KETERPILIHAN DAN KEBAKUAN DOSIS ANESTESI KETAMINE DAN PROPOFOL MENGGUNAKAN METODE GRAVIMETRIK PADA ANJING I GUSTI NGURAH SUDISMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KETERPILIHAN DAN KEBAKUAN DOSIS ANESTESI KETAMINE DAN PROPOFOL MENGGUNAKAN METODE GRAVIMETRIK PADA ANJING I GUSTI NGURAH SUDISMA"

Transkripsi

1 KETERPILIHAN DAN KEBAKUAN DOSIS ANESTESI KETAMINE DAN PROPOFOL MENGGUNAKAN METODE GRAVIMETRIK PADA ANJING I GUSTI NGURAH SUDISMA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul : Keterpilihan dan Kebakuan Dosis Anestesi Ketamine dan Propofol Menggunakan Metode Gravimetrik pada Anjing. adalah gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan bimbingan dari komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar apapun di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogor, September 2011 Yang membuat pernyataan, I Gusti Ngurah Sudisma B

3 ABSTRACT I GUSTI NGURAH SUDISMA. The electability and the standardization of anaesthetic doses of ketamine and propofol in dogs by a gravimetric method. Under the supervision of Setyo Widodo, Dondin Sajuthi, and Harry Soehartono. Inhalation anaesthetic agents have been used worldwide for anaesthesia in animals with improving safety and efficacy, but these agents are expensive, difficult or impossible to use for bronchoscopies and laryngoscopies, more over, these may couse organ toxicity, have an operating theatre pollution on personnel, and possible environmental damage caused by nitrous oxide and the halogenated volatile anaesthetics. A suitable alternative methode to compare with and reduce those side effects of inhalation anaesthesia agents is needed. The aim of this study was to evaluate quality of anaesthesia by gravimetric infusion anaesthesia with ketamine HCl and propofol to get a standard dose of ketamine HCl and propofol in dogs. The quality of anaesthesia, duration of actions, and the physiological response of anaesthesia were evaluated in two steps of the study. In the first step, twenty four male domestic dogs were used in this experiment and divided randomly into six groups. In the second step, twenty male domestic dogs were used and divided randomly into five groups. In the first step, group 1, group 2, and group 3 were preanaestheted intramuscularly with 0.03 mg/kg BW atropine and 2 mg/kgbw xylazine respectively. Group 4 to 6 received in the same way 0.03 mg/kgbw atropine and 0.2 mg/kgbw midazolam respectively. Group 1 and 4 were induced then with 4 mg/kgbw ketamine HCl, group 2 and 5 with 4 mg/kgbw propofol, and group 3 and 6 were induced with a combination dose of 4 mg/kgbw ketamine HCl and propofol respectively. The quality of anaesthesia, duration of action and the physiological responses were evaluated. From the first step, group 3 was elected the best premedication for the second step. In the second step, all group received 0.03 mg/kgbw atropine sulfate and 2 mg/kgbw xylazine intramuscularly and were then induced intravenously with 4 mg/kgbw Ketamine HCl and propofol respectively. Following the anaesthesia, group I, II, III in second step received intravenous infusion of mixed ketamine HCl and propofol in saline by a gravimetric method to maintain the anaesthesia status. The doses of mixture were arranged at the rate of 0.2, 0.4, and 0.6 mg/kgbw/ minute respectively. Group IV was only infused with 0.4mg/kgBW/minute propofol in saline and compared to the inhalation anaesthesia, and group V was given isoflurane of %. The quality of anaesthesia, duration of action, heart rate (HR), capillary refill time (CRT), noninvasive blood pressure (NIBP), electrocardiogram (ECG), respiratory rate (RR), blood oxygen saturation (SpO 2 ), end tidal CO 2 (ET CO 2 ), and rectal temperature (RT) were measured. All groups showed rapid and smooth inductions, prolonged surgical stage, and rapid recovery. Animals of groups I and II yielded minimal physiological effects. The HR, RR, ET CO2, SpO2, CRT, NIBP, RT, and ECG wave were relatively stable. The combination of group III showed SpO 2 depression, and an increase in instability of HR, RR and ET CO 2. Group IV showed a decrease in HR, SpO 2 and respiratory depression. All combinations showed no significant influence (P>0,05) on the electrocardiogram. The combination of ketamine HCl-propofol at the dose rates of 0.2 and 0.4 mg/kgbw/minute was an ideal dose of gravimetric method of infusion. Key words : Anaesthesia, Gravimetric, Ketamine HCl, Propofol, Dogs

4

5 RINGKASAN I GUSTI NGURAH SUDISMA. Keterpilihan dan kebakuan dosis anestesi ketamine dan propofol menggunakan metode gravimetrik pada anjing. Dibimbing oleh Setyo Widodo, Dondin Sajuthi, dan Harry Soehartono. Anestesi umum mempunyai resiko jauh lebih besar daripada prosedur pembedahan yang dijalankan, untuk itu diperlukan pemilihan anestetikum yang aman dan ideal. Anestesi inhalasi digunakan sebagai pilihan anestesi yang cukup aman saat ini, tetapi peralatannya rumit dan mahal, tidak mungkin diterapkan pada prosedur bronkoskopi dan laringoskopi, sulit digunakan untuk penanganan pasien di lapangan, menyebabkan keracunan organ, menyebabkan polusi ruangan bedah, dan menyebabkan kerusakan lapisan ozon. Suatu metode alternatif yang aman dibandingkan terhadap efek-efek samping anestesi inhalasi sangat diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan keterpilihan dan kebakuan dosis anestesi kombinasi ketamine HCl dengan propofol secara infusi gravimetrik pada anjing. Dua puluh empat anjing jantan domestik dibagi enam kelompok perlakuan dan masing-masing empat ekor sebagai ulangan digunakan pada penelitian tahap pertama. Penelitian tahap kedua menggunakan 20 ekor anjing jantan domestik dibagi lima kelompok perlakuan masing-masing empat ekor sebagai ulangan. Penelitian tahap pertama, grup 1, 2, dan grup 3 dipreanestesi dengan atropine sulfate 0,03 mg/kgbb dan xylazine HCl 2 mg/kgbb secara intramuskuler. Grup 4 sampai 6 dipreanestesi dengan atropine sulfate 0,03 mg/kgbb dan midazolam 0,2 mg/kgbb secara intramuskuler. Grup 1 dan 4 diinduksi secara intravena dengan ketamine HCl 4 mg/kg BB, Grup 2 dan 5 diinduksi secara intravena dengan propofol 4 mg/kg BB, dan Grup 3 dan 6 diinduksi secara intravena dengan kombinasi ketamine HCl 4 mg/kg BB dan propofol 4 mg/kg BB. Dilakukan evaluasi terhadap kualitas anestesi, durasi, dan respon fisiologis. Diperoleh bahwa Grup 3 adalah perlakuan terpilih sebagai preanestesi dan induksi terbaik untuk penelitian tahap kedua. Penelitian tahap kedua, semua perlakuan dipreanestesi atropine sulfate 0,03 g/kgbb dan xylazine HCl 2 mg/kgbb secara intramuskuler, setelah 10 menit diinduksi intravena dengan ketamine HCl dan propofol dosis 4 mg/kg BB, dan 15 menit kemudian diinfusi secara gravimetrik dengan campuran ketamine HCl 2mg/ml dan propofol 2mg/ml dalam cairan infusi NaCl 0,9% sampai menit ke-120. Dilakukan infusi ketamine HCl-propofol dosis 0,2 mg/kg/menit, 0,4 dan dosis 0,6 mg/kg/menit masing-masing pada grup I, II, dan III. grup IV diinfusi hanya dengan propofol 0,4 mg/kg/menit, serta grup V dianestesi dengan isofluran 1,0 2,0%. Sebelum dan selama hewan teranestesi dilakukan pemeriksaan terhadap kualitas anestesi, durasi, frekuensi denyut jantung, capillary refill time (CRT), noninvasive blood pressure (NIBP), elektrokardiogram (EKG), frekuensi respirasi, end tidal CO 2 (ET CO 2 ), dan saturasi oksigen (Sp O 2 ). Pemeriksaan juga dilakukan terhadap suhu tubuh, gambaran darah serta tes fungsi hati dan fungsi ginjal. Penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa kombinasi preanestesi atropine sulfate xylazine HCl (0,03 & 2 mg/kgbb) secara intramuskuler, setelah 10 menit diinduksi intravena dengan ketamine HCl-propofol (@ 4 mg/kg BB, memberikan kualitas anestesi yang baik dan aman sehingga dapat digunakan untuk preanestesi dan induksi anestesi pada anjing. Penelitian tahap kedua

6 memperlihatkan bahwa semua kombinasi anestetika tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap waktu induksi, durasi anestesi, waktu sadar, dan waktu pemulihan. Grup I dan II menunjukkan perubahan minimal terhadap denyut jantung, respirasi, ET CO 2, Sp O 2, nilai CRT, NIBP, suhu tubuh, dan EKG. Sedangkan grup III menunjukkan penurunan tajam terhadap Sp O 2 dan peningkatan tidak stabil terhadap denyut jantung, respirasi, serta ET CO 2. Pemeliharaan status teranestesi pada grup IV menyebabkan tertekannya respirasi, Sp O 2, dan penurunan denyut jantung. Keseluruhan kombinasi perlakuan anestetika tidak mempengaruhi gambaran listrik jantung. Penelitian ini menunjukkan kombinasi ketamine HCl-propofol dosis 0,2-0,4 mg/kg/menit secara infusi gravimetrik menghasilkan kualitas anestesi yang baik dan dapat digunakan untuk pemeliharan status teranestesi sebagai kebakuan dosis anestesi pada anjing. Kata kunci : Anestesi, Gravimetrik, Ketamine HCl, Propofol, Anjing

7 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

8 KETERPILIHAN DAN KEBAKUAN DOSIS ANESTESI KETAMINE DAN PROPOFOL MENGGUNAKAN METODE GRAVIMETRIK PADA ANJING I GUSTI NGURAH SUDISMA Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Mayor Ilmu Biomedis Hewan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

9 Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup : 1. Dr. dra. Hj. Ietje Wientarsih, Apt., MSc. 2. drh. Deni Noviana, PhD. Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka : 1. Dr. dr. Bambang Joewono Oetoro, Sp.An (KNA) (Dokter Spesialis Anestesi, Konsultan Neuroanestesi Brawijaya Women & Children Hospital, Tahir Neurosience, Sahid Sahirman Memorial Hospital, Jakarta). 2. Dr. Nastiti Kusumorini (Dosen Bagian Fisiologi Departeman Anatomi Fisiologi dan Farmakologi FKH IPB)

10 Judul Disertasi: Keterpilihan dan Kebakuan Dosis Anestesi Ketamine dan Propofol Menggunakan Metode Gravimetrik pada Anjing Nama NIM Mayor : I Gusti Ngurah Sudisma : B : Ilmu Biomedis Hewan (IBH) Disetujui Komisi Pembimbing Dr. drh. Setyo Widodo Ketua Prof. drh. Dondin Sajuthi, M.S.T., Ph.D. Anggota drh. R. Harry Soehartono, MApp Sc., Ph.D. Anggota Diketahui Ketua Program Mayor Ilmu Biomedis Hewan, Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, drh. Agus Setiyono, MS., Ph.D., AP Vet Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian: 14 September 2011 Tanggal Lulus :

11 UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkatnya penulis dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul Keterpilihan dan Kebakuan Dosis Anestesi Ketamine dan Propofol menggunakan Metode Gravimetrik pada Anjing. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. drh. Setyo Widodo selaku ketua komisi pembimbing, Prof. drh. Dondin Sajuthi, M.S.T., Ph.D. dan drh. R. Harry Soehartono, MApp Sc., Ph.D. selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi saran, nasihat, pengarahan dan pembimbingan yang tulus dan penuh kesabaran. Penghargaan yang dalam penulis sampaikan kepada Direktur Jendral Pendidikan Tinggi, Rektor Universitas Udayana, Dekan FKH Universitas Udayana, Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua Program Mayor IBH Pascasarjana IPB, Direktur Rumah Sakit Hewan IPB, Ketua Departemen KRP FKH IPB, Ketua Departemen AFF FKH IPB, yang telah membantu fasilitas dan pelayanan selama studi dan penelitian. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan mahasiswa pascasarjana IPB dan temanteman dalam suka-duka di Asrama Bali Bogor atas dukungan yang tulus dan kerjasamanya yang penuh kekeluargaan. Dengan rasa cinta kasih penulis sampaikan terima kasih yang tulus kepada istri tercinta dr. Ni Gusti Ayu Ketut Widiastiti serta anak tersayang I Gusti Ayu Dewi Sawitri, I Gusti Ngurah Bagus Nala Purusatama, dan I Gusti Ngurah Bagus Aryha Wirasha atas kesabaran, dorongan semangat dan pengorbanan selama masa studi. Kepada kedua orangtua ayah dan ibu, kedua mertua, serta seluruh keluarga penulis sampaikan terimakasih atas segala pengorbanan, pengertian dan doa yang tidak pernah putus. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat. Bogor, September 2011 Penulis

12 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadhirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala karunianya, sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Penulisan disertasi ini berjudul Keterpilihan dan kebakuan dosis anestesi campuran ketamine dan propofol menggunakan metode gravimetrik pada anjing, diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Doktor (S3) pada Program Doktor (S3) Mayor Ilmu Biomedis Hewan (IBH) Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian disertasi ini dirancang untuk mengetahui kualitas, efektivitas, dan keamanan pemeliharaan status teranestesi secara infusi gravimetrik dengan kombinasi ketamine dan propofol pada anjing. Hasil penelitian ini juga diharapkan mendapatkan keterpilihan dan kebakuan kombinasi dan dosis ketamine-propofol sebagai agen anestesi secara infusi gravimetrik pada anjing. Dengan demikian, pemeliharaan status teranestesi dengan kombinasi ketamine dan propofol secara infusi gravimetrik diharapkan menghasilkan potensi anestesi umum yang baik dan aman. Kombinasi ketamine dan propofol diharapkan dapat menciptakan kondisi sedasi, analgesi, dan relaksasi yang oftimal serta adequat untuk dilakukan tindakan atau prosedur diagnostik maupun terapeutik tanpa menimbulkan gangguan hemodinamik, respiratorik, dan metabolik yang dapat mengancam. Penulisan disertasi ini telah mendapat masukan dan pengujian oleh dra. Hj. Ietje Wientarsih, Apt., MSc. dalam bidang Farmasi, drh. Deni Noviana, Ph.D dalam bidang Bedah, Dr. dr. Bambang Joewono Oetoro, Sp.An (KNA) dalam bidang Neuro-Anestesi dan oleh Dr. Nastiti Kusumorini dalam bidang Neuro- Fisiologi. Penulis menyadari bahwa penulisan dan isi disertasi ini sudah tentu sangat jauh disebut sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan masukan serta kritik demi kesempurnaannya. Bogor, September 2011 Penulis i

13 RIWAYAT HIDUP I Gusti Ngurah Sudisma, dilahirkan di Badung Bali pada tanggal 30 Januari 1969, merupakan putra pertama dari tiga bersaudara, pasangan dari Ayahanda I Gusti Ngurah Made Arta dan Ibunda I Gusti Ayu Martini. Menikah dengan dr. Ni Gusti Ayu Ketut Widiastiti dan telah dikaruniai satu orang putri I Gusti Ayu Dewi Sawitri (12 tahun), dua orang putra I Gusti Ngurah Bagus Nala Purusatama (4 tahun) dan I Gusti Ngurah Bagus Aryha Wirasha (2 tahun). Pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) penulis tempuh di Bali. Pada tahun 1988 penulis diterima di Program Studi Kedokteran Hewan (PSKH) Universitas Udayana lewat jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK), tahun 1992 penulis berhasil memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan (Drs.Med.Vet) dan ditempat yang sama penulis meraih gelar Dokter Hewan (drh) pada tahun Sejak tahun 1997 penulis dianggkat menjadi staf dosen (PNS) di FKH Universitas Udayana Bali. Pada akhir tahun 2002, penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan jenjang Magister (S-2) di Program Studi Sains Veteriner (SVT) Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, tahun 2004 memperoleh gelar Magister (M.Si.). Pada akhir tahun 2007 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan jenjang Doktor (S-3) di Program Mayor Ilmu Biomedis Hewan (IBH) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, lewat jalur Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Bogor, September 2011 Penulis ii

14 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i RIWAYAT HIDUP... ii DAFTAR ISI... iii PENDAHULUAN.. 1 Latar Belakang.. 1 Kerangka Pemikiran.. 4 Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis TINJAUAN PUSTAKA Anestesi Preanestesi Klasifikasi Anestesi Anestesi Lokal Anestesi Regional Anestesi Umum Tahapan Anestesi Umum Sejarah dan Mekanisme Kerja Anestesi Umum Tinjauan Anestetikum Umum Ketamine HCl Propofol Xylazine Midazolam Atropine Perubahan Aspek Fisiologi dalam Anestesi Sistem Kardiovaskuler Capillary Refill Time (CRT) Warna Membrana Mukosa Tekanan Darah Gambaran Darah Sistem Respirasi Suhu Rektal Anjing Klasifikasi Status Pasien Pemantauan Anestesi MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Parameter Difinisi dan Batasan Parameter Bahan dan Alat Perekaman dan Pengukuran Parameter Perekaman EKG, Denyut Jantung, dan Respirasi Pengukuran Tekanan Darah Perekaman Tekanan CO 2 Respirasi Pengukuran Suhu Rektal iii

15 Gambaran Darah Protokol dan Pelaksanaan Penelitian Rancangan Penelitian dan Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian Tahap Pertama Waktu Anestesi Denyut Jantung Respirasi Suhu Rektal Saturasi Oksigen Tekanan Darah Tekanan Darah Sistol (SAP) Tekanan Darah Diastol (DAP) Tekanan Darah Rata rata (MAP) Nilai end tidal CO 2 (ET CO 2 ) Elektrokardiogram (EKG) Amplitudo Gelombang P Amplitudo Gelombang R Komplek QRS Interval PR Interval QT Nilai CRT Penelitian Tahap Kedua Waktu Anestesi Denyut Jantung Respirasi Suhu Rektal Saturasi Oksigen Tekanan Darah Tekanan Darah Sistol (SAP) Tekanan Darah Diastol (DAP) Tekanan Darah Rata rata (MAP) Nilai end tidal CO 2 (ET CO 2 ) Elektrokardiogram (EKG) Amplitudo Gelombang P Amplitudo Gelombang R Interval PR Komplek QRS Interval QT Nilai CRT Darah dan Kimia Darah KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv

16 DAFTAR TABEL No Teks Hal 1. Tahapan dan indikasi status teranestesi oleh anestetikum umum Perubahan fisiologi yang diperiksa selama periode anestesi Kriteria elektrokardiogram (EKG) dan tekanan darah normal pada anjing Kriteria normal pemeriksaan darah pada anjing Tekanan gas respirasi dan gas darah normal pada anjing (mmhg) Data fisiologi anjing Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi Data hasil edaran kuesioner kepada Dokter Hewan Praktek di Jawa dan Bali dengan responden 87 tempat praktek Dokter Hewan dari 110 kuesioner yang diedarkan (79%) Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD) waktu induksi, durasi, dan waktu pemulihan selama perlakuan preanestesi dan induksi anestesi pada anjing Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD) denyut jantung, frekuensi respirasi, suhu rektal dan nilai saturasi O 2 selama preanestesi dan induksi anestesi pada anjing Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD) tekanan darah tidak langsung (NIBP : SAP, DAP, MAP) dan CO 2 respirasi selama perlakuan preanestesi dan induksi anestesi pada anjing Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II gelombang P dan gelombang R selama perlakuan preanestesi dan induksi anestesi pada anjing Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II interval PR, komplek QRS, interval QT) dan nilai CRT selama perlakuan preanestesi dan induksi anestesi pada anjing Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD) waktu induksi, durasi, sadar, dan waktu pemulihan selama pemberian induksi atropine-xylazine-ketamine-propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine dan propofol pada anjing Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD) denyut jantung, frekuensi respirasi, suhu rektal dan nilai saturasi O 2 selama pemberian induksi atropinexylazine-ketamine-propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine dan propofol pada anjing Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD) tekanan darah tidak langsung (NIBP : SAP, DAP, MAP) dan CO 2 respirasi selama pemberian induksi atropinexylazine-ketamine-propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine dan propofol pada anjing Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata±sd) elektrokardiogram (EKG) sadapan II gelombang P dan gelombang R selama pemberian induksi atropine-xylazineketamine-propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine dan propofol pada anjing v

17 18. Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata±sd) elektrokardiogram (EKG) sadapan II interval PR, komplek QRS, interval QT) dan nilai CRT selama pemberian induksi atropine-xylazine-ketamine-propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine dan propofol pada anjing Nilai rata-rata indeks eritrosit darah selama pemberian induksi atropinxilazin-ketamin-propofol dan pemeliharaan anestesi secara infus gravimetrik dengan ketamin dan propofol pada anjing Nilai rata-rata jumlah sel darah putih, diferensial leukosit, dan kimia darah selama pemberian induksi atropin-xilazin-ketamin-propofol dan pemeliharaan anestesi secara infus gravimetrik dengan ketamin dan propofol pada anjing. 139 vi

18 DAFTAR GAMBAR No Teks Hal 1. Klasifikasi agen preanestesi yang digunakan pada anestesi umum Reseptor GABA A terdiri dari lima subtipe (pentamer) 2α, 2ß, dan 1γ, masing masing subtipe mempunyai N-terminal binding site, terdiri dari 450 asam amino, 4-transmembran (TM) sebagai saluran ion dan tempat terikatnya anestetika Skema reseptor N-methyl D-aspartat (NMDA) komfleks Anestesi umum bekerja dengan cara mempengaruhi aktivitas transmitter-gate ion channel dengan cara meningkatkan (+) sinyal inhibitori dan/atau menghambat (-) sinyal eksitatori neurotransmiter (Cameron JW 2006) Anestetika volatil (isofluran) bekerja pada reseptor GABA A subunit α dan anestetika intravena (propofol) bekerja pada reseptor GABA A subunit β Struktur kimia ketamine HCl Struktur kimia propofol Struktur kimia xylazine HCl Struktur kimia midazolam Struktur kimia atropine Diagram gambaran gelombang elektrokardiogram (EKG) Diagram alir penelitian tahap pertama pada anjing Diagram alir penelitian tahap kedua pada anjing Perubahan rata-rata denyut jantung selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing Perubahan rata-rata frekuensi respirasi selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing Perubahan rata-rata suhu rektal selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing Perubahan rata-rata saturasi O 2 selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing Perubahan rata-rata tekanan darah sistol (SAP) selama perlakuan preanestesi dan induksi anestesi pada anjing Perubahan rata-rata tekanan darah diastol (DAP) selama perlakuan preanestesi dan induksi anestesi pada anjing Perubahan rata-rata tekanan darah rata-rata (MAP) selama perlakuan preanestesi dan induksi anestesi pada anjing Perubahan rata-rata end tidal CO 2 (ET CO 2 ) selama perlakuan preanestesi dan induksi anestesi pada anjing Perubahan rata-rata denyut jantung selama pemberian induksi atropine-xylazineketamine-propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine dan propofol pada anjing. 111 vii

19 23. Perubahan rata-rata frekuensi respirasi selama pemberian induksi atropinexylazine-ketamine-propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine dan propofol pada anjing Perubahan rata-rata suhu rektal selama pemberian induksi atropine-xylazineketamine-propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine dan propofol pada anjing Perubahan rata-rata nilai saturasi O 2 selama pemberian induksi atropine-xylazineketamine-propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine dan propofol pada anjing Perubahan rata-rata tekanan darah sistol (SAP) selama pemberian induksi atropinexylazine-ketamine-propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine dan propofol pada anjing Perubahan rata-rata tekanan darah diastol (DAP) selama pemberian induksi atropine-xylazine-ketamine-propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine dan propofol pada anjing Perubahan rata-rata tekanan darah rata-rata (MAP) selama pemberian induksi atropine-xylazine-ketamine-propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine dan propofol pada anjing Perubahan rata-rata end tidal CO2 (ET CO2) selama pemberian induksi atropinexylazine-ketamine-propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine dan propofol pada anjing Perubahan rata-rata nilai CRT selama pemberian induksi atropine-xylazineketamine-propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine dan propofol pada anjing viii

20 DAFTAR LAMPIRAN No Teks Hal 1. Contoh cara pembuatan campuran Ketamine-Propofol sebanyak 100 ml Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata±sd) darah dan kimia darah selama pemberian induksi atropine-xylazine-ketamine-propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine dan propofol pada anjing. 154 ix

21 PENDAHULUAN Latar Belakang Anestesi merupakan tahapan yang sangat penting dan strategis pada tindakan pembedahan, karena pembedahan tidak dapat dilakukan bila belum dilaksanakan anestesi. Sejarah membuktikan bahwa ilmu bedah mengalami revolusi pesat setelah ditemukan eter sebagai anestesi umum. Sebelum ditemukan anestesi, tindakan pembedahan tidak dapat dilakukan dengan baik dan ilmu bedah tidak mengalami perkembangan. Setelah Thomas Green Morton melakukan demonstrasi menggunakan eter sebagai anestesi umum untuk pembedahan tumor leher di rumah Sakit Umum Massachusetts pada 16 Oktober 1846, penanganan pasien dengan tindakan pembedahan dapat dilakukan dengan baik dan ilmu bedah berkembang sangat pesat. Anestesi umum adalah tahapan yang sangat penting dan mempunyai resiko jauh lebih besar dari prosedur pembedahan, karena anestesi yang dalam akan mengancam nyawa pasien. Pemberian agen anestetikum yang kurang atau tidak mencukupi menyebabkan pasien akan tetap merasakan sakit, tetapi apabila dosis anestetikum yang diberikan dalam keadaan cukup atau berlebihan akan dapat mengancam terjadinya kematian. Guna mencegah dua kejadian yang ekstrim tersebut, harus dilakukan pemilihan anestetikum yang memenuhi kriteria ideal, yaitu anestetikum yang menghasilkan sedasi, analgesi, relaksasi, ketidaksadaran, dan aman untuk sitem vital, serta mudah diaplikasikan (Fossum 1997; Miller 2010). Anestesi umum yang dinyatakan cukup aman dan sering digunakan untuk anjing adalah anestesi inhalasi, tetapi anestesi inhalasi memerlukan perangkat yang rumit, mahal, dan tidak praktis untuk menangani kasus pembedahan di lapangan. Anestesi inhalasi tidak dapat digunakan untuk penanganan presedur bronkoskopi dan laringoskopi, serta menyebabkan polusi terhadap individu yang berada di ruangan operasi. Anestesi inhalasi, seperti gas nitrogen oksida dan anestesi yang diuapkan dengan halogen mengakibatkan pencemaran lingkungan dan penipisan lapisan ozon (Amadasun dan Edomwonyi 2005).

22 2 Data penggunaan anestesi pada praktek kedokteran hewan di Indonesia menunjukkan bahwa penggunaan anestesi inhalasi hanya 10,5%, anestesi injeksi 81%, dan anestesi gabungan 8,5%. Penanganan pasien dengan melakukan pembedahan diluar ruangan operasi (eksitu) cukup besar, yaitu 43%. Anestetika yang paling banyak digunakan adalah injeksi kombinasi ketamine-xylazine. Kombinasi ini menghasilkan anestesi tidak stabil, memerlukan pengulangan pemberian, pemulihan lama, mempunyai efek samping kejang dan muntah. Dengan demikan proses pembedahan menjadi terganggu. Mengatasi kelemahan anestesi inhalasi dan untuk mengatasi permasalahan penggunaaan anestesi di lapangan, digunakan metode anestesi intravena total (total intraveous anesthesia, TIVA). Anestesi intravena total menggunakan anestetika secara intravena (IV) untuk induksi dan pemeliharaan anestesi. Penggunaan mesin pompa infusi dengan komputer pada metode TIVA menghasilkan jumlah infusi yang stabil dan akurat. Metode TIVA mirip dengan penggunaan alat penguap (vaporizer) pada anestesi inhalasi sehingga anestesi menjadi lebih stabil, tetapi pompa infusi yang digunakan masih mahal dan rumit serta tidak cocok untuk penanganan pasien di lapangan. Metode alternatif yang lebih praktis dan paling memungkinkan adalah metode infusi gravimetrik. Metode infusi gravimetrik menggunakan anestetikum parenteral melalui tetes infusi intravena secara terus menerus. Anestetikum dicampur dalam kantong cairan dan cairan anestetikum dialirkan melalui tetes infusi intravena berdasarkan gaya gravitasi dengan dosis dan kecepatan tetes tertentu (Amadasun dan Edomwonyi 2005). Anestetikum parenteral yang dapat diberikan melalui tetes infusi intravena adalah propofol (BBraun 2009). Propofol adalah agen anestetikum parenteral generasi terbaru yang diperkenalkan pada praktek kedokteran hewan pada tahun 1990-an. Propofol merupakan substansi parenteral sebagai agen induksi pada anestesi umum inhalasi, mempunyai waktu induksi dan pemulihan yang singkat, serta pengeluaran dari tubuh yang cepat (Stoelting 1999; Dzikiti et al. 2007). Propofol mempunyai molekul mirip alkohol, molekulnya akan bekerja dan berikatan pada reseptor γ amino butiric acid (GABA) pada membran sel syaraf pada otak khususnya

23 3 reseptor GABA A subtipe ß3 sehingga menyebabkan ketidaksadaran dan pada reseptor GABA A subtipe ß2, lebih dari setengah jumlah reseptor terdapat pada SSP, akan menyebabkan sedasi. Propofol menghasilkan pengaruh menghilangkan kesadaran dan pelemas otot yang baik, menyebabkan hipotensi arterial, bardikardi, depresi respirasi, dan mengancam nyawa pasien terutama apabila diberikan secara cepat dengan dosis yang tinggi. (Franks 2008; Miler 2010; Stawicki 2007). Pengaruh anestesi dan efek samping propofol sangat berhubungan dengan dosis dan keuntungan penggunaaan propofol dapat diperoleh dengan cara mengkombinasikan dengan anestetikum lain seperti ketamine (McKelvey dan Hollingshead 2003). Ketamine mempunyai tempat kerja yang berbeda dengan propofol. Mekanisme kerja ketamine secara antagonis pada reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA), mempunyai pengaruh analgesik kuat dan mampu meningkatkan pengaruh anestesi apabila dikombinasikan dengan propofol untuk induksi anestesi pada manusia (Lerche et al. 2000). Ketamine dosis rendah menghasilkan analgesik yang baik (Intelisano et al. 2008), tetapi ketamine menyebabkan kekejangan otot dan peningkatan denyut jantung (Pathak et al.1982; Kul et al. 2001). Mengatasi efek samping ketamine, dapat dikombinasikan dengan preanestesi sedatif hipnotik golongan α2-adrenoceptor seperti xylazine atau golongan benzodiazepin seperti diazepam atau midazolam. Golongan benzodiazepin memperkuat kerja GABA yang merupakan neurotransmiter inhibitori utama pada otak, mampu menekan refleks-refleks polisinaps dan berpengaruh terhadap medulla spinalis (Brander et al. 1991). Midazolam bekerja pada reseptor benzidiazepin dengan cara meningkatkan pengikatan GABA pada reseptor GABA menimbulkan penghambatan SSP, mencegah hipertonus otot, meningkatkan efek sedasi dan hipnotik (Stawicki 2007). Midazolam lebih potensial dibandingkan diazepam (Lumb dan Jones 1996; Muir et al. 2000). Xylazine HCl adalah golongan alpha2-adrenoceptor stimulant atau alpha-2 adrenergic receptor agonist. Xylazine bekerja melalui mekanisme yang menghambat tonus simpatik karena xylazine mengaktivasi reseptor postsinap α 2 -adrenoseptor sehingga menyebabkan medriasis, relaksasi otot, penurunan denyut jantung, A, sehingga

24 4 penurunan peristaltik, relaksasi saluran cerna, dan sedasi. Xylazine menyebabkan relaksasi otot melalui penghambatan transmisi impuls intraneural pada susunan syaraf pusat dan dapat menyebabkan muntah. Xylazine juga dapat menekan termoregulator (Adams 2001). Pemberian atropine sulfat secara bersamaan sebagai preanestesi, dapat menurunkan pengaruh hipersalivasi dan bradikardi dari xylazine (Bishop 1996). Atropine adalah agen menghambat muskarinik atau antimuskarinik dengan mekanisme kerja secara kompetisi dengan reseptor acetilkolin. Penggunaan kombinasi atropine sulfat, xylazine HCl atau midazolam sebagai preanestesi akan memberikan pengaruh lebih baik terhadap anestesi serta meningkatkan potensi anestetikum. Preanestesi juga sangat penting pada hewan untuk tujuan merestrain sebelum dilakukan anestesi. Penelitian ini dirancang untuk mengetahui kualitas, efektivitas, dan keamanan pemeliharaan status teranestesi secara infusi gravimetrik dengan kombinasi ketamine dan propofol pada anjing. Hasil penelitian ini juga diharapkan mendapatkan keterpilihan dan kebakuan kombinasi dan dosis ketamine-propofol sebagai agen anestesi secara infusi gravimetrik pada anjing. Dilakukan evaluasi terhadap waktu anestesi untuk menentukan kualitas anestesi, evaluasi terhadap fungsi kardiovaskuler dan respirasi untuk menentukan tingkat keamanan penggunaan anestesi. Evaluasi fungsi kardiovaskuler terdiri dari frekuensi denyut jantung, tekanan darah (noninvasive blood pressure/nibp), capillary refill time (CRT), dan elektrokardiogram (EKG), sedangkan evaluasi fungsi respirasi terdiri dari frekuensi respirasi, end tidal CO 2 (ET CO 2 ), dan saturasi oksigen (Sp O 2 ). Kerangka Pemikiran Pembedahan hanya dapat dilakukan dengan baik apabila hewan telah dibius atau dianestesi. Anestesi juga sangat diperlukan untuk membuat diagnosis dan tindakan medis lainnya pada hewan. Banyak diagnosis, tindakan medis, dan terutama tindakan pembedahan tidak dapat dilakukan sebelum dilakukan anestesi. Anestesi merupakan tahapan yang sangat penting pada proses pembedahan dan penggunaan anestesi umum mempunyai resiko yang sangat besar karena dapat mengancam nyawa

25 5 hewan yang dianestesi serta mempunyai resiko jauh lebih besar dibanding prosedur pembedahan yang dijalankan. Diperlukan pemilihan anestetikum yang ideal yang memenuhi kriteria komponen anestesi : sedasi, analgesi, relaksasi (immobilisasi), ketidaksadaran, aman dan nyaman untuk sistem vital, ekonomis serta mudah diaplikasikan. Sampai saat ini belum ditemukan anestesi umum yang benar-benar aman dan memenuhi kriteria ideal. Anestesi umum inhalasi yang dipandang aman, memerlukan perangkat yang rumit, mahal, dan mempunyai waktu induksi (onset) yang relatif lambat. Keterbatasan anestesi inhalasi adalah tidak bisa digunakan untuk penanganan bronkoskopi dan laringoskopi serta tidak praktis untuk menangani hewan di lapangan. Anestesi umum alternatif yang masih mungkin dilakukan adalah anestesi umum parenteral. Anestesi parenteral lebih ekonomis dan praktis untuk penanganan hewan di lapangan, tetapi menghasilkan anestesi yang tidak stabil dan sering memerlukan pengulangan atau penambahan dosis anestesi karena waktu anestesi sudah selesai sedangkan tindakan medis atau pembedahan belum selesai dilakukan. Pilihan anestesi yang lebih memungkinkan adalah anestesi parenteral intravena dengan metode anestesi intravena total (TIVA, total intraveous anesthesia). Penggunaan mesin pompa infusi dengan komputer pada metode TIVA menghasilkan anestesi yang stabil dan akurat, sehingga metode TIVA mirip dengan penggunaan alat penguap (vaporizer) pada anestesi inhalasi. Pompa infusi yang digunakan pada metode TIVA masih mahal dan rumit serta tidak cocok untuk penanganan pasien di lapangan. Metode anestesi yang lebih praktis dan memungkinkan adalah metode infusi gravimetrik melalui tetes intravena. Metode infusi gravimetrik menggunakan anestetikum parenteral melalui tetes infusi intravena secara terus menerus, anestetikum dicampur dalam kantong cairan dan cairan anestetikum dialirkan melalui tetes infusi intravena berdasarkan gaya gravitasi dengan dosis dan kecepatan tetes tertentu. Ketamine HCl adalah salah satu jenis anestesi umum injeksi yang dapat diberikan secara intravena dan menjadi pilihan digunakan pada hewan kesayangan

26 6 seperti anjing. Ketamine HCl adalah anestetikum disosiatif dari golongan nonbarbiturat mempunyai sifat menghilangkan rasa sakit (analgesik) yang kuat serta reaksi anestesinya tidak menyebabkan ngantuk (sedasi) (Pathak et al.1982; Kul et al. 2001). Ketamine menghasilkan pengaruh anestesi melalui mekanisme yang bekerja pada reseptor N methyl D aspartate (NMDA). Ketamine diklasifikasikan sebagai antagonis reseptor NMDA, pada daerah tempat kerja PCP. Afinitas ketamine sangat kuat pada reseptor NMDA, sehingga menghasilkan pengaruh analgesik yang sangat kuat (Stawicki 2007). Antagonis NMDA akan menghambat refleks nosiseptik spinal, menghambat konduksi rasa sakit ke talamus dan daerah kortek. Penghambatan reseptor NMDA dengan dosis ketamine yang rendah akan menghasilkan pengaruh analgesik yang baik (Intelisano et al. 2008). Propofol termasuk agen anestetikum intravena short acting hyptotic yang dapat diberikan secara berulang atau secara infusi terus menerus. Propofol menghasilkan pengaruh anestesi melalui mekanisme yang bekerja pada reseptor GABA A (Intelisano et al. 2008). Propofol memperbesar pengaruh GABA yang mempunyai fungsi menghambat aksi (inhibitory) sistem syaraf pusat, meningkatkan konduksi Cl - yang menyebabkan hiperpolarisasi sehingga tingkat rangsangan sel (excitability) menurunkan, menyebabkan sedasi dan relaksasi (Mihic dan Harris 1997; Intelisano et al. 2008). Molekul propofol akan bekerja dan berikatan pada reseptor GABA A pada membran sel syaraf pada otak khususnya reseptor GABA A subtipe ß3 bagian N265 (ßN265) sehingga menyebabkan ketidaksadaran dan pada reseptor GABA A subtipe ß2 sehingga menyebabkan sedasi. Propofol menghasilkan pengaruh menghilangkan kesadaran dan sedasi yang baik, tetapi subtipe ß3 yang terdapat pada reseptor GABA A merespon terjadinya depresi respirasi akibat propofol (Henschel et al.2008). Efek samping penggunaaan propofol adalah hipotensi, apnea, dan rasa sakit pada tempat suntikan (Stawicki 2007). Propofol akan menghasilkan sedasi yang baik dengan efek samping yang minimal apabila digunakan pada dosis yang rendah. Efek samping propofol berhubungan dengan dosis penggunaan dan keuntungan penggunaan propofol akan diperoleh dengan cara mengkombinasikan dengan agen

27 7 anestetikum lain untuk menurunkan dosis dan meminimalkan pengaruh buruk yang ditimbulkan. Kombinasi campuran propofol dengan ketamine merupakan anestetika parenteral yang paling umum digunakan sebagai agen induksi untuk anestesi umum inhalasi. Anestesi pada manusia dengan metode TIVA menggunakan propofol dan ketamine, menunjukkan hasil yang sangat memuaskan secara klinik. Metode TIVA dengan propofol digunakan secara luas pada pasien manusia yang ditangani diluar ruang operasi. Kombinasi propofol dan ketamine akan berpotensi menghasilkan sedasi dan relaksasi yang baik karena potensi propofol serta menghasilkan analgesi yang kuat karena potensi ketamine. Kombinasi propofol dan ketamine dapat menurunkan dosis hipnotik propofol dan mengurangi pengaruh depresi kardiovaskuler dan respirasi akibat propofol. Dengan demikian, pemeliharaan status teranestesi dengan kombinasi ketamine dan propofol secara infusi gravimetrik diharapkan menghasilkan potensi anestesi umum yang baik dan aman. Kombinasi ketamine dan propofol diharapkan dapat menciptakan kondisi sedasi, analgesi, dan relaksasi yang oftimal serta adequat untuk dilakukan tindakan atau prosedur diagnostik maupun terapeutik tanpa menimbulkan gangguan hemodinamik, respiratorik, dan metabolik yang dapat mengancam. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan keterpilihan anestetika yang memenuhi kriteria komponen dasar anestesi (sedasi, analgesi, relaksasi, aman, dan mudah diaplikasikan), sedangkan secara khusus tujuan penelitian ini adalah : 1. Memperoleh kombinasi dan dosis preanestesi dan induksi anestesi pada anjing. 2. Memperoleh metode pemeliharaan status teranestesi secara infusi gravimetrik pada anjing. 3. Menjadikan campuran ketamine dengan propofol sebagai keterpilihan kebakuan kombinasi dan dosis anestetika pada anjing.

28 8 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1. Memberikan keyakinan untuk pemeliharaan status teranestesi secara infusi gravimetrik selama masa pembiusan pada anjing. 2. Kombinasi bahan anestetikum dan dosis ketamine dan propofol dapat dipilih sebagai kebakuan anestetikum pada anjing. 3. Metode dan hasil kajian anestesi infusi gravimetrik pada anjing dapat dijadikan acuan dalam mengkaji anestesi pada spesies lain maupun manusia. Hipotesis 1. Kombinasi preanestesi atropine-xylazine atau atropine-midazolam dengan induksi ketamine dan propofol menghasilkan waktu induksi (onset) yang lebih singkat, waktu anestesi (duration of action) yang lebih lama dan waktu pemulihan (recovery) yang lebih cepat. 2. Kombinasi ketamine dan propofol secara gravimetrik melalui infusi intravena, menghasilkan perubahan yang tidak bermakna terhadap aspek fisiologis anjing.

29 9 TINJAUAN PUSTAKA Anestesi Istilah anestesi dimunculkan pertama kali oleh dokter Oliver Wendell Holmes ( ) berkebangsaan Amerika, diturunkan dari dua kata Yunani : An berarti tidak, dan Aesthesis berarti rasa atau sensasi nyeri. Secara harfiah berarti ketiadaan rasa atau sensasi nyeri. Dalam arti yang lebih luas, anestesi berarti suatu keadaan hilangnya rasa terhadap suatu rangsangan. Pemberian anestetikum dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri baik disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Seringkali anestesi dibutuhkan pada tindakan yang berkaitan dengan pembedahan. Anestetikum yang diberikan pada hewan akan membuat hewan tidak peka terhadap rasa nyeri sehingga hewan menjadi tenang, dengan demikian tindakan diagnostik, terapeutik, atau pembedahan dapat dilaksanakan lebih aman dan lancar (Tranquilli et al. 2007; Miller 2010). Perjalanan waktu sepanjang sejarah menunjukkan bahwa anestesi pada hewan digunakan untuk menghilangkan rasa dan sensasi terhadap suatu rangsangan yang merugikan (nyeri), menginduksi relaksasi otot, dan terutama untuk membantu melakukan diagnosis atau proses pembedahan yang aman. Alasan lain penggunaan anestesi pada hewan adalah untuk melakukan pengendalian hewan (restraint), keperluan penelitian biomedis, pengamanan pemindahan (transportasi) hewan liar, pemotongan hewan yang humanis, dan untuk melakukan ruda paksa (euthanasia). Secara umum tujuan pemberian anestetikum pada hewan adalah mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dengan meminimalkan kerusakan organ tubuh dan membuat hewan tidak terlalu banyak bergerak. Semua tujuan anestesi dapat dicapai dengan pemberian obat anestetikum secara tunggal maupun dalam bentuk balanced anesthesia, yaitu mengkombinasikan beberapa agen anestetikum maupun dengan agen preanestetikum (McKelvey dan Hollingshead 2003; Tranquilli et al. 2007).

30 10 Preanestesi Preanestesi adalah pemberian zat kimia sebelum tindakan anestesi umum dengan tujuan utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang halus, mengurangi dosis anestetikum, mengurangi atau menghilangkan efek samping anestetikum, dan mengurangi nyeri selama operasi maupun pasca operasi (Debuf 1991; McKelvey dan Hollingshead 2003). Pemilihan preanestetikum dipertimbangkan sesuai dengan spesies, status fisik pasien, derajat pengendalian, jenis operasi, dan kesulitan dalam pemberian anestetikum (Booth dan Branson 1995). Preanestetikum yang paling umum digunakan pada hewan adalah atropine, acepromazin, xylazine, diazepam, midazolam, dan opioid atau narkotik. Atropine digunakan untuk mengurangi salivasi, peristaltik dan mengurangi bradikardia akibat anestesi. Acepromazin digunakan sebagai penenang atau tranquilizer. Xylazine, medetomidin, diazepam, dan midazolam digunakan sebagai agen sedatif dan merelaksasi otot. Opioid atau narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit, seperti disajikan pada Gambar 1. Preanestesi Antikolinergik : Atropine, Scopolamine, Aminopentamid, Glikopirolat. Pelemas otot (Muscle paralyzer): Xylazine, Diazepam, Midazolam, Medetomidin, Lorazepam, Curare. Agen Dissosiatif : Penciklidine, Ketamine, Tiletamine. Narkotik : Morpin, Apomorpin, Meperidin, Oksimorpin, Etorpin, Nalorpin. Tranquilizer : Promazin, Acepromazin, Chlorpromazin, Xylazine, Diazepam, Midazolam, Lorazepam, Madetomidin. Gambar 1. Klasifikasi agen preanestesi yang digunakan pada anestesi umum (Sumber: Warren 1983; McKelvey dan Hollingshead 2003). Klasifikasi Anestesi Keadaan teranestesi dapat dihasilkan secara kimia dengan obat-obatan dan secara fisik melalui penekanan sensori pada syaraf. Obat-obatan anestetika umumnya diklasifikasikan berdasarkan rute penggunaannya, yaitu: 1). Topikal misalnya melalui

31 11 kutaneus atau membrana mukosa; 2). Injeksi seperti intravena, subkutan, intramuskular, dan intraperitoneal; 3). Gastrointestinal secara oral atau rektal; dan 4). Respirasi atau inhalasi melalui saluran nafas (Tranquilli et al. 2007). Anestetetikum juga dapat diklasifikasikan berdasarkan daerah atau luasan pada tubuh yang dipengaruhinya, yaitu : 1). Anestesi lokal, terbatas pada tempat penggunaan dengan pemberian secara topikal, spray, salep atau tetes, dan infiltrasi. 2). Anestesi regional, mempengaruhi pada daerah atau regio tertentu dengan pemberian secara perineural, epidural, dan intratekal atau subaraknoid. 3). Anestesi umum, mempengaruhi seluruh sistem tubuh secara umum dengan pemberian secara injeksi, inhalasi, atau gabungan (balanced anaesthesia) (Adams 2001; McKelvey dan Hollingshead 2003). Anestesi Lokal Anestetikum lokal adalah suatu bahan kimia yang mampu menghambat konduksi syaraf perifer tanpa menimbulkan kerusakan permanen pada syaraf tersebut. Mekanisme kerja anestetikum lokal dengan cara menghambat (blok) saluran ion sodium (Na) pada syaraf perifer, konduksi atau aksi potensial pada syaraf terhambat sehingga respon nyeri secara lokal hilang. Anestetikum lokal mencegah proses depolarisasi membran syaraf secara lokal melalui penghambatan saluran ion Na, sehingga membran akson tidak dapat bereaksi dengan neurotransmitter acetilkolin dan membran akan tetap dalam keadaan semipermiabel serta tidak terjadi perubahan potensial. Keadaan tersebut menyebabkan aliran inpuls yang melewati syaraf berhenti, sehingga semua rangsangan tidak sampai ke SSP. Sifat hambatan syaraf umumnya bersifat lokal, selektif, dan tergantung pada dosis atau jumlah obat yang diberikan (Tranquilli et al. 2007; Miller 2010). Sifat sifat yang harus dimiliki oleh obat anestetikum lokal adalah poten, artinya efektif dalam dosis rendah, daya penetrasinya baik, mula kerjanya cepat, masa kerjanya lama, toksisitas sistemik rendah, tidak mengiritasi jaringan, pengaruhnya reversibel, dan mudah dikeluarkan dari tubuh (Adams 2001; Tranquilli et al. 2007).

32 12 Penggunaan anestetikum lokal bisa dilakukan dengan meneteskan pada permukaan daerah yang akan dianestesi (surface aflication), dengan melakukan injeksi secara sub-kutan pada daerah yang akan dianestesi (subdermal, intradermal), serta dengan melakukan pemblokiran pada daerah tertentu (field block anestesi). Anestetikum yang sering digunakan sebagai anestetikum lokal adalah procaine HCI 2% - 4%, Lidocaine 0,5-2%, Lidocaine 4%, Tetracaine, bupivacaine 0,25% atau 0,5%, Dibucain, Pehacaine, Lidonest, dan Chlor buthanol dengan dosis pemberian secukupnya (Quantum statis, QS). Lidocaine dan bupivacaine dapat diencerkan dengan larutan salin (bukan air) untuk menurunkan konsentrasinya. Bupivacaine mempunyai onset lebih lambat (20 menit) dan durasi lebih panjang (6 jam) dibandingkan lidocaine (onset lebih cepat dan durasi 1-2 jam) (Adams 2001; Sudisma 2006; Tranquilli et al. 2007). Anestesi Regional Anestesi regional adalah tindakan menghilangnya nyeri yang dilakukan dengan cara menyuntikkan anestetikum lokal pada lokasi syaraf yang menginervasi regio atau daerah tertentu sehingga menyebabkan hambatan konduksi inpuls yang reversibel. Anestetikum regional dapat menghilangkan rasa nyeri pada suatu daerah atau regio tertentu secera reversibel tanpa disertai hilangnya kesadaran. Mekanisme kerja dan jenis anestetikum yang digunakan sama dengan anestetikum lokal, tetapi daerah atau luasan pada tubuh yang dipengaruhi adalah daerah atau regio tertentu. Anestesi regional dibedakan berdasarkan rute pemberiannya, yaitu secara epidural, spinal atau intrathekal atau subaraknoid, dan blok pleksus brakhialis (Adams 2001; McKelvey dan Hollingshead 2003). Anestesi epidural dihasilkan dengan cara menginjeksikan anestetikum lokal diantara duramater dan periosteum dari canalis spinalis (epidural space). Anestetikum tidak langsung mengenai medula spinalis, sehingga efek anestesi terjadi setelah menit pemberian. Anestesi epidural menghambat sensasi dan kontrol motorik daerah abdominal, pelvis, ekor, dan kaki belakang. Anestesi ini biasanya digunakan untuk laparotomi, amputasi ekor, urethrostomi, pembedahan cesar,

33 13 pembedahan daerah pelvis, dan amputasi daeran kaki belakang. Pada hewan kecil dilakukan antara tulang lumbar terakhir dan tulang sakral 1. Sedangkan pada hewan besar dilakukan antara tulang coccigia 1 dan 2. Anestetikum yang digunakan sama dengan anestetikum lokal, seperti lidocaine 2%, bupivacain 0,5%, ropivacain 0,75% atau mepivacaine 2% dengan dosis pemberian 1ml/5kg BB. Lidocain menghasilkan durasi sekitar 1-2 jam dan bupivacain sekitar 6 jam (McKelvey dan Hollingshead 2003). Spinal atau intrathekal atau subaraknoid anestesi sama dengan anestesi epidural tetapi dilakukan melalui duramater dan subaraknoid dimana jarum menembus duramater dan subaraknoid sehingga anestetikum masuk ke dalam dan langsung mengenai syaraf spinal, menghasilkan anestesi yang segera dan lebih cepat. Anestesi ini mengakibatkan resiko berontak dan rasa sakit yang memerlukan kesembuhan lebih lama. Anestetikum yang digunakan sama dengan anestetikum lokal. Sedangkan blok pleksus brakhialis adalah anestesi regional dengan cara menyuntikkan anestetikum lokal di daerah perjalanan fleksus brakhialis yang menginervasi daerah kaki depan (Adams 2001; McKelvey dan Hollingshead 2003; Sudisma 2006; Tranquilli et al. 2007). Anestesi Umum Anestesi umum adalah keadaan hilangnya nyeri di seluruh tubuh dan hilangnya kesadaran yang bersifat sementara yang dihasilkan melalui penekanan sistem syaraf pusat karena adanya induksi secara farmakologi atau penekanan sensori pada syaraf. Agen anestesi umum bekerja dengan cara menekan sistem syaraf pusat (SSP) secara reversibel (Adams 2001). Anestesi umum merupakan kondisi yang dikendalikan dengan ketidaksadaran reversibel dan diperoleh melalui penggunaan obat-obatan secara injeksi dan atau inhalasi yang ditandai dengan hilangnya respon rasa nyeri (analgesia), hilangnya ingatan (amnesia), hilangnya respon terhadap rangsangan atau refleks dan hilangnya gerak spontan (immobility), serta hilangnya kesadaran (unconsciousness) (McKelvey dan Hollingshead 2003).

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Anestesi merupakan tahapan yang sangat penting dan strategis pada tindakan pembedahan, karena pembedahan tidak dapat dilakukan bila belum dilaksanakan anestesi. Sejarah membuktikan

Lebih terperinci

ANESTESI INFUS GRAVIMETRIK PADA ANJING (The Gravimetric Infuson Anaesthesia in Dogs)

ANESTESI INFUS GRAVIMETRIK PADA ANJING (The Gravimetric Infuson Anaesthesia in Dogs) ANESTESI INFUS GRAVIMETRIK PADA ANJING (The Gravimetric Infuson Anaesthesia in Dogs) I Gusti Ngurah Sudisma 1), Setyo Widodo 2), Dondin Sajuthi 2), Harry Soehartono 2), Putu Yudhi Arjentinia 1) 1) Bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Anestesi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen anestesi seperti obat analgesik yang dapat menghilangkan rasa sakit, sementara obat-obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anestesi digunakan secara luas dalam bidang kedokteran hewan seperti menghilangkan nyeri dan kesadaran pada tindakan pembedahan, pengendalian hewan (restraint), keperluan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan 71 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Data penggunaan bahan anestetika diperoleh dari kuesioner yang diedarkan secara acak kepada 87 Dokter Hewan praktek melalui survei secara acak dari tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anjing merupakan hewan peliharaan yang paling populer hampir di seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga memiliki jiwa pengabdian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anestesi

TINJAUAN PUSTAKA Anestesi 9 TINJAUAN PUSTAKA Anestesi Istilah anestesi dimunculkan pertama kali oleh dokter Oliver Wendell Holmes (1809-1894) berkebangsaan Amerika, diturunkan dari dua kata Yunani : An berarti tidak, dan Aesthesis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah pemberian obat-obatan sebelum tindakan anestesi umum dengan tujuan utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang halus, mengurangi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Fisik Keseluruhan anjing yang dipergunakan pada penelitian diperiksa secara klinis dan dinyatakan sehat sesuai dengan klasifikasi status klas I yang telah ditetapkan

Lebih terperinci

TESIS PEMELIHARAAN STATUS TERANESTESI DENGAN KOMBINASI XILASIN-KETAMIN SECARA SUBKUTAN PADA ANJING

TESIS PEMELIHARAAN STATUS TERANESTESI DENGAN KOMBINASI XILASIN-KETAMIN SECARA SUBKUTAN PADA ANJING TESIS PEMELIHARAAN STATUS TERANESTESI DENGAN KOMBINASI XILASIN-KETAMIN SECARA SUBKUTAN PADA ANJING I MADE INDRAYADNYA SWARAYANA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015! TESIS PEMELIHARAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi. Obat analgesik akan menghilangkan rasa sakit, sementara obat tranquilliser akan menenangkan hewan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Anestesi adalah hilangnya rasa sakit yang disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan belum bisa dilakukan tanpa anestesi (Hall dan Clarke, 1983).

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan belum bisa dilakukan tanpa anestesi (Hall dan Clarke, 1983). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anestesi adalah tahapan yang sangat penting pada prosedur pembedahan. Prosedur awal pembedahan harus didahului dengan pemberian anestesi karena pembedahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah 2.1.1. Hematologi Darah Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 57 MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Bagian Bedah Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Bagian Fisiologi Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi

Lebih terperinci

ELEKTROKARDIOGRAM ANJING DOMESTIK YANG DIBERIKAN KOMBINASI XILASIN DAN KETAMIN SECARA SUBKUTAN SEBAGAI PEMELIHARA ANESTESI SKRIPSI

ELEKTROKARDIOGRAM ANJING DOMESTIK YANG DIBERIKAN KOMBINASI XILASIN DAN KETAMIN SECARA SUBKUTAN SEBAGAI PEMELIHARA ANESTESI SKRIPSI ELEKTROKARDIOGRAM ANJING DOMESTIK YANG DIBERIKAN KOMBINASI XILASIN DAN KETAMIN SECARA SUBKUTAN SEBAGAI PEMELIHARA ANESTESI SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

Perubahan Klinik Pada Anjing Lokal Selama Teranestesi Ketamin Dengan Berbagai Dosis Premedikasi Xilazin Secara Subkutan

Perubahan Klinik Pada Anjing Lokal Selama Teranestesi Ketamin Dengan Berbagai Dosis Premedikasi Xilazin Secara Subkutan Perubahan Klinik Pada Anjing Lokal Selama Teranestesi Ketamin Dengan Berbagai Dosis Premedikasi Xilazin Secara Subkutan (THE CLINICAL CHANGES IN LOCAL DOG DURING ANESTHETIZED BY KETAMINE WITH VARIOUS DOSE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya

Lebih terperinci

Gambaran Total Eritrosit, Kadar Hemoglobin, Nilai Hematokrit Terhadap Xilazin-Ketamin pada Anjing Lokal secara Subkutan

Gambaran Total Eritrosit, Kadar Hemoglobin, Nilai Hematokrit Terhadap Xilazin-Ketamin pada Anjing Lokal secara Subkutan Gambaran Total Eritrosit, Kadar Hemoglobin, Nilai Hematokrit Terhadap Xilazin-Ketamin pada Anjing Lokal secara Subkutan (OVERVIEW NUMBER OF ERYTHROCYTES, HEMOGLOBIN, HEMATOCRIT VALUE TOWARD XYLAZINE-KETAMINE

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Hipotermia dan Waktu Pemulihannya dalam Anestesi Gas Isofluran dengan Induksi Ketamin-Xylazin pada Anjing

Hipotermia dan Waktu Pemulihannya dalam Anestesi Gas Isofluran dengan Induksi Ketamin-Xylazin pada Anjing Jurnal Veteriner Maret 2016 Vol. 17 No. 1 : 1-6 pissn: 1411-8327; eissn: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2016.17.1.1 Terakreditasi Nasional SK. No. 15/XI/Dirjen Dikti/2011 online pada http://ejournal.unud.ac.id/php.index/jvet.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang tua. 1 Berdasarkan data pada Agustus 2010, terdapat pasien anak berusia 2-12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak-anak mempunyai kondisi berbeda dengan orang dewasa pada saat pra bedah sebelum masuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dua ruang yaitu atrium kiri (sinister) dan kanan (dexter), dan dua ventrikel sinister

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dua ruang yaitu atrium kiri (sinister) dan kanan (dexter), dan dua ventrikel sinister BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomifisiologi Jantung Anjing Secara anatomi, jantung anjing memiliki empat ruang yang terbagi atas dua ruang yaitu atrium kiri (sinister) dan kanan (dexter), dan dua ventrikel

Lebih terperinci

PERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI

PERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI PERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Melissa Donda

Lebih terperinci

PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS PREMEDIKASI XILAZIN PADA ANJING LOKAL YANG DIANESTESI KETAMIN SECARA SUBKUTAN TERHADAP GAMBARAN LEUKOSIT SKRIPSI

PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS PREMEDIKASI XILAZIN PADA ANJING LOKAL YANG DIANESTESI KETAMIN SECARA SUBKUTAN TERHADAP GAMBARAN LEUKOSIT SKRIPSI PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS PREMEDIKASI XILAZIN PADA ANJING LOKAL YANG DIANESTESI KETAMIN SECARA SUBKUTAN TERHADAP GAMBARAN LEUKOSIT SKRIPSI Oleh Komang Sri Adiari NIM. 1009005059 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Lebih terperinci

EFEK PEMBERIAN V IRGIN COCONUT OIL

EFEK PEMBERIAN V IRGIN COCONUT OIL EFEK PEMBERIAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO) TERHADAP PROFIL IMUNOHISTOKIMIA ANTIOKSIDAN SUPEROXIDE DISMUTASE (SOD) PADA JARINGAN GINJAL TIKUS DIABETES MELLITUS NOVITA SARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

ABSTRAK. Ardelia Emily, Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr., M.Kes., PA(K) Pembimbing II: Endang Evacuasiany, Dra, Apt., MS.

ABSTRAK. Ardelia Emily, Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr., M.Kes., PA(K) Pembimbing II: Endang Evacuasiany, Dra, Apt., MS. ABSTRAK EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia Linn) dan EKSTRAK ETANOL DAUN SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN YANG DIINDUKSI RANGSANG TERMIS

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA REFORMA AGRARIA DI KABUPATEN PATI. Oleh: Darsini

ANALISIS PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA REFORMA AGRARIA DI KABUPATEN PATI. Oleh: Darsini ANALISIS PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA REFORMA AGRARIA DI KABUPATEN PATI Oleh: Darsini PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 Hak cipta milik

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoariae (Berg.) Roscoe) TERHADAP GAMBARAN KLINIS PRE DAN POST OPERASI PADA KELINCI YANG DIINDUKSI TUMOR HERYUDIANTO VIBOWO FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK HIPNOTIK EKSTRAK ETANOL KANGKUNG (Ipomoea aquatica FORSK.) PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN YANG DIINDUKSI FENOBARBITAL

ABSTRAK. EFEK HIPNOTIK EKSTRAK ETANOL KANGKUNG (Ipomoea aquatica FORSK.) PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN YANG DIINDUKSI FENOBARBITAL ABSTRAK EFEK HIPNOTIK EKSTRAK ETANOL KANGKUNG (Ipomoea aquatica FORSK.) PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN YANG DIINDUKSI FENOBARBITAL Isept Setiawan, 2011, Pembimbing I : Dra. Endang Evacuasiany, MS., AFK.,

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH OLEH TEH HIJAU DAN ATAU TEH DAUN MURBEI PADA TIKUS DIABETES RUSMAN EFENDI

PENGENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH OLEH TEH HIJAU DAN ATAU TEH DAUN MURBEI PADA TIKUS DIABETES RUSMAN EFENDI PENGENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH OLEH TEH HIJAU DAN ATAU TEH DAUN MURBEI PADA TIKUS DIABETES RUSMAN EFENDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan suatu kondisi yang dapat memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani pembedahan sudah tentunya

Lebih terperinci

Anestesi Infus Gravimetrik Ketamin dan Propofol pada Anjing

Anestesi Infus Gravimetrik Ketamin dan Propofol pada Anjing Jurnal Veteriner Juni 2012 Vol. 13 No. 2: 189-198 ISSN : 1411-8327 Anestesi Infus Gravimetrik Ketamin dan Propofol pada Anjing (THE GRAVIMETRIC INFUSION ANAESTHESIA WITH KETAMINE AND PROPOFOL IN DOGS)

Lebih terperinci

EDWARD WYENANTEA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

EDWARD WYENANTEA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA PENGARUH PEMBERIAN CAMPURAN EKSTRAK BIJI KELABET (TRIGONELLA FOENUM-GRAECUM LINN.) DAN EKSTRAK DAUN TAPAK DARA (CATHARANTHUS ROSEUS LINN.) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH EDWARD WYENANTEA

Lebih terperinci

PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK DAN TINGKAT KESADARAN PASCA PEMAKAIAN ISOFLURAN DAN SEVOFLURAN PADA OPERASI MAYOR DI DAERAH ABDOMEN SKRIPSI

PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK DAN TINGKAT KESADARAN PASCA PEMAKAIAN ISOFLURAN DAN SEVOFLURAN PADA OPERASI MAYOR DI DAERAH ABDOMEN SKRIPSI PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK DAN TINGKAT KESADARAN PASCA PEMAKAIAN ISOFLURAN DAN SEVOFLURAN PADA OPERASI MAYOR DI DAERAH ABDOMEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dengan ditemukannya agen inhalasi yang baru, desflurane dan sevoflurane, muncul permasalahan baru yang dikenal dengan agitasi pulih sadar. Agitasi pulih sadar didefinisikan

Lebih terperinci

ABSTRAK EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL KUNYIT

ABSTRAK EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL KUNYIT ABSTRAK EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL KUNYIT (Curcuma domestica Val.) DAN EKSTAK ETANOL KENCUR (Kaempferia galanga Linn.) PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN DENGAN METODE HOT PLATE Thomas Utomo, 1210023,

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PENGUKURAN DAN PEMETAAN BATAS BIDANG TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KOTA DEPOK.

ANALISIS KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PENGUKURAN DAN PEMETAAN BATAS BIDANG TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KOTA DEPOK. ANALISIS KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PENGUKURAN DAN PEMETAAN BATAS BIDANG TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KOTA DEPOK Oleh : Bambang Irjanto PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENGEMBANGAN KARIR PADA KANTOR PUSAT PT BUKIT ASAM (PERSERO), TBK.

ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENGEMBANGAN KARIR PADA KANTOR PUSAT PT BUKIT ASAM (PERSERO), TBK. ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENGEMBANGAN KARIR PADA KANTOR PUSAT PT BUKIT ASAM (PERSERO), TBK. Oleh: Gusri Ayu Farsa PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH

Lebih terperinci

WAKTU INDUKSI, LAMA KERJA DAN PEMULIHAN ANESTESI KETAMIN DENGAN BERBAGAI DOSIS PREMEDIKASI XILAZIN SECARA SUBKUTAN PADA ANJING LOKAL SKRIPSI.

WAKTU INDUKSI, LAMA KERJA DAN PEMULIHAN ANESTESI KETAMIN DENGAN BERBAGAI DOSIS PREMEDIKASI XILAZIN SECARA SUBKUTAN PADA ANJING LOKAL SKRIPSI. WAKTU INDUKSI, LAMA KERJA DAN PEMULIHAN ANESTESI KETAMIN DENGAN BERBAGAI DOSIS PREMEDIKASI XILAZIN SECARA SUBKUTAN PADA ANJING LOKAL SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

GAMBARAN DARAH ANJING (TOTAL ERITROSIT, KADAR HEMOGLOBIN DAN HEMATOKRIT) YANG DIINJEKSI XILASIN- KETAMIN SECARA SUBKUTAN SKRIPSI

GAMBARAN DARAH ANJING (TOTAL ERITROSIT, KADAR HEMOGLOBIN DAN HEMATOKRIT) YANG DIINJEKSI XILASIN- KETAMIN SECARA SUBKUTAN SKRIPSI GAMBARAN DARAH ANJING (TOTAL ERITROSIT, KADAR HEMOGLOBIN DAN HEMATOKRIT) YANG DIINJEKSI XILASIN- KETAMIN SECARA SUBKUTAN SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai

Lebih terperinci

Buletin Veteriner Udayana Vol. 2 No.2. : ISSN : Agustus 2010

Buletin Veteriner Udayana Vol. 2 No.2. : ISSN : Agustus 2010 PERBANDINGAN WAKTU INDUKSI, DURASI DAN PEMULIHAN ANESTESI DENGAN PENAMBAHAN PREMEDIKASI ATROPIN-XYLAZIN DAN ATROPIN- DIAZEPAM UNTUK ANESTESI UMUM KETAMIN PADA BURUNG MERPATI (COLUMBA LIVIA) (THE COMPARISON

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap prosedur pembedahan harus menjalani anestesi dan melalui tahap pasca bedah, maka setiap pasien yang selesai menjalani operasi dengan anestesi umum

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN KAFEIN ORAL TERHADAP INTERVAL EKG

ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN KAFEIN ORAL TERHADAP INTERVAL EKG ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN KAFEIN ORAL TERHADAP INTERVAL EKG Vika Fransiska, 2008. Pembimbing : Jo Suherman, dr., MS., AIF Endang Evacuasiany, dra., Apt., MS., AFK Latar Belakang : Kafein banyak terkandung

Lebih terperinci

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL Tugas Anestesi FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL disusun oleh ASTRI NURFIDAYANTI 110.2004.036 FK UNIVERSITAS YARSI KEPANITERAAN KLINIK PERIODE 14 FEBRUARI-19 MARET 2011 DEPARTEMEN ANESTESI DAN REANIMASI RUMAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam detak per menit atau beats per minute (bpm). Frekuensi denyut jantung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam detak per menit atau beats per minute (bpm). Frekuensi denyut jantung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologis Sistem Kardiovaskuler dan Pernafasan (Kardiorespirasi) 2.1.1. Heart Rate/Frekuensi Denyut Jantung Heart rate adalah jumlah detak jantung per satuan waktu, biasanya

Lebih terperinci

PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG

PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG (Studi Kasus Pada Unit Bisnis Jasa Angkutan Divisi Regional Sulawesi Selatan) Oleh : Retnaning Adisiwi PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

OLEH: VEROS ALVARIS YUSTAKI FAKULTAS FARMASI UNIKA WIDYA MANDALA SURABAYA

OLEH: VEROS ALVARIS YUSTAKI FAKULTAS FARMASI UNIKA WIDYA MANDALA SURABAYA PENGARUH PEMBERIAN CAMPURAN EKSTRAK ETANOL BIJI KELABET (TRIGONELLA FOENUM-GRAECUM LINN.) DAN DAUN MURBEI (MORUS ALBA LINN.) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH JANTAN OLEH: VEROS ALVARIS

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN Oleh : Dewi Maditya Wiyanti PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA

SEKOLAH PASCASARJANA ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH TERHADAP LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: Sri Martini PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ANALISIS DAMPAK

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN I DAN II PENGARUH RUTE PEMBERIAN DAN VARIASI BIOLOGIK TERHADAP EFEK OBAT

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN I DAN II PENGARUH RUTE PEMBERIAN DAN VARIASI BIOLOGIK TERHADAP EFEK OBAT LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN I DAN II PENGARUH RUTE PEMBERIAN DAN VARIASI BIOLOGIK TERHADAP EFEK OBAT Disusun oleh: KELOMPOK 3 Kelas C2 Kamis Pagi Avi Rahmadiah 1306376995 Ertika Festya 1306480420

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA PENGARUH LAMA PRAPERLAKUAN FLAVONOID RUTIN TERHADAP EFEK HIPOGLIKEMIK TOLBUTAMID PADA TIKUS JANTAN YANG DIINDUKSI ALOKSAN Oleh : Tanti Azizah S., M.Sc., Apt dr. EM Sutrisna,

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT i PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill) TERHADAP GAMBARAN UREUM DAN KREATININ PADA TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI ETILEN GLIKOL AKHMAD FUADI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STABILITAS ELEKTROKARDIOGRAM PADA ANJING DOMESTIK YANG DIANESTESI ANTARA KETAMIN, PROPOFOL DAN KOMBINASINYA I PUTU GEDE YUDHI ARJENTINIA

PERBANDINGAN STABILITAS ELEKTROKARDIOGRAM PADA ANJING DOMESTIK YANG DIANESTESI ANTARA KETAMIN, PROPOFOL DAN KOMBINASINYA I PUTU GEDE YUDHI ARJENTINIA PERBANDINGAN STABILITAS ELEKTROKARDIOGRAM PADA ANJING DOMESTIK YANG DIANESTESI ANTARA KETAMIN, PROPOFOL DAN KOMBINASINYA I PUTU GEDE YUDHI ARJENTINIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

ABSTRACT. Nilai Normal Elektrokardiogram, Frekuensi Jantung, Respirasi dan Suhu Tubuh Dugong dugon

ABSTRACT. Nilai Normal Elektrokardiogram, Frekuensi Jantung, Respirasi dan Suhu Tubuh Dugong dugon ISSN : 1411-8327 Nilai Normal Elektrokardiogram, Frekuensi Jantung, Respirasi dan Suhu Tubuh Dugong dugon (NORMAL VALUES OF ELECTROCARDIOGRAM, HEART RATE, RESPIRATION RATE AND BODY TEMPERATURE OF Dugong

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pemeriksaan Klinis dan Tekanan Darah

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pemeriksaan Klinis dan Tekanan Darah METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai bulan Desember 00 di Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI SENYAWA ASAM 4-METOKSIBENZOIL SALISILAT RUTH SETIAWATI CHRISTANTO FAKULTAS FARMASI UNIKA WIDYA MANDALA SURABAYA

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI SENYAWA ASAM 4-METOKSIBENZOIL SALISILAT RUTH SETIAWATI CHRISTANTO FAKULTAS FARMASI UNIKA WIDYA MANDALA SURABAYA UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI SENYAWA ASAM 4-METOKSIBENZOIL SALISILAT RUTH SETIAWATI CHRISTANTO 2443006036 FAKULTAS FARMASI UNIKA WIDYA MANDALA SURABAYA 2010 ABSTRAK UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI ASAM 4-METOKSIBENZOIL

Lebih terperinci

PROFIL SEL β PULAU LANGERHANS JARINGAN PANKREAS TIKUS DIABETES MELLITUS YANG DIBERI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) AMILIA DAYATRI URAY

PROFIL SEL β PULAU LANGERHANS JARINGAN PANKREAS TIKUS DIABETES MELLITUS YANG DIBERI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) AMILIA DAYATRI URAY PROFIL SEL β PULAU LANGERHANS JARINGAN PANKREAS TIKUS DIABETES MELLITUS YANG DIBERI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) AMILIA DAYATRI URAY FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRACT AMILIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Temperatur Tubuh Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Temperatur Tubuh Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Temperatur Tubuh Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur tubuh hewan merupakan keseimbangan antara produksi panas tubuh yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

ANALISIS EKUITAS MEREK MINUMAN ISOTONIK MIZONE PADA MAHASISWA DI KOTA SOLO. Oleh : Andrew Kresnoputro

ANALISIS EKUITAS MEREK MINUMAN ISOTONIK MIZONE PADA MAHASISWA DI KOTA SOLO. Oleh : Andrew Kresnoputro ANALISIS EKUITAS MEREK MINUMAN ISOTONIK MIZONE PADA MAHASISWA DI KOTA SOLO Oleh : Andrew Kresnoputro PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

Kata kunci : brotowali, daun pepaya, induksi termik, analgesik

Kata kunci : brotowali, daun pepaya, induksi termik, analgesik ABSTRAK EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL BATANG BROTOWALI (Tinospora crispa) DAN EKSTRAK ETANOL DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) PADA MENCIT Swiss Webster JANTAN Arvin Manuel, 2015. Pembimbing I : Endang Evacuasiany,

Lebih terperinci

PENGUJIAN LETHAL DOSIS (LD50) EKSTRAK ETANOL BIJI BUAH DUKU ( Lansium domesticum Corr) PADA MENCIT (Mus musculus) Oleh : Supriyono

PENGUJIAN LETHAL DOSIS (LD50) EKSTRAK ETANOL BIJI BUAH DUKU ( Lansium domesticum Corr) PADA MENCIT (Mus musculus) Oleh : Supriyono PENGUJIAN LETHAL DOSIS (LD50) EKSTRAK ETANOL BIJI BUAH DUKU ( Lansium domesticum Corr) PADA MENCIT (Mus musculus) Oleh : Supriyono FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRACT SUPRIYONO.

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 dan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih memerlukan perhatian yang serius. 1 Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

ELEKTROKARDIOGRAM MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) YANG TERANESTESI KOMBINASI KETAMIN-SILASIN SKRIPSI

ELEKTROKARDIOGRAM MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) YANG TERANESTESI KOMBINASI KETAMIN-SILASIN SKRIPSI ELEKTROKARDIOGRAM MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) YANG TERANESTESI KOMBINASI KETAMIN-SILASIN SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN KINERJA KEPALA SEKOLAH

ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN KINERJA KEPALA SEKOLAH ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN KINERJA KEPALA SEKOLAH Studi Kasus: Sekolah Dasar Negeri Di Kabupaten Sukohardjo Provinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

Lampiran 1 Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi menurut American Society of Anaesthesiologist (ASA)

Lampiran 1 Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi menurut American Society of Anaesthesiologist (ASA) LAMPIRAN 73 74 Lampiran 1 Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi menurut American Society of Anaesthesiologist (ASA) Katagori Kondisi Fisik Contoh kondisi klinik Hewan normal (sehat klinis) Tidak

Lebih terperinci

Jurnal Kajian Veteriner Desember 2015 Vol. 3 No. 2 :: ISSN :

Jurnal Kajian Veteriner Desember 2015 Vol. 3 No. 2 :: ISSN : Jurnal Kajian Veteriner Desember 2015 Vol. 3 No. 2 :: 113-119 ISSN : 2356-4113 PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANESTETIKUM ANTARA ZOLETIL- ACEPROMACIN DAN KETAMIN- ACEPROMACIN PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anestesi intravena total adalah suatu tehnik anestesi yang dilakukan hanya dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat anestesi inhalasi.

Lebih terperinci

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN RM 02.05.04.0114 Dokter Pelaksana Tindakan Penerima Informasi Penerima Informasi / Pemberi Penolakan * SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN PEMBERIAN INFORMASI JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDA ( ) 1

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI (PREPAID CARD) LOVITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas. DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.l) Yeti Widyawati SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TRANSFORMASI BUDAYA ORGANISASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA BANK YANG DIAMBIL ALIH KEPEMILIKANNYA OLEH ASING IRVANDI GUSTARI

TRANSFORMASI BUDAYA ORGANISASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA BANK YANG DIAMBIL ALIH KEPEMILIKANNYA OLEH ASING IRVANDI GUSTARI i TRANSFORMASI BUDAYA ORGANISASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA BANK YANG DIAMBIL ALIH KEPEMILIKANNYA OLEH ASING IRVANDI GUSTARI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI

STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus: Rumahtangga Nelayan Tradisional Di Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang Propinsi Banten) RANTHY PANCASASTI SEKOLAH

Lebih terperinci

KELOMPOK A3: EVRIS HIKMAT. S OMAN SETIYANTO GEDE EKO DARMONO SITI NUR HIDAYATI VERONIKA JULIE RIZKA PUTRI IKA ERTI

KELOMPOK A3: EVRIS HIKMAT. S OMAN SETIYANTO GEDE EKO DARMONO SITI NUR HIDAYATI VERONIKA JULIE RIZKA PUTRI IKA ERTI KELOMPOK A3: EVRIS HIKMAT. S OMAN SETIYANTO GEDE EKO DARMONO SITI NUR HIDAYATI VERONIKA JULIE RIZKA PUTRI IKA ERTI Ovariohisterectomy merupakan tindakan bedah atau operasi pengangkatan organ reproduksi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI

ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN RURIN WAHYU LISTRIANA PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt.

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. OBAT OBAT EMERGENSI Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. PENGERTIAN Obat Obat Emergensi adalah obat obat yang digunakan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH PEMBERIAN INFUSA Musa paradisiaca.linn (Musaceae) TERHADAP TUKAK LAMBUNG PADA TIKUS GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI ASETOSAL

ABSTRAK. PENGARUH PEMBERIAN INFUSA Musa paradisiaca.linn (Musaceae) TERHADAP TUKAK LAMBUNG PADA TIKUS GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI ASETOSAL ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN INFUSA Musa paradisiaca.linn (Musaceae) TERHADAP TUKAK LAMBUNG PADA TIKUS GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI ASETOSAL Adi Suryadinata Krisetya, 2007, Pembimbing I : Endang Evacuasiany,

Lebih terperinci

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I Hemodinamik Aliran darah dalam sistem peredaran tubuh kita baik sirkulasi magna/ besar maupun sirkulasi parva/ sirkulasi dalam paru paru. Monitoring

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Babi Lokal (Sus domestica) Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Babi Lokal (Sus domestica) Indonesia 2 TINJAUAN PUSTAKA Babi Lokal (Sus domestica) Indonesia Babi merupakan hewan monogastrik berasal dari Eurasia yang memiliki bentuk hidung khas sebagai ciri hewan tersebut, yaitu berhidung lemper. Babi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Variabel yang diamati : Gambar 5 Alur penelitian terhadap babi A, B, dan C 1. Gejala pada saat periode induksi 2. Onset anestesi 3. Durasi anestesi 4. Temperatur tubuh ( o C) 5. Frekuensi denyut jantung

Lebih terperinci

POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI

POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR )

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) TEGUH PAIRUNAN PUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

MODEL SIKAP PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN GAS ALAM DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN KOTA GAS: STUDI KASUS KOTA TARAKAN TUBAGUS HARYONO

MODEL SIKAP PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN GAS ALAM DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN KOTA GAS: STUDI KASUS KOTA TARAKAN TUBAGUS HARYONO MODEL SIKAP PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN GAS ALAM DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN KOTA GAS: STUDI KASUS KOTA TARAKAN TUBAGUS HARYONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 iii

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Fisioanatomi Jantung

TINJAUAN PUSTAKA Fisioanatomi Jantung 5 TINJAUAN PUSTAKA Fisioanatomi Jantung Anatomi jantung terdiri dari empat ruang yaitu atrium kanan dan kiri, serta ventrikel kanan dan kiri yang dipisahkan oleh septum. Jantung dibungkus oleh suatu lapisan

Lebih terperinci

KETERKAITAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN INDEKS SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA. Oleh : Venny Syahmer

KETERKAITAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN INDEKS SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA. Oleh : Venny Syahmer KETERKAITAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN INDEKS SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Oleh : Venny Syahmer PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 4 ruang yaitu atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan kanan, serta memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 4 ruang yaitu atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan kanan, serta memiliki BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung Berdasarkan struktur anatomi, jantung hewan mamalia terbagi menjadi 4 ruang yaitu atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan kanan, serta memiliki

Lebih terperinci

PENGARUH FOSFORILASI DAN PENAMBAHAN ASAM STEARAT TERHADAP KARAKTERISTIK FILM EDIBEL PATI SAGU CYNTHIA EMANUEL

PENGARUH FOSFORILASI DAN PENAMBAHAN ASAM STEARAT TERHADAP KARAKTERISTIK FILM EDIBEL PATI SAGU CYNTHIA EMANUEL PENGARUH FOSFORILASI DAN PENAMBAHAN ASAM STEARAT TERHADAP KARAKTERISTIK FILM EDIBEL PATI SAGU CYNTHIA EMANUEL SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rasa sakit didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman dan suatu pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan tubuh (Levine, 2012), oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis dari suatu teknologi yang baru adalah penting. Reformasi pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis dari suatu teknologi yang baru adalah penting. Reformasi pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era reformasi kesehatan, kemampuan untuk menunjukkan angka ekonomis dari suatu teknologi yang baru adalah penting. Reformasi pelayanan kesehatan memberikan tekanan

Lebih terperinci