BAB II LANDASAN TEORI. merupakan salah satu bentuk Intoleransi Ortostatik (IO) dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. merupakan salah satu bentuk Intoleransi Ortostatik (IO) dengan"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. POTS a. Pengertian Postural Orthostatic Tachycardia Syndrome (POTS) merupakan salah satu bentuk Intoleransi Ortostatik (IO) dengan karakteristik munculnya takikardi ortostatik tanpa diikuti hipotensi ortostatik. Pasien dapat dikatakan memiliki POTS apabila menunjukkan peningkatan denyut jantung atau heart rate (HR) lebih dari 30 denyut/menit setelah perubahan posisi dari terlentang ke berdiri. Selain kriteria diatas, peningkatan diatas 120 denyut/menit pada 10 menit pertama setelah perubahan posisi juga sudah dapat dikatakan sebagai POTS (Freeman et al, 2011) b. Etiologi POTS sering diakibatkan oleh adanya kegagalan sistem saraf otonom dalam merespon perubahan posisi. Beberapa faktor penyebab terjadinya POTS antara lain gangguan inervasi vaskular dan konsentrasi NE plasma yang tinggi. Gangguan inervasi vena perifer atau perannya dalam stimulasi sistem saraf simpatik menjadi etiologi utama terjadinya POTS. Gangguan ini dapat menyebabkan bendungan vena pada esktremitas bawah sehingga menurunkan volume darah 5

2 digilib.uns.ac.id 6 balik ke jantung. Proses ini berujung pada terjadinya reflek takikardi (Thanavaro et al, 2009). Inervasi sistem saraf simpatik kardiovaskuler pada POTS biasanya tidak mengalami gangguan. Namun terjadinya peningkatan kompensasi sistem saraf simpatik serebral menyebabkan kenaikan sekresi NE sehingga meningkatkan HR, kontraksi otot jantung serta palpitasi dan pandangan kabur yang merupakan karakteristik dari POTS (Thanavaro et al, 2009). c. Klasifikasi POTS POTS dapat diklasifikasikan sebagai POTS primer atau sekunder. Klasifikasi ini didasarkan oleh ada atau tidaknya penyakit yang menyebabkan terjadinya POTS. Kriteria ini sangat berguna dalam menentukan manajemen terapi bagi penderita POTS. 1) POTS Primer POTS primer terjadi tanpa adanya penyakit yang menyebabkannya. Hal ini yang membuat penyebab POTS primer sering dikatakan idiopatik. Namun terdapat beberapa patofisiologi yang dapat menjelaskan terjadinya POTS jenis ini. Salah satu mekanisme yang paling sering adalah adanya neuropati perifer. Neuropati perifer meningkatkan bendungan vena inferior, sehingga saat perubahan posisi subjek dapat mengalami gejala IO. Selain itu, adanya hiperadrenergik saraf simpatik juga dapat menjelaskan mekanisme terjadinya POTS (Agarwal et al, 2007).

3 digilib.uns.ac.id 7 2) POTS Sekunder POTS sekunder diakibat oleh adanya penyakit yang menyebabkannya, di antaranya adalah Diabetes Mellitus (DM), amyloidosis, Sindrom Sjogren, sindrom paraneoplastik dan sindrom hipermobilitas (Agarwal et al, 2007). d. Patofisiologi Saat terlentang, lebih dari 30% volume darah berada di bagian thorak. Pada fisiologi ortostatik kardiovaskuler, sekitar ml darah akan terkumpul pada ekstremitas bawah akibat pengaruh mikrogravitasi. Sebagian besar proses ini terjadi pada 10 detik pertama setelah perubahan posisi. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume darah yang kembali ke jantung dan berujung pada menurunnya volume sekuncup dan curah jantung (Crnosija et al, 2012). Baroreseptor arteri (pada sinus karotis dan lengkung aorta) dapat mendeteksi penurunan tersebut sehingga memicu reflek kompensasi. Reflek kompensasi ini dilakukan oleh sistem saraf simpatik yang menyebabkan vasokonstriksi arteri perifer dan peningkatan HR. Pada subjek normal, peningkatan HR antara denyut/menit. Terjadinya vasokonstriksi perifer mengembalikan volume darah yang semula mengumpul di tubuh bagian bawah, kembali ke jantung dan beredar ke seluruh tubuh (Crnosija et al, 2012). Terjadinya bendungan vena yang lebih lama dan berlebihan di ekstremitas bawah menjadi faktor yang paling sering menjadi

4 digilib.uns.ac.id 8 penyebab POTS. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya gangguan inervasi vena dan/atau menurunnya respon vena terhadap stimulasi sistem saraf simpatik (Crnosija et al, 2012). Beberapa mekanisme terjadinya POTS dijelaskan di bawah ini, yaitu : 1) Neuropatik Pada fisiologi kardiovaskuler, stres ortostatik dapat menyebabkan vasokonstriksi perifer terutama pada pembuluh darah vena. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh reflek simpatik pada pembuluh darah vena sehingga tidak terjadi bendungan vena yang berkelanjutan. Sedangkan pada penderita POTS, neuropati pada tubuh bagian bawah menjadikan NE tidak banyak dikeluarkan oleh sel-sel saraf sehingga reflek simpatik tersebut tidak terjadi. Jacob et al menjelaskan bahwa adanya keluaran NE dalam jumlah rendah pada saraf simpatik di ekstremitas bawah dapat menjelaskan patogenesis terjadinya POTS (Jacob et al, 2000). Neuropati ini tidak terjadi pada sistem saraf simpatik jantung, sehingga saat perubahan posisi, HR tetap akan meningkat. Namun dengan bendungan vena yang berkelanjutan, mekanisme kompensasi tidak terjadi dan HR tetap meningkat. Adanya neuropati perifer ini merupakan penyebab tersering terjadinya POTS (Crnosija et al, 2012).

5 digilib.uns.ac.id 9 2) Hiperadrenergik Mekanisme ini lebih sedikit terjadi dibanding dengan jenis yang neuropatik yaitu hanya 10% dari semua penderita POTS. Gejala yang dialami seperti takikardi, tremor dan kecemasan sebagai hasil dari hiperaktivitas sistem saraf simpatik. POTS jenis ini sering diikuti dengan hipertensi ortostatik. Adanya keluaran NE sistemik berlebihan menjadi proses penting yang mendasari terjadi POTS pada bentuk ini. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh abnormalitas control pusat sistem saraf simpatik. POTS hiperadrenergik juga merupakan respon sekunder pada beberapa pasien POTS neuropatik dan hipovolemik (Carew et al, 2009). 3) Genetik Hampir sama dengan beberapa proses di atas terkait dengan peningkatan aktivitas saraf simpatik. Namun peningkatan ini disebabkan oleh mutasi gen yang mengekspresikan NET atau Noepinephrine Transporter (Shannon, J.R., et al. 2000). NET adalah protein transporter pada celah sinaps yang bertanggungjawab dalam pembersihan hampir 70% NE pada sinaps sistem saraf simpatik (Garland et al, 2007). Jantung merupakan organ yang sangat sensitif terhadap kadar NE di sinaps karena sel saraf simpatik pada jantung menangkap hampir 80% NE yang berada pada celah sinaps (Bayles et al, 2012). Reflek

6 digilib.uns.ac.id 10 simpatik yang berlebihan dapat menyebabkan takikardi pada penderita POTS (Crnosija et al, 2012). 4) Kegagalan Regulasi Volume Darah Banyak dari pasien dengan POTS ternyata mengalami hipovolemi. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mempunyai peranan penting dalam pengaturan volume plasma dalam tubuh. Hipovolemi akan memicu aktivitas renin sampai menjadi angiotensin II. Angiotensin II dapat meningkatkan volume darah, HR dan tekanan darah sehingga volume darah pasien dapat kembali normal. Jika volume plasma sudah kembali normal, efek angiotensin II akan dikurangi dengan degradasinya oleh Angiotensin Converting Enzime 2 (ACE-2) menjadi Angiotensin (1-7) yang bersifat vasodilator (Mustafa et al, 2011). Pasien dengan POTS dan hipovolemi memiliki aktivitas renin dan aldosteron yang rendah, sehingga tidak dapat mengatasi hipovolemi dengan baik. Selain itu, rendahnya kadar angiotensin (1-7) dan tingginya kadar angiotensin II plasma menjadi sebuah temuan penting yang dapat menjelaskan patofisiologi POTS. Adanya defek pada ACE-2 menghambat degradasi angiotensin II menjadi angiotensin (1-7) (Mustafa et al, 2011). 5) Sindrom Grinch Sindrom ini dikenal sebagai massa jantung yang rendah sehingga menyebabkan rendahnya volume sekuncup dan curah

7 digilib.uns.ac.id 11 jantung. POTS menjadi salah satu mekanisme kompensasi terhadap sedikitnya volume sekuncup karena atropi jantung dan penurunan volume darah pada pasien dengan Sindrom Grinch (Fu Qi et al, 2010). Beberapa penjelasan di atas merupakan patofisiologi POTS. Subyek dapat memiliki lebih dari satu patofisiologi yang memunculkan terjadinya POTS (Crnosija et al, 2012). e. Gejala Klinis Gejala-gejala yang dialami penderita POTS dibedakan dalam 3 kriteria, yaitu (1) gejala ortostatik yang berhubungan dengan hipoperfusi serebral dan hiperaktivitas saraf simpatik serebral, (2) gejala non-ortostatik yang berhubungan dengan disautonomia dan (3) gejala umum (Thieben et al, 2007 ). Macam-macam gejalanya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.1 Gejala POTS Kriteria Gejala 1) Gejala ortostatik a) Pandangan Kabur (77,6 %) b) Presinkop (60,5 %) c) Kelemahan (50 %) d) Palpitasi (75 %) e) Gemetaran (37,5 %) f) Napas pendek (27,6 %) g) Nyeri dinding dada (24,3 %)

8 digilib.uns.ac.id 12 2) Gejala nonortostatik a) Kembung (23,7 %) b) Mual (38,8 %) c) Muntah (8,6 %) d) Nyeri perut (15,1%) e) Konstipasi (15,1%) 3) Gejala Umum a) Kelelahan (48 %) b) Gangguan tidur (31,6 %) c) Migrain (27,6 %) Sumber : Thieben et al, 2007 Intensitas gejala-gejala di atas dapat bervariasi. Beberapa subjek menunjukkan gejala yang parah dan menghambat aktivitas sehari-hari seperti bekerja, sekolah dan aktivitas rekreasi, Sehingga dapat dikatakan gejala POTS memiliki morbiditas yang substansial (Fu Qi et al, 2010). f. Prevalensi Di Indonesia belum banyak studi yang menunjukkan data mengenai prevalensi POTS. Namun, studi yang sudah dilakukan di Amerika, POTS rata-rata dialami hampir lebih dari 170 per penduduk (Mathias et al, 2012), dan lebih dari 25% penderita POTS menunjukkan ketidakmampuan dalam menjalankan altivitas kerja (Goldstein et al, 2002). POTS sebagian besar dialami oleh wanita usia antara tahun (Thieben et al, 2007). Dengan rasio perbandingan kejadiannya pada perempuan dan laki-laki adalah 5:1 (Carew et al,

9 digilib.uns.ac.id ). Sejumlah sampel pasien dengan POTS diambil dari beberapa klinik di Amerika. Lebih dari 60% dari sampel tersebut merupakan mahasiswa (McDonald et al, 2014). Ross et al menambahkan adanya beberapa kelompok yang dapat memiliki risiko lebih mengalami POTS, yaitu memiliki penyakit akibat virus, infeksi bakteri, operasi atau trauma dan pubertas (TAAS, 2013). g. Diagnosis Penegakan diagnosis POTS dapat dilakukan dengan Passive Head-Up Tilt Table (HUTT Pasif) atau Active Stand Test (AST). Kriteria diagnosis dapat ditegakkan bila tes di atas menunjukkan adanya : (Crnosija et al, 2012) 1) Peningkatan HR lebih dari 30 bpm atau 2) Peningkatan HR lebih dari 120 bpm pada 10 menit pertama Diagnosis POTS juga harus ditegakkan dengan adanya satu atau lebih gejala ortostatik serta gejala tersebut dan dirasakan lebih ringan jika dikembalikan ke posisi berbaring (Mizumaki, 2011). h. Penatalaksanaan Penatalaksanaan secara farmokologis dan nonfarmakologis dapat diberikan kepada pasien dengan POTS. 1) Farmakologis a) Fludrokortison Fludrokortison merupakan mineralokortikoid poten yang dapat meningkatkan retensi air dan natrium sehingga

10 digilib.uns.ac.id 14 mencegah terjadinya hipovolemi. Fludrokortison juga dapat meningkatkan sensitivitas reseptor alfa-adrenergik perifer sehingga saraf simpatik perifer bisa bekerja lebih baik dalam meningkatkan volume darah balik. Terapi ini dapat memperbaiki gejala pada beberapa pasien POTS (Carew et al, 2009). b) Midrodine Midrodine merupakan agonis adrenoreseptor alfa 1 yang dapat menyebabkan vasokonstriksi arteri dan vena perifer. Midrodine dapat menurunkan gejala IO dan menekan HR pada beberapa pasien dengan POTS (Carew et al, 2009). c) Nonfarmakologis Beberapa penatalaksanaan non farmakologis dapat dilakukan dengan modifikasi cairan dan aktivitas fisik. (1) Suplemen air dan garam Pemberian suplemen air dan garam pada penderita POTS dapat memperbaiki kondisi hipovolemi sehingga gejala-gejalanya dapat berkurang. Beberapa penelitian menunjukkan ada penurunan HR pada pasien POTS setelah pemberian suplemen infus saline IV atau air minum (Carew et al, 2009). (2) Latihan fisik

11 digilib.uns.ac.id 15 Latihan fisik berupa olahraga terutama latihan pada ekstremitas inferior dapat meningkatkan volume darah dan kekuatan kontraksi jantung (Carew et al,2009). Olahraga menjadi salah satu anjuran untuk pasien POTS. Olahraga secara reguler dapat memperbaiki gejala IO pada beberapa pasien POTS (Fu et al, 2010). 2. Olahraga a. Pengertian Olahraga Olahraga merupakan bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan kebugaran jasmani (Nurcahyo, 2008). Intensitas berhubungan dengan berapa kuatnya atau aktifnya melakukan olahraga. Pada waktu melakukan olahraga, denyut nadi sedikit demi sedikit akan naik. (Hardinge dan Shrock, 2003). Mahler (2003) menyebutkan bahwa ukuran olahraga yang perlu diperhatikan adalah intensitas, lama dan frekuensi latihan. 1) Intensitas latihan Untuk mendapatkan kesegaran jasmani yang diharapkan, olahraga harus dilakukan dalam takaran yang cukup. Untuk mengetahui apakah intensitas latihan yang dilakukan sudah cukup, secara sederhana dapat diukur dengan menghitung denyut nadi saat

12 digilib.uns.ac.id 16 melakukan olahraga. Denyut Nadi Maksimal (DNM) dapat dihitung dengan rumus : DNM = 220 usia (dalam tahun) 2) Lama latihan Setiap melakukan olahraga sebaiknya paling sedikit 25 menit. Latihan mencapai target tersebut akan memberikan efek yang lebih baik. 3) Frekuensi latihan Yang dimaksud frekuensi latihan adalah frekuensi latihan setiap minggu. Latihan olahraga yang dilakukan 3 kali seminggu akan memberikan efek yang berarti bagi kesehatan dan kebugaran. Olahraga diusahakan dilakukan 3-5 kali perminggu dengan durasi menit, jika tidak memungkinkan dilakukan dalam satu kali latihan, dibagi dalam tiap latihan 10 menit. Olahraga dilakukan secara teratur setiap hari atau minimal 3 kali seminggu dan 30 menit setiap berolahraga. Olahraga teratur adalah gerakan seluruh organ tubuh dengan cara dan periode tertentu, serta dilakukan secara teratur agar tubuh terlihat bugar dan sehat. Sesuai yang dianjurkan oleh Depkes (2002), olahraga minimal 3 kali seminggu masing masing 30 menit. Maka 90 menit setiap minggu adalah waktu minimal berolahraga.

13 digilib.uns.ac.id 17 b. Manfaat Olahraga Melakukan olahraga secara teratur dan terukur akan memberi kentungan bagi tubuh. Menurut Nurcahyo (2009), manfaat olahraga antara lain : 1) Kebugaran jasmani, Kebugaran jasmani yaitu kemampuan tubuh untuk melakukan kegiatan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan fisik dan mental yang berlebihan. 2) Manfaat olahraga bagi kesehatan fisik (organ tubuh) a) Jantung dan pembuluh darah Olahraga dapat meningkatkan kerja dan fungsi jantung, dan pembuluh darah. Jantung dapat memompakan jumlah darah yang lebih banyak dan berdenyut lebih lambat. Hal ini dapat memperbesar kapasitas darah dalam membawa oksigen,sehingga lebih banyak darah yang dapat mencapai seluruh bagian tubuh manusia. Olahraga juga dapat memperlancar aliran darah. b) Paru-paru Paru-paru akan bertambah kapasitas pernapasannya, masuk dan keluar. Merangsang pernapasan yang dalam sehingga lebih banyak oksigen akan disalurkan ke dalam darah dan lebih banyak karbondioksida yang dibuang dari dalam tubuh.

14 digilib.uns.ac.id 18 c) Otot Olahraga dapat membuat otot yang tegang menjadi rileks, serta dapat meningkatkan massa otot. 3. Hubungan kejadian POTS dengan intensitas olahraga Olahraga dapat meningkatkan kerja dan fungsi jantung, dan pembuluh darah. Jantung dapat memompakan jumlah darah yang lebih banyak dan berdenyut lebih lambat. Hal ini dapat memperbesar kapasitas darah dalam membawa oksigen,sehingga lebih banyak darah yang dapat mencapai seluruh bagian tubuh manusia. Pemompaan volume darah yang lebih besar di atas dapat dihasilkan dari peningkatan volume sekuncup yang dikeluarkan oleh jantung. POTS dapat terjadi karena adanya bendungan vena di ekstremitas bawah dan abdomen. Kejadian ini yang menyebabkan penurunan volume sekuncup saat perubahan posisi. Olahraga diperkirakan dapat memperkuat otot abdomen dan ekstremitas bawah yang pada akhirnya akan meningkatkan volume darah balik sehingga dapat memperbesar volume sekuncup. Jika volume sekuncup dapat meningkat, maka perfusi serebral akan terpenuhi sehingga tidak terjadi gejala-gejala OI dan kondisi ini juga dapat menurunkan reflek takikardi (Winker, 2005) Penelitian yang dilakukan oleh Fu et al (2010) menambahkan bahwa adanya peningkatan massa otot jantung pada subjek yang melakukan olahraga rutin. Peningkatan ini akan dapat memperbesar kekuatan jantung saat memompakan darah ke seluruh tubuh. Selain

15 digilib.uns.ac.id 19 pengaruhnya terhadap massa otot jantung,. Sistem saraf otonom juga tidak lepas dari pengaruh olahraga. Olahraga dapat menurunkan aktivitas saraf simpatik dan meningkatkan tonus vagal sistem kardiovaskuler yang pada akhirnya dapat memperlambat denyut jantung (Deligians, 1999) Selain terhadap otot jantung, olahraga juga dapat meningkatkan tegangan otot. Pada saat berdiri, sebagian besar otot ekstremitas bawah dan abdomen akan bekerja. Tegangan yang dihasilkan oleh otot-otot tersebut berpengaruh terhadap tekanan darah balik yang digunakan untuk mengembalikan volume darah yang terjadi karena bendungan vena untuk kembali ke jantung. Pada orang dengan POTS, tegangan ini tidak cukup untuk mengembalikan volume darah balik sehingga muncul intoleransi ortostatik. Olahraga dikatakan dapat meningkatkan kekuatan otot sehingga saat berdiri, tegangan otot yang dihasilkan dapat mengkompensasi efek mikrogravitasi tersebut (Lieshout et al, 2001)

16 digilib.uns.ac.id 20 B. Kerangka Pemikiran Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Keterangan : : menyebabkan : diteliti : menghambat : tidak diteliti C. Hipotesis Terdapat hubungan antara antara rendahnya aktivitas olahraga dengan kejadian POTS pada mahasiswi.

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obesitas 2.1.1 Definisi Obesitas adalah penumpukan lemak yang berlebihan ataupun abnormal yang dapat mengganggu kesehatan (WHO, 2011). Menurut Myers (2004), seseorang yang dikatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. milimeter air raksa (mmhg) (Guyton, 2014). Berdasarkan Seventh Joint National

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. milimeter air raksa (mmhg) (Guyton, 2014). Berdasarkan Seventh Joint National BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tekanan Darah 1. Definisi Tekanan Darah Menurut Guyton, tekanan darah adalah daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh yang dinyatakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi adalah salah satu penyakit yang paling umum melanda dunia. Hipertensi merupakan tantangan kesehatan masyarakat, karena dapat mempengaruhi resiko penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Asia saat ini terjadi perkembangan ekonomi secara cepat, kemajuan industri, urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti peningkatan konsumsi kalori, lemak, garam;

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden yang Memengaruhi Tekanan Darah

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden yang Memengaruhi Tekanan Darah BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden yang Memengaruhi Tekanan Darah Beberapa faktor yang memengaruhi tekanan darah antara lain usia, riwayat hipertensi, dan aktivitas atau pekerjaan. Menurut tabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar Susah buang air besar atau lebih dikenal dengan nama sembelit merupakan problem yang mungkin pernah dialami oleh anda sendiri. Banyak yang menganggap sembelit hanya gangguan kecil yang dapat hilang sendiri

Lebih terperinci

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan pengeluaran cairan lebih besar daripada pemasukan. (Almatsier, 2009). Dehidrasi dapat terjadi tanpa disadari di saat

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan pengeluaran cairan lebih besar daripada pemasukan. (Almatsier, 2009). Dehidrasi dapat terjadi tanpa disadari di saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dehidrasi merupakan ketidakseimbangan cairan tubuh dikarenakan pengeluaran cairan lebih besar daripada pemasukan (Almatsier, 2009). Dehidrasi dapat terjadi tanpa disadari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, jaringan arteri, vena, dan kapiler yang mengangkut darah ke seluruh tubuh. Darah membawa oksigen dan nutrisi penting untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Gagal Jantung Kongestif 1.1 Defenisi Gagal Jantung Kongestif Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Definisi Hipertensi Menurut WHO menetapkan bahwa tekanan darah seseorang adalah tinggi bila tekanan sistolik (sewaktu bilik jantung mengerut) melewati batas lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, dan pankreas dapat menghentikan

BAB I PENDAHULUAN. untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, dan pankreas dapat menghentikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prevalensi hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia cukup tinggi. Selain itu, akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi merupakan

Lebih terperinci

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Data menunjukkan bahwa ratusan juta orang di seluruh dunia menderita penyakit hipertensi, sementara hampir 50% dari para manula dan 20-30% dari penduduk paruh baya di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia tersebut, tidak hanya perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung adalah sindroma klinis yang kompleks yang timbul akibat kelainan struktur dan atau fungsi jantung yang mengganggu kemampuan ventrikel kiri dalam mengisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan manusia di seluruh dunia saat ini ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain, demografi penuaan, urbanisasi yang cepat, dan gaya hidup tidak sehat. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir

Lebih terperinci

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg dr. Annisa Fitria Hipertensi 140 mmhg / 90 mmhg 1 Hipertensi Primer sekunder Faktor risiko : genetik obesitas merokok alkoholisme aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan sejalan dengan penetapan status Bandara Adisutjipto

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan sejalan dengan penetapan status Bandara Adisutjipto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandara Adisutjipto Yogyakarta berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan R.I. Nomor KM 90/19991 ditetapkan sebagai bandara internasional. Kegiatan, frekuensi, dan jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasalahan kesehatan yang berkaitan dengan penyakit degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi di dunia. Stroke merupakan penyakit neurologi

Lebih terperinci

OBAT KARDIOVASKULER. Obat yang bekerja pada pembuluh darah dan jantung. Kadar lemak di plasma, ex : Kolesterol

OBAT KARDIOVASKULER. Obat yang bekerja pada pembuluh darah dan jantung. Kadar lemak di plasma, ex : Kolesterol OBAT KARDIOVASKULER Kardio Jantung Vaskuler Pembuluh darah Obat yang bekerja pada pembuluh darah dan jantung Jenis Obat 1. Obat gagal jantung 2. Obat anti aritmia 3. Obat anti hipertensi 4. Obat anti angina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Heart Association (2015), Penyakit Jantung Bawaan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Heart Association (2015), Penyakit Jantung Bawaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut American Heart Association (2015), Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung

Lebih terperinci

FISIOLOGI MANUSIA PENGUKURAN SECARA TAK LANGSUNG TEKANAN DARAH ARTERI

FISIOLOGI MANUSIA PENGUKURAN SECARA TAK LANGSUNG TEKANAN DARAH ARTERI FISIOLOGI MANUSIA PENGUKURAN SECARA TAK LANGSUNG TEKANAN DARAH ARTERI Muhammad Reza Jaelani LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI II I. Acara Latihan Pengukuran Secra Tak Langsung Tekanan Darah Arteri pada Orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan teoritik A.1. Hipertensi a. Definisi : Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah 140 mmhg (tekanan sistolik) dan atau 90 mmhg (tekanan darah

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular adalah sistem organ pertama yang berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diabetes Melitus (DM) adalah sindrom kelainan metabolik dengan tanda terjadinya hiperglikemi yang disebabkan karena kelainan dari kerja insulin, sekresi

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ANGINA PECTORIS I. PENGERTIAN Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat serangan sakit dada

Lebih terperinci

Diabetes Mellitus Type II

Diabetes Mellitus Type II Diabetes Mellitus Type II Etiologi Diabetes tipe 2 terjadi ketika tubuh menjadi resisten terhadap insulin atau ketika pankreas berhenti memproduksi insulin yang cukup. Persis mengapa hal ini terjadi tidak

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan 2.1.1 Definisi Kecemasan adalah sinyal peringatan; memperingatkan akan adanya bahaya yang akan terjadi dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: IKSAN ISMANTO J300003 PROGRAM STUDI GIZI DIII FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut 54 tahun untuk wanita dan laki-laki 50,9 tahun. Pada tahun 1985

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut 54 tahun untuk wanita dan laki-laki 50,9 tahun. Pada tahun 1985 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Di Indonesia angka harapan hidup semakin meningkat. Pada tahun 1980 angka tersebut 54 tahun untuk wanita dan laki-laki 50,9 tahun. Pada tahun 1985 meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di negara maju maupun negara berkembang. Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tidak ada gejala yang

Lebih terperinci

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi atau disebut juga tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Tekanan darah pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tekanan darah adalah gaya yang diberikan oleh darah kepada dinding pembuluh darah yang dipengaruhi oleh volume darah, kelenturan dinding, dan diameter pembuluh darah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Penyakit jantung koroner (CHD = coronary heart desease) atau penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan ancaman kesehatan. Penyakit

Lebih terperinci

MEKANISME PENGATURAN KARDIOVASKULAR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARDIAK OUTPUT DAN HUKUM STERLING

MEKANISME PENGATURAN KARDIOVASKULAR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARDIAK OUTPUT DAN HUKUM STERLING MEKANISME PENGATURAN KARDIOVASKULAR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARDIAK OUTPUT DAN HUKUM STERLING Anggi Faizal Handuto 22020111130034 Nunung Hidayati 22020111130086 Nurul Imaroh 22020111130044 Nur Alifah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi dikenal luas sebagai penyakit kardiovaskular, merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering ditemukan di masyarakat modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remote control, komputer, lift, escalator dan peralatan canggih lainnya

BAB I PENDAHULUAN. remote control, komputer, lift, escalator dan peralatan canggih lainnya 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi yang semakin berkembang dan peningkatan berbagai macam teknologi yang memudahkan semua kegiatan, seperti diciptakannya remote control, komputer,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan jaman dan perkembangan teknologi dapat mempengaruhi pola hidup masyarakat. Banyak masyarakat saat ini sering melakukan pola hidup yang kurang baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan untuk dapatbertahan hidup. (Nugroho,2008). struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India, dan Amerika

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan untuk dapatbertahan hidup. (Nugroho,2008). struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India, dan Amerika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses menua merupakan kombinasi bermacam-macam faktor yang saling berkaitan. Proses menua dapat diartikan sebagai perubahan yang terkait waktu, bersifat universal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini

Lebih terperinci

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk: HIPONATREMIA 1. PENGERTIAN Hiponatremia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika kadar natrium dalam darah adalah rendah abnormal. Natrium merupakan elektrolit yang membantu mengatur jumlah air di dalam

Lebih terperinci

YUANITA ARDI SKRIPSI SARJANA FARMASI. Oleh

YUANITA ARDI SKRIPSI SARJANA FARMASI. Oleh MONITORING EFEKTIVITAS TERAPI DAN EFEK-EFEK TIDAK DIINGINKAN DARI PENGGUNAAN DIURETIK DAN KOMBINASINYA PADA PASIEN HIPERTENSI POLIKLINIK KHUSUS RSUP DR. M. DJAMIL PADANG SKRIPSI SARJANA FARMASI Oleh YUANITA

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari sama dengan 90mmHg untuk diastolik.

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM FARMAKOTERAPI ASMA H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM Pendahuluan Etiologi: asma ekstrinsik diinduksi alergi asma intrinsik Patofisiologi: Bronkokontriksi akut Hipersekresi mukus yang tebal

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat kaitannya. Pasien dengan diabetes mellitus risiko menderita penyakit kardiovaskular meningkat menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Dismenore a. Pengertian Dismenore adalah nyeri kram (tegang) daerah perut mulai terjadi pada 24 jam sebelum terjadinya perdarahan haid dan dapat bertahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup. Gagal jantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun.

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik merupakan perkembangan dari gagal ginjal akut yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun. Gagal Ginjal Kronik menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit dengan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat

Lebih terperinci

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I Hemodinamik Aliran darah dalam sistem peredaran tubuh kita baik sirkulasi magna/ besar maupun sirkulasi parva/ sirkulasi dalam paru paru. Monitoring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi masih tetap menjadi masalah kesehatan karena beberapa hal, antara lain meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure (CHF) menjadi yang terbesar. Bahkan dimasa yang akan datang penyakit ini diprediksi akan terus bertambah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko terhadap BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Hipertensi Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko terhadap

Lebih terperinci

AKTIVITAS FISIK DAN OLAHRAGA UNTUK PENDERITA DIABETES MELLITUS DAN HIPERTENSI PUSKESMAS DTP CIKALONG KULON 9 APRIL 2015

AKTIVITAS FISIK DAN OLAHRAGA UNTUK PENDERITA DIABETES MELLITUS DAN HIPERTENSI PUSKESMAS DTP CIKALONG KULON 9 APRIL 2015 AKTIVITAS FISIK DAN OLAHRAGA UNTUK PENDERITA DIABETES MELLITUS DAN HIPERTENSI PUSKESMAS DTP CIKALONG KULON 9 APRIL 2015 Aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyababkan pengeluaran energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan kerusakan metabolisme dengan ciri hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme karbohidrat, lemak serta protein yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri, mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah

Lebih terperinci

Olahraga Ringan Bagi Penderita Diabetes

Olahraga Ringan Bagi Penderita Diabetes Olahraga Ringan Bagi Penderita Diabetes Olahraga Ringan Bagi Penderita Diabetes Olahraga Ringan Bagi Penderita Diabetes Bagi penderita diabetes, olahraga ringan tidak hanya bermanfaat untuk menurunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%. Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%. Hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer sampai saat ini. Berdasarkan data dari Riskesdas (Pusdatin Kemenkes RI 2013), hipertensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi di Indonesia rata-rata meliputi 17% - 21% dari keseluruhan populasi orang dewasa artinya, 1 di antara 5 orang dewasa menderita hipertensi. Penderita hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, 2013). Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Meningkatnya prevalensi penyakit kardiovaskuler setiap tahun menjadi masalah utama di negara berkembang dan negara maju. Berdasarkan data Global Burden of

Lebih terperinci

Tes Kebugaran Jasmani Indonesia (TKJI)

Tes Kebugaran Jasmani Indonesia (TKJI) Tes Kebugaran Jasmani Indonesia (TKJI) Pengertian Tes Kebugaran Jasmani Tes kebugaran jasmani adalah suatu instrument yang digunakan untuk mendapatkan suatu informasi tentang individu atau objek-objek.

Lebih terperinci

Kata kunci : Tekanan darah, Terapi rendam kaki air hangat, Lansia.

Kata kunci : Tekanan darah, Terapi rendam kaki air hangat, Lansia. PERBEDAAN TEKANAN DARAH SEBELUM DAN SESUDAH TERAPI RENDAM KAKI AIR HANGAT PADA LANSIA DI UPT PANTI SOSIAL PENYANTUNAN LANJUT USIA BUDI AGUNG KUPANG Yasinta Asana,c*, Maria Sambriongb, dan Angela M. Gatumc

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 180 juta orang di dunia mengalami diabetes melitus (DM) dan cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi dengan perkembangan teknologi di berbagai bidang termasuk informasi, manusia modern semakin menemukan sebuah ketidak berjarakan yang membuat belahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Definisi Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmhg dan tekanan darah diastolic 90 mmhg atau buila pasien memakai obat hipertensi. (7) 2. Manifestasi Klinis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekaligus sebagai upaya memelihara kesehatan dan kebugaran. Latihan

I. PENDAHULUAN. sekaligus sebagai upaya memelihara kesehatan dan kebugaran. Latihan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Olahraga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ketahanan fisik sekaligus sebagai upaya memelihara kesehatan dan kebugaran. Latihan fisik merupakan salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. fakultas yang ada di UMY adalah Fakultas Ilmu Kedokteran dan Ilmu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. fakultas yang ada di UMY adalah Fakultas Ilmu Kedokteran dan Ilmu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) beralamat Jl. Lingkar Selatan, Kecamatan Kasihan Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kampus UMY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya usia, banyak perubahan yang akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya usia, banyak perubahan yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya usia, banyak perubahan yang akan terjadi pada manusia baik perubahan pada fungsi tubuh maupun psikologis akibat proses menua. Lanjut usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah hipertensi. Dampak ini juga diperjelas oleh pernyataan World Health

BAB I PENDAHULUAN. adalah hipertensi. Dampak ini juga diperjelas oleh pernyataan World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan pembangunan nasional yang berlangsung beberapa tahun terakhir telah menimbulkan pergeseran pola penyebab kematian dan masalah kesehatan. Sunaryo

Lebih terperinci

Mata Kuliah Olahraga 1 Soal-soal dan jawaban

Mata Kuliah Olahraga 1 Soal-soal dan jawaban Mata Kuliah Olahraga 1 Soal-soal dan jawaban 1. Apa yang dimaksud dengan gerak olahraga? Gerak yang dilakukan atas dasar fakta empiris dan secara deduktif menunjukkan aktifitas gerak yang mempunyai ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif. Kelompok usia yang mengalami penyakit degeneratif juga mengalami pergeseran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi alam dan masyarakat yang sangat kompleks, menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi alam dan masyarakat yang sangat kompleks, menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi alam dan masyarakat yang sangat kompleks, menyebabkan munculnya berbagai masalah kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN TEORI. Suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah diastolic>90

BAB I TINJAUAN TEORI. Suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah diastolic>90 1 BAB I TINJAUAN TEORI A. Pengertian Suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah diastolic>90 mmhg,yang terjadi pada seseoang paling sedikit tiga waktu terakhir yang berbeda (who 1978,komisi

Lebih terperinci

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN Dinamika Kesehatan, Vol. 7 No.1 Juli 2016 Basit, e.t al., Hubungan Lama Kerja dan Pola Istirahat HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan faktor risiko utama penyakit kardiovaskuler yang merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia. Penyakit ini berkaitan dengan pola makan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam waktu mendatang jumlah golongan usia lanjut akan semakin bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bertambahnya

Lebih terperinci

PENDERITA JANTUNG MENJADI BUGAR MELALUI OLAHRAGA

PENDERITA JANTUNG MENJADI BUGAR MELALUI OLAHRAGA PENDERITA JANTUNG MENJADI BUGAR MELALUI OLAHRAGA Oleh : Farida Mulyaningsih, M.Kes PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008 PENDERITA JANTUNG

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 29 orang, PNS yang mengajar di SD N Pujokusuman 1 Yogyakarta sebanyak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 29 orang, PNS yang mengajar di SD N Pujokusuman 1 Yogyakarta sebanyak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Responden Penelitian mengambil tempat di dalam ruangan kerja karyawan kantor dan ruang guru di sekolah-sekolah negeri. Responden dalam penelitian ini terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, stroke, kanker, hipertensi diabetes mellitus dan sebagaian penyakit paru yang kemudian sering disebut dengan penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Remaja 1 Definisi Remaja Menurut WHO, remaja adalah masa di mana individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci