OPTIMALISASI MULTIFUNGSI PERTANIAN PADA USAHA TANI BERBASIS TANAMAN SAYURAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMALISASI MULTIFUNGSI PERTANIAN PADA USAHA TANI BERBASIS TANAMAN SAYURAN"

Transkripsi

1 OPTIMALISASI MULTIFUNGSI PERTANIAN PADA USAHA TANI BERBASIS TANAMAN SAYURAN Optimizing Multifunctionality of Agriculture on Vegetable- Based Farming Ai Dariah dan Edi Husen Balai Penelitian Tanah (Indonesian Soil Research Institute) Abstract The perception that vegetable-based farming system is not environmentally benign due to its potential negative impact on soil erosion can not be fully denied, especially for vegetable farming areas with relatively steep slope without proper soil conservation measures. Under most of existing soil management practices, the positive externalities or multifunctionality to the environment are still much higher than its negative ones. Some farmers still believed that implementation of soil conservation measures would reduce crop yields due to planting area reduction or disease stimulation because of higher soil moisture content under conserved lands. Limited dissemination and supports on soil conservation measures also limits the environmental services by this farming system. This paper presents financial analysis of vegetablebased faming in relation to its ability to support rural food safety and farmer s capability to manage the land. In addition, we also discuss the biophysical condition of vegetable farming system in upland areas, and various soil conservation techniques that can be implemented to optimize the multifunctionality of vegetable-based farming, especially in controlling soil erosion and flood and maintaining other ecological functions. Abstrak Anggapan bahwa sistem usaha tani sayuran tidak ramah lingkungan terkait dengan potensi erosi yang ditimbulkannya tidak sepenuhnya salah, terutama sayuran yang diusahakan pada lahan-lahan yang relatif curam tanpa tindakan konservasi yang memadai. Dengan tingkat pengelolaan lahan saat ini (eksisting), eksternalitas positif atau multifungsi sistem usaha tani sayuran bagi lingkungan masih jauh lebih besar daripada eksternalitas negatifnya. Sebagian petani masih meyakini bahwa penerapan teknik konservasi akan mengurangi produksi terkait dengan berkurangnya areal tanam atau munculnya berbagai penyakit disebabkan lebih tingginya kadar air tanah pada lahan yang dikonservasi. Kurangnya sosialisasi tentang berbagai teknik konservasi tanah

2 Dariah dan Husen menyebabkan jasa lingkungan sistem usaha tani tidak optimal. Tulisan ini menyajikan analisis usaha tani sayuran terkait dengan kemampuan usaha tani ini mendukung kemandirian pangan desa dan kemampuan petani sayuran mengelola lahan usaha taninya. Selain itu juga kondisi biofisik lahan usaha tani sayuran di daerah dataran tinggi dan berbagai teknik konservasi tanah yang dapat diterapkan untuk mengoptimalkan multifungsi pertanian sayuran, khususnya dalam mengen-dalikan erosi dan banjir serta memelihara fungsifungsi ekologis. PENDAHULUAN Sayuran merupakan salah satu produk pertanian yang penting bagi ketahanan pangan nasional. Selain pangsa pasarnya yang terus meningkat dari tahun ke tahun, baik untuk pemenuhan kebutuhan domestik maupun ekspor (Departemen Pertanian, 2004; FAO, 2004), sebagian besar usaha tani sayuran di Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif karena efisien secara finansial dalam pemanfaatan sumber daya domestik (Arsanti dan Boehme, 2006). Namun demikian, usaha tani sayuran sering dituding tidak ramah lingkungan, antara lain karena potensi terjadinya erosi pada lahan sayuran relatif tinggi. Pendapat ini tidak sepenuhnya salah, terutama pada usaha tani sayuran yang diusahakan di lahan berlereng relatif curam dengan usaha pencegahan erosi yang kurang memadai. Praktek pengelolaan lahan yang umum diterapkan petani saat ini menyebabkan multifungsi (eksternalitas positif) usaha tani sayuran, khususnya dalam pengendalian erosi dan banjir tidak optimal. Hasil penelitian Arsanti dan Boehme (2006) di daerah sentra produksi sayuran Pangalengan (Jawa Barat), Kejajar Wonosobo (Jawa Tengah), dan Berastagi (Sumatera Utara) menunjukkan besaran erosi yang beragam (rendah sampai tinggi/parah), baik di daerah sentra produksi yang sama maupun antar daerah sentra produksi yang berbeda. Menurutnya tingkat erosi di sebagian besar daerah yang diteliti relatif tidak terlalu membahayakan dengan erosi <652 ton ha -1 tahun -1. Namun bila mengacu pada batas erosi yang dapat dibiarkan (tolerable soil loss) yang maksimal hanya sekitar 13,5 ton/ha/tahun (Thomson dalam Arsyad, 2000), maka tingkat erosi yang terjadi pada lahan sayuran ini sudah tergolong membahayakan. Bila dilakukan tindakan konservasi yang memadai, tingkat erosi pada lahan sayuran dapat ditekan sampai <13,5 t/ha/th (Erfandi et al., 2002; Haryati dan Kurnia, 2001; Soleh dan Arifin, 2003). Data ini mengindikasikan bahwa eksternalitas positif atau multifungsi usaha tani sayuran dalam pengendalian erosi masih dapat ditingkatkan bila semua pelaku usaha tani menerapkan teknologi konservasi tanah yang tepat. 264

3 Optimalisasi Multifungsi Pertanian Penyebab belum semua pelaku usaha tani sayuran menerapkan teknik konservasi antara lain adalah: (i) adanya keyakinan dari sebagian pelaku usaha tani bahwa penerapan teknik konservasi tanah seperti pembuatan teras bangku akan memicu terjadinya serangan penyakit akibat memburuknya drainase tanah, (ii) produksi sayuran akan menurun karena berkurangnya areal tanam, dan (iii) sebagian petani, khususnya petani yang penguasaan lahannya relatif sempit, tidak memiliki tenaga dan modal yang cukup untuk membuat ataupun memelihara bangunan konservasi yang sudah ada walaupun secara finansial usaha tani sayuran menguntungkan. Pengalaman petani sayuran di daerah Kopeng (Jawa Tengah) dan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan teknik konservasi tanah dengan berbagai varian yang cocok untuk berbagai komoditas sayuran tidak menurunkan produksi yang terkait dengan memburuknya drainase. Kurangnya sosialisasi tentang adanya berbagai teknik konservasi tanah untuk menanggulangi berbagai dampak negatif tersebut menyebabkan persepsi atau keyakinan ini terus berlanjut. Dukungan pemerintah dan masyarakat tentang pentingnya penerapan konservasi tanah serta sosialiasi berbagai teknik konservasi kepada pelaku usaha tani akan mengoptimalkan multifungsi usaha tani sayuran, baik dalam pengendalian erosi dan banjir maupun dalam memelihara fungsifungsi ekologis di kawasan hulu. Makalah ini merupakan sintesis dari berbagai hasil penelitian konservasi tanah dan multifungsi pertanian yang dipadukan dengan beberapa pengalaman dan pengamatan di lapangan. Uraian dalam makalah ini mencakup peranan usaha tani sayuran dalam mendukung ketahanan pangan, kondisi dan permasalahan lahan usaha tani di beberapa daerah sentra produksi sayuran, dan berbagai upaya yang dapat dilakukan dalam rangka mengoptimalkan multifungsi pertanian pada sistem usaha tani sayuran dalam pengendalian erosi dan banjir dengan penerapan teknik konservasi tanah. USAHA TANI SAYURAN MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN Tingkat pendapatan keluarga petani sering digunakan sebagai salah satu parameter untuk menilai seberapa jauh fungsi suatu sistem penggunaan lahan mampu mendukung kemandirian pangan masyarakat desa. Parameter ini juga menjadi acuan untuk mengukur tingkat kemampuan petani mengelola lahannya secara lebih baik. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa secara finansial usaha tani berbasis tanaman sayuran memberikan keuntungan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan usaha tani tanaman pangan maupun kebun campuran. 265

4 Dariah dan Husen Penelitian Irawan et al. (2004) di DAS Kaligarang, Jawa Tengah dan DAS Citarum, Jawa Barat menyimpulkan bahwa pendapatan petani lahan sayuran mencapai 25 sampai 40 kali lebih besar dibanding petani tanaman pangan dan kebun campuran. Secara lebih rinci Nurida dan Dariah (2006) memaparkan data pendapatan petani pada berbagai tipe penggunaan lahan di DAS Citarum dan DAS Kaligarang. Di DAS Citarum, hanya usaha tani sayuran yang mampu memenuhi kebutuhan hidup minimum, bahkan pendapatan yang dicapai jauh di atas kebutuhan hidup minimum. Sedangkan di DAS Kaligarang, walaupun pendapatan petani pada berbagai sistem usaha tani yang dianalisis mampu memenuhi kebutuhan hidup minimum, sistem usaha tani sayuran tetap paling menguntungkan dibandingkan dengan sistem usaha tani tanaman pangan dan kebun campuran (Tabel 1). Tabel 1. Pendapatan dan kebutuhan hidup minimum (KHM) petani pada berbagai tipe penggunaan lahan di DAS Citarum dan Kaligarang Tipe Penggunaan Lahan Kering Uraian Pangan Sayuran Kebun campuran DAS Citarum Pendapatan petani (Rp./th) Setara gabah (ton/th) 1,49 20,93 3,92 Setara beras (ton/th) 0,89 12,56 2,39 Proporsi terhadap KHM (%) 35,8 502,6 94,1 DAS Kaligarang Pendapatan petani (Rp./th) Setara gabah (ton/th) 9,63 10,37 6,56 Setara beras (ton/th) 5,78 6,22 3,94 Proporsi terhadap KHM (%) 231,2 249,0 157,6 Sumber: Nurida dan Dariah (2006) Relatif tingginya tingkat pendapatan petani sayuran dibanding petani tanaman pangan (lahan kering) maupun kebun campuran menguatkan pendapat bahwa sistem usaha tani sayuran berperan besar dalam mendukung perekonomian dan kemadirian pangan masyarakat desa yang secara luas berkontribusi pada ketahanan pangan nasional. Hasil observasi lapangan di beberapa sentra produksi sayuran seperti di daerah Pangalengan (Jawa Barat) dan Kopeng (Jawa Tengah) menunjukkan bahwa sebagian besar petani sayuran mampu mengelola dan memelihara lahannya secara baik walaupun di beberapa tempat ditemukan 266

5 Optimalisasi Multifungsi Pertanian beberapa lahan usaha tani yang penerapan teknik konservasi tanahnya belum optimal. KONDISI BIOFISIK LAHAN USAHA TANI BERBASIS SAYURAN Usaha tani sayuran di Indonesia dijumpai baik di dataran tinggi maupun dataran rendah. Sistem usaha tani sayuran di dataran tinggi atau di bagian hulu dari suatu daerah aliran sungai (DAS) sering mendapat perhatian dan sorotan karena fungsi ekologis daerah ini sebagai wilayah konservasi atau penyangga bagi kawasan di bawahnya (hilir). Secara umum kawasan DAS bagian hulu mempunyai iklim yang memenuhi persyaratan optimum untuk pengembangan berbagai komoditas sayuran. Oleh karena itu agro-ekosistem tanaman sayuran umumnya terletak di kawasan tersebut. Ciri umum kawasan ini adalah dominannya lahan dengan tingkat kemiringan yang tergolong curam. Tanah yang umum digunakan untuk usaha tani sayuran berkembang dari bahan gelas volkan, yaitu tanah Andisols atau tanah yang memiliki sifat-sifat andik (andic properties). Tanah seperti ini umumnya mempunyai porositas yang baik, sehingga peresapan air ke dalam tanah dapat berjalan dengan baik. Akan tetapi, karena tekstur tanahnya didominasi oleh fraksi ringan (debu) yang sangat mudah untuk diangkut oleh aliran permukaan, maka begitu tanah jenuh dan terjadi aliran permukaan, tanah menjadi sangat mudah tererosi. Tabel 2 menyajikan sifat fisik beberapa tanah di dataran tinggi di Jawa Barat yang sebagian besar merupakan sentra produksi sayuran. Tabel 2. Beberapa sifat fisik tanah-tanah dataran tinggi di Jawa Barat Sifat fisik tanah Hydric Dystrandepts (Segunung) Ultic Hapludands (Batulawang) Typic Melanudands (Pangalengan) Berat isi (g/cm) 0,85 0,80 0,70 Porositas (%/vol) - 62,1 68,5 Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Sumber: Kurnia et al. (2004). Berdasarkan sifat-sifat bawaan (inherent) lahannya seperti kemiringan lahan dan kepekaan tanah terhadap erosi serta curah hujan, peluang terjadinya erosi pada lahan yang digunakan untuk pertanaman sayuran ini tergolong tinggi. 267

6 Dariah dan Husen Oleh karena itu, penerapan teknik pengelolaan lahan yang tepat sangat diperlukan agar tingkat erosi dapat ditekan pada tingkat erosi yang diperbolehkan (tolerable soil loss) dan fungsi DAS bagian hulu sebagai daerah resapan/penyangga dapat dipertahankan. Meskipun sayuran seringkali dipandang sebagai bentuk usaha tani yang rawan erosi, hasil penelitian Erfandi et al. (2002) menunjukkan adanya kontribusi usaha tani sayuran dalam mengurangi erosi dan aliran permukaan (Gambar 1). Tingkat erosi pada tanah Andic Eutrodept yang diberakan (terbuka) >100 t/ha dengan aliran permukaan >500 m 3 /ha. Penanaman tanaman sayuran pada tanah tersebut (meskipun belum dilakukan aplikasi teknik konservasi) mampu menurunkan erosi rata-rata menjadi 1/3 kali erosi pada tanah bera dan aliran permukaan juga berkurang sampai 48%. Meskipun penanaman sayuran dapat menurunkan tingkat erosi secara nyata, tingkat erosi yang terjadi masih di atas tolerable soil loss (erosi yang dapat dibiarkan). Untuk lebih mengoptimalkan fungsi lahan sayuran dalam menekan erosi dan aliran permukaan, penerapan teknik konservasi yang tepat diperlukan Run-off (m3/ha) Run-off (m3/ha) Erosi (t/ha) Erosi (t/ha) Bera Sayuran Bera Sayuran Gambar 1. Erosi dan aliran permukaan pada tanah terbuka (bera) dan lahan sayuran (buncis-kubis) tanpa aplikasi teknik konservasi di daerah Campaka, Cianjur (Sumber: Erfandi et al., 2002). 268

7 Optimalisasi Multifungsi Pertanian PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI UNTUK OPTIMALISASI MULTIFUNGSI USAHA TANI BERBASIS SAYURAN Teknik konservasi tanah pada lahan usaha tani berbasis tanaman sayuran bersifat spesifik. Selain harus efektif mencegah erosi dan aliran permukaan, teknik konservasi tanah yang akan diaplikasikan juga dapat menciptakan kondisi drainase yang baik, karena umumnya tanaman sayuran sangat sensitif terhadap penyakit bila kondisi drainase tanah buruk. Beberapa peneliti seperti Suzui (1984) dan Sumarna dan Kuswardini (1992) menyatakan perlunya menciptakan kondisi aerasi tanah yang baik pada pertanaman sayuran agar tidak membahayakan pertumbuhan tanaman. Hal inilah yang menjadi alasan petani lebih menyukai bentuk-bentuk bedengan yang searah lereng, meskipun hal tersebut tidak sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi tanah. Hasil observasi yang dilakukan di DAS Kaligarang dan Daerah Dieng, Jawa Tengah, dan Sub-DAS Citarik yang merupakan bagian hulu dari DAS Citarum, Jawa Barat menunjukkan bahwa petani sayuran di daerah ini umunya sudah mengaplikasikan teknik konservasi berupa teras bangku, namun teras bangku dibuat miring keluar dengan alasan untuk mencegah terjadinya drainase yang buruk. Bahkan untuk lebih mejamin drainase yang baik, petani juga membuat bedengan searah lereng. Hasil penelitian Haryati dan Kurnia (2001) pada tanah Andisols di Kecamatan Batur, Banjarnegara (Jawa Tengah) menunjukkan bahwa erosi pada lahan sayuran dengan teras bangku miring ke luar dan bedengan searah lereng rata-rata sekitar 10,5 t/ha. Tingkat erosi yang dicapai sudah relatif rendah. Hasil penelitian lain pada tanah Andisols Batulawang, Pacet, Cianjur (Jawa Barat) oleh Suganda et al. (1997) dan tanah Inceptisols (Andic Eutrodepts) di daerah Campaka, Cianjur oleh Erfandy et al. (2002) menunjukkan bahwa erosi yang terjadi pada lahan sayuran yang ditanam pada bedengan searah lereng (tanpa teknik konsevasi tanah) >30 t/ha (Tabel 3). Beberapa peneliti telah mengembangkan teknik konservasi tanah yang sifatnya spesifik untuk lahan usaha tani berbasis sayuran. Teknik konservasi yang dikembangkan merupakan penyempurnaan atau pengembangan cara-cara yang biasa dilakukan petani. Haryati dan Kurnia (2001) mencoba mempertahankan bentuk teras bangku yang miring ke luar, namun arah bedengan diperbaiki yakni menjadi sejajar kontur atau miring 45 o terhadap kontur. Hasil pengukuran erosi menunjukkan bahwa perubahan arah bedengan dapat mengurangi erosi sebesar 30%. Pada lahan sayuran yang belum diteras, Suganda et al. (1997) mencoba menyempurnakan cara-cara yang biasa dilakukan petani, yakni dengan membiarkan bedengan tetap searah lereng, namun setiap 4,5 m dipotong untuk 269

8 Dariah dan Husen guludan searah kontur. Dengan perbaikkan ini, erosi dapat ditekan sampai 2,5 kali lebih kecil dibanding cara petani (Tabel 3). Tabel 3. Erosi dan aliran permukaan pada lahan sayuran dengan berbagai teknik pengelolaan Lokasi/ Tanah/ Curah hujan/ Lereng/ jenis tanaman sayur Pekasiran, Banjarnegara/ Andisols/ 3500mm/ 5-15%/ Kentang Campaka, Cianjur/ Andic Eutropepts/ mm/ 10-20%/ Kc merahbuncis-kubis Batulawang,Pacet, Cianjur/ Andisols/ mm/ 9-22%/ buncic-kubis Sundoro, Lumajang/ Andisols/ 15%/ kentang Teknik Pengeloaan lahan - Teras bangku miring keluar,bedengan searah lereng (cara petani) - Teras bangku miring keluar, bedengan sejajar kontur - Teras bangku miring keluar, bedengan 45 o terhadap kontur - Bedengan searah lereng (cara petani) - Bedengan searah lereng, setiap 5 m dibuat guludan searah kontur Erosi (t/ha) Run-off (m3/ha) Dampak (% pengurangan)* Runoff Erosi (%) a (%) b 10,5 457, ,2 410,59 31,4 10,30 7,3 363,37 26,7 28,61 40,6 589, ,4 329,50 62,1 44,1 - Bedengan searah kontur 2,9 141,65 92,9 75,97 - Bedengan 10 m searah lereng (cara petani) - Bedengan searah lereng, setiap 4,5 m dipotong guludan diperkuat tnm katuk - Bedengan searah lereng, setiap 4,5 m dipotong guludan diperkuat tnm cabe 65,1 759, ,2 603,80 38,1 20,5 46,7 634,70 28,3 16,4 - Bedengan searah kontur 40,5 498,10 37,8 35,6 - Guludan searah lereng tanpa strip rumput (cara petani) - Guludan searah lereng tanpa strip rumput dengan strip cropping - Guludan searah kontur dengan strip cropping 16,3 453, ,8 351,10 27,7 22,52 9,9 293,70 39,2 35,2 Sumber Haryati dan Kurnia (2001) Erfandi et al, 2002 Suganda et al, 1997 Soleh dan Arifin, Guludan miring 45 o 11,43 327,60 29,9 27,7 dengan strip crpping * a=( erosi pada lahan dengan tingkat pengelolaan petani dikurangi erosi pada lahan dengan perbaikan sistem pengelolaan) dibagi erosi pada lahan dengan tingkat pengelolaan petani) dikali 100%; b=( run-off pada lahan dengan tingkat pengelolaan petani dikurangi run-off pada lahan dengan perbaikan sistem pengelolaan) dibagi run-off pada lahan dengan tingkat pengelolaan petani) dikali 100% 270

9 Optimalisasi Multifungsi Pertanian Penerapan teknik konservasi secara vegetatif pada lahan sayuran juga cukup efektif mengurangi erosi. Hasil penelitian Soleh dan Arifin (2003) di Sundoro, Lumajang (Jawa Timur) menunjukkan bahwa aplikasi strip rumput dengan jarak antar strip 10 m dan bedengan tetap searah lereng dapat menurunkan erosi sekitar 28% (dari 16 t/ha menjadi 12 t/ha). Penerapan strip rumput yang disertai dengan perubahan arah bedengan dapat menurunkan erosi sampai <10 t/ha (Tabel 3). Perbaikan pengelolaan lahan sayuran dengan menerapkan teknik konservasi tanah selain dapat mengoptimalkan fungsi pencegahan/pengurangan erosi, juga efektif dalam mengurangi aliran permukaan, sehingga upaya ini juga sekaligus meningkatan fungsi lahan sayuran dalam mengurangi (mitigasi) intensitas banjir di daerah hilir. Dampak penerapan teknik konservasi tanah terhadap pengurangan areal tanam dan produksi tanaman sayuran Pengurangan luas bidang olah yang berdampak pada pengurangan populasi tanaman merupakan faktor yang sering dipertimbangkan dalam pemilihan alternatif teknik konservasi tanah. Faktor ini juga sangat menentukan tingkat adopsi petani terhadap teknik konservasi yang diintroduksi. Suganda et al. (1997) menyatakan bahwa pembuataan guludan searah kontur menyebabkan populasi tanaman berkurang 3 sampai 30%. Tabel 4 menyajikan perkiraan pengurangan areal tanam sebagai dampak dari aplikasi teknologi konservasi tanah. Tabel 4. Perkiraan pengurangan areal tanam sebagai dampak dari aplikasi teknik konservasi tanah pada lahan sayuran Kemiringan lahan (%) Pengurangan areal tanam sebagai dampak penerapan (%) Gulud searah kontur Strip rumput searah kontur Teras bangku <10 <6 <3 < >30 >18 >15 >42 Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk penerapannya (HOK/ha)* * bervariasi berdasarkan kemiringan lahan 271

10 Dariah dan Husen Pengurangan areal tanam dapat dikonpensasi dengan jalan menanam tanaman yang mempunyai nilai jual. Suganda et al.(1997) menanam tanaman katuk dan cabe sebagai penguat gulud. Secara periodik tanaman cabe dan katuk memberikan hasil yang mempunyai nilai tambah. Penanaman strip rumput juga dapat mengkonpensasi dampak pengurangan areal tanam. Hasil perhitungan finansial yang dilakukan oleh Soleh dan Arifin (2003) menunjukkan bahwa hasil pangkasan rumput berkontribusi dalam penambahan tingkat keuntungan petani. Rumput gajah yang ditanam sebagai tanaman strip dengan jarak antar strip 10 m menghasilkan biomas sebesar 44,5-56,5 t/ha. Teras bangku pada lahan sayuran (yang umumnya miring ke luar) akan lebih efektif dalam menahan erosi dan aliran permukaan bila teras diperkuat oleh tanaman konservasi baik pada bibir maupun tampingan teras. Jenis tanaman konservasi yang disarankan adalah jenis tanaman yang secara ekonomi mempunyai nilai tambah, misalnya rumput pakan ternak atau tanaman cash crop lainnya. Namun demikian, faktor kompetisi antara tanaman konservasi dan tanaman utama (sayuran) perlu diperhitungkan. Persepsi petani terhadap pengaruh dari penerapan teknologi konservasi terhadap produksi sayuran cukup bervariasi (Gambar 2). Hasil studi kasus di daerah sentra produksi sayuran Pangalengan (Jawa Barat) dan Kopeng (Jawa Tengah) menunjukkan bahwa petani sayur di Pangalengan yang berpendapat bahwa penerapan teknik konservasi dapat menurukan produksi sayuran hampir seimbang dengan yang berpendapat bahwa penerapan teknik konservasi dapat meningkatkan produksi sayuran mereka. Petani sayur di Kopeng yang berpendapat bahwa penerapan teknik konservasi memberikan pengaruh yang positif terhadap produksi sayuran lebih banyak daripada yang berpendapat sebaliknya. Mereka mempunyai keyakinan bahwa aplikasi teknik konservasi dapat mengurangi kehilangan pupuk. Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penerapan teknik konservasi tanah tidak menyebabkan terjadinya perubahan hasil tanaman, malahan sebagian menunjukkan adanya perbaikan hasil dengan penerapan teknik konservasi tanah (Tabel 5). 272

11 Optimalisasi Multifungsi Pertanian Meningkatkan hasil Menurunkan hasil Tidak ada pengaruh Tidak tahu % 25 0 Jawa Barat Jawa Tengah Gambar 2. Persepsi petani di daerah Kopeng dan Pangalengan terhadap pengaruh dari penerapan teknik konservasi pada hasil produksi tanaman sayuran (Sumber: Agus et al., 2005) Kesanggupan petani sayur untuk mengaplikasikan teknologi konservasi (Studi kasus di daerah Pangalengan dan Kopeng) Petani sayuran di daerah Kopeng (Jawa Tengah) sudah menerapkan konservasi tanah. Sedangkan di Pangalengan (Jawa Barat) >50% petani sayuran yang disurvei belum menerapkan teknik konservasi tanah (Gambar 3), sehingga fungsi lahan sayuran di daerah ini dalam mengendalikan erosi dan aliran permukaan belum optimum. Alasan petani tidak menerapkan teknik konservasi terutama terkait dengan status lahan yang mereka gunakan yang merupakan lahan sewa. Alasan lain yang cukup menonjol adalah karena petani tidak paham akan manfaat konservasi. Sebagian petani menganggap bahwa lahannya cukup datar sehingga tidak perlu tindakan pencegahan erosi meskipun sebenarnya lahan yang mereka gunakan tidak benar-benar datar (kemiringan sekitar 5-8%). Sekitar 12% petani di Pangalengan menyatakan bahwa penerapan teknik konservasi dapat menyebabkan peningkatan serangan penyakit. 273

12 Dariah dan Husen Tabel 5. Pengaruh penerapan teknik konservasi terhadap produksi tanaman sayur Lokasi/ Tanah Pekasiran, Banjarnegara/ Andisols/ Campaka, Cianjur/ Andic Eutropepts Batulawang,Pacet, Cianjur/ Andisols Sundoro, Lumajang/ Andisols Batur, Banjarnegara/ Andisols Teknik Pengeloaan lahan - Teras bangku miring keluar,bedengan searah lereng (cara petani) - Teras bangku miring keluar, bedengan sejajar kontur - Teras bangku miring keluar, bedengan 45 o terhadap kontur - Bedengan searah lereng (cara petani) - Bedengan searah lereng, setiap 5 m dibuat guludan searah kontur Jenis tanaman sayuran kentang Kc.merah buncis kubis Kc.merah buncis kubis - Bedengan searah kontur Kc.merah buncis kubis - Bedengan 10 m searah lereng buncis (cara petani) kubis - Bedengan searah lereng,setiap 4,5 m dipotong guludan diperkuat tnm katuk - Bedengan searah lereng,setiap 4,5 m dipotong guludan diperkuat tnm cabe buncis kubis buncis kubis Produksi (t/ha) 16,29 16,12 16,14 2,55 5,55 9,65 2,35 5,50 9,70 2,50 5,30 9,25 6,10 30,30 5,60 24,10 6,10 28,20 - Bedengan searah kontur buncis kubis 5,90 27,60 - Guludan searah lereng tanpa Kentang 10,63 strip rumput (cara petani) - Guludan searah lereng tanpa 11,21 strip rumput dengan strip cropping - Guludan searah kontur dengan 12,64 strip cropping - Guludan miring 45 o dengan 13,57 strip crpping - Bedengan searah kontur Kentang 14,88 - Diagonal terhadap kontur 15,55 Sumber Haryati dan Kurnia (2001) Erfandi et al. (2002) Suganda et al. (1997) Soleh dan Arifin (2003) Sutapraja dan Asandhi (1998) 274

13 Optimalisasi Multifungsi Pertanian 100% 75% 50% 25% Tidak menerapkan konservasi Menerapkan konservasi Menghindari H & P Lahan cukup datar Tidak tahu manfaat konservasi Bukan pemilik lahan 0% Jawa Barat Jawa Tengah Alasan tidak menerapkan konservasi Gambar 3. Proporsi petani di daerah Kopeng dan Pangalengan yang mengaplikasikan teknik konservasi dan beberapa alasan petani tidak menerapkan teknik konservasi (Sumber: Agus et al., 2005). Sebagian besar petani sayur di daerah Kopeng dan Pangalengan menyadari bahwa manfaat dari perbaikan pengelolaan lahan di daerah hulu juga dapat dinikmati oleh masyarakat di daerah hilir. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa sudah sewajarnya masyarakat di daerah hilir turut berkontribusi dalam perbaikan dan pemeliharaan sistem pengelolaan lahan di daerah hulu. Bantuan minimum yang diharapkan petani untuk penerapan tindakan konservasi bervariasi, rata-rata sekitar 50% dari total biaya yang diperlukan. Sedangkan petani sayuran yang telah menerapkan teknik konservasi tanah dengan baik seperti di daerah Kopeng mengharapkan adanya penghargaan atas usaha-usaha pengendalian erosi yang mereka terapkan. Petani di daerah Kopeng memerlukan biaya untuk pemeliharaan teras yang telah mereka bangun sekitar 85 HOK/ha/tahun (Rp /ha/tahun). Pemeliharaan teras ini dapat mempertahankan tingkat erosi pada level yang rendah. Beberapa hasil penelitian pada tanaman semusim (khususnya pangan) pada areal berteras bangku dengan penguat rumput menunjukkan tingkat erosi <5 t/ha. Bentuk penghargaan kepada petani sayuran di daerah hulu dapat juga diberikan dalam berbagai bentuk kebijakan. Sebagian besar petani (baik di Jawa Barat maupun di Jawa Tengah) mengharapkan adanya kebijakan pemerintah dalam bentuk subsidi sarana produksi, khususnya untuk pupuk dan pestisida yang saat ini harganya dirasakan petani terlalu mahal. Kebijakan lain yang banyak diharapkan petani sayuran adalah jaminan harga terhadap komoditas yang mereka hasilkan (Gambar 4). 275

14 Dariah dan Husen Jawa Barat Jawa Tengah % Jaminan harga panen Subsidi saprodi Penyuluhan Sarana & Prasarana Bantuan modal Uang/ Gaji Lainnya Gambar 4. Kebijakan pemerintah yang diharapkan oleh petani sayuran di daerah Pangalengan (Jawa Barat) dan Kopeng (Jawa Tengah) (Sumber: Agus et al., 2005). PENUTUP Sistem pengelolaan lahan sayuran yang selama ini diterapkan petani, terutama petani sayuran di daerah dataran tinggi telah memberikan sumbangan besar tidak hanya dalam meningkatkan perekonomian dan kemandirian pangan desa, tetapi juga dalam memelihara mutu lingkungan, khususnya dalam pengendalian erosi dan banjir di daerah hilir. Namun eksternalitas positif atau multifungsi pertanian sayuran ini bagi lingkungan masih belum optimal. Fakta bahwa belum semua pelaku usaha tani sayuran menerapkan teknik konservasi tanah tidak sukar untuk dipahami. Sebagian petani masih beranggapan bahwa penerapan teknik konservasi akan mengurangi produksi sayuran karena berkurangnya areal tanaman atau munculnya penyakit tanaman. Sebagian petani lain kesulitan dalam mengalokasikan tenaga dan modal untuk konservasi tanah. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan teknik konservasi yang tepat tidak menurunkan produksi sayuran. Dalam rangka mengoptimalkan multifungsi usaha tani sayuran terutama dalam pengendalian erosi dan banjir, sosialisasi tentang berbagai teknik konservasi yang sesuai perlu diupayakan. Disamping itu, dukungan pemerintah 276

15 Optimalisasi Multifungsi Pertanian bersama-sama masyarakat diperlukan untuk mendukung penerapan teknik konservasi. Upaya ini tidak hanya bermanfaat bagi keberlanjutan produktivitas lahan di kawasan hulu (dataran tinggi) tetapi juga menjaga fungsi-fungsi ekologis kawasan ini dalam melindungi kawasan di bagian hilir. DAFTAR PUSTAKA Agus, F., Irawan, E. Husen, A. Dariah, R. L. Watung, N. L. Nurida, Maswar, and S.H. Tala ohu Optimizing multifunctionality of agriculture through land management practices. Report Phase II-Year 2, ASEAN Countries - MAFF Japan Cooperation. Soil Research Institute, Bogor, Indonesia Arsanti, I.W. dan M. Boehme Sistem Usaha tani Tanaman Sayuran di Indonesia: Apresiasi Multifungsi Pertanian, Ekonomi dan Eksternalitas Lingkungan. Seminar Multifungsi Pertanian. Lido Juni Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Arsyad, S Konservasi Tanah dan Air. Lembaga Sumberdaya Informasi Institut Pertanian Bogor. IPB Press. Bogor. Departemen Pertanian Statistik Pertanian. Pusat Data dan Statistik, Departemen Pertanian. Jakarta.. Erfandi, D., U. Kurnia, dan O. Sopandi Pengendalian erosi dan perubahan sifat fisik tanah pada lahan sayuran berlereng. hlm dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumber Daya Lahan dan Pupuk: Buku II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor, Cisarua-Bogor, Oktober FAO (Food Agriculture Organization) Statistical Database. New York, USA. Haryati, U. dan U. Kurnia Pengaruh teknik konservasi terhadap erosi dan hasil kentang (Solanum tuberosum) pada lahan budidaya sayuran. Hlm dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Pupuk. Cisarua-Bogor, Oktober Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Buku II. Irawan, E. Husen, Maswar, Robert L. Watung, dan F. Agus Persepsi dan Apresiasi Masyarakat terhadap Multifungsi Pertanian: Studi Kasus di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Hal dalam Prosiding Seminar Multifungsi Pertanian dan Konservasi Sumberdaya Lahan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. Kurnia, U., H. Suganda, D. Erfandi, dan H. Kusnadi Teknologi Konservasi Tanah pada Budidaya Sayuran Dataran Tinggi. dalam Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Pertanian Berlereng. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. 277

16 Dariah dan Husen Nurida L.N. dan A. Dariah Beberapa tipe penggunaan lahan kering: peranannya sebagai pendukung ketahanan pangan dan pelestarian lingkungan (Studi Kasus di DAS Citarum Hulu dan DAS Kaligarang). Seminar Nasional Sumberdaya Lahan. Bogor, September Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Soleh, M. dan Z. Arifin Usaha tani Berbasis Tanaman Kentang di Lahan Berereng Dataran Tinggi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. Suganda, H., M. S. Djunaedi, D. Santoso, dan S. Sukmana Pengaruh cara pengendalian erosi terhadap aliran permukaan, tanah tererosi, dan produksi sayuran pada Andisols. Jurnal Tanah dan Iklim 15: Sumarna, A. dan Y. Kuswardini Pengaruh jumlah pengairan air terhadap pertumbuhan dan hasil cabe paprika (Capsicum annum I var. Grosoom) cultivar onon dan polo wonder A. Buletin Penelitian Hortikultura XXIV (1): Sutapraja, H. dan Asandhi Pengaruh arah guludan, mulsa, dan tumpangsari terhadap pertumbuhan dan hasil kentang serta erosi di Dataran Tinggi Batur. Jurnal Hortikultura 8 (1): Suzui, T Ecology of Phytophtora diseases in vegetable crops in Japan. In Soilborne Crop Diseaseas in Asia. Food and Fertilzer Technology Center for the Asian and Fasific Region 26:

Sistem Usahatani Konservasi Tanah pada Pertanaman Kubis Dataran Tinggi

Sistem Usahatani Konservasi Tanah pada Pertanaman Kubis Dataran Tinggi Sistem Usahatani Konservasi Tanah pada Pertanaman Kubis Dataran Tinggi 37 Deddy Erfandi, Umi Haryati, dan Irawan Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar 12, Bogor

Lebih terperinci

6. TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH PADA BUDI DAYA SAYURAN DATARAN TINGGI

6. TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH PADA BUDI DAYA SAYURAN DATARAN TINGGI Teknologi Konservasi Budi Daya Sayuran Dataran Tinggi 127 6. TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH PADA BUDI DAYA SAYURAN DATARAN TINGGI Undang Kurnia, Husein Suganda, Deddy Erfandi, dan Harry Kusnadi Budi daya sayuran

Lebih terperinci

PENGKAJIAN PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH PADA LAHAN USAHATANI BERBASIS TANAMAN SAYURAN DI SENTRA TEMBAKAU

PENGKAJIAN PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH PADA LAHAN USAHATANI BERBASIS TANAMAN SAYURAN DI SENTRA TEMBAKAU PENGKAJIAN PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH PADA LAHAN USAHATANI BERBASIS TANAMAN SAYURAN DI SENTRA TEMBAKAU H. Suganda dan Ai Dariah ABSTRAK Studi ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang penerapan

Lebih terperinci

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS Cikapundung, Kawasan Bandung Utara) Hendi Supriyadi

Lebih terperinci

TEKNIK KONSERVASI TANAH UNTUK PENGENDALIAN EROSI DAN KEHILANGAN HARA SERTA EFISIENSI ENERGI DI LAHAN BUDIDAYA SAYURAN DATARAN TINGGI

TEKNIK KONSERVASI TANAH UNTUK PENGENDALIAN EROSI DAN KEHILANGAN HARA SERTA EFISIENSI ENERGI DI LAHAN BUDIDAYA SAYURAN DATARAN TINGGI TEKNIK KONSERVASI TANAH UNTUK PENGENDALIAN EROSI DAN KEHILANGAN HARA SERTA EFISIENSI ENERGI DI LAHAN BUDIDAYA SAYURAN DATARAN TINGGI Deddy Erfandi dan Umi Haryati deddyerfandi@yahoo.co.id umiharyati @yahoo.com

Lebih terperinci

Alternatif Teknik Konservasi Tanah untuk Pertanaman Kubis Di Dataran Tinggi Kerinci

Alternatif Teknik Konservasi Tanah untuk Pertanaman Kubis Di Dataran Tinggi Kerinci Alternatif Teknik Konservasi Tanah untuk Pertanaman Kubis Di Dataran Tinggi Kerinci 38 Umi Haryati, Dedy Erfandi, dan Yoyo Soelaeman Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: land degradation, tobacco, income, erosion, agro-technology, slit pit

ABSTRACT. Keywords: land degradation, tobacco, income, erosion, agro-technology, slit pit ABSTRACT JAKA SUYANA. The Development of Tobacco-Based Sustainable Dry Land Farming System at Progo Hulu Sub-Watershed (Temanggung Regency, Central Java Province). Under direction of NAIK SINUKABAN, BUNASOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DAS Serayu, terutama di bagian hulu DAS berkaitan dengan pemanfaatan lahan

BAB I PENDAHULUAN. DAS Serayu, terutama di bagian hulu DAS berkaitan dengan pemanfaatan lahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai Serayu merupakan salah satu DAS terbesar di Indonesia yang masuk dalam jajaran DAS kritis dengan luas wilayah sebesar 358.514,57 ha (BPDAS Serayu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah berorientasi agribisnis, berproduktivitas tinggi, efisien, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah)

STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah) JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume 9, Issue 2: 57-61 (2011) ISSN 1829-8907 STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah) Rathna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan

Lebih terperinci

1. EROSI DAN DEGRADASI LAHAN KERING DI INDONESIA

1. EROSI DAN DEGRADASI LAHAN KERING DI INDONESIA Erosi dan Degradasi Lahan Kering di Indonesia 1 1. EROSI DAN DEGRADASI LAHAN KERING DI INDONESIA Ai Dariah, Achmad Rachman, dan Undang Kurnia Lahan kering didefinisikan sebagai hamparan lahan yang tidak

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan

2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan Aliran permukaan merupakan bagian dari hujan yang tidak diserap tanah dan tidak tergenang di permukaan tanah, tetapi bergerak ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya

Lebih terperinci

Jakarta, Oktober Menteri Pertanian RI ANTON APRIYANTONO

Jakarta, Oktober Menteri Pertanian RI ANTON APRIYANTONO KATA PENGANTAR Lahan pegunungan memiliki potensi yang besar sebagai kawasan pertanian produktif. Sejak berabad yang silam, jutaan petani bermukim dan memanfaatkan kawasan ini. Untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane)

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane) PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane) Oleh : Edy Junaidi Balai Penelitian Kehutanan Ciamis ABSTRAK Luasan penggunaan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

ADOPSI SISTEM PERTANIAN KONSERVASI USAHATANI KENTANG DI LAHAN KERING DATARAN TINGGI KECAMATAN PANGALENGAN, BANDUNG RATNA KATHARINA

ADOPSI SISTEM PERTANIAN KONSERVASI USAHATANI KENTANG DI LAHAN KERING DATARAN TINGGI KECAMATAN PANGALENGAN, BANDUNG RATNA KATHARINA ADOPSI SISTEM PERTANIAN KONSERVASI USAHATANI KENTANG DI LAHAN KERING DATARAN TINGGI KECAMATAN PANGALENGAN, BANDUNG RATNA KATHARINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan sektor pertanian melalui peningkatan kontribusi subsektor tanaman pangan dan hortikultura merupakan salah satu upaya untuk memperkuat perekonomian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 57 V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 5.1. Pendahuluan Pemenuhan kebutuhan manusia untuk kehidupannya dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian.

Lebih terperinci

EROSI DAN TINGKAT BAHAYA EROSI PADA PERTANAMAN KENTANG. (Erosion and the Level of Hazard of Erosion on Potato Growing)

EROSI DAN TINGKAT BAHAYA EROSI PADA PERTANAMAN KENTANG. (Erosion and the Level of Hazard of Erosion on Potato Growing) EROSI DAN TINGKAT BAHAYA EROSI PADA PERTANAMAN KENTANG (Erosion and the Level of Hazard of Erosion on Potato Growing) Saida 1, Abdullah 1, dan M. Ilsan 2 1 Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Model Usahatani Konservasi Berbasis Sumberdaya Spesifik Lokasi di Daerah Hulu Sungai (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS

Model Usahatani Konservasi Berbasis Sumberdaya Spesifik Lokasi di Daerah Hulu Sungai (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS Model Usahatani Konservasi Berbasis Sumberdaya Spesifik Lokasi di Daerah Hulu Sungai (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS Cikapundung, Kawasan Bandung Utara) SEMINAR HASIL-HASIL PENELITIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi 3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi Erosi berasal dari bahasa latin erodere yang berarti menggerogoti atau untuk menggali. Istilah erosi ini pertama kali digunakan dalam istilah geologi untuk menggambarkan

Lebih terperinci

1. EROSI DAN DEGRADASI LAHAN KERING DI INDONESIA

1. EROSI DAN DEGRADASI LAHAN KERING DI INDONESIA 1 1. EROSI DAN DEGRADASI LAHAN KERING DI INDONESIA Ai Dariah, Achmad Rachman, dan Undang Kurnia Lahan kering didefinisikan sebagai hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air pada sebagian

Lebih terperinci

PREDIKSI DAN TINGKAT BAHAYA EROSI PADA LAHAN USAHA TANI PEGUNUNGAN DI KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH

PREDIKSI DAN TINGKAT BAHAYA EROSI PADA LAHAN USAHA TANI PEGUNUNGAN DI KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH PREDIKSI DAN TINGKAT BAHAYA EROSI PADA LAHAN USAHA TANI PEGUNUNGAN DI KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH Husein Suganda dan Neneng L. Nurida Peneliti Badan Litbang Pertanian Pada Balai Penelitian Tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pertanaman Sayuran Lahan sayuran merupakan penggunaan lahan dominan di Desa Sukaresmi Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Tanaman sayuran yang diusahakan antara lain

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN BERBASIS PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN BERBASIS PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN BERBASIS PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Naik Sinukaban 1 ABSTRACT In the last decade, the agriculture development is not only can fulfill the people demand but also reduce the quality

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dan lingkungan memiliki hubungan yang tidak dapat terpisahkan. Manusia sangat bergantung pada lingkungan yang memberikan sumberdaya alam untuk tetap bertahan

Lebih terperinci

BAB III Hasil Percobaan dan Pembahasan. VI = = = 11 m

BAB III Hasil Percobaan dan Pembahasan. VI = = = 11 m BAB III Hasil Percobaan dan Pembahasan 3.1 Hasil Percobaan Tugas Praktikum : 1. Tentukan jumlah teras yang dapat dibuat pada suatu lahan apabila diketahui data sebagai berikut : panjang lereng 200 m, kemiringan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Kentang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak ditanam oleh petani di Kecamatan Pasirwangi. Namun, pengelolaan usahatani kentang di daerah ini banyak memanfaatkan

Lebih terperinci

EROSI DAN TINGKAT BAHAYA EROSI PADA PERTANAMAN KENTANG. (Erosion and the Level of Hazard of Erosion on Potato Growing)

EROSI DAN TINGKAT BAHAYA EROSI PADA PERTANAMAN KENTANG. (Erosion and the Level of Hazard of Erosion on Potato Growing) EROSI DAN TINGKAT BAHAYA EROSI PADA PERTANAMAN KENTANG (Erosion and the Level of Hazard of Erosion on Potato Growing) Saida 1, Abdullah 1, dan M. Ilsan 2 1) Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH DAN AIR

PETUNJUK TEKNIS TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH DAN AIR PETUNJUK TEKNIS TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH DAN AIR BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2007 PEMBUATAN GARIS KONTUR (SABUK GUNUNG)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dihadapkan pada tantangan besar untuk memperbaiki sektor pertanian dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan, peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan serta mengatasi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi areal vital bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan akan air. Pemanfaatan air sungai banyak digunakan sebagai pembangkit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya alam terutama sumberdaya lahan dan air, mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Pengelolaan sumberdaya lahan dan air di dalam sistem DAS (Daerah Aliran Sungai)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawah Tengah. DAS Garang terdiri dari tiga Sub DAS yaitu Kripik, Kreo

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawah Tengah. DAS Garang terdiri dari tiga Sub DAS yaitu Kripik, Kreo BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) Garang merupakan DAS yang terletak di Provinsi Jawah Tengah. DAS Garang terdiri dari tiga Sub DAS yaitu Kripik, Kreo dan Garang, berhulu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat besar

Lebih terperinci

IX. DISAIN MODEL PENGEMBANGAN TANAMAN HORTIKULTURA BERBASIS AGROEKOLOGI PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG

IX. DISAIN MODEL PENGEMBANGAN TANAMAN HORTIKULTURA BERBASIS AGROEKOLOGI PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 163 IX. DISAIN MODEL PENGEMBANGAN TANAMAN HORTIKULTURA BERBASIS AGROEKOLOGI PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 9.1. Pendahuluan Komoditas hortikultura merupakan salah satu sumber akselerasi pertumbuhan

Lebih terperinci

DINAMIKA ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI AKIBAT TINDAKAN KONSERVASI TANAH DI PANGALENGAN JAWA BARAT

DINAMIKA ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI AKIBAT TINDAKAN KONSERVASI TANAH DI PANGALENGAN JAWA BARAT !"#$ % & ' (! " DINAMIKA ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI AKIBAT TINDAKAN KONSERVASI TANAH DI PANGALENGAN JAWA BARAT Oleh: Irwan Sukri Banuwa A262040021/PDAS E-mail : irwan_banuwa@plasa.com ABSTRACT Land degradation

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 9 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan : Oktober November 2010 (Bogor). Pelaksanaan lapang (pra survei dan survei) : Desember 2010. Analisis Laboratorium : Januari Februari 2011.

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

Tri Fitriani, Tamaluddin Syam & Kuswanta F. Hidayat

Tri Fitriani, Tamaluddin Syam & Kuswanta F. Hidayat J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Fitriani et al.: Evaluasi Kuanlitatif dan Kuantitatif Pertanaman Jagung Vol. 4, No. 1: 93 98, Januari 2016 93 Evaluasi Kesesuaian Lahan Kualitatif dan Kuantitatif Pertanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman ini sangat perlu ditingkatkan untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. tanaman ini sangat perlu ditingkatkan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terkenal dengan negara agraris dimana mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Hal ini didukung oleh kesuburan lahan pertanian karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa)

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa) Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa) 1. Cara memperbaiki tanah setelah mengalami erosi yaitu dengan cara?? Konservasi Tanah adalah penempatansetiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

ABSTRACT ABSTRAK. Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang Oktober 2016 ISBN...

ABSTRACT ABSTRAK. Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang Oktober 2016 ISBN... Prediksi Limpasan Permukaan dan Erosi di Perladangan Terong pada Kecuraman Lereng Berbeda Erosion and Run Off Prediction on Eggplant Farms with Different Slope Steepness 1*) Akbar Paripurna 1 Ilmu Tanaman

Lebih terperinci

USAHATANI KONSERVASI UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN LAHAN KERING

USAHATANI KONSERVASI UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN LAHAN KERING USAHATANI KONSERVASI UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN LAHAN KERING Nono Sutrisno 1 dan Haryono 1 1 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Cimanggu, Bogor Email: ns_saad@yahoo.com Pada umumnya, usahatani

Lebih terperinci

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani Abstrak Daerah penelitian adalah DAS Deli yang meliputi tujuh subdas dan mempunyai luas

Lebih terperinci

ABSTRACT PREDICTION EROSION, LAND CAPABILITY CLASSIFICATION AND PROPOSED LAND USE IN BATURITI DISTRICT, TABANAN REGENCY, BALI PROVINCE.

ABSTRACT PREDICTION EROSION, LAND CAPABILITY CLASSIFICATION AND PROPOSED LAND USE IN BATURITI DISTRICT, TABANAN REGENCY, BALI PROVINCE. ABSTRACT PREDICTION EROSION, LAND CAPABILITY CLASSIFICATION AND PROPOSED LAND USE IN BATURITI DISTRICT, TABANAN REGENCY, BALI PROVINCE. Land resource damage caused by the land conversion and land use without

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bentuk-bentuk pertanian tradisional banyak ditemukan di seluruh dunia termasuk

I. PENDAHULUAN. Bentuk-bentuk pertanian tradisional banyak ditemukan di seluruh dunia termasuk I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bentuk-bentuk pertanian tradisional banyak ditemukan di seluruh dunia termasuk Indonesia.Pertanian tradisional di Indonesia telah berlangsung dan bertahan lama dalam mempertahankan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan bertopografi miring diperlukan kajian yang

Lebih terperinci

TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH PADA LAHAN PERTANIAN BERLERENG

TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH PADA LAHAN PERTANIAN BERLERENG TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH PADA LAHAN PERTANIAN BERLERENG PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAH DAN AGROKLIMAT Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 1 2004 Penanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai banyak wilayah yang dapat dijadikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai banyak wilayah yang dapat dijadikan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia mempunyai banyak wilayah yang dapat dijadikan sebagai lahan pertanian hortikultura. Setiap wilayah mempunyai karakteristik dan potensi dalam mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hulu daerah aliran sungai (DAS) memiliki peranan penting dalam melindungi kawasan di bawahnya dari terjadinya kerusakan lingkungan. Peristiwa yang terjadi

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH Air lebih: Bahan pembenah tanah ( soil conditioner Bangunan terjunan: Bedengan: Berat isi tanah: Budidaya lorong ( alley cropping

DAFTAR ISTILAH Air lebih: Bahan pembenah tanah ( soil conditioner Bangunan terjunan: Bedengan: Berat isi tanah: Budidaya lorong ( alley cropping DAFTAR ISTILAH Air lebih: Air yang tidak dapat dipegang atau ditahan oleh butir-butir tanah dan memenuhi atau menjenuhi pori-pori tanah Bahan pembenah tanah (soil conditioner): Bahan-bahan yang mampu memperbaiki

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR PETA... xii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September )

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September ) KONSERVASI TANAH DAN AIR: PEMANFAATAN LIMBAH HUTAN DALAM REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN TERDEGRADASI 1) Oleh : Pratiwi 2) ABSTRAK Di hutan dan lahan terdegradasi, banyak dijumpai limbah hutan berupa bagian

Lebih terperinci

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK 1 POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi DAS Deli berdasarkan evaluasi kemampuan

Lebih terperinci

KEBUTUHAN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN UNTUK PETANI DI KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR. Isbandi¹ dan Debora Kana Hau² 1)

KEBUTUHAN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN UNTUK PETANI DI KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR. Isbandi¹ dan Debora Kana Hau² 1) KEBUTUHAN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN UNTUK PETANI DI KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR Isbandi¹ dan Debora Kana Hau² 1) Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor 2) BPTP Nusa Tenggara Timur ABSTRAK Peluang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode USLE Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) merupakan model empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Degradasi Lahan Pada sistem pertanian lahan kering yang kurang efektif mengendalikan aliran permukaan dapat mempercepat kehilangan bahan organik yang sangat ringan dan mudah

Lebih terperinci

KAJIAN LAHAN KRITIS SUB DAERAH ALIRAN CI KERUH DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG

KAJIAN LAHAN KRITIS SUB DAERAH ALIRAN CI KERUH DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG KAJIAN LAHAN KRITIS SUB DAERAH ALIRAN CI KERUH DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG Asep Mulyadi dan Jupri Pendidikan Geografi UPI-Badung E-mail: asepmulka@gmail.com ABSTRAK - Salah satu tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN PADA USAHATANI LAHAN KERING BERBASIS TEMBAKAU DI SUB DAS PROGO HULU

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN PADA USAHATANI LAHAN KERING BERBASIS TEMBAKAU DI SUB DAS PROGO HULU KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN PADA USAHATANI LAHAN KERING BERBASIS TEMBAKAU DI SUB DAS PROGO HULU (The Study of Land Capability on Tobacco Based Upland Farming at Progo Hulu Sub Watershed) Jaka Suyana 1), Naik

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode MUSLE Metode MUSLE (Modify Universal Soil Loss Equation) adalah modifikasi dari metode USLE (Soil Loss Equation), yaitu dengan mengganti faktor erosivitas hujan (R) dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem di Pulau Jawa. Dieng berada di ketinggian antara 1500

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem di Pulau Jawa. Dieng berada di ketinggian antara 1500 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Dieng merupakan salah satu kawasan penting dalam menyangga keseimbangan ekosistem di Pulau Jawa. Dieng berada di ketinggian antara 1500 sampai dengan 2093

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan lahan berkelanjutan (sustainable land management) adalah pengelolaan lahan secara terpadu berbasis ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan serat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan lahan dataran tinggi untuk pertanian menunjukkan kecenderungan (trend) yang meningkat, seiring dengan meningkatnya konversi lahan pertanian produktif ke pemanfaatan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH PADA LAHAN USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI DI SUKABUMI JAWA BARAT. Oleh :

KARYA ILMIAH PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH PADA LAHAN USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI DI SUKABUMI JAWA BARAT. Oleh : KARYA ILMIAH PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH PADA LAHAN USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI DI SUKABUMI JAWA BARAT Oleh : Soesilo Wibowo Ismi Puji Ruwaida SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN BOGOR BADAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG

VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 133 VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 8.1. Pendahuluan Kabupaten Gowa mensuplai kebutuhan bahan material untuk pembangunan fisik, bahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan sawah memiliki manfaat sebagai media budidaya yang menghasilkan bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki manfaat bersifat fungsional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F14101089 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR FANNY

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH KEADAAN UMUM WILAYAH Letak dan Tipe Penggunaan Lahan Keadaan Biofisik Sub DAS Cisadane Hulu dengan luas wilayah 23.739,4 ha merupakan bagian dari DAS Cisadane (156.043 ha), terletak di 106 44 106 56 LS

Lebih terperinci

KONSERVASI TANAH PADA LAHAN TEGALAN

KONSERVASI TANAH PADA LAHAN TEGALAN KONSERVASI TANAH PADA LAHAN TEGALAN Ai Dariah Balai Penelitian Tanah, Jl. Ir. H. Juanda 98, Bogor dan Anggota MKTI PENDAHULUAN Erosi merupakan penyebab utama penurunan produktivitas lahan kering, terutama

Lebih terperinci

VIII. KONSERVASI TANAH DAN AIR

VIII. KONSERVASI TANAH DAN AIR VIII. KONSERVASI TANAH DAN AIR KONSERVASI TANAH : Penggunaan tanah sesuai dengan kelas kemampuan tanah dan memperlakukan tanah tersebut agar tidak mengalami kerusakkan. Berarti : 1. menjaga tanah agar

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP PENGEMBANGAN KENTANG RAMAH LINGKUNGAN

PROSEDUR TETAP PENGEMBANGAN KENTANG RAMAH LINGKUNGAN PROSEDUR TETAP PENGEMBANGAN KENTANG RAMAH LINGKUNGAN Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian 2009 I. PENDAHULUAN II. III. Kentang (Solanum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi serta memiliki prospek yang baik bagi petani maupun

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

INTEGRASI TANAMAN KELAPA SAWIT DENGAN TANAMAN PANGAN JAGUNG DAN UBIKAYU DI LAHAN KERING

INTEGRASI TANAMAN KELAPA SAWIT DENGAN TANAMAN PANGAN JAGUNG DAN UBIKAYU DI LAHAN KERING INTEGRASI TANAMAN KELAPA SAWIT DENGAN TANAMAN PANGAN JAGUNG DAN UBIKAYU DI LAHAN KERING SOETJIPTO PARTOHARDJONO Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Jl. Merdeka 147-Bogor 16111 ABSTRAK SOETJIPTO

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci