Aneka No. 31 Th. VIII/1958 MASAALAH KEDUDUKAN SASTRA DALAM FILM (I) ASRUL SANI
|
|
- Deddy Pranoto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Aneka No. 31 Th. VIII/1958 MASAALAH KEDUDUKAN SASTRA DALAM FILM (I) ASRUL SANI Menurut surat undangan jang diedarkan, maka tugas jang harus saja pikul hari ini, ialah: membitjarakan Kedudukan sastra dalam sandiwara pentas, radio dan film. Sepintas lalu perumusan dari tugas tersebut tidaklah menimbulkan kesulitan, apalagi djika kita berfikir dalam rangka pemikiran jang mengaburkan segala batas-batas. Tapi djika kita hendak beroleh suatu pandangan jang djernih dalam masaalah jang kita hadapi, maka tidaklah dapat dielakkan bahwa kita harus bekerdja dengan batas-batas. Batas-batas ini memang ada bukan sadja dalam fikiran kita tapi djuga dalam kenjataannja. Sekiranja kita masukkan batas-batas ini dalam perhitungan maka akan kelihatanlah dengan segera, bahwa pembitjaraan mengenai kedudukan sastera dalam sandiwara pentas, radio dan film bukanlah suatu kewadjiban jang mudah ditempuh. Sebab setelah memperhatikan sedjarah sastera dan sandiwara jang berabadabad dan film dan radio jang berpuluh-puluh tahun, djelas sudah bahwa pada saat ini kesetiap medium itu telah matang mendjadi medium-medium jang berdiri sendiri dengan hukum-hukum jang tegak sendiri pula. Biarpun barangkali ada benarnja utjapan Menno ter Braak, bahwa sebetulnja tidak ada estetika film karena dalam perumusan estetika kita tidak bertolak dari bahan atau benda tapi manusia jang mentjipta dan menikmat. Jang ada hanja hanja kemungkinan untuk menggunakan pandangan estetis jang umum mengenai bahan jang disusun setjara artistik, terhadap bentuk jang chas: dalam hal ini film. Toh keempat medium itu mentjapai tudjuannja dengan ajat-ajat dan tjara-tjara jang begitu berbeda jang dengan sendirinja menghasilkan hukum-hukum dan kemungkinan-kemungkinan jang berbeda-beda sehingga keempat mereka tidak bisa kita senafaskan. Karena itu setelah memperoleh tugas tersebut saja seolah-olah beroleh kewadjiban untuk membitjarakan kedudukan rama-rama dalam susunan tubuh ular sawah. Saja berharap supaja saudara ketua dan saudara-saudara jang menjelenggarakan symposium ini djangan salah terima. Utjapan saja ini bukanlah sebuah olokolok jang lahir dari sikap jang sinis, atau sebuah tjemooh untuk mengetjilkan arti kerdja saudarasaudara, tapi adalah utjapan-utjapan jang sungguh-sungguh jang lahir dari kehendak untuk memperdjernih persoalan jang hendak dikemukakan. Satu-satunja kemungkin jang tinggal, ialah mentjari maksud sebenarnja dari perumusan tersebut jang dapat kita pakai dalam perbintjangan ini. Karena bukan tidak mungkin bahwa maksud panitia sebetulnja benarnja, tapi tidak dirumuskan dengan betul. Sekiranja kita tjoba merumuskan sastera atau kesusasteraan menurut tjontoh-tjontoh jang sampai sekarang ada, njatalah bahwa seni ini adalah seni dan bahwa kesatuan komunikasinja jang terketjil terdiri dari kalimat jang dibentuk oleh kata-kata. Kesatuan komunikasi tersebut tidak bisa kita gunakan baik bagi film, baik bagi sandiwara, baik bagi sandiwara radio. Memang pada film misalnja kita djumpai suatu bentuk jang dinamakan orang screenplay, atau pada sebuah sandiwara sebuah
2 tjerita drama, tapi kedudukan kedua terachir ini dalam hubungan mediumnja masing-masing sangat berbeda betul dengan kedudukan sebuah roman atau sadjak dalam hubungan kesusasteraan. Hubungan screenplay film misalnja tidaklah lebih dari hubungan sebuah bagan jang dibuat oleh seorang arsitek untuk mendirikan sebuah gedung dengan gedung jang didirikannja. Biarpun bagan itu terdiri dari garis-garis jang barangkali djuga kita temui pada seni lukis, tapi garis-garis ini disini bukan merupakan bentuk terachir dari tjiptaan seorang arsitek seperti halnja sebuah lukisan adalah bentuk terachir dari tjiptaan seorang pelukis. Demikian djuga, biarpun sebuah screenplay menpergunakan kata-kata tapia ia baru hanja pedoman untuk membuat sebuah film. Bukan begitu halnja dengan sebuah hasil sastera. Sebuah sadjak bukanlah pedoman untuk mentjiptakan jang lain. Sebuah sadjak adalah sebuah sadjak jang harus dinikmati atau tidak dinikmati sebagaimana adanja. Djadi biarpun kita mempunjai phenomenon jang disebut orang screenplay djanganlah kita serta merta ingat kepada sastera karena ia mengutarakan diri dengan kata-kata. Seperti djuga kita tidak bergembira, karena telah lahir satu bentuk sastera jang baru, djika kantor padjak mengirimkan tagihannja kepada kita. Biarpun surat kantor padjak itu djuga mempergunakan kata-kata. Tapi ada unsur-unsur dalam kesusasteraan jang kemudian kita temui kembali dalam film, sandiwara atau radio. Unsur itu ialah unsur bercerita. Seperti seorang pengarang roman atau novel bertjerita, maka suatu kombinasi dari penulis scenario dan seorang suteradara film djuga menjampaikan suatu tjerita. Sebuah unsur kesusasteraan tentu belum lagi dapat disebut kesusasteraan, seperti djuga halnja garis-garis dan warna belum lagi dapat disebut seni lukis. Karena menurut hemat saja hanja pembitjaraan dari perbandingan unsur-unsur kesusasteraan dalam hal ini tjerita jang dapat membawa kita kepada suatu pembitjaraan jang bermanfaat, maka tugas itu saja tafsirkanlah sebagai berikut: jaitu kita akan membitjarakan masalah tjerita atau penjampaian tjerita dalam sandiwara pentas radio dan film, dengan kesusasteraan sebagai titik pertolakan. Saudara ketua, sungguhpun perumusan tugas tersebut telah dipemudah begitu rupa masih djuga ada lagi keberatan-keberatan didalamnja. Jaitu dalam djumlah medium jang disinggung. Demi kepentingan kedjernihan, maka kita harus menggambarkan alat-alat pengutaraan setiap medium. Hal ini tidaklah akan dapat dilakukan dalam waktu singkat. Karena itu menurut hemat saja, akan lebih baik lagi djika dalam pertemuan ini kita bitjarakan masalah tjerita bukannja dalam hubungan sandiwara pentas, radio dan film sadja. Saja kira dengan mengambil satu medium sadja, kita sudah lebih dari tjukup mengisi waktu kita jang sangat sempit ini. Kalau kita selidiki kesusasteraan dan kita tjari bentuk jang aspek fundamentilnja, adalah tjerita maka kita akan memilih bentuk roman atau novel ataupun pendek. Tentu sadja sebuah sadjak djuga dapat menjampaikan sebuah tjerita tapi menjampaikan kisah tidaklah dapat dianggap aspek fundamental puisi, apalagi djika kita ingat puisi modern. Setjara mudah sebuah tjerita dapat dianggap sebagai pengisahan rentetan kedjadian-kedjadiannja dalam waktu atau dalam
3 perturutan waktu. Sebagai tjerita ia hanya mempunjai satu tudjuan, jaitu membuat pembatja bertanja: Apa jang terdjadi sesudah itu? Sehingga satu-satunja kesalahan jang dapat diperbuat seorang tukang tjerita, ialah bertjerita begitu rupa sehingga pendengar tidak ingin mengetahui apa jang bakal terdjadi selandjutnja. Biarpun kritik ini adalah sebuah kritik jang paling primitive jang dapat dilantjarkan terhadap sebuah tjerita tapi unsur ini adalah unsur jang azazi sifatnja jang bisa kita temui dalam setiap novel atau tjerita pendek jang baik. Rasa ingin tahu ini rupanja adalah suatu sifat fundamental jang kita temui pada manusia umumnja. Ia begitu rupa kerasnja, sehingga ditjeritakan, bahwa ia telah dapat menjelamatkan njawa puteri Scherazade. Puteri ini, biarpun ia disebutkan orang seorang tukang tjerita jang pandai mempergunakan bunga-bunga kata dan menggambarkan kedjadian-kedjadian jang menarik, sebetulnja telah diselamatkan oleh satu-satunja alat kesusasteraan jang kuat, jang bahkan dapat mendjinakkan orang jang paling liar sekalipun. Alat ini ialah: alat jang menimbulkan rasa ingin tahu apa jang akan terdjadi selandjutnja. Djika semalam-malaman ia telah bertjerita dan sinar pagi kelihatan ditepi langit, maka ia tiba-tiba berhenti dan pendengarnja begitu ingin tahu apa jang akan terdjadi selandjutnja sehingga diundurkanlah pembunuhannja, karena mau mendengar apa jang akan terdjadi selandjutnja. Saja kira inilah salah satu tulang punggung dari kekuatan Tjerita Seribu satu malam. Tapi tjerita tentu sadja bukan hanja rentetan kedjaian dalam waktu. Karena waktu sadja berjumlah akan membuat tjerita itu berarti. Dalam kehidupan kita sehari-hari disamping waktu terdapat lagi apa jang orang katakana nilai, sesuatu jang tidak diukur dengan djam ataupun menit tapi dengan intensiteitnja. Kehidupan sehari-hari praktisnja terdiri dari dari dua kehidupan. Jang pertama kehidupan dalam waktu dan kehidupan dengan nilai. Cerita mengisahkan kehidupan dalam waktu. Tidak ada pengarang roman jang dpat dikatakan berhasil, djika ia mentjoba mendjadikan unsur waktu. Pengarang Amerika Gertrude Stein misalnja, pernah mentjoba untuk tidak menghiraukan faktor waktu dan hanja mengumumkan nilai. Saja kira usahanja tidak dapat dikatakan berhasil, karena pokok utama jang harus ada pada sebuah tjerita tidak ia penuhi sama sekali. Untuk memberikan sebuah tjontoh singkat dari unsur waktu dan nilai tersebut saja ambil dibawah ini sebuah nukilan pendek dari roman Utuy Tatang Sontani Tambera : Dengan sendirinja Gapipo! Dengan sendirinja! Djawab Imbata dengan suara agak menggetah bawang. Bahkan boleh kau lihat nanti Hening seketika. Kemudian Lambaru memetjah kesunjian dengan perkataan jang demikian bunjinja: Biarlah kita tidak membitjarakan orang Inggeris itu. Memang dimana-mana ia membawa kerewelan. Sekarang marilah kita menghadapi orang-orang Belanda jang datang kesini resmi atas nama kepalanja. Kesana pikiran kita dihadapkan.
4 Apa pula jang harus kita pikir itu, Lambaru? tanja Imbata dengan suara seperti bisaa lagi. Sebab pada pendapat saja sebagai orang tua, orang-orang Belanda berbeda dengan orang Inggeris jang datangnja berbeda pula dengan orang-orang Sepanjol atau orang-orang Portugis jang duluan datang disini terutama mengemukakan pedangnja kepada bangsa kita. Tidakkah orang-orang Belanda itu mengemukakan persahabatan dan hadiah kepadamu? Inilah, perbedaan inilah jang menarik pikiran kita. Belum habis Lambaru berkata, Imbata sudah menjela dsbnja. Dalam tjontoh ini djelas bagaimana rentetan kedjadian dikisahkan dalam rentetan waktu. Djika kita boleh memakai gambaran jang lebih plastis, maka saja ingin memakai perumpaan sebuah sungai dimana kedjadian-kedjadian mengalir terus-menerus dari saat ke saat. Aspek lain dari sebuah novel jang berhubungan dengan pengisahan sebuah tjerita ialah aspek dari para pelakunja. Dan karena umumnja dalam roman-roman jang kita djumpai sebagai pelaku adalah manusia, maka dapatlah dikatakan: manusia-manusia dalam tjerita. Dalam soal waktu kita telah bertanja: apakah jang terdjadi selandjutnja? Maka dalam soal manusiamanusia dalam tjerita ini kita bertanja: Atas diri siapakah hal-hal itu terdjadi? Salah sebuah dari manfaat sebuah roman, demikian para pengeritik tertentu menjatakan, ialah karena roman dapat memberikan kepada kita pengalaman-pengalaman dari berbagai manusia. Pengalaman mana tidak dapat kita alami sendiri, semata karena tidak mungkinnja seorang manusia mengalami segala kedjadian jang terdapat didunia ini. Djadi ia memberikan kepada kita suatu kekajaan jang tidak bisa kita peroleh dengan djalan lain. Buku-buku lain jang membitjarakan suatu pengalaman tidak mungkin akan memberikan effek jang sama kepada kita, karena perbedaan dari tjara bekerdja seorang pengarang roman dan seorang penulis teori, ialah karena jang pertama tidak mengemukakan kepada kita pendapat-pendapat dengan langsung, tapi membangunkan bagi kita kembali satu dunia dimana pengalaman-pengalaman itu berlangsung sehingga kita dapat mengukur sendiri apa artinja pengalaman atau kedjadian tersebut. Sedangkan jang terachir hanja memberikan ulasan tentang suatu kedjadian. Jang pertama mengadakan appealnja terhadap seluruh tubuh, sedangkan jang terachir terutama mengadakan appealnja terhadap fikiran dan timbangan sadja. Tentu sadja tokoh-tokoh jang dilukiskan seorang pengarang tidak usah identik dengan tokoh-tokoh jang kita temui setiap hari. Pertama karena tokoh seorang pengarang lahir dari penjaksian tokoh itu sendiri dalam kehidupan ditambah dengan sedjumlah temperamen jang terdapat dalam diri pengarang. Dan karena tokoh jang dikemukakan dalam sebuah roamn adalah tokoh jang lebih lengkap. Dalam kehidupan seharihari suatu perasaan tersembunji hanja dapat kita arifi djika ia diutarakan dengan lahir. Djika hal ini tidak terdjadi, maka tidak akan kita kenali perasaan tersebut. Sedangkan dalam roman, dari seorang tokoh tidak ada jang tersembunji. Toh, dalam roman-roman jang baik semua tokohtokoh ini dilahirkan dari kehidupan sehari-hari. Dan djika kita mau mempergunakan kata
5 chajalan bagi sebuah roman, maka jang chajal dalam roman itu bukanlah tjeritanja, tapi adalah tjara fikiran berkembang mendjadi tindakan, suatu tjara jang tidak dapat kita lihat dengan mata dalam kehidupan sehari-hari. Suatu aspek lain dari roman, ialah apa jang orang sebutkan plot. Ada bermatjam-matjam perumusan jang diberikan mengenai plot ini, tapi dalam tjeramah ini saja akan memakai pengertian seperti jang dikemukakan oleh Forster. Menurut dia, seluruh plot adalah sebuah pengisahan dari kedjadian-kedjadian dengan tekanan pada sebab-musabab. Demikian Baginda mangkat dan permaisuripun mangkat adalah tjerita. Tapi Baginda mangkat, lalu permaisuripun mangkat karena dukatjita adalah sebuah plot. Faktor rentetan waktu dipertahankan, tapi pertanjaan kepada sebab lebih menekan disini. Dari itu sekiranja dalam soal tjerita kita bertanja sesudah itu apa? dan dalam apa tokoh-tokoh kita bertanja siapa mereka mengenai plot ini kita bertanja mengapa. Plot menghendaki ketjerdasan jang lebih tinggi dari pada pembatjanja dan djuga kesanggupan untuk mengingat apa jang telah terdjadi. Sebuah plot tidak akan berhasil djika jang membatja sudah lupa sama sekali apa jang terdjadi sebelumnja. Ia harus sanggup menimbulkan pertanjaan dalam dirinja mengapa kedjadian-kedjadian sebelumnja itu terdjadi. Ketiga aspek jang saja kemukakan diatas tadi adalah aspek-aspek fundamental diatas mana sebuah roman bisa didirikan. Tentu penambahan dari ketiga aspek tersebut: djadi adanja tjerita, waktu dan plot, belum lagi membentuk sebuah hasil jang dapat dianggap hasil seni atau hasil kesusasteraan. Ada lagi sesuatu jang belum masuk, tapi jang tidak dapat kita rumuskan. Dalam seni sering-sering kita harus memadjukan pertanjaan-pertanjaan jang sangat memusingkan. Dalam ilmu hitung misalnja kita merasa puas djika seorang mengatakan dua mangga dan dua mangga sama dengan empat mangga. Itu betul. Tapi dalam seni hal itu tidak betul. Dalam seni dua mangga dan dua mangga bukan sama dengan empat mangga, tapi sama dengan empat mangga ditambah dengan dan. Dan ini adalah faktor jang tidak kita ketahui, tapi ia bersifat menentukan, bagi tinggi rendahnja nilai sastera dari sebuah roman. Paling djauh kita hanja dapat mengemukakan kumpulan-kumpulan dari penamaan sifat-sifat jang kita temui dalam romanroman jang baik, seperti keaslian fantasi pengarang, kedalaman analisanja, kelintjahan tokohnja, irama penulisannja jang sedap dan sebagainja. Pendeknja dalam hal ini kita sampai pada suatu daerah jang sangat nisbi jang ukuran-ukurannja tidak dapat dipakai dengan setjara mutlak bagi setiap roman. Tapi bagaimanapun djuga faktor tambahan ini, ketiga aspek pertama selalu ada dalam sebuah roman. Djadi mereka adalah tulang punggung dari sebuah phenomenon sastera jaitu novel.
SUMBANGAN ARTIS FILM TERHADAP PEMBANGUNAN DJIWA BANGSA
Kencana, No. 2 Hal. 6 Th I - 1958 Drs. Asrul Sani SUMBANGAN ARTIS FILM TERHADAP PEMBANGUNAN DJIWA BANGSA Tjatatan: Drs. Asrul Sani adalah terkenal sebagai seorang essays jang djuga termasuk salah seorang
Lebih terperinciVaria No. 406 Hal (26 Januari) Usmar Ismail tentang kesenian nasional Kegairahan untuk mentjipta harus di-kobar2kan lagi
Hasil ketik ulang dari dokumen asli (dokumen asli terlampir di bawah) : Varia No. 406 Hal. 4 1966 (26 Januari) Usmar Ismail tentang kesenian nasional Kegairahan untuk mentjipta harus di-kobar2kan lagi
Lebih terperinciAneka No. 32 Th. VIII/1958 MASAALAH KEDUDUKAN SASTRA DALAM FILM (II) ASRUL SANI
Aneka No. 32 Th. VIII/1958 MASAALAH KEDUDUKAN SASTRA DALAM FILM (II) ASRUL SANI Djika pada kesusasteraan kesatuan-komunikasi terketjil adalah kalimat jang dibatjakan oleh kata-kata, maka pada film kesatuan
Lebih terperinciFILM & SENSOR. Ditindjau dari sudut kreasi
Sumber : Aneka No. 25/VIII/1957 Berikut ini dihidangkan buat para pembatja Aneka sebuah naskah jang tadinja adalah prasarana jang di utjapkan oleh sdr. Asrul Sani dalam diskusi besar masalah sensor, diselenggarakan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI
LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROVINSI BALI ) No. 12/1968 30 Agustus 1968 No. 1/DPRD.GR/1966. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN TABANAN Menetapkan Peraturan
Lebih terperinciJahja pertama 1 Kenjataan hidup jang kekal, salam doa Nasehat akan hidup ditengah terang dengan kebenaran, mendjadi tanda persekutuan dengan Allah
Jahja pertama 1 Kenjataan hidup jang kekal, salam doa 1 Maka barang jang sudah ada daripada mulanja, barang jang telah kami dengar, barang jang telah kami tampak dengan mata kami, barang jang telah kami
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)
LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 9 tahun 1969 24 Pebruari 1969 No. 1/DPRDGR/67. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BANGLI Menetapkan Peraturan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN PRESIDEN No. 180 TAHUN 1953 TENTANG PERATURAN TENTANG PEMERIKSAAN-KAS PADA PARA BENDAHARAWAN JANG MENERIMA UANG UNTUK DIPERTANGGUNG DJAWABKAN DARI KANTOR-KANTOR PUSAT PERBENDAHARAAN OLEH PARA
Lebih terperinciTRANSKRIP Kuliah/Tanja-Djawab/ Pendjelasan J.M. Menko D.N. Aidit Dimuka Peserta Pendidikan Kader Revolusi Angkatan Dwikora Tanggal 18 Oktober 1964
TRANSKRIP Kuliah/Tanja-Djawab/ Pendjelasan J.M. Menko D.N. Aidit Dimuka Peserta Pendidikan Kader Revolusi Angkatan Dwikora Tanggal 18 Oktober 1964 Harian Rakjat Djum at, 30 Oktober 1964 Para Sdr. Kuliah
Lebih terperinciKAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN PEMUNGUTAN SUMBANGAN IURAN UNTUK MEMBANTU PEMBIAJAAN PENJELENGGARAAN RADIO REPUBLIK INDONESIA KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI
LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI ) No. 25/1963. 8 Djuni 1963. No. 12/DPRD/1962. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BULELENG Menetapkan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI )
LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) NO. 7/1963 27 Pebruari 1963 No. : 6/DPRD-GR/1962,- Keputusan :Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong Daerah Tingkat II Buleleng
Lebih terperinciUndang-undang 1946, No. 22 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Undang-undang 1946, No. 22 PENTJATATAN NIKAH. Peraturan tentang pentjatatan nikah, talak dan rudjuk. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : 1) bahwa peraturan pentjatatan nikah, talak dan rudjuk seperti
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN DJEMBRANA
LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 5 tahun 1969 27 Pebruari 1969 No. : 6/Kep/D.P.R.D.G.R./1968 Keputusan : Dewan Rakjat Daerah Gotong Rojong Kabupaten Djembana Tanggal
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1945 TENTANG PERATURAN MENGENAI KEDUDUKAN KOMITE NASIONAL DAERAH. KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1945 TENTANG PERATURAN MENGENAI KEDUDUKAN KOMITE NASIONAL DAERAH. KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa sebelumnya diadakan pemilihan umum perlu
Lebih terperinciDimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 8
Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 8 No.10/ 1971 DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KOTAMADYA SURAKARTA Menetapkan Peraturan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)
LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) No. 5 / 1966 14 Desember 1966 No. 4/D.P.R.D.G.R./1964. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT I BALI Menetapkan
Lebih terperinciPENGUSAHA NASIONAL SWASTA, DJADILAH PENJUMBANG KONSTRUKTIF UNTUK JPENJELESAIAN REVOLUSI!
PENGUSAHA NASIONAL SWASTA, DJADILAH PENJUMBANG KONSTRUKTIF * UNTUK JPENJELESAIAN REVOLUSI! ersitas Indonesia nkultasssastra a jf Perpustakaamf 7 a :r p u xs t a k a.a n [ j^ J L T A S S A S T R \ jjfcpakxbmen
Lebih terperinciHUBUNGAN PELA DI MALUKU-TENGAH DAN DI NEDERLAND
HUBUNGAN PELA DI MALUKU-TENGAH DAN DI NEDERLAND Suatu tindjauan singkat oleh Dr. Dieter Bartels Karangan ini adalah berdasarkan penelitian anthropologis jang dilaksanakan oleh penulis selama tahun 1974-75
Lebih terperinciTambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 6 TAHUN 1954.
Tjetakan ke 2 tgl. 1 Mei 1958. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 6 TAHUN 1954. Tentang TAMAN PEMAKAIAN PEMELIHARAAN DAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)
LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) No. 1 / 1966 14 Desember 1966 No. 8/D.P.R.D.G.R./1962 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT I BALI Menetapkan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH TINGKAT II BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1961 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANDJAR
PERATURAN DAERAH TINGKAT II BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1961 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANDJAR Menetapkan Peraturan Daerah Jang Berikut : PERATURAN DAERAH TENTANG MENGADAKAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)
LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 13 tahun 1970 29 April 1970 No. 2/DPRDGR/A/Per/15. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan Peraturan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI BALI
LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. :18/1969. 2 Mei 1969 No.5/DPRD-GR/1966 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI BALI Menetapkan Peraturan Daerah sebagai
Lebih terperinciBAB I OBJEK, DJUMLAH DAN TERUTANGNJA PADJAK. Pasal 1
III. I. ORDONANSI PADJAK PERSEROAN 1925. Stbl. 1925 No. 319; Stbl. 1927 No. 137; Stbl. 1930 No. 134; Stbl. 1931 No. 168; Stbl. 1932 No. 196 dan 634; Stbl. 1934 No. 106 dan 535; Stbl. 1938 No. 155 dan 319;
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 29 tahun Mei 1969
LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 29 tahun 1969 28 Mei 1969 No. 6 a 1/DPRDGR/1966. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan Peraturan
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR SURAKARTA Menetapkan peraturan daerah sebagai berikut :
TJETAKAN KE II TANGGAL 1 MARET 1958 Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke III tg. 1 2-1953. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 TAHUN 1953. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1948 TENTANG PENGAWASAN PERBURUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Status : Mendjadi UU No.3 Th.1951 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1948 TENTANG PENGAWASAN PERBURUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk mengawasi berlakunja Undang-undang
Lebih terperinciTesalonika pertama 1. Tesalonika pertama 2
Tesalonika pertama 1 Salam doa 1 Daripada Paulus dan Silwanus dan Timotius datang kepada sidang djemaat orang Tesalonika pertama jang didalam Allah, jaitu Bapa kita, dan didalam Tuhan Jesus Keristus. Turunlah
Lebih terperinciMADJALAH KRISTEN KEBANGUNAN ROCHANI A P I M E N J A L A
MADJALAH KRISTEN KEBANGUNAN ROCHANI A P I M E N J A L A * Untuk segala aliran Geredja (Interdenominational). * Disebarkan dengan tjuma2 (Gratis). Terbit 2 {dua) bulan sekali. Diterbitkan oleh: Badan Kristen
Lebih terperinciREPUBLIK INDONESIA. sensus penduduk 1971
REPUBLIK INDONESIA sensus penduduk 1971 Pedoman untuk Pentjatjah Sensus Sampel BIRO PUSAT STATISTIK D J A K A R T A D A F T A R I S I I. PETUNDJUK UNTUK PENTJATJAH SENSUS SAMPEL 1. Umum. 1 2. Tugas dan
Lebih terperinciSalam doa 1 Salam daripada aku, Jakub, hamba Allah dan hamba Tuhan Jesus Keristus, kepada kedua belas suku bangsa jang bertaburan.
Jakub 1 Salam doa 1 Salam daripada aku, Jakub, hamba Allah dan hamba Tuhan Jesus Keristus, kepada kedua belas suku bangsa jang bertaburan. Faedah bertekun didalam kehidupan iman 2 Hai saudara-saudaraku,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI
LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 37/1968 31 Desember 1968 No. 4/D.P.R.D.-G R./1965 Pasal 1. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT I BALI Menetapkan
Lebih terperinciKEPUTUSAN-KEPUTUSAN KONGRES NASIONAL LEKRA I
KEPUTUSAN-KEPUTUSAN KONGRES NASIONAL LEKRA I I Resolusi atas Lapiran Umum Setelah bersidang 5 hari lamanja dan mempertimbangkan setjara mendalam dan seksama Laporan Umum Pimpinan Pusat Lekra jang disampaikan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DJENDERAL SOEHARTO
PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DJENDERAL SOEHARTO DIDEPAN SIDANG DPR-GR 16 AGUSTUS 1968 DEPARTEMEN PENERANGAN R.I. S.A. 11 SERI AMANAT 11 PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DJENDERAL
Lebih terperinciTENTANG * PENGERTIAN HAL ORGANISASI PERKUMPULAN KOsO PERASI
k a m a r a l s ja h 1 "" r I t 1....-y. ; , ^ i * t ^ ' k. p^samo j t i r i * V L J " r i!> k /A - ^ TENTANG * PENGERTIAN HAL ORGANISASI PERKUMPULAN KOsO PERASI r f B. W O L
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG 1950 No. 4 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG-UNDANG 1950 No. 4 Berita Negara RI No... Tahun 1950 PENGADJARAN. Peraturan tentang dasar pendidikan dan pengadjaran disekolah. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:bahwa perlu ditetapkan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI
LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) No. 66 tahun 1970 20 November 1970 No: 11/DPRD-GR/A/Per/29 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar segala kegiatan jang akan menundjang pengembangan kepariwisataan jang merupakan faktor potensiil
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI MUDA AGRARIA NOMOR 15 TAHUN 1959 TENTANG
PERATURAN MENTERI MUDA AGRARIA NOMOR 15 TAHUN 1959 TENTANG PEMBERIAN DAN PEMBAHARUAN BEBERAPA HAK ATAS TANAH SERTA PEDOMAN MENGENAI TATA-TJARA KERDJA BAGI PEDJABAT-PEDJABAT JANG BERSANGKUTAN Menimbang
Lebih terperinciKutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 3 th. II tg. 27 Des PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 2 tahun TENTANG PEMADAM API
Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 3 th. II tg. 27 Des.1952. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 2 tahun 1952. TENTANG PEMADAM API DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR SURAKARTA
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 215 TAHUN 1963 TENTANG PEMBENTUKAN JAJASAN TELEVISI REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 215 TAHUN 1963 TENTANG PEMBENTUKAN JAJASAN TELEVISI REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. Bahwa dalam penjelesaian Revolusi Indonesia
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI
LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) No. 43 Tahun 1970 1 September 1970 No: 8/P/LK/DPRD-GR/1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN KARANGASEM Menetapkan
Lebih terperinciTambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke V tgl. 1 Djan PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 1 TAHUN 1955.
Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke V tgl. 1 Djan. 1955. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 TAHUN 1955. Tentang TANDA-NOMOR DAN SURAT-TANDA-NOMOR BAGI KENDARAAN BERMOTOR DEWAN PERWAKILAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI
LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 31/1968 31 Desember 1968 No. 5/DPRD.GR.//1968- DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN TABANAN Menetapkan Peraturan
Lebih terperinciTambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5
Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 9 TAHUN 1953 TENTANG PENDJUALAN MINUMAN KERAS DAN PEMUNGUTAN PADJAK ATAS IZIN PENDJUALAN
Lebih terperinciSERI AMANAT 50 PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DJENDERAL SOEHARTO DIDEPAN SIDANG DPR-GR 16 AGUSTUS 1971 REPUBLIK INDONESIA
SERI AMANAT 50 PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DJENDERAL SOEHARTO DIDEPAN SIDANG DPR-GR 16 AGUSTUS 1971 REPUBLIK INDONESIA Presiden Soeharto :..djangan kita silau dengan kemenangan-kemenangan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI
LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI ) No. 10/1963 13 April 1963 No.5 /DPRDGR/1963. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BADUNG Meretapkan Peraturan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI
LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI ) No. 16/1963 20 April 1963 No. 7/DPRD-GR/1963.- DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BADUNG Menetapkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930 (STOOM ORDONANTIE 1930) (Stb. No.225 TAHUN 1930)
UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930 (STOOM ORDONANTIE 1930) (Stb. No.225 TAHUN 1930) Mengubah Peraturan Uap No. 342 tahun 1924 Menimbang bahwa dianggap perlu untuk menindjau kembali Peraturan Uap jang ditetapkan
Lebih terperinciTimotius pertama 1 Salam doa Nasehat supaja tetap didalam pengadjaran jang benar Sjariat Torat jang sebenarnja
Timotius pertama 1 Salam doa 1 Daripada Paulus, rasul Keristus Jesus menurut firman Allah, Djuruselamat kita, dan Jesus Kristus jang mendjadi pengharapan kita, 2 datang kepada Timotius, jang sebenar-benar
Lebih terperinciASAS - ASAS HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
ASAS - ASAS HUKUM PERDATA INTERNASIONAL OLEH ' M r W/R/ONO PRODJODiKORO KETUA AGUNG D / j WDONES/A ^.rfita K A N jie D U A N. V. v/k G. C. f - VAN D or P & Co. 3JAKARTA - B A N D U *^ - s e m ARa n g.
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 15 TAHUN 1971 TENTANG TUNDJANGAN CHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN NEGARA KEPADA PEGAWAI DEPARTEMEN KEUANGAN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha peningkatan dan pengamanan
Lebih terperinciSEGI-SEGI DJURNALISTIK D4KIPADA PERS
SEMINAR PERS KEDUA LEMBAGA PERS DAN PENDAPAT UMUM DJAKARTA HAL O FLAHERTY^ SEGI-SEGI DJURNALISTIK D4KIPADA PERS rchmbaga PERS DAN PENDAPAT UMUM DJAKARTA Perpustaiasn Soedirnan Kartohadiprodjo FHUI Buka
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1967 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1967 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuatan ekonomi potensiil jang dengan
Lebih terperinciMendajung Antara Dua Karang: Peletakan Sebuah Dasar. Oleh: Shohib Masykur
Mendajung Antara Dua Karang: Peletakan Sebuah Dasar Oleh: Shohib Masykur (Seorang diplomat muda sederhana jang memiliki tjita-tjita besar tentang Indonesia) Dalam tulisan ini saja ingin mengulas sebuah
Lebih terperinciPIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DJENDERAL SOEHARTO DI DEPAN SIDANG DPR-GR 16 AGUSTUS 1969 REPUBLIK INDONESIA
PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DJENDERAL SOEHARTO DI DEPAN SIDANG DPR-GR 16 AGUSTUS 1969 REPUBLIK INDONESIA Presiden Republik Indonesia Djenderal Soeharto PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Saudara
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI
LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROVINSI BALI ) No. 11/1968 21 April 1968 No. 510 a/dprdgr/a/ii/4/23. LAMPIRAN dari surat keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KOTAPRADJA S U R A K A R T A. PERATURAN-DAERAH Kotapradja Surakarta tentang padjak potong hewan. Pasal 1.
No.6/ 1959. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KOTAPRADJA S U R A K A R T A. menetapkan peraturan-daerah sebagai berikut : PERATURAN-DAERAH Kotapradja Surakarta tentang padjak potong hewan. Pasal 1. (1) Dalam
Lebih terperinciUpah, Harga dan Laba. K. Marx. Modified & Authorised by: Edi Cahyono, Webmaster Disclaimer & Copyright Notice 2005 Edi Cahyono s Experience
Upah, Harga dan Laba K. Marx Modified & Authorised by: Edi Cahyono, Webmaster Disclaimer & Copyright Notice 2005 Edi Cahyono s Experience Pidato K. Marx ini diterdjemahkan dari edisi Inggris Wages, Price
Lebih terperinciSumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan
1 UNDANG-UNDANG GRASI (Undang-Undang tgl. 1 Djuli 1950 No. 3.) LN. 50-40: (mulai berlaku. 6-7-'50.) Anotasi: Dg. UU ini, dicabut: Gratie Regeling, S. 1933-2; PP No. 67 th. 1948 tentang permohonan grasi;
Lebih terperinciJ.E.KAIHATU. PEE N IE F* & i t d j a m b a t a i
J.E.KAIHATU t, PEE N IE F* & i t d j a m b a t a i j - / 2 ~ e P Ù-*z /j]j \SU RANSI KEBAKARAN ASURANSI KEBAKARAN Oleh J. E. KAIHATU BA^ PENER BIT DJAMBATAN , *n* t '... V' Copyright by Djambatan Djakarta
Lebih terperinciPeraturan Pemerintah 1950 No. 37
Peraturan Pemerintah 1950 No. 37 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNIVERSITEIT GADJAH MADA Peraturan tentang Universiteit Gadjah Mada. Menimbang : bahwa perlu mengadakan peraturan tentang Universitit Negeri
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI
LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 24 tahun 1970 17 Djuni 1970 Keputusan : Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong Kab. Gianyar Tanggal : 18 Nopember 1969 Nomer
Lebih terperinciBanjak orang jang menganggap, bahwa bekerdja buat Tuhan berarti harus mendjadi pendeta, dan harus disiapkan di Sekolah Alkitab.
Panggilan Tuhan Sering kali kami menerima pertanjaan dari orang2 jang merasakan panggilan Tuhan di dalam hidupnja, lalu mereka ingin mengetahu tjaranja disiapkan untuk melajani pekerdjaan Tuhan itu. Banjak
Lebih terperinciKolose 1 Salam doa Utjapan sjukur karena iman sidang djumaat Doa rasul supaja sidang djumaat makin kenal kemuliaan Keristus
Kolose 1 Salam doa 1 Daripada Paulus, rasul Keristus Jesus dengan kehendak Allah, beserta Timotius saudara kita, 2 kepada segala saudara jang sutji dan beriman didalam Keristus, jang di-kolose, turunlah
Lebih terperincidari Pemakaian Butas Sebagai Bahan Konstruksi Lapisan Permukaan Djalan.
P 'l.{. 0 G R E S S R E. '1? 0 i:~ T dari ~ekerdjaan Penelitian ~an Penilaian Pemakaian Butas Sebagai Bahan Konstruksi Lapisan Permukaan Djalan. Progress Report dari Pekerdjaan Penelitian dan Penilaian
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)
LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 30/1963 5 Juli 1963 No : 2/DPR/1962 DEWAN PERWKAILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BULELENG Menetapkan peraturan
Lebih terperinciKONSEPSI SENDIRI - DJANGAN MENDJIPLAK!
PRESIDEN SUKARNO PADA PERXNGATAN DE tit 5 DJULI:.» ' ** \ V ' * * - *v, 1. KONSEPSI SENDIRI - DJANGAN MENDJIPLAK! Perpustakaan Fakultas Sastra LTniversitas Indonesia DEPARTBMEN PENERANGAN R.l. P / y A
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI
LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROVINSI BALI ) No. 22/1968 18 Nopember 1968 No. 1/SK/DPRD-GR/1968 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN GIANYAR K E P U T U S A
Lebih terperinciTimotius kedua 1 Salam doa Utjapan sjukur Nasehat kepada Timotius supaja berusaha Teladan rasul dan Onesiporus
Timotius kedua 1 Salam doa 1 Daripada Paulus, rasul Keristus Jesus dengan kehendak Allah memberitakan djandji kehidupan jang ada didalam Keristus Jesus, 2 datang kepada Timotius, anakku jang dikasihi.
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI
LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 9/1968 19 April 1968 No. 3/P/DPRDGR/1968 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN KARANGASEM Menetapkan Peraturan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap tenaga kerdja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannja
Lebih terperinciTambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 4 th. Ke IV tgl. 1 Djuni PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 4 TAHUN 1954.
Tjetakan ke 2 tgl. Mei 1958. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 4 th. Ke IV tgl. 1 Djuni 1954. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 4 TAHUN 1954. Tentang PERIZINAN MEMBUAT REKLAME DAN PEMUNGUTAN
Lebih terperinciTambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 2 th. Ke IV tg. 1 April 1954 No. 1
Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 2 th. Ke IV tg. 1 April 1954 No. 1 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 TAHUN 1954, TENTANG SURAT MENGEMUDI KENDARAAN TIDAK BERMOTOR. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REBPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 tahun 1971 TENTANG PERDJANDJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REBPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 tahun 1971 TENTANG PERDJANDJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN MALAYSIA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DISELAT
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1950 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN PROPINSI DJAWA BARAT
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1950 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN PROPINSI DJAWA BARAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa telah tiba saatnja untuk membentuk
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG 1945 NOMOR 1 TENTANG PERATURAN MENGENAI KEDUDUKAN KOMITE NASIONAL DAERAH KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG 1945 NOMOR 1 TENTANG PERATURAN MENGENAI KEDUDUKAN KOMITE NASIONAL DAERAH KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebelumnya diadakan pemilihan umum perlu diadakan aturan buat
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 59 tahun Desember 1969
LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 59 tahun 1969 18 Desember 1969 Keputusan : Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong Kabupaten Tabanan. Tanggal : 2 Agustus
Lebih terperinciM * H A m m A» H A T T a
M * H A m m A» H A T T a y '1 " %. U sjl' JttMrr / p.t. p e m b a n g u n a n d j a k a r t a 1 >< m! n ML' P F ":' jj O! r=!i ;! K.M. I' ;,/'i j A.-:. D I; P L' i:.. MENINDJ AU KOOPERASI MASALAH I: 4>
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar sas instruksi atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Istilah sastra secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar sas instruksi atau
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap tenaga kerdja berhak mendapat
Lebih terperinciAKSARA ARAB MELAYU (JAWI) DAN NASKAH MELAYU
AKSARA ARAB MELAYU (JAWI) DAN NASKAH MELAYU Universitas Gadjah Mada 1 PELADJARAN I 1. Huruf Arab Indonesia, semula dinamai huruf Melaju Arab. Sesuai dengan perkembangan bahasa Melaju hingga mendjadi bahasa
Lebih terperinciPandangan kita hanja terbatas pada kebaktian Minggu.
- 3 - Salah satu tugas geredja ialah mengindjil keseluruh dunia. Jesus berkata: "Pergilah kamu keseluruh bumi; beritakanlah Indjil itu kepada sekalian alam (Mar. 16:15), namun hingga saat ini kita belum
Lebih terperinciPresiden Republik Indonesia,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1969 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO.11 TAHUN 1969 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAMBANGAN Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a.
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK SERIKAT NOMOR 7 TAHUN 1950 TENTANG PERUBAHAN KONSTITUSI SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT MENDJADI UNDANG- UNDANG DASAR SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciDimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 10
Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 10 No.11/ 1971 DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KOTAMADYA SURAKARTA Menetapkan Peraturan
Lebih terperinciPeterus pertama 1 Salam doa Utjapan sjukur kepada Allah karena pengharapan akan Keristus Dari hal ibadat jang benar
Peterus pertama 1 Salam doa 1 Daripada Petrus, rasul Jesus Keristus, kepada segala orang pilihan, jaitu musafir jang bertaburan di-pontus dan Galatia dan Kapadokia dan Asia dan Betinia, 2 jang terpilih
Lebih terperinciDimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 5
Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 5 No. 5 Tahun 1971 DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KOTAMADYA SURAKARTA Menetapkan Peraturan
Lebih terperinci[MENDAJUNG ANTARA DUA KARANG]
PEPORA 2 MENDAJUNG ANTARA DUA KARANG (KETERANGAN PEMERINTAH DIUTJAPKAN OLEH DRS. MOHAMMAD HATTA DIMUKA SIDANG B.P.K.N.P DI DJOKJA PADA TAHUN 1948) KEMENTERIAN PENERANGAN REPUBLIK INDONESIA Shohib Masykur,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)
LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) No. 3 / 1966 14 Desember 1966 No. 1/DPRD.GR./1962. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANGLI Menetapkan
Lebih terperinciPRO DAN KONTRA MODERNISASI SENIRUPA INDONESIA. D.A. Peransi
PRO DAN KONTRA MODERNISASI SENIRUPA INDONESIA D.A. Peransi Frekuensi pameran-pameran senirupa jang tampak belakangan ini serta niai jang diperlihatkannja mendorong kita untuk memikirkan setjara serius
Lebih terperinciTambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 12 TAHUN 1953, TENTANG AIR MINUM.
Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 12 TAHUN 1953, TENTANG AIR MINUM. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1958 TENTANG PENGGUANAAN LAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1958 TENTANG PENGGUANAAN LAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa perlu diadakan peratuaran tentang penggunaan Lambang Negara
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1969 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI SERTA TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN URUSAN LOGISTIK
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1969 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI SERTA TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN URUSAN LOGISTIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa struktur organisasi,
Lebih terperinciGalatia 1 Salam doa Dari hal jang menjebabkan rasul berkirim suratnja Pemberitaan Paulus asal daripada Allah
Galatia 1 Salam doa 1 Daripada Paulus, seorang rasul (bukannja daripada manusia, dan bukan pula dengan djalan seorang manusia, melainkan jang ditetapkan oleh Jesus Keristus serta Allah Bapa, jang telah
Lebih terperinci8 t o i a * H, 3 1 OCT 2WI* 114 DEC tti- SEP 2o,2
ftan U.l- 2 H 8 t o i a * H, 3 1 OCT 2WI* 114 DEC 2011 tti- SEP 2o,2 CAPITA SELECTA M. NATSIR l & 7 0 CAPITA SELECTA 2 PUSTAKA PENDIS DJAKARTA Dihitnpunkan oleh : D. P. SATI ALIMIN H ak pengarang dilindungi
Lebih terperinciEpesus 1 Salam doa Doa sjukur kepada Allah karena anugerahnja didalam Tuhan Jesus Keristus
Epesus 1 Salam doa 1 Daripada Paulus rasul Keristus Jesus dengan kehendak Allah, kepada segala orang sutji jang ada di-epesus dan jang beriman kepada Keristus Jesus, 2 turunlah kiranja atas kamu anugerah
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 1972 TENTANG PERESMIAN BERLAKUNJA "EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN"
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 1972 TENTANG PERESMIAN BERLAKUNJA "EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN" PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dalam rangka usaha pembakuan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KABUPATEN BANDJAR
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KABUPATEN BANDJAR Menetapkan Peraturan Daerah Sebagai Berikut : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR TENTANG PADJAK
Lebih terperinci