HUBUNGAN BUTT SHAPE KARKAS SAPI BRAHMAN CROSS TERHADAP PRODUKTIVITAS KARKAS PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA
|
|
- Yuliani Sudirman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HUBUNGAN BUTT SHAPE KARKAS SAPI BRAHMAN CROSS TERHADAP PRODUKTIVITAS KARKAS PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA SKRIPSI MUHAMMAD NORMAN ISMAIL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
2 RINGKASAN Muhammad Norman Ismail. D Hubungan Butt Shape Karkas sapi Brahman Cross terhadap Produktivitas Karkas, pada Jenis Kelamin yang Berbeda. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Henny Nuraini, MSi Pembimbing Anggota : Bramada Winiar Putra, SPt Butt shape adalah keselarasan bentuk paha dengan konformasi karkas secara keseluruhan dengan cara melihat bentuk paha hewan ternak dan memberikan skor tertinggi sampai terendah (A, B, C, D, E). Walaupun indikasi manfaat penggunaan butt shape dalam estimasi hasil daging hanya sedikit, namun demikian dalam kenyataannya butt shape mempunyai pengaruh secara ekonomis dalam pemasaran. Karkas dengan butt shape A, B, dan C mempunyai harga jual yang lebih mahal daripada karkas dengan butt shape D dan E. Penelitian menggunakan bangsa sapi Brahman Cross dengan kategori jenis kelamin betina dewasa (heifer) dan jantan muda kastrasi (steer), masing-masing berjumlah 15 ekor. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola faktorial, faktor perlakuan yang pertama adalah jenis kelamin yaitu heifer dan steer, faktor kedua adalah butt shape. Hasil penelitian menunjukkan bahwa butt shape memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap karakteristik karkas kecuali tebal lemak pangkal ekor dan berinteraksi secara nyata dengan jenis kelamin terhadap bobot karkas dingin, luas otot mata rusuk, dan tebal lemak rusuk Butt shape memberi pengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot potongan komersial yang bernilai tinggi yaitu loin (tenderloin dan striploin), knuckl, rump, topside dan silverside, serta berinteraksi secara nyata dengan jenis kelamin pada potongan komersial cuberoll. Kecuali pada persentase tulang. Butt shape juga memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot dan persentase komponen karkas (daging, lemak dan tulang), dan interaksi dengan jenis kelamin memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot lemak, persentase lemak, dan bobot tulang. Kata kata kunci : butt shape, karkas, potongan komersial, jenis kelamin
3 ABSTRACT Muhammad Norman Ismail. D The Relation Of Brahman Cross Carcass Butt Shape to Carcass Productivity at Different Sex Cattegories. Thesis. Study Program of Animal Product, Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University. Advisor Co Advisor : Dr. Ir. Henny Nuraini, MSi : Bramada Winiar Putra, SPt Butt shape is a profile of hind leg beef cattle related to carcass conformation. Ausmeat divides butt shape into five cattegorries (score A, B, C, D and E). Eventhough a good butt shapeis not always associated to high meat yield, the use of butt shape has an economic influence in marketing. Carcass with butt shape A, B, and C have higher selling price than carcass with butt shape D and E. This research used 15 heifers and 15 steers of Brahman Cross cattle. The study was aimed to examine the relationship of carcass butt shape and saleable beef yield including its distribution. The experiment was set up in completely randomized factorial design with two factors as treatment. The first factor was sex cattegory (heifer and steer), and the second factor was butt shape (A, B and C). The result of research is indicating that butt shape gave significcant influence (P<0,05) on carcass characteristic except rump P8 fat thickness. Interaction effect at butt shape and sexwere found on cold carcass weight, rib eye area, and the amount of adjusted 12 th rib external fat thickness. Butt shape had significant influence (P<0,05) on high valuable cuts. Those were loin (tenderloin and striploin), knuckle, rump, topside and silverside. Simmilarly butt shape significantly affected (P<0,05) carcass component percentage and weight (meat, bone and fat), butt shape interaction with sex significantly affected on fat and bone weight, and fat percentage. Key words : butt shape, sex, carcass, saleable beef yield
4 HUBUNGAN BUTT SHAPE KARKAS SAPI BRAHMAN CROSS TERHADAP PRODUKTIVITAS KARKAS PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA MUHAMMAD NORMAN ISMAIL D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
5 HUBUNGAN BUTT SHAPE KARKAS SAPI BRAHMAN CROSS TERHADAP PRODUKTIVITAS KARKAS PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA Oleh MUHAMMAD NORMAN ISMAIL D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian pada tanggal 27 Februari 2007 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si Bramada Winiar Putra, S.Pt NIP NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc NIP
6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Jakarta pada tanggal 31 Oktober Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Suratman Syafsidinal dan Ibu Bainarwati. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1986 di TK Islam Al Akhyar, kemudian pada tahun 1987 penulis melanjutkan pendidikan di SDN 06 Pagi Cakung dan lulus pada tahun 1993, pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 234 Jakarta dan lulus pada tahun Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 89 Jakarta dan lulus pada tahun Pada tahun 1999 penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama berkuliah di IPB, penulis aktif dalam kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Peternakan (BEM-D). Penulis pernah mengikuti Pelatihan Penerapan HACCP dalam Industri Pertanian pada tahun 2002.
7 KATA PENGANTAR Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan ridho-nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir penyusunan skripsi dengan judul Hubungan Butt Shape Karkas Sapi Brahman Cross terhadap Produktivitas Karkas pada Jenis Kelamin yang Berbeda ini. Karkas adalah bagian tubuh ternak setelah dikurangi kepala, keempat kaki mulai metacarpus dan metatarsus, kulit, saluran pencernaan, saluran reproduksi dan organ dalam. Estimasi komposisi karkas dilakukan untuk memprediksi jumlah produk yang layak dimakan. Produk yang layak dimakan tersebut terdiri atas proporsi daging, tulang dan lemak. Penilaian konformasi butt shape adalah salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengestimasi komposisi karkas. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini, namun demikian penulis berharap karya ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, Februari 2007 Penulis
8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN Halaman i ii iii iv v vii viii ix Latar Belakang... 1 Tujuan... 1 TINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross... 2 Pertumbuhan... 2 Komposisi Karkas... 3 Estimasi Komposisi Karkas... 4 Konformasi Karkas... 5 Potongan Komersial Karkas... 7 METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Prosedur Penyembelihan dan Pengkarkasan Penilaian Konformasi Karkas Peubah yang Diamati Konformasi Karkas Bobot Potong Bobot Karkas Dingin Tebal Lemak Pangkal Ekor (TLPE) Tebal Lemak Subkutan Rusuk (TLR 12) Luas Otot Mata Rusuk (rib eye area) Persentase Lemak Ginjal, Pelvis dan Jantung (PLGPJ) Bobot dan Persentase Potongan Komersial Bobot dan Persentase Komponen Karkas... 14
9 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Jenis Kelamin dan Konformasi Butt Shape terhadap Karakteristik karkas Bobot Potong Bobot Karkas Dingin Tebal Lemak Pangkal Ekor (TLPE) Tebal Lemak Rusuk (TLR 12) Luas Otot Mata Rusuk (rib eye area) Persentase Lemak Ginjal, Pelvis dan Jantung (PLGPJ) Pengaruh Jenis Kelamin dan Konformasi Butt Shape terhadap Bobot Potongan Komersial Karkas Pengaruh Jenis Kelamin dan Konformasi Butt Shape terhadap Persentase Potongan Komersial Karkas Pengaruh Jenis Kelamin dan Konformasi Butt Shape terhadap Komponen Karkas KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi
10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Distribusi Potongan Primal Karkas Pengaruh Jenis Kelamin dan Konformasi Butt Shape terhadap Karakteristik Karkas Pengaruh Jenis Kelamin dan Konformasi Butt Shape terhadap Bobot Potongan Komersial Karkas Pengaruh Jenis Kelamin dan Konformasi Butt Shape terhadap Persentase Potongan Komersial Karkas Pengaruh Jenis Kelamin dan Konformasi Butt Shape terhadap Komponen Karkas
11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Standar Penilaian Konformasi Butt Shape Lokasi Potongan Komersial Lokasi Pengukuran Tebal Lemak Pangkal Ekor Lokasi Pengukuran Tebal Lemak Subkutan pada Rusuk Pengukuran Luas Urat Daging Mata Rusuk dengan Plastik Grid... 13
12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Analisis Ragam Karakteristik Karkas dengan Perlakuan Jenis Kelamin dan Konformasi Butt Shape yang berbeda Analisis Ragam Bobot Potongan Komersial Karkas dengan Perlakuan Jenis Kelamin dan Konformasi Butt Shape yang Berbeda Analisis Ragam Persentase Potongan Komersial Karkas dengan Perlakuan Jenis Kelamin dan Konformasi Butt Shape yang Berbeda Analisis Ragam Komponen Karkas dengan Perlakuan Jenis Kelamin dan Konformasi Butt Shape yang Berbeda
13 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan daging dalam negeri mencapai 480 ton/tahun, dan hanya sebanyak 340 ton di suplai dari produksi dalam negeri, sisanya yang sebanyak 140 ton dipenuhi dengan mengimpor, yaitu terdiri dari 40 ton daging beku (frozen meat) dan 100 ton sapi bakalan (feeder cattle) (Wasito, 2004). Sapi bakalan yang diimpor umumnya adalah bangsa sapi Brahman Cross, kemudian digemukkan secara feedlot. Estimasi komposisi karkas perlu dilakukan untuk memprediksi jumlah produk yang layak dimakan. Indikator yang sering digunakan dalam estimasi komposisi karkas diantaranya tebal lemak punggung rusuk 12 dan 13, tebal lemak pangkal ekor rump P8, luas otot mata rusuk, persentase lemak pelvis, ginjal dan jantung, dan bobot potong. Dibutuhkan suatu metode yang mudah dan cepat dalam estimasi komposisi karkas, penilaian butt shape merupakan suatu metode penentuan komposisi karkas yang mudah untuk diterapkan. Penilaian dilakukan dengan melihat kemontokkan paha pada karkas dan dibandingkan dengan score sheet. Di Indonesia sapi bakalan yang digemukkan secara feedlot umumnya mempunyai skor konformasi berkisar antara B sampai D. Produk hasil ternak yang layak dimakan termasuk didalamnya daging, lemak dan tulang. Lemak yang dihasilkan ternak termasuk didalamnya lemak subkutan, lemak intermuskuler dan lemak intra muskuler. Hasil penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa lemak yang dihasilkan karkas sapi dara (heifer) cenderung lebih tinggi dibandingkan lemak yang dihasilkan karkas sapi jantan kastrasi (steer). Alasan diatas menyebabkan perlu diadakan suatu penelitian pengaruh jenis kelamin dan penilaian butt shape karkas dalam kaitannya dengan estimasi komposisi karkas. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin dan butt shape karkas terhadap karakteristik karkas, komponen karkas dan potonganpotongan komersial karkas dari bangsa sapi Brahman Cross (BX).
14 TINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross (BX) Bangsa sapi Brahman merupakan sapi hasil persilangan dibentuk dari tiga bangsa Zebu yang berasal dari India, yaitu Guzaret, Nellore dan Gyr. Bangsa sapi Brahman mengandung 60% darah Guzaret, 20% Nellore dan 20% Gyr (Minish dan Fox, 1979). Bangsa sapi Brahman mempunyai sifat tahan terhadap bermacammacam kondisi lingkungan dan beberapa penyakit parasit, mempunyai sifat keibuan yang baik, kelemahan sapi ini adalah angka reproduksinya yang rendah dan kecepatan pertumbuhan yang kurang baik (Hardjosubroto dan Astuti, 1994). Hardjosubroto dan Astuti (1994) kemudian menjelaskan pada tahun 1933 bangsa sapi ini diimport ke Australia, ada yang diternakkan secara murni dan ada yang disilangkan dengan bangsa sapi Hereford-Shorthorn (HS) menjadi bangsa sapi Brahman Cross. Sapi ini mempunyai sifat penyesuaian yang sama dengan bangsa sapi Brahman, dan potensi pertumbuhan yang sama dengan sapi HS (Vercoe dan Frisch, 1980). Bangsa sapi Brahman Cross (BX) mengandung 50% darah Brahman, 25% darah Hereford dan 25% darah Shorthorn (Turner, 1977). Pertumbuhan Pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linear dan komposisi tubuh termasuk perubahan jaringan-jaringan tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta jaringan-jaringan kimia, terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas. Perubahan organ-organ dan jaringan berlangsung secara gradual hingga tercapainya ukuran dan bentuk karakteristik masing-masing organ dan jaringan tersebut (Soeparno, 1994). Kecepatan pertumbuhan otot, tulang, dan lemak berbeda-beda. Otot dan tulang mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tetap. Sejalan dengan meningkatnya bobot karkas, pertumbuhan tulang berjalan dengan kecepatan lambat, sementara otot tumbuh lebih cepat. Lemak mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda, awalnya pertumbuhan lemak sangat lambat tetapi pada saat memasuki fase penggemukan, pertumbuhannya meningkat dengan cepat (Berg dan Butterfield, 1976; Butterfield, 1963). Berg dan Butterfield (1976) menyatakan tulang tumbuh lebih dulu, kemudian diikuti otot dan terakhir lemak. Persentase otot pada awalnya meningkat, kemudian saat fase penggemukan dimulai persentase otot menurun, persentase lemak terus meningkat dan persentase tulang terus menurun.
15 Disamping pertumbuhan, ternak juga mengalami perkembangan, dimana keduanya saling berkaitan. Dalam hal ini perkembangan dapat didefinisikan sebagai terjadinya perubahan pada komposisi dan struktur (Forrest et al.,1975). Komposisi utama karkas meliputi daging, lemak dan tulang. Komposisi karkas bervariasi pada karkas-karkas yang beratnya berbeda. Perubahan komposisi dengan meningkatnya berat karkas disebabkan pertumbuhan diferensial jaringan karkas (Berg dan Butterfield, 1976). Pertumbuhan jaringan otot, tulang dan lemak akan dipengaruhi oleh bangsa, bobot tubuh, jenis kelamin dan makanan (Berg dan Butterfield, 1976; Johnson dan Priyanto, 1991). Pertumbuhan yang lebih cepat biasanya terjadi pada saat ternak masih muda. Pertumbuhan akan menurun sampai pada suatu saat dimana tidak terjadi lagi pertumbuhan tulang maupun otot dan selanjutnya pertambahan bobot badan hanya merupakan pertambahan dan penumpukan jaringan lemak (Preston dan Willis, 1974) Komposisi Karkas Karkas adalah bagian tubuh ternak setelah dikurangi kepala, keempat kaki mulai metacarpus dan metatarsus, kulit, saluran pencernaan, saluran reproduksi dan organ dalam seperti jantung, hati, paru-paru dan limpa (Soeparno, 1994). Komponen utama karkas terdiri atas tulang, daging dan lemak. Tulang merupakan komponen yang tumbuh dan berkembang paling dini, kemudian disusul oleh daging dan terakhir adalah jaringan lemak. Proporsi jaringan tulang, daging dan lemak dipengaruhi oleh umur ternak, bangsa, jenis kelamin serta pakan ternak. Meningkatnya persentase lemak karkas dapat menyebabkan persentase daging dan tulang menurun (Forrest et al., 1975; Berg dan Butterfield, 1976). Komposisi karkas biasanya bervariasi tergantung pada target bobot tubuh dewasa dan maturitas ternak. Rasio daging, tulang dan lemak dapat menggambarkan proporsi daging tanpa lemak (lean) pada tingkat perlemakan yang sama. Jika terdapat perbedaan dalam hal ini, semata-mata disebabkan deposisi lemak subkutan, intermuskuler, intramuskuler dan lemak ginjal dan pelvis yang berbeda (Koch et al., 1979; Kempster et al, 1982) 3
16 Estimasi Komposisi Karkas Estimasi komposisi karkas dilakukan untuk memprediksi jumlah produk yang layak dimakan. Produk yang layak dimakan tersebut terdiri atas proporsi daging, tulang dan lemak. Daging dalam hal ini merupakan komponen karkas yang terpenting sehingga dalam penerapannya, total daging secara kuantitatif dipergunakan sebagai titik akhir sarana penduga atau pengukur komposisi karkas Komposisi dan proporsi karkas ditentukan oleh bangsa, umur, jenis kelamin dan makanan (Berg dan Butterfield, 1976). Selanjutnya Berg dan Butterfield (1976) menyatakan bahwa pada banyak percobaan untuk menduga komponen tubuh hewan hidup dilakukan dengan menggunakan bobot hidup. Namun penggunaan bobot hidup sebagai penduga komponen tubuh perlu memperhatikan kondisi ternak yang akan diduga, seperti keragaman ternak dari segi bobot, umur dan kondisi pakan. Keadaan tersebut berpengaruh terhadap ketepatan hasil pendugaan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan komposisi karkas dari bobot karkas yang berbeda akan dapat diketahui jika pembandingannya dilakukan dalam kelompok jenis kelamin dan kelompok bangsa yang sama, sedangkan rasio dari lemak subkutan dan lemak intermuskuler yang didasarkan pada tebal lemak punggung, pembandingannya dapat dilakukan antar bangsa ternak dan antar jenis kelamin yang berbeda. Pengukuran karkas secara obyektif dapat meningkatkan nilai prediksi komposisi karkas pada ternak sapi (Baas et al., 1982). Metode pendugaan komposisi tubuh hewan hidup yang sering digunakan adalah menghitung persamaan regresi antara komponen yang diduga (variabel tak bebas) dengan bobot tubuh hidup (variabel bebas), kemudian ditentukan koefisien korelasinya. Nilai koefisien korelasi yang tinggi menunjukkan kuatnya hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikatnya, berdasarkan hal di atas, dapat diartikan bahwa kandungan lemak karkas, protein, air karkas, air tubuh kosong dan lemak tubuh kosong dapat diestimasi berdasarkan bobot tubuh tanpa harus memotong ternak tersebut (Berg dan Butterfield, 1976). Butterfield (1963) membuat suatu persamaan yang dapat digunakan untuk mengestimasi total lemak, total tulang dan total daging dari diseksi shin menjadi 4
17 bagian tulang dan daging, ditambah tebal lemak pada potongan tulang rusuk dalam hubungannya dengan diseksi total karkas, sebagai berukut: Total lemak = 23,07.tebal lemak(cm) + 0,184.bobot karkas panas 18,04 Total daging = 0, ,032.daging shin (g) 7,868.tebal lemak (cm) + 0,38.bobot karkas panas (kg) Total tulang = 0,03.radius dan ulna (g) + 0,031.bobot karkas panas (kg) 0,934 Menurut Minish dan Fox (1979), bobot karkas merupakan salah satu parameter yang penting dalam sistem evaluasi karkas. Bobot karkas bukan merupakan indikator produktivitas karkas yang baik, karena adanya variasi bangsa, nutrisi dan jenis kelamin dalam pertumbuhan jaringan (Johnson dan Priyanto, 1997). Menurut Priyanto et al. (1993), untuk memperkecil sumber keragaman tersebut, bobot karkas perlu dikombinasikan dengan variabel lain seperti tebal lemak sub kutan dan luas urat daging mata rusuk untuk mengestimasi bobot komponen karkas dan hasil daging. Persentase bobot karkas meningkat sesuai dengan peningkatan bobot badan. Ngadiyono (1995) melaporkan bahwa perbedaan bobot komponen karkas diantara bobot potong yaitu semakin tinggi dengan meningkatnya bobot potong. Selain mempengaruhi bobot komponen karkas, perubahan pada bobot potong juga akan mempengaruhi distribusi komponen karkas (Le Van et al., 1979). Peningkatan bobot potong akan menyebabkan proporsi lemak tubuh tinggi karena deposisinya yang dominan dibanding komponen lainnya dan akan menyebabkan komposisi karkas lainnya yaitu daging dan tulang menurun (Berg dan Butterfield, 1976; Priyanto et al, 1993) Konformasi Karkas Menurut Kempster et al. (1982), konformasi atau bentuk karkas (biasanya dinyatakan sebagai suatu nilai yang ditentukan secara visual) sebagai salah satu alternatif dalam menentukan komposisi karkas. Konformasi karkas atau bentuk rangka tubuh yang umumnya dinilai secara visual dengan ketajaman mata dapat memberikan suatu ukuran atau nilai yang berbeda dalam memprediksi komposisi karkas, meskipun sering juga pengamatan secara visual ini meleset dari perkiraan yang diberikan, karena sifatnya subyektif, jadi kurang akurat dalam memperkirakan komposisi karkas. 5
18 Butt shape erat hubungannya dengan lemak dibandingkan dengan otot dari hasil studi dengan menggunakan karkas yang berat (heavy wheight) dan lemak penutup karkas dalam kisaran luas (Taylor et al., 1996) dalam studi pertumbuhan karkas. Johnson et al. (1996) menyatakan bahwa karkas secara kuantitatif cenderung lebih baik jika kisaran berat karkas diperluas. Lemak subkutan penting dalam meningkatkan bentuk morfologi sapi di masa datang (Johnson et al., 1996). Lemak subkutan adalah jaringan tubuh yang ditempatkan dengan baik untuk meningkatkan bentuk luar (Butterfield, 1963). Jika bentuk karkas (shape) disamakan dengan perlemakan (fatness) seperti dinyatakan oleh Taylor et al. (1996) yang mempelajari karkas ringan (lightwheight), kurangnya lemak karkas pada pasar pasar domestik Australia menunjukkan perbedaan tingkat hubungan antara skor shape dan komponen karkas. Sapi dengan tipe otot yang baik menunjukkan pertumbuhan memanjang otot dengan cepat dan mempunyai sedikit lemak, terutamanya lemak subkutan pada pasar domestik yang mempunyai perbedaan hubungan antara bentuk dan komponen karkas. Genotif sapi yang digunakan dalam penelitian ini sama dengan sapi yang digunakan untuk mensuplai pasar domestik Australia (Johnson et al., 1996). Hasil penelitian dari pengamatan visual ini bervariasi, tapi dalam suatu keadaan tertentu ditunjukkan bahwa konformasi tubuh ternak berhubungan dengan komposisi karkas pada berbagai kondisi, tapi tingkat korelasinya rendah. Satu tipe konformasi mungkin dapat dipertimbangkan lebih baik dari tipe konformasi yang lain dengan berbagai alasan, seperti seberapa besarnya kemungkinan tipe konformasi tersebut dapat menggambarkan dan memprediksi proporsi daging dan lemak karkas. Misalnya karkas dengan konformasi yang lebih baik diharapkan dapat memberikan proporsi yang besar pada bagian-bagian karkas yang bernilai tinggi. Menurut Wello (2000), konformasi adalah keseimbangan dari perkembangan bagian-bagian karkas, atau perbandingan antara daging dan tulang. Konformasi butt shape adalah keselararasan bentuk paha dengan konformasi karkas secara keseluruhan, yang menyangkut kerangka, perototan dan perlemakan. Skor shape digunakan pada banyak sistem deskripsi karkas sapi potong di seluruh dunia. 6
19 Menurut Thornton (1991) tidak ada peran bermanfaat dari penggunaan butt shape dalam estimasi hasil daging yang dipasarkan walaupun butt shape adalah pilihan saat ini dan digunakan secara luas dalam pemasaran karkas karena berpengaruh secara ekonomis. Skor shape A, B dan C mempunyai harga daging yang lebih mahal dari pada skor D dan E, dan perbedaan harga pada bobot karkas yang sama sekitar A$40. Standar skor butt shape menurut Aus-Meat (1995) dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Standar penilaian konformasi butt shape (Aus-Meat,1995) Potongan Komersial Karkas Potongan primal karkas sapi di bagian seperempat depan (forequarter) terdiri atas bahu (chuck), termasuk leher, rusuk, paha depan, dada (breast) dibagi menjadi dua yaitu dada depan (brisket) dan dada belakang (plate), bagian seperempat belakang (hindquarter) terdiri atas paha (round), paha atas (rump), loin terdiri atas sirloin dan short loin, flank dan ginjal beserta lemak yang menyelimutinya (lemak ginjal) (Soeparno, 1994). Menurut Bahar (2003), secara umum karkas sapi dapat dibagi ke dalam beberapa bagian, yaitu : 1. bagian bahu 2. bagian punggung 3. bagian dada-perut 4. bagian paha belakang 5. bagian betis 7
20 Distribusi potongan primal karkas menurut Bahar (2003) dapat dilihat pada Tabel 1. Bagan potongan komersial karkas dapat dilihat pada Gambar 2. Tabel 1. Distribusi Potongan Primal Karkas Bagian Bahu Punggung Dada-perut Paha belakang Betis Sumber : Bahar (2003) Blade Chuck Chucktender Sirloin Cuberoll Tenderloin Brisket Short rib Flank Topside Knuckl Silverside Eye Round Rump Shank Potongan Komersial Tabel diatas memperlihatkan bahwa potongan-potongan komersial yang mempunyai nilai tinggi seperti sirloin, tenderloin dan cuberoll terdapat pada bagian punggung, potongan-potongan mempunyai keempukan yang disukai oleh konsumen. Menurut Bahar (2003), keempukan potongan-potongan komersial tersebut disebabkan pada bagian punggung ternak mengalami lebih sedikit aktivitas dibandingkan pada bagian-bagian lain. 8
21 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan. Pelaksanaannya dimulai dari bulan Mei dan berakhir pada bulan November Penelitian ini dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) PT Celmor Perdana Indonesia, Bogor. Materi Penelitian ini menggunakan bangsa sapi Brahman Cross, berjanis kelamin betina (heifer) dan jantan kastrasi (steer). Masing-masing jenis kelamin berjumlah 15 ekor dengan kisaran umur satu sampai dua tahun, sapi berasal dari PT Tippindo, Lampung dan PT Santosa Agrindo, Bekasi. Peralatan yang digunakan adalah meteran, timbangan karkas, timbangan daging dan berbagai perlengkapan di RPH. Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jenis kelamin yaitu heifer dan steer, dan faktor kedua adalah butt shape dengan tiga tingkatan (B,C,D), dengan lima kali ulangan. Menurut Steel dan Torrie (1991), model matematika rancangan acak lengkap pola faktorial adalah sebagai berikut: Y ijk = µ + τ i + τ j + τ k + є ijk Keterangan : Y ijk = hasil pengamatan perlakuan µ = rataan umum τ i = pengaruh perlakuan jenis kelamin ke i τ j = pengaruh perlakuan butt shape ke j τ j = pengaruh perlakuan ulangan ke k є ijk = galat percobaan Prosedur Penyembelihan dan Pengkarkasan Sebelum dipotong sapi dipuasakan selama 24 jam untuk mengurangi isi saluran pencernaan. Setelah itu sapi ditimbang untuk menentukan bobot potongnya. Pemotongan dilakukan dengan memotong bagian leher dekat tulang rahang bawah, sehingga semua pembuluh darah, oesophagus dan trakhea terpotong, untuk mendapatkan pendarahan yang sempurna.
22 Kepala dan kaki bagian depan serta belakang (pada sendi carpo-metacarpal dan tarso-metatarsal) dilepas, penentuan umur dilakukan dengan melihat gigi. Sapi kemudian digantung pada kaki belakang di bagian tendo achilles. Selanjutnya dilakukan pengulitan, pengeluaran isi perut dan dada dengan melakukan penyayatan pada dinding abdomen sampai dada, abdomen dibuka dengan irisan sepanjang ventral, kemudian rongga dada dibuka menggunakan gergaji pada bagian vental tulang dada atau sternum. Semua organ tubuh yang terdiri atas hati, limpa, ginjal, jantung, paru-paru dan trakea dikeluarkan, ginjal dan jantung dibersihkan dari lemak dan dilakukan penimbangan lemak pelvis, ginjal dan jantung. Setelah dilakukan proses pemotongan, pengulitan dan evicerasi, kemudian karkas dibelah menjadi karkas bagian kanan dan kiri, pembelahan karkas dilakukan dengan memotong karkas sepanjang tulang belakang. Kemudian karkas ditimbang, baik setengah karkas bagian kanan maupun setengah karkas bagian kiri. Selanjutnya karkas yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam chilling room pada suhu 2-5 ºC selama 24 jam. Setelah 24 jam, karkas ditimbang untuk mendapatkan bobot karkas dingin. Pada karkas dingin dilakukan pengukuran tebal lemak punggung (TLR12) dan luas areal otot mata rusuk pada irisan antara rusuk 12 dan 13 (udamaru). Tahap pemisahan komponen karkas dilakukan dengan melakukan pemotongan yang dipisahkan menjadi 16 potongan. Potongan daging tersebut lebih dikenal dengan potongan komersial yaitu perempat karkas bagian depan (forequarter) yang terdiri atas big chuck, chuck tender, cube roll, blade, brisket, rib, dan shank depan. Sedangkan perempat karkas bagian belakang (hindquarter) yaitu loin (sirloin), fillet (tenderloin), flank, flank steak, rump, topside, inside silverside, shank belakang dan oxtail. Hasil samping potongan karkas berupa trim lemak, serpihan daging (tetelan), dan tulang juga ditimbang dan dicatat sebagai bobot trim lemak, serpihan daging dan tulang. Penilaian Konformasi Karkas Pengukuran karkas dilakukan terhadap belahan karkas kiri, sebelum dilakukan pemisahan daging dari karkas dingin (dressing), terlebih dahulu dilakukan penilaian konformasi karkas. Konformasi diukur dengan pengamatan visual dengan melihat kemontokkan paha (plumpness of leg), pengamatan dilakukan pada karkas dingin belahan kiri setelah dikeluarkan dari chilling room, kemudian dibandingkan dengan 11
23 score sheet. Hasil pengamatan di lapangan didapatkan karkas heifer dan steer dengan skor konformasi B, C, D. Kemudian diambil secara acak 15 ekor untuk masingmasing jenis kelamin, dengan komposisi lima ekor untuk masing-masing skor konformasi. Skor konformasi B mempunyai kisaran bobot potong kg, C ( kg), dan D ( kg) Peubah yang Diamati Konformasi Karkas Ukuran konformasi diperoleh dengan melihat kemontokkan paha (plumpness of leg) dan memberikan nilai skor konformasi, dari yang tertinggi (A) sampai terendah (E), penilaian butt shape dapat dilihat pada Gambar 1. Butt shape E memperlihatkan karkas yang kurus sampai butt shape A memperlihatkan karkas yang semakin gemuk. Bobot Potong Bobot potong didapat dengan mengukur berat ternak setelah dipuasakan selama 24 jam. Bobot Karkas Dingin Bobot karkas dingin diperoleh dengan penimbangan karkas setelah dikeluarkan dari chilling room. Tebal Lemak Pangkal Ekor (TLPE) Pengukuran tebal lemak pangkal ekor atau anal fold dilakukan dengan menggunakan caliper, TLPE terdiri atas kulit dan lemak yang diukur pada lokasi antara titik ischium pada pangkal ekor (Gambar 3). 12
24 13
25 Tebal Lemak Subkutan Rusuk (TLR12) Pengukuran tebal lemak subkutan rusuk (TLR12) dilakukan pada tiga perempat bagian sumbu otot mata rusuk antara rusuk 12 dan 13 (Gambar 4). Luas Otot Mata Rusuk (rib eye area) Pengukuran luas otot mata rusuk (rib eye area) dilakukan pada irisan melintang areal otot mata rusuk diantara rusuk 12 dan 13. Permukaan irisan areal otot mata rusuk ditempeli plastik transparan kemudian digambar menggunakan spidol. Gambar tersebut kemudian dihitung luasannya menggunakan plastik grid (Gambar 5). Persentase Lemak Ginjal, Pelvis dan Jantung (PLGPJ) Lemak pelvis, ginjal dan jantung diukur dengan melakukan penimbangan terhadap jumlah lemak pelvis dan lemak disekitar ginjal dan jantung, kemudian dihitung persentasenya menggunakan persamaan berikut : Bobot LGPJ Persentae LGPJ = X 100% Bobot Karkas Panas Bobot dan Persentase Potongan Komersial Bobot potongan dihitung dengan cara menimbang potongan komersial yaitu potongan daging tanpa tulang berdasarkan peta potongan-potongan daging yang sesuai dengan abatoir standar. Potongan potongan tersebut meliputi tenderloin /fillet, sirloin, topside, inside, silverside, rump, flank, flank steak, big chuck, chuck tender, cube roll, shank, blade, brisket, rib meat, knuckle dan oxtail. Persentase potongan komersial dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: Persentase Potongan Komersial = Bobot Potongan Komersial Bobot Karkas Dingin x 100% Bobot dan Persentase Komponen Karkas Bobot komponen karkas diperoleh dengan menimbang komponen karkas (daging, tulang dan lemak), sedangkan persentase komponen karkas diperoleh dengan persamaan sebagai berikut: Persentase Komponen Karkas = Bobot Komponen Karkas Bobot Karkas Dingin x 100% 14
26 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Jenis Kelamin dan Butt Shape terhadap Karakteristik Karkas Pengaruh jenis kelamin dan butt shape terhadap karakteristik karkas dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pengaruh Jenis Kelamin dan Butt Shape terhadap Karakteristik Karkas. Karakteristik Karkas Bobot Potong (kg) Bobot Karkas Dingin (kg) Tebal Lemak Pangkal Ekor (mm) Tebal Lemak Punggung Rusuk (mm) Luas Otot Mata Rusuk (cm 2 ) Persentase Lemak Ginjal, Pelvis, dan Jantung (%) Jenis Kelamin Butt Shape D C B Rataan Heifer 425,6 446,0 492,0 454,5 a Steer 406,0 420,4 460,8 429,1 b Rataan 415,8 c 433,2 b 476,4 a Heifer 231,6 f 252,0 cd 284,0 a 255,9 Steer 233,4 ef 238,6 def 255,0 bcd 242,3 Rataan 232,5 245,3 269, 5 Heifer 31,72 33,78 29,24 31,58 Steer 31,61 32,44 31,58 31,88 Rataan 31,66 33,11 30,41 Heifer 16,2 f 20,0 cd 28,2 a 21,5 Steer 17,8 ef 18,4 def 22,2 bc 19,5 Rataan 17,0 19,2 25,2 Heifer 94,6 ef 99,0 cdef 118,2 a 103,9 Steer 94,4 f 97,8 def 103,4 bcd 98,5 Rataan 94,5 98,4 110,8 Heifer 1,75 1,85 2,17 1,92 a Steer 1,58 1,58 1,93 1,70 b Rataan 1,66 b 1,72 b 2,05 a Keterangan : Superskrip yang berbeda pada karakteristik karkas yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) Bobot Potong Hasil pada Tabel 2 menunjukkan jenis kelamin dan butt shape memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot potong, namun demikian tidak terdapat interaksi antara jenis kelamin dan butt shape terhadap bobot potong. Butt shape memberikan pengaruh nyata terhadap bobot potong, karkas dengan butt shape B (476,40 kg) mempunyai bobot potong yang lebih berat dibanding karkas dengan butt shape C (433,20 kg) dan D (415,8 kg). Karkas dengan butt shape C memiliki bobot potong yang lebih berat dibanding karkas dengan butt shape D. Jenis kelamin memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot potong ternak dimana bobot potong heifer (454,50 kg) lebih berat bila dibandingkan bobot
27 potong steer (429,10 kg). Hal ini disebabkan karena pada umur pemotongan yang sama heifer lebih banyak menumpuk lemak. Preston dan Willis (1982) menyatakan bahwa bobot dan persentase karkas dipengaruhi oleh pakan, umur, bobot potong, jenis kelamin, hormon, bangsa sapi dan konformasi. Bobot potong paling tinggi didapatkan pada kombinasi heifer dengan butt shape B (492,00 kg), sedangkan bobot potong terendah terdapat pada kombinasi steer dengan butt shape D (406,00 kg). Bobot Karkas Dingin Bobot karkas dingin diperoleh dengan penimbangan karkas setelah dikeluarkan dari ruang pendingin. Hasil pada Tabel 2 menjelaskan bahwa interaksi jenis kelamin dengan butt shape memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) pada bobot karkas dingin. Bobot karkas dingin semakin meningkat pada karkas dengan butt shape yang makin tinggi. Pada heifer karkas dengan butt shape B (284,00 kg) mempunyai bobot karkas dingin yang lebih berat (P<0,05) bila dibandingkan karkas dengan butt shape C (252,00 kg) dan D (231,6 kg), karkas dengan butt shape C lebih berat bila dibandingkan dengan karkas dengan butt shape D. Sedangkan pada steer karkas dengan butt shape B (255,00 kg) tidak berbeda dibanding karkas dengan butt shape C (238,6 kg ) dan nyata lebih berat dibanding karkas dengan butt shape D (233,40 kg). Karkas dengan butt shape C tidak berbeda dibanding karkas dengan butt shape D. Perbedaan konformasi antar jenis kelamin lebih terlihat pada butt shape B. Heifer mempunyai bobot karkas dingin yang lebih berat dibandingkan pada steer, hal ini kemungkinan disebabkan karena pada heifer jaringan lemak berkembang lebih baik dibandingkan pada steer. Hasil ini didukung oleh hasil penelitian Nurlaila (2005) yang menyatakan bahwa heifer menghasilkan lemak yang lebih banyak bila dibandingkan steer. Hasil pada Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bobot karkas dingin heifer dan steer pada butt shape C dan D, perbedaan baru terlihat pada butt shape B. Pada butt shape yang semakin baik perbedaan bobot karkas dingin semakin terlihat. Pada butt shape B bobot karkas dingin heifer berbeda nyata dibandingkan steer, hal ini disebabkan pada heifer jaringan lemak berkembang lebih cepat dibandingkan steer. 16
28 Bobot karkas dingin paling tinggi didapatkan pada kombinasi heifer dengan butt shape B (284,00 kg), sedangkan bobot potong terendah terdapat pada kombinasi heifer dengan butt shape D (231,6 kg). Tebal Lemak Pangkal Ekor (TLPE) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tebal lemak pangkal ekor tidak dipengaruhi baik oleh jenis kelamin maupun butt shape. Tebal lemak pangkal ekor yang dihasilkan karkas heifer (31,58 mm), tidak berbeda dengan tebal lemak pangkal ekor karkas steer (31,88 mm). Tebal lemak pangkal ekor karkas dengan butt shape B (30,41 mm), tidak berbeda dengan tebal lemak pangkal ekor karkas dengan butt shape C (33,11 mm) dan D (31,66 mm). Hasil tidak berbeda ini kemungkinan tidak terjadi jika digunakan karkas dengan butt shape A sampai E. Tebal Lemak Subkutan Rusuk (TLR12) Hasil pada Tabel 2 menjelaskan bahwa interaksi jenis kelamin dengan butt shape memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) pada tebal lemak punggung rusuk ke-12. Tebal lemak punggung rusuk ke-12 semakin meningkat pada karkas dengan butt shape yang makin tinggi.. Pada karkas heifer dengan butt shape B (2,82 mm) mempunyai tebal lemak punggung rusuk ke-12 yang lebih tebal (P<0,05) bila dibandingkan dengan karkas dengan butt shape C (2,00 mm) dan D (1,62 mm). Tebal lemak punggung rusuk ke- 12 karkas dengan butt shape C lebih tebal bila dibandingkan dengan karkas dengan butt shape D. Tebal lemak punggung rusuk ke-12 karkas steer dengan butt shape B (2,22 mm) lebih tebal dibanding karkas dengan butt shape C (1,84 mm ) dan D (1,78 mm). TLR12 karkas dengan butt shape C tidak berbeda dibanding karkas dengan butt shape D. Pada butt shape yang sama, tebal lemak punggung rusuk ke-12 karkas heifer dan steer belum mengalami perbedaan (karkas dengan butt shape C dan D), tebal lemak punggung rusuk ke-12 baru mengalami perbedaan pada karkas dengan butt shape B. Luas Otot Mata Rusuk (rib eye area) Pengukuran luas otot mata rusuk (rib eye area) dilakukan pada irisan melintang areal otot mata rusuk diantara rusuk 12 dan 13. Hasil pada Tabel 2 17
29 menjelaskan bahwa interaksi jenis kelamin dengan butt shape memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) pada rib eye area. Pada karkas dengan butt shape yang makin tinggi, maka rib eye area semakin luas. Luas otot mata rusuk dari setiap karkas dapat bervariasi, dipengaruhi oleh bobot hidup (Field dan Schoonover, 1967). Semakin tinggi bobot hidup, makin luas areal otot mata rusuknya (Crouse et al., 1985) Pada karkas heifer dengan butt shape B (118,2 cm 2 ) memiliki rib eye area yang lebih luas (P<0,05) bila dibandingkan karkas dengan butt shape C (99,0 cm 2 ) dan D (94,6 cm 2 ), namun karkas dengan butt shape C mempunyai luas otot mata rusuk yang tidak berbeda dengan karkas dengan butt shape D. Sedangkan pada karkas steer dengan butt shape B (103,4 cm 2 ) mempunyai rib eye area yang sama dengan karkas dengan butt shape C (97,8 cm 2 ) tetapi lebih luas dibanding karkas dengan butt shape D (94,4 cm 2 ). Luas otot mata rusuk karkas dengan butt shape C tidak berbeda dibanding karkas dengan butt shape D. Pada karkas dengan butt shape yang sama, rib eye area heifer dan steer belum mengalami perbedaan pada karkas dengan butt shape C dan D, rib eye area mengalami perbedaan pada karkas dengan butt shape yang lebih baik (B). Hal ini sesuai dengan Crouse et al. (1985) yang menyatakan bahwa rib eye area dipengaruhi oleh jenis kelamin dan bangsa sapi. Menurut Whytes dan Ramsay (1994), rib eye area telah digunakan sebagai indikator untuk menduga perlemakkan karkas dan hasil daging. Rib eye area yang mempunyai ukuran lebih luas dapat dipercaya menunjukkan perdagingan yang lebih besar. Meskipun korelasi antara luas otot mata rusuk dan total bobot daging yang didapat relatif rendah, yaitu sebesar 0,19 pada bobot daging dan 0,01 untuk persentase daging. Karkas yang berat dan sangat berlemak hanya memiliki sedikit kelebihan daging dan tulang dibandingkan dengan karkas yang lebih ringan dengan sedikit lemak. Karkas dengan bobot 300 kg dan 35% lemak memiliki 195 kg daging dan tulang, sedangkan untuk karkas yang lebih ringan yaitu bobot 220 kg dengan 20% lemak mempunyai 176 kg daging dan tulang Hal ini berarti bahwa dari perbedaan bobot karkas sebesar 80 kg, hanya terdapat 19 kg perbedaan untuk bobot daging dan tulang. Luas otot mata rusuk terluas didapatkan pada kombinasi heifer dengan butt shape B (118,2 cm 2 ), sedangkan luas otot mata rusuk terkecil terdapat pada kombinasi steer dengan butt shape D (94,4 cm 2 ). 18
30 Persentase Lemak Ginjal, Pelvis dan Jantung (PLGPJ) Hasil pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa jenis kelamin dan butt shape berpengaruh nyata terhadap persentase ginjal, pelvis dan jantung dan tidak terdapat interaksi antara keduanya. Persentase lemak ginjal, pelvis dan jantung pada karkas dengan butt shape B (2,05 %) lebih tinggi dibandingkan karkas dengan butt shape C (1,72 %) dan D (1,66 %). Persentase lemak ginjal, pelvis dan jantung karkas dengan butt shape C tidak berbeda dibandingkan karkas dengan butt shape D. Persentase lemak ginjal, pelvis dan jantung karkas heifer (1,92 %) lebih tinggi dibandingkan karkas steer (1,70 %). Hal ini disebabkan karena heifer cenderung masak lebih dini dibandingkan steer sehingga jaringan lemaknya berkembang lebih cepat. Pengaruh Jenis Kelamin dan Butt Shape terhadap Bobot Potongan Komersial Pengaruh jenis kelamin dan butt shape terhadap bobot potongan komersial karkas dapat dilihat pada Tabel 3. Ada tiga faktor utama dalam menilai karkas yang dipasarkan yaitu bobot karkas, potongan karkas (Cutability) dan kualitas daging (Swatland, 1984). Beberapa Negara memiliki standard yang berbeda dalam pembagian perempat karkas, di negara Inggris, pembagian perempatan karkas dilakukan dengan memotong rusuk dengan tiga rusuk tersisa pada bagian seperempat belakang karkas. Amerika pemotongan dilakukan pada rusuk dengan satu rusuk pada seperempat belakang karkas (Yeates et al.,1975). Setelah karkas menjadi seperempat bagian, selanjutnya akan dibagi lagi menjadi potonganpotongan karkas yaitu potongan primal (primal cuts) dan potongan eceran (retail cuts). Tabel 3 menunjukkan pengaruh jenis kelamin dan butt shape terhadap potongan komersial karkas, sedikitnya ada 16 potongan komersial karkas yang dikenal. Potongan primal karkas sapi dari seperempat bagian depan, terdiri atas bahu (chuck), chucktender, blade, paha depan (shin), dada (brisket), knuckl, dan cuberoll. Bagian seperempat belakang terdiri atas paha belakang (round/shank) dan paha atas (rump), topside, silverside, loin (terdiri atas tenderloin dan striploin ) dan flank (Soeparno,1994). 19
31 Tabel 3. Pengaruh Jenis Kelamin dan Butt Shape terhadap Bobot Potongan Komersial Potongan Komersial A. Forequarter chuck blade brisket knuckl cuberoll chucktender shin B. Hindquarter rump tenderloin topside silverside striploin shank Jenis Kelamin Butt shape D C B Rataan Heifer 12,86 13,97 15,67 14,17 Steer 13,39 14,15 14,55 14,03 Rataan 13,13 b 14,06 ab 15,11 a Heifer 7,16 7,91 8,41 7,83 Steer 7,13 7,50 8,06 7,56 Rataan 7,15 b 7,71 ab 8,24 a Heifer 5,18 5,74 6,17 5,70 Steer 5,55 5,85 5,64 5,68 Rataan 5,37 5,80 5,91 Heifer 4,28 4,64 4,92 4,61 a Steer 4,05 3,98 4,43 4,15 b Rataan 4,17 b 4,31 b 4,68 a Heifer 2,99 a 2,64 bc 3,19 a 2,94 Steer 2,17 e 2,38 d 2,47 cde 2,34 Rataan 2,58 2,51 2,83 Heifer 1,27 1,12 1,31 1,23 a Steer 1,04 1,08 1,18 1,10 b Rataan ,10 1,25 Heifer 2,27 2,33 2,53 2,38 Steer 2,23 2,33 2,40 2,32 Rataan 2,25 b 2,33 ab 2,47 a Heifer 5,12 5,29 5,68 5,36 Steer 4,81 5,01 5,30 5,04 Rataan 4,97 b 5,15 ab 5,49 a Heifer 2,05 2,42 2,26 2,24 a Steer 1,91 1,82 2,06 1,93 b Rataan 1,98 2,12 2,16 Heifer 7,26 7,71 8,12 7,70 Steer 6,91 7,54 7,72 7,39 Rataan 7,08 b 7,63 ab 7,92 a Heifer 6,39 7,04 7,51 6,98 Steer 6,41 7,02 6,75 6,73 Rataan 6,40 c 7,03 b 7,13 a Heifer 4,92 5,12 5,67 5,24 Steer 4,65 4,57 5,39 4,87 Rataan 4,79 b 4,85 b 5,53 a Heifer 3,36 3,60 3,89 3,62 Steer 2,94 3,30 3,28 3,17 Rataan 3.15 b 3,45 a 3,59 a Heifer 5,09 4,45 5,15 4,89 flank Steer 3,49 5,20 4,29 4,33 Rataan 4,29 4,82 4,72 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada potongan komersial yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) 20
32 Hasil analisis menunjukkan bahwa bobot potongan-potongan komersial chuck, blade, knuckl, shin, rump, topside, silverside, striploin dan shank akan meningkat pada butt shape yang semakin baik, bobot potongan-potongan komersial tersebut cenderung sama pada jenis kelamin yang berbeda. Jenis kelamin memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) pada potongan komersial knuckl, chucktender dan tenderloin. Tabel 3 menunjukkan bahwa jenis kelamin dan butt shape memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada potongan-potongan komersial yang bernilai tinggi, interaksi antara jenis kelamin dan butt shape memberikan pengaruh yang nyata terhadap cuberoll. Sedangkan pada knuckl, jenis kelamin dan butt shape memberikan pengaruh nyata tapi tidak terdapat interaksi diantara keduanya, striploin hanya dipengaruhi oleh butt shape, sedangkan tenderloin hanya dipengaruhi oleh jenis kelamin. Potongan komersial brisket dan flank tidak dipengaruhi baik oleh jenis kelamin maupun butt shape, kedua potongan komersial ini cenderung sama baik pada jenis kelamin maupun butt shape yang berbeda. Bobot cuberoll kombinasi heifer dengan butt shape B (3,19 kg) nyata lebih berat dibandingkan kombinasi lainnya dan bobot cuberoll terendah didapatkan pada kombinasi steer dengan butt shape D (2,17 kg). Bobot knuckl karkas dengan butt shape B (4,68 kg) nyata lebih berat dibandingkan karkas dengan butt shape C (4,31 kg) dan D (4,17 kg), bobot knuckl karkas heifer (4,61 kg) nyata lebih berat dibandingkan karkas steer (4,15 kg). Bobot tenderloin karkas heifer (2,24 kg) nyata lebih diberat dibandingkan karkas steer (1,93 kg). bobot tenderloin cenderung sama pada butt shape yang berbeda. Bobot striploin karkas dengan butt shape B (5,53 kg) nyata lebih berat dibandingkan karkas dengan butt shape C (4,85 kg) dan D (4,79 kg), bobot knuckl karkas heifer tidak berbeda dibandingkan karkas steer. Hasil pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa bobot potongan komersial karkas heifer lebih berat bila dibandingkan bobot potongan komersial karkas steer, hal ini disebabkan heifer cenderung masak lebih dini, sehingga memiliki perlemakan yang tinggi, termasuk didalamnya lemak-lemak yang tidak dapat di trimming, lemak subkutan, intermuskuler dan intramuskuler 21
33 Pengaruh Jenis Kelamin dan Butt Shape terhadap Persentase Potongan Komersial Pengaruh jenis kelamin dan butt shape terhadap persentase potongan komersial terlihat pada Tabel 4. Persentase potongan komersial cenderung meningkat pada ternak yang memiliki butt shape semakin tinggi. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa persentase potongan-potongan komersial pada steer cenderung lebih tinggi dibandingkan heifer, hal ini disebabkan potongan komersial yang dihasilkan heifer lebih banyak mengandung lemak interrmuskuler dibandingkan potongan komersial yang dihasilkan steer. Tabel 4 memperlihatkan bahwa pada karkas heifer seiring meningkatnya butt shape persentase potongan komersial cenderung menurun pada semua potongan komersial, kecuali cuberoll dan chucktender. Hal ini kemungkinandipengaruhi oleh pertumbuhan dan distribusi lemak selama penggemukan. Kondisi ini didukung oleh hasil penelitian Susilawati (1998) dan Pratiwi (1997) yang melaporkan hubungan peningkatan tebal lemak punggung sebagai indikator karkas dengan perubahan persentase potongan komersial. Meningkatnya tebal lemak punggung akan menurunkan persentase potongan, kemungkinan disebabkan karena perbandingan persentase trim lemak terhadap potongan komersialnya meningkat. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa terjadinya peningkatan bobot tubuh maupun bobot karkas pada ternak dewasa terutama disebabkan oleh pertambahan jaringan lemak. Dalam hubungannya dengan distribusi daging potongan komersial lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa jika bobot karkas semakin meningkat maka penimbunan perlemakan baik lemak subkutis maupun lemak intermuskuler juga akan meningkat, sehingga jika bobot karkas semakin tinggi maka depot-depot lemak pada beberapa lokasi potongan komersial akan meningkat dan menyebabkan persentase potongan komersial tersebut akan mengalami penurunan, demikian pula sebaliknya. Persentase potongan karkas cenderung tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, maupun butt shape, hal ini dikarenakan persentase bersifat relatif. Pada persentase potongan komersial cuberoll, tenderloin dan chucktender terdapat interaksi antara jenis kelamin dan butt shape (P<0,05). 22
34 Tabel 4. Pengaruh Jenis Kelamin dan Butt Shape terhadap Persentase Potongan Komersial Potongan Komersial Jenis Kelamin Butt shape D C B Rataan A. Forequarter chuck Heifer 11,06 11,07 10,97 11,03 Steer 11,57 11,86 11,45 11,63 Rataan 11,31 11,47 11,21 blade Heifer 6,18 6,27 5,90 6,12 Steer 6,13 6,28 6,35 6,26 Rataan 6, 16 6,28 6,13 brisket Heifer 4,45 4,55 4,31 4,34 Steer 4,80 4,90 4,45 4,72 Rataan 4,62 4,72 4,37 knuckl Heifer 3,70 3,67 3,45 3,61 Steer 3,49 3,34 3,49 3,44 Rataan 3,59 3,50 3,47 cuberoll Heifer 2,60 a 2,10 cdef 2,23 bcde 2,31 Steer 1,88 f 2,00 def 1,95 ef 1,94 Rataan 2,24 2,05 2,09 chucktender Heifer 1,09 a 0,89 f 0,92 cdef 0,97 Steer 0,90 ef 0,91 def 0,93 bcdef 0,91 Rataan 0,99 0,90 0,93 shin Heifer 1,96 1,84 1,78 1,86 Steer 1,92 1,95 1,89 1,92 Rataan 1,95 1,90 1,84 B. Hindquarter rump Heifer 4,42 4,18 3,98 4,20 Steer 4,13 4,19 4,18 4,17 Rataan 4,28 4,18 4,08 tenderloin Heifer 1,77 abcd 1,91 a 1,58 de 1,76 Steer 1,65 bcde 1,52 e 1,62 cde 1,60 Rataan 1,71 1,72 1,60 topside Heifer 6,25 6,10 5,70 6,02 Steer 5,97 6,31 6,08 6,12 Rataan 6,11 6,21 5,89 silverside Heifer 5,49 5,57 5,27 5,45 Steer 5,52 5,87 5,32 5,57 Rataan 5,51 5,72 5,30 striploin Heifer 4,27 4,06 3,97 4,10 Steer 3,98 3,84 4,25 4,03 Rataan 4,13 3,95 4,11 shank Heifer 2,90 2,85 3,20 2,97 Steer 2,79 2,77 2,71 2,80 Rataan 2,84 2,81 2,95 flank Heifer 3,71 4,83 4,31 4,28 Steer 5,05 4,35 4,96 4,79 Rataan 4,38 4,59 4,64 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada potongan komersial yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) 23
35 Pengaruh Jenis Kelamin dan Butt Shape terhadap Komponen Karkas Pengaruh jenis kelamin dan butt shape terhadap karakteristik karkas dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh Jenis Kelamin dan Butt Shape terhadap Komponen Karkas Komponen karkas A. Bobot (kg) Daging Lemak Tulang B. Persentase (%) Daging Lemak Tulang Jenis Kelamin Butt shape D C B Rataan Heifer 70,30 75,05 81,03 75,5 a Steer 68,73 71,73 75,02 71,8 b Rataan 69,51 b 73,39 b 78,03 a Heifer 19,58 f 22,86 bcdef 31,67 a 24,70 Steer 19,36 ef 21,05 def 21,51 cdef 20,64 Rataan 19,47 21,96 26,59 Heifer 17,20 d 18,64 bcd 19,71 abc 18,52 Steer 20,27 ab 18,08 cd 20,63 a 19,66 Rataan 18,73 18,36 20,17 Heifer 60,61 59,44 56,79 58,95 Steer 59,20 60,10 59,12 59,47 Rataan 59,91 a 59,77 a 57,96 b Heifer 16,83 f 18,00 bcdef 22,22 a 19,02 Steer 16,64 ef 17,63 cdef 17,03 def 17,10 Rataan 16,73 17,82 19,63 Heifer 14,89 14,76 13,83 14,49 b Steer 17,62 15,13 16,27 16,34 a Rataan 16,26 14,94 15,05 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada komponen karkas yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) Hasil analisis menunjukkan bahwa total daging secara nyata dipengaruhi oleh butt shape dan jenis kelamin, namun tidak ada interaksi diantara keduanya. Interaksi antara jenis kelamin dan butt shape mempengaruhi bobot total lemak, bobot total tulang dan persentase lemak (P<0,05). Faktor butt shape berpengaruh terhadap bobot total dan persentase daging (P<0,05). Sedangkan jenis kelamin memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot total daging dan persentase tulang. Tabel 5 memperlihatkan bahwa bobot daging dan tulang semakin meningkat dengan meningkatnya butt shape, namun demikian persentase daging dan tulang mengalami penurunan seiring meningkatnya butt shape. Penurunan persentase daging dan tulang diiringi dengan meningkatnya persentase lemak karkas seiring dengan meningkatnya butt shape. Hal ini sesuai dengan Preston dan Willis (1974) yang menjelaskan pertumbuhan akan menurun sampai pada suatu saat dimana tidak 24
HUBUNGAN BUTT SHAPE KARKAS SAPI BRAHMAN CROSS TERHADAP PRODUKTIVITAS KARKAS PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA
HUBUNGAN BUTT SHAPE KARKAS SAPI BRAHMAN CROSS TERHADAP PRODUKTIVITAS KARKAS PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA SKRIPSI MUHAMMAD NORMAN ISMAIL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Alometri dan Distribusi Daging Pertumbuhan alometri merupakan kajian tentang pertumbuhan relatif dimana perubahan-perubahan proporsional tubuh dibandingkan dengan peningkatan
Lebih terperinciPARAMETER TUBUH DAN SIFAT-SIFAT KARKAS SAPI POTONG PADA KONDISI TUBUH YANG BERBEDA SKRIPSI VINA MUHIBBAH
PARAMETER TUBUH DAN SIFAT-SIFAT KARKAS SAPI POTONG PADA KONDISI TUBUH YANG BERBEDA SKRIPSI VINA MUHIBBAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan Keadaan hewan pada awal penelitian dalam keadaan sehat. Sapi yang dimiliki oleh rumah potong hewan berasal dari feedlot milik sendiri yang sistem pemeriksaan kesehatannya
Lebih terperincitumbuh lebih cepat daripada jaringan otot dan tulang selama fase penggemukan. Oleh karena itu, peningkatan lemak karkas mempengaruhi komposisi
PENDAHULUAN Semakin meningkatnya daya beli masyarakat dan berkembangnya industri perhotelan, restoran dan usaha waralaba merupakan kekuatan yang mendorong meningkatnya permintaan produk peternakan, khususnya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross
3 TINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross Sapi Brahman adalah sapi yang berasal dari India yang merupakan keturunan dari sapi Zebu (Bos Indicus). Bangsa sapi Brahman merupakan sapi hasil persilangan dari tiga
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Pakan
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan bulan Juni sampai dengan September 2011. Pengolahan minyak ikan Lemuru ke dalam bentuk Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK)
Lebih terperinciGambar 3a. Sapi Australian Commercial Cross (ACC)
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di PT. Celmor Perdana Indonesia, Laboratorium Ruminansia Besar Fakultas Peternakan kampus IPB Darmaga Bogor. Penelitian dilakukan
Lebih terperinciDistribusi komponen karkas sapi Brahman Cross (BX) hasil penggemukan pada umur pemotongan yang berbeda
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 25 (1): 24-34 ISSN: 0852-3581 E-ISSN: 9772443D76DD3 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Distribusi komponen karkas sapi Brahman Cross (BX) hasil penggemukan pada umur
Lebih terperinciMETODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil serta Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciEndah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL
PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL EFFECT OF SEX AND SLAUGHTER WEIGHT ON THE MEAT PRODUCTION OF LOCAL SHEEP Endah Subekti Staf Pengajar Fakultas Pertanian
Lebih terperinciDarmaga Bogor, Januari Harapin Hafid H. xii
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga penulis telah dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi yang berjudul:
Lebih terperinciPOKOK BAHASAN VII VII. MANAJEMEN PEMASARAN. Mengetahui kelas dan grade ternak potong yang akan dipasarkan
Tatap muka : ke 12 POKOK BAHASAN VII VII. MANAJEMEN PEMASARAN Tujuan Instruksional Umum : Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti arti penting manajemen pemasaran pada ternak potong, sehingga dapat menyusun
Lebih terperinciPOTONGAN KOMERSIAL KARKAS KERBAU: STUDI KASUS DI PT KARIYANA GITA UTAMA-SUKABUMI
POTONGAN KOMERSIAL KARKAS KERBAU: STUDI KASUS DI PT KARIYANA GITA UTAMA-SUKABUMI (Commercial Cut of Buffalo Carcass: Case Study on PT Kariyana Gita Utama Sukabumi) MISKIYAH dan SRI USMIATI Balai Besar
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2011. Pemeliharaan domba dilakukan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil sedangkan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan Metode
35 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret - Mei 2008 di Rumah Potong Hewan (RPH) Aldia-Kupang. Pengumpulan data pengukuran produktivitas karkas dilakukan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia pada daging sapi segar dan berkualitas beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh berbagai aspek diantaranya,
Lebih terperinciAnimal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :
Animal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p 123 132 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DAN EDIBLE PORTION PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DIBERI
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah
Lebih terperinciPERSENTASE KARKAS, NON KARKAS DAN JEROAN SAPI BRAHMAN CROSS PADA BERBAGAI UKURAN BOBOT HIDUP PUTRA RAHALDO
PERSENTASE KARKAS, NON KARKAS DAN JEROAN SAPI BRAHMAN CROSS PADA BERBAGAI UKURAN BOBOT HIDUP PUTRA RAHALDO FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan
Lebih terperinciHubungan antara Umur dengan Berat Karkas Depan (Fore Quarter) Ditinjau dari Potongan Primal Sapi Bali Jantan
Hubungan antara Umur dengan Berat Karkas Depan (Fore Quarter) Ditinjau dari Potongan Primal Sapi Bali Jantan DEWA AYU SRIWIJAYANTI, I GEDE PUTU, MAS DJOKO RUDYANTO Lab Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakasanakan di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas Peternakan Universitas
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah menghasilkan karkas dengan bobot yang tinggi (kuantitas), kualitas karkas yang bagus dan daging yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KambingKacang Kambing Kacang merupakan salah satu kambing lokal di Indonesia dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh yang relatif kecil,
Lebih terperinciGambar 1. Domba Penelitian.
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B) dan Laboratorium Ternak Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciHUBUNGAN BOBOT KARKAS DENGAN LUAS URAT DAGING MATA RUSUK PADA SAPI BRAHMAN CROSS JANTAN DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) LUBUK BUAYA PADANG SKRIPSI.
HUBUNGAN BOBOT KARKAS DENGAN LUAS URAT DAGING MATA RUSUK PADA SAPI BRAHMAN CROSS JANTAN DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) LUBUK BUAYA PADANG SKRIPSI Oleh : OMAR ABDALAH 06 161 009 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS
Lebih terperincib. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi karkas dan non karkas. a. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi karkas.
Tatap muka ke : 8 & 9 POKOK BAHASAN : PRODUKSI KARKAS DAN NON KARKAS Tujuan Instruksional Umum : a. Untuk mengetahui produksi karkas dan non karkas ternak ruminansia besar dan kecil. b. Mengetahui faktor-faktor
Lebih terperinciMEAT (DAGING) Atat Siti Nurani
MEAT (DAGING) Atat Siti Nurani PENUTUP DAGING SAPI ATAU LEBIH DIKENAL DENGAN NAMA TOPSIDE ATAU ROUND Penutup Daging Sapi atau lebih dikenal dengan nama Topside atau Round adalah bagian daging sapi yang
Lebih terperinciPRODUKTIVITAS KARKAS DAN KUALITAS DAGING SAPI SUMBA ONGOLE DENGAN PAKAN YANG MENGANDUNG PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK
PRODUKTIVITAS KARKAS DAN KUALITAS DAGING SAPI SUMBA ONGOLE DENGAN PAKAN YANG MENGANDUNG PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK SKRIPSI ARIE WIBOWO NUGROHO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
Lebih terperinciKOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN
KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NURMALASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS
Lebih terperinciGambar 2. (a) Kandang Individu (b) Ternak Domba
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Tempat yang digunakan untuk penelitian berada di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil dan Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Institut
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien
HASIL DAN PEMBAHASAN Tumbuh-Kembang Karkas dan Komponennya Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien pertumbuhan relatif (b) terhadap bobot tubuh kosong yang nyata lebih tinggi (1,1782)
Lebih terperinciTUMBUH KEMBANG TUBUH TERNAK
TUMBUH KEMBANG TUBUH TERNAK PROSES PERTUMBUHAN PERTAMBAHAN BERAT BADAN PERKEMBANGAN Perkembangan : perubahan dalam bentuk badan dan konformasi yang diakibatkan oleh pertumbuhan diferensial dari jaringan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. : Bos taurus (sapi Eropa) Bos indicus (sapi India/sapi zebu) Bos sondaicus (banteng/sapi Bali)
TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun
Lebih terperinciPertumbuhan dan Distribusi Potongan Komersial Karkas Sapi Australian Commercial Cross dan Brahman Cross Hasil Penggemukan
Media Peternakan, Agustus 2006, hlm. 63-69 ISSN 0126-0472 Terakreditasi SK Dikti No: 56/DIKTI/Kep/2005 Vol. 29 No. 2 Pertumbuhan dan Distribusi Potongan Komersial Karkas Sapi Australian Commercial Cross
Lebih terperinciPengaruh Konformasi Butt Shape terhadap Karakteristik Karkas Sapi Brahman Cross pada Beberapa Klasifikasi Jenis Kelamin
Media Peternakan, Desember 2006, hlm. 162-168 ISSN 0126-0472 Terakreditasi SK Dikti No: 56/DIKTI/Kep/2005 Vol. 29 No. 3 Pengaruh Konformasi Butt Shape terhadap Karakteristik Karkas Sapi Brahman Cross pada
Lebih terperinciPENAMPILAN PRODUKSI DAN KUALITAS DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK PADA PAKAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NOVARA RAHMAT
PENAMPILAN PRODUKSI DAN KUALITAS DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK PADA PAKAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NOVARA RAHMAT PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT
Lebih terperinciSeminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
PERSENTASE POTONGAN DAGING HAS DALAM (FILLET), HAS LUAR (SIRLOIN), DAN LAMUSIR (CUBE ROLL) PADA SAPI JANTAN BALI DAN FRIES HOLLANDS UMUR 2 3 TAHUN HASIL PENGGEMUKAN (Persentage of Fillet, Sirloin and Cube
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan di kandang Lapangan Percobaan, Blok B Ruminansia Kecil, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ternak domba
Lebih terperinciProporsi Potongan Utama Komersial Karkas (Primal Cut) Pada Sapi Brahman Cross
Proporsi Potongan Utama Komersial Karkas (Primal Cut) Pada Sapi Brahman Cross Ulil Amri 1 Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan proporsi potongan utama komersial karkas (primal cut) pada
Lebih terperinciBOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H
BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara
Lebih terperinciKorelasi Antara Nilai Frame Score Dan Muscle Type... Tri Antono Satrio Aji
Korelasi antara Nilai Frame Score dan Muscle Type dengan Bobot Karkas pada Sapi Kebiri Australian Commercial Cross (Studi Kasus di Rumah Potong Hewan Ciroyom, Bandung) Correlation between Frame Score and
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ternak Domba
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ternak Domba Menurut Blakely dan Bade (1991) domba sudah sejak lama diternakkan orang, tetapi hanya sedikit saja yang mengetahui asal mula dilakukannya seleksi dan domestikasi
Lebih terperinciPERSENTASE KARKAS SAPI BALI PADA BERBAGAI BERAT BADAN DAN LAMA PEMUASAAN SEBELUM PEMOTONGAN
PERSENTASE KARKAS SAPI BALI PADA BERBAGAI BERAT BADAN DAN LAMA PEMUASAAN SEBELUM PEMOTONGAN (The Percentage of Carcass in Different Body Weight and Fasting Period Prior to Slaughtering of Bali Cattle)
Lebih terperinciPengaruh Jenis Otot dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Daging Sapi
Pengaruh dan terhadap Kualitas Daging Sapi Syafrida Rahim 1 Intisari Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi pada tahun 2008. Penelitian bertujuan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Sapi Potong di Indonesia
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Sapi Potong di Indonesia Jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia terdiri dari sapi lokal dan sapi impor yang telah mengalami domestikasi dan sapi yang mampu beradaptasi
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli yang dikembangkan di Indonesia. Ternak ini berasal dari keturunan asli banteng liar yang telah
Lebih terperincisebagai kenangan terhadap almarhum papi tercinta dan persembahan untuk mami. agung, anti, lita, aguk serta ipb almamaterku
'-. ""... / sebagai kenangan terhadap almarhum papi tercinta dan persembahan untuk mami. agung, anti, lita, aguk serta ipb almamaterku HUBUNGAN ANTARA KOMPONEN IRISAN KOMERSIAL KARKAS DENGAN KOMPONEN KARKAS
Lebih terperincisebagai kenangan terhadap almarhum papi tercinta dan persembahan untuk mami. agung, anti, lita, aguk serta ipb almamaterku
'-. ""... / sebagai kenangan terhadap almarhum papi tercinta dan persembahan untuk mami. agung, anti, lita, aguk serta ipb almamaterku HUBUNGAN ANTARA KOMPONEN IRISAN KOMERSIAL KARKAS DENGAN KOMPONEN KARKAS
Lebih terperinciKARAKTERISTIK SIFAT FISIK TEPUNG IKAN SERTA TEPUNG DAGING DAN TULANG SKRIPSI FAUZAN LATIEF
KARAKTERISTIK SIFAT FISIK TEPUNG IKAN SERTA TEPUNG DAGING DAN TULANG SKRIPSI FAUZAN LATIEF PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN FAUZAN LATIEF.
Lebih terperinciMATERI DAN METODE PENELITIAN
1 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 01 Desember 015 sampai 31 Januari 016 di Rumah Pemotongan Hewan Sapi Jagalan, Surakarta, Jawa Tengah.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan
PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Populasi ternak sapi di suatu wilayah perlu diketahui untuk menjaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan yang bernilai gizi tinggi sangat dibutuhkan untuk menghasilkan generasi yang cerdas dan sehat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut pangan hewani sangat memegang
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. hewan bagi konsumsi masyarakat umum dan digunakan sebagai tempat
11 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Definisi Rumah Potong Hewan (RPH) Rumah Potong Hewan (RPH) adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan komoditas ternak, khususnya daging. Fenomena
Lebih terperinciPertumbuhan dan Komponen Fisik Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras Berbeda
Pertumbuhan dan Komponen Fisik Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras Berbeda (Growth and Carcass Physical Components of Thin Tail Rams Fed on Different Levels of Rice Bran)
Lebih terperinciSIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN
SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI HARFAN TEGAS ADITYA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS
Lebih terperinciANALISIS TUMBUH KEMBANG KARKAS SAPI BALI JANTAN DAN BETINA DARI POLA PEMELIHARAAN EKSTENSIF DI SULAWESI TENGGARA. Oleh: Nuraini dan Harapin Hafid 1)
ANALISIS TUMBUH KEMBANG KARKAS SAPI BALI JANTAN DAN BETINA DARI POLA PEMELIHARAAN EKSTENSIF DI SULAWESI TENGGARA Oleh: Nuraini dan Harapin Hafid 1) ABSTRACT This study aims to analyze the growth patterns
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. berbeda dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2016 di kandang domba
12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai produksi karkas dan non karkas domba ekor tipis jantan lepas sapih yang digemukkan dengan imbangan protein dan energi pakan berbeda dilaksanakan mulai bulan
Lebih terperinciMutu karkas dan daging sapi
Standar Nasional Indonesia Mutu karkas dan daging sapi ICS 67.120.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...
Lebih terperinciSTUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL
STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI KHOERUNNISSA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN KHOERUNNISSA.
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN YIELD GRADE DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING
HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN YIELD GRADE DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING Agung Gilang Pratama*, Siti Nurachma, dan Andiana Sarwestri Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kambing memiliki kelebihan dibandingkan dengan ternak ruminansia lainnya yaitu kemampuan produksi baik dengan daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan ataupun
Lebih terperinciKARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG
KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI LIDIA FAFARITA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT
Lebih terperinciSIFAT KIMIA KREKER YANG DIBERI PERLAKUAN SUBSTITUSI TEPUNG DAGING SAPI DAN PERUBAHAN BILANGAN TBA KREKER SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI WIEKE FAUZIAH
SIFAT KIMIA KREKER YANG DIBERI PERLAKUAN SUBSTITUSI TEPUNG DAGING SAPI DAN PERUBAHAN BILANGAN TBA KREKER SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI WIEKE FAUZIAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
Lebih terperinciEFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI
EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI SKRIPSI Ajeng Widayanti PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
Lebih terperinciPERSENTASE KARKAS DAN KOMPONEN NON KARKAS KAMBING KACANG JANTAN AKIBAT PEMBERIAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA SKRIPSI.
PERSENTASE KARKAS DAN KOMPONEN NON KARKAS KAMBING KACANG JANTAN AKIBAT PEMBERIAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh : YOGA GANANG HUTAMA FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciPRODUKTIVITAS KARKAS SAPI BALI DI TIMOR BARAT NUSA TENGGARA TIMUR
136 PARTNER, TAHUN 17 NOMOR 2, HALAMAN 136-141 PRODUKTIVITAS KARKAS SAPI BALI DI TIMOR BARAT NUSA TENGGARA TIMUR Andy Yumina Ninu Program Studi Produksi Ternak Politeknik Pertanian Negeri Kupang, Jl. Adisucipto
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.
10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2015 sampai September 2015 bertempat di Kandang Kambing Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah, Fakultas Peternakan dan Pertanian
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan setiap pukul WIB,
19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan setiap pukul 01.00-06.00 WIB, mulai dari tanggal 29Juli sampai dengan 23 Agustus 2016 di rumah potong hewan (RPH) Kampung Bustaman,
Lebih terperinciKARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C)
KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) SKRIPSI HENDRIA FIRDAUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT
Lebih terperinciPERSENTASE KARKAS, TEBAL LEMAK PUNGGUNG DAN INDEKS PERDAGINGAN SAPI BALI, PERANAKAN ONGOLE DAN AUSTRALIAN COMMERCIAL CROSS
PERSENTASE KARKAS, TEBAL LEMAK PUNGGUNG DAN INDEKS PERDAGINGAN SAPI BALI, PERANAKAN ONGOLE DAN AUSTRALIAN COMMERCIAL CROSS Maria Yosita, Undang Santosa, Endang Yuni Setyowati Fakultas Peternakan, Universitas
Lebih terperinciDAMPAK PENGGUNAAN TEPUNG DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN DAN KOMPOSISI KARKAS ITIK LOKAL JANTAN
DAMPAK PENGGUNAAN TEPUNG DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN DAN KOMPOSISI KARKAS ITIK LOKAL JANTAN SKRIPSI ARIF WAHYUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
Lebih terperinciKUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO
KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciKARAKTERISTIK KARKAS SAPI JAWA (STUDI KASUS DI RPH BREBES, JAWA TENGAH)
KARAKTERISTIK KARKAS SAPI JAWA (STUDI KASUS DI RPH BREBES, JAWA TENGAH) (Carcass Characteristics of Java Cattle: Case Study in Slaughterhouse in Brebes, Central Java) ENDANG PURBOWATI, A. PURNOMOADI, C.M.S.
Lebih terperinciPENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum)
PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) SKRIPSI TRI MULYANINGSIH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. : Artiodactyla. Bos indicus Bos sondaicus
TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun
Lebih terperinciDAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... ABSTRACT... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... ABSTRACT... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR..... i ii iii iv vi vii viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian... 1 1.2
Lebih terperinciHubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil
HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN PERSENTASE KARKAS DAN TEBAL LEMAK PUNGGUNG DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING Fajar Muhamad Habil*, Siti Nurachma, dan Andiana Sarwestri Universitas Padjadjaran
Lebih terperinciSTUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI
STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI VINDHA YULI CANDRAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
Lebih terperinciKARAKTERISTIK KARKAS DAN NON KARKAS SAPI POTONG PADA KERANGKA TUBUH YANG BERBEDA IRMAWAN PURPRANOTO
KARAKTERISTIK KARKAS DAN NON KARKAS SAPI POTONG PADA KERANGKA TUBUH YANG BERBEDA IRMAWAN PURPRANOTO DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Lebih terperinciProsedur Operasional Standard Pemotongan Hewan di RPH
Prosedur Operasional Standard Pemotongan Hewan di RPH Pemotongan hewan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) harus dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yang dalam
Lebih terperinciSKRIPSI BUHARI MUSLIM
KECERNAAN ENERGI DAN ENERGI TERMETABOLIS RANSUM BIOMASSA UBI JALAR DENGAN SUPLEMENTASI UREA ATAU DL-METHIONIN PADA KELINCI JANTAN PERSILANGAN LEPAS SAPIH SKRIPSI BUHARI MUSLIM PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI
Lebih terperinciUKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA
UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA SKRIPSI MUHAMMAD VAMY HANIBAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS
Lebih terperinciKARAKTERISTIK KARKAS DAN BAGIAN-BAGIAN KARKAS SAPI PERANAKAN ONGOLE JANTAN DAN BETINA PADA PETERNAKAN RAKYAT DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA
KARAKTERISTIK KARKAS DAN BAGIAN-BAGIAN KARKAS SAPI PERANAKAN ONGOLE JANTAN DAN BETINA PADA PETERNAKAN RAKYAT DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA (Carcass Characteristic and its Components of Male and Female
Lebih terperinciSIFAT FISIK DAGING DADA AYAM BROILER PADA BERBAGAI LAMA POSTMORTEM DI SUHU RUANG SKRIPSI
SIFAT FISIK DAGING DADA AYAM BROILER PADA BERBAGAI LAMA POSTMORTEM DI SUHU RUANG SKRIPSI YUNITA ANGGRAENI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 1 RINGKASAN
Lebih terperinciIV PEMBAHASAN. yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun RPH kota Bekasi
25 IV PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Bekasi adalah rumah potong hewan yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun 2009. RPH kota Bekasi merupakan rumah potong dengan
Lebih terperinciPENGGUNAAN PELEPAH KELAPA SAWIT FERMENTASI DENGAN BERBAGAI LEVEL BIOMOL + PADA PAKAN TERHADAP KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN SKRIPSI
PENGGUNAAN PELEPAH KELAPA SAWIT FERMENTASI DENGAN BERBAGAI LEVEL BIOMOL + PADA PAKAN TERHADAP KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN SKRIPSI Oleh : AHMAD HUSIN HUTABARAT 090306007 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS
Lebih terperinciMuhamad Fatah Wiyatna Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
Perbandingan Indek Perdagingan Sapi-sapi Indonesia (Sapi Bali, Madura,PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) (The Ratio of Meat Indek of Indonesian Cattle (Bali, Madura, PO) with Australian
Lebih terperinciS. Mawati, F. Warastuty, dan A. Purnomoadi Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN AMPAS TAHU TERHADAP POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN (The Effect of Levels of Tofu Cake on Commercial Cutting of Male Local Sheep Carcass) S. Mawati, F. Warastuty, dan A.
Lebih terperinciPemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta
Sains Peternakan Vol. 7 (1), Maret 2009: 20-24 ISSN 1693-8828 Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta N. Rasminati, S. Utomo dan D.A. Riyadi Jurusan Peternakan,
Lebih terperinciKARAKTERISTIK KARKAS KERBAU RAWA DI KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN
KARAKTERISTIK KARKAS KERBAU RAWA DI KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN (Carcass Characteristics of Swamp Buffalo in Pandeglang District, Banten) HENNY NURAINI, E. ANDREAS dan C. SUMANTRI, Departemen Ilmu Produksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Timor Barat Letak Geografi Iklim
40 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Timor Barat Letak Geografi Timor Barat termasuk daerah di daratan Timor, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan luas wilayah 47 350 Km terletak antara 12-18 0 Lintang
Lebih terperinciPENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH
PENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH KADARWATI D24102015 Skripsi ini merupakan salah satu
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum Rataan konsumsi bahan kering dan protein ransum per ekor per hari untuk setiap perlakuan dapat
Lebih terperinciHUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH
HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas. Pemotongan puyuh dan penelitian persentase karkas dilakukan di Laboratorium Unggas serta uji mutu
Lebih terperinciPERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD
PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD SKRIPSI RISNA HAIRANI SITOMPUL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI PETERNAKAN
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan dan penyembelihan ternak dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas,
Lebih terperinci