LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan)"

Transkripsi

1 LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan) DWI PUSPITASARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

2 LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan) DWI PUSPITASARI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

3 DWI PUSPITASARI. Limbah Pemanenan dan Faktor Eksploitasi pada Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (Studi Kasus di HPHTI PT.Musi Hutan Persada,Sumatera Selatan). Dibimbing oleh Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS dan Ujang Suwarna, S. Hut., MSc.F. RINGKASAN Penelitian mengenai limbah pemanenan pada pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI Pulp) diperlukan guna mengetahui besarnya limbah dari tiap kegiatan pemanenan, faktor-faktor penyebab terjadinya limbah serta untuk mengetahui faktor eksploitasi di HTI. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan efektifitas kegiatan pemanenan serta upaya memiminalkan limbah yang terjadi. Limbah pemanenan dibedakan menjadi limbah penebangan, limbah penyaradan, limbah pemuatan/tpn dan limbah pengangkutan. Limbah pada penelitian ini adalah limbah ekonomis yaitu limbah berupa tunggak dengan tinggi > 10 cm, sortimen dengan diameter > 8 cm panjang < 2,5 m, serta sortimen-sortimen yang memenuhi syarat bahan baku serpih namun tidak dimanfaatkan. Limbah penebangan merupakan limbah yang terjadi di petak tebang yang berupa kelebihan tunggak dari yang diijinkan ( > 10 cm) serta sortimen dengan diameter > 8 cm, panjang < 2,5 m yang berserakan di petak tebang. Cabang, ranting dan daun tidak termasuk dalam limbah penebangan karena dimanfaatkan secara teknis sebagai bantalan jalan sarad. Limbah penyaradan adalah limbah yang terjadi sebagai akibat dari kegiatan penyaradan (dengan forwarder) yang berupa sortimen-sortimen yang terjatuh sepanjang jalan sarad serta sortimen-sortimen yang tertinggal di jalur tumpukan. Limbah TPn adalah limbah yang terjadi di TPn sebagai akibat dari kegiatan pemuatan sortimen ke dalam alat angkut, yang dibedakan menjadi limbah yang berupa kayu-kayu rusak seperti busuk, lapuk, pecah dan tidak sesuai dengan syarat yang ditentukan oleh pabrik serta sortimen yang sesuai dengan persyaratan pabrik namun tidak termuat ke dalam alat angkut. Limbah pengangkutan adalah limbah yang terjadi selama proses pengangkutan dari TPn menuju TPK/pabrik, berupa sortimen yang sesuai syarat bahan baku serpih yang jatuh di sepanjang jalan angkutan ataupun yang sengaja ditinggalkan di jalan angkutan. Volume limbah penebangan dan penyaradan berasal dari dua petak tebang yang sama (Petak A dan B), limbah pemuatan/tpn dilakukan pada TPn P dan Q yang berasal dari petak P dan Q, sedangkan limbah pengangkutan diperoleh dari empat contoh alat angkut yang berasal dari TPn X dan Y pada petak X dan Y. Faktor eksploitasi diperoleh dengan perhitungan persen limbah serta perkalian indeks tebang, indeks sarad serta indeks angkut. Potensi limbah penebangan yang terjadi sebesar 3,47 m 3 /Ha (1,67%) yang terdiri dari limbah tunggak sebesar 1,08 m 3 /Ha dan limbah berupa sortimen sebesar 2,39 m 3 /Ha. Limbah tunggak terjadi karena adanya kesalahan dalam pembuatan takik rebah dan takik balas yang dilakukan oleh chainsawman. Limbah sortimen yang terdapat di petak tebang disebabkan oleh adanya kesalahan dalam kegiatan trimming (pemotongan/pembagian batang) oleh chainsawman dan kegiatan pencabangan oleh helper. Limbah penyaradan yang terjadi adalah sebesar 2,59 m 3 /Ha (1,25%). Limbah penyaradan terjadi karena ruang gerak yang sempit dari alat sarad (forwarder) dalam pengoperasiannya, hal ini karena tunggak yang tinggi serta tumpukan sortimen yang tidak teratur sehingga terkadang grapple tidak dapat menjangkau tumpukan sortimen dan sortimen ditinggalkan menjadi limbah. Jarak antara tumpukan sortimen dan TPn yang jauh serta keletihan operator terutama pada shift malam juga menjadi penyebab terjadinya limbah penyaradan. Limbah pemuatan/tpn yang berupa sortimen tidak diangkut dan kayu rusak adalah sebesar 1,48m 3 /Ha (0,92%). Limbah pemuatan/tpn terjadi karena kegiatan pemuatan sortimen dari TPn ke bak alat angkut terutama alat angkut dengan tujuan TPK Antara, kondisi TPn yang tidak kondusif bagi kegiatan pemuatan sehingga alat muat harus melalui bekas tumpukan sortimen ketika memuat serta banyak antrian alat angkut pada lokasi TPn yang dekat dengan TPK yang menyebabkan operator muat menjadi tergesa-gesa dalam melakukan pemuatan dan tidak memperhatikan adanya sortimen yang jatuh. Limbah pengangkutan yang berupa sortimen yang jatuh di sepanjang jalan angkutan sebesar 1,19m 3 /Ha (0,52%) disebabkan oleh kondisi jalan yang tidak sepenuhnya berupa jalan batu yang menimbulkan goncangan pada sortimen dan menyebabkan sabuk pengikat longgar sehingga sortimen dapat jatuh ketika melewati tanjakan. Jarak tempuh yang jauh antara TPn dan TPK (200 km) juga menyebabkan terjadinya limbah pengangkutan ini. Perhitungan persentase limbah yang telah dilakukan dapat menunjukkan besarnya faktor eksploitasi dari kegiatan pemanenan. Persentase limbah pemanenan yang terjadi adalah sebesar 4,36% sehingga besarnya faktor eksploitasi pada kegiatan pemanenan HTI adalah sebesar 95,64%. Perhitungan

4 faktor eksploitasi dengan indeks tebang, indeks sarad dan indeks angkut adalah sebesar 93,64% dengan nilai indeks tebang 0,98, indeks sarad 0,975 dan indeks angkut 0,98. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa limbah pemanenan di HTI Pulp sebesar 8,74 m 3 /Ha (4,36% dari seluruh potensi yang dapat dimanfaatkan) yang terdiri dari limbah penebangan 3,47 m 3 /Ha (1,67%), limbah penyaradan 2,60 m 3 /Ha (1,25%), limbah pemuatan/tpn 1,48 m 3 /Ha (0,92%) dan limbah pengangkutan 1,19 m 3 /Ha (0,52%). Persentase limbah ini menunjukkan bahwa besarnya faktor eksploitasi adalah 95,64%. Saran yang diajukan untuk perusahaan adalah perlu adanya pelatihan kembali kepada para operator tebang, perlu dilakukan peninjauan kembali (penelitian) mengenai jumlah antrian alat angkut yang sesuai dengan kemampuan kerja satu alat muat, perlu dilakukan pengecekan secara rutin terhadap kondisi alat angkut, terutama dalam hal kelaikan jalannya.

5 Judul Skripsi : Limbah Pemanenan dan Faktor Eksploitasi pada Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan). Nama : Dwi Puspitasari NRP : E Disetujui Oleh, Dr.Ir.Juang Rata Matangaran,MS Pembimbing I Ujang Suwarna,S.Hut.,MSc.F Pembimbing II Mengetahui, Prof.Dr.Ir.Cecep Kusmana,MS Dekan Fakultas Kehutanan Tanggal Lulus : 22 Desember 2005

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Temanggung pada tanggal 7 April 1983 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari orang tua yang bernama Mujiyono dan Sri Giyarti. Penulis memperoleh pendidikan dasar formal di SD Negeri Kledung dan SLTP Negeri 2 Temanggung. Pada tahun 1998 penulis meneruskan pendidikannya di SMU Negeri 1 Temanggung. Melalui jalur USMI, pada tahun 2001 penulis diterima sebagai mahasiswi Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Selama kuliah, penulis pernah bergabung dengan Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA). Penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) pada Bulan Juli - Agustus 2004 di Kampus Praktek Umum Universitas Gajah Mada KPH Getas, BKPH Baturaden, dan BKPH Cilacap. Praktek Kerja Lapang (PKL) dilakukan oleh penulis di HPH PT. Sarmiento Parakantja Timber (SARPATIM, KLI Group) Kalimantan Tengah pada Bulan Februari - April Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis menyusun skripsi sebagai karya ilmiah hasil dari kegiatan penelitian dengan judul Limbah Pemanenan dan Faktor Eksploitasi pada Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan) dengan bimbingan Bapak Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS dan Ujang Suwarna, S. Hut., MSc.F.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas ridha dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Limbah Pemanenan dan Faktor Eksploitasi pada Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (Studi Kasus di HPHTI PT.Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifitasan kegiatan pemanenan pada suatu Hutan Tanaman Industri (HTI Pulp) yang dilihat dari segi limbah dan faktor eksploitasinya. Dari penelitian yang dilakukan dihasilkan persen limbah pemanenan dari setiap tahapan kegiatan yang meliputi penebangan, penyaradan, pemuatan serta pengangkutan, sehingga dapat diketahui besarnya faktor eksploitasi. Persen limbah yang terjadi pada kegiatan pemanenan di HTI Pulp ini adalah sebesar 4,36% yang berati bahwa faktor eksploitasi yang terjadi adalah 95,64%. Faktor eksploitasi juga diperoleh dari perkalian indeks tebang, indeks sarad dan indeks angkut yaitu sebesar 93,64%. Menyadari ketidaksempurnaan yang terdapat di dalam skripsi ini, penulis berharap semoga ada pihak yang berkenan untuk menyempurnakannya dalam sebuah studi lebih lanjut. Selebihnya penulis berharap skripsi ini dapat memberikan sedikit manfaat bagi yang berkenan membacanya. Bogor, Desember 2005 Penulis UCAPAN TERIMA KASIH

8 Puji syukur penulis panjat kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan sebuah karya ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan. Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Keluarga tercinta (ibu, Alm. bapak, kakak serta keponakan) atas doa, dukungan dan kasih sayang yang menjadi pemacu semangat. 2. Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS dan Ujang Suwarna, S. Hut., MScF selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan wawasan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Dodik Ridlo Nurrohmat, MS dan Ir. Agus Priyono, MS selaku dosen penguji, terima kasih atas masukan serta nasehat-nasehatnya. 4. Program Hibah Kompetisi A2 Dikti Depdiknas yang membantu biaya penelitian ini, dengan ketua peneliti adalah Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS. 5. Hairul Anwar, SE, Purnomo Hadi, SE dan Ir. Edi Suroso beserta staf HPHTI PT. MHP Wilayah II dan Doni Sinaga, SH serta staf PT. Harapan Lima Roda (Halida) yang telah menyediakan lokasi dan fasilitas serta membantu proses pengumpulan data selama penelitian. 6. Staf KPAP Departemen Hasil Hutan yang telah memberikan bantuan administrasi selama pengurusan penelitian dan skripsi, serta Pak Yaya, Pak Udin dan Bibi Lim atas dukungan semangatnya. 7. Rekan seperjuangan selama penelitian dan penyusunan skripsi (Anita). 8. Rekan-rekan mahasiswa THH, MNH, BDH dan KSH 38 maupun kakak dan adik kelas terutama THP 38.

9 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI...iii DAFTAR TABEL...iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN...vi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 B. Tujuan...3 C. Manfaat...3 II. III. IV. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemanenan Hutan (Kayu)...4 B. Limbah Pemanenan Kayu...8 C. Klasifikasi Bahan Baku Serpih...14 D. Faktor Eksploitasi...14 METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian...17 B. Alat dan Bahan...17 C. Metode Penelitian...17 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Aspek Sumber Daya Hutan...25 B. Aspek Ekologis...26 C. Aspek Sosial Ekonomi...28 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahapan Pemanenan Kayu pada HTI Pulp B. Kriteria Limbah Pemanenan HTI Pulp C. Potensi Limbah pada Kegiatan Pemanenan HTI Pulp D. Persentase Limbah pada Kegiatan Pemanenan HTI Pulp E. Faktor Eksploitasi pada Kegiatan Pemanenan HTI Pulp VI. PENUTUP A. Kesimpulan...48 B. Saran...48 VII. DAFTAR PUSTAKA...49 LAMPIRAN...52

10 DAFTAR TABEL Halaman 1 Hasil penelitian potensi limbah pada beberapa pengusahaan hutan alam dan hutan tanaman industri di Indonesia Spesifikasi bahan baku serpih PT. Tanjung Enim Lestari dan PT. Musi Hutan Persada Data petak contoh penelitian untuk kegiatan penebangan dan penyaradan Data petak contoh untuk kegiatan pemuatan Data petak penelitian untuk kegiatan pengangkutan Luas dan letak geografis Kelompok Wilayah Hutan PT. MHP Tata ruang areal hutan PT. MHP berdasarkan Konsep Lestari Hutanku Potensi limbah penebangan Potensi limbah penyaradan Potensi limbah TPn Limbah TPn tiap Ha Potensi limbah pengangkutan Limbah pengangkutan tiap Ha Persentase limbah pemanenan tiap kegiatan pemanenan Perbandingan nilai persen limbah...46

11 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Skema kemungkinan pemanfaatan limbah Bagan alir pengambilan data Bagan pemanenan di HPHTI PT. Musi Hutan Persada Spesifikasi trimming Limbah pemanenan HTI pada kegiatan penebangan Limbah pemanenan HTI pada kegiatan pemuatan Persentase limbah pemanenan

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Rekapitulasi data pengukuran potensi limbah HTI Pulp Perhitungan volume limbah pengangkutan Perhitungan faktor eksploitasi berdasarkan indeks tebang, indeks sarad dan indeks angkut Peta lokasi penelitian Limbah tunggak Pencabangan dan pembagian batang Jalur tumpukan sortimen siap sarad Penyaradan TPn dan pemuatan Lahan bekas tebangan...64

13 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pemanenan hasil hutan merupakan salah satu kegiatan terpenting dalam pengelolaan dan pengusahaan hutan. Pemanenan hasil hutan merupakan usaha pemanfaatan kayu dengan mengubah tegakan pohon berdiri menjadi sortimen kayu bulat dan mengeluarkannya dari hutan untuk dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya. Kegiatan pemanenan hasil hutan dimaksudkan untuk memanfaatkan hutan dari segi ekonomi, ekologi dan sosial. Adapun tujuan dari pemanenan hutan yaitu memaksimalkan nilai kayu, mengoptimalkan pasokan kayu industri, meningkatkan kesempatan kerja serta mengembangkan ekonomi regional. Maksimalnya nilai hutan dapat dinilai dari jumlah produksi yang tinggi, mutu hasil kayu yang tinggi dan tegakan sisa bernilai tinggi. Kebutuhan kayu untuk pemenuhan bahan baku industri perkayuan di Indonesia sesuai dengan kapasitas terpasang sampai tahun 1999 adalah sebesar juta m 3 yang diperuntukkan untuk pabrik kayu lapis dan pulp masing-masing sebesar 30%, kayu gergajian 28%, kayu serpih 8% dan pabrik kayu lainnya 4%. Jika asumsi produksi aktual mencapai 75% dari kapasitas terpasangnya maka permintaan total kayu bulat mencapai juta m 3. Sementara, pasokan bahan baku dari produksi kayu bulat hutan alam hanya mencapai angka 6,5 juta m 3, ditambah pasokan kayu bulat dari ijin pemanfaatan kayu dan hutan tanaman sebesar 10 juta m 3 serta hutan rakyat sekitar 20 juta m 3. Hal ini mengakibatkan kekurangan pasokan bahan baku kayu bulat bagi industri perkayuan sebesar juta m 3 (Forest Watch Indonesia, 2003). Angka-angka tersebut jelas menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara pasokan untuk industri perkayuan dengan kapasitas produksi yang ingin dicapai, yang akan mengancam kelestarian hutan dan kelestarian usaha industri perkayuan itu sendiri. Oleh karena itu, perlu adanya upaya-upaya perbaikan yang diantaranya adalah perbaikan kebijakan dan perubahan orientasi pemanfaatan kayu, pembangunan sumber bahan baku baru dan kelembagaan pengusahaan hutan. Selain itu, untuk mendukung kebutuhan bahan baku bagi industri pengolahan kayu, maka semua tindakan yang mencerminkan pemborosan dan mengarah pada terancamnya kelestarian hasil harus dicegah.

14 Salah satu upaya yang telah ditempuh dalam rangka pengembangan sumber bahan baku kayu bulat pada masa yang akan datang adalah melalui program pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Namun demikian, pembangunan HTI belum mampu menyediakan pasokan bahan baku kayu bulat dalam jumlah yang besar, untuk itu perlu upaya memaksimalkan nilai kayu dengan mendayagunakan pohon yang telah ditebang secara efisien serta pengembangan industri dari industri perkayuan yang berbahan baku utama kayu bulat dialihkan menjadi industri perkayuan dengan bahan baku bukan kayu bulat yaitu dengan memanfaatkan limbah pemanenan. Pemanfaatan limbah pemanenan diharapkan mampu mendukung kebutuhan pasokan bahan baku bagi industri perkayuan. Hal ini dilakukan dengan mendayagunakan pohon yang telah ditebang secara efisien dengan memanfaatkan limbah kayu yang selama ini masih banyak ditinggalkan di hutan, hal ini dapat dilakukan dengan mengingat bahwa tidak semua kayu yang ditinggalkan di hutan dalam keadaan rusak. Selain itu dengan memanfaatkan limbah yang ada akan meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu per pohon. Berbagai penelitian menyatakan bahwa besarnya tingkat efisiensi pemanfaatan kayu per pohon di tempat penebangan baru mencapai 80%, hal ini berarti jumlah bagian pohon yang belum atau tidak termanfaatkan sebesar 20% (Idris dan Sona,1996). Pada tahun 2000 telah dilakukan penelitian tentang limbah pada 3 HPH yang beroperasi di Kalimantan dan hasil yang diperoleh bahwa persentase limbah pada hutan alam berkisar 40 51% (Muladi,2000). Tingkat efisiensi pemanenan kayu dapat diukur dengan menggunakan parameter besar kecilnya angka faktor eksploitasi. Faktor eksploitasi merupakan perbandingan antara volume produksi aktual (di tempat penimbunan kayu) dengan volume potensial (potensi pohon berdiri). Faktor eksploitasi dapat diketahui dengan menghitung besarnya indeks tebang, indeks sarad dan indeks angkut. Dijelaskan oleh Sianturi (1982) bahwa faktor eksploitasi merupakan besaran yang menunjukkan persentase bagian pohon bebas cabang yang dimanfaatkan yang didapat dengan mengurangkan persentase limbah dari maksimum pohon bebas cabang yang dimanfaatkan yaitu 100% mulai dari batas tunggak yang diijinkan sampai batas cabang pertama. Kegiatan pemanenan kayu di HTI yang sudah berlangsung sampai saat ini masih belum optimal. Limbah pemanenan kayu di HTI masih kurang mendapat perhatian dari pengusaha HTI karena masih kurangnya pemanfaatan dan penggunaan limbah kayu

15 pemanenan HTI sesuai dengan kualitas dan peruntukannya, selain itu adanya masalah biaya pengeluaran limbah menyebabkan para pengusaha mengesampingkan permasalahan limbah kayu. Penelitian mengenai limbah kayu selama ini banyak dilakukan pada limbah kayu yang terjadi di hutan alam. Penelitian tentang limbah kayu berkaitan dengan faktor eksploitasinya di HTI belum banyak dilakukan sehingga belum banyak informasi yang tersedia mengenai limbah pemanenan pada HTI. Untuk itu, penelitian mengenai besarnya limbah kayu yang berkaitan dengan besarnya faktor eksploitasi pada pengusahaan HTI perlu dilakukan. B. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui besarnya limbah pemanenan pada pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI Pulp). 2. Untuk mengetahui besarnya angka faktor eksploitasi yang terjadi pada Hutan Tanaman Industri (HTI Pulp). C. Manfaat Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain adalah: 1. Dapat digunakan sebagai usaha meminimalkan limbah yang terjadi. 2. Dapat digunakan dalam upaya pemanfaatan limbah untuk berbagai keperluan. 3. Dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemanenannya (meningkatkan faktor eksploitasi).

16 II. TINJAUAN PUSTAKA Pengusahaan kayu dari hutan alam di Indonesia selama ini hanya bertumpu pada kayu-kayu dengan diameter besar. Dengan laju deforestasi yang tinggi tersebut jelas akan mengancam keberadaan kayu-kayu berdiameter besar dari hutan alam di Indonesia dan akan mengancam kelestarian alam (Budiaman 2001). Kondisi hutan seperti disebutkan tentu saja akan mengancam keberlangsungan industri perkayuan di Indonesia selain mengancam keberadaan hutan yang ada. Saat ini industri pengolahan kayu Indonesia sedang menghadapi berbagai masalah. Masalah yang dirasakan paling mengganggu dan harus sesegera mungkin disikapi dan dicarikan jalan keluarnya adalah semakin menipisnya cadangan sumber daya kayu, serta ketidakseimbangan antara demand dan supply hasil hutan kayu sebagai akibat dari kebijakan pengelolaan hutan dan pengembangan industri perkayuan yang tidak sinkron dimasa-masa lalu. Keseluruhan persoalan yang dihadapi oleh industri pengolahan kayu baik secara parsial maupun nasional harus dicarikan jalan terbaik agar bisa keluar dari krisis tersebut di atas. Salah satu faktor penting yang perlu dilakukan adalah efisiensi bahan baku karena selain sumberdaya hutan yang semakin langka, harga kayu yang semakin mahal, juga karena tekanan dunia internasional yang menghendaki agar seluruh produk industri perkayuan yang dihasilkan dari hutan yang dikelola secara lestari dan berkesinambungan (sustainable forest management) (Massijaya 2000). Untuk mengatasi permasalahan akan berkurangnya kayu-kayu berdiameter besar diperlukan berbagai upaya diantaranya melalui pergeseran orientasi pemanfaatan kayu berdiameter besar ke orientasi pemanfaatan kayu berdiameter kecil, perbaikan pemanfaatan limbah pemanenan dan perubahan kebijakan serta kelembagaan pengusahaan hutan. Sumber produksi kayu bulat kecil yang potensial diharapkan berasal dari program pembangunan hutan tanaman industri (timber estate), perbaikan pemanfaatan pada hutan tanaman di Jawa, hutan rakyat (privat forest) dan limbah pemanenan (Budiaman 2001). Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) sebagai salah satu upaya menanggulangi ketersediaan bahan baku industri perkayuan sangat besar peranannya. Peraturan Pemerintah RI No.7 tahun 1990 mengenai Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI), menyatakan bahwa HTI adalah hutan tanaman yang dibangun dalam

17 rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Adapun yang dimaksud dengan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri adalah hak untuk mengusahakan hutan di dalam suatu kawasan hutan yang kegiatannya meliputi penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengelolaan dan pemasaran. Darusman (2002) menyatakan bahwa hutan tanaman memberikan peran yang penting yaitu : a. Penurunan kapasitas produksi hutan alam dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi perlu diimbangi dengan peningkatan kapasitas produksi hutan buatan (tanaman) dalam rangka mempertahankan peranan sektor kehutanan (dan juga profesi kehutanan) dalam pembangunan nasional. b. Penurunan pasokan bahan baku industri perkayuan dari hutan alam perlu diatasi dengan peningkatan pasokan dari hutan buatan (tanaman) dalam rangka mempertahankan pertumbuhan industri kehutanan yang sangat besar peranannya bagi perkembangan sosial ekonomi nasional. c. Penurunan kapasitas pemeliharaan lingkungan hidup dari hutan alam perlu diimbangi dengan peningkatan peranan dari hutan buatan (tanaman). Namun demikian, tidak ada satu pernyataan pun yang mengemukakan bahwa hutan tanaman lebih baik dari hutan alam. Hutan tanaman tetap menjadi salah satu prioritas dalam upaya pembenahan kerusakan pada hutan produksi karena dianggap lebih dikuasai dari segi manajemen, dapat diprediksi dari segi usaha dan lebih intensif dari segi ekonominya. A. Pemanenan Hutan (Kayu) Conway (1978) mendefinisikan pemanenan kayu sebagai suatu rangkaian kegiatan pemindahan kayu dari hutan ke tempat pengolahan melalui tahapan kegiatan pemotongan kayu (timber cutting), penyaradan (skidding or yarding), pengangkutan (transportation) dan pengujian (grading). Juta (1954) menyebutkan pemanenan hutan dengan menggunakan istilah Pemungutan Hasil Hutan, yaitu pemungutan hasil hutan berupa kayu merupakan semua tindakan yang berhubungan dengan penebangan, penggarapan batang, penyaradan, pengangkutan, penimbunan, dan penjualan hasil hutan dengan tujuan mencukupi kebutuhan konsumen akan kayu.

18 Pemanenan hutan dimaksudkan untuk memanfaatkan hutan dari segi ekonomi, ekologi, dan sosial. Adapun tujuan dari kegiatan pemanenan adalah memaksimalkan nilai kayu, mengoptimalkan pasokan bahan baku industri, meningkatkan kesempatan kerja dan mengembangkan ekonomi daerah. Dengan pengertian pemanenan hutan (kayu) diatas, maka kegiatan pemanenan kayu meliputi kegiatan-kegiatan : Penebangan Penebangan merupakan proses mengubah pohon berdiri menjadi kayu bulat yang dapat diangkut keluar hutan untuk dimanfaatkan. Penebangan dilakukan dengan menggunakan empat prinsip yaitu meminimalkan kecelakaan, meminimalkan kerugian dan kerusakan pohon, memaksimalkan nilai produk kayu bulat dari tiap pohon dan tidak menyulitkan kegiatan selanjutnya. Kegiatan penebangan kayu pada hutan alam dilakukan dengan menggunakan batas diameter dimana pohon-pohon yang boleh ditebang adalah pohon-pohon dengan diameter sama atau lebih besar dari 50 cm untuk hutan produksi tetap dan diatas 60 cm untuk hutan produksi terbatas. Sedangkan untuk hutan tanaman, penebangan dilakukan berdasarkan ketentuan perusahaan yang disesuaikan dengan peruntukkan kayunya. Seringkali kegiatan penebangan diikuti dengan kegiatan pembagian batang. Pembagian batang sangat dipengaruhi oleh syarat yang diminta oleh pasar, kemungkinan penyaradan dan pengangkutan yang digunakan, kebutuhan industri pengolahan kayu dan pesanan-pesanan dari konsumen (Sukanda 1995). Sebelum dilakukan penebangan, perlu dilakukan penentuan arah rebah yang tepat untuk mengatasi kerusakan yang mungkin akan timbul menjadi seminimal mungkin. Arah rebah yang benar akan menghasilkan kayu yang sesuai dengan yang diinginkan dan kecelakaan kerja dapat dihindari serta dapat menekan terjadinya kerusakan lingkungan. Penyaradan Penyaradan merupakan suatu kegiatan untuk memindahkan kayu dari tempat penebangan (petak tebang) ke tempat pengumpulan kayu sementara (TPn) yang terletak di pinggir jalan angkutan. Penyaradan merupakan tahap awal dari kegiatan

19 pengangkutan dimana penyaradan disebut sebagai Minor Transportation. Tujuan dari kegiatan penyaradan adalah memindahkan kayu dengan cepat dan murah. Muat Bongkar Kayu Pemuatan kayu merupakan kegiatan memindahkan kayu dari tanah ke atas kendaraan angkut yang dilakukan di TPn maupun Tempat Penimbunan Kayu (TPK). Sedangkan pembongkaran adalah kegiatan menurunkan kayu dari atas alat angkut ke TPK atau di industri. Dalam kegiatan pemuatan kayu diperlukan tiga prinsip yaitu cepat, ekonomis dan peralatan harus selalu siap. Pengangkutan Pengangkutan kayu merupakan kegiatan memindahkan log/kayu dari tempat tebangan sampai tujuan akhir yaitu TPK atau pabrik atau logpond atau logyard ataupun langsung ke konsumen. Kegiatan pengangkutan ini disebut dengan istilah Major Transportation. Menurut Elias (1988) bahwa makin besar kayu maka akan semakin pendek waktu penanganannya per satuan volume dan makin pendek waktu angkutan. Kayu akan turun kualitasnya jika dibiarkan terlalu lama di dalam hutan. Menurut Juta (1954) terdapat beberapa faktor yang perlu diketahui untuk merencanakan sistem pengangkutan yang baik dan meminimumkan biaya pengangkutan yaitu: 1. Bentuk dan keadaan lapangan (topografi) yang akan mempengaruhi dalam pemilihan cara dan alat pengangkutan yang digunakan. 2. Keadaan iklim, kegiatan pengangkutan akan berjalan lancar jika dilakukan pada iklim atau musim kemarau. 3. Susunan hutan di daerah yang bersangkutan, pemilihan sistem pengangkutan disesuaikan dengan jenis kayu yang akan dikeluarkan. 4. Jalan angkutan yang ada di dalam dan di luar hutan. 5. Letak industri perkayuan. 6. Ukuran dan beratnya kayu yang diminta, berhubungan dengan kapasitas alat angkut. 7. Ketersediaan tenaga kerja. 8. Cara pengangkutan yang paling baru, yang baru dan lama. 9. Keadaan setempat. 10. Ketersediaan dana.

20 B. Limbah Pemanenan Kayu Kegiatan pemanenan hutan baik secara sadar ataupun tidak sadar akan memberikan dampak negatif dari aspek ekologis, ekonomis maupun sosial. Secara ekonomis dan ekologis, pemanenan hutan terutama di hutan alam menyebabkan lima dampak terbesar yaitu berupa keterbukaan areal, kerusakan tegakan tinggal, pemadatan tanah, erosi dan limbah pemanenan, sedangkan kegiatan pemanenan hutan pada hutan tanaman dampak yang ditimbulkan berupa pemadatan tanah, erosi dan limbah pemanenan. 1. Pengertian Menurut Direktorat Jenderal Kehutanan (1973) Waste atau wood waste diartikan sebagai sisa-sisa atau bagian-bagian kayu yang dianggap tidak bernilai ekonomis lagi dalam suatu proses tertentu, pada waktu dan tempat tertentu, namun mungkin masih dapat dimanfaatkan pada proses yang berbeda, pada waktu dan tempat yang berbeda pula. Menurut Sastrodimedjo dan Sampe (1980), limbah pemanenan adalah bagian pohon yang seharusnya dapat dimanfaatkan akan tetapi karena berbagai sebab terpaksa ditinggalkan di hutan. Limbah pemanenan kayu adalah bagian dari pohon yang ditebang yang tidak dimanfaatkan karena adanya cacat dan rusak berdiameter kecil serta panjang tidak memenuhi syarat untuk tujuan penggunaan tertentu, termasuk juga bagian pohon pada tegakan tinggal yang menjadi rusak karena kegiatan penebangan, penyaradan dan pembuatan jalan hutan. Limbah pembalakan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.59 tahun 1998 (Sasmita 2003) adalah kayu yang tidak atau belum dimanfaatkan pada kegiatan yang berasal dari pohon yang boleh ditebang berupa sisa pembagian batang, tunggak, ranting, pucuk yang mempunyai ukuran diameter kurang dari 30 cm atau panjang kurang dari 1.30 m. Matangaran, et al (2000) menyatakan bahwa limbah pemanenan merupakan limbah mekanis yang terjadi akibat kegiatan pemanenan kayu, selain itu terdapat pula limbah alami (defect) yang terjadi karena bagian kayu secara alami tidak memenuhi persyaratan yang diinginkan. 2. Klasifikasi Limbah Pemanenan Berdasarkan pengerjaan kayunya (wood processing), limbah kayu dapat dibedakan menjadi Logging waste yaitu limbah akibat kegiatan pemanenan dan Processing wood

21 waste, yaitu limbah yang diakibatkan oleh kegiatan industri kayu seperti pada pabrik penggergajian, mebel dan lain-lain (Direktorat Jenderal Kehutanan 1973). Berdasarkan tempat terjadinya limbah dapat dibedakan menjadi (Sastrodimedjo dan Sampe 1978) : a. Limbah yang terjadi di areal tebangan (Cutting Area), limbah tebangan ini dapat berupa kelebihan tunggak dari yang diijinkan, bagian batang dari pohon yang rusak, cacat, potongan-potongan akibat pembagian batang dan sisa cabang dan ranting. b. Limbah yang terjadi di Tempat Pengumpulan Kayu (TPn), batang-batang yang tidak memenuhi syarat baik kualitas maupun ukurannya. c. Limbah yang terjadi di Tempat Penimbunan Kayu (TPK), umumnya terjadi karena penolakan oleh pembeli karena log sudah terlalu lama disimpan sehingga busuk, pecah dan terserang jamur. Hidayat (2000) menggolongkan limbah berdasarkan: a. Bentuknya 1. Berupa pohon hidup yang bernilai komersial namun tidak dipanen meskipun dari segi teknis memungkinkan. 2. Berupa bagian batang bebas cabang yang terbuang akibat berbagai faktor, seperti teknis, fisik, biologis dll. 3. Berupa sisa bagian pohon yakni dahan,.ranting maupun tunggak. 4. Berupa sisa produksi atau akibat proses produksi. b. Pengerjaan (processing) kayunya 1. Logging waste, yakni limbah akibat kegiatan eksploitasi yang dapat berupa kayu-kayu yang tertinggal di hutan, di tempat pengumpulan atau penimbunan. 2. Processing wood waste, yaitu limbah yang diakibatkan oleh kegiatan industri kayu, seperti pada pabrik penggergajian, plywood dll. c. Tempat terjadinya 1. Limbah yang terjadi di tempat penebangan (cutting area). 2. Limbah yang terjadi di tempat pengumpulan kayu. 3. Limbah yang terjadi di logpond.

22 Soewito (1980) mengemukakan bahwa limbah kayu akibat pemanenan di areal tebangan berasal dari dua sumber yaitu bagian dari pohon yang ditebang yang seharusnya dapat dimanfaatkan tetapi tidak diambil dan berasal dari tegakan tinggal yang rusak akibat dilakukannya kegiatan pemanenan kayu. Limbah dari pohon ditebang terjadi karena pengusaha hanya mengambil bagian kayu yang dianggap terbaik saja sesuai dengan persyaratan ukuran dan kualita. 3. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Limbah Menurut Lembaga Penelitian Hasil Hutan (1980) dalam Rishadi (2004), faktorfaktor yang mempengaruhi besarnya limbah eksploitasi hutan adalah : 1. Teknik dan peralatan eksploitasi yang kurang tepat. 2. Manajemen pengusahaan hutan yang masih lemah. 3. Kesadaran dan keterampilan pelaksana yang masih perlu ditingkatkan dalam semua proses yang berhubungan dengan kegiatan pengusahaan hutan. 4. Pengawasan yang masih perlu ditingkatkan. Menurut Sastrodimedjo dan Sampe (1978) menyatakan bahwa limbah eksploitasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: 1. Topografi berkaitan dengan kemungkinan dapat atau tidaknya kayu untuk ditebang dan dimanfaatkan, kesulitan dalam mengeluarkan kayu sehingga ditinggal dan tidak dimanfaatkan. 2. Musim berpengaruh terhadap keretakan batang-batang yang baru ditebang, pada musim kemarau kayu akan lebih mudah pecah karena udara kering. 3. Peralatan, pemilihan macam dan kapasitas alat yang keliru dapat mengakibatkan tidak seluruh kayu dapat dimanfaatkan dan terpaksa sebagian ditinggal. 4. Cara kerja, penguasaan teknik kerja yang baik akan mempengaruhi volume limbah yang terjadi. 5. Sistem upah, sistem upah yang menarik akan memberikan perangsang yang baik terhadap para pekerja sehingga yang bersangkutan mau melaksanakan sesuai yang diharapkan. 6. Organisasi kerja, kurangnya sinkronisasi antara kegiatan yang satu dengan kegiatan yang lain dapat menyebabkan tidak lancarnya kegiatan bahkan dapat

23 ditinggal dan tidak sampainya kayu ke tempat yang dituju pada waktu yang telah ditentukan, menyebabkan menurunnya kualitas kayu. 7. Permintaan pasaran, adanya syarat-syarat tertentu yang ditentukan oleh pasar. 4. Potensi Limbah Pemanenan Berbagai upaya telah dilakukan agar proses pendayagunaan sumberdaya hutan dapat memberikan manfaat maksimum dengan sedikit mungkin menimbulkan pemborosan kayu dan kerusakan lingkungan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan pemanenan cenderung bersifat ekstensif. Cara pendayagunaan sumberdaya hutan menimbulkan terjadinya limbah cukup besar sehingga tingkat pemanfaatan kayu menjadi jauh lebih rendah dari potensi yang sebenarnya (Idris & Sona 1996). Menurut Idris dan Sona (1996), rata-rata limbah yang berasal dari pohon roboh akibat pembuatan jaringan jalan dan tebang bayang untuk jenis niagawi sebesar 1,16 m 3 /Ha dan untuk jenis bukan niagawi sebesar 2,76 m 3 /Ha. Beberapa hasil penelitian mengenai limbah pemanenan pada pengusahaan hutan alam dan hutan tanaman disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 1. Hasil penelitian potensi limbah pada beberapa pengusahaan hutan alam dan hutan tanaman industri di Indonesia Pengusahaan Lokasi; peneliti; tahun Potensi limbah Hutan Alam 23 HPH di 9 propinsi Simarmata&Sastrodimedjo 1980 Kalsel Sugiri 1981 Kaltim Widiananto 1981 Pulau Laut, Kalsel Sianturi 1982 PT Medang Kerang Jaya, Kalbar Thaib areal HPH di Kalteng dan Kalsel Dulsalam ,6% 51% 39,9% 20,4% 1,55m 3 /pohon 5,61m 3 /pohon untuk teknik penebangan konvensional 4,51m 3 /pohon untuk teknik penebangan serendah mungkin

24 Hutan Tanaman Industri PT Austral Byna Muara Teweh, Kalteng Butarbutar 1991 PT Narkata Rimba, Kaltim Sukanda 1995 PT Suka Jaya Makmur, Kalbar Muhdi 2001 HPH PT Sumalindo Lestari Jaya II Sasmita 2003 Kalsel Hidayat 2000 HPHTI Kayu Pertukangan BKPH Cikeusik, KPH Banten Gustian 2004 HPHTI Kayu Pertukangan BKPH Gunung Kencana, KPH Banten Safitri ,304m 3 /Ha 86,46m 3 /Ha 13,704m 3 /Ha untuk teknik penebangan konvensional 11,059m 3 /Ha untuk teknik penebangan berdampak rendah 3,80% (26,28m 3 /Ha ) 17,6% 16,8% (60,12m 3 /Ha) 21% Hutan Tanaman Industri Tabel 1. (Lanjutan) PT INHUTANI II, Pulau Laut, Kalsel Rawenda 2004 PT INHUTANI II, Pulau Laut, Kalsel Kartika 2004 HPHTI PT Musi Hutan Persada, Sumsel Rishadi ,583% (27,456m 3 /Ha) 23,268% 29,32m 3 /Ha 5. Pemanfaatan Limbah Pemanenan Melihat besarnya potensi limbah yang terjadi dan masih ditinggalkan di dalam hutan, maka diperlukan berbagai usaha untuk pemanfaatannya. Semakin berkembangnya ilmu dan teknologi rekayasa kayu memberi dampak positif bagi alternatif pemanfaatan limbah. Pemanfaatan limbah semakin terbuka lebar dan biomassa kayu dapat dimanfaatkan secara lebih maksimal. Matangaran, et al (2000) menggambarkan kemungkinan pemanfaatan limbah sebagai berikut:

25 Pemanfaatan Limbah Bahan Bakar Potongan Pendek Produk Sulingan - Asam-asam - Alkohol - Aseton - Arang - Terpentin Kulit - Filter - Mulch Papan Sambung Chips Lignin - Perekat - Extender Bangunan Perabotan Kemasan Pulp Kertas Fiberboard Cetakan Bangunan Perabotan Particleboard Moulded Prod Bangunan Perabot Kemasan Gambar 1. Skema kemungkinan pemanfaatan limbah (Sumber : Matangaran, et al 2000). C. Klasifikasi Bahan Baku Serpih PT. MHP merupakan pemasok utama bahan baku pulp bagi PT. Tanjung Enim Lestari (PT. TEL). Kayu yang diangkut harus sesuai dengan standar/spesifikasi yang telah disepakati antara PT. TEL dan PT. MHP, adapun standar tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 2. Spesifikasi bahan baku serpih PT. Tanjung Enim Lestari dan PT. Musi Hutan Persada Jenis Kriteria Keterangan Acacia mangium, tidak boleh tercampur satu batang atau lebih jenis kayu lain. Panjang kayu meter, tidak boleh melebihi 3.0 meter dan tidak boleh kurang dari 2.2 meter. Diameter kayu 8 60 cm (termasuk kulit), jika terdapat dalam muatan kayu dengan diameter < 8cm atau > 60cm tidak boleh lebih dari 4 batang per alat

26 Kontaminasi angkut. Tidak tercampur lumpur, batu, plastik, rumput, besi, minyak,dll. 0% kayu terbakar. 0% kayu busuk atau lapuk. Sumber: PT. Musi Hutan Persada, PT. Tanjung Enim Lestari (2005). Kayu cabang tidak boleh lebih dari 3 batang per alat angkut. D. Faktor Eksploitasi Faktor Eksploitasi (f.e) merupakan perbandingan antara banyaknya produksi kayu yang dihasilkan dari suatu areal hutan dengan potensi standing stock-nya yaitu sebesar 0.7 dan dimasukkan dalam penentuan target produksi (Matangaran, et al 2000). Sianturi (1982) mendefinisikan bahwa faktor eksploitasi adalah suatu indeks yang menunjukkan persentase volume pohon yang dimanfaatkan dari volume batang bebas cabang yang ditebang. Bagian dari pohon bebas cabang yang tidak dimanfaatkan disebut limbah, oleh karena itu persentase volume pohon yang dimanfaatkan ditambah persentase limbah sama dengan 100% atau faktor eksploitasi sama dengan 100% dikurangi persentase limbah. Makin besar faktor eksploitasi makin besar target produksi tahunan. Faktor eksploitasi dapat juga dipakai untuk memperkirakan realisasi dari produksi kayu dari suatu areal hutan. Dengan perkiraan ini dapat ditaksirkan besarnya royaltis yang harus dibayar dari areal hutan tersebut. Dengan cara penetapan yang demikian maka kayu yang dimanfaatkan akan meningkat, yaitu dalam memanfaatkan kayu limbah yang selama ini umumnya ditinggalkan di hutan untuk menghindari royalti dari kayu tersebut (Sianturi 1982). Besarnya faktor eksploitasi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Idris dan Wesman (1995) menyatakan bahwa tinggi rendahnya faktor eksploitasi dipengaruhi oleh : 1. Faktor non teknis, terdiri dari keadaan lapang, sifat kayu, cacat kayu, penyebaran, kerapatan tegakan dan situasi pemasaran. 2. Faktor teknis yang dapat dibagi menjadi :

27 a. Pengorganisasian dan koordinasi antara penebang, penyarad dan juru ukur, perencana hutan, peralatan pengangkutan log, kemampuan memproses dan memanfaatkan kayu di industri, keterampilan penebang dan penyarad, pengawasan aparat dan petugas perusahaan, penetapan kualitas, kondisi jalan angkutan. b. Kebijakan perusahaan dan tujuan pemasaran. c. Kebijakan pemerintah dan aturan-aturan ke industri dan pemukiman masyarakat setempat. Budiningsih (1997) menyatakan bahwa besarnya faktor eksploitasi berbeda untuk berbagai tingkat kerapatan tegakan dan topografi. Faktor eksploitasi pada hutan berkerapatan rendah dengan topografi ringan berkisar antara 0,82 1,00 dengan ratarata 0,91. Untuk hutan berkerapatan rendah dengan topografi berat faktor eksploitasi berkisar antara 0,84 0,94 dengan rata-rata 0,90. Sedangkan faktor eksploitasi untuk hutan berkerapatan tinggi dan topografi ringan berkisar antara 0,79 1,00 dengan ratarata 0,90 dan untuk hutan berkerapatan tinggi dengan topografi berat faktor eksploitasinya berkisar antara 0,79 1,00 dengan rata-rata 0,87. Secara garis besar faktor eksploitasi dipengaruhi oleh kondisi medan dan tegakan, teknik eksploitasi, orientasi pemanfaatan kayu, dan jenis kayu. Pada hakekatnya faktor eksploitasi sangat erat kaitannya dengan limbah eksploitasi. Semakin besar limbah eksploitasi yang terjadi maka akan semakin kecil tingkat eksploitasi yang didapat dan semakin kecil limbah eksploitasi yang terjadi akan semakin besar faktor eksploitasi pemanenan hutan (Dulsalam 1995 ). Pada Hutan Tanaman Industri, tingkat efisiensi pemanfaatan kayu sedemikian tinggi (Matangaran, et al 2000). Tingkat pemanfaatan kayu pada pengusahaan hutan tanaman adalah sebesar 0,75 (PT. Musi Hutan Persada). Keseragaman ukuran dan jenis kayu memberikan kemudahan dalam penanganan kayu. Beberapa pihak menyatakan bahwa persentase limbah pembalakan di HPHTI dapat mencapai 0% (Matangaran, et al 2000).

28 III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal hutan HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan, pada Bulan Juli 2005 sampai dengan Agustus B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : pita ukur (meteran), pita diameter (phiband), alat tulis, tally sheet, kamera, dan kalkulator. Adapun yang menjadi bahan penelitian adalah tunggak dan batang kayu Acacia mangium. C. Metode Penelitian 1. Batasan Masalah Limbah adalah sisa-sisa atau bagian-bagian kayu yang dianggap tidak bernilai ekonomis lagi dalam suatu proses tertentu, pada waktu dan tempat tertentu, namun mungkin masih dapat dimanfaatkan pada proses yang berbeda, pada waktu dan tempat yang berbeda pula. Berdasarkan pengerjaan kayunya (wood processing), limbah kayu dapat dibedakan menjadi logging waste yaitu limbah akibat kegiatan pemanenan dan processing wood waste, yaitu limbah yang diakibatkan kegiatan industri kayu seperti pada pabrik penggergajian, mebel dan lain-lain (Direktorat Jenderal Kehutanan 1973). Limbah pemanenan berdasarkan lokasi ditemukannya dapat dibagi menjadi limbah pada tempat tebangan, limbah sepanjang jalan sarad dan jalan angkutan serta limbah pada TPn dan TPK. Batasan limbah yang menjadi obyek penelitian ini adalah limbah pada kegiatan pemanenan hutan, yaitu yang meliputi kegiatan penebangan, penyaradan dan pengangkutan. Perhitungan volume limbah kayu yang terjadi di HTI Pulp dilakukan di petak tebang, jalan sarad, TPn dan jalan angkutan. Limbah yang dimaksud adalah semua sortimen yang berdiameter diatas 8 cm dengan panjang < 2,5 m dan kelebihan tunggak dari batas yang diperkenankan ( tinggi tunggak > 10 cm). Cabang dan ranting tidak termasuk dalam perhitungan limbah kayu.

29 2. Metode Penelitian a. Metode Pengambilan Contoh Penentuan petak contoh dilakukan dengan metode purposive yaitu mengikuti kegiatan yang sedang berlangsung di lapangan. Petak contoh yang dipilih adalah dua petak tebang. Petak tebang yang dimaksud adalah setting tebang yang selanjutnya disebut sebagai petak contoh. Pengukuran limbah pemanenan pada kegiatan penebangan dan penyaradan dilakukan pada petak contoh terpilih, sedangkan untuk pengukuran limbah TPn dan limbah pengangkutan diambil dari petak yang berlainan karena sortimen baru akan diangkut dari TPn ke TPK setelah ±4 bulan. Petak contoh terpilih untuk perhitungan limbah penebangan dan limbah penyaradan adalah petak contoh dengan luas 12,61 Ha dan 16,33 Ha. Seluruh tunggak dan sortimen dengan diameter < 8 cm, panjang < 2,5 m dihitung. Adapun kondisi petak contoh penelitian disajikan pada Tabel 3, 4 dan 5 dibawah ini. Tabel 3. Data petak contoh penelitian untuk kegiatan penebangan dan penyaradan Keterangan Petak A Petak B No Setting No Petak Blok Luas (Ha) Tahun Tanam Jarak Tanam (m) Jumlah Pohon/Ha Tinggi Rata-rata (m) Dbh Rata-rata (cm) Angka Bentuk Periode Tebang Volume / Ha (m 3 /ha) Volume Total (m 3 ) Teras / x ,45 Agustus , ,21 Sumber: PT. Musi Hutan Persada (2005), Suwarna (2001) Teras / x ,45 Agustus , ,60 Tabel 4. Data petak contoh penelitian untuk kegiatan pemuatan Keterangan TPN P TPN Q

30 Kav B Kav D Kav E Kav J Kav A Kav B Kav C Kav D No Setting Luas Setting(Ha) 25,51 25,51 25,51 25,51 12,22 12,22 12,22 12,22 Blok Selibing Selibing Selibing Selibing Penyem bangan Penyem bangan Penyem bangan Penyem bangan Luas (m 2 ) 21,3 10,5 6,5 14,9 6,5 12,5 12 4,6 Periode Tebang Juni 05 Juni 05 Juni 05 Juni 05 Maret 05 Maret 05 Maret 05 Maret 05 Periode Tumpuk Juli 05 Juni 05 Juli 05 Juli 05 April 05 April 05 April 05 April 05 Periode Muat Agustus 05 Agustus 05 Agustus 05 Agustus 05 Agustus 05 Agustus 05 Agustus 05 Agustus 05 Volume (m 3 ) 455,35 189,75 106,89 292,63 119,61 206,67 205,90 65,71 Sumber : PT. Musi Hutan Persada (2005) Keterangan Tabel 5. Data contoh penelitian untuk kegiatan pengangkutan TPN X TPN Y Alat angkut 1 Alat angkut 2 Alat angkut 1 Alat angkut 2 Kavling/Setting F/04 F/04 E/03 E/03 Luas Setting(Ha) 12,22 12,22 17,34 17,34 Blok Volume Kavling (m 3 ) Penyembangan Penyembangan Penyembangan Penyembangan 69,06 69,06 8,64 8,64 No Polisi BG8071D BK9279BJ BK9281BJ BE4074BA Volume Angkut (m 3 ) Alat Sumber : PT. Musi Hutan Persada (2005) 25,20 24,60 22,40 27,30 b. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data pokok yang diperoleh dengan cara pengamatan langsung di lapangan. Adapun data primer yang dikumpulkan meliputi : 1. Data volume limbah yang terdiri dari : a. Limbah penebangan yang meliputi limbah tunggak yaitu tinggi tunggak yang melebihi batas yang diperkenankan (> 10 cm). Dimensi yang diukur adalah diameter pangkal, diameter ujung serta tinggi kelebihan tunggak. Limbah batang kayu yang meliputi kayu berdiameter > 8 cm yang berserakan di petak tebang, kayu di luar tumpukan, kayu rusak (retak, pecah atau terbelah), serta kayu yang jatuh ke jurang. Dimensi yang diukur adalah diameter pangkal,

31 diameter ujung serta panjang sortimen. Untuk kayu yang jatuh ke jurang, perhitungannya menggunakan asumsi perusahaan yaitu bahwa suatu sortimen batang kayu dengan panjang 2,5 m dan diameter rata-rata 14 cm memiliki volume sebesar 0,04m 3 (Rishadi 2004). Dengan demikian volume kayu yang jatuh ke jurang diukur dengan menghitung banyaknya kayu yang jatuh ke jurang. c. Limbah penyaradan yaitu limbah yang terjadi akibat kegiatan penyaradan (memindahkan kayu dari petak tebang ke TPn), terdiri dari batang (sortimen) yang berserakan pada jalur sarad yang dihitung dengan menggunakan asumsi perusahaan dan sortimen yang masih berada di tumpukan akan tetapi tidak ikut disarad ke TPn. Dimensi yang diukur adalah diameter pangkal, diameter ujung serta panjang sortimen. d. Limbah TPn yaitu limbah yang terjadi di TPn akibat dari kegiatan pemuatan kayu ke alat angkut. Teknis pengukuran menggunakan asumsi perusahaan dengan menghitung jumlah sortimen kayu yang ditinggalkan di TPn setelah kegiatan pemuatan. e. Limbah pengangkutan yaitu limbah yang terjadi akibat kegiatan pengangkutan berupa sortimen yang jatuh di sepanjang jalan angkutan. Teknis pengukurannya dengan menghitung volume sortimen pada alat angkut sebelum alat angkut berangkat menuju TPK dan menghimpun data volume sortimen yang sampai di TPK dengan alat angkut yang sama dari TPn asal. 2. Data untuk penentuan faktor eksploitasi diperoleh dari data volume pohon berdiri yang dapat dimanfaatkan, serta data volume sortimen yang sampai di TPK (siap dimanfaatkan oleh konsumen). Data sekunder merupakan data tambahan yang diperoleh untuk mendukung penelitian yang diperoleh melalui wawancara dan atau pengutipan data dari perusahaan. Data sekunder yang dimaksud terdiri dari : 1. Data volume pohon berdiri (standing stock volume) 2. Kondisi umum lokasi penelitian 3. Luas dan letak petak tebang 4. Potensi hutan (laporan hasil cruising) 5. Sistem pemanenan kayu yang digunakan

32 6. Kebijakan bagi batang yang diberlakukan 7. Sistem pengujian kayu Pengukuran limbah penebangan dan limbah penyaradan dilakukan pada petak tebang yang telah dipilih. Pengukuran limbah tunggak penebangan dilakukan dengan mengukur seluruh kelebihan tunggak dengan mengikuti regu tebang yang bekerja pada petak tebang tersebut, pengukuran limbah batang dilakukan setelah batang yang dimanfaatkan ditumpuk ke jalur tumpukan. Pengukuran limbah penyaradan dimulai setelah sortimen-sortimen di jalur tumpukan selesai dimuat ke alat sarad yaitu dengan menghitung banyaknya sortimen yang tidak dimuat ke alat sarad dan sortimen-sortimen yang jatuh pada jalur sarad selama perjalanan menuju TPn. Pengukuran limbah TPn dan limbah pengangkutan dilakukan dari petak tebang yang lain hal ini dikarenakan oleh waktu tunggu dari kegiatan penyaradan ke pengangkutan cukup lama yaitu ± 4 bulan, sehingga untuk limbah TPn dan limbah pengangkutan dipilih dari TPn yang siap angkut. Pengukuran limbah TPn dilakukan dengan menghitung volume sortimen sebelum pemuatan ke alat angkut dan menghitung jumlah sortimen yang tidak terangkut dan ditinggalkan di TPn, yang kemudian dikonversi berdasarkan asumsi perusahaan. Limbah pengangkutan ditentukan dengan contoh pengangkutan ke TPK (PT. TEL) dari TPn yaitu dengan mengukur dan menghitung volume (kapasitas) angkut dari alat angkut contoh sebelum berangkat menuju TPK dan kemudian menghimpun data mengenai volume yang sampai di TPK dari TPn asal dan dari alat angkut contoh tersebut. Besarnya volume limbah pengangkutan dihitung dari selisih antara volume alat angkut contoh sebelum menuju TPK dan volume alat angkut setelah ditimbang di TPK. Data limbah TPn dan limbah pengangkutan ini dilakukan dengan mengambil dua lokasi TPn, untuk limbah TPn diambil dari 4 kavling untuk tiap TPn dan untuk limbah pengangkutan 1 kavling untuk 1 TPn dengan 2 contoh alat angkut. Pengambilan contoh ini disesuaikan dengan kegiatan yang sedang berlangsung di lapangan, dimana tidak semua sortimen dari satu kavling dilakukan pengangkutan menuju TPK (PT.TEL). b. Bagan Alir Pengambilan Data Penentuan Petak Contoh Dua petak tebang Volume Pohon Berdiri (100%)

LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan)

LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan) LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan) DWI PUSPITASARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu:

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu: TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Conway (1982) dalam Fadhli (2005) menjelaskan bahwa pemanenan kayu merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan kayu sebagai salah satu kegiatan pengelolaan hutan pada dasarnya merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengubah pohon

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) RIKA MUSTIKA SARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) RIKA MUSTIKA SARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya yang melimpah di Indonesia adalah sumberdaya hutan.

I. PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya yang melimpah di Indonesia adalah sumberdaya hutan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya yang melimpah di Indonesia adalah sumberdaya hutan. Indonesia adalah penghasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK-HA PT MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua pada bulan Mei sampai dengan Juli 2012. 3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pelaksanaan Tebang Habis Jati Kegiatan tebang habis jati di Perum Perhutani dilaksanakan setelah adanya teresan. Teresan merupakan salah satu dari beberapa rangkaian kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Menurut Sessions (2007), pemanenan hutan merupakan serangkaian aktivitas penebangan pohon dan pemindahan kayu dari hutan ke tepi jalan untuk dimuat dan diangkut

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA PUTRI KOMALASARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika. (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest)

Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika. (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest) Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), April 2013 ISSN 0853 4217 Vol. 18 (1): 61 65 Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest)

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 21, No.1, Maret. 2014: 83-89 KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT (Residual Stand Damage Caused by Timber Harvesting in Natural Peat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi untuk mencukupi kebutuhan kayu perkakas dan bahan baku industri kayu. Guna menjaga hasil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian 19 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur (Lampiran 14). Waktu penelitian

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI ( Tectona grandis Linn. f) PADA PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA AHSAN MAULANA DEPARTEMEN HASIL HUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan dengan manusia di muka bumi. Hutan menjadi pemenuhan kebutuhan manusia dan memiliki fungsi sebagai penyangga

Lebih terperinci

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG. Defisit kemampuan

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG. Defisit kemampuan BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG Kontribusi subsektor kehutanan terhadap PDB terus merosot dari 1,5% (1990-an) menjadi 0,67% (2012)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan kayu menurut Conway (1987) adalah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan pengeluaran kayu dari hutan ketempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 PWH BAB II TINJAUAN PUSTAKA PWH adalah kegiatan penyediaan prasarana wilayah bagi kegiatan produksi kayu, pembinaan hutan, perlindungan hutan, inspeksi kerja, transportasi sarana kerja, dan komunikasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

Analisis Potensi Limbah Penebangan dan Pemanfaatannya pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten Bone

Analisis Potensi Limbah Penebangan dan Pemanfaatannya pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten Bone Biocelebes, Juni 2010, hlm. 60-68 ISSN: 1978-6417 Vol. 4 No. 1 Analisis Potensi Limbah Penebangan dan Pemanfaatannya pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten Bone A. Mujetahid M. 1) 1) Laboratorium Keteknikan

Lebih terperinci

BAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN

BAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN BAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN 9.1. Pendapatan Perusahaan Hutan Tujuan perusahaan hutan adalah kelestarian hutan. Dalam hal ini dibatasi dalam suatu model unit perusahaan hutan dengan tujuan

Lebih terperinci

POTENSI LIMBAH DAN TINGKAT EFEKTIVITAS PENEBANGAN POHON DI HUTAN DATARAN RENDAH TANAH KERING META FADINA PUTRI

POTENSI LIMBAH DAN TINGKAT EFEKTIVITAS PENEBANGAN POHON DI HUTAN DATARAN RENDAH TANAH KERING META FADINA PUTRI POTENSI LIMBAH DAN TINGKAT EFEKTIVITAS PENEBANGAN POHON DI HUTAN DATARAN RENDAH TANAH KERING META FADINA PUTRI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) ARIEF KURNIAWAN NASUTION DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN

KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN Oleh : Rachman Effendi 1) ABSTRAK Jumlah Industri Pengolahan Kayu di Kalimantan Selatan tidak sebanding dengan ketersediaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke lokasi lain sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di IUPHHK HA (ijin usaha pemamfaatan hasil hutan kayu hutan alam) PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Menurut Soerianegara dan Indrawan (1988), hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohon yang mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda

Lebih terperinci

TEKNIK PENGANGKUTAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop.

TEKNIK PENGANGKUTAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. TEKNIK PENGANGKUTAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. Sumatera Selatan) MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan merupakan kegiatan mengeluarkan hasil hutan berupa kayu maupun non kayu dari dalam hutan. Menurut Suparto (1979) pemanenan hasil hutan adalah serangkaian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 27 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kualitas Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) 5.1.1 Kerapatan Jalan (WD) Utama dan Jalan Cabang Berdasarkan pengukuran dari peta jaringan jalan hutan PT. Inhutani I UMH Sambarata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di anak petak 70c, RPH Panggung, BKPH Dagangan, KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

PRODUKTIFITAS PENGUMPULAN KAYU KE TEPI JALAN LOGGING DENGAN MENGGUNAKAN CHEVROLET C-50 PADA KEGIATAN PENYARADAN DI PT. MHP, SUMATERA SELATAN

PRODUKTIFITAS PENGUMPULAN KAYU KE TEPI JALAN LOGGING DENGAN MENGGUNAKAN CHEVROLET C-50 PADA KEGIATAN PENYARADAN DI PT. MHP, SUMATERA SELATAN PRODUKTIFITAS PENGUMPULAN KAYU KE TEPI JALAN LOGGING DENGAN MENGGUNAKAN CHEVROLET C-50 PADA KEGIATAN PENYARADAN DI PT. MHP, SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan)

Lebih terperinci

Pengeluaran Limbah Penebangan Hutan Tanaman Industri dengan Sistem Pemikulan Manual (Penilaian Performansi Kualitatif)

Pengeluaran Limbah Penebangan Hutan Tanaman Industri dengan Sistem Pemikulan Manual (Penilaian Performansi Kualitatif) Pengeluaran Limbah Penebangan Hutan Tanaman Industri dengan Sistem Pemikulan Manual (Penilaian Performansi Kualitatif) Manual Bundling System for Felling Waste Extraction on Industrial Plantation Forest

Lebih terperinci

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Pemanenan kayu konvensional merupakan teknik pemanenan

Lebih terperinci

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN Pengertian sistem Suatu sistem menyangkut seperangkat komponen yang saling berkaitan atau berhubungan satu sama lainnya dan bekerja bersama-sama untuk dapat mewujudkan

Lebih terperinci

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM Muhdi, *) Abstract The objective of this research was to know the productivity skidding by tractor of Komatsu

Lebih terperinci

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT PRODUKTIVITAS DAN BIAYA PRODUKSI PENEBANGAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT INHUTANI II PULAU LAUT (Productivity and Cost of Felling Forest Plantation in PT Inhutani II Pulau Laut) Oleh/By : Marolop Sinaga

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai

II. TINJAUAN PUSTAKA. (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pohon Jati Pohon jati merupakan pohon yang memiliki kayu golongan kayu keras (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai 40 meter. Tinggi batang

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL

Lebih terperinci

LIMBAH PEMANENAN KAYU DAN FAKTOR EKSPLOITASI DI IUPHHK-HT PT. WIRAKARYA SAKTI PROVINSI JAMBI LAYSA ASWITAMA

LIMBAH PEMANENAN KAYU DAN FAKTOR EKSPLOITASI DI IUPHHK-HT PT. WIRAKARYA SAKTI PROVINSI JAMBI LAYSA ASWITAMA LIMBAH PEMANENAN KAYU DAN FAKTOR EKSPLOITASI DI IUPHHK-HT PT. WIRAKARYA SAKTI PROVINSI JAMBI LAYSA ASWITAMA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN

Lebih terperinci

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM KUDA-KUDA DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. Sumatera Selatan) PENDAHULUAN MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

Teak Harvesting Waste at Banyuwangi East Java. Juang Rata Matangaran 1 dan Romadoni Anggoro 2

Teak Harvesting Waste at Banyuwangi East Java. Juang Rata Matangaran 1 dan Romadoni Anggoro 2 Jurnal Perennial, 2012 Vol. 8 No. 2: 88-92 ISSN: 1412-7784 Tersedia Online: http://journal.unhas.ac.id/index.php/perennial Limbah Pemanenan Jati di Banyuwangi Jawa Timur Teak Harvesting Waste at Banyuwangi

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Luas Areal Yang Terbuka 5.1.1. Luas areal yang terbuka akibat kegiatan penebangan Dari hasil pengukuran dengan menggunakan contoh pengamatan sebanyak 45 batang pohon pada

Lebih terperinci

LIMBAH PEMANENAN KAYU DAN FAKTOR EKSPLOITASI DI IUPHHK-HA PT. DIAMOND RAYA TIMBER PROVINSI RIAU MORIZON

LIMBAH PEMANENAN KAYU DAN FAKTOR EKSPLOITASI DI IUPHHK-HA PT. DIAMOND RAYA TIMBER PROVINSI RIAU MORIZON 1 LIMBAH PEMANENAN KAYU DAN FAKTOR EKSPLOITASI DI IUPHHK-HA PT. DIAMOND RAYA TIMBER PROVINSI RIAU MORIZON DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 2 LIMBAH PEMANENAN

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN Sebelum kegiatan pemanenan kayu dapat dilaksanakan dihutan secara aktual, maka sebelumnya harus disusun perencanaan pemanenan kayu terlebih dahulu. Perencanaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat. Selain itu,

TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat. Selain itu, TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan hasil hutan didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang dapat bermanfaat bagi kehidupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 15 3.1 Waktu dan Tempat BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di PT. Inhutani I UMH Sambarata, Berau, Kalimantan Timur pada bulan Mei sampai dengan Juni 2011. 3.2 Alat dan Bahan Bahan yang

Lebih terperinci

Yosep Ruslim 1 dan Gunawan 2

Yosep Ruslim 1 dan Gunawan 2 FAKTOR EKSPLOITASI DAN FAKTOR PENGAMAN PADA KEGIATAN PENEBANGAN SISTEM TEBANG PILIH TANAM INDONESIA DI HPH PT SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Yosep Ruslim 1 dan Gunawan 2 1 Laboratorium Pemanenan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat Pelaku pemasaran kayu rakyat di Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Tanggeung terdiri dari petani hutan rakyat, pedagang pengumpul dan sawmill (industri

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA DAN HARGA POKOK PRODUKSI KAYU GERGAJIAN (Sawn Timber ) HUTAN RAKYAT (Kasus Pada CV Sinar Kayu, Kecamatan Leuwi Sadeng, Kabupaten Bogor)

ANALISIS BIAYA DAN HARGA POKOK PRODUKSI KAYU GERGAJIAN (Sawn Timber ) HUTAN RAKYAT (Kasus Pada CV Sinar Kayu, Kecamatan Leuwi Sadeng, Kabupaten Bogor) ANALISIS BIAYA DAN HARGA POKOK PRODUKSI KAYU GERGAJIAN (Sawn Timber ) HUTAN RAKYAT (Kasus Pada CV Sinar Kayu, Kecamatan Leuwi Sadeng, Kabupaten Bogor) Oleh : DIAN PERMATA A 14105529 PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan

I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan hutan terutama pemanenan kayu sebagai bahan baku industri mengakibatkan perlunya pemanfaatan dan pengelolaan hutan yang lestari. Kurangnya pasokan bahan baku

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT. SARI BUMI KUSUMA UNIT SERUYAN, KALIMANTAN TENGAH) IRVAN DALI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBUATAN TAKIK REBAH DAN TAKIK BALAS TERHADAP ARAH JATUH POHON : STUDI KASUS DI HUTAN TANAMAN DI PULAU LAUT, KALIMANTAN SELATAN

PENGARUH PEMBUATAN TAKIK REBAH DAN TAKIK BALAS TERHADAP ARAH JATUH POHON : STUDI KASUS DI HUTAN TANAMAN DI PULAU LAUT, KALIMANTAN SELATAN PENGARUH PEMBUATAN TAKIK REBAH DAN TAKIK BALAS TERHADAP ARAH JATUH POHON : STUDI KASUS DI HUTAN TANAMAN DI PULAU LAUT, KALIMANTAN SELATAN The Effect of Making Undercut and Back cut on Tree Felling Direction

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di areal KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

Oleh/Bj : Sona Suhartana dan Maman Mansyur Idris. Summary

Oleh/Bj : Sona Suhartana dan Maman Mansyur Idris. Summary Jurnal Penelitian Hasil Hutan Forest Products Research Journal Vol. 13, No. 1 (1995) pp. 19-26 PENGARUH PEMBUANGAN BANIR DALAM PENEBANGAN POHON TERHADAP EFISIENSI PEMUNGUTAN KAYU (Study kasus di suatu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Pengumpulan Data

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Pengumpulan Data III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2008 di petak 37 f RPH Maribaya, BKPH Parungpanjang, KPH Bogor. Dan selanjutnya pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 369/Kpts-IV/1985 TANGGAL : 7 Desember 1985 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION KETENTUAN I : TUJUAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sumberdaya hutan yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sumberdaya hutan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan sumberdaya hutan yang melimpah. Sumberdaya hutan Indonesia sangat bermanfaat bagi kehidupan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tepat. Sumber daya hutan dapat menghasilkan hasil hutan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dengan tepat. Sumber daya hutan dapat menghasilkan hasil hutan yang merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia dikaruniai kekayaan sumber daya hutan yang harus dikelola dengan tepat. Sumber daya hutan dapat menghasilkan hasil hutan yang merupakan salah satu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN PINUS (Pinus merkusii) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM START MENGGUNAKAN UNIT CONTOH LINGKARAN KONVENSIONAL

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN TERPENTIN DI PGT. SINDANGWANGI, KPH BANDUNG UTARA, PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT BANTEN.

ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN TERPENTIN DI PGT. SINDANGWANGI, KPH BANDUNG UTARA, PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT BANTEN. ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN TERPENTIN DI PGT. SINDANGWANGI, KPH BANDUNG UTARA, PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT BANTEN. Dwi Nugroho Artiyanto E 24101029 DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

B. BIDANG PEMANFAATAN

B. BIDANG PEMANFAATAN 5 LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 145/Kpts-IV/88 Tanggal : 29 Februari 1988 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. PURUK CAHU JAYA KETENTUAN I. KETENTUAN II. TUJUAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT.

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. BELAYAN RIVER TIMBER) Bogor, Mei 2018 LEGALITAS/PERIZINAN PT.

Lebih terperinci

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA

Lebih terperinci

TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) BUDIYANTO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang dikaruniakan oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang dikaruniakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk umat-nya. Dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, pengertian

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di PT. Austral Byna, Muara Teweh, Kalimantan Tengah. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Abstract. Pendahuluan

Abstract. Pendahuluan Simulasi Pembagian Batang Sistem Kayu Pendek pada Pembagian Batang Kayu Serat Jenis Mangium Simulation of Shortwood Bucking System on Bucking Pulpwood of Mangium Abstract Ahmad Budiaman 1* dan Rendy Heryandi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus akan mengalami

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

LAPORAN PERHITUNGAN RD, RS, PERSEN PWH, JARAK SARAD RATA RATA DI PETA BERDASARKAN METODE SACHS (1968)

LAPORAN PERHITUNGAN RD, RS, PERSEN PWH, JARAK SARAD RATA RATA DI PETA BERDASARKAN METODE SACHS (1968) LAPORAN PERHITUNGAN RD, RS, PERSEN PWH, JARAK SARAD RATA RATA DI PETA BERDASARKAN METODE SACHS (1968) NAMA : JONIGIUS DONUATA NIM : 132 385 018 MK KELAS : KETEKNIKAN KEHUTANAN : A PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TEKNIK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DI KALIMANTAN BARAT

PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TEKNIK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DI KALIMANTAN BARAT Pemadatan Tanah Akibat Penyaradan Kayu... (Muhdi, Elias, dan Syafi i Manan) PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TEKNIK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DI KALIMANTAN BARAT (Soil Compaction Caused

Lebih terperinci

PEMANENAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT DI SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop.

PEMANENAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT DI SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. PEMANENAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT DI SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. Sumatera Selatan) MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu

Lebih terperinci

KAYULAPIS Teknologi dan Sertifikasi sebagai Produk Hijau

KAYULAPIS Teknologi dan Sertifikasi sebagai Produk Hijau KAYULAPIS Teknologi dan Sertifikasi sebagai Produk Hijau Penulis: : Prof. Ir. Tibertius Agus Prayitno, MFor., PhD. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2012 Hak Cipta 2012 pada penulis, Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaturan hasil saat ini yang berlaku pada pengelolaan hutan alam produksi di Indonesia menggunakan sistem silvikultur yang diterapkan pada IUPHHK Hutan Produksi dalam P.11/Menhut-II/2009.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyaratan yang dimaksud adalah penyaradan (Pen)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyaratan yang dimaksud adalah penyaradan (Pen) 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penebangan Penebangan dimaksudkan untuk memungut hasil hutan berupa kayu dari suatu tegakan tanpa mengikutsertakan bagian yang ada dalam tanah. Kegiatan ini meliputi kegiatan

Lebih terperinci

Pengertian, Konsep & Tahapan

Pengertian, Konsep & Tahapan Pengertian, Konsep & Tahapan PEMANENAN HASIL HUTAN M a r u l a m M T S i m a r m a t a 0 1 1 2 0 4 7 1 0 1 Umum: DASAR & PENGERTIAN Eksploitasi hutan/pemungutan hasil hutan merupakan istilah yang digunakan

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN

ARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN ARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN DALAM ACARA PEMBEKALAN PETUGAS PEGAWAI PADA DINAS KEHUTANAN PROVINSI DAN BALAI PEMANTAUAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DALAM RANGKA PENINGKATAN EFEKTIFITAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah TINJAUAN PUSTAKA Kegiatan Penebangan (Felling) Penebangan merupakan tahap awal kegiatan dalam pemanenan hasil hutan yang dapat menentukan jumlah dan kualitas kayu bulat yang dibutuhkan. Menurut Ditjen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan alam tropika di areal IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang pembangunan ekonomi nasional. Hak Pengusahaan Hutan (HPH) menjadi sistem yang dominan dalam

Lebih terperinci

RINGKASAN Dadan Hidayat (E31.0588). Analisis Elemen Kerja Penebangan di HPH PT. Austral Byna Propinsi Dati I Kalimantan Tengah, dibawah bimbingan Ir. H. Rachmatsjah Abidin, MM. dan Ir. Radja Hutadjulu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman (tegakan seumur). Salah satu hutan tanaman yang telah dikelola dan

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman (tegakan seumur). Salah satu hutan tanaman yang telah dikelola dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan menurut Pasal 1 (2) Undang-Undang No. 41/99 tentang Kehutanan diartikan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati

Lebih terperinci

ANALISIS KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR NEGERI OLEH FAKTOR BIOLOGIS DI KOTA BOGOR RULI HERDIANSYAH

ANALISIS KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR NEGERI OLEH FAKTOR BIOLOGIS DI KOTA BOGOR RULI HERDIANSYAH ANALISIS KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR NEGERI OLEH FAKTOR BIOLOGIS DI KOTA BOGOR RULI HERDIANSYAH DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 RINGKASAN Ruli Herdiansyah.

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2 GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMANFAATAN KAYU LIMBAH PEMBALAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POTENSI

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENEBANGAN RATA TANAH UNTUK POHON JATI (Tectona grandis Linn f ) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur RIZQIYAH

ANALISIS KEBIJAKAN PENEBANGAN RATA TANAH UNTUK POHON JATI (Tectona grandis Linn f ) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur RIZQIYAH ANALISIS KEBIJAKAN PENEBANGAN RATA TANAH UNTUK POHON JATI (Tectona grandis Linn f ) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur RIZQIYAH DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci