PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK POLONG KEDAWUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK POLONG KEDAWUNG"

Transkripsi

1 PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK POLONG KEDAWUNG (Parkia roxburghii G. Don.) PADA TAHAP PASCAIMPLANTASI LANJUT TERHADAP FERTILITAS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L.) BETINA GALUR SPRAGUE DAWLEY SKRIPSI Oleh : FUAD AL AHWANI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA JAKARTA 212

2 PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK POLONG KEDAWUNG (Parkia roxburghii G. Don) PADA TAHAP PASCAIMPLANTASI LANJUT TERHADAP FERTILITAS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L.) BETINA GALUR SPRAGUE DAWLEY SKRIPSI Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh : FUAD AL AHWANI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA JAKARTA 212

3

4

5 ABSTRAK FUAD AL AHWANI. Pengaruh Pemberian Ekstrak Ethanol Polong Kedawung (Parkia roxburghii G.Don.) Pada Tahap Pasca Implantasi Lanjut Terhadap Fertilitas Tikus Putih (Rattus novergicus L.) Betina Galur Sprague Dawley. Skripsi Jakarta: Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendididkan Universitas Muhamadiyah Prof.DR.HAMKA 212. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui adanya efektivitas pengaruh ekstrak ethanol polong kedawung pada tahap pascaimplantasi lanjut tikus putih betina galur Sprague Dawley terhadap Kematian Pasca Implantasi (KPI). Penelitian ini dilakukan dari bulan Desember 211- April 212. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi UHAMKA, Jl. Tanah Merdeka, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dengan menggunakan Rancang Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan dengan enam ulangan. Penelitian menggunakan 24 ekor tikus betina yang dibagi dalam empat kelompok yang dibagi menjadi empat perlakuan, yaitu:,,5, 1,5 dan 2,5 gr/kg b.b. Perlakuan diberikan setiap hari pada hari ke kebuntingan. Setelah kebuntingan hari ke- 15 tikus dibedah dan diamati jumlah implantasi, fetus hidup, fetus mati dan korpus luteum. Pengamatan dilakukan terhadap ratarata persentase KPI. Pemberian ekstrak ethanol polong kedawung pada tahap pascaimplantasi lanjut dengan menggunakan dosis dan,5 g/kg b.b memiliki persentase KPI sebesar %. Pada dosis 1,5 g/kg b.b memiliki persentase KPI sebesar 5,18% dan pada dosis 2,5 g/kg b.b persentase KPI nya sebesar 9,65%. Data yang diuji dengan menggunakan uji Chi kuadrat (X 2 ), menunjukkan semua data KPI tidak berdistribusi normal dan dengan uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa keempat dosis peyuntikan ekstrak ethanol polong kedawung tersebut, tidak memiliki perbedaan yang signifikan terhadap KPI. Dari hasil yang didapatkan, disimpulkan bahwa pemberian ekstrak ethanol polong kedawung pada tahap pascaimplantasi lanjut, cenderung menurunkan fertilitas tikus putih ( Rattus novergicus L.) betina galur Sprague Dawley. Kata Kunci : Polong Kedawung, Tikus Putih, Pascaimplantasi lanjut iii

6 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia- Nya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam penulis sampaikan kepada suri teladan ummat, Rasulullah Saw. beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman. Skripsi ini penulis ajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat dalam meraih gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini, dari mulai pengumpulan data, pengolahan hingga penyusunan data, penulis banyak sekali menemui kesulitan-kesulitan. Tetapi berkat rahmat dan izin- Nya, serta adanya bimbingan, bantuan dan motivasi yang diperoleh penulis, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Dr. Sukardi. M.Pd, Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Prof. DR.Hamka Jakarta. 2. Dr. Budhi Akbar, M.Si, Ketua Program Studi Biologi UHAMKA dan sekaligus juga sebagai pembimbing I, yang telah memberikan banyak saran yang membantu penulis, sehingga penulis sangat terbantu dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Dra. Meitiyani, M.Si, Pembimbing II yang telah banyak memberikan saran dan pemecahan dari permasalahan yang penulis hadapi selama proses penelitian dan selama penyusunan skripsi ini sehingga penulis amat terbantu dalam menyelesaikan proses dalam penulisan skripsi. iv

7 4. Seluruh staf pengajar pada Program Studi Pendidikan Biologi yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna dalam membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 5. Teristimewa kepada Ibundaku dan Ayahandaku tercinta yang senantiasa memberikan do anya yang tulus setiap waktu dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, baik material maupun spiritual. 6. Teman satu penelitian yaitu Mawar, Ade dan Indah yang selalu membantu penulis dalam melakukan penelitian meskipun mereka sudah selesai terlebih dahulu. 7. Kakak penulis Meutia Primanita yang selalu mendoakan bersama orang tua penulis untuk kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsinya. 8. Teman-teman mahasiswa biologi yang selalu mendoakan penulis selama penelitian dan penyelesaian skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Tangerang, Juni 212. Penulis v

8 DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii ABSTRAK... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Identifikasi Masalah... 3 C. Pembatasan Masalah... 3 D. Perumusan Masalah... 3 E. Tujuan Penelitian... 4 F. Manfaat Penelitian... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5 A. Kajian Teori Tanaman Kedawung Tikus Putih Mekanisme Kerja Hormon Steroid Mekanisme Kerja Kontrasepsi Hormon Steroid B. Kerangka Berpikir C. Hipotesis BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Operasional Penelitian B. Tempat dan Waktu Penelitian C. Metode Penelitian D. Variabel Penelitian E. Bahan dan Alat Penelitian vi

9 F. Prosedur Penelitian G. Teknik Pengumpulan Data H. Hipotesis Statistik I. Analisa Data BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian B. Pembahasan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran Daftar Pustaka vii

10 DAFTAR TABEL Tabel 1 : Data Biologi Tikus... 9 Halaman Tabel 2 : Tata Letak Rancangan Penelitian Tabel 3 : Persentase KPI dari tikus yang diberi berbagai dosis ekstrak etahnol polong kedawung pada umur kebuntingan Tabel 4 : Data hasil pengamatan Tabel 5 : Data perhitungan persentase KPI Tabel 6 : Distribusi frekuensi observasi dan frekuensi ekspektasi Tabel 7 : Pengujian perbedaan dalam pengaruh pemberian empat dosis Yang bervariasi ekstrak etahnol polong kedaung Tabel 8 : Urutan peringkat data viii

11 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 : Pohon kedaung... 5 Gambar 2 : Struktur kimia ß sitosterol... 7 Gambar 3 : Tikus putih betina galur Sprague Dawley... 8 Gambar 4 : Proses pembelahan embiro mencit... 2 Gambar 5 : Skema kerangka berpikir Gambar 6 : Diagram KPI tikus yang diberi ekstrak ethanol polong kedaung berbagia dosis pada umur kebuntingan ke Gambar 7 : Uterus tikus setelah pembedahan hari ke ix

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 : Uterus tikus setelah pembedahan pada hari kebuntingan Lampiran 2 : Hasil pengamatan Lampiran 3 : Uji Normalitas dengan uji chi kuadrat Lampiran 4 : Uji Kruskal Wallis x

13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jakarta merupakan sebuah kota besar yang mempunyai laju perkembangan ekonomi yang sangat pesat, sehingga menjadi magnet bagi penduduk daerah lain untuk mencari kerja dan bahkan tinggal di Jakarta. Banyaknya pendatang tersebut, akan menyebabkan terjadinya kepadatan penduduk di Jakarta, hal ini bisa dilihat dari sensus yang dilakukan oleh Suku Dinas Kependudukan (211) yang menunjukkan jumlah penduduk di Jakarta sebesar jiwa (Anonim, 211). Untuk menanggulangi masalah yang muncul akibat tingkat kepadatan penduduk yang tinggi tersebut, diperlukan upaya dan langkah kongkrit guna menurunkan laju pertumbuhan penduduk dan meningkatkan kualitas penduduk melalui berbagai program, baik dalam aspek kualitas maupun kuantitas. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan menekan laju reproduksi penduduk, yaitu dengan menggunakan program KB (Pitakasari, 211). KB adalah usaha untuk mencegah dan menunda kehamilan. Untuk dapat mencapai hal tersebut maka dibuatlah beberapa cara atau alternatif yang salah satunya adalah dengan kontrasepsi. Salah satu cara kontrasepsi yang paling banyak digunakan saat ini adalah dengan cara kontrasepsi hormonal. Kontrasepsi hormonal, adalah suatu cara kontrasepsi dengan menekan kerja dari hormon reproduksi yang kemudian akan 1

14 2 mencegah terjadinya proses kehamilan. Hormon reproduksi yang dimaksud adalah estrogen dan progesteron yang merupakan golongan steroid, oleh sebab itu maka obat kontrasepsi yang paling efektif dan banyak digunakan adalah yang berasal dari golongan steroid. Pada saat ini hampir semua jenis obat kontrasepsi merupakan merupakan hasil sintesis di laboratorium. Akibatnya, sifat alami dari obat tersebut akan berubah drastis dan akan menimbulkan efek samping yang merugikan bagi pemakainya. Oleh sebab itu dibutuhkan solusi baru untuk menemukan obat kontrasepsi alami yang tidak menimbulkan efek samping bagi pemakainya. Salah satu solusi yang mungkin dapat digunakan adalah, dengan mencari tumbuhan yang banyak mengandung senyawa steroid atau yang pada tumbuhan disebut sebagai fitosterol. Salah satu tanaman yang mempunyai banyak kandungan fitosterol di dalamnya adalah kedawung. Hal ini bisa dilihat dari penelitian pengkajian kandungan fitosterol yang dilakukan oleh Tisnadjaja et al. (26), yang menunjukkan seluruh bagian tanaman kedawung banyak mengandung fitosterol yang terdiri dari -sitosterol dan stigmasterol terutama pada bagian polongnya. Untuk menguji solusi tersebut. dilakukanlah penelitian untuk melihat pengaruhnya terhadap kehamilan, dengan cara menyuntikan ekstrak ethanol polong kedawung pada kehamilan tahap pascaimplantasi lanjut, untuk melihat pengaruhnya terhadap fertilitas tikus putih betina galur Sprague Dawley. Jika hasil penelitian tersebut terbukti dapat menurunkan fertilitas tikus putih dan tidak menimbulkan efek samping, maka ekstrak tersebut selanjtnya dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi bagi manusia.

15 3 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi berbagai masalah yang akan muncul, yaitu : 1. Apakah ekstrak ethanol polong kedawung dapat digunakan sebagai obat kontrasepsi alami? 2. Apakah ada efek samping yang akan ditimbulkan dari pemberian kontarsepsi alami? 3. Apakah efek samping merugikan yang dapat ditimbulkan dengan menggunakan obat kontrasepsi hasil sintesis laboratorium? 4. Apakah penyuntikan ekstrak ethanol polong kedawung pada tahap pascaimplantasi lanjut dapat berpengaruh terhadap fertilitas pada tikus putih betina? 5. Apakah penyuntikan ekstrak ethanol polong kedawung pada tahap sebelum pascaimplantasi lanjut dapat mengurangi jumlah fetus yang dilahirkan pada tikus betina? C. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini masalah hanya dibatasi pada pengaruh penyuntikan ekstrak ethanol polong kedawung selama tahap pascaimplantasi lanjut terhadap fertilitas tikus putih betina galur Sprague Dawley D. Rumusan Masalah

16 4 Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah penyuntikan ekstrak ethanol polong kedawung pada tahap pascaimplantasi lanjut berpengaruh terhadap fertilitas tikus putih betina galur Sprague Dawley. E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pengaruh ekstrak ethanol polong kedawung pada tahap pascaimplantasi lanjut terhadap ferilitas tikus putih betina galur Sprague Dawley. F. Manfaat Penelitian 1. Untuk pelajar : Dapat digunakan sebagai pembahasan dalam konsep pembelajaran biologi reproduksi dan embriologi. 2. Untuk para mahasiswa : Menambah ilmu pengetahuan mereka tentang pengaruh pemberian ekstrak ethanol polong kedawung yang dapat menurunkan fertilitas tikus putih betina dewasa. Selain itu, dapat digunakan sebagai dasar bagi para mahasiswa untuk penelitian lanjutan. 3. Untuk masyarakat : Memberikan alternatif baru tanaman obat yang bisa digunakan sebagai bahan kontrasepi tradisional yang alami dan mudah di dapat.

17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Tanaman Kedawung Gambar 1 : Pohon kedawung (Parkia roxburghii G.Don.) (Sumber : Sabarno et al., 211). a. Klasifikasi Menurut Tjitrosoepomo (22) kedawung memiliki klasifikasi sebagai berikut : Kingdom Divisio Sub division Klas Sub Klas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Rosidae : Mimosaceae : Fabaceae : Parkia :Parkia javanica (Lamk) Merr. Selain Parkia javanica, kedawung memiliki banyak nama sinonim, yaitu: Parkia timoriana (DC) Merr., Parkia roxburghii G. Don dan Parkia biglobosa 5

18 6 Auct, Non. Benth. Kedawung juga memiliki banyak sebutan berbeda di setiap daerah dan Negara, diantaranya, kedawung (Indonesia); peundeuy (Sunda), Sataw (Inggris), Petai kerayung (Melayu); Karieng (Thailand); Kupang atau Amarang (Philipina) (Anonim, 211b). b. Manfaat Kedawung, merupakan salah satu jenis pohon yang berkhasiat obat dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat terutama yang tinggal di sekitar Taman Nasional Meru Betiri. Bagian yang paling banyak dimanfaatkan dari pohon kedawung adalah bijinya, baik digunakan sebagai pengobatan secara langsung atau dijual kepada pemasok industri jamu (Winara, 21). Biji tersebut biasanya digunakan sebagai obat untuk mengobati perut kembung, kolera, dan radang usus (Sabarno et al., 211). c. Ciri Morfologis Tanaman kedawung merupakan pohon raksasa dengan tinggi mencapai 25-4 m. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan yang meranggas, yang akan menggugurkan daunnya pada musim kemarau panjang (Rinekso, 2). Pohon kedawung memiliki akar tunggang dan berwana coklat. Batang yang berkayu, tegak, dengan diameternya + 3 cm. Pada saat masih muda batangnya berwarna coklat dan setelah tua akan berwarna lebih putih. Daunnya merupakan daun yang majemuk dengan tangkai daun berkelenjar. Setiap daun memiliki anak daun dengan jumlah yang berbeda pada setiap cabangnya. Pada cabang pertama memiliki pasang anak daun dan pada cabang kedua memiliki sampai 8 pasang anak daun, dengan panjang 4-1 cm

19 7 dan lebar 1-2 cm. Kedawung, memiliki bunga majemuk yang berbentuk bongkol dan berbunga pada akhir musim hujan (Sukito, 23). Bunga jantan memiliki benang sari berjumlah 1 yang terletak dekat tangkai, bunga lainnya berkelamin dua dengan 1 benang sari dan satu putik, bunga berwarna kuning. Tanaman kedawung memiliki buah polong dengan panjang 2-36 cm dan lebar 3-4,5 cm. Di dalam polong terdapat biji yang berwarna hitam, berbentuk bulat telur, pipih, dengan panjang 1-2 cm, lebar ± 1,5 cm, dan tebal 1,5-2 mm (Sabarno et al., 211). d. Kandungan Kimia Kedawung Gambar 2. Struktur kimia -sitosterol ( Sumber : Wiryowidagdo, 27 ) Seperti yang telah dijelaskan di dalam latar belakang, obat konrasepsi yang paling banyak digunakan pada saat ini adalah yang berasal dari golongan steroid, yang pada tanaman disebut sebagai fitosterol. Ada tiga jens fitosterol yang umumnya terdapat pada tumbuhan, yaitu: sitosterol (dahulu dikenal - sitosterol), stigmasterol dan kampesterol (Harborne, 1987). Salah satu tanaman yang banyak mengandung senyawa fitosterol adalah tanaman kedawung. Hal ini bisa dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Tisnadjaja et al. (26) pada tanaman kedawung, yang diketahui bahwa: (a )

20 8 Pada tanaman kedawung hanya terdapat dua jenis fitosterol saja, yaitu: - sitosterol dan kampesterol. (b) Seluruh bagian tanaman kedawung antara lain biji, polong, daun, tangkai daun, dan kulit pohon mengandung senyawa fitosterol yang cukup signifikan. (c) Dari kedua senyawa fitosterol yang ada, senyawa -sitosterol merupakan komponen utama dari kandungan fitosterol yang terdeteksi pada setiap bagian tanaman. 2. Tikus Putih ( Rattus novergicus L. ) Gambar 3. Tikus putih Galur Sprague dawley (Sumber: Dok. Pribadi, 212) Menurut Hickman et al. (24), tikus putih dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Sub Ordo Famili Genus : Animalia : Chordata : Mammalia : Rodentia : Myomorpha : Muridae : Rattus Spesies : Rattus norvegicus L.

21 9 Tikus merupakan binatang asli Asia, India, dan Eropa Barat. Tikus putih merupakan jenis hewan yang sering dipergunakan sebagai hewan percobaan dalam penelitian biologis maupun biomedis, baik secara in vitro maupun in vivo (Musahilah, 21). Tikus putih, banyak digunakan dalam penelitian karena tikus merupakan hewan yang praktis dalam perawatannya dan cepat berkembangbiak. a. Data Biologis tikus Tabel 1. Data Biologi Tikus Lama hidup 2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun Lama produksi ekonomis 1 tahun Umur dewasa 4-6 hari Umur disapih 21 hari Siklus kelamin Poliestrus Siklus estrus (berahi) 4-5 hari Lama estrus 9-2 jam Perkawinan Pada waktu estrus Ovulasi 8-11 jam sesudah timbul estrus Fertilisasi 7-1 jam sesudah kawin Implantasi 5-6 hari sesudah fertilisasi Berat dewasa 3-4 g jantan; 25-3 g betina Jumlah anak Rata-rata 9, dapat 2 Berat lahir 5-6 g Suhu C (Sumber : Smith dan Mangkoewidjojo, 1988) b. Reproduksi Reproduksi, adalah suatu cara atau suatu perilaku mahluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidup spesiesnya. Tanpa kemampuan reproduksi tersebut, suatu jenis hewan akan segera mengalami kepunahan. Untuk dapat mengadakan aktivitas reproduksi, mahluk hidup harus memiliki beberapa komponen penting yang saling bekerjasama untuk dapat terjadinya aktivitas reproduksi tersebut. Komponen penting yang dimaksud disebut sebagai sistem

22 1 reproduksi. Sistem reproduksi pada hewan mamalia betina selalu melibatkan berbagai organ reproduksi, yaitu ovarium, uterus, vagina dan kelenjar mamae (Musahilah, 21). 1) Ovarium Ovarium adalah kelenjar ganda yang dapat menghasilkan baik getah eksokrin (sitogenik) maupun getah endokrin (Lesson et al., 1996). Sebagai kelenjar endokrin ovarium dapat menghasilkan hormon estrogen, progesteron, dan relaksin. Ketiga hormon yang dihasilkan tersebut mempunyai banyak fungsi terutama dalam siklus reproduksi dan proses kehamilan (Ville et al., 1984). Bentuk ovarium ternyata sangat bervariasi sesuai dengan spesiesnya. Pada spesies mamalia yang melahirkan anak dalam jumlah banyak ( politokus) memiliki ovarium yang berbentuk buah beri. Pada spesies yang melahirkan anak dalam jumlah sedikit ( monotokus) ovariumnya berbentuk bulat telur (Nalbandov, 199). Ovarium memiliki permukaan yang berbenjol-benjol, karena pada bagian permukaannya terdapat sel-sel folikel dan korpus luteum (Musahilah 21). Bagian permukaan tersebut dibatasi oleh sejumlah epitel kubus selapis, yang disebut dengan epitel germinativum (Junqueira dan Carneiro, 1992). Di bawah epitel tersebut, terdapat selapis jaringan ikat padat yang disebut tunika albuginea (Lesson et al., 1996). Di bawah tunika albuginea terdapat daerah korteks yang ditempati oleh folikel ovarium beserta dengan oositnya. Bagian terdalam ovarium adalah

23 11 daerah medulla, yang terdiri atas jaringan ikat fibroelastik yang penuh dengan jaringan saraf, pembuluh darah, dan limfe (Musahilah, 21). Berdasarkan penjelasan diatas, ovarium memiliki dua komponen penting, yaitu folikel dan korpus luteum. a) Folikel Salah satu bagian ovarium yang memiliki peran penting dalam reproduksi adalah folikel. Folikel dikatakan penting karena di dalam folikel terdapat banyak sel telur yang ketika sudah matang akan keluar dan berjalan ke uterus untuk dibuahi oleh sperma. Folikel, berdasarkan tahap perkembangannya dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu: folikel primordial, folikel yang sedang tumbuh dan folikel de Graaf. Beberapa ahli histologi membagi lagi folikel yang sedang mengalami pertumbuhan ke dalam tiga kategori, yaitu: folikel primer, folikel sekunder, dan folikel tersier (Junqueira dan Carneiro, 1992). Folikel primer adalah folikel yang terdapat pada saat embrio dan beberapa ditemukan pada betina pasca dilahirkan. Folikel primer terdiri dari sebuah sel telur yang belum memiliki membran vitelina dan hanya diliputi oleh selapis epitel yang berbentuk gepeng (Lesson et al., 1996). Folikel primer kemudian akan mengalami pertumbuhan menjadi folikel sekunder. Folikel pada tahap ini sel telurnya sudah dilapisi oleh suatu membran yang disebut dengan zona pelusida. Zona pelusida, berfungsi sebagai sawar pelindung kedua dari gamet wanita yang kelak akan ditembus oleh sperma pada saat fertilisasi (Sadler, 1988). Sel folikel kemudian akan

24 12 sangat aktif membelah diri untuk membentuk dinding berlapis di sekitar ovum. Kemudian terjadi proliferasi sel-sel folikel yang sangat cepat di satu kutub ovum, sehingga ovum bentuknya menjadi lonjong (Lesson et al., 1996). Seiring dengan berkembangnya folikel, akan muncul ruangan-ruangan kecil yang berisi cairan jernih di dalam kerumunan sel folikel. Ruanganruangan kecil tersebut selama perkembangannya akan saling menyatu dan membentuk sebuah ruang yang besar yang disebut antrum. Folikel yang telah memiliki antrum disebut sebagai folikel tersier. Antrum yang terdapat pada folikel tersier sebenarnya merupakan ruangan yang berisi cairan yang mengandung estrogen dengan konsentrasi tinggi, yang disekresikan oleh sel teka dan granulosa pada folikel (Guyton, 199). Seiring dengan perkembangannya folikel tersier tersebut akan menjadi masak dan bertambah besar karena adanya penimbunan cairan folikuler. Folikel yang telah masak itu disebut dengan folikel de Graaf, yang akan pecah pada saat ovulasi. b) Korpus Luteum Setelah proses ovulasi terjadi maka ruang-ruang folikel yang awalnya berisi sel telur, akan terisi dengan cairan darah dan limpa, sehingga folikel akan berubah fungsi menjadi sebuah kelenjar sementara yang disebut korpus luteum. Korpus luteum dibentuk oleh rangsang LH ( Luteinzing Hormone) yang disintesis oleh pars distalis hipofisis dibawah pengawasan hipotalamus. Pengaktifan LH oleh hipotalamus disebabkan oleh adanya aktifitas estrogen yang tinggi di dalam darah, sehingga estrogen akan dihambat melalui

25 13 mekanisme umpan balik yaitu dengan memberi sinyal kepada hipotalamus untuk menghambat estrogen dan mengaktifkan LH. LH kemudian akan merangsang pertumbuhan korpus luteum sehingga, korpus luteum dapat menghasilkan progesteron. Progesteron inilah yang menjadi salah satu hormon utama yang harus ada selama proses kehamilan. Apabila sel telur yang telah dilepaskan pada saat ovulasi dibuahi maka korpus luteum akan bertambah besar dan dipertahankan selama proses kehamilan. Tetapi apabila sel telur tidak dibuahi maka korpus luteum akan berangsur-angsur mengecil dan akan membentuk jaringan parut yang disebut sebagai korpus albikan. (Nalbandov, 199). 2) Tuba Uterina (Oviduk) Tuba uterina (oviduk) merupakan suatu saluran muskuko-membaranosa yang memiliki mobilitas yang luas, dengan panjang sekitar 12 cm. Oviduk dibagi dalam empat segmen, beberapa diantaranya tidak mempunyai batas yang tegas. Segmen pertama adalah bagian Intramural (pars interstialis) yang terletak di bagian dalam dinding uterus. Segmen ke dua atau isthmus dibentuk oleh bagian tuba yang berdekatan dengan uterus. Segmen ke tiga adalah ampula, yang lebih lebar dari isthmus. Segmen ke empat adalah infundibulum, yang berbentuk corong dan terletak dekat ovarium (Junqueira dan Carneiro, 1992). Ujung ovarium dari oviduk memiliki bentuk yang lebar disebut sebagai fimbria atau corong, dengan tepi yang berjumbai. Pada saat ovulasi, ujung fimbria akan banyak bergerak, yang mungkin berguna sekali bagi ovum untuk

26 14 menemukan jalannya menuju ke oviduk. Selain itu, fimbria ternyata dapat memungut sel telur yang tersasar di ruang tubuh atau sel telur yang sudah diovulasikan oleh ovarium dari sisi yang lain. Pada oviduk, sel telur yang telah dikeluarkan oleh ovarium akan dibuahi oleh sperma. Sel telur yang telah dibuahi, selanjutnya akan melanjutkan perjalanannya menuju uterus dan akan memperoleh nutrisi yang disekresikan oleh bagian lumen ovarium (Junqueira dan Carneiro, 1992). 3) Uterus Rahim atau uterus merupakan salah satu bagian dari saluran reproduksi yang mempunyai dinding yang tebal. Rahim mempunyai bentuk mirip buah alpukat yang kecil dengan panjang 7 cm, lebar 5 cm, dan tebal 2-3 cm. Pada umumnya uterus pada setiap spesies terdiri atas dua bagian utama, yaitu :bagian atas yang melebar disebut badan rahim (corpus uteri), bagian bawah yang berbentuk silinder disebut leher rahim (cervix uteri) (Lesson et al., 1996). Pada mamalia terdapat empat jenis uterus yang tidak sama pada setiap spesies, yaitu uterus dupleks, uterus bikornis, uterus bipartitis, dan uterus simpleks. Tikus memiliki uterus tipe dupleks, yang terdiri dari dua tanduk (kornus uteri) dan satu badan yang bersatu membenuk huruf Y. Dinding uterus terdiri atas tiga lapisan, yaitu: membran serosa, miometrium, dan endometrium. Membran serosa merupakan suatu lapisan yang membungkus seluruh organ. Miometrium, adalah lapisan tengah dari uterus yang terdiri atas tiga lapisan otot, yaitu lapisan otot dalam yang tersusun melingkar, lapisan

27 15 otot luar yang membujur dan lapisan vaskuler yang memisahkan kedua lapisan otot tersebut. Endometrium, adalah lapisan terdalam dari uterus yang terdiri atas lapisan epithelium yang membatasi lumen, lapisan glanduler dan jaringan pengikat (Nalbandov, 199). Selama kehamilan miometrium berada dalam pertumbuhan yang sangat besar. Pertumbuhan tersebut disebabkan karena adanya peningkatan jumlah serabut-serabut otot polos melalui pembelahan dari sel-sel otot polos yang telah ada dan melalui rediferensiasi sel-sel jaringan penyambung intrasel menjadi serabut-serabut otot baru, serta hipertrofi serabut-serabut otot polos yang telah ada. Setelah kehamilan, serabut-serabut otot polos akan mengalami destruksi, pengurangan ukuran serabut-serabut otot polos lainnya, dan degenerasi enzimatik kolagen. Destruksi yang terjadi tersebut akan menyebabkan ukuran uterus berkurang sampai hampir mencapai ukuran sebelum kehamilan (Junqueira dan Carneiro, 1992). 4) Vagina Vagina merupakan saluran reproduksi terpanjang yang terletak di bagian dorsal uretra dan bagian ventral rektum. Vagina terbagi menjadi dua bagian, yakni vestibulum (bagian terluar vagina) dan vagina posterior (meluas dari muara uterus sampai serviks). Vagina tidak mempunyai kelenjar, namun walaupun demikian vagina tetap mampu untuk menghasilkan lendir. Lendir pada umumnya ditemukan di bagian lumen dan akan menjadi sangat banyak apabila betina sedang berahi. Lendir ini pada awalnya berasal dari serviks,

28 16 yang kemudian mengalir ke dalam lumen vagina pada saat berahi (Nalbandov, 199). Vagina mempunyai tiga lapis dinding yaitu, lapisan mukosa, otot, dan adventisia. Lapisan mukosa vagina memiliki sel epitel yang sering terkelupas terus-menerus dan akan memperlihatkan bentuk yang berbeda pada setiap siklus estrusnya (Lesson et al., 1996). Perubahan epitel pada vagina pertama kali diketahui oleh Stockard dan Papanicolau, juga Long dan Evans, mereka pada awalnya mengamati bahwa jaringan epitelium vagina selalu berubah setiap siklusnya. Epitelium vagina secara siklik rusak dan dibangun kembali, bervariasi dari bentuk skuama berlapis sampai kuboid rendah. Atas dasar itulah lapisan mukosa vagina banyak digunakan untuk melihat perubahan siklus estrus mamlia, terutama untuk mamlia yang mempunyai siklus estrus yang pendek, dengan menggunakan tekhnik apusan vagina (Nalbandov, 199). Terdapat empat jenis tahap di dalam siklus estrus yang pada setiap tahap tersebut terdapat bentuk epithelium yang berbeda-beda, yaitu : a) Fase estrus Fase estrus merupakan suatu keadaan dimana hewan betina berkeinginan kuat untuk melakukan koitus dan berlangsung selama 9-15 jam. Pada siklus estrus hewan betina biasanya akan lebih aktif dan mengalami perubahan perilaku termasuk bergerak-geraknya telinga dan lordosis, atau melengkungya punggung dalam menanggapi perlakuan manusia atau mendekatnya hewan jantan.

29 17 Pada tahap estrus, epitel pada mukosa vagina akan mengalami mitosis secara cepat sehingga lapisan epitel akan menjadi menanduk. Epitel menanduk, terjadi karena adanya kandungan estrogen yang tinggi di dalam darah sehingga akan menyebabkan terjadinya proliferasi dari sel-sel epitel vagina. Sel-sel menanduk berperan penting pada saat kopulasi, karena sel-sel ini membuat vagina pada mencit betina tahan terhadap gesekan penis pada saat kopulasi. Menjelang estrus berakhir, di dalam lumen vagina akan terdapat suatu masa seperti keju yang terdiri dari sel-sel menanduk dengan inti berdegenerasi dan leukosit, yang berguna untuk memfagositosis sperma yang tidak berhasil masuk ke dalam sel telur (Turner dan Bagnara, 1988). b) Fase Metestrus Metestrus terjadi segera setelah ovulasi dan periodenya berakhir 1-14 jam sesudah ovulasi tersebut (Turner dan Bagnara, 1988). Pada tahap ini telah terbentuk korpus luteum yang dibentuk dari sel-sel granulose folikel yang telah pecah di bawah pengaruh LH dari adenohipofisa (Toelihere, 1979). Pada saat ini korpus luteum sedang aktif memproduksi progesteron yang berfungsi mempersiapkan uterus untuk menerima zigot. Apabila kebuntingan tidak terjadi akan menyebabkan uterus, korpus luteum dan saluran reproduksi lainnya beregresi ke keadaan yang kurang aktif yang disebut diestrus (Toelihere, 1979).

30 18 c) Fase Diestrus Tahap selanjutnya adalah tahap diestrus, tahap ini merupakan suatu periode istirahat yang akan berakhir 6 sampai 7 jam setelah siklus metestrus. Pada tahap ini uterus akan mengecil, anemik dan agak kontraktil. Selain itu mukosa vagina tipis dan banyak mengandung leukosit (Turner dan Bagnara, 1988). Apabila pada tahap ini tidak terjadi proses pembuahan, maka korpus luteum akan berdegenerasi menjadi korpus albikan dan akan menghilang sebelum terjadi ovulasi berikutnya. Namun, jika terjadi pembuahan dan kehamilan korpus luteum akan dipertahankan (Surjono, 2). d) Fase Proestrus Pada fase proestrus terjadi penebalan endometrium dan mukosa vagina. Pada saat ini dinding uterus lebih tebal, halus, dan lebih berglandular serta kelenjarnya tumbuh maksimal dan mengeluarkan cairan yang disebut uterine milk. Pada fase ini folikel ovarium dalam keadaan matang dan menghasilkan hormon estrogen, yang menandakan datangnya birahi pada hewan betina (Surjono, 2). c. Fertilisasi Fertilisasi adalah suatu proses penyatuan atau peleburan antara gamet jantan dengan gamet betina sehingga membentuk zigot. Proses fertilisasi pada mamalia dimulai dari bergeraknya sperma melalui saluran kelamin betina. Selama perjalanannya dalam saluran kelamin betina, sperma akan mengalami

31 19 proses kapasitasi yang memberikan kekuatan bagi sperma untuk melakukan reaksi akrosom. Waktu yang diperlukan oleh sperma untuk kapasitasi bervariasi pada setiap mamalia, yaitu: pada mencit kurang dari satu jam, dan pada primata dan manusia antara 5-6 jam. Pada proses kapasitasi terjadi pelepasan glikoprotein yang menyelaputi sperma dan perubahan membran plasma sperma. Sperma yang tidak terlibat dalam proses fertilisasi akan dibersihkan dari saluran kelamin betina, adapun sperma yang berada dibagian oviduk akan dimakan oleh sel-sel fagosit. Pada kebanyakan mamalia temasuk manusia, ovum yang telah diovulasikan harus dibuahi dalam waktu 24 jam jika tidak maka kemampuan fertilitas dan valiabilitasnya akan menurun (Surjono, 2). d. Implantasi Implantasi adalah proses tertanamnya embrio mamalia pada tahap blastosis akhir dalam endometrium uterus induk. Implantasi dimulai dengan menempelnya trofoblas yang menutupi inner cell mass. Tempat implantasi embrio pada endometrium adalah spesifik untuk hampir setiap jenis hewan. Pada hewan ternak, implantasi hanya dapat terjadi pada tempat-tempat khusus berupa penonjolan mukosa uterus yang aglandular dan disebut crancule. Implantasi embrio umumnya terjadi pada endometrium uterus bagian dorsal, yaitu pada umur kehamilan enam atau tujuh hari. Umur kebuntingan saat terjadinya implantasi berbeda-beda pada berbagai hewan, yaitu: pada anjing 14 hari, mencit dan tikus 4,5-6 hari, kelinci 7-8 hari, dan sapi 3-45 hari.

32 2 Sebelum proses implantasi berjalan normal blastosis yang baru menempel akan mendapatkan makanan dari cairan yang disekresikan oleh kelenjar uteri yang terletak di uterus, dan juga dari reruntuhan sel-sel epitel endometrium. Setelah proses implantasi berjalan sempurna, pertumbuhan embrio sangat tergantung kepada persediaan darah di dalam endometrium (Hardjopranjoto, 1995). 1) Proses Implantasi Setelah satu hari proses fertilisasi, zigot akan mengalami serangkaian pembelahan mitosis, sehingga mengakibatkan bertambahnya jumlah sel mulai dai dua sel, empat sel, delapan sel awal, dan menjadi morula dalam waktu 3-4 hari (Surjono, 2 dan Sadler, 1988). Gambar 4: Proses pembelahan embrio mencit (Sumber: Surjono, 2) Morula dengan cepat akan berjalan di dalam tuba falopi menuju rongga uterus. Selama perjalanannya melalui kanalikuli zona pelusida, sejumlah

33 21 cairan akan disekresikan ke dalam morula yang menyebabkan embrio menjadi berongga dan sel-sel yang di bagian dalam berkelompok pada satu cincin eksternal dan akan membentuk struktur yang disebut blastosis (Surjono, 2). Selama perjalanan menuju uterus blastosis akan mengalami gastrulasi, yaitu proses penataan kembali sel-sel embrio secara terintegrasi oleh berbagai gerakan morfogenik (Surjono, 2). Setelah mencapai rahim zona pelusida mengembang dan menipis. Selanjutnya, sekitar 5% bagian blastosis akan masuk ke dalam stroma endometrium. Setelah itu, sel trofoblas superfisial akan mengalami deferensiasi menjadi sitotrofoblas (lapisan dalam) dan sinsitiotrofoblas (lapisan luar). Jonjot trofoblas dengan cepat terbentuk dan menginvasi stroma endometrium secara terkendali. Pada hari ketujuh pasca fertilisasi. Jonjot trofoblas membentuk inti mesodermal dan masuk lebih dalam ke endometrium. Pada hari ke-1 pasca fertilisasi, inner cell mass akan mengalami diferensiasi menjadi lapisan ektodermal, lapisan mesodermal dan lapisan endodermal. Selain terbentuk inner cell mass, pada hari ke-1 pasca fertilisasi juga terjadi pembentukan rongga kecil berisi cairan yang akan menjadi kantung amnion. Pada hari ke-12 Trofoblas blastosis mengalami diferensiasi menjadi sinsitium primitif dan sinsitrofoblas. Mesoblas mengalami diferensiasi dan mengisi seluruh kavum blastosis, sehingga terbentuklah lakuna dalam sinsitium (Toelihere, 1979).

34 22 e. Hormon-homon reproduksi Seperti halnya manusia kunci siklus reproduksi tikus betina terletak pada hipotalamus yang berhubungan dengan kelenjar hipofisis. Siklus reproduksi berlangsung dengan bantuan hormon gonadotropin yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis bagian anterior melalui sistem portal hipotalamus-hipofisis. Hormon gonadotropin terdiri atas FSH ( Follicle Stimulating Hormone), LH (Luteinizing Hormone) dan juga prolaktin. Selain ketiga hormon tersebut ada satu lagi hormon yang berpengaruh terhadap siklus reproduksi terutama pada hari kehamilan ke-13, sampai partus yang disebut dengan Luteotropic Hormone (Nalandov, 199). FSH atau Folicle Stimulating Hormone mempunyai beberapa fungsi, yaitu menginisiasi perkembangangan folikel ovarium, menstimulasi sekresi hormon estrogen dari sel folikel (Scanlon dan Sanders, 1991). Estrogen yang dihasilkan oleh FSH mempunya fungsi utama, yaitu: menyebabkan proliferasi dan pertumbuhan sel jaringan organ seks dan jaringan lain yang berhubungan dengan reproduksi, selain itu estrogen juga mengubah epitel vagina dari kuboid menjadi berlapis yang jauh lebih resisten terhadap trauma dan infeksi daripada epitel prapubertas (Guyton, 199). Kemampuan estrogen untuk merangsang perkembangan jaringan yang terlibat dalam reproduksi seperti yang disebutkan diatas itu, dilakukan oleh estrogen dengan cara meningkatkan kecepatan sintesis protein, rrna, mrna, trna, dan DNA. Sehingga, jaringan tersebut akan mengalami perkembangan dengan sangat cepat (Murray et al., 23).

35 23 Seperti yang telah kita ketahui LH adalah hormon yang disekresikan oleh pituitari anterior yang mempunyai beberapa fungsi, diantaranya menyebabkan ovulasi, menstimulasi sekresi progesteron dengan korpus luteum (Scanlon dan Sanders, 1991). Progesteron berasal dari kata pro dan gesterone yang berarti for gestation (Regelson et al., 1996). Progesteron yang dihasilkan oleh LH di ovarium, pada umumnya akan mengurangi aktivitas proliferatif yang dimiliki oleh hormon estrogen terhadap epitel vagina dan mengubah epitel uterus dari fase proliferatif ke fase sekretorik (Murray et al., 23). Selain hal tersebut diatas progesteron memiliki beberapa efek terhadap uterus dan tuba falopi. Pada uterus, fungsi progesteron adalah meningkatkan perubahan sekresi pada endometrium jadi menyiapkan uterus untuk implantasi ovum yang telah dibuahi (Guyton, 199). Selain itu, progesteron juga mempercepat pertumbuhan pembuluh darah ke endometrium dan menyediakan nutrisi untuk fetus dan juga mencegah kontraksi dari miometrium (Scanlon dan Sander, 1991). Pada tuba falopii, progesteron berfungsi untuk meningkatkan perubahan sekresi pada mukosa yang melapisi tuba falopii. Sekresi ini penting untuk nutrisi pada ovum yang telah dibuahi, yang sedang membelah waktu ia berjalan dalam tuba falopii sebelum implantasi. Selain estrogen dan progesteron ada pula hormon yang berperan dalam reproduksi hewan betina yaitu prolaktin. Penggolongan hormon prolaktin sebagai salah satu dari hormon gonadotrofik ternyata masih menjadi perdebatan dikarenakan, hormon prolaktin bersifat luteotrofik pada tikus dan

36 24 mencit saja, sedangkan pada mamalia yang lain prolaktin tidak bersifat luteotrofik. Pada mencit dan tikus, hormon prolaktin dikatakan bersifat luteotrofik karena hormon tersebut dapat merangsang pertumbuhan dari desidouma pada uterus tikus, dan bersama-sama LH berguna untuk merangsang korpus luteum menghasilkan hormon progesteron (Toelihere, 1979). 3. Mekanisme Kerja Hormon Steroid Hormon steroid merupakan hormon yang larut dalam lemak, sehingga dapat dengan mudah menembus membran sel dari targetnya dan masuk ke sitosol.dalam sitosol sel targetnya, hormon steroid akan mengadakan ikatan secara non kovalen dengan reseptor yang ada di sitoplasma membentuk hormon-reseptor kompleks. Selanjutnya komplek hormon-reseptor tersebut akan ditranslokasikan ke dalam nukleus dan mengadakan interaksi dengan genom, yaitu pada kromosom tertentu. Gen yang diaktifkan ini kemudian akan membentuk enzim yang penting untuk mengubah fungsi sel, dengan cara yang khas (Wulangi, 1993 dan Amstrong, 1995). 4. Mekanisme Kerja Kontrasepsi Hormon Steroid Ada dua jenis hormon steroid yang berperan dalam siklus reproduksi dan kedua jenis hormon tadi digunakan sebagai kontrasepsi hormonal. Kedua hormon tersebut adalah estrogen dan progesteron. Estrogen dapat bekerja sebagai alat kontrasepsi yang dapat mempengaruhi beberapa tempat dengan mekanisme berbeda, yaitu:

37 25 a. Ovulasi Estrogen dapat menghambat proses ovulasi melalui efek umpan balik negatif pada hipotalamus, yang kemudian mengakibatkan supresi pada FSH dan LH kelenjar hipofisis. Dengan demikian dapat menghambat pengeluaran hormon estrogen sehingga proses ovulasi terhambat. b. Implantasi 1) Implantasi dari blastosit yang sedang berkembang terjadi pada hari keenam setelah fertilisasi, dan ini dapat dihambat bila lingkungan endometrium tidak dalam keadaan optimal. Kadar estrogen yang berlebihan atau kurang akan menyebabkan pola endometrium yang abnormal sehingga menjadi tidak baik untuk implantasi. 2) Implantasi dari ovum yang tidak dibuahi juga dapat dihambat oleh estrogen dosis tinggi yang diberikan sekitar pertengahan siklus pada senggama yang tidak dilindungi, dan ini disebabkan karena terganggunya perkembangan endometrium yang normal. c. Transpor gamet / Ovum Pada percobaan binatang, transport gamet/ovum akan dipercepat oleh estrogen, dan ini disebabkan karena efek hormonal pada sekresi dan peristaltic tube serta kontraktilitas uterus. d. Luteolisis Yaitu degenerasi dari korpus luteum yang menyebabkan penurunan yang cepat dari produksi estrogen dan progesteron oleh ovarium sehingga jaringan endometrium dibuang dan menyebabkan penurunan kadar progesteron serum,

38 26 dan selanjutnya mencegah implantasi yang normal yang mungkin disebabkan oleh efek pemberian estrogen dosis tinggi pasca senggama. B. KERANGKA BERPIKIR Polong kedawung Hipotalamus Fitosterol GnRH Hipofisa anterior FSH LH -sitosterol Kampesterol Estrogen Progesteron Fetus mati Endometrium Gambar 5. Skema Kerangka Berpikir Hipotalamus akan menghasilkan GnRH untuk merangsang kelenjar hipofisis untuk mengeluarkan hormon FSH dan LH. FSH berperan menghasilkan hormon estrogen dan LH akan menghasilkan progesteron. Estrogen dan progesteron yang dihasilkan tersebut berguna untuk mempertahankan korpus luteum dan penting selama proses kehamilan. Hormon estrogen dan progesteron dapat dihambat apabila dilakukan pemberian zat yang bersifat estrogenik dari luar tubuh. Hal ini dapat dilihat dari

39 27 penyuntikan ekstrak ethanol polong kedawung yang mengandung senyawa fitosterol yang bersifat estrogenik. Penyuntikan ekstrak tersebut akan menyebabkan terjadinya peningkatan kadar estrogen di dalam darah. Tingginya kadar estrogen dapat menyebabkan terjadinya umpan balik negatif terhadap estrogen, dengan cara tubuh mengirim sinyal ke hipotalamus untuk menekan sekesi GnRH. Terhambatnya sekresi GnRH menyebabkan hipofisis anterior, menekan sekresi FSH dan LH. Dengan tidak dihasilkannya FSH dan LH, akan menyebabkan tidak dihasilkannya hormon estrogen dan progesteron, sehingga aliran pembuluh darah ke endometrium menjadi berkurang. Berkurangnya aliran pembuluh darah pada endometrium akan berdampak pada berkurangnya suplai nutrisi untuk fetus, sehingga fetus akan kelaparan dan apabila berlangsung lama fetus dapat mengalami kematian. C. Hipotesis Ho : Tidak terdapat pengaruh pemberian ekstrak ethanol polong kedawung pada tahap pascaimplantasi lanjut terhadap penurunan fertilitas tikus putih betina Galur Sprague Dawley H1 : Terdapat pengaruh pemberian ekstrak ethanol polong kedawung pada tahap pascaimplantasi lanjut terhadap penurunan fertilitas tikus putih betina Galur Sprague Dawley.

40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Operasional Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menghitung kematian pascaimplantasi (KPI) tikus putih (Rattus norvegicus L.) betina galur Sprague Dawley pada tahap pascaimplantasi lanjut. B. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 211-April 212. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi UHAMKA, Jl. Tanah Merdeka, Pasar Rebo, Jakarta Timur C. Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode eksperimental, dengan menggunakan desain Rancangan Acak Lengkap (RAL). dengan empat perlakuan dan enam ulangan, yang diperoleh berdasrkan rumus Frederer, yaitu : (t-1) (n -1) 15, dimana t adalah jumlah kelompok perlakuan, dan n adalah jumlah ulangan (hewan percobaan setiap kelompok perlakuan). Penelitian ini menggunakan 24 ekor tikus betina yang dibagi dalam empat kelompok. Penelitian ini menggunakan enam baki, dimana setiap baki berisi empat tikus dari keempat perlakuan yang berbeda-beda. 28

41 29 Tabel 2. Tata letak rancangan penelitian B1 C5 A5 B4 D6 A6 A3 D1 C2 A4 B2 C3 C4 B3 D4 C6 A2 D5 D2 A1 B6 D3 C1 B5 Keterangan : A : Kelompok kontrol (minyak zaitun) B : Kelompok tikus yang diberi penyuntikan ekstrak ethanol polong kedawung dosis,5 g/ kg b.b C : Kelompok tikus yang diberi penyuntikan ekstrak ethanol polong kedawung dosis 1,5 g/kg b.b D : Kelompok tikus yang diberikan penyuntikan ekstrak ethanol polong kedawung dosis 2,5 g/kb b.b D. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas pada penelitian ini adalah pemberian ekstrak etanol polong kedawung dengan dosis,5, 1,5, dan 2,5 g/kg b.b. 2. Variabel terikat pada penelitian ini adalah penurunan fertilitas tikus putih betina galur Sprague Dawley. E. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat penelitian

42 3 a. Kandang perlakuan dengan menggunakan baki yang bagian atasnya ditutup anyaman kawat. b. Botol minum, yang dibuat dari botol beling bekas dengan tutup yang diberi pipa bekas antenna. c. Alat bedah, kaca objek, pipet, syringe, lampu Bunsen, gelas ukur, alat bedah, spatula, gelas ukur. d. Mikroskorp cahaya e. Timbangan digital 2. Bahan penelitian a. Ekstrak ethanol polong kedawung Ekstrak tersebut diperoleh dari Balitro Bogor. b. Hewan percobaan Hewan percobaan yang dipakai dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus novergicus L.) betina, yang diperoleh dari Badan Penelitian Obat dan Makanan (BPOM), Balitvet dan IPB. c. Makanan dan minuman hewan uji Pakan tikus berupa pelet yang diperoleh dari pasar hewan Barito, Jakata dan minumannya air isi ulang yang diberikan secara ad libitum. d. Bahan kimia Bahan yang digunakan adalah NaCl,9%, metilen blue, kloroform, minyak zaitun, amonium sulfide, dan alkohol. e. Sekam padi dan kapas.

43 31 F. Prosedur Penelitian 1. Persiapan hewan uji Dalam persiapan hewan uji ada 3 langkah yang dilakukan, yaitu: a. Pemilihan Tikus putih betina yang dipilih adalah tikus betina galur Sprague Dawley berumur 2-4 bulan, dengan berat badan berkisar antara g sebanyak 24 ekor. Adapun, tikus putih jantan yang digunakan adalah tikus jantan yang fertil ( untuk dikawinkan dengan tikus betina) dengan berat badan 3-4 g sebanyak delapan ekor. b. Perawatan Tikus ditempatkan di dalam kandang kelompok perlakuan yang dilengkapi dengan tempat makan dan minum. Alas pada kandang yang berupa sekam padi diganti setiap seminggu dua kali. Tikus diberi makan yang berupa pelet dua kali sehari dan diberi minum air isi ulang satu botol sehari selama percobaan. c. Aklimatisasi Tikus diaklimatisasi selama satu minggu agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tikus yang nampak sakit biasanya memiliki aktifitas yang berkurang, bulu-bulunya banyak yang berdiri dan lebih banyak diam. Untuk tikus tersebut tidak diikutsertakan dalam penelitian. Selama penelitian tikus berada dalam ruangan dengan suhu 27 o C dan waktu pencahayaan seimbang antara terang dan gelap (Smith dan Mangkoewidjojo, 1998). 2. Persiapan Bahan uji

44 32 Bahan uji yang merupakan ekstrak ethanol polong kedawung didapatkan dari Balitro. Pembuatan ekstrak ethanol polong kedawung dilakukan dengan cara: polong kedawung dicuci dengan air bersih, lalu dikeringkan dengan cara dijemur di dalam ruangan tanpa terkena sinar matahari langsung selama 14 hari, atau dikeringkan dalam oven dengan suhu tidak lebih dari 5 C. Selanjutnya polong yang telah kering ini digiling menjadi serbuk halus (simplisia) dengan menggunakan mesin penggiling simplisia. Simpilsia tersebut selanjutnya direndam (maserasi dengan ethanol 96%, guna penarikan fitosterol dari siimpilsia polong kedawung tersebut). Langkah selanjutnya adalah campuran simplisia ethanol disaring. Filtrat yang didapatkan dari hasil penyaringan tadi kemudian dipekatkan dangan cara diuapkan dengan menggunakan rotator evaporator, sehingga didapatkan larutan pekat (Musahilah, 211). 3. Pembuatan apusan vagina a. Beri tanda pada setiap kaca objek sesuai dengan identitas tikus yang diperiksa. b. Genggam badan tikus dengan tangan kiri (dengan menggunakan sarung tangan), kemudian melilitkan ekornya pada jari kelingking agar ekor tidak menghalangi vagina. c. Ambil sedikit larutan NaCl,9% dengan menggunakan pipet. d. Masukkan pipet kedalam lubang vagina (jangan sampai terbentuk celah, agar udara tidak masuk). e. Semprotkan larutan NaCl,9% ke dalam vagina kemudian hisap kembali larutan tersebut ke dalam pipet secara langsung beberapa kali.

45 33 f. Teteskan larutan NaCl,9% yang sudah dibilas ke dalam vagina tersebut ke permukaan kaca objek. g. Keringkan kaca objek dengan lampu bunsen. h. Berikan cairan metilen blue di atas preparat tersebut dan membilasnya dengan air biasa, lalu dijemur hingga kering. i. Periksa preparat di bawah mikroskop. j. Catat fase dari setiap preparat masing-masing tikus (apabila terdapat sperma maka dianggap sebagai hari pertama kebuntingan). 4. Langkah-langkah penelitian a. Pengawinan tikus Tikus-tikus betina yang berada pada fase proestrus akhir atau estrus, dicampurkan dengan tikus jantan dalam satu kandang dengan perbandingan tiga betina dan satu jantan (3:1). b. Pengecekan kebuntingan Setelah tikus betina dicampurkan dengan tikus jantan, keesokan harinya (pagi hari) dibuat kembali apusan vagina untuk mengetahui adanya sperma atau tidak. Adanya sperma maka diasumsikan telah terjadi fertilitas dan ditetapkan sebagai hari pertama kebuntingan atau (H-1). c. Perlakuan Pada tahap pascaimplantasi lanjut yaitu pada umur hari, tikus disuntik secara subkutan berturut-turut dengan konsentrasi,5, 1,5, dan 2,5 g/kg b.b, masing-masing untuk kelompok perlakuan 1, 2, dan 3. Sedangkan untuk

46 34 kelompok kontrol diberi minyak zaitun. Selanjutnya, tikus-tikus yang hamil tersebut dipisah serta ditempatkan masing-masing dalam kandang tersendiri. d. Pembedahan Berat badan tikus ditimbang pada saat awal kebuntingan, pada saat awal diberi perlakuan hingga pembedahan. Setelah perlakuan penyuntikan selesai, yaitu pada kebuntingan hari ke-15 tikus dibius dengan kloroform dan selanjutnya dibedah. Pembedahan dilakukan dengan melentangkan tikus di atas papan bedah. Kulit perut yang terletak dekat vulva diangkat dengan pinset lalu digunting. Pembedahan mengikuti arah tanduk uterus tikus yang berbentuk dupleks, yaitu dilanjutkan kearah kiri dan kanan mengikuti garis tanduk uterus. Otot dinding perut dibedah seperti pada pembedahan kulit perut. Ketika ovarium dan uterus yang berisi embrio sudah terlihat, lalu kedua ovarium tikus beserta uterus dilepaskan dengan gunting kecil dan dimasukkan ke dalam larutan NaCl,9% secara terpisah. Korpus luteum dilepaskan dari bursa yang membungkus ovarium dengan menggunakan pinset dan gunting. e. Pengamatan Pada kedua tanduk uterus dan ovarium dilakukan pengamatan mengenai jumlah implantasi, jumlah fetus hidup, jumlah fetus mati, dan jumlah korpus luteum. Jumlah implantasi dinyatakan dengan jumlah fetus yang berhasil berimplantasi, baik itu fetus hidup, mati, maupun teresorbsi. Untuk mengetahui apakah fetus tersebut mati maupun hidup, dilakukan dengan melihat warna dari fetus. Apabila fetus berwarna putih maka fetus dikatakan mati dan apabila fetus berwarna agak kemerah-merahan maka fetus tersebut dikatakan hidup.

KATA PENGANTAR. Penulis

KATA PENGANTAR. Penulis ii iii iv KATA PENGANTAR Assalamu alaikum warahmatullohi wabarakatuh Alhamdulillahi robbil alamin, segala puji bagi Allah hanya karena rakhmat dan hidayah-nya penulisan buku dengan judul Efektivitas pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai pengruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina.

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus reproduksi adalah perubahan siklus yang terjadi pada sistem reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family Menispermaceae yang mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II VAGINAL SMEAR Oleh : Nama : Nur Amalah NIM : B1J011135 Rombongan : IV Kelompok : 2 Asisten : Andri Prajaka Santo LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) bagi Provinsi Nusa Tenggara Barat, bahkan telah menjadi lambang bagi provinsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12 Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi Simmental dengan nama SIMPO. Sapi SIMPO merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap jumlah kelenjar endometrium, jumlah eritrosit dan lekosit tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Rangsangan seksual libido Berkembang saat pubertas dan setelah dewasa berlangsung terus selama hidup Tergantung pada hormon testosteron

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit 40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Oosit Pada Stadia Folikel Primer Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit pada stadia folikel primer dapat dilihat pada gambar 10.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci

... Tugas Milik kelompok 8...

... Tugas Milik kelompok 8... ... Tugas Milik kelompok 8... 6. Siklus menstruasi terjadi pada manusia dan primata. Sedang pada mamalia lain terjadi siklus estrus. Bedanya, pada siklus menstruasi, jika tidak terjadi pembuahan maka lapisan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok,

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok, BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan dan Desain Penelitian Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian eksperimen, rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1 Data nilai fisiologis tikus putih (Rattus sp.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1 Data nilai fisiologis tikus putih (Rattus sp.) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Tikus Putih (Rattus sp.) Tikus putih atau rat (Rattus sp.) sering digunakan sebagai hewan percobaan atau hewan laboratorium karena telah diketahui sifat-sifatnya dan mudah dipelihara

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infertilitas 1. Definisi Infertilitas atau kemandulan adalah penyakit sistem reproduksi yang ditandai dengan ketidakmampuan atau kegagalan dalam memperoleh kehamilan, walaupun

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 1. Perhatikan gambar berikut! Bagian yang disebut dengan oviduct ditunjukkan oleh huruf... A B C D Bagian yang ditunjukkan oleh gambar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) bukan berasal dari New Zealand, tetapi dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Estrogen adalah salah satu hormon yang berperan dalam reproduksi hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting adalah estradiol

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Domba Lokal Domba merupakan hewan ternak yang pertama kali di domestikasi. Bukti arkeologi menyatakan bahwa 7000 tahun sebelum masehi domestik domba dan kambing telah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk,

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data menunjukkan bahwa sekitar 80 % penduduk dunia memanfaatkan obat tradisional yang bahan bakunya berasal dari tumbuhan. Hal ini timbul sebagai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI PENEMUAN Hasil Pengamatan Makroskopis Daun Saga (Abrus precatorius L.)

BAB IV ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI PENEMUAN Hasil Pengamatan Makroskopis Daun Saga (Abrus precatorius L.) BAB IV ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI PENEMUAN 4.. Analisis Data 4... Hasil Pengamatan Makroskopis Daun Saga (Abrus precatorius L.) Gambar 4.. Makroskopis daun saga (Abrus precatorius L.) Tabel 4.. Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Dalam penelitian eksperimen terdapat kontrol sebagai acuan antara keadaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng terhadap tikus putih betina pada usia kebuntingan 1-13 hari terhadap rata-rata bobot ovarium dan bobot uterus tikus putih dapat dilihat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak yang dapat menyediakan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia selain dari sapi, kerbau dan unggas. Oleh karena itu populasi dan kualitasnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Estrus 4.1.1 Tingkah Laku Estrus Ternak yang mengalami fase estrus akan menunjukkan perilaku menerima pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina

Lebih terperinci

teka mulai terbentuk mengitari lapis sel-sel granulosa pada tahap akhir folikel sekunder (Dellmann dan Brown 1992).

teka mulai terbentuk mengitari lapis sel-sel granulosa pada tahap akhir folikel sekunder (Dellmann dan Brown 1992). PEMBAHASAN Organ reproduksi betina terdiri atas organ reproduksi primer yaitu ovarium dan organ reproduksi sekunder yaitu tuba uterina, uterus (kornua, korpus, dan serviks), dan vagina. Ovarium memiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 Kabupaten yang terdapat di provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Organ Reproduksi Betina 2.1.1 Ovarium Organ reproduksi betina terdiri atas dua buah ovari, dua buah tuba falopii, uterus, serviks, vagina, dan vulva. Ovarium bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental (experimental research) yaitu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap

Lebih terperinci

SISTEM REPRODUKSI TERNAK BETINA Oleh Setyo Utomo (Kuliah ke 7)

SISTEM REPRODUKSI TERNAK BETINA Oleh Setyo Utomo (Kuliah ke 7) SISTEM REPRODUKSI TERNAK BETINA Oleh Setyo Utomo (Kuliah ke 7) TIU : 1 Memahami bentuk anatomis dan histologis alat reproduksi betina. TIK : 1 Memahami secara anatomis dan histologis ovarium sebagai kelkenjar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda 3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan dewasa : - jantan - betina g. Konsumsi air minum tikus dewasa

TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan dewasa : - jantan - betina g. Konsumsi air minum tikus dewasa 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Umum Tikus Tikus digolongkan ke dalam kelas Mamalia, bangsa Rodentia, suku Muridae dan marga Rattus (Meehan 1984). Tikus merupakan hewan mamalia yang mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L. PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK (Rizka Qori Dwi Mastuti) 131 PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.) Rizka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Ekstrak Metanol Buah Adas terhadap Lama Siklus Siklus estrus terdiri dari proestrus (12 jam), estrus (12 jam), metestrus (12 jam), dan diestrus (57 jam), yang secara total

Lebih terperinci

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS Titta Novianti OOGENESIS Pembelahan meiosis yang terjadi pada sel telur Oogenesis terjadi dalam dua tahapan pembelahan : yaitu mitosis meiosis I dan meiosis II Mitosis : diferensaiasi

Lebih terperinci

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. JARINGAN HEWAN Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. A. JARINGAN EPITEL Jaringan epitel merupakan jaringan penutup yang melapisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan

Lebih terperinci

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed Sel akan membelah diri Tujuan pembelahan sel : organisme multiseluler : untuk tumbuh, berkembang dan memperbaiki sel-sel yang rusak organisme uniseluler (misal : bakteri,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reproduksi merupakan salah satu kemampuan hewan yang sangat penting. Tanpa kemampuan tersebut, suatu jenis hewan akan punah. Oleh karena itu, perlu dihasilkan sejumlah

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2 1. Pasangan antara bagian alat reproduksi laki-laki dan fungsinya berikut ini benar, kecuali... Skrotumberfungsi sebagai pembungkus

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI* Oleh: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes**

KESEHATAN REPRODUKSI* Oleh: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes** KESEHATAN REPRODUKSI* Oleh: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes** A. Pengantar Sistem reproduksi pada manusia dapat dibedakan menjadi sistem reproduksi laki-laki dan wanita sesuai jenis kelaminnya. 1. Sistem

Lebih terperinci

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) IX A. 1. Pokok Bahasan : Sistem Regulasi Hormonal A.2. Pertemuan minggu ke : 12 (2 jam) B. Sub Pokok Bahasan: 1. Tempat produksi hormone 2. Kelenjar indokrin dan produksi

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jadi kontrasepsi ialah berbagai cara untuk mencegah persatuan antar telur dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jadi kontrasepsi ialah berbagai cara untuk mencegah persatuan antar telur dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kontrasepsi Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti melawan atau mencegah dan konsepsi yang berarti pertemuan antara ovum dan spermatozoa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kambing Pada mulanya domestikasi kambing terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 8000-7000 SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) berasal

Lebih terperinci

GENITALIA EKSTERNA GENITALIA INTERNA

GENITALIA EKSTERNA GENITALIA INTERNA GENITALIA EKSTERNA..... GENITALIA INTERNA..... Proses Konsepsi Ovum yang dilepaskan dalam proses ovulasi, diliputi korona radiata mengandung persediaan nutrisi Pada ovum dijumpai inti dalam bentuk metafase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga sekitar spesies

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga sekitar spesies BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia dikenal sebagai megabiodiversity country, yaitu Negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang besar. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar 30.000 tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Wijen (Sesamum indicum L) 1. Sistematika Tanaman Tanaman wijen mempunyai klasifikasi tanaman sebagai berikut : Philum : Spermatophyta Divisi : Angiospermae Sub-divisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan di era modern ini semakin beragam bahan yang digunakan, tidak terkecuali bahan yang digunakan adalah biji-bijian. Salah satu jenis biji yang sering digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium, dengan rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan uji sebagai sampel

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN DAFTARISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam periode 10 tahun terakhir jumlah penduduk Indonesia meningkat dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode 10 tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT

PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini industri dan perdagangan produk herbal serta suplemen makanan di seluruh dunia yang berasal dari bahan alami cenderung mengalami peningkatan. Di Indonesia,

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 36 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Lapisan Granulosa Folikel Primer Pengaruh pemberian ekstrak rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) terhadap ketebalan lapisan granulosa pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Tanaman Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) Rumput teki (Cyprus rotundus L.) merupakan jenis tanaman yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Tanaman Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) Rumput teki (Cyprus rotundus L.) merupakan jenis tanaman yang telah 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Rumput Teki (Cyperus rotundus L) 1. Klasifikasi Tanaman Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) Rumput teki (Cyprus rotundus L.) merupakan jenis tanaman yang telah banyak digunakan

Lebih terperinci

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc.

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. Sasaran Pembelajaran Mahasiswa dapat menjelaskan sistem reproduksi dan laktasi Materi Kontrol gonad dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan desain posttest only control group design. perlakuan yang akan diberikan, yaitu 6 kelompok.

BAB III METODE PENELITIAN. dengan desain posttest only control group design. perlakuan yang akan diberikan, yaitu 6 kelompok. 17 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental pada hewan uji dengan desain posttest only control group design. B. Subyek Penelitian Subyek penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Radiasi Gelombang Elektromagnetik

TINJAUAN PUSTAKA Radiasi Gelombang Elektromagnetik 3 TINJAUAN PUSTAKA Radiasi Gelombang Elektromagnetik Dalam fisika, radiasi diartikan sebagai proses perjalanan sebuah partikel atau gelombang melalui suatu medium atau ruang (Anonim 2011). Radiasi dibagi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Kimia untuk pembuatan ekstrak Myrmecodia pendens Merr. &

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Kimia untuk pembuatan ekstrak Myrmecodia pendens Merr. & 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi untuk pengaklimatisasian hewan uji serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Merak Hijau (Pavo muticus) Merak hijau (Pavo muticus) termasuk dalam filum chordata dengan subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Mei 2009. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengamati preparat uterus di mikroskopdengan menghitung seluruh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengamati preparat uterus di mikroskopdengan menghitung seluruh BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap jumlah kelenjar endometrium Pengamatan jumlah kelenjar endometrium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan fase luteal yang terdiri dari metestrus-diestrus (Toelihere, 1979).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan fase luteal yang terdiri dari metestrus-diestrus (Toelihere, 1979). 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Estrus Siklus estrus umumnya terdiri dari empat fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Namun ada juga yang membagi siklus estrus hanya menjadi dua

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Pengaruh Efek Whitten terhadap Siklus Estrus dan Perkawinan pada Mencit

PEMBAHASAN Pengaruh Efek Whitten terhadap Siklus Estrus dan Perkawinan pada Mencit 17 PEMBAHASAN Pengaruh Efek Whitten terhadap Siklus Estrus dan Perkawinan pada Mencit Efek Whitten merupakan salah satu cara sinkronisasi siklus berahi secara alami tanpa menggunakan preparat hormon. Metode

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO) Pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) di Peternakan rakyat masih sekedar menyilangkan sapi lokal (terutama induk sapi PO)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menguji antioksidan dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.)

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menguji antioksidan dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menguji antioksidan dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) terhadap

Lebih terperinci

SISTEM ALAT REPRODUKSI HEWAN BETINA. Oleh: Kustono Diah Tri Widayati

SISTEM ALAT REPRODUKSI HEWAN BETINA. Oleh: Kustono Diah Tri Widayati SISTEM ALAT REPRODUKSI HEWAN BETINA Oleh: Kustono Diah Tri Widayati Alat reproduksi betina terletak pada cavum pelvis (rongga pinggul). Cavum pelvis dibentuk oleh tulangtulang sacrum, vertebra coccygea

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4.1 Luas Ovarium BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak minyak jintan hitam terhadap organ reproduksi betina diawali dengan pengamatan patologi anatomi (PA) dari ovarium dan uterus. Pengamatan

Lebih terperinci

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Kelompok 3 Aswar Anas 111810401036 Antin Siti Anisa 121810401006 Nenny Aulia Rochman 121810401036 Selvi Okta Yusidha 121810401037 Qurrotul Qomariyah

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. > 6 ekor

BAB III METODE PENELITIAN. > 6 ekor BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian eksperimental, yaitu merupakan penelitian yang di dalamnya terdapat perlakuan untuk memanipulasi beberapa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GUNADARMA

UNIVERSITAS GUNADARMA PENGARUH HORMON SEKSUAL TERHADAP WANITA Oleh : Rini Indryawati. SPsi UNIVERSITAS GUNADARMA November 2007 ABSTRAK Hormon adalah getah yang dihasilkan oleh suatu kelenjar dan langsung diedarkan oleh darah.

Lebih terperinci