PERKEMBANGAN MORAL PADA MASA REMAJA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERKEMBANGAN MORAL PADA MASA REMAJA"

Transkripsi

1 PERKEMBANGAN MORAL PADA MASA REMAJA Menurut Santrock (1999), moral development adalah tahap perkembangan yang menekankan pada aturan dan nilai-nilai tentang apa yang harus dilakukan oleh individu pada saat individu berinteraksi dengan orang lain. Untuk memahami perkembangan moral ini, terdapat 3 hal penting yang harus diperhatikan, yaitu : a. Bagaimana remaja berpikir atau berpendapat mengenai aturan-aturan yang dikenakan pada suatu perilaku dimana sebenarnya perilaku tersebut tidak etis, akan tetapi pada situasi tertentu, perilaku tersebut menjadi etis. Contoh : remaja dimintai pendapat mengenai apakah perlu atau tidak remaja mencontek pada saat ujian karena telah terdesak oleh waktu. b. Bagaimana remaja harus berperilaku dalam lingkungan yang penuh dengan moralitas. Contohnya : apakah remaja akan mencontek pada saat ia sedang menghadapi ujian yang sesungguhnya. c. Bagaimana remaja akan merasakan berkenaan dengan masalah-masalah moral yang ada di lingkungannya. Contohnya : apa yang diarasakan oleh remaja saat ia melakukan perilaku mencontek. Ketiga hal ini tidak berdiri sendiri, melainkan berhubungan satu dengan yang lain. Selain ketiga hal di atas, hal lain yang juga harus diperhatikan dalam perkembangan moral adalah dimensi interpersonal (dimensi yang melibatkan hak-hak dan kesejahteraan orang lain) dan dimensi intrapersonal (dimensi yang menekankan pada nilai-nilai dasar serta sense of self yang dimiliki oleh individu) (Walker, 1996; Walker & Hennig in press). Dimensi interpersonal mengatur hal-hal yang berhubungan dengan interaksi sosial dan usaha untuk mengatasi konflik. Dimensi intrapersonal mengatur hal-hal tentang aktivitas individu saat individu tersebut terikat dalam suatu interaksi. Secara garis besar komponen dalam perkembangan moral menyangkut 3 hal, yaitu : moral thought, moral feelings, and moral behavior.

2 MORAL TOUGHT Pada awalnya, munculnya ketertarikan mengenai isu pola pikir moral yang ada pada anak dan remaja, dimulai oleh Piaget (1932) yang secara ekstensif mengobservasi dan mewawancara anak usia 4-12 tahun pada saat mereka sedang bermain. Piaget tertarik mengenai bagaimana anak menggunakan dan berpikir tentang aturan-aturan main yang berlaku. Piaget juga menanyakan masalah mencuri, berbohong, hukuman serta keadilan. Ternyata anak-anak menjawab dengan cara yang berbeda-beda. Secara garis besar terdapat dua jawaban. Fakta ini menunjukkan bahwa perkembangan moral sangat tergantung pada kematangan perkembangan yang dicapai. Tahap perkembangan moral Piaget adalah heteronomous morality (4-7 tahun). Pada tahap ini keadilan dan aturan merupakan hal yang diyakini tidak dapat diubah, sifatnya tetap dan dipegang oleh orang yang berkuasa. Tahap kedua adalah autonomous morality (10 tahun ke atas). Pada tahap ini, anak mulai menyadari bahwa aturan dan hukum adalah buatan manusia, untuk itu dalam penerapan aturan dan hukuman bagi tiap individu perlu kiranya melihat terlebih dahulu intensitas dan konsekuensi dari suatu perilaku. Kelompok heteronomous morality juga mempercayai apa yang disebut dengan immanent justice, yaitu konsep yang dikemukakan oleh Piaget, bahwa jika suatu aturan dilanggar maka hukuman harus diberikan segera. Masih menurut Piaget, seiring dengan perkembangan manusia, anak menjadi lebih tertarik untuk berpikir tentang hal-hal sosial, terutama yang berkaitan dengan berbagai macam kemungkinan dan syarat dalam suatu kerjasama. Perkembangan sosial ini terbentuk dari adanya interaksi mutual (adanya take and give) antara anak dengan peer-nya. Sebaliknya pada remaja, seiring dengan perkembangan kognitifnya, remaja mulai menampakkan kemampuannya untuk membandingkan antara ideal self dengan real self, remaja juga mulai mampu untuk membuat suatu konsep-konsep yang bertentangan berkaitan dengan fakta yang ada di lapangan, mampu untuk menghubungkan antara masa lalu dengan masa sekarang, mulai memahami tentang peran remaja dalam lingkungan sosialnya, dalam sejarah, serta dalam dunia, remaja dapat melakukan konseptualisasi pikiran dan berpendapat bahwa konstruksi mental mereka adalah sebuah objek.

3 Ide dari Piaget ini, mendorong Martin Hoffman (1980) mencetuskan teorinya yaitu cognitive disequilibrium theory yaitu teori yang menyatakan bahwa masa remaja adalah masa yang penting bagi perkembangan moral, khususnya saat remaja pindah dari lingkungan yang homogen (sekolah tingkat SMP) ke lingkungan yang heterogen (sekolah tingkat SMA atau universitas). Pada saat ini remaja mulai menghadapi berbagai macam konsep moral yang kontradiksi yaitu antara apa yang dimiliki oleh remaja dengan apa yang dialami remaja di luar lingkungan keluarganya. Selain itu, ahli lain yang merumuskan masalah perkembangan moral adalah Kolhberg. Menurut Kolhberg, ada 3 tingkatan perkembangan moral dimana masing-masing tingkatan ada 2 sub tingkatan. Adapun konsep teori perkembangan menurut Kohlberg adalah sebagai berikut: a. Proconventional reasoning Yaitu tingkatan terendah yang ditandai dengan belum adanya internalisasi nilai dan pemahaman moral yang dimiliki masih dikendalikan oleh faktor eksternal (hadiah dan hukuman). 1. Punishment and obidience Konsep pemikiran moral masih berdasarkan pada hukuman. Contohnya adalah anak dan remaja mematuhi orangtua karena mereka disuruh untuk patuh. 2. Individualism and purpose Pemikiran moral didasarkan pada hadiah dan minat yang ada dalam diri individu. Misalnya anak atau remaja akan patuh jika mereka ingin patuh dan sesuai dengan keinginan atau minatnya untuk patuh. Sesuatu yang dianggap benar adalah yang mendatangkan perasaan nyaman dan yang mendatangkan hadiah. b. Conventional reasoning Adalah tahap intermediate dimana pada masa ini sudah ada internalisasi nilai (meski belum maksimal). Individu terkadang tidak menyukai standar tertentu yang mereka miliki (internal) namun standar yang mereka buat berasal dari eksternal (orangtua atau masyarakat). 1. Interpersonal norms

4 Pada tahap ketiga ini, nilai terhadap trust, caring and loyality terhadap orang lain adalah merupakan dasar dari moral judgments yang mereka miliki. Anak dan remaja mengadopsi standar moral dari orangtua dan pada tahap ini mereka ingin mendapatkan label atau sebutan sebagai anak baik dari orangtua mereka. 2. Social system morality Pada tahap keempat, penilaian dan pemahaman moral mereka sudah didasarkan pada pemahaman tentang aturan sosial yang ada, berdasarkan hukum dan konsep keadilan yang berlaku di masyarakat. Contohnya seorang remaja akan dapat mengatakan bahwa masyarakat dapat bekerja secara efektif jika dilindungi oleh hukum dan ditaati oleh seluruh anggotanya. c. Postconventional reasoning Tahap ini adalah tahap perkembangan moral tertinggi. Pada tahap ini selurih nilai sudah secara lengkap terinternalisasi ke dalam diri individu. Selain itu, konsep moral yang ada tidak lagi berdasarkan standar dari oranglain atau pihak luar. Individu sudah mengenali alternatif-alternatif pembelajaran moral, mampu mengeksplorasi pilihan-pilihan moral dan dapat mengambil keputusan atas dasar kode moral yang dimiliki. 1. Community rights vs individual rights Individu sudah dapat memahami bahwa nilai dan hukum adalah bersifat relatif dan standar nilai serta hukum sifatnya bervariasi pada tiap individu. Artinya bahwa individu paham bahwa hukum adalah hal yang penting bagi suatu masyarakat dan individu juga memahami bahwa hukum dapat diubah. Adalah hal wajar jika seseoeang meyakini bahwa kebebasan merupakan hal yang paling penting daripada hukum. 2. Universal ethical principles Pada tahap ini, individu dapat mengembangkan konsep moralanya berdasarkan hak asasi manusia secara universal. Saat individu menghadapi konflik antara hukum dan kata hati maka mereka akan cenderung mengikuti kata hati meskipun keputusan mereka tersebut mengandung risiko.

5 MORAL BEHAVIOR Basic Processes Proses dasar munculnya perilaku yang berbeda-beda antara individu adalah berkaitan dengan hadiah, hukuman dan imitasi. Sama halnya dengan hukum belajar sosial, dimana dinyatakan bahwa apabila suatu perilaku mendapatkan hadiah maka perilaku yang sama cenderung akan diulangi. Saat model berperilaku yang baik maka akan cenderung untuk ditiru, apabila suatu perilaku mendapatkan hukuman maka perilaku tersebut akan dihilangkan. Agar proses pembentukan perilaku dapat berhasil maka pemberian hukuman dan hadiah haruslah efektif. Efektivitas pemberian hukuman dan hadiah ini terletak pada konsistensi dan jadwal pemberian hukuman dan hadiah. Sedangkan efektivitas proses imitasi terletak pada ciri yang dimiliki oleh model, (misalnya model memiliki kekuatan, kekuasaan, kehangatan, keunikan, dll) yang disertai dengan proses kognitif individu (misalnya adanya kode-kode simbolik dan imagery untuk menyimpan perilaku model dalam memori dimana perilaku tersebut kemudian ditiru). Terkadang/seringkali terjadi gap antara moral thought dengan moral action. Hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan yang sifatnya sangat situasional. Fakta tersebut ditunjukkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Hugh Hartshorne dan Mark May, dimana mereka mengobservasi anak dan remaja dalam kondisi situasi yang telah ditentukan. Anak dan remaja tersebut diminta untuk memberikan respon moral pada situasi-situasi tertentu, misalnya anak dan remaja diperbolehkan untuk berbohong, mencuri atau berbuat curang dimana saja. Ternyata hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada anak dan remaja yang dapat dinilai benar-benar tidak jujur atau benar-benar jujur. Perilaku yang muncul sangat dipengaruhi oleh situasi lingkungan pada saat itu. Cognitive Social Learning Theory of Moral Development Teori ini menyatakan bahwa ada perbedaan antara moral competence remaja (yaitu kemampuan yang menghasilkan suatu perilaku moral) dan moral performance (yaitu munculnya perilaku moral pada suatu situasi tertentu) (Mischel & Mischel, 1975). Pembentukan perilaku moral (moral competence) ini sangat tergantung pada proses kognitif-sensori, dimana yang termasuk di dalam kemampuan ini adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu, apa

6 yang diketahui, keahlian, kesadaran moral dan regulasi diri serta kemampuan kognitif untuk membangun suatu perilaku. Sedangkan moral performance sangat ditentukan oleh motivasi, hadiah dan insentif yang didapat sebagai konsekuensi dari suatu perilaku. Bandura (1991) juga percaya bahwa perkembangan moral dapat dipahami dengan baik apabila kita melihat perkembangan tersebut dari proses interaksi antara faktor sosial dengan kognitif, terutama yang melibatkan proses kontrol diri. MORAL FEELINGS Segala sesuatu mengenai moral feeling dapat dijelaskan melalui teori berikut ini : Teori Psikoanalisa Dalam pribadi manusia terdapat 3 struktur utama pembentuk kepribadian yaitu id, ego dan super ego. Super ego berkembang pada awal masa kanak dan saat anak menyelesaikan masa oedipus complex serta anak mulai melakukan identifikasi diri dengan orangtua yang sama jenis kelaminnya. Anak dapat menyelesaikan oedipus complex karena adanya rasa takut dalam diri anak akan kehilangan cinta orangtua dan akan mendapatkan hukuman dari orangtua karena adanya keinginan seks yang tidak dapat diterima secara nilai moral. Untuk menghilangkan rasa cemasnya dan untuk menghindari hukuman, serta untuk tetap menjaga kasih sayang dari orangtua, anak mulai membentuk super ego dengan cara melakukan identifikasi pada orangtua yang berjenis kelamin yang sama. Melalui ini, anak mulai melakukan internalisasi standar nilai benar dan salah dari orangtua. Kemudian anak juga mulai memendam rasa irinya pada orangtua yang berjenis kelamin sama. Jika rasa iri ini berkembang maka akan muncul rasa bersalah yang pada akhirnya akan muncul pula keinginan untuk menghukum dirinya sendiri. Pada masa perkembangan super ego ini, kontrol orangtua yang biasanya diterima oleh remaja mulai digantikan dengan kontrol diri remaja itu sendiri. Di dalam super ego terdapat dua komponen, yaitu ego ideal dan conscience yang membantu perkembangan perasaan moral remaja. Ego ideal melibatkan standar nilai dan perilaku ideal yang telah disetujui oleh orangtua, sedangkan conscience melibatkan standar nilai dan perilaku yang tidak disetujui oleh orangtua. Ego ideal dapat memberikan penguatan positif pada remaja saat remaja menggunakan ego tersebut. Penguatan positif yang didapat oleh

7 remaja berupa adanya rasa bangga dan terbentuknya nilai-nilai pribadi yang positif saat remaja berperilaku sesuai dengan standar moral. Sebaliknya conscience dapat memberikan penguatan negatif pada remaja saat remaja memunculkan perilaku yang menyimpang dengan cara munculnya rasa bersalah, atau tidak berharga. Child Rearing Techniques and Moral Development Piaget dan Kohlberg yakin bahwa orangtua bertanggung jawab untuk menciptakan general role-taking opportunities dan konflik kognitif pada remaja. Orangtua juga memegang peranan penting dalam perkembangan moral remaja (sedangkan teman sebaya tidak memegang peranan penting dalam perkembangan moral remaja). Sedangkan menurut Freud, pola pengasuhan anak dapat mendukung perkembangan moral karena adanya rasa takut terhadap hukuman dan takut kehilangan kasih sayang dari orangtua. Apabila kita berbicara mengenai masalah pengasuhan yang dikaitkan dengan kasih sayang maka tampaknya hal ini berkaitan dengan masalah kedisiplinan. Ada tiga bentuk kedisiplinan yang dikembangkan oleh orangtua yaitu : a. Love withdrawal : yaitu orangtua yang tidak memberikan perhatian dan kasih sayang pada anak. Misalnya orangtua yang tidak mau berbicara dengan anaknya. Hal ini dapat menyebabkan munculnya kecemasan dalam diri remaja. b. Power assertion : yaitu orangtua yang berusaha untuk mengendalikan anak/misalnya orangtua yang selalu mengancam anak atau mengambil hak anak. Hal ini dapat menyebabkan munculnya hostility (sikap bermusuhan) pada anak. c. Induction : yaitu orangtua yang menggunakan alasan dan penjelasan tentang konsekuensi yang akan muncul jika anak melakukan suatu tindakan tertentu. Pada pola kedisiplinan a dan b akan menimbulkan akibat adanya arousal yang tinggi pada anak, dan meskipun orangtua menyertainya dengan penjelasan, maka penjelasan tersebut tidak akan dihiraukan oleh anak/remaja. Pola pendisiplinan a dan b ini menunjukkan bahwa orangtua tidak memiliki kontrol diri. Akibat yang lebih parah dapat muncul dari pola pendisiplinan ini adalah perilaku orangtua cenderung akan ditiru oleh anak/remaja terutama pada saat mereka sedang

8 berada dalam situasi yang menekan. Sebaliknya untuk pola c, akibat yang ditimbulkan lebih positif dibandingkan dengan kedua pola sebelumnya. The Contemporary Perspective on the Role of Emotions in Moral Dvelopmental Jika psikoanalisa berpendapat bahwa perkembangan moral terjadi karena faktor adanya rasa bersalah yang tidak disadari, atau teori lain yang mengatakan bahwa perkembangan moral terjadi karena peran dari empati (yaitu adanya reaksi emosi terhadap perasaan orang lain dimana reaksi tersebut sama dengan yang dilakukan oleh orang lain), maka pada masa ini banyak ahli percaya bahwa baik perasaan positif (empati, simpati, admiration, dan self esteem) maupun negatif (marah, murka, malu dan rasa bersalah) berperanan dalam perkembangan moral remaja (Damon, 1988; Eisenberg, 1997). Ditambah pula dengan pengalaman yang ada, maka bentuk emosi-emosi ini akan mempengaruhi perilaku remaja yang didasarkan pada keyakinan akan benar dan salah. Moral feeling lainnya yang mulai terbentuk pada masa remaja adalah altruism, yaitu adanya keinginan atau minat untuk menolong orang lain. Apabila sebelumnya, remaja digambarkan sebagai individu yang egosentris dan egois, adapula remaja yang mengembangkan perilaku altruisme ini. Misalnya remaja mengadakan kegiatan untuk mengumpulkan dana agar dapat membantu orang-orang yang kelaparan. Perilaku altriusme muncul karena adanya reciprocity dan exchange (Brown, 1986), self other interactions dan relationship (Eisenberg & others, 1995).

Selamat membaca, mempelajari dan memahami materi Rentang Perkembangan Manusia II

Selamat membaca, mempelajari dan memahami materi Rentang Perkembangan Manusia II Selamat membaca, mempelajari dan memahami materi Rentang Perkembangan Manusia II PERKEMBANGAN MORAL PADA REMAJA oleh: Triana Noor Edwina D.S, M.Si Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Lebih terperinci

SELAMAT MEMBACA, MEMPELAJARI DAN MEMAHAMI MATERI ELEARNING RENTANG PERKEMBANGAN MANUSIA I

SELAMAT MEMBACA, MEMPELAJARI DAN MEMAHAMI MATERI ELEARNING RENTANG PERKEMBANGAN MANUSIA I SELAMAT MEMBACA, MEMPELAJARI DAN MEMAHAMI MATERI ELEARNING RENTANG PERKEMBANGAN MANUSIA I PERKEMBANGAN MORAL PADA MASA ANAK oleh: Triana Noor Edwina D.S Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Lebih terperinci

Perilaku Moral Remaja

Perilaku Moral Remaja Perilaku Moral Remaja Oleh : Anglia Febrina Proses-Proses Dasar Pandangan behavioral menekankan perilaku moral dari remaja. Proses-proses yang sudah biasa kita kenal seperti penguatan, hukuman, imitasi,

Lebih terperinci

S A N T I E. P U R N A M A S A R I, M. S I, P S I K O L O G F A K U L T A S P S I K O L O G I U M B Y

S A N T I E. P U R N A M A S A R I, M. S I, P S I K O L O G F A K U L T A S P S I K O L O G I U M B Y Perkembangan Moral S A N T I E. P U R N A M A S A R I, M. S I, P S I K O L O G F A K U L T A S P S I K O L O G I U M B Y Pendahuluan Saat kita melihat anak-anak bermain maka akan tampak bagaimana perilaku

Lebih terperinci

Perkembangan Moral. Oleh : Farida Harahap Tim Nanang Erma Gunawan, S.Pd.

Perkembangan Moral. Oleh : Farida Harahap Tim Nanang Erma Gunawan, S.Pd. Perkembangan Moral Oleh : Farida Harahap Tim Nanang Erma Gunawan, S.Pd. PERKEMBANGAN MORAL Moral = mores : Tata cara, adat istiadat, kebiasaan. Bayi yang baru lahir dikatakan belum memiliki moral karena

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERSONAL DAN SOSIAL FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN SOSIAL PERKEMBANGAN PERASAAN DAN EMOSI PERKEMBANGAN MORAL

PERKEMBANGAN PERSONAL DAN SOSIAL FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN SOSIAL PERKEMBANGAN PERASAAN DAN EMOSI PERKEMBANGAN MORAL Disusun oleh: PERKEMBANGAN PERSONAL DAN SOSIAL FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN SOSIAL PERKEMBANGAN PERASAAN DAN EMOSI PERKEMBANGAN MORAL No Tahap Perkembangan 1. Kepercayaan vs ketidakpercayaan TAHAP

Lebih terperinci

MEMAHAMI PERKEMBANGAN NILAI MORAL KEAGAMAAN PADA ANAK

MEMAHAMI PERKEMBANGAN NILAI MORAL KEAGAMAAN PADA ANAK Artikel MEMAHAMI PERKEMBANGAN NILAI MORAL KEAGAMAAN PADA ANAK Oleh: Drs. Mardiya Masalah moral dan agama merupakan salah satu aspek penting yang perlu di tumbuh kembangkan dalam diri anak. Berhasil tidaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

TEORI-TEORI DASAR PERKEMBANGAN MORAL PADA USIA DINI: SUATU PERSPEKTIF PSIKOLOGI. Abstrak Yulia Ayriza

TEORI-TEORI DASAR PERKEMBANGAN MORAL PADA USIA DINI: SUATU PERSPEKTIF PSIKOLOGI. Abstrak Yulia Ayriza TEORI-TEORI DASAR PERKEMBANGAN MORAL PADA USIA DINI: SUATU PERSPEKTIF PSIKOLOGI Abstrak Yulia Ayriza Pendidikan karakter memiliki tiga komponen yang penting, yaitu moral knowing, moral feelings, dan moral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia Sekolah Menengah Atas pada umumnya berada pada rentang usia

BAB I PENDAHULUAN. Usia Sekolah Menengah Atas pada umumnya berada pada rentang usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Usia Sekolah Menengah Atas pada umumnya berada pada rentang usia remaja yaitu berkisar antara 15-18 tahun. Santrock (2005) mengemukakan usia remaja merupakan

Lebih terperinci

Teori Perkembangan Moral Lawrence Kohlberg

Teori Perkembangan Moral Lawrence Kohlberg Teori Perkembangan Moral Lawrence Kohlberg 1927-1987 Ada tiga eve perkemba ga mora : Leve I: Preco ve tio a Mora ity Stage 1: Pu ishme t a d obedie ce orie tatio Tahap i i disebut juga mora itas hetero

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluaga mempunyai fungsi tidak hanya terbatas sebagai penerus keturunan

BAB I PENDAHULUAN. Keluaga mempunyai fungsi tidak hanya terbatas sebagai penerus keturunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keluaga mempunyai fungsi tidak hanya terbatas sebagai penerus keturunan saja, dalam bidang pendidikan pun, keluarga merupakan sumber pendidikan utama karena

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIAL- EMOSIONAL MASA KANAK- KANAK AWAL. Kuliah 7 Adriatik Ivanti, M.Psi

PERKEMBANGAN SOSIAL- EMOSIONAL MASA KANAK- KANAK AWAL. Kuliah 7 Adriatik Ivanti, M.Psi PERKEMBANGAN SOSIAL- EMOSIONAL MASA KANAK- KANAK AWAL Kuliah 7 Adriatik Ivanti, M.Psi The Self Initiative Versus Guilt (Erikson): Dlm tahap ini, konflik2 perasaan akan muncul dlm diri anak2 Konflik muncul

Lebih terperinci

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK Murhima A. Kau Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo INTISARI Proses perkembangan perilaku prososial menurut sudut pandang Social Learning Theory

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik dan psikisnya. Karena dalam

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik dan psikisnya. Karena dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa.pada masa remaja terjadi pertumbuhan untuk mencapai kematangan yang mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam taraf kecil, maka hampir dipastikan kedepan bangsa ini akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dalam taraf kecil, maka hampir dipastikan kedepan bangsa ini akan mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini di Indonesia terjadi beberapa permasalahan dalam berbagai bidang. Beberapa kasus terjadi di bidang hukum, politik dan tata pemerintahan. Dalam ranah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada rentang usia remaja, yaitu berkisar antara 12-15 tahun (Lytha, 2009:16). Hurlock (1980:10) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kedisiplinan A. 1. Pengertian Kedisiplinan Menurut Hurlock (2000) kedisiplinan berasal dari disciple yang berarti bahwa seseorang belajar secara sukarela mengikuti seorang pemimpin.

Lebih terperinci

MORALITAS SEBAGAI PEMAHAMAN SOSIAL DAN PENALARAN MORAL PADA ANAK USIA DINI

MORALITAS SEBAGAI PEMAHAMAN SOSIAL DAN PENALARAN MORAL PADA ANAK USIA DINI MORALITAS SEBAGAI PEMAHAMAN SOSIAL DAN PENALARAN MORAL PADA ANAK USIA DINI MORALITAS SEBAGAI PEMAHAMAN SOSIAL Menurut perspektif pengembangan kognitif, teori kedewasaan dan pengalaman sosial menjurus kepada

Lebih terperinci

mengambil peran lebih aktif dalam berinteraksi dengan teman sebaya dan bertukar pendapat atau perspektif mengenai nilai-nilai moral yang berlaku di

mengambil peran lebih aktif dalam berinteraksi dengan teman sebaya dan bertukar pendapat atau perspektif mengenai nilai-nilai moral yang berlaku di kontrol. Modul Aku Anak Baik dinyatakan valid untuk meningkatkan moral reasoning pada anak usia dini usia 5-6 tahun. Kata Kunci: moral reasoning, repeated interactive read aloud, validitas Permasalahan

Lebih terperinci

MASA KANAK-KANAK AWAL. Masa ini dialami pada usia : 2 tahun 5/6 th Masa Usia Pra Sekolah : Play group atau TK

MASA KANAK-KANAK AWAL. Masa ini dialami pada usia : 2 tahun 5/6 th Masa Usia Pra Sekolah : Play group atau TK MASA KANAK-KANAK AWAL Masa ini dialami pada usia : 2 tahun 5/6 th Masa Usia Pra Sekolah : Play group atau TK 1 Tugas Perkembangan Kanak-kanak Awal a)belajar perbedaan dan aturan-aturan jenis kelamin. b)kontak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Lebih terperinci

Tahapan Perkem Perk bang an Kognitif

Tahapan Perkem Perk bang an Kognitif Tahapan Perkembangan Kognitif Psikologi pendidikan Sensori motorik Tahap perkembangan kognitif Piaget Usia Kemampuan 0-1.5 tahun Belum memiliki konsep permanensi objek (kecakapan psikis untuk mengerti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Ayah 1. Definisi Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal (Supartini,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri Menurut Coopersmith (1967 ; dalam Sert, 2003; dalam Challenger, 2005; dalam Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam

Lebih terperinci

KOMPONEN KARAKTER (Thomas Lickona) Oleh: Kuncahyono Pasca UM

KOMPONEN KARAKTER (Thomas Lickona) Oleh: Kuncahyono Pasca UM 0 KOMPONEN KARAKTER (Thomas Lickona) Oleh: Kuncahyono Pasca UM (Kompasiana, 2010) Melihat kondisi bangsa saat ini dimana banyak terjadi penyimpangan moral di kalangan remaja dan generasi muda, maka perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja adalah tahap umur berikutnya setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja adalah tahap umur berikutnya setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah tahap umur berikutnya setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik cepat. Pertumbuhan cepat yang terjadi pada tubuh remaja luar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan. maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan. maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al- 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan 1. Definisi Pemaafan Secara terminologis, kata dasar pemaafan adalah maaf dan kata maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al- Qur an terulang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuh keramahan. Namun akhir-akhir ini banyak ahli yang harus berpikir

BAB I PENDAHULUAN. penuh keramahan. Namun akhir-akhir ini banyak ahli yang harus berpikir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Indonesia sejak dulu dikenal oleh dunia karena masyarakatnya yang hidup dengan rukun, saling tolong menolong, saling mensejahterakan dan penuh keramahan. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Rasa Bersalah. diri dan peristiwa negatif (Baumeiste r dkk., 2007). Hal ini menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Rasa Bersalah. diri dan peristiwa negatif (Baumeiste r dkk., 2007). Hal ini menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rasa Bersalah 1. Definisi Rasa Bersalah Rasa bersalah adalah emosi instropektif yang merupakan hasil dari refleksi diri dan peristiwa negatif (Baumeiste r dkk., 2007). Hal ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Normative Social Influence 2.1.1 Definisi Normative Social Influence Pada awalnya, Solomon Asch (1952, dalam Hogg & Vaughan, 2005) meyakini bahwa konformitas merefleksikan sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

INTERAKSI DALAM KELUARGA SEBAGAI PROSES UTAMA PENGEMBANGAN MORAL ANAK Olah: Nilawati Tadjuddin

INTERAKSI DALAM KELUARGA SEBAGAI PROSES UTAMA PENGEMBANGAN MORAL ANAK Olah: Nilawati Tadjuddin INTERAKSI DALAM KELUARGA SEBAGAI PROSES UTAMA PENGEMBANGAN MORAL ANAK Olah: Nilawati Tadjuddin 1. PENDAHULUAN Secara umum dikatakan bahwa moralitas menyangkut baik/ buruk atau benar/ salah. Makalah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan investasi yang berharga bagi peradaban umat manusia, pada saat yang bersamaan pendidikan dan penalaran moral juga merupakan pilar yang sangat

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. diketahui bahwa ketiga subjek mengalami self blaming. Kemudian. secara mendalam peneliti membahas mengenai self blaming pada

BAB VI PENUTUP. diketahui bahwa ketiga subjek mengalami self blaming. Kemudian. secara mendalam peneliti membahas mengenai self blaming pada 144 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa ketiga subjek mengalami self blaming. Kemudian secara mendalam peneliti membahas mengenai self

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Prilaku Moral. mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,

BAB II LANDASAN TEORI. A. Prilaku Moral. mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, BAB II LANDASAN TEORI A. Prilaku Moral 1. Pengertian Prilaku Moral Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MORAL: TEORI PIAGET & KOHLBERG

PERKEMBANGAN MORAL: TEORI PIAGET & KOHLBERG PERKEMBANGAN MORAL: TEORI PIAGET & KOHLBERG TENTANG MORAL Moral berasal dari kata Latin mores yang berarti: Tata cara, kebiasaan dan adat. Perilaku moral berarti perilaku yg sesuai dengan kode moral kelompok

Lebih terperinci

CHILD DEVELOPMENT. Presented by: Lius Iman Santoso C., SE., B.Ed, M.Pd

CHILD DEVELOPMENT. Presented by: Lius Iman Santoso C., SE., B.Ed, M.Pd CHILD DEVELOPMENT Presented by: Lius Iman Santoso C., SE., B.Ed, M.Pd Area of Development 1. Otak 2. Kognitif 3. Sosial 4. Moral 5..(Spiritual) 2 BASIC UNDERSTANDING OF CHILD O Anak adalah ciptaan Tuhan

Lebih terperinci

CHAPTER REPORT (THREE) Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian. Dari Bapak Dr. H. A. Juntika Nurihsan, M. Pd.

CHAPTER REPORT (THREE) Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian. Dari Bapak Dr. H. A. Juntika Nurihsan, M. Pd. CHAPTER REPORT (THREE) SYMBOLS OF SELF (Personality Development, Elizabeth B. Hurlock) Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Dari Bapak Dr. H. A. Juntika Nurihsan,

Lebih terperinci

MASA KANAK-KANAK AWAL. Masa ini dialami pada usia Masa Usia Pra Sekolah : 2-4 th Play group atau TK : 4 5,6 th

MASA KANAK-KANAK AWAL. Masa ini dialami pada usia Masa Usia Pra Sekolah : 2-4 th Play group atau TK : 4 5,6 th MASA KANAK-KANAK AWAL By FH Masa ini dialami pada usia Masa Usia Pra Sekolah : 2-4 th Play group atau TK : 4 5,6 th 1 Tugas Perkembangan Kanak-kanak Awal a) Belajar perbedaan dan aturan-aturan jenis kelamin.

Lebih terperinci

JIPP. Optimalisasi Emosi Sebagai Sistem Peringatan Dini Moral. Subhan El Hafiz a Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA a

JIPP. Optimalisasi Emosi Sebagai Sistem Peringatan Dini Moral. Subhan El Hafiz a Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA a Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi: Kajian Empiris & Non-Empiris Vol. 1, No. 1, 2015. Hal. 9-16 JIPP Optimalisasi Emosi Sebagai Sistem Peringatan Dini Moral Subhan El Hafiz a Universitas Muhammadiyah Prof.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia merupakan individu ciptaan Tuhan Yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia merupakan individu ciptaan Tuhan Yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia merupakan individu ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki potensi diri serta perilaku yang berbeda satu dengan yang lainnya. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa SMA berada pada usia remaja yaitu masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

MASA KANAK-KANAK AKHIR. Rita Eka Izzaty

MASA KANAK-KANAK AKHIR. Rita Eka Izzaty MASA KANAK-KANAK AKHIR Rita Eka Izzaty Masa Kanak-Kanak Akhir : Disebut juga: 6-11/12 Th Masa sekolah : perubahan sikap, nilai, dan perilaku Masa sulit : pengaruh teman Imitasi sosial, masa berkelompok,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605). BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Kontrol diri adalah kemampuan untuk menekan atau untuk mencegah tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENERAPAN TEKNIK DISIPLIN DI TK X DENGAN KEMAMPUAN PENALARAN MORAL ANAK USIA 4-6 TAHUN FINA DWI PUTRI ABSTRAK

HUBUNGAN PENERAPAN TEKNIK DISIPLIN DI TK X DENGAN KEMAMPUAN PENALARAN MORAL ANAK USIA 4-6 TAHUN FINA DWI PUTRI ABSTRAK HUBUNGAN PENERAPAN TEKNIK DISIPLIN DI TK X DENGAN KEMAMPUAN PENALARAN MORAL ANAK USIA 4-6 TAHUN FINA DWI PUTRI ABSTRAK FINA DWI PUTRI. Hubungan Penerapan Teknik Disiplin Di Tk X Dengan Kemampuan Penalaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Konsep Teoritis. identitas ( identity vs identity confusion). Menurut Kroger (dalam Papalia, 2004)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Konsep Teoritis. identitas ( identity vs identity confusion). Menurut Kroger (dalam Papalia, 2004) 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penjelasan Konsep Teoritis 1. Aspek Psikososial Remaja Masa remaja merupakaan masa dimana remaja mencari identitas, dan dalam proses pencarian identitas tersebut tugas utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan dilaksanakannya pendidikan formal. Dilihat berdasarkan prosesnya pendidikan formal dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1. Remaja 2.1.1. Pengertian Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari bahasa latin adolescare (kata menjadi dewasa (Hurlock, 1999). Remaja adalah suatu masa yang dianggap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikemukakan oleh Pieget (1932) dalam bukunya, The Moral Judgement of. objek dan kejadian yang ada di sekitar lingkungannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikemukakan oleh Pieget (1932) dalam bukunya, The Moral Judgement of. objek dan kejadian yang ada di sekitar lingkungannya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Moral Kognitif Teori perkembangan moral (moral development), pada awalnya dikemukakan oleh Pieget (1932) dalam bukunya, The Moral Judgement of a Child

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah usaha yang diselenggarakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Lengeveld (Tim MKDP Landasan Pendidikan UPI, 2009: 25)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Hal yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya adalah kemampuan untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Attachment Attachment atau kelekatan merupakan teori yang diungkapkan pertama kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Ketika seseorang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan konformitas teman sebaya dengan konsep diri terhadap kenakalan remaja di Jakarta Selatan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tak akan terlepas dari kodratnya, yaitu manusia sebagai makhluk sosial, yang mana ia harus hidup berdampingan dengan manusia lainnya dan sepanjang hidupnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remaja yang berkisar antara tahun. Hurlock (1980: 206) mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. remaja yang berkisar antara tahun. Hurlock (1980: 206) mengemukakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia sekolah Menengah pertama pada umumnya berada pada rentang usia remaja yang berkisar antara 12-15 tahun. Hurlock (1980: 206) mengemukakan bahwa secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah inklusi merupakan salah bentuk layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) dan sebagai upaya pensosialisasian ABK kepada masyarakat. Crockett

Lebih terperinci

Keempat konteks ini dapat berinteraksi satu dengan lainnya dalam terbentuknya suatu perilaku

Keempat konteks ini dapat berinteraksi satu dengan lainnya dalam terbentuknya suatu perilaku Models of child Psychopath Oleh: Dra. Elvi Andriani Y, M.si P P W F P K K K K Keempat konteks ini dapat berinteraksi satu dengan lainnya dalam terbentuknya suatu perilaku MEDICAL MODEL (Model medis): Model

Lebih terperinci

PELATIHAN BASIC HYPNOPARENTING BAGI AWAM

PELATIHAN BASIC HYPNOPARENTING BAGI AWAM PROGRAM PENGABDIAN PADA MASYARAKAT BAGIAN PSIKOLOGI KLINIS FAKULTAS PSIKOLOGI UNDIP BEKERJASAMA DENGAN RS. HERMINA BANYUMANIK SEMARANG PELATIHAN BASIC HYPNOPARENTING BAGI AWAM SEMARANG, 23 AGUSTUS 2014

Lebih terperinci

The Social Learning Theory of Julian B. Rotter

The Social Learning Theory of Julian B. Rotter The Social Learning Theory of Julian B. Rotter Biography Julian Rotter Rotter lulus dari Brooklyn College pada tahun 1937 dan mengambil graduate work dalam psikologi di University of Iowa dan Indiana University;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menolong merupakan salah satu tindakan yang diharapkan muncul dalam

BAB I PENDAHULUAN. Menolong merupakan salah satu tindakan yang diharapkan muncul dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menolong merupakan salah satu tindakan yang diharapkan muncul dalam kehidupan sehari-hari. Tindakan menolong ini berarti memberikan sesuatu yang dibutuhkan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan

Bab 2. Landasan Teori. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Penokohan Penokohan merupakan satu bagian penting dalam membangun sebuah cerita. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kekerasan di lingkungan pendidikan atau sekolah ini telah menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan, 16% siswa kelas akhir mengatakan bahwa mereka

Lebih terperinci

Selamat Membaca, mempelajari dan Memahami Materi e-learning Rentang Perkembangan Manusia I

Selamat Membaca, mempelajari dan Memahami Materi e-learning Rentang Perkembangan Manusia I Selamat Membaca, mempelajari dan Memahami Materi e-learning Rentang Perkembangan Manusia I TEORI-TEORI dalam PSIKOLOGI PERKEMBANGAN oleh: Dr. Triana Noor Edwina D.S, M.Si Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y

S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y PERKEMBANGAN SOSIAL : KELUARGA S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y PENGANTAR Keluarga adalah tempat dan sumber perkembangan sosial awal pada anak Apabila interaksi yang terjadi bersifat intens maka

Lebih terperinci

Freud s Psychoanalytic Theories

Freud s Psychoanalytic Theories Modul ke: 02Fakultas Erna PSIKOLOGI Freud s Psychoanalytic Theories Multahada, S.HI., S.Psi., M.Si Program Studi Psikologi Freud (1856-1939) Pendekatan Dinamis Dinamakan juga : Energi psikis, energi dorongan,

Lebih terperinci

Peserta didik ilmu pendidikan. Ilmu Pendidikan PESERTA DIDIK

Peserta didik ilmu pendidikan. Ilmu Pendidikan PESERTA DIDIK Ilmu Pendidikan PESERTA DIDIK 1 PENGERTIAN PESERTA DIDIK Anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan diri lewat proses pendidikan Peserta didik merupakan sosok yang membutuhkan bantuan orang lain untuk

Lebih terperinci

Bayi tidak bisa mengungkapkan perasaan mereka, untuk mengungkapkan emosi yang seg mereka alami adalah suatu tantangan. Meskipun vokalisasi gerakan- ge

Bayi tidak bisa mengungkapkan perasaan mereka, untuk mengungkapkan emosi yang seg mereka alami adalah suatu tantangan. Meskipun vokalisasi gerakan- ge Bayi tidak bisa mengungkapkan perasaan mereka, untuk mengungkapkan emosi yang seg mereka alami adalah suatu tantangan. Meskipun vokalisasi gerakan- gerakan tubuh menyediakan beberapa informasi, tetapi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik. Pada masa ini remaja tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun psikis, perubahan terhadap pola perilaku dan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN AFEKSI ANAK SD. Oleh : Yulia Ayriza

PENGEMBANGAN AFEKSI ANAK SD. Oleh : Yulia Ayriza PENGEMBANGAN AFEKSI ANAK SD Oleh : Yulia Ayriza Pengertian Pengembangan Afeksi (What?) Afeksi merupakan hal yang sama dengan sosial-emosional. Perkembangan emosi merupakan perkembangan yang mengarah pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Interaksi Sosial. Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara

BAB II LANDASAN TEORI. A. Interaksi Sosial. Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara 7 BAB II LANDASAN TEORI 1. Pengertian Interaksi Sosial A. Interaksi Sosial Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MORAL PADA ANAK DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN

PERKEMBANGAN MORAL PADA ANAK DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA Februari 2011 VOL. XI NO. 2, 380-391 PERKEMBANGAN MORAL PADA ANAK DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN Fatimah Ibda Dosen Tetap Pada Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Abstract This

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan tersebut menjungjung tinggi moralitas berdasarkan norma-norma

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan tersebut menjungjung tinggi moralitas berdasarkan norma-norma 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terkenal dengan masyarakatnya yang ramah. Kebudayaan Indonesia seringkali disebut sebagai bagian dari budaya timur, dimana kebudayaan tersebut menjungjung

Lebih terperinci