometri potongan komersial karkas terhadap bobot total karkas pada jenis kelamin cow, heifer dan steer dapat dilihat pada Gambar 14, 15 dan Gambar 14. Koefisien pertumbuhan alometri potongan komersial karkas terhadap bobot karkas dingin pada sapi jenis kelamin cow

15 Gambar 15. Koefisien pertumbuhan alometri potongan komersial karkas terhadap bobot karkas dingin pada sapi jenis kelamin heifer Gambar 16. Koefisien pertumbuhan alometri potongan komersial karkas terhadap bobot karkas dingin pada sapi jenis kelamin steer Berdasarkan Gambar 14, 15 dan 16 di atas dapat dilihat bahwa pola kecepatan pertumbuhan alometri potongan komersial karkas terhadap bobot karkas memperlihatkan pola yang relatif sama. Tumbuh-kembang dimulai dari anggota bagian distal (shank) ke arah tubuh bagian proximal (topside, knukle, silverside, rump dan flank). Demikian pula dari arah depan, dimulai dari bagian distal (shin) ke arah proximal (chuck, blade dan cuberoll) dan ke arah caudal

16 64 (brisket dan flank). Tampak bahwa pertemuan kedua arah pola pertumbuhan (dari cranial dan caudal) pada daerah potongan loin (striploin dan tenderloin) yang terdapat di bagian punggung. Dikenal ada dua arah gelombang tumbuh kembang pada ternak, yaitu: (1) arah antero-posterior yang dimulai dari arah cranium (tengkorak) dibagian depan tubuh menuju ke belakang ke arah pinggang (loin), dan (2) arah centripetal dimulai dari daerah distal kaki ke atas ke arah proximal tubuh menuju bokong (pelvis) dan pinggang (loin) yang merupakan bagian tubuh yang paling akhir mencapai pertumbuhan maksimal (late maturity) (Hammond, 1932; Bowker et al., 1978). Menurut Berg dan Butterfield (1976) arah tumbuh-kembang jaringan otot dari paha belakang ke arah cranial. Hasil penelitian Priyanto (1993), Priyanto et al., (1999) dan Amri (2000) juga memperlihatkan pola arah tumbuh kembang yang sama. Adanya perbedaan pola arah tumbuh-kembang ini kemungkinan mengikuti pola tumbuh-kembang lemak, dimana lemak bersifat masak lambat (late maturity) dan terakhir terdeposisi di daerah pinggang (loin). Estimasi geometri bobot potongan komersial karkas berdasarkan spesifikasi pasar tradisional dengan bobot setengah karkas 95 kg dan spesifikasi pasar khusus dengan bobot setengah karkas 140 kg pada jenis kelamin yang berbeda dapat di lihat pada Tabel 12. Tabel 12 menunjukkan ada perbedaan yang sangat nyata (P<0.01), estimasi geometri potongan komersial karkas pada kedua spesifikasi pasar. Pada pasar tradisional terdapat perbedaan nyata diantara jenis kelamin pada potongan cuberoll, brisket, shin, topside, knuckle dan flank. Estimasi geometri pada potongan chuck, blade, striploin, tenderloin, rump, silverside dan shank tidak menunjukkan perbedaan nyata (P>0.05). Pada spesifikasi pasar khusus, perbedaan nyata diantara jenis kelamin terdapat pada potongan chuck, shin, silverside, knuckle, flank dan shank. Estimasi geometri terhadap potongan blade, cuberoll dan brisket serta striploin, tenderloin, rump dan topside tidak menunjukkan perbedaan nyata (P>0.05). Pada bobot setengah karkas 95 kg (pasar tradisional), estimasi potongan cuberoll dari heifer (2.36 kg) sangat nyata lebih besar dibandingkan steer dan cow

17 65 (1.90 kg dan 1.79 kg). Estimasi potongan brisket menunjukkan perbedaan yang sangat nyata diantara steer dan heifer (4.66 kg VS 4.28 kg). Demikian pula pada potongan shin, dimana steer menunjukkan perbedaan sangat nyata dibandingkan cow (2.05 kg VS 1.82 kg). Estimasi geometri potongan topside menunjukkan perbedaan yang sangat nyata diantara heifer, steer dan cow (6.20 kg VS 5.88 kg dan 4.74 kg). Estimasi pada potongan knuckle menunjukkan cow berbeda nyata dibandingkan steer (3.72 kg VS 3.31 kg). Estimasi pada potongan flank menunjukkan cow berbeda nyata dibandingkan steer (4.59 kg VS 3.72 kg). Potongan Komersial Tabel 12. Estimasi geometri bobot potongan komersial (Y) berdasarkan bobot setengah karkas (X) pada jenis kelamin yang berbeda Forequarters: Chuck Blade Cuberoll Brisket Shin Hindquarters: Striploin Tenderloin Rump Silverside Topside Knuckle Flank Shank Estimasi Setengah Karkas Cow Heifer Steer Cow Heifer Steer kg kg a 4.28 AB 1.82 a a 3.72 B 4.56 B b 3.87 A 1.93 ab b 3.60 AB 3.75 AB a 4.66 B 2.05 b a 3.31 A 3.72 A a a a 5.55 a 3.52 a a b b 5.79 ab 3.73 ab b b b 6.43 b 3.89 b *) Dikoreksi pada bobot setengah karkas 95 kg dan 140 kg; Superskrip huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.05); superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P< 0.01) Pada bobot setengah karkas 140 kg (pasar khusus), estimasi potongan chuck dari steer menunjukkan perbedaan yang sangat nyata dibandingkan cow dan heifer (17.30 kg VS kg dan kg). Estimasi potongan shin dari steer dan heifer menunjukkan perbedaan yang sangat nyata dibandingkan cow (2.58 kg dan 2.53 kg VS 2.30 kg). Estimasi potongan silverside dari steer dan heifer menunjukkan perbedaan yang sangat nyata dibandingkan cow (7.78 kg dan 7.62

18 66 kg VS 5.48 kg). Demikian pula dengan potongan knuckle dari steer dan heifer menunjukkan perbedaan yang sangat nyata dibandingkan cow (5.32 kg dan 5.29 kg VS 4.46 kg). Estimasi potongan flank dari steer menunjukkan perbedaan yang sangat nyata dibandingkan cow (6.43 kg VS 5.55 kg). Estimasi potongan shank dari steer menunjukkan perbedaan yang sangat nyata dibandingkan cow (3.89 kg VS 3.52 kg). Perbedaan estimasi geometri potongan komersial diantara ketiga jenis kelamin disebabkan oleh perbedaan kecepatan pertumbuhan relatif potongan komersial karkas. Potongan komersial dengan estimasi terbesar mempunyai kecepatan pertumbuhan relatif (nilai b>1). Tabel 12 menunjukkan bahwa potongan chuck, silverside dan shank pada spesifikasi pasar tradisional, pada bobot setengah karkas 90 kg tidak menunjukkan perbedaan nyata diantara ketiga jenis kelamin. Pada bobot setengah karkas 140 kg (pasar khusus) menunjukkan perbedaan yang nyata. Demikian pula dengan potongan cuberoll, brisket dan topside pada pasar tradisional menunjukkan perbedaan nyata diantara jenis kelamin, namun pada pasar khusus tidak menunjukkan perbedaan nyata. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun diantara ketiga jenis kelamin sapi mempunyai pola pertumbuhan yang relatif sama, namun terdapat perbedaan estimasi geometri dan perbedaan tersebut tergantung pada spesifikasi pasar. Keadaan ini disebabkan oleh perbedaan kandungan lemak karkas pada kedua spesifikasi pasar. Produktivitas Karkas Sapi Produktivitas karkas adalah kemampuan karkas sebagai produk utama ternak pedaging menghasilkan daging yang dapat dimakan (edible meat) sesuai dengan keinginan konsumen. Suatu karkas dikatakan mempunyai produktivitas tinggi apabila menghasilkan daging yang banyak, sedikit tulang dan mengandung lemak secukupnya. Demikian pula sebaliknya, yang berarti produktivitas rendah.

19 67 Karakteristik karkas atau sifat-sifat karkas merupakan indikator untuk menilai produktivitas karkas baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Karakteristik yang dimaksudkan adalah bobot karkas, luas urat daging mata rusuk, tebal lemak punggung rusuk ke-12 dan rump posisi P8, persentase lemak ginjal, pelvis dan jantung serta tebal lemak pangkal ekor (anal fold). Pengaruh Bangsa Sapi dan Konformasi Butt Shape terhadap Karakteristik Karkas Rataan karakteristik karkas berdasarkan bangsa sapi dan konformasi butt shape dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Rataan karakteristik karkas berdasarkan bangsa sapi dan konformasi butt shape yang berbeda Karakteristik Bangsa Butt Shape karkas Sapi D C B Rataan Bobot karkas (kg) ACC BX Rataan c b a Persentase karkas ACC BX Rataan Urat daging mata ACC abb aa a Rusuk (cm 2 ) BX bb aa c Rataan b a a Tebal lemak ACC punggung rusuk BX /13 (cm) Rataan 1.58 c 1.91 b 2.50 a Persentase lemak ACC Ginjal, pelvis dan BX jantung Rataan 1.61 b 1.67 b 2.06 a Tebal lemak pangkal ACC ekor (mm) BX Rataan Tebal lemak rump ACC P8 (cm) BX Rataan 3.13 c 3.50 b 4.14 a *)Superskrip huruf hesar yang berbeda pada peubah yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05); superskrip huruf kecil berbeda pada peubah yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01)

20 68 Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi bangsa sapi dan konformasi butt shape tidak berpengaruh nyata (P>0.05) kecuali pada luas urat daging mata rusuk (P<0.01). Konformasi butt shape secara mandiri berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap bobot karkas, luas urat daging mata rusuk, tebal lemak punggung rusuk ke-12, persentase lemak ginjal, pelvis dan jantung serta tebal lemak rump P8. Namun demikian faktor bangsa sapi secara mandiri tidak menunjukkan pengaruh yang nyata (P>0.05) terhadap semua parameter karakteristrik karkas. Tabel 13 menunjukkan kombinasi sapi BX dengan butt shape B ( cm 2 ) menunjukkan luas urat daging mata rusuk sangat nyata lebih luas dibandingkan kombinasi lainnya (P<0.01). Luas urat daging mata rusuk terendah pada kombinasi sapi BX dengan butt shape D (98.09 cm 2 ) serta kombinasi sapi ACC dengan butt shape D (99.07 cm 2 ). Grafik interaksi antara bangsa sapi dengan butt shape terhadap luas urat daging mata rusuk dapat dilihat pada Gambar Luas UDMR (cm2) ACC BX 90 D C B Klasifikasi Butt Shape Gambar 17. Grafik interaksi konformasi butt shape dengan bangsa sapi berdasarkan luas urat daging mata rusuk Adanya perbedaan respon luas urat daging mata rusuk (udamaru) pada interaksi bangsa sapi dengan konformasi butt shape tidak diikuti dengan hasil daging yang diperoleh. Hal ini disebabkan karena rendahnya korelasi antara luas

21 69 udamaru dengan jumlah daging, yakni hanya 19% pada bobot daging dan 1% pada persentase daging. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Priyanto (1993) dan Pratiwi (1997). Dalam prakteknya, USDA menggunakan luas udamaru sebagai salah satu faktor koreksi dalam membuat persamaan prediksi jumlah daging pada karkas. Faktor koreksi lain adalah tebal lemak punggung pada rusuk ke-12, bobot karkas panas dan persentase lemak ginjal, pelvis dan jantung. Menurut Shackelford et al., (1995) dan Soeparno (1998) luas area mata rusuk merupakan suatu indikator dapat digunakan untuk menaksir jumlah daging pada karkas. Luas urat daging mata rusuk juga bisa digunakan sebagai petunjuk perbedaan tingkat perototan diantara karkas dengan panjang karkas yang sama (Savell dan Smith, 2000). Perbedaan tebal lemak punggung rusuk ke-12, persentase lemak ginjal, pelvis dan jantung serta tebal lemak rump P8, maupun tebal lemak pangkal ekor meskipun secara statistik sama (P>0.05) namun menunjukkan eratnya hubungan antara butt shape dengan perlemakan karkas. Hal ini sesuai dengan Johnson (1991) yang mendapatkan butt shape B mengandung fat lebih banyak daripada butt shape D masing-masing sebesar 22.2% dan 14.1%. Demikian pula dengan Johnson et al. (1996) yang meneliti 40 karkas sapi domestik Australia, mendapatkan butt shape tertinggi ( C ) yang diperoleh mengandung total lemak lebih banyak dibandingkan butt shape terendah ( E ), masing-masing 15.2% dan 12.2%. Perbedaan bobot karkas, tebal lemak punggung rusuk ke-12, persentase lemak ginjal, pelvis dan jantung, tebal lemak pangkal ekor dan tebal lemak rump P8 dari ketiga konformasi butt shape dapat dilihat pada Gambar 18, 19, dan 20. Persentase karkas tidak menunjukkan pengaruh nyata, terutama pada butt shape yang berbeda kemungkinan disebabkan pada butt shape yang lebih tinggi mengalami penyusutan yang lebih tinggi sebagai akibat deposisi lemak visceral (lemak omental atau lemak caul). Lemak ini terhitung sebagai bobot hidup sehingga mengurangi persentase bobot karkas dibanding butt shape yang lebih rendah. Hal ini sesuai dengan Berg dan Butterfield (1976) bahwa semakin berat bobot hidup yang ditunjukkan oleh kondisi yang lebih baik maka berat jaringan lemak tubuh akan semakin meningkat dibanding otot maupun tulang.

22 70 Karkas (kg) ,22 D 124,4 C 137,48 B Kategori Butt Shape Gambar 18. Grafik bobot karkas dari ketiga konformasi butt shape Tebal Lemak (mm) Tebal Lemak Rusuk 12/13 4,5 4,14 4 3,13 3,5 3,5 3 2,5 2,5 1,91 1,58 2,06 2 1,61 1,67 1,5 1 0,5 0 D C B Kategori Butt Shape Tebal lemak Rump P8 % Lemak GPJ Gambar 19. Grafik tebal lemak punggung rusuk ke -12, tebal lemak rump P8 dan persentase lemak ginjal, pelvis dan jantung dari ketiga konformasi butt shape

23 71 TLPE (mm) 33, , , , , ,64 D 31,47 C 33,25 B Kategori Butt Shape Gambar 20. Grafik tebal lemak pangkal ekor dari ketiga konformasi butt shape Pengaruh Bangsa Sapi dan Konformasi Butt Shape terhadap Komponen Karkas Pengaruh bangsa sapi dan butt shape terhadap rataan bobot komponen karkas dapat dilihat pada Tabel 14. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi bangsa sapi dengan butt shape, maupun bangsa sapi secara mandiri tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap bobot komponen karkas (P>0.05). Secara mandiri, butt shape menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) terhadap bobot dan persentase daging, trim lemak dan tulang. Tabel 14 menunjukkan bahwa secara absolut semakin tinggi butt shape (B ke C dan D) maka akan semakin tinggi pula bobot komponen daging, trim lemak dan tulang. Perbedaan ini mengindikasikan adanya hubungan positif yang linear antara butt shape terhadap bobot daging, trim lemak dan tulang, dimana semakin meningkat skor butt shape maka bobot daging, trim lemak dan tulang meningkat secara nyata. Karkas dengan skor butt shape B mempunyai kandungan daging, trim lemak (fat) dan tulang yang tinggi dibandingkan skor butt shape D. Perbedaan ini disebabkan sapi yang digunakan masih dalam fase pertumbuhan sehingga ketiga komponen karkas masih bertumbuh secara paralel. Hal ini sesuai dengan Berg dan Butterfield (1976) yang menyatakan bahwa selama masa pertumbuhan ternak, pertumbuhan komponen karkas diawali oleh tulang

24 72 kemudian dilanjutkan oleh pertumbuhan daging. Pada akhir masa pertumbuhan, dilanjutkan oleh deposisi lemak yang cepat. Hal yang sama dilaporkan Johnson et al. (1996) yang meneliti konformasi butt shape untuk pasar domestik Australia, dimana total lemak akan semakin berkurang dengan menurunnya skor butt shape (dari skor butt shape C ke E). Tabel 14. Rataan bobot dan persentase komponen karkas pada konformasi butt shape dan bangsa sapi yang berbeda Komponen Bangsa Butt Shape Karkas Sapi D C B Rataan Daging (kg) ACC BX Rataan c b a Persentase ACC Daging BX Rataan A A B Trim Lemak (kg) ACC BX Rataan c b a Persentase ACC Trim Lemak BX Rataan a b c Tulang (kg) ACC BX Rataan bb b aa Persentase Tulang ACC BX Rataan a ba bb *)Superskrip huruf besar yang berbeda pada peubah yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05); superskrip huruf kecil yang berbeda pada peubah yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) Meskipun demikian, secara relatif (persentase) komponen karkas terhadap bobot karkas, tampak bahwa semakin tinggi butt shape maka persentase lemak semakin meningkat sedangkan persentase daging dan tulang semakin menurun. Hal ini menunjukkan bahwa yang paling berperan terhadap perubahan komposisi karkas adalah komponen lemak, hal ini telah dibuktikan Hafid (1998). Perbedaan bobot komponen karkas dari ketiga konformasi butt shape dapat dilihat pada Gambar 27.

25 73 Bobot (kg) ,69 19,5 19,64 D 72,3 19,18 23,56 C Klasifikasi Butt Shape 78,27 20,37 28,34 B Daging Tulang Trim Lemak Gambar 27. Grafik bobot komponen karkas dari ketiga klasifikasi butt shape Pengaruh Kategori Jenis Kelamin dan Konformasi Butt Shape terhadap Karakteristik Karkas Rataan karakteristik karkas berdasarkan kategori jenis kelamin dan konformasi butt shape dapat dilihat pada Tabel 15. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi jenis kelamin dan konformasi butt shape berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap luas urat daging mata rusuk, sedangkan karakteristik karkas lainnya tidak nyata (P>0.05). Faktor butt shape secara mandiri berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap karakteristik karkas utamanya pada parameter bobot karkas, luas urat daging mata rusuk, tebal lemak punggung rusuk ke-12, persentase lemak ginjal, pelvis dan jantung, serta tebal lemak rump P8.

26 74 Tabel 15. Rataan karakteristik karkas berdasarkan jenis kelamin dan konformasi butt shape yang berbeda Karakteristik Jenis Butt Shape karkas Kelamin D C B Rataan Bobot karkas (kg) Cow a Heifer a Steer b Rataan c b a Persentase karkas Cow Heifer Steer Rataan Urat daging mata Cow ad ab ac a Rusuk (cm 2 ) Heifer d a c a Steer d abd abd b Rataan b a a Tebal lemak Cow a punggung rusuk Heifer a Ke-12 (cm) Steer b Rataan 1.61 c 1.99 b 2.48 a Persentase lemak Cow a ginjal, pelvik dan Heifer b Jantung Steer c Rataan 1.64 c 1.75 b 2.04 a Tebal lemak Cow pangkal ekor Heifer (mm) Steer Rataan B AB A Tebal lemak rump Cow P8 (cm) Heifer Steer Rataan 3.14 c 3.51 b 4.12 a *)Superskrip huruf besar yang berbeda pada peubah yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05); superskrip huruf kecil yang berbeda pada peubah yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) Faktor klasifikasi jenis kelamin secara mandiri berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap karakteristik karkas utamanya pada parameter bobot karkas, luas urat daging mata rusuk, tebal lemak punggung rusuk ke-12 dan persentase lemak ginjal, pelvis dan jantung. Berdasarkan Tabel 15, kombinasi heifer dengan konformasi butt shape B menunjukkan area urat daging mata rusuk yang terluas ( cm 2 )

27 75 dibandingkan kombinasi lainnya. Luas urat daging mata rusuk terendah pada kombinasi heifer dengan butt shape D (96.09 cm 2 ) dan kombinasi dengan steer (97.13 cm 2 ). Perbedaan ini menunjukkan bahwa pada kombinasi sapi betina (cow dan heifer) dengan butt shape B mempunyai pertumbuhan urat daging mata rusuk yang lebih baik dibandingkan steer, yang ditunjukkan dengan lebih luasnya urat daging mata rusuk. Menurut Crouse et al. (1985) dan Aberle et al. (2001), luas urat daging mata rusuk dipengaruhi oleh jenis kelamin dan bangsa sapi. Urat daging mata rusuk yang lebih luas menunjukkan perdagingan yang lebih besar. Efek kastrasi mengurangi kecepatan pertumbuhan pada steer. Perbedaan interaksi antara jenis kelamin dengan konformasi butt shape dapat dilihat pada Gambar Luas UDMR (cm2) Cow Heifer Steer 90 D C B Kategori Butt Shape Gambar 28. Grafik interaksi konformasi butt shape dengan jenis kelamin berdasarkan luas urat daging mata rusuk Tabel 15 menunjukkan adanya perbedaan konformasi butt shape terhadap bobot karkas, dimana bobot karkas pada butt shape B ( kg) berbeda sangat nyata dibandingkan butt shape C ( kg) dan D ( kg). Konformasi butt shape C berbeda sangat nyata dibanding butt shape D. Berdasarkan klasifikasi jenis kelamin, diperoleh bobot karkas heifer dan cow nyata lebih berat dibandingkan steer ( kg dan kg VS kg). Perbedaan ini disebabkan oleh adanya perbedaan bobot potong dan adanya

28 76 hubungan erat antara skor butt shape dengan bobot karkas. Data penelitian menunjukkan urutan berat karkas terberat adalah cow, heifer dan steer. Hal ini sesuai Preston dan Willis (1982) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bobot dan persentase karkas adalah pakan, umur, bobot hidup atau bobot potong, jenis kelamin, hormon, bangsa sapi dan konformasi. Persentase karkas akan meningkat dengan meningkatnya bobot potong Aberle et al. (2000). Hasil penelitian Hafid et al. (2001) dan Hafid (2002) menunjukkan perbedaan bobot dan persentase karkas sapi Australian Commercial Cross pada bobot potong dan lama penggemukan yang berbeda, dimana bobot potong dan lama waktu penggemukan berbanding lurus dengan persentase karkas. Pada tebal lemak punggung rusuk ke-12, konformasi butt shape B berbeda nyata dengan butt shape C dan D (2.48 mm Vs 1.99 mm Vs 1.61 mm). Konformasi butt shape C berbeda nyata dengan D. Berdasarkan jenis kelamin, heifer dan cow mempunyai lemak punggung rusuk ke-12 yang nyata lebih tebal dibandingkan steer (2.18 mm dan 2.11 mm Vs 1.80 mm). Persentase lemak ginjal, pelvis dan jantung pada konformasi butt shape B nyata lebih tinggi dibandingkan butt shape C dan D, masing-masing 2.04% Vs 1.75% Vs 1.64%. Konformasi butt shape C berbeda nyata dengan D. Berdasarkan jenis kelamin, cow mempunyai persentase lemak ginjal, pelvis dan jantung lebih tinggi dibandingkan heifer dan steer (2.03% VS 1.81% VS 1.59%. Heifer berbeda nyata dengan steer. Tebal lemak pangkal ekor terdapat perbedaan yang nyata antara butt shape B dengan D (32.97 mm Vs mm), sementara konformasi butt shape C (31.43 mm) tidak berbeda nyata dengan keduanya. Lemak rump P8 nyata lebih tebal pada butt shape B dibandingkan butt shape C dan D (4.12 mm VS 3.51 mm VS 3.14 mm). Konformasi butt shape C berbeda nyata dengan D. Adanya perbedaan pada tebal lemak punggung, persentase lemak ginjal, pelvis dan jantung, tebal lemak pangkal ekor dan tebal lemak rump P8, tampaknya berkaitan erat dengan bobot potong, jenis kelamin dan bobot karkas seperti dikemukakan Preston dan Willis (1982) dan Aberle et al. (2000) di atas. Hanson

29 77 et al. (1999) yang meneliti perbedaan sex class (steer Vs heifer) mendapatkan lemak punggung yang lebih tebal pada heifer dibandingkan steer. Perbedaan karakteristik karkas diantara konformasi butt shape dan jenis kelamin sapi Gambar 23, 24, 25, 26, 27 dan 28. Bobot Karkas (kg) ,31 D 125,68 C 137,03 B Klasifikasi Butt Shape Gambar 23. Grafik bobot karkas dari ketiga konformasi butt shape Tebal lemak (mm) ,61 31,43 32,97 3,14 1,61 3,51 1,99 2,48 4,12 D C B Klasifikasi Butt Shape Tebal Lemak Rusuk 12/13 Tebal Lemak Pangkal Ekor Tebal lemak Rump P8 Gambar 24. Grafik tebal lemak punggung rusuk ke-12, lemak pangkal ekor dan lemak rump P8 dari ketiga konformasi butt shape

30 78 Bobot Karkas (kg) ,82 129,52 119,68 Cow Heifer Steer Klasifikasi Jenis Kelamin Gambar 25. Grafik bobot karkas dari ketiga klasifikasi jenis kelamin 2,5 2,11 2,18 TLR 12 (mm) 2 1,5 1 0,5 0 Cow Heifer 1,8 Steer Klasifikasi Jenis Kelamin Gambar 26. Grafik tebal lemak punggung rusuk ke-12 dari ketiga klasifikasi jenis kelamin

31 79 LGPJ (%) 2,5 2 1,5 1 0,5 0 2,03 Cow Heifer Steer 1,81 1,59 Klasifikasi Jenis Kelamin Gambar 27. Grafik persentase lemak ginjal, pelvis dan jantung dari ketiga klasifikasi jenis kelamin Pengaruh Kategori Jenis Kelamin Sapi dan Konformasi Butt Shape terhadap Komponen Karkas Pengaruh kategori jenis kelamin dan konformasi butt shape terhadap rataan bobot komponen karkas dapat dilihat pada Tabel 16. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi jenis kelamin dan konformasi butt shape tidak berpengaruh nyata (P>0.05), kecuali terhadap bobot dan persentase trim lemak (P<0.01). Secara mandiri jenis kelamin dan konformasi butt shape menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot dan persentase komponen karkas (P<0.01). Berdasarkan Tabel 16, kombinasi cow dengan butt shape B dan heifer dengan butt shape B masing-masing sebesar kg dan kg mempunyai trim lemak yang sangat nyata lebih besar dibandingkan kombinasi lainnya. Kandungan trim lemak terendah terdapat pada kombinasi steer dengan butt shape B (18.14 kg). Fenomena ini sejalan dengan persentase trim lemak dari masingmasing kombinasi perlakuan. Grafik interaksi antara jenis kelamin dengan butt shape pada trim lemak yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 28.

32 80 Tabel 16. Rataan bobot dan persentase komponen karkas pada konformasi butt shape dan jenis kelamin sapi yang berbeda Komponen Jenis Butt Shape karkas kelamin D C B Rataan Daging (kg) Cow ac Heifer b Steer c Rataan c b a Persentase Cow a Daging Heifer ba Steer bb Rataan a b b Trim Lemak Cow d ca a a (kg) Heifer bd ec ab a Steer ff bde bdd b Rataan c b a Persentase Cow A A B a Trim Lemak Heifer A C B a Steer B B B b Rataan a b b Tulang (kg) Cow a Heifer b Steer c Rataan bb b aa Persentase Cow a Tulang Heifer b Steer a Rataan a b c *)Superskrip huruf besar yang berbeda pada peubah yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05); superskrip huruf kecil yang berbeda pada peubah yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) Perbedaan kandungan trim lemak dimana kombinasi cow dan steer dengan konformasi butt shape B nyata lebih berat dibandingkan kombinasi lainnya, mengindikasikan besarnya efek jenis kelamin, utamanya jenis kelamin betina. Semakin tinggi konformasi butt shape juga menunjukkan tingginya kandungan trim lemak karkas. Hal ini sesuai dengan McKiernan (2000) yang menyatakan bahwa skor otot yang ditunjukkan oleh bentuk (shape) sapi sangat dipengaruhi oleh kandungan lemak (fatness). Demikian pula dengan Williams (1982) yang menyatakan bahwa jumlah lemak ternak sapi betina (heifer dan cow) lebih banyak

tumbuh lebih cepat daripada jaringan otot dan tulang selama fase penggemukan. Oleh karena itu, peningkatan lemak karkas mempengaruhi komposisi

tumbuh lebih cepat daripada jaringan otot dan tulang selama fase penggemukan. Oleh karena itu, peningkatan lemak karkas mempengaruhi komposisi PENDAHULUAN Semakin meningkatnya daya beli masyarakat dan berkembangnya industri perhotelan, restoran dan usaha waralaba merupakan kekuatan yang mendorong meningkatnya permintaan produk peternakan, khususnya

Lebih terperinci

Pertumbuhan Alometri Dimensi Panjang dan Lingkar Tubuh Sapi Bali Jantan

Pertumbuhan Alometri Dimensi Panjang dan Lingkar Tubuh Sapi Bali Jantan ISSN : 1411-8327 Pertumbuhan Alometri Dimensi Panjang dan Lingkar Tubuh Sapi Bali Jantan (THE ALLOMETRIC GROWTH OF LONG AND CIRCULAR BODY DIMENSION OF BALI CATTLE) I Putu Sampurna 1, I Ketut Suatha 2 1)

Lebih terperinci

Darmaga Bogor, Januari Harapin Hafid H. xii

Darmaga Bogor, Januari Harapin Hafid H. xii PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga penulis telah dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi yang berjudul:

Lebih terperinci

Pertumbuhan dan Distribusi Potongan Komersial Karkas Sapi Australian Commercial Cross dan Brahman Cross Hasil Penggemukan

Pertumbuhan dan Distribusi Potongan Komersial Karkas Sapi Australian Commercial Cross dan Brahman Cross Hasil Penggemukan Media Peternakan, Agustus 2006, hlm. 63-69 ISSN 0126-0472 Terakreditasi SK Dikti No: 56/DIKTI/Kep/2005 Vol. 29 No. 2 Pertumbuhan dan Distribusi Potongan Komersial Karkas Sapi Australian Commercial Cross

Lebih terperinci

HUBUNGAN BUTT SHAPE KARKAS SAPI BRAHMAN CROSS TERHADAP PRODUKTIVITAS KARKAS PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA

HUBUNGAN BUTT SHAPE KARKAS SAPI BRAHMAN CROSS TERHADAP PRODUKTIVITAS KARKAS PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA HUBUNGAN BUTT SHAPE KARKAS SAPI BRAHMAN CROSS TERHADAP PRODUKTIVITAS KARKAS PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA SKRIPSI MUHAMMAD NORMAN ISMAIL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan di kandang Lapangan Percobaan, Blok B Ruminansia Kecil, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ternak domba

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan Keadaan hewan pada awal penelitian dalam keadaan sehat. Sapi yang dimiliki oleh rumah potong hewan berasal dari feedlot milik sendiri yang sistem pemeriksaan kesehatannya

Lebih terperinci

Gambar 3a. Sapi Australian Commercial Cross (ACC)

Gambar 3a. Sapi Australian Commercial Cross (ACC) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di PT. Celmor Perdana Indonesia, Laboratorium Ruminansia Besar Fakultas Peternakan kampus IPB Darmaga Bogor. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN BUTT SHAPE KARKAS SAPI BRAHMAN CROSS TERHADAP PRODUKTIVITAS KARKAS PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA

HUBUNGAN BUTT SHAPE KARKAS SAPI BRAHMAN CROSS TERHADAP PRODUKTIVITAS KARKAS PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA HUBUNGAN BUTT SHAPE KARKAS SAPI BRAHMAN CROSS TERHADAP PRODUKTIVITAS KARKAS PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA SKRIPSI MUHAMMAD NORMAN ISMAIL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Sapi Potong di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Sapi Potong di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Sapi Potong di Indonesia Jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia terdiri dari sapi lokal dan sapi impor yang telah mengalami domestikasi dan sapi yang mampu beradaptasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KambingKacang Kambing Kacang merupakan salah satu kambing lokal di Indonesia dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh yang relatif kecil,

Lebih terperinci

Distribusi komponen karkas sapi Brahman Cross (BX) hasil penggemukan pada umur pemotongan yang berbeda

Distribusi komponen karkas sapi Brahman Cross (BX) hasil penggemukan pada umur pemotongan yang berbeda Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 25 (1): 24-34 ISSN: 0852-3581 E-ISSN: 9772443D76DD3 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Distribusi komponen karkas sapi Brahman Cross (BX) hasil penggemukan pada umur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Bos taurus (sapi Eropa) Bos indicus (sapi India/sapi zebu) Bos sondaicus (banteng/sapi Bali)

TINJAUAN PUSTAKA. : Bos taurus (sapi Eropa) Bos indicus (sapi India/sapi zebu) Bos sondaicus (banteng/sapi Bali) TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh

I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia pada daging sapi segar dan berkualitas beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh berbagai aspek diantaranya,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba garut Domba Ekor Tipis

TINJAUAN PUSTAKA Domba garut Domba Ekor Tipis TINJAUAN PUSTAKA Domba garut Domba garut merupakan domba yang telah lama dikembangkan di daerah Garut dan biasanya berasal dari daerah Garut, Bogor. Berdasarkan sifat genetiknya, domba garut merupakan

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN VII VII. MANAJEMEN PEMASARAN. Mengetahui kelas dan grade ternak potong yang akan dipasarkan

POKOK BAHASAN VII VII. MANAJEMEN PEMASARAN. Mengetahui kelas dan grade ternak potong yang akan dipasarkan Tatap muka : ke 12 POKOK BAHASAN VII VII. MANAJEMEN PEMASARAN Tujuan Instruksional Umum : Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti arti penting manajemen pemasaran pada ternak potong, sehingga dapat menyusun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross 3 TINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross Sapi Brahman adalah sapi yang berasal dari India yang merupakan keturunan dari sapi Zebu (Bos Indicus). Bangsa sapi Brahman merupakan sapi hasil persilangan dari tiga

Lebih terperinci

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL EFFECT OF SEX AND SLAUGHTER WEIGHT ON THE MEAT PRODUCTION OF LOCAL SHEEP Endah Subekti Staf Pengajar Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien HASIL DAN PEMBAHASAN Tumbuh-Kembang Karkas dan Komponennya Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien pertumbuhan relatif (b) terhadap bobot tubuh kosong yang nyata lebih tinggi (1,1782)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Artiodactyla. Bos indicus Bos sondaicus

TINJAUAN PUSTAKA. : Artiodactyla. Bos indicus Bos sondaicus TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Domba Priangan Domba adalah salah satu hewan yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum Rataan konsumsi bahan kering dan protein ransum per ekor per hari untuk setiap perlakuan dapat

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli yang dikembangkan di Indonesia. Ternak ini berasal dari keturunan asli banteng liar yang telah

Lebih terperinci

TUMBUH KEMBANG TUBUH TERNAK

TUMBUH KEMBANG TUBUH TERNAK TUMBUH KEMBANG TUBUH TERNAK PROSES PERTUMBUHAN PERTAMBAHAN BERAT BADAN PERKEMBANGAN Perkembangan : perubahan dalam bentuk badan dan konformasi yang diakibatkan oleh pertumbuhan diferensial dari jaringan

Lebih terperinci

Animal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

Animal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at : Animal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p 123 132 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DAN EDIBLE PORTION PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DIBERI

Lebih terperinci

HUBUNGAN BOBOT KARKAS DENGAN LUAS URAT DAGING MATA RUSUK PADA SAPI BRAHMAN CROSS JANTAN DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) LUBUK BUAYA PADANG SKRIPSI.

HUBUNGAN BOBOT KARKAS DENGAN LUAS URAT DAGING MATA RUSUK PADA SAPI BRAHMAN CROSS JANTAN DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) LUBUK BUAYA PADANG SKRIPSI. HUBUNGAN BOBOT KARKAS DENGAN LUAS URAT DAGING MATA RUSUK PADA SAPI BRAHMAN CROSS JANTAN DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) LUBUK BUAYA PADANG SKRIPSI Oleh : OMAR ABDALAH 06 161 009 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi karkas dan non karkas. a. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi karkas.

b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi karkas dan non karkas. a. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi karkas. Tatap muka ke : 8 & 9 POKOK BAHASAN : PRODUKSI KARKAS DAN NON KARKAS Tujuan Instruksional Umum : a. Untuk mengetahui produksi karkas dan non karkas ternak ruminansia besar dan kecil. b. Mengetahui faktor-faktor

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kaspia yang tepatnya berada didaerah Stepa Aralo-Caspian sejak masa neolitik.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kaspia yang tepatnya berada didaerah Stepa Aralo-Caspian sejak masa neolitik. II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Sejarah dan Penyebaran Domba Lokal Ternak domba yang ada pada saat ini merupakan hasil seleksi berpuluhpuluh tahun, dan pusat domestikasinya diperkirakan berada dekat dengan

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun RPH kota Bekasi

IV PEMBAHASAN. yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun RPH kota Bekasi 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Bekasi adalah rumah potong hewan yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun 2009. RPH kota Bekasi merupakan rumah potong dengan

Lebih terperinci

Gambar 2. (a) Kandang Individu (b) Ternak Domba

Gambar 2. (a) Kandang Individu (b) Ternak Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Tempat yang digunakan untuk penelitian berada di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil dan Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan komoditas ternak, khususnya daging. Fenomena

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan bulan Juni sampai dengan September 2011. Pengolahan minyak ikan Lemuru ke dalam bentuk Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan yang bernilai gizi tinggi sangat dibutuhkan untuk menghasilkan generasi yang cerdas dan sehat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut pangan hewani sangat memegang

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. hewan bagi konsumsi masyarakat umum dan digunakan sebagai tempat

KAJIAN KEPUSTAKAAN. hewan bagi konsumsi masyarakat umum dan digunakan sebagai tempat 11 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Definisi Rumah Potong Hewan (RPH) Rumah Potong Hewan (RPH) adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Kerbau Populasi Ternak Kerbau di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Kerbau Populasi Ternak Kerbau di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Ternak Kerbau Kerbau termasuk dalam sub-famili Bovinae, genus Bubalus. Kerbau domestik (Bubalus bubalus) terbagi menjadi dua kelompok yaitu kerbau Rawa (swamp buffalo) dan kerbau Sungai

Lebih terperinci

ANALISIS TUMBUH KEMBANG KARKAS SAPI BALI JANTAN DAN BETINA DARI POLA PEMELIHARAAN EKSTENSIF DI SULAWESI TENGGARA. Oleh: Nuraini dan Harapin Hafid 1)

ANALISIS TUMBUH KEMBANG KARKAS SAPI BALI JANTAN DAN BETINA DARI POLA PEMELIHARAAN EKSTENSIF DI SULAWESI TENGGARA. Oleh: Nuraini dan Harapin Hafid 1) ANALISIS TUMBUH KEMBANG KARKAS SAPI BALI JANTAN DAN BETINA DARI POLA PEMELIHARAAN EKSTENSIF DI SULAWESI TENGGARA Oleh: Nuraini dan Harapin Hafid 1) ABSTRACT This study aims to analyze the growth patterns

Lebih terperinci

Pertumbuhan Alometri Dimensi Panjang dan Lingkar Tubuh Sapi Bali Jantan

Pertumbuhan Alometri Dimensi Panjang dan Lingkar Tubuh Sapi Bali Jantan Jurnal Veteriner Maret 2010 Vol. 11 No. 1 : 46-51 ISSN : 1411-8327 Pertumbuhan Alometri Dimensi Panjang dan Lingkar Tubuh Sapi Bali Jantan (THE ALLOMETRIC GROWTH OF LONG AND CIRCULAR BODY DIMENSION OF

Lebih terperinci

MEAT (DAGING) Atat Siti Nurani

MEAT (DAGING) Atat Siti Nurani MEAT (DAGING) Atat Siti Nurani PENUTUP DAGING SAPI ATAU LEBIH DIKENAL DENGAN NAMA TOPSIDE ATAU ROUND Penutup Daging Sapi atau lebih dikenal dengan nama Topside atau Round adalah bagian daging sapi yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot dan Persentase Komponen Karkas Komponen karkas terdiri dari daging, tulang, dan lemak. Bobot komponen karkas dapat berubah seiring dengan laju pertumbuhan. Definisi pertumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Asal-Usul dan Klasifikasi Domba Domba yang dijumpai saat ini merupakan hasil domestikasi yang dilakukan manusia. Pada awalnya domba diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu Mouflon

Lebih terperinci

EKTERIOR, PENENTUAN UMUR, PENANDAAN, PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN EVALUASI TERNAK POTONG. Oleh: Suhardi, S.Pt.,MP

EKTERIOR, PENENTUAN UMUR, PENANDAAN, PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN EVALUASI TERNAK POTONG. Oleh: Suhardi, S.Pt.,MP EKTERIOR, PENENTUAN UMUR, PENANDAAN, PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN EVALUASI TERNAK POTONG Oleh: Suhardi, S.Pt.,MP Silabus: Membahas tentang metode penilaian ternak potong dan evaluasinya baik secara teori

Lebih terperinci

Korelasi Antara Nilai Frame Score Dan Muscle Type... Tri Antono Satrio Aji

Korelasi Antara Nilai Frame Score Dan Muscle Type... Tri Antono Satrio Aji Korelasi antara Nilai Frame Score dan Muscle Type dengan Bobot Karkas pada Sapi Kebiri Australian Commercial Cross (Studi Kasus di Rumah Potong Hewan Ciroyom, Bandung) Correlation between Frame Score and

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2011. Pemeliharaan domba dilakukan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil sedangkan

Lebih terperinci

Hubungan antara Umur dengan Berat Karkas Depan (Fore Quarter) Ditinjau dari Potongan Primal Sapi Bali Jantan

Hubungan antara Umur dengan Berat Karkas Depan (Fore Quarter) Ditinjau dari Potongan Primal Sapi Bali Jantan Hubungan antara Umur dengan Berat Karkas Depan (Fore Quarter) Ditinjau dari Potongan Primal Sapi Bali Jantan DEWA AYU SRIWIJAYANTI, I GEDE PUTU, MAS DJOKO RUDYANTO Lab Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Sumber Daya Genetik Ternak dari Jawa Barat, yaitu dari daerah Cibuluh,

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Sumber Daya Genetik Ternak dari Jawa Barat, yaitu dari daerah Cibuluh, II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Domba Garut Asal usul domba Garut diyakini berasal dari Kabupaten Garut sebagai Sumber Daya Genetik Ternak dari Jawa Barat, yaitu dari daerah Cibuluh, Cikandang, dan Cikeris,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban TINJAUAN PUSTAKA Kurban Menurut istilah, kurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Anis, 1972). Kurban hukumnya sunnah,

Lebih terperinci

Pengaruh Konformasi Butt Shape terhadap Karakteristik Karkas Sapi Brahman Cross pada Beberapa Klasifikasi Jenis Kelamin

Pengaruh Konformasi Butt Shape terhadap Karakteristik Karkas Sapi Brahman Cross pada Beberapa Klasifikasi Jenis Kelamin Media Peternakan, Desember 2006, hlm. 162-168 ISSN 0126-0472 Terakreditasi SK Dikti No: 56/DIKTI/Kep/2005 Vol. 29 No. 3 Pengaruh Konformasi Butt Shape terhadap Karakteristik Karkas Sapi Brahman Cross pada

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tatap muka ke 7 POKOK BAHASAN : PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui program pemberian pakan pada penggemukan sapi dan cara pemberian pakan agar diperoleh tingkat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah menghasilkan karkas dengan bobot yang tinggi (kuantitas), kualitas karkas yang bagus dan daging yang

Lebih terperinci

POTONGAN KOMERSIAL KARKAS KERBAU: STUDI KASUS DI PT KARIYANA GITA UTAMA-SUKABUMI

POTONGAN KOMERSIAL KARKAS KERBAU: STUDI KASUS DI PT KARIYANA GITA UTAMA-SUKABUMI POTONGAN KOMERSIAL KARKAS KERBAU: STUDI KASUS DI PT KARIYANA GITA UTAMA-SUKABUMI (Commercial Cut of Buffalo Carcass: Case Study on PT Kariyana Gita Utama Sukabumi) MISKIYAH dan SRI USMIATI Balai Besar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Timor Barat Letak Geografi Iklim

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Timor Barat Letak Geografi Iklim 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Timor Barat Letak Geografi Timor Barat termasuk daerah di daratan Timor, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan luas wilayah 47 350 Km terletak antara 12-18 0 Lintang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Simmental Peranakan Ongole (SIMPO) B. Pertumbuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Simmental Peranakan Ongole (SIMPO) B. Pertumbuhan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Simmental Peranakan Ongole (SIMPO) Sapi Simmental Peranakan Ongole (SIMPO) merupakan sapi hasil persilangan induk sapi PO dengan menggunakan straw pejantan sapi Simmental

Lebih terperinci

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong merupakan bangsa-bangsa kambing yang terdapat di wilayah Jawa Tengah (Dinas Peternakan Brebes

Lebih terperinci

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat.

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil serta Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodactile (berkuku atau berteracak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bobot Badan Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh dapat menjadi acuan untuk mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh mempunyai kegunaan untuk menaksir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Salah satu komoditas kekayaan plasma nutfah nasional di sub sektor peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang dapat memproduksi susu,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KARKAS DAN BAGIAN-BAGIAN KARKAS SAPI PERANAKAN ONGOLE JANTAN DAN BETINA PADA PETERNAKAN RAKYAT DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KARAKTERISTIK KARKAS DAN BAGIAN-BAGIAN KARKAS SAPI PERANAKAN ONGOLE JANTAN DAN BETINA PADA PETERNAKAN RAKYAT DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA KARAKTERISTIK KARKAS DAN BAGIAN-BAGIAN KARKAS SAPI PERANAKAN ONGOLE JANTAN DAN BETINA PADA PETERNAKAN RAKYAT DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA (Carcass Characteristic and its Components of Male and Female

Lebih terperinci

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui sistem produksi ternak kerbau sungai Mengetahui sistem produksi ternak kerbau lumpur Tujuan

Lebih terperinci

PERSENTASE KARKAS, TEBAL LEMAK PUNGGUNG DAN INDEKS PERDAGINGAN SAPI BALI, PERANAKAN ONGOLE DAN AUSTRALIAN COMMERCIAL CROSS

PERSENTASE KARKAS, TEBAL LEMAK PUNGGUNG DAN INDEKS PERDAGINGAN SAPI BALI, PERANAKAN ONGOLE DAN AUSTRALIAN COMMERCIAL CROSS PERSENTASE KARKAS, TEBAL LEMAK PUNGGUNG DAN INDEKS PERDAGINGAN SAPI BALI, PERANAKAN ONGOLE DAN AUSTRALIAN COMMERCIAL CROSS Maria Yosita, Undang Santosa, Endang Yuni Setyowati Fakultas Peternakan, Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Populasi ternak sapi di suatu wilayah perlu diketahui untuk menjaga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan Metode 35 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret - Mei 2008 di Rumah Potong Hewan (RPH) Aldia-Kupang. Pengumpulan data pengukuran produktivitas karkas dilakukan

Lebih terperinci

Tabel 1. Keadaan Iklim Desa Cikole Kecamatan Lembang. Temperatur Maksimal Temperatur Minimal Kelembaban 80,5 %

Tabel 1. Keadaan Iklim Desa Cikole Kecamatan Lembang. Temperatur Maksimal Temperatur Minimal Kelembaban 80,5 % HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Sejarah Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT SP dan HMT) Cikole berdiri sejak tahun 1952 dengan

Lebih terperinci

Mutu karkas dan daging sapi

Mutu karkas dan daging sapi Standar Nasional Indonesia Mutu karkas dan daging sapi ICS 67.120.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan setiap pukul WIB,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan setiap pukul WIB, 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan setiap pukul 01.00-06.00 WIB, mulai dari tanggal 29Juli sampai dengan 23 Agustus 2016 di rumah potong hewan (RPH) Kampung Bustaman,

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011)

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011) HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Bogor merupakan wilayah dari Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Propinsi Banten dan bagian dari wilayah Jabotabek. Secara geografis,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross Pertumbuhan Ternak

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross Pertumbuhan Ternak TINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross Sapi Brahman berasal dari India yang merupakan keturunan dari sapi Zebu (Bos Indicus). Sapi Brahman Cross merupakan sapi hasil persilangan antara sapi Brahman (Bos Indicus)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Sapi Bali Abidin (2002) mengatakan bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos Sondaicus)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

TINJAUAN PUSTAKA. Domba TINJAUAN PUSTAKA Domba Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu, diantaranya berdasarkan perbandingan banyak daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan asal

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN YIELD GRADE DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING

HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN YIELD GRADE DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN YIELD GRADE DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING Agung Gilang Pratama*, Siti Nurachma, dan Andiana Sarwestri Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Populasi domba terbesar terdapat di Kabupaten Garut yang termasuk salah

PENDAHULUAN. Populasi domba terbesar terdapat di Kabupaten Garut yang termasuk salah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi domba terbesar terdapat di Kabupaten Garut yang termasuk salah satu Kabupaten di Jawa Barat dengan jumlah populasi pada Tahun 2013 yaitu 1.129.633 ekor dengan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 1 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 01 Desember 015 sampai 31 Januari 016 di Rumah Pemotongan Hewan Sapi Jagalan, Surakarta, Jawa Tengah.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakasanakan di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu - 19 o c

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu - 19 o c Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu - 19 o c (THE QUALITY OF WAGYU BEEF AND BALI CATTLE BEEF DURING THE FROZEN STORAGE AT - 19 O C) Thea Sarassati 1, Kadek Karang Agustina

Lebih terperinci

II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan taksonomi

II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan taksonomi 6 II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Bali Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class Ordo Sub ordo Infra ordo Famili Genus

Lebih terperinci

PARAMETER TUBUH DAN SIFAT-SIFAT KARKAS SAPI POTONG PADA KONDISI TUBUH YANG BERBEDA SKRIPSI VINA MUHIBBAH

PARAMETER TUBUH DAN SIFAT-SIFAT KARKAS SAPI POTONG PADA KONDISI TUBUH YANG BERBEDA SKRIPSI VINA MUHIBBAH PARAMETER TUBUH DAN SIFAT-SIFAT KARKAS SAPI POTONG PADA KONDISI TUBUH YANG BERBEDA SKRIPSI VINA MUHIBBAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Zoologis Sapi Menurut blakely dan bade, (1998) Secara umum klasifikasi Zoologis ternak sapi adalah sebagai berikut Kingdom Phylum Sub Pylum Class Sub Class Ordo Sub

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR DALAM PENGGEMUKAN SAPI POTONG

FAKTOR-FAKTOR DALAM PENGGEMUKAN SAPI POTONG Tatap muka ke 2 3 POKOK BAHASAN : FAKTOR-FAKTOR DALAM PENGGEMUKAN SAPI POTONG Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penggemukan sapi potong dan cara memanipulasi

Lebih terperinci

PERSENTASE KARKAS SAPI BALI PADA BERBAGAI BERAT BADAN DAN LAMA PEMUASAAN SEBELUM PEMOTONGAN

PERSENTASE KARKAS SAPI BALI PADA BERBAGAI BERAT BADAN DAN LAMA PEMUASAAN SEBELUM PEMOTONGAN PERSENTASE KARKAS SAPI BALI PADA BERBAGAI BERAT BADAN DAN LAMA PEMUASAAN SEBELUM PEMOTONGAN (The Percentage of Carcass in Different Body Weight and Fasting Period Prior to Slaughtering of Bali Cattle)

Lebih terperinci

WEIGHT AND LENGTH OF BRAHMAN CROSS STEER CARCASS AT DIFFERENT BUTT SHAPE

WEIGHT AND LENGTH OF BRAHMAN CROSS STEER CARCASS AT DIFFERENT BUTT SHAPE WEIGHT AND LENGTH OF BRAHMAN CROSS STEER CARCASS AT DIFFERENT BUTT SHAPE 1) Doni Herviyanto 1, Kuswati 2, Hary Nugroho 2, and Trinil Susilawati 2 Undergraduate Student at Animal Husbandry Faculty Brawijaya

Lebih terperinci

KOMPOSISI FISIK DAN POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN PADA KECEPATAN PERTUMBUHAN BERBEDA DENGAN PEMELIHARAAN SEMI INTENSIF

KOMPOSISI FISIK DAN POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN PADA KECEPATAN PERTUMBUHAN BERBEDA DENGAN PEMELIHARAAN SEMI INTENSIF KOMPOSISI FISIK DAN POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN PADA KECEPATAN PERTUMBUHAN BERBEDA DENGAN PEMELIHARAAN SEMI INTENSIF SKRIPSI RIKI RACHMAN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan terhadap daging khususnya daging sapi di Propinsi Sumatera Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sumatera Barat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan dengan metode studi kasus pada bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan dengan metode studi kasus pada bulan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dengan metode studi kasus pada bulan Maret 2016 April 2016. Lokasi penelitian di Rumah Potong Hewan Penggaron

Lebih terperinci

PROFIL KARKAS TERNAK DOMBA DAN KAMBING

PROFIL KARKAS TERNAK DOMBA DAN KAMBING PROFIL KARKAS TERNAK DOMBA DAN KAMBING (Profile of Sheep and Goat Carcass) ROSWITA SUNARLIM dan SRI USMIATI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Jl. Tentara Pelajar No. 12 Cimanggu,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dengan lama pemeliharaan 6 minggu dan masa adaptasi 3 minggu. Penelitian ini dimulai pada akhir bulan Februari

Lebih terperinci

Proporsi Potongan Utama Komersial Karkas (Primal Cut) Pada Sapi Brahman Cross

Proporsi Potongan Utama Komersial Karkas (Primal Cut) Pada Sapi Brahman Cross Proporsi Potongan Utama Komersial Karkas (Primal Cut) Pada Sapi Brahman Cross Ulil Amri 1 Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan proporsi potongan utama komersial karkas (primal cut) pada

Lebih terperinci

PERSENTASE KARKAS, NON KARKAS DAN JEROAN SAPI BRAHMAN CROSS PADA BERBAGAI UKURAN BOBOT HIDUP PUTRA RAHALDO

PERSENTASE KARKAS, NON KARKAS DAN JEROAN SAPI BRAHMAN CROSS PADA BERBAGAI UKURAN BOBOT HIDUP PUTRA RAHALDO PERSENTASE KARKAS, NON KARKAS DAN JEROAN SAPI BRAHMAN CROSS PADA BERBAGAI UKURAN BOBOT HIDUP PUTRA RAHALDO FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PRODUKSI DOMBA DAN KAMBING IDENTIFIKASI UMUR DAN PERFORMANS TUBUH (DOMBA)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PRODUKSI DOMBA DAN KAMBING IDENTIFIKASI UMUR DAN PERFORMANS TUBUH (DOMBA) LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PRODUKSI DOMBA DAN KAMBING IDENTIFIKASI UMUR DAN PERFORMANS TUBUH (DOMBA) Disusun Oleh : Kelompok 9 Dita Swafitriani 200110140030 Hartiwi Andayani 200110140176 Fathi Hadad 200110140242

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil Analisis Ukuran Tubuh Domba. Ukuran Tubuh Minimal Maksimal Rata-rata Standar Koefisien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil Analisis Ukuran Tubuh Domba. Ukuran Tubuh Minimal Maksimal Rata-rata Standar Koefisien 19 4.1 Ukuran Tubuh Domba Lokal IV HASIL DAN PEMBAHASAN Indeks morfologi tubuh sangat diperlukan dalam mengevaluasi konformasi tubuh sebagai ternak pedaging. Hasil pengukuran ukuran tubuh domba lokal betina

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Itik Rambon Ternak unggas yang dapat dikatakan potensial sebagai penghasil telur selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, melihat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Assolihin Aqiqah bertempat di Jl. Gedebage Selatan, Kampung Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini lokasinya mudah ditemukan

Lebih terperinci

Muhamad Fatah Wiyatna Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Muhamad Fatah Wiyatna Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Perbandingan Indek Perdagingan Sapi-sapi Indonesia (Sapi Bali, Madura,PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) (The Ratio of Meat Indek of Indonesian Cattle (Bali, Madura, PO) with Australian

Lebih terperinci

POTONGAN KOMERSIAL KARKAS KAMBING KACANG JANTAN DAN DOMBA LOKAL JANTAN TERHADAP KOMPOSISI FISIK KARKAS, SIFAT FISIK DAN NILAI GIZI DAGING

POTONGAN KOMERSIAL KARKAS KAMBING KACANG JANTAN DAN DOMBA LOKAL JANTAN TERHADAP KOMPOSISI FISIK KARKAS, SIFAT FISIK DAN NILAI GIZI DAGING POTONGAN KOMERSIAL KARKAS KAMBING KACANG JANTAN DAN DOMBA LOKAL JANTAN TERHADAP KOMPOSISI FISIK KARKAS, SIFAT FISIK DAN NILAI GIZI DAGING (Cutting of Carcass Male Kacang Goat and Native Sheep on Composition

Lebih terperinci