KEBUTUHAN BURUH/PEKERJA DI INDONESIA DALAM MEMENUHI UPAH MINIMUM. Ade Iskandar, SIP, M.Si. Abstract ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEBUTUHAN BURUH/PEKERJA DI INDONESIA DALAM MEMENUHI UPAH MINIMUM. Ade Iskandar, SIP, M.Si. Abstract ABSTRAK"

Transkripsi

1 KEBUTUHAN BURUH/PEKERJA DI INDONESIA DALAM MEMENUHI UPAH MINIMUM Ade Iskandar, SIP, M.Si Abstract ABSTRAK Living Needs (KHL) is a standard requirement that must be met by a worker / laborer can live decentsingle for both physical and non physical andsocial, to the needs of 1 (one) month. Living Needs(KHL) as the basis in setting the minimum wage is also an increase of the minimum living needs Keywords : minimum wages, decent living needs, the standardneeds 1. Pendahuluan Spektrum persoalan ketenagakerjaan, yakni persoalan yang berkaitan dengan upah dan derivatnya bukanlah merupakan persoalan yang ringan, fakta di lapangan selama ini menunjukkan, isu upah buruh mendominasi polemik ketenagakerjaan. Isyu upah buruh tidak hanya berkembang sejak orde reformasi berkuasa; dimana segala akses informasi terbuka, segala ketidakpuasan bisa dilontarkan lewat aksi jalanan, akan tetapi sudah sejak dekade 1980 an, di era rezim orde baru, sebuah penolakan yang dipertontonkan secara terbuka, apalagi sampai turun ke jalan merupakan aib bagi pemerintah yang pada waktu itu mencanangkan stabilitas, sehingga layak untuk ditumpas; sebab dapat merusak tatanan ekonomi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Kondisi kehidupan minim yang terus menerus dialami buruh, tidak terlepas dari politik pengupahan yang diberlakukan sejak orde baru. Tingkat upah buruh ditentukan bukan oleh hukum permintaan-penawaran tenaga kerja di pasar, melain oleh sebuah lembaga yang bernama Dewan Penelitian 61 Jurnal Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Lakidende

2 Pengupahan Nasional (DPPN), dan selanjutnya dibentuk pula Dewan Penelitian Pengupahan Daerah (DPPD) sejak tahun Keanggotaan Dewan meliputi sebagian besar dari pemerintah (Depnakertran), Perguruan Tinggi, unsur Serikat Buruh dan unsur APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia). Dewan Penelitian Pengupahan Nasional (DPPN) berkedudukan dibawah Depnaker, sedangkan Dewan Penelitian Pengupahan Daerah (DPPD) dibawah Gubernur kepala daerah. Upah minimum adalah wujud politik pengupahan, patokan upah buruh sangat signifikan untuk ditetapkan, mengingat negara menjadikan tingkat upah buruh rendah sebagai keunggulan komparatif (Comparative Advantage) dalam menarik investasi asing. Masih banyak perusahaan yang beranggapan bahwa pelaksanaan upah pekerja hanya sebatas kewajiban normatif, walaupun sebenarnya perusahaan mampu membayar lebih. Kebijaksanaan yang bersifat ambivalen antara kepentingan meningkatkan kesejahteraan pekerja dan menarik investasi untuk pembangunan ekonomi merupakan dilema yang seringkali mengorbankan kepentingan pekerja demi kelangsungan pembangunan. (Rudiono, 1992 : 61). Masalah lain dalam Upah Minimum adalah kriteria untuk menetapkan besarnya upah minimum, ditetapkan berdasarkan pertimbangan, yaitu : 1. Kebutuhan dasar pekerja dengan keluarga. 2. Tingkat upah pada sektor-sektor industri dan usaha-usaha lainnya. 3. Keadaan perekonomian umumnya dan perusahaan, khususnya yang dikaitkan dengan pembangunan daerah dan pembangunan nasional. 4. Kemampuan perusahaan di sektor yang bersangkutan (Muryati, 1994 : ; Tjiptohariyanto, 1994 : ). 2. Pembahasan Upah mempunyai kedudukan yang strategis, baik bagi pemerintah, pengusaha dan diri pekerja dengan keluarganya serta kepentingan nasional secara luas (Murwati, 1994:213). Bagi pemerintah, upah merupakan sarana pemerataan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, keseimbangan 62 Jurnal Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Lakidende

3 upah untuk pemenuhan kebutuhan hidup minimum pekerja dengan kemajuan perusahaan menjadi hal penting. Sebab upaya untuk pemerataan pendapatan dan kesejahteraan melalui peningkatan produktivitas kerja dan kemajuan perusahaan merupakan salah satu kegiatan untuk menanggulangi kemiskinan. Bagi penguasa upah mempengaruhi biaya produksi dan tingkat harga yang pada gilirannya berakibat pada pertumbuhan produksi serta perluasan dan pemerataan kesempatan kerja. Semakin tinggi upah yang dikeluarkan semakin tinggi pula biaya produksi. Dengan demikian akan meningkatkan pula harga jual produk yang dihasilkan yang akhirnya mempengaruhi daya saing perusahaan di pasar serta pertumbuhan produktivitas. Rendahnya daya saing maupun rendahnya produktivitas perusahaan akan kembali menentukan besar kecilnya kesempatan kerja yang dapat disediakan oleh pasar kerja. Bagi pekerja, upah merupakan salah satu instrumen yang langsung dapat meningkatkan kesejahteraan diri dan keluarganya. Tinggi rendahnya upah yang diterima pekerja, berpengaruh langsung terhadap perubahan kesejahteraan hidup yang dialami oleh pekerja. Apa yang mendorong mereka bergairah dan bekerja secara efektif. Sudah sejak lama diutarakan oleh Sukiyat (1997) yaitu adanya upah yang sesuai dengan keadaan dan diukur dari kecakapan dan keterampilan tenaga kerja. Melihat kepentingan yang berbeda di antara mereka yang terlibat dalam kebijakan upah, maka tidaklah mengherankan bahwa kebijakan pengupahan merupakan hasil tawar menawar kepentingan dari pemerintah, pengusaha dan pekerja yang menerima langsung kenaikan upah. Menurut Peraturan Pemerintah No.8/1981 pasal 1, yang dimaksud upah adalah penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan, serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan karyawan, termasuk tunjangan, baik untuk karyawan itu sendiri maupun untuk keluarganya. Secara ekonomi upah adalah harga atau balas jasa atas prestasi tenaga kerja. Pekerja merupakan salah satu faktor produksi dan seperti juga 63 Jurnal Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Lakidende

4 dalam teori tentang harga, maka harga pekerja antara lain dalam bentuk upah. Hal ini merupakan interaksi dari kekuatan-kekuatan permintaan dan penawaran. Permintaan tenaga kerja oleh pengusaha dimaksudkan untuk meningkatkan keuntungan. Adanya peningkatan upah disebabkan oleh permintaan hasil produksi bersamaan dengan naikknya permintaan akan tenaga kerja. Menurut Karta Saputra dkk (1986 : 34) : Upah itu merupakan pembelian jasa yang dikerahkan tenaga kerja untuk kepentingan pengusaha, mulai dari waktu yang ditentukan oleh pengusaha untuk adanya pekerja itu pada suatu tempat kerja sampai waktu yang ditentukan untuk berakhirnya pekerjaan tersebut. Hal tersebut dinamakan pembelian jasa, karena memang dari kenyataan yang terlibat, seperti : (1) sebelum terjadinya perjanjian kerja, seakan-akan dilakukan tawar-menawar samai terwujud kesepakatan dimana pekerja mau menjalankan suatu pekerjaan dengan jumlah upah yang disepakati. (2) Kemungkinan akan diperhitungkan oleh pengusaha, beberapa hari pekerja itu mangkir, sejumlah hari itu pula akan dilakukan pemotongan upah. (3) Tidak ada upah yang dibayar untuk waktu pekerja yang tidak melakukan pekerjaan yang dijanjikan, kecuali kalau benar-benar pekerja itu sakit (pasal 1602-b KUHS). (4) Dalam hal pekerja dirugikan, misalnya upah tidak diberikan pada waktu yang telah dijanjikan/ ditetapkan, atau upah tidak sesuai dengan perjanjian maka pekerja yang bersangkutan dapat melakukan tuntutan (Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1981, pasal 31, 32 tentang perlindungan upah). Dalam menentukan besarnya upah minimum pada setiap negara berbeda-beda formulanya. Namun demikian menurut International Labor Organization (ILO, 1970 : 65-70), ada tiga komponen yang harus diperhatikan, yaitu : (1) kebutuhan dasar hidup pekerja dan sekeluarganya, (2) kemampuan membayar pengusaha, (3) upah yang dibayar untuk kerja sebanding pada sektor ekonomi dan tempat berlainan. Di samping ketiga faktor tersebut, adanya perubahan biaya hidup dan perubahan produktivitas akan mempengaruhi upah minimum. 64 Jurnal Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Lakidende

5 Perspektif dari KHL selalu menunjukkan bahwa peningkatan upah tidak menggambarkan dengan kemampuan daya belinya, maka metode GPID mungkin dapat dijadikan alternatif upah minimum. Hal ini tentunya berdasarkan atas tujuan utama dalam menentukan upah minimal yaitu : a. Menonjolkan arti dan peranan yang penting dari tenaga kerja sebagai sub-sistem yang kreatif dalam suatu sistem kerja. b. Melindungi para pekerja agar tidak terjadi pengupahan yang sangat rendah dan secara material keadaanya kurang memuaskan. c. Mendorong kemungkinan diberikan upah yang sesuai dengan nilai pekerjaan yang dilakukan oleh para pekerja. d. Mengusahakan agar dalam organisasi kerja atau perusahaan terjamin adanya ketenangan atau kedamaian, tidak terjadi kemacetan karena adanya gangguan yang diperbuat oleh tenaga kerja sehubungan dengan tuntutan perbaikan upah. e. Mengusahakan adanya dorongan bagi peningkatan dalam standar hidup secara normal. (Kartasaputra, dkk, 1986 : 40-41). Masalah perupahan merupakan masalah yang paling rawan dalam hubungan kerja, karena masalah upah bukan sekedar berapa besar upah yang harus diberikan, tetapi masalah hak dan kewajiban seseorang. Apabila sebuah sistem perupahan telah ditetapkan dalam sebuah perusahaan, maka sistem tersebut harus menjamin dua kepentingan yaitu kepentingan perusahaan dan kepentingan pekerja. Disatu pihak perusahaan harus menjamin kelancaran operasi-operasinya, kelangsungan hidupnya, bahkan kelangsungan perkembangan perusahaan. Upah menurut pengusaha adalah biaya yang harus dikeluarkan/dibayarkan kepada pekerja dan diperhitungkan dalam penentuan biaya total. Disisi lain pekerja harus dipenuhi hak-haknya agar mereka bergairah dalam melakukan pekerjaan, sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya kerjanya. Banyak sistem upah yang dapat digunakan oleh perusahaan dalam memberikan upah kerja, tetapi secara garis besar ada dua sistem pengupahan yang lazim digunakan oleh Catter dan Marshall (1967 : 226) perlu menetapkan hal-hal sebagai berikut : 1. Base rate of pay per unit of time 65 Jurnal Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Lakidende

6 2. Base rate per unit of output In the former case, time spent of the job is determinant of labour's earning, in the latter case the number of unit produced during a given period of time determines earnings. Dalam sistem upah waktu (time rate wage) pada dasarnya penghargaan diberikan sesuai jumlah waktu yang digunakan. Jadi pekerja tidak dibayar atas dasar output fisik produk yang dihasilkan. Ronald dan Smith (1994 : 150) menjelaskan "... if worker are paid on a time basis the employer accept the risk of variation in their productivity ". Secara matematis upah atas dasar waktu dapat dirumuskan sebagai berikut: y = yo + W (H) H, dimana y = penghasilan tenaga kerja pada periode tertentu. y = penghasilan minimal tenaga kerja pada saat pekerjaan tidak dilakukan. W (H) H = besarnya upah per satuan waktu secara grafis dapat digambarkan sebagai berikut : Upah Y1= Yo1+ W1 (H) H Y = Yo + W1 (H) H Waktu (jam kerja) Gambar 1 : Hubungan antara waktu dan besarnya upah yang diterima menurut Sistem Time Rate Wage Sumber : Ling Yu (1992), The Economic of Works Effort and Alternative Wage Payment System Dalam sistem upah atas dasar waktu, apabila perusahaan tidak melakukan operasi atau produksi terhenti, misalnya akibat kelangkaan 66 Jurnal Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Lakidende

7 bahan baku, maka pekerja tetap mendapat upah besar Yo yang disebut sebagai Guaranteed Minimum Wage (Jaminan Upah Minimal), sehingga terhindar dari resiko tidak menerima upah. Menurut Kartasaputra (1986 : 60-61) sistem tersebut paling banyak digunakan, karena : a. Mudahnya upah yang dibayarkan, karena sejak semula telah ditentukan b. Memberi jaminan kepada pekerja, karena upah tidak tergantung pada faktor efisiensi kerja. c. Keterampilan pekerja relatif mudah ditingkatkan, ditinjau dari segi waktu kerja yang tidak terlalu diburu waktu. Namun demikian sistem ini mengandung kelemahan/ kerugian akibat hal-hal sebagai berikut: a. Kemungkinan kerugian karena upah tidak dikaitkan dengan hasil nyata produksi. b. Diperlukan pengawasan yang intensif untuk menjaga stabilitas produksi. c. Sistem ini cenderung meningkatkan inputs (biaya-biaya prosuksi). d. Penerapan sistem ini pada pekerja yang santai/ malas akan merugikan perusahaan. e. Secara psikologis penerapan sistem ini dapat mempengaruhi pekerja yang giat menjadi kurang termotivasi bila bekerja dengan pekerja yang malas. (Kartasaputra, 1986 : 60-61) Upah borongan (piece rate wage) adalah sistem upah yang dilakukan oleh perusahaan kepada pekerjanya menurut jumlah output fisik yang dihasilkan oleh setiap pekerjanya. Dalam sistem ini pengusaha akan terhindar dari resiko pembayaran upah yang lebih tinggi dari tingkat produktivitas pekerjanya. Dalam praktek upah borongan biasanya memberikan insentif atau rangsangan bagi pekerja untuk bekerja lebih giat, risiko bagi pengusaha adalah bahwa akibat mengejar target jumlah output fisik maka pekerja akan bekerja atas dasar kuantitas sehingga dapat menurunkan kualitas produknya. Secara matematis sistem upah borongan dapat dirumuskan sebagai berikut: 67 Jurnal Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Lakidende

8 Y = Yo + B (Z) Z Dimana : Y = penghasilan pekerja Yo = upah minimal tenaga kerja B (Z) Z = upah yang diterima sesuai dengan output yang dihasilkan. Secara grafis dapat disajikan sebagai gambar berikut: Upah Y = Yo + B (Z) Z Output Gambar 2 : Hubungan antara output yang dihasilkan dengan besarnya upah yang diterima menurut sistem borongan Sumber : Ling Yu (1992), The Economic of Works Effort and Alternative Wage Payment System Para pekerja dengan sifat pekerjaan yang berulang-ulang lebih mengharapkan diberlakukannya sistem ini karena dapat memberikan kesempatan kepada mereka untuk meningkatkan pendapatan melalui akumulasi dan pengetahuan tentang pekerjaan. Ada beberapa alasan sistem tarif borongan ini diterapkan : a. Mudah dalam pelaksanaannya dan pekerjaan serta perhitungan upahnya. 68 Jurnal Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Lakidende

9 b. Para pekerja dapat dirangsang untuk meningkatkan produksi, sehingga dengan demikian dapat mengurangi overhead per unit produksi dan disamping itu keuntungan lainnya kemungkinan penurunan harga sehingga dapat lebih banyak meningkatkan daya beli. c. Dapat memberikan jaminan hubungan kerja yang baik antara pekerja dan pengusaha. d. Memungkinkan dengan mudah mengetahui biaya pekerjaan setiap unit pekerjaan. e. Pekerja terjamin dengan pembayaran upahnya sesuai dengan jasa yang telah dikeluarkan. f. Waktu kerja dapat dimanfaatkan secara maksimal, sehingga tidak ada waktu terbuang seperti dalam time day rate. g. Tidak diperlukan pengawasan yang ketat, karena pekerja dapat berpedoman kepada kemampuan individu secara bertanggung jawab. h. Dengan sistem borongan ini produksi dapat meningkat dan dikembangkan, para pekerja akan selalu berusaha untuk menghindarkan terjadinya kerusakan atau cacat baik pada bahan maupun sarana produksi, mislanya terhadap mesin sehingga dapat diciptakan kondisi kerja yang optimal. (Kartasaputra, dan Setiadi, 1986 : 63-64). 3. Penutup Upah mempunyai peran yang strategis, karena upah merupakan salah unsur kesejahteraan disamping jaminan sosial, fasilitas dan pemberian lainnya. Sejalan dengan komitmen Pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran, maka kebijakan penetapan Upah Minimum merupakan jaring pengaman sosial sebagai upaya perlindungan agar upah tidak merosot sampai tingkat yang membahayakan gizi dan kesehatan pekerja. Sebagai perintah dari pasal 89 ayat (4) Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, maka telah ditetapkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER-17/MEN/VIII/ Jurnal Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Lakidende

10 tanggal 26 Agustus 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang merupakan salah satu pertimbangan dalam penetapan upah minimum yang dimukai tahun 2006, yaitu : 1. Beras Kualitas beras sedang adalah jenis beras yang biasa di konsumsi oleh 2. Sumber protein : (a). Daging yang dipilih adalah daging sapi atau daging kerbau atau daging kambing atau daging ayam dengan kualitas di atas daging tetelan. (b). Ikan segar adalah ikan air tawar atau ikan laut yang biasa dikonsumsi masyarakat yang mudah didapat dan banyak dijual di pasar tradisional, misalnya mujair, mas, lele, bandeng, kembung, selar, tongkol dan lain-lain sebagainya. (c). Telor ayam adalah telor ayam ras. 3. Kacang-kacangan Kacang-kacangan adalah sejenis kacang yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat setempat termasuk hasil olahan, seperti tahu dan tempe. Satuan harga dapat berupa harga per potong, perbungkus, per satuan berat (gram), liter. 4. Susu Bubuk Susu bubuk adalah yang biasa di konsumsi oleh masyarakat pada umumnya. Jika di daerah setempat jarang ditemukan susu bubuk, dapat diganti dengan susu cair yang setara. 5. Gula Gula adalah gula pasir yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat setempat. 6. Minyak goreng Minyak goreng adalah minyak curah yang biasa dikonsumsi oleh Harga satuan dapat dalam bentuk kg atau liter. 7. Sayur-sayuran 70 Jurnal Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Lakidende

11 Sayuran yang mudah didapat dan biasa dikonsumsi oleh masyarakat setempat, seperti bayam, kangkung, kol, kacang panjang, sawi dan lainlain. Penetapan satuan dapat per kg atau per ikat. 8. Buah-buahan Buah-buahan setara pisang dan pepaya adalah buah-buahan yang biasa dikonsumsi dan mudah didapat oleh masyarakat setempat seperti jeruk lokal, semangka, dll, dengan satuan per kg, per sisir atau per buah. 9. Sumber Karbohidrat Sumber karbohidrat yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat setempat dapat berupa mie instan atau mie kering, tepung terigu atau tepung beras dengan satuan per bungkus atau per kg. 10. Teh atau Kopi Teh celup yang biasa dikonsumsi oleh Dalam hal di suatu daerah tidak terdapat teh celup, dapat diganti dengan teh yang biasa digunakan di daerah setempat dengan jumlah kebutuhan yang setara atau kopi bubuk yang dijual dalam bentuk sachet yang biasa dikonsumsi oleh 11. Bumbu-bumbuan Harga bumbu-bumbuan tidak perlu disurvei, cukup mengacu pada total nilai komponen pangan, yaitu sebesar 15% dari nilai komponen pangan. 12. Celana panjang/ rok Bahan setara katun yang biasa digunakan oleh 13. Kemeja lengan pendek / Blus Kemeja lengan pendek untuk pria dan blus untuk wanita, bahan yang biasa digunakan oleh 14. Kaos Oblong /BH Kaos oblong untuk kebutuhan pekerja pria, dan BH untuk pekerja wanita. Dipilih merek BH/ kaos oblong yang biasa digunakan dalam 15. Celana Dalam Terdiri dari celana dalam pria atau wanita dengan kualitas sedang yang biasa digunakan oleh 16. Sarung / Kain Panjang Merk yang biasa digunakan oleh 71 Jurnal Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Lakidende

12 17. Sepatu Sepatu dari bahan kulit sintetis untuk pria atau wanita yang biasa digunakan oleh 18. Sandal Jepit Sandal jepit yang terbuat dari bahan karet yang biasa digunakan oleh 19. HandukMandi Ukuran 100 cm x 60 cm yang biasa digunakan oleh masyarakat setempat. 20. Perlengkapan Ibadah Harga satu set perlengkapan ibadah setara dengan mukena dan sajadah kualitas sedang yang biasa digunakan oleh 21. SewaKamar Harga sewa kamar sederhana yang biasa ditempati oleh satu orang pekerja/ buruh untuk satu bulan. 22. Dipan / Tempat tidur Dipan ukuran No. 3 (90 cm x 200 cm) polos dan diplitur, terbuat dari bahan kayu yang biasa digunakan oleh 23. Kasur dan Bantal Kasur dan bantal terbuat dari bahan busa yang biasa digunakan oleh 24. Seprei dan Sarung bantal Seprei dan sarung bantal yang terbuat dari bahan katun yang biasa digunakan oleh 25. Meja dankursi Satu meja 4 kursi, terbuat dari bahan plastik atau bahan kayu yang biasa digunakan oleh 26. Lemari pakaian Terbuat dari kayu dengan kualitas sedang yang biasa digunakan oleh 27. Sapu Sapu adalah sapu ijuk atau bahan lain yang biasa digunakan oleh 72 Jurnal Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Lakidende

13 28. Perlengkapan makan : (a). Piring makan Piring makan polos terbuat dari kaca yang biasa digunakan oleh (b). Gelas minum Gelas minum putih polos yang biasa digunakan oleh (c). Sendok dan Garpu Dari bahan stainless yang biasa digunakan oleh masyarakat setempat. 29. Ceret Alumunium Ceret alumunium ukuran diameter 25 cm yang biasa digunakan oleh 30. Wajan Alumunium Wajan alumunium ukuran diameter 32 yang biasa digunakan oleh 31. Panci alumunium Panci alumunium ukuran diameter 32 cm yang biasa digunakan 32. Sendok masak Sendok dari bahan alumunium yang biasa digunakan masyarakat setempat. 33. Kompor minyak Kompor sumbu 16 yang biasa digunakan oleh 34. Minyak tanah Minyak tanah yang dijual secara eceran. 35. Ember plastik Ember plastik dengan ukuran 20 liter yang biasa digunakan oleh 36. Listrik Listrik dengan daya 450 watt dengan 2 titik. 37. Bola lampu pijar / neon 73 Jurnal Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Lakidende

14 Bola lampu pijar 25 watt atau Neon 15 watt. 38. AirBersih Standar PAM, buaya rekening PAM untuk pemakaian 2 m kubik air. 39. Sabun cuci Sabun cream atau deterjen yang pada umumnya dipakai di daerah setempat. 40. Bacaan/ Radio Harga tabloid mingguan yang banyak beredar di daerah setempat atau harga radio 4 band dan yang biasa digunakan oleh 41. Sarana kesehatan (a). Pasta gigi Produk lokal (tube 80 gram) yang biasa digunakan digunakan oleh (b). Sabun Mandi Produk lokal (ukuran 80 gram) yang biasa digunakan digunakan oleh (c). Sikat gigi Produk lokal yang biasa digunakan digunakan oleh masyarakat setempat. (d). Shampo (ukuran 100 ml) Produk lokal yang biasa digunakan digunakan oleh masyarakat setempat. (e). Pembalut atau alat cukur Pembalut dengan ukuran bungkus isi 10 atau satus et alat cukur yang biasa digunakan oleh 42. Obat anti nyamuk Obat anti nyamuk bakar yang dijual dalam satuan dus dan yang biasa digunakan oleh 43. Potongrambut Untuk pria di tempat tukang cukur, dan untuk wanita di salon yang sederhana/kecil. 74 Jurnal Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Lakidende

15 44. Transpor Angkutan umum yang biasa digunakan di daerah setempat, dengan tarif satu kali jalan. 45. Rekreasi Nilai rekreasi diukur dengan harga tiket satu kali masuk (bukan tiket terusan) ke arena tempat rekreasi/ hiburan. 46. Tabungan Dihitung 2% dari total nilai jenis kebutuhan nomor 1 sampai dengan nomor 45. Daftar Pustaka. Ardnt, H.W Economic Development : The History of an Idea. Chichago The University of Chicago Press. Baswir, Revrisond Ekonomi Politik Kesenjangan, Konglomerasi dan Korupsi di Indonesia, Jogjakarta. PAAU. FE. UGM. Bell, Daniel The Coming Age of Post Industrial Society. New York. Basic Books. Bellante, Don dan Mark Jackson Ekonomi Ketenagakerjaan. Alih Bahasa WImanjaya K. Liotohe. Jakarta Lembaga Penerbitan U.I. Catter, Allan M. & F. Ray Marshall Labor Economic : Wages Employment and Trade Union. Illionis Richard D. Irwin Inc. Home wood. 75 Jurnal Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Lakidende

16 Effendi, Tadjudin Noer Sumber Daya Manusia Peluang Kerja Dan Kemiskinan. Jogyakarta. Tiara Wacana. Hasibuan, Sayuti Ekonomi Sumber Daya Manusia. Teori dan Kebijakan. Jakarta. LP3ES. Kartasaputra, A. G. & Setiadi Manajemen Perupahan Pada Perusahaan. Jakarta. Media Aksara. Ling Yu The Economic of Works Effort and Alternative Wage Payment System. Dalam H.M. Sidik Priadana : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja Sebagai Dasar Dalam Penetapan Upah Pada Industri Tekstil. (Disertasi. Unpad. 1997). Noer Effendi. Tadjudin Sumber Daya Manusia Peluang Kerja Dan Kemiskinan. Jogya. Tiara Wacana. Rahardja, M. Dawam Esei Esei Ekonomi Politik. Jakarta. LP3ES. Rahardjo, Murwati B "Upah Dan Kebutuhan Pekerja". Jakarta. Analisa CSIS No. 3 Juni Rudiono, Danu "Kebijakan Perburhan Pasca Boom Minyak. Jakarta Prisma No. 1 Tahun XXI Januari 1992, LP3ES. Sukiyat, Perburuhan Pancasila Mengangkat Nilai Kemanusiaan. Jakarta. Pustaka Cidesinalo. Tjiptoheriyanto, Priyono "Perkembangan Upah Minimum Dan Pasar Tenaga Kerja" Jakarta. Analisa CSIS. No. 3 Juni CSIS. World Bank Indonesian Dimensions of Growth. Report. No.l5383- IND. 76 Jurnal Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Lakidende

17 ,1997. UU Ketenagakerjaaan No. 13 Tahun Jakarta Sinar Grafika. *) Penulis adalah Dosen Tetap STISIP Tasikmalaya Kopertis Wilayah IV Jawa Barat dan Banten. 77 Jurnal Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Lakidende

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.17/MEN/VIII/2005 TENTANG KOMPONEN DAN PELAKSANAAN TAHAPAN PENCAPAIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NO. 17 TH 2005

PERATURAN MENTERI NO. 17 TH 2005 PERATURAN MENTERI NO. 17 TH 2005 PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PER-17/MEN/VIII/2005 TENTANG KOMPONEN DAN PELAKSANAAN TAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK

Lebih terperinci

2012, No.707.

2012, No.707. 7 2012, No.707 2012, No.707 8 9 2012, No.707 LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KOMPONEN DAN PELAKSANAAN TAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KOMPONEN DAN PELAKSANAAN TAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KOMPONEN DAN PELAKSANAAN TAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN

Lebih terperinci

h: 1/12

h: 1/12 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KOMPONEN DAN PELAKSANAAN TAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK LAMPIRAN I KOMPONEN KEBUTUHAN HIDUP

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Terwujudnya Kepastian Hukum Bagi Pekerja pada hakekatnya belum bejalan

BAB III PENUTUP. Terwujudnya Kepastian Hukum Bagi Pekerja pada hakekatnya belum bejalan BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Peranan Serikat Buruh/Serikat Pekerja dalam Mencegah Pengaturan Pengupahan yang Tidak Sesuai dengan Kebijakan Pengupahan Pemerintah demi Terwujudnya Kepastian Hukum Bagi Pekerja

Lebih terperinci

Inflasi tingkat Nasional sebesar 0,39 persen dengan inflasi tahun kalender 1,67 persen, dan inflasi year on year

Inflasi tingkat Nasional sebesar 0,39 persen dengan inflasi tahun kalender 1,67 persen, dan inflasi year on year Bulan Mei 2017, harga-harga di Kabupaten Pekalongan mengalami inflasi sebesar 0,49 persen, atau terjadi peningkatan indeks harga konsumen (IHK) dari 128,99 persen (IHK 2012=100) pada bulan April 2017,

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. terhadap Upah pekerja/buruh di Kebon Hotspot Cafe belum diberikan oleh pihak

BAB III PENUTUP. terhadap Upah pekerja/buruh di Kebon Hotspot Cafe belum diberikan oleh pihak 59 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa Perlindungan terhadap Upah pekerja/buruh di Kebon Hotspot Cafe belum diberikan oleh pihak pengusaha untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG No.04/08/3327/2014. 5 Agustus 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN PEMALANG Bulan Juli 2014 Inflasi 0,77 persen Pada, Kabupaten Pemalang

Lebih terperinci

Influencing Factor Determination of Fee and Prediksi UMP Provinsi of Bangka Belitung Archipelago Year 2008

Influencing Factor Determination of Fee and Prediksi UMP Provinsi of Bangka Belitung Archipelago Year 2008 JURNAL EQUITY Volume 1, No.1, Juli 2007 Halaman 46 55 46 Faktor yang mempengaruhi Penentuan Upah dan Prediksi Upah Minimum Influencing Factor Determination of Fee and Prediksi UMP Provinsi of Bangka Belitung

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG No.04/01/3327/2015. 5 Januari 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN PEMALANG Bulan Desember 2014 Inflasi 1,92 persen Pada, Kabupaten

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG No.04/09/3327/2014. 5 September 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN PEMALANG Bulan Agustus 2014 Inflasi 0,43 persen Pada, Kabupaten

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG No.04/05/3327/2014. 5 Mei 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN PEMALANG Bulan April 2014 Deflasi 0,24 persen Pada, Kabupaten Pemalang

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG No.04/07/3327/2014. 5 Juli 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN PEMALANG Bulan Juni 2014 Inflasi 0,66 persen Pada, Kabupaten Pemalang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945,

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG No.04/04/3327/2014. 5 April 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN PEMALANG Bulan Maret 2014 Inflasi 0,21 persen Pada, Kabupaten Pemalang

Lebih terperinci

MODUL SURVEI PENGUPAHAN NASIONAL 2015 RUMAH DIAH PITALOKA (RDP)

MODUL SURVEI PENGUPAHAN NASIONAL 2015 RUMAH DIAH PITALOKA (RDP) MODUL SURVEI PENGUPAHAN NASIONAL 2015 RUMAH DIAH PITALOKA (RDP) MODUL SURVEI 3 Daftar Isi BAB I PENGANTAR SURVEI PENGUPAHAN NASIONAL... 5 A. Latar Belakang Kegiatan...5 B. Tujuan Kegiatan...7 C. Metodologi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 65 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 65 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 65 TAHUN 201424 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS SURVEI KEBUTUHAN HIDUP LAYAK DAN PENTAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

: 1. Menimbang : a. fahwa komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup

: 1. Menimbang : a. fahwa komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERIA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KOMPONEN DAN PELAKSANAAN TAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG No.04/06/3327/2014. 5 Juni 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN PEMALANG Bulan Mei 2014 Inflasi 0,04 persen Pada, Kabupaten Pemalang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 01/01/Th. VIII, 4 Januari 2010 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DESEMBER 2009 INFLASI SEBESAR 0,17 PERSEN Pada bulan Desember 2009 terjadi inflasi sebesar 0,17 persen. Tiga kota di sekitar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 01/07/72/Th. XII, 01 Juli 2009 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Pada bulan Juni 2009 di Kota Palu terjadi inflasi sebesar 0,15 persen, dengan indeks dari 115,86 pada Mei 2009 menjadi 116,03

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG No.02/07/3327/2015. 5 Juli 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN PEMALANG Bulan Juni 2015 Inflasi 0,62 persen Pada, Kabupaten Pemalang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI: KABUPATEN PEKALONGAN BULAN APRIL 2017 INFLASI SEBESAR 0,19 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI: KABUPATEN PEKALONGAN BULAN APRIL 2017 INFLASI SEBESAR 0,19 PERSEN No. 01/05/3326/Th.V, 08 Mei 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI: KABUPATEN PEKALONGAN BULAN APRIL 2017 INFLASI SEBESAR 0,19 PERSEN Bulan April 2017, harga-harga di Kabupaten Pekalongan mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN (INFLASI/DEFLASI) KOTA TEMBILAHAN DESEMBER 2016 INFLASI 0,02 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN (INFLASI/DEFLASI) KOTA TEMBILAHAN DESEMBER 2016 INFLASI 0,02 PERSEN No. 01/01/1403/Th. IV, 03 Januari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN (INFLASI/DEFLASI) KOTA TEMBILAHAN DESEMBER 2016 INFLASI 0,02 PERSEN Pada bulan 2016, Kota Tembilahan mengalami Inflasi sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI No. 34/07/15/Th. XI, 3 Juli 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI JUNI 2017, KOTA JAMBI INFLASI 0,46 PERSEN DAN KOTA MUARA BUNGO INFLASI 0,86 PERSEN Pada Bulan Juni 2017 Kota Jambi

Lebih terperinci

http.//sragenkab.bps.go.id

http.//sragenkab.bps.go.id Perkembangan Indeks Harga Konsumen/ Inflasi di Kota Sragen Februari 2016 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SRAGEN BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SRAGEN No. 14/02/3314/Th.X, 1 Maret

Lebih terperinci

No. 01/05/3326/Th. IV, 02 Mei 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI: KABUPATEN PEKALONGAN BULAN MEI 2016 INFLASI SEBESAR 0,33 PERSEN

No. 01/05/3326/Th. IV, 02 Mei 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI: KABUPATEN PEKALONGAN BULAN MEI 2016 INFLASI SEBESAR 0,33 PERSEN No. 01/05/3326/Th. IV, 02 Mei 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI: KABUPATEN PEKALONGAN BULAN MEI 2016 INFLASI SEBESAR 0,33 PERSEN Bulan Mei 2016, harga-harga di Kabupaten Pekalongan mengalami

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 08/01/64/Th.XX, 3 Januari 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN UTARA SEPTEMBER TAHUN 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk di bawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK 10.01 BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BATANG No. 02/Th. XVII, Februari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Di Kabupaten Batang Bulan Januari 2017 1,04 persen Pada bulan Januari 2017 di

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG No.02/05/3327/2015. 5 Mei 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN PEMALANG Bulan April 2015 Inflasi 0,17 persen Pada, Kabupaten Pemalang

Lebih terperinci

POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR

POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR Lampiran 1. Kuisioner penelitian Sheet: 1. Cover K U E S I O N E R POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR Program : (1=PNPM,

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS SURVEI KEBUTUHAN HIDUP LAYAK (KHL) DAN PENTAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK (KHL)

PETUNJUK TEKNIS SURVEI KEBUTUHAN HIDUP LAYAK (KHL) DAN PENTAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK (KHL) LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 65 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS SURVEI KEBUTUHAN HIDUP LAYAK DAN PENTAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK PETUNJUK TEKNIS SURVEI KEBUTUHAN HIDUP

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 07/01/64/Th.XIX, 4 Januari 2016 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN UTARA SEPTEMBER TAHUN 2015 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk di bawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

BPS KOTA TEGAL PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA TEGAL BULAN MARET 2016 INFLASI 0,32 PERSEN

BPS KOTA TEGAL PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA TEGAL BULAN MARET 2016 INFLASI 0,32 PERSEN BPS KOTA TEGAL 03 April 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA TEGAL BULAN MARET 2016 INFLASI 0,32 PERSEN di Kota Tegal terjadi inflasi sebesar 0,32 persen dengan Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 04/01/64/Th.XVIII, 2 Januari 2015 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN TIMUR SEPTEMBER TAHUN 2014 * SEPTEMBER 2014 : 6,31% TURUN 0,11% DARI MARET 2014

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM No. Responden : Nama : Umur : Jenis Kelamin : Tinggi Badan : Berat Badan : Waktu makan Pagi Nama makanan Hari ke : Bahan Zat Gizi Jenis Banyaknya Energi Protein URT

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DESEMBER 2016 TERJADI INFLASI SEBESAR 0,37 PERSEN Desember 2016 IHK Karawang mengalami kenaikan indeks. IHK dari 128,32 di Bulan November 2016 menjadi 128,80

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 31/06/36/Th.X, 1 Juni PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI MEI BANTEN INFLASI 0,29 PERSEN Memasuki bulan tahun harga barang-barang/jasa kebutuhan pokok masyarakat di Banten secara umum mengalami

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN PEMALANG

BPS KABUPATEN PEMALANG BPS KABUPATEN PEMALANG No. 05/04/3327/Th.IV, 16 April 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI DI PEMALANG BULAN MARET 2016 INFLASI 0,46 PERSEN Pada di Pemalang terjadi inflasi sebesar 0,46 persen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 10/10/Th.III, 4 Oktober 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KUDUS BULAN SEPTEMBER 2016 INFLASI 0,04 PERSEN Pada September 2016 di Kudus terjadi inflasi sebesar 0,04 persen dengan Indeks

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan perlindungan hukum terhadap Upah Minimum Propinsi (UMP) bagi pekerja di Yogyakarta, khususnya bagi pekerja/buruh

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANYUMAS No. 71/Th. IX, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO JANUARI 2015 DEFLASI 0,13 PERSEN Pada Januari 2015 terjadi deflasi

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK KABUPATEN NATUNA

BERITA RESMI STATISTIK KABUPATEN NATUNA BERITA RESMI STATISTIK KABUPATEN NATUNA No. 08/09/2103/Th. IV, 03 September PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI RANAI BULAN AGUSTUS DEFLASI 0,27 PERSEN Pada Bulan di Ranai terjadi deflasi sebesar

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG No.02/08/3327/2015. 5 Agustus 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN PEMALANG Bulan Juli 2015 Inflasi 0,93 persen Pada, Kabupaten Pemalang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Sebelum kita membahas lebih jauh tentang Manajemen Sumber Daya Manusia, kita kaji terlebih dahulu tentang manajemen itu sendiri. Manajemen itu sendiri diartikan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI No. 08/07/5310/Th.VIII, 03 Agustus 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI Juli 2015 INFLASI SEBESAR 1,33 PERSEN Pada Juli 2015 terjadi inflasi sebesar 1,33 persen dengan Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANYUMAS No. 99/Th. XI, 2 Juni 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO MEI 2017 INFLASI 0,66 PERSEN Pada Mei 2017 terjadi inflasi sebesar 0,66

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 59/07/64/Th.XIX, 18 Juli 2016 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN UTARA MARET TAHUN 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk di bawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI No.34/07/15/Th. X, 1 Juli 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI JUNI 2016, KOTA JAMBI INFLASI 0,97 PERSEN DAN KABUPATEN BUNGO INFLASI 1,66 PERSEN Pada Bulan Juni 2016 Kota Jambi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 04/15/3329/Thn XIV, 5 April 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Bulan Kabupaten Brebes mengalami inflasi sebesar 0,30 persen Pada bulan di Kabupaten Brebes terjadi inflasi sebesar 0,30

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI No.18 /04/16/Th.X, 1 April PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI MARET, KOTA JAMBI INFLASI 0,26 PERSEN DAN KABUPATEN BUNGO DEFLASI 0,31 PERSEN Pada Bulan Maret Kota Jambi mengalami

Lebih terperinci

No. 19/09/3301/Th.II, 01 September 2015

No. 19/09/3301/Th.II, 01 September 2015 %%%%% No. 19/09/3301/Th.II, 01 September 2015 #$# Pada bulan Agustus 2015 Kota Cilacap mengalami inflasi sebesar 0,24 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 123,35. Inflasi Cilacap bulan Agustus

Lebih terperinci

INFORMASI HARGA BAHAN POKOK DAN KEBUTUHAN PENTING LAINNYA DI UNIT PASAR TRADISIONAL KOTA SURABAYA MINGGU KE. I (Pertama) BULAN : AGUSTUS 2016

INFORMASI HARGA BAHAN POKOK DAN KEBUTUHAN PENTING LAINNYA DI UNIT PASAR TRADISIONAL KOTA SURABAYA MINGGU KE. I (Pertama) BULAN : AGUSTUS 2016 INFORMASI HARGA BAHAN POKOK DAN KEBUTUHAN PENTING LAINNYA DI UNIT PASAR TRADISIONAL KOTA SURABAYA MINGGU KE. I (Pertama) BULAN : AGUSTUS 2016 NO NAMA BAHAN POKOK DAN JENISNYA SATUAN Tambahrejo Pucang Anom

Lebih terperinci

INFORMASI HARGA BAHAN POKOK DAN KEBUTUHAN PENTING LAINNYA DI UNIT PASAR TRADISIONAL KOTA SURABAYA MINGGU KE. I (Pertama) BULAN : AGUSTUS 2016

INFORMASI HARGA BAHAN POKOK DAN KEBUTUHAN PENTING LAINNYA DI UNIT PASAR TRADISIONAL KOTA SURABAYA MINGGU KE. I (Pertama) BULAN : AGUSTUS 2016 INFORMASI HARGA BAHAN POKOK DAN KEBUTUHAN PENTING LAINNYA DI UNIT PASAR TRADISIONAL KOTA SURABAYA MINGGU KE. I (Pertama) BULAN : AGUSTUS 2016 NO NAMA BAHAN POKOK DAN JENISNYA SATUAN Tambahrejo Pucang Anom

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 06/02/36/Th.XI, 1 Februari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JANUARI 2017 BANTEN INFLASI 0,71 PERSEN Mengawali tahun 2017 harga barang-barang/jasa kebutuhan pokok masyarakat di Banten

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANYUMAS No. 72/Th. IX, 2 Maret 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO FEBRUARI 2015 DEFLASI 0,67 PERSEN Pada Februari 2015 terjadi deflasi sebesar

Lebih terperinci

INFORMASI HARGA BAHAN POKOK DAN KEBUTUHAN PENTING LAINNYA DI UNIT PASAR TRADISIONAL KOTA SURABAYA MINGGU KE. I (Pertama) BULAN : AGUSTUS 2016

INFORMASI HARGA BAHAN POKOK DAN KEBUTUHAN PENTING LAINNYA DI UNIT PASAR TRADISIONAL KOTA SURABAYA MINGGU KE. I (Pertama) BULAN : AGUSTUS 2016 INFORMASI HARGA BAHAN POKOK DAN KEBUTUHAN PENTING LAINNYA DI UNIT PASAR TRADISIONAL KOTA SURABAYA MINGGU KE. I (Pertama) BULAN : AGUSTUS 2016 NO NAMA BAHAN POKOK DAN JENISNYA SATUAN Tambahrejo Pucang Anom

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Berdasarkan Keputusan Bersama 3 Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor : 139

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 18/05/36/Th.VIII, 2 Mei 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI APRIL 2014 BANTEN INFLASI 0,18 PERSEN Memasuki bulan 2014, harga barang-barang/jasa kebutuhan pokok masyarakat di Banten secara

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI No. 08/08/1509/Th.III, 1 Agustus 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI Bulan Juli 2016, Inflasi Kabupaten Bungo Sebesar 0,98 Persen Pada Bulan Juli 2016, Kabupaten Bungo mengalami inflasi sebesar

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 58/07/64/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN UTARA MARET TAHUN 2017 R I N G K A S A N Jumlah penduduk miskin di Kalimantan Utara pada Maret 2017 sebanyak

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No.58/07/64/Th.XIX, 18 Juli 2016 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN TIMUR MARET TAHUN 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk di bawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN DEMAK

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN DEMAK BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN DEMAK No. 03/03/3321/Th.V, 3 Maret PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI DI KABUPATEN DEMAK Bulan Inflasi 0,34 persen Pada bulan Kabupaten Demak terjadi inflasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI SULAWESI BARAT a No. 01/01/76/Th. VIII, 2 Januari 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DESEMBER 2013 MAMUJU INFLASI 0,26 PERSEN Berdasarkan hasil Survei Harga Konsumen 66 kota di

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2014

TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 05 /01/32/Th. XVII, 2 Januari 2015 TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2014 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Barat pada bulan

Lebih terperinci

PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA. Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si

PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA. Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si Siapa Bayi dan Balita Usia 0 12 bulan Belum dapat mengurus dirinya sendiri Masa pertumbuhan cepat Rentan terhadap penyakit dan cuaca Pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI No.30/06/15/Th. X, 1 Juni 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI MEI 2016, KOTA JAMBI INFLASI 0,89 PERSEN DAN KABUPATEN BUNGO DEFLASI 0,91 PERSEN Pada Bulan Mei 2016 Kota Jambi

Lebih terperinci

INFORMASI HARGA BAHAN POKOK DAN KEBUTUHAN PENTING LAINNYA DI UNIT PASAR TRADISIONAL KOTA SURABAYA MINGGU KE. I (Pertama) BULAN : JANUARI 2016

INFORMASI HARGA BAHAN POKOK DAN KEBUTUHAN PENTING LAINNYA DI UNIT PASAR TRADISIONAL KOTA SURABAYA MINGGU KE. I (Pertama) BULAN : JANUARI 2016 BERAS INFORMASI HARGA BAHAN POKOK DAN KEBUTUHAN PENTING LAINNYA DI UNIT PASAR TRADISIONAL KOTA SURABAYA MINGGU KE. I (Pertama) NO NAMA BAHAN POKOK DAN JENISNYA SATUAN BULAN : JANUARI 2016 Tambahrejo Pucang

Lebih terperinci

Bab 5. Jual Beli. Peta Konsep. Kata Kunci. Jual Beli Penjual Pembeli. Jual Beli. Pasar. Meliputi. Memahami Kegiatan Jual Beli di Lingkungan Rumah

Bab 5. Jual Beli. Peta Konsep. Kata Kunci. Jual Beli Penjual Pembeli. Jual Beli. Pasar. Meliputi. Memahami Kegiatan Jual Beli di Lingkungan Rumah Bab 5 Jual Beli Peta Konsep Jual Beli Membahas tentang Memahami Kegiatan Jual Beli di Lingkungan Rumah Memahami Kegiatan Jual Beli di Lingkungan Sekolah Meliputi Meliputi Toko Pasar Warung Supermarket

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 22/05/36/Th.XI, 2 Mei PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI APRIL BANTEN INFLASI 0,06 PERSEN Memasuki bulan tahun harga barang-barang/jasa kebutuhan pokok masyarakat di Banten secara umum mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 06/02/Th. XV, 01 Februari 2012 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JANUARI 2012 INFLASI SEBESAR 0,45 PERSEN Pada bulan Januari 2012 di Kota Palu terjadi inflasi sebesar 0,45 persen, dengan indeks

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 65/09/64/Th.XVIII,15 September 2015 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN TIMUR MARET TAHUN 2015 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk di bawah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANYUMAS No. 73/Th. IX, 1 April 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO MARET 2015 INFLASI 0,05 PERSEN Pada Maret 2015 terjadi inflasi sebesar

Lebih terperinci

IHK Juni IHK Mei Inflasi Year on Year **) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) U M U M 125,88 129,93 130,63 0,55 0,97 3,78

IHK Juni IHK Mei Inflasi Year on Year **) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) U M U M 125,88 129,93 130,63 0,55 0,97 3,78 No. 35/07/36/Th.X, 1 Juli PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JUNI BANTEN INFLASI 0,55 PERSEN Memasuki bulan Ramadhan tahun harga barang-barang/jasa kebutuhan pokok masyarakat di Banten secara umum

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No.07/01/64/Th.XX, 3 Januari 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN TIMUR SEPTEMBER TAHUN 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk di bawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden:

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden: LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden: KUESIONER PENELITIAN POLA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT PAPUA (Studi kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua).

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN UMUM PENGUPAHAN DI INDONESIA DAN TINJAUAN KEBIJAKAN PERATURAN PEMERINTAH NO.78 TAHUN 2015

BAB II KEADAAN UMUM PENGUPAHAN DI INDONESIA DAN TINJAUAN KEBIJAKAN PERATURAN PEMERINTAH NO.78 TAHUN 2015 BAB II KEADAAN UMUM PENGUPAHAN DI INDONESIA DAN TINJAUAN KEBIJAKAN PERATURAN PEMERINTAH NO.78 TAHUN 2015 2.1 Sejarah Sistem Pengupahan di Indonesia secara umum Sistem pengupahan di Indonesia mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI 0.60 0.40 0.20 0.00 0, 51 0, 0, 230, 03 6710 0, 0, 750403 25 46220 0, 05 06 Umum No. 04/04/1509/Th.III, 1 April 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Bulan Maret 2016, Deflasi Kabupaten Bungo

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN IHK/INFLASI KOTA MANADO

PERKEMBANGAN IHK/INFLASI KOTA MANADO PERKEMBANGAN IHK/INFLASI KOTA MANADO No.43/7/71/Th.XI, 03 Juli 2017 Bulan Juni 2017, dari total 82 kota IHK di Indonesia, 79 kota mengalami inflasi dan 3 kota mengalami deflasi. Kota Manado pada bulan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK KABUPATEN WONOGIRI No. 01/02/3312/Th 2016, ruari 2016 INFLASI KABUPATEN WONOGIRI PADA BULAN JANUARI 2016 SEBESAR 0,48% Bulan uari 2016 mencatat inflasi sebesar 0,48 persen. Perekonomian

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI No.40/08/15/Th. X, 1 Agustus 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI JULI 2016, KOTA JAMBI INFLASI 1.16 PERSEN DAN KABUPATEN BUNGO INFLASI 0.98 PERSEN Pada Bulan Juli 2016 Kota Jambi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 23/05/36/Th.X, 2 Mei PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI APRIL BANTEN DEFLASI -0,64 PERSEN Memasuki bulan tahun harga barang-barang/jasa kebutuhan pokok masyarakat di Banten secara umum mengalami

Lebih terperinci

No. 01/04/3326/Th.V, 03 April 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI: KABUPATEN PEKALONGAN BULAN MARET 2017 DEFLASI SEBESAR 0,05 PERSEN

No. 01/04/3326/Th.V, 03 April 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI: KABUPATEN PEKALONGAN BULAN MARET 2017 DEFLASI SEBESAR 0,05 PERSEN No. 01/04/3326/Th.V, 03 April 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI: KABUPATEN PEKALONGAN BULAN MARET 2017 DEFLASI SEBESAR 0,05 PERSEN Bulan Maret 2017, harga-harga di Kabupaten Pekalongan mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN IHK/INFLASI KOTA MANADO

PERKEMBANGAN IHK/INFLASI KOTA MANADO No. 7/2/71/Th.XI, 1 Februari 2017 PERKEMBANGAN IHK/INFLASI KOTA MANADO Bulan Januari 2017, dari total 82 kota IHK di Indonesia, semua kota mengalami inflasi. Kota Manado pada bulan Januari 2017 mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI No.48/09/15/Th. X, 1 September PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI AGUSTUS, KOTA JAMBI INFLASI 0,13 PERSEN DAN KABUPATEN BUNGO DEFLASI 0,19 PERSEN Pada Bulan Agustus Kota Jambi mengalami

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK KABUPATEN NATUNA

BERITA RESMI STATISTIK KABUPATEN NATUNA BERITA RESMI STATISTIK KABUPATEN NATUNA No. 06/07/2103/Th. IV, 03 Juli PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI RANAI BULAN JUNI INFLASI 0,58 PERSEN Pada Bulan di Ranai terjadi inflasi sebesar 0,58 persen.

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 07/01/62/Th. XI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016 Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar (basic needs

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No.57/07/64/Th.XX,17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN TIMUR MARET TAHUN 2017 R I N G K A S A N Jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur pada Maret 2017 sebanyak

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANYUMAS No. 83/Th. X, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO JANUARI 2016 INFLASI 0,57 PERSEN Pada Januari 2016 terjadi inflasi sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI OKTOBER 2016 TERJADI INFLASI SEBESAR 0,06 PERSEN Oktober 2016 IHK Karawang mengalami kenaikan indeks. IHK dari 127,51 di Bulan September 2016 menjadi 127,59 di

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANYUMAS No. 66/Th. VIII, 1 September 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO AGUSTUS 2014 INFLASI 0,43 PERSEN Pada Agustus 2014 terjadi inflasi

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK KABUPATEN NATUNA

BERITA RESMI STATISTIK KABUPATEN NATUNA BERITA RESMI STATISTIK KABUPATEN NATUNA No. 05/06/2103/Th. IV, 03 Juni PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI RANAI BULAN MEI INFLASI 0,52 PERSEN Pada Bulan di Ranai terjadi inflasi sebesar 0,52 persen.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI SULAWESI BARAT a No. 23/05/76/Th. VIII, 2 Mei 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI APRIL 2014 MAMUJU INFLASI 0,10 PERSEN Berdasarkan hasil Survei Harga Konsumen 82 kota di Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN JUNI 2016 INFLASI 0,24 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN JUNI 2016 INFLASI 0,24 PERSEN PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN JUNI 2016 INFLASI 0,24 PERSEN No.08/07/3311/Th.III, 14 Juli 2016 Bulan Juni 2016, Kabupaten Sukoharjo mengalami inflasi sebesar 0,24 persen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI No. 01/12/5310/Th.IX, 04 Januari 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI Desember 2015 INFLASI SEBESAR 1,03 PERSEN Pada Desember 2015 terjadi inflasi sebesar 1,03 persen dengan Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 34/10/31/Th. XI, 1 Oktober PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN DKI JAKARTA BULAN SEPTEMBER MENGALAMI INFLASI SEBESAR 0,91 PERSEN Bulan September, harga-harga di DKI Jakarta

Lebih terperinci

Boks 1. PEMETAAN KOMODITI PENYUMBANG INFLASI TERBESAR DI KOTA JAMBI

Boks 1. PEMETAAN KOMODITI PENYUMBANG INFLASI TERBESAR DI KOTA JAMBI Boks 1. PEMETAAN KOMODITI PENYUMBANG INFLASI TERBESAR DI KOTA JAMBI Inflasi merupakan fenomena umum yang terjadi pada hampir seluruh negara baik pada tingkat perekonomian nasional maupun regional. Pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANYUMAS No. 80/Th. IX, 2 Nopember 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO OKTOBER 2015 INFLASI 0,02 PERSEN Pada Oktober 2015 terjadi inflasi

Lebih terperinci