URAIAN SINGKAT TENTANG SUSUNAN SJARAF SXMPATIKUS DAN SIMPATOMIMETIKA JANG DISELIDIKI. Sebelum kami mulai dengan uraian tentang simpatomimetika

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "URAIAN SINGKAT TENTANG SUSUNAN SJARAF SXMPATIKUS DAN SIMPATOMIMETIKA JANG DISELIDIKI. Sebelum kami mulai dengan uraian tentang simpatomimetika"

Transkripsi

1 BAB I URAIAN SINGKAT TENTANG SUSUNAN SJARAF SXMPATIKUS DAN SIMPATOMIMETIKA JANG DISELIDIKI Sebelum kami mulai dengan uraian tentang simpatomimetika jang kami selidiki, terlebih dahulu akan kami uraikan sedikit mengcnai susunan sjaraf simpatikus. Hal ini kami anggap penting, jaitu untuk memudahkan pengortian akan si - fat, chasiat, maupun tjara kerdja dari obat-obat jang akan dibitjarakan. 1. Uraian singkat tentang susunan s.iaraf simpatikus. Seperti telah dikctahui, susunan sjaraf simpatikus a- dalah sebagian dari susunan sjaraf otonom jang pusatnja atau letak neuronnja jang pertama ada dimedulla spinalis segmen thoraco-lumbal. Oleh karena itu bagian sjaraf otonom ini djuga disobut sja - raf otonom. bagian thoraco-lumbal Bahan penerus rangsanp:an (transmitter = mediator). Pada mulanja diketahui, bahwa bahan penerus rangsangan dari udjung-udjung sjaraf simpatikus keorgan reseptor organ jang mendapat inervasi sjaraf simpatikus, jang atau djuga disebut "transmitter atau "mediator", adalah simpatin ( 10, 1+

2 5 20 ). Kemudian. dikatakan, bahwa penerus rangsangan di- udjung sjaraf simpatikus postganglionic ini adalah epinephrine ( 10, 12 ). Baru setelah penemuan dari Euler ( 12, 16 ) bahwa penerus rangsangan diudjung sjaraf diketahui, simpatikus postganglionic adalah nor-adrenaline atau djuga disebut nor-epinephrine. Dikatakan, diudjung - udjung sjaraf simpatikus post - ganglionic ini terdapat sintesa dan penjimpanan nor-a - drenaline* Sintesa dari catecholamine jang terdjadi di udjung sjaraf simpatikus dengan tyrosine atau 5 - hy - droxytryptamine sebagai bahan asal (= precursor) ber - langsung hingga terbentuk nor^e^inephrine. Sedangkan pembentukan catecholamine jang terdjadi dikelendjar suprarenalis bagian medulla berlangsung hingga terbentuk epinephrine (= adrenaline)* Sebagian dari catecholamine jang terdapat dalam tcmpat penjimpanannja, jaitu diu - djung sjaraf simpatikus postganglionic, adalah berben - tuk dopamine, jang djumlahnja kira - kira 50% dari se - luruh catecholamine jang disimpan ditempat ini. Adapun penjimpanan dari catecholamine ini terdapat disel -sel jang disebut chromafin ( 13, 16, 21+ ). Adrenaline dan nor-adrenaline jang masing - masing dikeluarkan oleh kelendjar suprarenalis dan udjung-udjung sjaraf simpa - tikus postganglionic, kemudian akan mentjapai organ-or-

3 6 gan reseptor dan akan menundjukkan. kumpulan kedjadian - kedjadian jang disebut chasiat simpatikus. Sebagian dari penorus rangsangan ini, jaitu.adrenaline maupun noradrenaline, akan mengalami pcrubahan atau pemetjahan (= metabolisme). Perubahan atau pemetjahan ini terutama terdjadi dengan bantuan enzym - enzym monoaminooksidase (M.A.O) dan catechol-o-methyltransferase (C.O.M.T)C 11, 1 2, 1 3). Kedua penerus rangsangan ini dikeluarkan da - ri tubuh sebagian dalam bentuk vanillic mandelic acid (V.M.A) ( 6, 7, 8 ) ( Lihat tabel - 1) Mekanisme penerusan ran/?sannan. Nor-adrenaline jang terdapat diudjung sjaraf cimpati':- kus postganglionic adalah dals #entuk inaktip atau masih dalam bentuk precursornja. Nor-adrenaline jang alt - tip baru dikeluarkan, apabila ada rangsangan dari.atas ( 17, 26 ). Pengeluaran atau penlepasan nor-adrenalin e ini terdjadi dengan rangsangan acetylcholine (1 5, 23). Dan nor-adrenaline jang dilepaskan ini kemudian akan mentjapai sel - sel efektor, jaitu bagian sel jang me - rupakan titik tangkap kerdja dari nor-adrenaline (lihat gambar - 1 ). 1*3* Sel - sel efektor dafri simpatikus, Telah diketahui sedjak lama, bahv/a susunan sjaraf sim - patikus maupun parasimpatikus masing-masing mempunjai sel-sel efektor jang berbeda-beda, dimana tempat pene -

4 7 rus rangsangan dari masing-masing sucunan sjaraf beker- dja. Sel efektor jang merupakan titik tangkap kerdja a- cetylcholine sebagai penerus rangsangan diudjung sjaraf parasimpatikus disebut sel efektor parasimpatikus. Sedgngkan. sel efektor jang merupakan titik tangkap kerdja adrenaline maupun nor-adrenaline disebut cel efek - tor simpatikus ( 18 ). Dikatakan bahv/a pada pembuluh darah terdapat dua matjam sel efektor dari simpatikus, jaitu jang disebut sel efektor alfa dan sel efektor beta ( 2, 18 )* Sel efektor alfa mempunjaisifat merang - sang, jaitu menjebabkan penjempitan d^.ri pembuluh da - rah (= vasokonstriksi)sedangkan sel efektor beta menjebabkan terdjadinja pelebaran pembuluh darah (= vasodilatasi), jaitu mempunjai sifat menghambat ( 2, 18 ). Ternjata bahv/a hal ini tidak hanja terdapat pada pembuluh darah sadja, akan tetapi djuga pada tempat - tempat lain, umpamanja pada usus dan djantung. Dahulu dikatakan, bahv/a pada usus terdapat sel efektor simpatikus, jang sifatnja menghambat, jaitu menjebabkan relaksasi dari otot polos usus. Mula-mula ada pendapat jang mo - ngatakan, bahv/a sel efektor simpatikus jang terdapat diusus adalah sel efektor alfa, jang sifatnja m'engham - bat ( 3 ). Kemudian terbukti, bahv/a usus mengandung dua matjam sel efektor t jaitu sel efektor alfa dan beta, jang kedua-duanja bersifat menghambat, jaitu kedua-

5 8 duanja menjebabkan relaksasi otot polos usus ( 2 ). Djadi sifat dari sel efektor alfa pada usus dan pembu - luh darah berbeda; pada pembuluh darah ia bersifat me - rangsang, sedang pada usus bersifat menghambat. Sedang- kan sel efektor simpatikus pada djantung pada mulanja dikatakan sel efektor jang "indifferent" ( 3» 18 ), jaitu sel efektor jang dapat dirangsang oleh simpatomimetika jang mempunjai titik tangkap kerdja disel efektor alfa maupun sel efektor beta. Kemudian timbul pendapat lain jang mengatakan, bahwa sel efektor simpatikus jang terdapat pada djantung adalah sel efektor beta, jang tidak hanja peka terhadap simpatomimetika jang merangsang sel efektor beta sadja, umpamanja isopropylarterenol, akan tetapi. djuga peka terhadap simpatominetik lainnja jang merangsang sel efektor alfa, umpamanja nor - adrenaline ( 32, 33). Pada penelitian jang terachir, dibuktikan bahwa pada djantung djuga terdapat dua ma - tjam sel efektor simpatikus, jaitu sel efektor alfa dan sel efektor beta, jang kedua-duanja bersifat me - rangsang ( 21, 22 ). Dalam hal ini terdapat perbedaan antara sel efektor jang ada dipembuluh darah dan usus, dimana sel efektor beta bersifat menghambat, sedangkan jang terdapat didjantung bersifat merangsang (lihat ta- bel - 2). '2.i Uraian tentang simpatomimetika.jang diselidiki. e. * Simpatomimetika ialah obat-obat jang pada penggunaan-

6 9 nja menundjukkan chasiat jang sama atau hampir sama dengan rangsangan susunan sjaraf simpatikus. Obat-obat ini setjara langsung maupun tidak langsung dapat merangsang susunan sjaraf simpatikus. 2 *1 * Penft/tolon&an dari sim-natmmimetika* Tjara penggolongan dari simpatomimetika ada beberapa matjam. Salah satu diantaranja ialah penggolongan ber- dasarkan tjara kerdjanja. Berdasarkan tjara kerdjanja simpatomimetika dibagi dalam lima golongan ( 28 ) Simpatomimetika jang bekerdja setjara langsung pada sel efektor ( = directly stimulate adrenergic effector cell). Golongan ini disebut djuga golongan catecholamine. Berdasarkan sel efektor jang dirangsang J: maka golongan ini dibagi men - djadi tiga bagian, jaitu : Jang bekerdja pada sel. efektor alfa, misalnja: nor-adrenaline (nor-epine phrine), phenylephrine Jang bekerdja pada sel efektor beta, misalnja: isopropylarterenol (isuprel), metaproterenol (alupent), chlorprenalin HC1 (vortel) * Jang bekerdja pada sol efektor alfa dan beta, misalnja: adrenaline, ephedrine, amphetamine Simpatomimetika jang bekerdja tidak langsung,

7 10 jaitu dengan tjara rnerangsang pengeluaran cate - cholamine dari tempat penjimpanannja (=catecholamine storage), schingga. terlepaslah catechola - mine jang kemudian rnerangsang sel efektor simpa- tikus. Golongan ini disebut djuga golongan phe- nylaethylamine. Jang termasuk golongan ini antara lain ialah e - phedrine sulfat, d-amphetamine sulfat ( dexe drinc), mephentermine sulfat (v/yamine)t metam - phetamine HC1 (methedrine) dan propylhexedrine (benzedrex) * Golongan Jang mempunjai chasiat gabungan dari kedua golongan simpatomimetika tersebut diatas. Golongan ini disebut djuga golongan monohydroxyp h e ny 1 a e t hy 1 amihn e. Golongan ini mempunjai chasiat : 2.1.3*1. Mengadakan stimulasi langsung pada sel efektor jang lebih lemah dari pada sira- patomimetika jang bekerdjanja setjara langsung pada sel efektor *2. Membebaskan catecholamine dari tempat p enj impanannj a Mempunjai lama kerdja (= duration of action) jang lebih singkat dari simpa - patomimetika jang bekerdja tidak lang - sung.

8 11 Jang termasuk golongan ini ialah: phe - nylephrine HC1 (neosynephrine), hydro - xuamphetamine HBr (peredrine) , Golongan - golongan lain jang berdasarkan rumus bangunnja tidak dapat digolongkan *pada ketiga golongan diatas. Jang termasuk ini ialah : me - toxamine HC1, naphthazoline HC1 (privin) dan tuaminoheptan sulfat (tuamine). 2,1.5- Golongan simpatomimetika baru (= Newer agent). 'Jang termasuk golongan ini ialah : promethazine HC1 (preludine), diacetylpropion HC1 (tenuat). G&longan ini mempunjai chasiat stimulasi terha- dap susunan sjaraf pusat, jaitu dengan tjara menghambat nafsu makan (= appetite). 2,2. Si fat-si fat umum dari simpatomimetika.1ang diselidiki. 2,2.1. Sifat-sifat umum dari nor-adrenaline ( 14, 19 > 35» 37 ). Nor-adrenaline mempunjai sifat- sifat sebagai berikut : 2.2.1*1, Rumus bangun dan nama-h.ama lain dari a- drenaline. Rumus bangun:.. Nama-nama lain: nor-epinephrine, levarterenol, levophed Tjara kerdja dan chasiatnja.

9 12 Nor-adrenaline terdapat diudjung-udjung sjaraf simpatikus postganglionic, dan dihasilkan djuga oleh glandula atau ke- lendjar suprarenalis. Dapat djuga dibu- at setjara sintetis* Seperti telah diktakan diatas, bahwa tjara kerdja nor-adrenaline jaitu langsung merangsang sel efektor alfa ( 14, 35, 37 ). Chasiat dari nor-adrenaline ialah: - pada pembuluh darah, menjebabkan penjempitan, terutama pada pembuluh darah mukosa, kulit dan otot - otot bergaris. Akibatnja tekanan darah perifer meningkat* - pada tekanan darah, m menjebabkan kenaikan tekanan darah* - pada djantung, menjebabkan kenaikan kontraksi djantung (=inotropic) dan mempertjepat denjut djantung (chronotropic). Pada pemberian nor-adrenaline de - ngan takaran tinggi menjebabkan kenaikan tekanan darah jang tinggi dan dapat menjebabkan vagal reflex jang akibatnja adalah menurunnja

10 13 frekwensi denjut djantung (= brady - cardia). - pada susunan sjaraf pus&t, mengada - kan rangsangan. - pada otot polos usus, menjebababkan relaksasi dan menurunnja kontrakci ritrais, sedangkan pada otot polos pembuluh darah menjebabkan vasokonstriksi * Penggunaan klinis dari nor-adrenaline. Nor-adrenaline digunakan untuk menaik - kan tekanan darah pada keadaan shock, terutama pada shock jang terdjadi pada waktu pembedahan atau setelah pembedahan, pada trauma, pada pemberian obat - obatan jang menjebabkan shock dengan takaran jang berlebih, pada perdarahan (setelah dilakukan infuc darah) dan pada shock karena badji djantung (= myo - cardial in fraction). 2*2,1.if. Kerdja ikutan dari nor-adrenaline. Pemberian nor-adrenaline pada penderita dapat menjebabkan chasiat ikutan seperti berikut: sakit kepala, putjat, ber - keringat, ingin muntah, njeri pada pharynx dan dapat pula terdjadi cardiac a-

11 rythmia. 2,2.2. Sifat-sifat uraum dari adrenaline (19, 20, 35, 37 ) Rumuc bangun dan sinonim (nama-nama lain) dari adrenaline. Rumus bangun: H H H Nama-nama lain:(36): epinephrine, su - prareninfi, suprarenaline, adrdnamine, adenephrine, adrenine, levorenine, supracapsuline, renaglandine, renaline, renoform-, renostypticine, renostypine, stypterenal, supranephran, surrenine, takamine, vasoconstrictine, vasotonine, hypernephrine, renaleptine, scurena line, nieraline Tjara kerdja dan chasiatnja. Adrenaline dikeluarkan oleh 1 kelgridjar suprarenalis bagian medulla, dan dapat pula dibuat setjara sintetis. Adrena - line dapat langsung merangsang sel e - fektor alfa dan beta. Adrenaline mudah terurai, terutama ka - rena pengaruh enzyra-enzym jang terdapat dalam lambung. Oleh karena itu tidak

12 15 dapat diberikan setjara oral. Chasiat dari adrenaline ialah : - pada pembuluh darah, menjebabkan vasokonstriksi terutama pada pembu - luh darah mulcosa, kulit, abdominal viscera, paru-paru dan gindjal; se - dangkan pada pembuluh darah otot bergaris, hati, otak dan arteria coronaria menjebabkan vasodilatasi. - pada djantung, menjebabkan kenaikan kontraksi djantung dan kenaikan dari frekv/ensi djantung, djuga kepeka an djantung neningkat* - pada tekanan darah, pada pemberi an dengan takaran rendah menjebab - kan rangsangan pada sel efektor beta jang mengakibatkan penurunan tekanan darah, sedang pada takarang tinggi, adrenaline selain merangsang sel e - fektor beta djuga merangsang sel e - fektor alfa, akibatnja mula-mula tekanan darah naik, tetapi kemudian i- a menurun. Hal ini disebut : chasiat jang "biphasic", jang hanja terdjadi pada pemberian adrenaline dengan takaran jang tinggi. Disini terlihat

13 16 djelas bahv/a sel efektor beta lebih peka dari pada sel efektor alfa. - pada susunan sjaraf pusat, menje - babkan rangsangan. - pada otot polos, menjebabkan kon - traksi pada musculus dilatator pu - pilae jang mengakibatkan terdjadi - nja midriasis, dan djuga pada otot polos kandung seni, pembuluh darah dan sphincter ileocaecal dan pylo - rus,. sedangkan pada bagian fundus dari kandung seni, bronchus, usus dan beberapa pembuluh darah tertentu menjebabkan relaksasi * Penggunaan klinis dari adrenaline. Terutama digunakan pada koadaan allergi tertentu, misalnja: pada angioneurotic edema, asthma bronchiale atau M asthma like attack " dan anaphylactic shock. Djuga digunakan untuk merangsang djantung pada keadaan djantung jang berhen- ti setjara mendadak (= acute cardiac arrest). Dapat djuga digunakan untuk tjampuran pada pemberian anaesthesia lokal Chasiat ikutan dari adrenaline.

14 17 Chasiat ikutan pada pemberian adrenalin ialah: sakit kepala,. gelisah, tremor, putjat, badan lemah,. sukar bernapas, palpitasi, oedem paru-paru dan cardiac arrythmia, sampai dapat djuga terdjadi ventrikel fibrillasi Sifat-sifat umura dari isopropylarterenol ( Ik, 20, 33, 37 ). 2*2*3*1. Rumus bangun dan nama lain. Rumus bangun : HO - H H H CH^ - C - C - N - CII OH 0H H CI13 Nama-nama lain : isuprel, isoprel, isoproterenol, N-isopropyl norepinephrine, aludrine, isonorine *2. Tjara kerdja dan chasiatnja. Isopropylafteronol bekerdja langsung jada sel efektor beta ( 20, 3 5» 37 ). Chasiat dari isopropylartefenol ialah : - pada pembuluh darah, menjebabkan vasodilatasi. - pada djantung, menjebabkan kenaikan kontraksi dan frekv/ensi djantung. - pada tekanan darah, menjebabkan turunnja tekanan darah.

15 - pada otot polos, terutama pada bronchus, usus dan pembuluh darah, me - njcbabkan relaksasi Penggunaan klinis dari isopropylartere -. nol ialah : terutama digunakan sebagai bronchodilator, pada asthma bronchiale. Djuga digunakan untuk pengobatan bron - chospasrae jang dapat terdjadi pada v/ak - tu anaestesi umum. Selain itu digunakan djuga untuk pengobatan dimana djantung berhenti setjara mendadak (=lieart block) 2*2.3«if«Chasiat ikutan dari isopropylarteronol. Terutama sebagai akibat pengaruhnja pada djantung, jaitu : palpitasi, tachy - cardia, arrythmia dan ventrikel fibril - Iasi. Gedjala ini timbul terutama setelah pemberian setjara subkutan. Sifat-sifat umum dari metaproterenol ( lif, 37) if.l. Rumus bangun dan nama lainnja. Rumus bangun : HO HO Nama lain : alupent 2.2.k*2. Tjara kerdja dan chasiatnja. Metaproterenol merupakan turunan dari

16 19 isoproterenol. Terlihat pada rumus ba-_ ngunnja, perbedaan hanja terletak pada letak gugusan hydroxylnja, dimana letak dari kedua gugusan hydroxyl pada meta - proterenol adalah meta, sedang pada isoproterenol letaknja ortho, Meskipun letak gugusan hydrosylnja ber - beda, tetapi tjara kerdja dari metapro - terenol adalah sama dengan isoprotere nol, jaitu merangsang sel efektor beta setjara langsung ( 1 /+ ). Chasiat dari metaproterenol ialah : - terhadap djantung, menjebabkan kenaikan kontraksi dan frekv/ensi djan - tung. - pada pembuluh darah, menjebabkan vasodilatasi. - pada otot polos, menjebabkan relak - sasi terutama pada bronchus dan usus. - pada tekanan darah, menjebabkan tu - runnja tekanan darah jang lebih ke - tjil bila dibandingkan dengan iso - proterenol. - lama berchasiatnja lebih lama dari pada isoproterenol. 2.2.if.3. Penggunaan klinis dari metaproterenol.

17 20 Metaproterenol terutama digunakan untuk pengobatan asthma bronchialo dalam keadaan ceranean (n asthma bronchiale like attack). 2.2J+./+. Chasiat ikutan dari metaproterenol bi- la dibandin^kan dengan chasiat ikutan dari isoproterenol adalah lebih sedikit Akibat pen^arulinja pada djantung jan terutama ialah palpitaci.

RINGKASAN. Penelitian tentang pcrbandingan kekuatan beberapa simpatomimetika. pada cediaan usus halus kelintji terpisah

RINGKASAN. Penelitian tentang pcrbandingan kekuatan beberapa simpatomimetika. pada cediaan usus halus kelintji terpisah BAB VIII RINGKASAN Penelitian tentang pcrbandingan kekuatan beberapa simpatomimetika pada cediaan usus halus kelintji terpisah dan sediaan djantung katak telah kami lakukan. Adapun simpatomimetika jang

Lebih terperinci

Varia No. 406 Hal (26 Januari) Usmar Ismail tentang kesenian nasional Kegairahan untuk mentjipta harus di-kobar2kan lagi

Varia No. 406 Hal (26 Januari) Usmar Ismail tentang kesenian nasional Kegairahan untuk mentjipta harus di-kobar2kan lagi Hasil ketik ulang dari dokumen asli (dokumen asli terlampir di bawah) : Varia No. 406 Hal. 4 1966 (26 Januari) Usmar Ismail tentang kesenian nasional Kegairahan untuk mentjipta harus di-kobar2kan lagi

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA. lah : nor-adrenaline, adrenaline, isoproterenol, meta -

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA. lah : nor-adrenaline, adrenaline, isoproterenol, meta - jhaii IX ^AHAN-BAHAin PE«ELiTIAN DAW FEwJEDIAAMJA 1. Janan-banan penelitian* 1.1* Banan-banan obat. I3ahan-Dahan obat jang kami gunakan dalam penelitian aa - lah : nor-adrenaline, adrenaline, isoproterenol,

Lebih terperinci

Sistem saraf. Kurnia Eka Wijayanti

Sistem saraf. Kurnia Eka Wijayanti Sistem saraf Kurnia Eka Wijayanti Sistem saraf SSP SST Otak Medula spinalis Saraf somatik Saraf Otonom Batang otak Otak kecil Otak besar Diencephalon Mesencephalon Pons Varolii Medulla Oblongata Saraf

Lebih terperinci

SISTEM SARAF OTONOM KELAS IIID FORMU14SI 014

SISTEM SARAF OTONOM KELAS IIID FORMU14SI 014 SISTEM SARAF OTONOM KELAS IIID FORMU14SI 014 PENGERTIAN SISTEM SARAF Merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh tubuh Merupan

Lebih terperinci

SUMBANGAN ARTIS FILM TERHADAP PEMBANGUNAN DJIWA BANGSA

SUMBANGAN ARTIS FILM TERHADAP PEMBANGUNAN DJIWA BANGSA Kencana, No. 2 Hal. 6 Th I - 1958 Drs. Asrul Sani SUMBANGAN ARTIS FILM TERHADAP PEMBANGUNAN DJIWA BANGSA Tjatatan: Drs. Asrul Sani adalah terkenal sebagai seorang essays jang djuga termasuk salah seorang

Lebih terperinci

AKSARA ARAB MELAYU (JAWI) DAN NASKAH MELAYU

AKSARA ARAB MELAYU (JAWI) DAN NASKAH MELAYU AKSARA ARAB MELAYU (JAWI) DAN NASKAH MELAYU Universitas Gadjah Mada 1 PELADJARAN I 1. Huruf Arab Indonesia, semula dinamai huruf Melaju Arab. Sesuai dengan perkembangan bahasa Melaju hingga mendjadi bahasa

Lebih terperinci

Materi 10: Peran Syaraf terhadap Perkembangan Motorik. Sistem syaraf merupakan sistem yang paling rapi dan paling kompleks. Syaraf

Materi 10: Peran Syaraf terhadap Perkembangan Motorik. Sistem syaraf merupakan sistem yang paling rapi dan paling kompleks. Syaraf Mata Kuliah Kode Mata Kuliah : IOF 220 : Perkembangan Motorik Materi 10: Peran Syaraf terhadap Perkembangan Motorik Sistem Syaraf Sistem syaraf merupakan sistem yang paling rapi dan paling kompleks. Syaraf

Lebih terperinci

dari Pemakaian Butas Sebagai Bahan Konstruksi Lapisan Permukaan Djalan.

dari Pemakaian Butas Sebagai Bahan Konstruksi Lapisan Permukaan Djalan. P 'l.{. 0 G R E S S R E. '1? 0 i:~ T dari ~ekerdjaan Penelitian ~an Penilaian Pemakaian Butas Sebagai Bahan Konstruksi Lapisan Permukaan Djalan. Progress Report dari Pekerdjaan Penelitian dan Penilaian

Lebih terperinci

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar.

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar. Pengertian Sistem saraf adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan semua kegiatan aktivitas tubuh kita seperti berjalan, menggerakkan tangan, mengunyah makanan dan lainnya. Sistem Saraf tersusun dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG 1950 No. 4 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG 1950 No. 4 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG 1950 No. 4 Berita Negara RI No... Tahun 1950 PENGADJARAN. Peraturan tentang dasar pendidikan dan pengadjaran disekolah. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:bahwa perlu ditetapkan

Lebih terperinci

Upah, Harga dan Laba. K. Marx. Modified & Authorised by: Edi Cahyono, Webmaster Disclaimer & Copyright Notice 2005 Edi Cahyono s Experience

Upah, Harga dan Laba. K. Marx. Modified & Authorised by: Edi Cahyono, Webmaster Disclaimer & Copyright Notice 2005 Edi Cahyono s Experience Upah, Harga dan Laba K. Marx Modified & Authorised by: Edi Cahyono, Webmaster Disclaimer & Copyright Notice 2005 Edi Cahyono s Experience Pidato K. Marx ini diterdjemahkan dari edisi Inggris Wages, Price

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1 Data Hasil Penelitian Uji perbandingan antara keempat kelompok sebelum perlakuan menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok kontrol adalah

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VIII RINGKASAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VIII RINGKASAN BAB VIII RINGKASAN Sudah kami lakukan penelitian terhadap pengaruh daun Hemigraphis colorata Hall pada usus halus kelintji. Pada penelitian ini kami buat infus daun dengan berbagai konsentrasi dan sebagai

Lebih terperinci

OBAT ADRENERGIK. Dra.suhatri. MS. Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS

OBAT ADRENERGIK. Dra.suhatri. MS. Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS OBAT ADRENERGIK Dra.suhatri. MS. Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS SISTIM SARAF SIMPATIS Sist saraf simpatis secara fisiologis bersifat fight atau flight teraktivasi : stress, siaga, ketakutan,

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI NIKOTIN DAN PRINSIP ADIKSI

FARMAKOLOGI NIKOTIN DAN PRINSIP ADIKSI 1 FARMAKOLOGI NIKOTIN DAN PRINSIP ADIKSI Modul 2 Tobacco Education Program Peran Apoteker dalam Pengendalian Tembakau Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada This presentation was adapted from Rx for

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROVINSI BALI ) No. 12/1968 30 Agustus 1968 No. 1/DPRD.GR/1966. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN TABANAN Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

ii----r. ~ DEPARTEM DISKUSI PANEL BUTAS kesimpulan : Dl TUG U. P UNT J A K - BOGOR. T A N GGA L 10 S/ D 13 AGUSTUS 1971

ii----r. ~ DEPARTEM DISKUSI PANEL BUTAS kesimpulan : Dl TUG U. P UNT J A K - BOGOR. T A N GGA L 10 S/ D 13 AGUSTUS 1971 kesimpulan : DISKUSI PANEL BUTAS Dl TUG U. P UNT J A K - BOGOR. T A N GGA L 10 S/ D 13 AGUSTUS 1971 STAKAAN ITBANG pekerjaan umum 25-75 ii----r. ~ DEPARTEM E N PEKERDJAAN UMUM D AN T ENAGA LISTRIK J ~ULlK

Lebih terperinci

TRANSKRIP Kuliah/Tanja-Djawab/ Pendjelasan J.M. Menko D.N. Aidit Dimuka Peserta Pendidikan Kader Revolusi Angkatan Dwikora Tanggal 18 Oktober 1964

TRANSKRIP Kuliah/Tanja-Djawab/ Pendjelasan J.M. Menko D.N. Aidit Dimuka Peserta Pendidikan Kader Revolusi Angkatan Dwikora Tanggal 18 Oktober 1964 TRANSKRIP Kuliah/Tanja-Djawab/ Pendjelasan J.M. Menko D.N. Aidit Dimuka Peserta Pendidikan Kader Revolusi Angkatan Dwikora Tanggal 18 Oktober 1964 Harian Rakjat Djum at, 30 Oktober 1964 Para Sdr. Kuliah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) No. 5 / 1966 14 Desember 1966 No. 4/D.P.R.D.G.R./1964. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT I BALI Menetapkan

Lebih terperinci

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt.

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. OBAT OBAT EMERGENSI Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. PENGERTIAN Obat Obat Emergensi adalah obat obat yang digunakan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) No. 1 / 1966 14 Desember 1966 No. 8/D.P.R.D.G.R./1962 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT I BALI Menetapkan

Lebih terperinci

Obat2 Sistem Saraf Otonom. I Dewa Gede Supartama, S. Farm., Apt

Obat2 Sistem Saraf Otonom. I Dewa Gede Supartama, S. Farm., Apt Obat2 Sistem Saraf Otonom I Dewa Gede Supartama, S. Farm., Apt Pendahuluan Sistem Saraf Manusia Sistem Saraf Pusat (SSP) Sistem Saraf Tepi (perifer) Otak Medula Spinalis SS Somatik SS Otonum Simpatis Parasimpatis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

Reseptor Adrenergik. Adrenalin / epinefrin

Reseptor Adrenergik. Adrenalin / epinefrin Reseptor Adrenergik Adrenalin / epinefrin Hormon yang disekresikan oleh kelenjar adrenal dan juga dilepaskan oleh ujung saraf simpatik snyw katekolamin Epinephrine menstimulasi terutama β-adrenergic receptors

Lebih terperinci

PATOGENESIS PENYAKIT ASMA

PATOGENESIS PENYAKIT ASMA PATOGENESIS PENYAKIT ASMA Pendekatan terapi yang rasional terhadap penyakit asma adalah tergantung dari pengetahuan mengenai patogenesis penyakit asma Asma adalah penyakit yang diperantarai oleh ikatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH TINGKAT II BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1961 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANDJAR

PERATURAN DAERAH TINGKAT II BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1961 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANDJAR PERATURAN DAERAH TINGKAT II BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1961 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANDJAR Menetapkan Peraturan Daerah Jang Berikut : PERATURAN DAERAH TENTANG MENGADAKAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 32 tahun 1970 19 Agustus 1970 No. 3/PD/26/1970. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN KLUNGKUNG Menetapkan peraiuran

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB V I I I RINGKASAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB V I I I RINGKASAN BAB V I I I RINGKASAN Telah kami lakukan penelitian tentwir *Ty*tanthes arbor tristis Linn pada usus dan rahim marmut. Pada penelitian ini sebagai larutan medium pengaruh untuk usus Kami gunakan larutan

Lebih terperinci

TUGAS FARMAKOLOGI OBAT OBAT OTONOM DAN SUSUNAN SARAF PUSAT

TUGAS FARMAKOLOGI OBAT OBAT OTONOM DAN SUSUNAN SARAF PUSAT TUGAS FARMAKOLOGI OBAT OBAT OTONOM DAN SUSUNAN SARAF PUSAT DISUSUN OLEH: KELOMPOK 1 1.AAM CITRIDA PRAMITA 2.ARI KUNCORO 3.AGNES THERESIA 4.AULIA DWI NATALIA 5.DELLA ROSALIA 6.. 7.. 8... 9... 10. DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 9 tahun 1969 24 Pebruari 1969 No. 1/DPRDGR/67. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BANGLI Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN SYOK

ASUHAN KEPERAWATAN SYOK ASUHAN KEPERAWATAN SYOK Syok yaitu hambatan di dalam peredaran darah perifer yang menyebabkan perfusi jaringan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan zat makanan dan membuang sisa metabolisme ( Theodore,

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi Manusia

Sistem Ekskresi Manusia Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zatzat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan zat yang keberadaannya dalam tubuh akan mengganggu

Lebih terperinci

BAB III SISTEM KOORDINASI (SARAF)

BAB III SISTEM KOORDINASI (SARAF) BAB III SISTEM KOORDINASI (SARAF) Standar Kompetensi : Sistem koordinasi meliputi sistem saraf, alat indera dan endokrin mengendalikan aktivitas berbagai bagian tubuh. Sistem saraf yang meliputi saraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella thypi (S thypi). Pada masa inkubasi gejala awal penyakit tidak tampak, kemudian

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN No. 180 TAHUN 1953 TENTANG PERATURAN TENTANG PEMERIKSAAN-KAS PADA PARA BENDAHARAWAN JANG MENERIMA UANG UNTUK DIPERTANGGUNG DJAWABKAN DARI KANTOR-KANTOR PUSAT PERBENDAHARAAN OLEH PARA

Lebih terperinci

Aneka No. 31 Th. VIII/1958 MASAALAH KEDUDUKAN SASTRA DALAM FILM (I) ASRUL SANI

Aneka No. 31 Th. VIII/1958 MASAALAH KEDUDUKAN SASTRA DALAM FILM (I) ASRUL SANI Aneka No. 31 Th. VIII/1958 MASAALAH KEDUDUKAN SASTRA DALAM FILM (I) ASRUL SANI Menurut surat undangan jang diedarkan, maka tugas jang harus saja pikul hari ini, ialah: membitjarakan Kedudukan sastra dalam

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFEK GROOMING PADA MENCIT YANG DIBERIKAN EPINEFRIN DAN ATROPIN DAN EFEK DIURESIS PADA MENCIT YANG DIBERIKAN PILOKARPIN DAN PROPRANOLOL

PERBANDINGAN EFEK GROOMING PADA MENCIT YANG DIBERIKAN EPINEFRIN DAN ATROPIN DAN EFEK DIURESIS PADA MENCIT YANG DIBERIKAN PILOKARPIN DAN PROPRANOLOL PERBANDINGAN EFEK GROOMING PADA MENCIT YANG DIBERIKAN EPINEFRIN DAN ATROPIN DAN EFEK DIURESIS PADA MENCIT YANG DIBERIKAN PILOKARPIN DAN PROPRANOLOL ABSTRAK PENDAHULUAN Sistem saraf otonom berkerja menghantarkan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI)

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI) LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI) A. Masalah Keperawatan Gangguan kebutuhan suhu tubuh (Hipertermi) B. Pengertian Hipertermi adalah peningkatan

Lebih terperinci

memodifikasi struktur senyawa obat dengan penambahan gugus yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan gugus tersebut dalam meningkatkan

memodifikasi struktur senyawa obat dengan penambahan gugus yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan gugus tersebut dalam meningkatkan BAB 1 PEDAULUA aat ini perkembangan obat sangat dibutuhkan oleh masyarakat. bat yang tersedia saat ini, terutama obat-obat analgesik sangat umum dan banyak digunakan. ebagian besar penyakit yang timbul

Lebih terperinci

BAB I OBJEK, DJUMLAH DAN TERUTANGNJA PADJAK. Pasal 1

BAB I OBJEK, DJUMLAH DAN TERUTANGNJA PADJAK. Pasal 1 III. I. ORDONANSI PADJAK PERSEROAN 1925. Stbl. 1925 No. 319; Stbl. 1927 No. 137; Stbl. 1930 No. 134; Stbl. 1931 No. 168; Stbl. 1932 No. 196 dan 634; Stbl. 1934 No. 106 dan 535; Stbl. 1938 No. 155 dan 319;

Lebih terperinci

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 8

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 8 Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 8 No.10/ 1971 DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KOTAMADYA SURAKARTA Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN DJEMBRANA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN DJEMBRANA LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 5 tahun 1969 27 Pebruari 1969 No. : 6/Kep/D.P.R.D.G.R./1968 Keputusan : Dewan Rakjat Daerah Gotong Rojong Kabupaten Djembana Tanggal

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG LAGU MARS DAN HYMNE KOTA JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI,

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG LAGU MARS DAN HYMNE KOTA JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG LAGU MARS DAN HYMNE KOTA JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa dalam rangka membangkitkan semangat kebersamaan persatuan dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) No. 66 tahun 1970 20 November 1970 No: 11/DPRD-GR/A/Per/29 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat berubahnya energi listrik menjadi panas. 1 Kerusakan yang timbul

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat berubahnya energi listrik menjadi panas. 1 Kerusakan yang timbul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Paparan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka bakar sebagai akibat berubahnya energi listrik menjadi panas. 1 Kerusakan yang timbul sangat penting untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 13 tahun 1970 29 April 1970 No. 2/DPRDGR/A/Per/15. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI ) No. 25/1963. 8 Djuni 1963. No. 12/DPRD/1962. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BULELENG Menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan luar biasa terhadap mekanisme hemostasis tubuh karena jaringan di dalam mulut memiliki vaskularisasi

Lebih terperinci

SISTEM SIRKULASI PADA HEWAN AIR

SISTEM SIRKULASI PADA HEWAN AIR SISTEM SIRKULASI PADA HEWAN AIR Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA Prinsip dasar sistem sirkulasi Hanya dapat berlangsung jika ada pompa (satu atau lebih) dan saluran di mana darah

Lebih terperinci

Jahja pertama 1 Kenjataan hidup jang kekal, salam doa Nasehat akan hidup ditengah terang dengan kebenaran, mendjadi tanda persekutuan dengan Allah

Jahja pertama 1 Kenjataan hidup jang kekal, salam doa Nasehat akan hidup ditengah terang dengan kebenaran, mendjadi tanda persekutuan dengan Allah Jahja pertama 1 Kenjataan hidup jang kekal, salam doa 1 Maka barang jang sudah ada daripada mulanja, barang jang telah kami dengar, barang jang telah kami tampak dengan mata kami, barang jang telah kami

Lebih terperinci

EMBOLI AIR KETUBAN. Emboli air ketuban dapat menyebabkan kematian yang tiba-tiba sewaktu atau beberapa waktu sesudah persalinan.

EMBOLI AIR KETUBAN. Emboli air ketuban dapat menyebabkan kematian yang tiba-tiba sewaktu atau beberapa waktu sesudah persalinan. EMBOLI AIR KETUBAN A. Pengertian Emboli air ketuban adalah terdapatnya air ketuban dalam aliran darah ibu (Maclean,2003:25). Emboli air ketuban merupakan komplikasi tidak dapat diduga,sangat berbahaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan derajat suhu tubuh sebelum dan sesudah diberikan perlakuan kompres

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 2 Tahun Ke VI Tanggal 1 Djuli 1956 Nomor 1 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 1956

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 2 Tahun Ke VI Tanggal 1 Djuli 1956 Nomor 1 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 1956 Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 2 Tahun Ke VI Tanggal 1 Djuli 1956 Nomor 1 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 1956 TENTANG PENJUALAN AIR SUSU DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Lebih terperinci

Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.

Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5. L/O/G/O Buku pedoman ASMA DEFINISI : Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.Boalemo 11,0% Riskesdas

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta No. 6 th. ke III tgl. 1 Djuli No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 11 TAHUN 1953.

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta No. 6 th. ke III tgl. 1 Djuli No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 11 TAHUN 1953. Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta No. 6 th. ke III tgl. 1 Djuli. 1953 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 11 TAHUN 1953. TENTANG PEMERIKSAAN DAN PEMBANTAIAN HEWAN, PEMERIKSAAN DAGING

Lebih terperinci

Sistem Syaraf dan Neuron

Sistem Syaraf dan Neuron Modul ke: Sistem Syaraf dan Neuron Fakultas PSIKOLOGI Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id Macam-macam Neuron Neuron sensorik (afferent): berfungsi menerima rangsang

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 4 th. Ke IV tgl. 1 Djuni PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 4 TAHUN 1954.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 4 th. Ke IV tgl. 1 Djuni PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 4 TAHUN 1954. Tjetakan ke 2 tgl. Mei 1958. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 4 th. Ke IV tgl. 1 Djuni 1954. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 4 TAHUN 1954. Tentang PERIZINAN MEMBUAT REKLAME DAN PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5 Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 9 TAHUN 1953 TENTANG PENDJUALAN MINUMAN KERAS DAN PEMUNGUTAN PADJAK ATAS IZIN PENDJUALAN

Lebih terperinci

PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DJENDERAL SOEHARTO DIDEPAN SIDANG DEWAN PERWAKILAN RAKJAT 16 AGUSTUS 1972

PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DJENDERAL SOEHARTO DIDEPAN SIDANG DEWAN PERWAKILAN RAKJAT 16 AGUSTUS 1972 PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DJENDERAL SOEHARTO DIDEPAN SIDANG DEWAN PERWAKILAN RAKJAT 16 AGUSTUS 1972 Presiden Soeharto :,,... pembangunan jang kita kerdjakan adalah pembangunan manusia

Lebih terperinci

OBAT-OBAT PARASIMPATIS (PARASIMPATOMIMETIK) Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS

OBAT-OBAT PARASIMPATIS (PARASIMPATOMIMETIK) Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS OBAT-OBAT PARASIMPATIS (PARASIMPATOMIMETIK) Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS 1 Pembagian sistem syaraf Sistem syaraf dibedakan atas 2 bagian : 1. Sistem Syaraf Pusat (SSP). 2. Sistem

Lebih terperinci

Sistem Saraf. Sumsum. Sumsum Lanjutan

Sistem Saraf. Sumsum. Sumsum Lanjutan Sistem Saraf Sistem Saraf Pusat Sistem Saraf Tepi Otak Sumsum Sistem Saraf Aferen Sistem Saraf Eferen Lobus Frontalis Lobus Temporalis Otak Besar Lobus Oksipitalis Lobus Parietalis Otak Kecil Sumsum Lanjutan

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA. B4B tnx HIBGKASAH

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA. B4B tnx HIBGKASAH B4B tnx HIBGKASAH Penelitian tentang chaaiat Sonobua arranoia, t»inn talah kanl lakukan taxfeadap sediaan nmt* balua kelintji terpieah Jang dlaaaukkan kedalaa larutan nedi* Tyrod# pa» da alat waterbad"

Lebih terperinci

KONTROL PERSYARAFAN TERHADAP SUHU TUBUH Dipublish oleh: Sunardi (Residensi Sp.KMB)

KONTROL PERSYARAFAN TERHADAP SUHU TUBUH Dipublish oleh: Sunardi (Residensi Sp.KMB) KONTROL PERSYARAFAN TERHADAP SUHU TUBUH Dipublish oleh: Sunardi (Residensi Sp.KMB) DESKRIPSI/ PENJELASAN TOPIK : Setiap saat suhu tubuh manusia berubah secara fluktuatif. Hal tersebut dapat dipengaruhi

Lebih terperinci

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Agustus :39 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 02 April :21 EFEK VASKULER OBAT ANTIHIPERTENSI

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Agustus :39 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 02 April :21 EFEK VASKULER OBAT ANTIHIPERTENSI EFEK VASKULER OBAT ANTIHIPERTENSI ABSTRAK Secara hemodinamik tekanan darah ditentukan oleh cardic out put (CO) dan systemic vascular resistance (SVR). Cardiac out put ditentukan oleh stroke volume dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PELA DI MALUKU-TENGAH DAN DI NEDERLAND

HUBUNGAN PELA DI MALUKU-TENGAH DAN DI NEDERLAND HUBUNGAN PELA DI MALUKU-TENGAH DAN DI NEDERLAND Suatu tindjauan singkat oleh Dr. Dieter Bartels Karangan ini adalah berdasarkan penelitian anthropologis jang dilaksanakan oleh penulis selama tahun 1974-75

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga menunjukkan prevalensi penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia cukup tinggi, yaitu 83 per 1.000 anggota rumah

Lebih terperinci

Then Ieyer Chromatography Suatu tjara terachir analisa chromatographis. Ischak Lubis,

Then Ieyer Chromatography Suatu tjara terachir analisa chromatographis. Ischak Lubis, tempat praktek jang baik sskali bagi ahli a pemetaan tanah dan pemotretan udsra. Peta topografis ini sangat dirasak&n pentingnja dan akan betul2 terasa kerugiennja kalau psmjubutannja kurang teliti, djika.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 52 tahun Oktober 1969

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 52 tahun Oktober 1969 LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 52 tahun 1969 16 Oktober 1969 No.6/DPRDGR/A/Per/23 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

Manfaat Minum Air Putih

Manfaat Minum Air Putih Manfaat Minum Air Putih "Teman-teman, mungkin banyak dari kita yang malas minum air putih...padahal manfaatnya banyak banget...yuks kita kupas manfaatnya!" Sekitar 80% tubuh manusia terdiri dari air. Otak

Lebih terperinci

TENTANG * PENGERTIAN HAL ORGANISASI PERKUMPULAN KOsO PERASI

TENTANG * PENGERTIAN HAL ORGANISASI PERKUMPULAN KOsO PERASI k a m a r a l s ja h 1 "" r I t 1....-y. ; , ^ i * t ^ ' k. p^samo j t i r i * V L J " r i!> k /A - ^ TENTANG * PENGERTIAN HAL ORGANISASI PERKUMPULAN KOsO PERASI r f B. W O L

Lebih terperinci

Kamus Ketjil Istilah Marxis

Kamus Ketjil Istilah Marxis Edi Cahyono s Experience: [ http://www.geocities.com/edicahy ] L. Harry Gould Kamus Ketjil Istilah Marxis Terdjemahan: Rollah Sjarifah Jajasan Pembaruan 1952 A Agitasi Tindakan untuk membangkitkan massa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1967 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1967 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1967 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuatan ekonomi potensiil jang dengan

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA. ,'u xz ^ ^ ie P^irJLIG ^; R15JJP OLjJH DOiCTJR GIGI. jii.nipji. oleh. FUDJI^I IUJIGOIJO FF.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA. ,'u xz ^ ^ ie P^irJLIG ^; R15JJP OLjJH DOiCTJR GIGI. jii.nipji. oleh. FUDJI^I IUJIGOIJO FF. ^CL-.Ud 'J'/o,'u xz ^ ^ ie P^irJLIG ^; R15JJP OLjJH DOiCTJR GIGI jii.nipji d ib u a t u a ^j :: n ^ L /.r ji:i i;.^a?j.»pai GsX-*r 3-iRDJ.UTA Fa RT.*. >1 P.u)A F.JC0LI-J3 F-H X J 5I Ux:i v.;r ^i t.*..:

Lebih terperinci

TINGKAT KONTROL SISTEM SARAF OTONOM

TINGKAT KONTROL SISTEM SARAF OTONOM TINGKAT KONTROL SISTEM SARAF OTONOM Sistem Saraf manusia Tubuh manusia dapat dilihat sebagai suatu sistem saraf yang dapat berubah-ubah kinerjanya bergantung antara lain pada perubahan rangsangan dari

Lebih terperinci

Pidato Bung Karno, 27 Oktober 1965

Pidato Bung Karno, 27 Oktober 1965 Pidato Bung Karno, 27 Oktober 1965 by Hersri Setiawan on Wednesday, June 13, 2012 at 6:20am Penerbitan Chusus 389 DEPARTEMEN PENERANGAN R.I Amanat Presiden Sukarno dihadapan wakil-wakil Partai Politik

Lebih terperinci

BAB VII SISTEM SYARAF MANUSIA

BAB VII SISTEM SYARAF MANUSIA BAB VII SISTEM SYARAF MANUSIA Dalam tubuh manusia, semua sistem bekerja secara serentak dan terkoordinasi serta sepenuhnya serasi untuk suatu tujuan yang pasti, yakni agar tubuh tetap hidup. Gerakan terkecil

Lebih terperinci

Prof. Dr SJAICH MAHMOUD SJ/ FATWA FATWA PE N E R B I O J A K A R TA

Prof. Dr SJAICH MAHMOUD SJ/ FATWA FATWA PE N E R B I O J A K A R TA Prof. Dr SJAICH MAHMOUD SJ/ T FATWA FATWA PE N E R B I O J A K A R TA DAFTAR ISI BAHAGIAN KELIMA KELUARGA DAN PERSOALANNJA Halaman 1. HUBUNGAN ANTARA PELAMAR DENGAN JANG DILAMAR (ANTARA SEORANG DENGAN

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM FARMAKOTERAPI ASMA H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM Pendahuluan Etiologi: asma ekstrinsik diinduksi alergi asma intrinsik Patofisiologi: Bronkokontriksi akut Hipersekresi mukus yang tebal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI )

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) NO. 7/1963 27 Pebruari 1963 No. : 6/DPRD-GR/1962,- Keputusan :Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong Daerah Tingkat II Buleleng

Lebih terperinci

Undang-undang 1946, No. 22 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-undang 1946, No. 22 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Undang-undang 1946, No. 22 PENTJATATAN NIKAH. Peraturan tentang pentjatatan nikah, talak dan rudjuk. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : 1) bahwa peraturan pentjatatan nikah, talak dan rudjuk seperti

Lebih terperinci

29 PENGGUNAAN ISOTOP ZAT ARANG (c 14) UNTUK PENGUKURAN PRODUKTIVITAS PRIMER DI LAUTAN Oleh : Aprilani SoegiartO. Pendahuluan

29 PENGGUNAAN ISOTOP ZAT ARANG (c 14) UNTUK PENGUKURAN PRODUKTIVITAS PRIMER DI LAUTAN Oleh : Aprilani SoegiartO. Pendahuluan 29 PENGGUNAAN ISOTOP ZAT ARANG (c 14) UNTUK PENGUKURAN PRODUKTIVITAS PRIMER DI LAUTAN Oleh : Aprilani SoegiartO. Pendahuluan Indonesia adalah suatu negara maritim dimana hampir 70 % wilajahn.ja terdiri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minuman berenergi dan zat-zat kandungannya Minuman berenergi adalah minuman ringan yang mengandungi zat-zat seperti vitamin B kompleks dan kafein untuk menstimulasi sistem metabolik

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROPINSI DJAWA-TIMUR Seri A DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI DJAWA TIMUR

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROPINSI DJAWA-TIMUR Seri A DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI DJAWA TIMUR 30 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROPINSI DJAWA-TIMUR Seri A Oktober 1968 6 Peraturan Daerah Propinsi Djawa Timur Nomor 3 tahun 1966 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI DJAWA TIMUR Menimbang

Lebih terperinci

CONTROL (JENIS KONTROL KARDIORESPIRASI)

CONTROL (JENIS KONTROL KARDIORESPIRASI) MODELS of CARDIORESPIRATORY CONTROL (JENIS KONTROL KARDIORESPIRASI) Akmarawita kadir Heru Setiawan Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Abstrak Respon sistem kardiovaskuler tergantung

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) No. 43 Tahun 1970 1 September 1970 No: 8/P/LK/DPRD-GR/1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN KARANGASEM Menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang dikenal sebagai negara agraris. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Kebiasaan petani dalam menggunakan pestisida

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1958 TENTANG PENGGUANAAN LAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1958 TENTANG PENGGUANAAN LAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1958 TENTANG PENGGUANAAN LAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa perlu diadakan peratuaran tentang penggunaan Lambang Negara

Lebih terperinci

DASAR TEORI Siklus jantung terdiri atas periode sistol (konstraksi dan pengosongan isi) dan diastol (relaksasi dan pengisian jantung) bergantian.

DASAR TEORI Siklus jantung terdiri atas periode sistol (konstraksi dan pengosongan isi) dan diastol (relaksasi dan pengisian jantung) bergantian. DASAR TEORI Siklus jantung terdiri atas periode sistol (konstraksi dan pengosongan isi) dan diastol (relaksasi dan pengisian jantung) bergantian. Kontraksi terjadi akibat penyebaran eksisitas seluruh jantung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung adalah sindroma klinis yang kompleks yang timbul akibat kelainan struktur dan atau fungsi jantung yang mengganggu kemampuan ventrikel kiri dalam mengisi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 29 tahun Mei 1969

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 29 tahun Mei 1969 LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 29 tahun 1969 28 Mei 1969 No. 6 a 1/DPRDGR/1966. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH JURUSAN PENDIDIKAN JASMANI, KESEHATAN DAN REKREASI

SILABUS MATA KULIAH JURUSAN PENDIDIKAN JASMANI, KESEHATAN DAN REKREASI SILABUS MATA KULIAH JURUSAN PENDIDIKAN JASMANI, KESEHATAN DAN REKREASI Mata Kuliah ( MK ) : Ilmu Faal Dasar Kode MK : FOK 504 SKS : 3 sks Penanggung Jawab MK : Drs Tcetcep Habibudin,M.Pd Kedudukan MK :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (UMY). Universitas Muhammadiyah Yogyakarta merupakan salah satu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (UMY). Universitas Muhammadiyah Yogyakarta merupakan salah satu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Universitas Muhammadiyah Yogyakarta merupakan salah satu perguruan

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke V tgl. 1 Djan PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 1 TAHUN 1955.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke V tgl. 1 Djan PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 1 TAHUN 1955. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke V tgl. 1 Djan. 1955. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 TAHUN 1955. Tentang TANDA-NOMOR DAN SURAT-TANDA-NOMOR BAGI KENDARAAN BERMOTOR DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan salah satu bentuk Intoleransi Ortostatik (IO) dengan

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan salah satu bentuk Intoleransi Ortostatik (IO) dengan digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. POTS a. Pengertian Postural Orthostatic Tachycardia Syndrome (POTS) merupakan salah satu bentuk Intoleransi Ortostatik (IO) dengan karakteristik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merokok juga banyak dilakukan oleh remaja bahkan anak-anak. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dalam DepKes RI

BAB I PENDAHULUAN. merokok juga banyak dilakukan oleh remaja bahkan anak-anak. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dalam DepKes RI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman di Indonesia saat ini membawa banyak perubahan bagi lingkungan maupun masyarakatnya. Perubahan yang sering terjadi ialah perubahan perilaku pada

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI ) No. 16/1963 20 April 1963 No. 7/DPRD-GR/1963.- DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BADUNG Menetapkan

Lebih terperinci