BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Berdasarkan Keputusan Bersama 3 Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor : 139 Tahun 1997; 902/Kpts/PL.420/9/97; 03/SKB/M/IX/1997 tertanggal 12 September 1997 tentang penyelengaraan tempat pelelangan ikan, bahwa yang disebut dengan Tempat Pelelangan Ikan adalah tempat para penjual dan pembeli melakukan transaksi jual beli ikan melalui pelelangan dimana proses penjualan ikan dilakukan di hadapan umum dengan cara penawaran bertingkat. Tempat Pelelangan Ikan adalah disingkat TPI yaitu pasar yang biasanya terletak di dalam pelabuhan / pangkalan pendaratan ikan, dan di tempat tersebut terjadi transaksi penjualan ikan/hasil laut baik secara lelang maupun tidak (tidak termasuk TPI yang menjual/melelang ikan darat). Biasanya TPI ini dikoordinasi oleh Dinas Perikanan, Koperasi atau Pemerintah Daerah. TPI tersebut harus memenuhi kriteria sebagai berikut: tempat tetap (tidak berpindah-pindah), mempunyai bangunan tempat transaksi penjualan ikan, ada yang mengkoordinasi prosedur lelang/penjualan, mendapat izin dari instansi yang berwenang (Dinas Perikanan/Pemerintah Daerah 1999). Berdasarkan Ditjen. Perikanan (1994a), setelah ditimbang ikan diletakkan ditempat pelelangan ikan. Juru lelang melaksanakan lelang ikan berdasarkan informasi karcis timbang sesuai urutan nomor bongkar. Menurut Anonimous (1994), kegiatan pelelangan ikan diadakan setiap hari pada jam-jam tertentu yang diatur oleh kepala pelelangan. Pelelangan ikan dapat dimulai setelah memenuhi syarat. Pelelangan ikan dilakukan dengan sistem penawaran meningkat yaitu penawaran dimulai dari harga awal yang telah ditetapkan sebelum dilakukan pelelangan sampai mencapai harga penawaran tertinggi dari calon pembeli. Apabila pada harga penawaran awal tidak ada calon pembeli, maka juru lelang menurunkan harga penawaran secara bertahap dibawah harga awal sampai ada penawaran dari calon pembeli. 7

2 8 Berdasarkan Perda Jawa Barat No.5 tahun 2005 Pasal 5 ( rakyat.com) menetapkan, penyelenggaraan pelelangan ikan harus memiliki izin dari gubernur. Pemberian izin dimaksudkan untuk pembinaan, pengendalian dan pengawasan pelaksanaan penyelenggaraan pelelangan ikan. Izin diberikan kepada KUD Minasari yang memenuhi syarat, yaitu yang memenuhi kriteria sehat pengurus, sehat organisasi dan sehat manajemen. Jika di lokasi TPI tidak terdapat KUD Minasari yang memenuhi syarat, penyelenggaraan pelelangan ikan dapat diberikan kepada Dinas yang menangani perikanan pada kabupaten/kota setempat dan hanya bersifat sementara. Tata cara pelaksanaan pelelangan ikan ditetapkan lebih lanjut oleh gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tata cara pelaksanaan pelelangan antara lain meliputi pencucian, penyortiran, penimbangan, pelabelan, penawaran secara bebas dan meningkat. Berdasarkan Peraturan Gubernur tentang pelaksanaan Perda Jawa Barat No.5 tahun 2005 ( rakyat.com) tentang penyelenggaraan dan retribusi tempat pelelangan ikan pada pasal 2 mengenai tata cara pelaksanaan pelelangan ikan, yakni : 1. Semua hasil penangkapan ikan di laut harus dijual secara lelang di TPI. 2. Hasil penangkapan ikan yang merupakan komoditas ekspor, pelaksanaan pelelangannya harus diprioritaskan, serta penanganannya secara khusus disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. 3. Penanganan secara khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi : Penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT). Penerapan Sistem Rantai Dingin. Sedangkan berdasarkan pasal 3 nya menetapkan pelaksanaan pelelangan ikan di TPI harus dilakukan sebagai berikut : 1. Hasil penangkapan ikan di laut yang akan dilelang dalam keadaan bersih, telah disortir menurut jenis, ukuran, mutu dan dimasukkan ke dalam wadah. 2. Dilakukan penimbangan oleh juru timbang di TPI dan diberi label yang menyatakan jenis, jumlah/berat ikan dan nama pemilik. 3. Ikan yang berkategori busuk atau secara organoleptik tidak layak dikonsumsi manusia, tetap harus dilelang dan ditempatkan secara khusus.

3 9 4. Lelang dilaksanakan melalui penawaran secara bebas dan meningkat dengan penawar tertinggi sebagai pemenang. 5. Kepada pemenang lelang dan pemilik ikan diberi karcis lelang dan rekapitulasinya dengan ketentuan sebagai berikut : Bagi pemenang lelang dipergunakan untuk perhitungan membayar pada kasir TPI atas ikan yang dibelinya dan sebagai tanda bukti bahwa ikan yang dibawanya merupakan hasil pembelian dari TPI. Bagi pemilik ikan sebagai dasar perhitungan penerimaan pembayaran dari kasir TPI atas ikan yang dilelang serta sebagai bukti untuk catatan, perhitungan, tabungan dan simpanannya. Menurut UU No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, pada pasal 41 disebutkan bahwa Pemerintah mengatur tata niaga ikan dan melaksanakan pembinaan mutu hasil perikanan. Tujuan pengaturan tata niaga oleh Pemerintah agar proses tata niaga ikan berjalan tertib sehingga nelayan sebagai produsen dan pembeli akan memperoleh manfaat dan saling menguntungkan. Salah satu bentuk pengaturan yang telah diatur oleh Pemerintah adalah mewajibkan semua ikan hasil tangkapan agar dilakukan proses pelelangan ikan kecuali ikan-ikan untuk ekspor, ikan-ikan dalam jumlah kecil untuk konsumsi nelayan, ikan-ikan hasil tangkapan untuk penelitian. Dengan demikian proses pelelangan ikan ini ditujukan untuk pengaturan tata niaga ikan di dalam negeri. Sistem pelelangan ini ditujukan untuk hasil tangkapan ikan yang dijual bukan untuk tujuan ekspor. Dari aspek ekonomi, dengan proses pelelangan ikan maka nelayan dapat diuntungkan dengan adanya harga jual ikan standar. Selain itu pembeli memperoleh keuntungan karena harga beli ikan yang cukup wajar. Sedangkan Pemerintah Daerah mendapat keuntungan berupa Pendapatan Asli Daerah. Kemudian masyarakat secara tidak langsung juga akan merasakan denyut nadi perekonomian yang meningkat akibat adanya aktivitas kegiatan pelelangan ikan. Di dalam transaksi penjualan ikan antara nelayan dengan pedagang ikan pada umumnya posisi nelayan lemah dan harga ikan biasanya ditentukan oleh pedagang ikan sehingga harga ikan menjadi lebih rendah atau murah. Situasi tersebut

4 10 menunjukan terjadinya kegagalan pasar dikarenakan transaksi penjualan ikan hanya menguntungkan pedagang ikan dan merugikan nelayan. 2.2 Fungsi, Tujuan dan Manfaat TPI Kompleksitas pemasaran produk ikan yang dihasilkan dari upaya penangkapan akan membuat nilai jual yang diperoleh produsen (nelayan) dan konsumen akhir sangat jauh berbeda. Kesenjangan ini akan menimbulkan dampak negatif yang kurang baik bagi perkembangan perekonomian pada bidang perikanan. Agar hasil pemanfaatan sumberdaya ikan oleh nelayan bisa baik, maka TPI harus dapat dikembangkan fungsinya dari service centre menjadi marketing centre. Keberhasilan pengembangan ini akan melahirkan suatu mata rantai pemasaran (market channel) yang teguh dan menciptakan growth centre dalam menghadapi dan mengantisipasi perdagangan bebas yang bakal diterapkan di Indonesia pada akhirnya akan mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat khususnya nelayan. Menurut petunjuk Operasional, fungsi TPI antara lain adalah: a. Memperlancar kegiatan pemasaran dengan sistem lelang. b. Mempermudah pembinaan mutu ikan hasil tangkapan nelayan c. Mempermudah pengumpulan data statistik. Berdasarkan sistem transaksi penjualan ikan dengan sistem lelang tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan nelayan dan perusahaan perikanan serta pada akhirnya dapat memacu dan menunjang perkembangan kegiatan penangkapan ikan di laut. Hal ini terlihat pada hasil evaluasi Direktur Bina Prasarana Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan 1994 yang antara lain menyatakan bahwa : a. Laju peningkatan volume pendaratan ikan lebih tinggi dari pada laju peningkatan penangkapan dan ini berarti fungsi dan peran pelabuhan perikanan sebagai sentra produksi semakin nyata. b. Laju peningkatan volume pendaratan ikan lebih tinggi dari laju frekuensi kunjungan kapal berarti usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh para nelayan lebih efisien.

5 11 c. Laju peningkatan volume penyaluran es lebih tinggi dari pada voleme pendaratan yang berarti meningkatnya kesadaran akan mutu ikan segar yang harus dipertahankan. Manfaat diadakannya pelelangan ikan di TPI antara lain adalah: a. Perolehan harga baik bagi nelayan secara tunai dan tidak memberatkan konsumen. b. Adanya pemusatan ikatan-ikatan yang bersifat monopoli terhadap nelayan. 2.3 Fungsi dan Peranan Pemerintah Pembangunan dan penyediaan fasilitas prasarana perikanan dan dalam hal ini Pelabuhan Perikanan yang dibangun oleh Pemerintah cq. Direktorat Jenderal Perikanan dalam menunjang perkembangan kegiatan penangkapan ikan di laut adalah sesuai dengan amanat Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, pada Pasal 41 yang isinya sebagai berikut : a. Pemerintah menyelenggarakan dan membina pelabuhan perikanan. b. Menteri menetapkan: 1. Rencana induk pelabuhan perikanan secara nasional. 2. Klasifikasi pelabuhan perikanan dan suatu tempat yang merupakan bagian perairan dan daratan tertentu yang menjadi wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan. 3. Persyaratan dan atau standart teknis dan akreditasi kompetensi dalam perencanaan, pembangunan, operasional, pembinaan dan pengawasan pelabuhan perikanan. 4. Wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan, dan pelabuhan perikanan yang tidak dibangun oleh Pemerintah. c. Setiap kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan harus mendaratkan ikan tangkapannya di pelabuhan perikanan yang ditetapkan. d. Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan yang tidak melakukan bongkar muat ikan tangkapan di pelabuhan perikanan yang ditetapkan sebagaimana dimaksud

6 12 pada ayat d. dikenakan sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan izin atau pencabutan izin. Sedangkan menurut Penjelasan atas UU RI No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pada Pasal 41 tersebut di atas adalah sebagai berikut : Ayat (1) : Dalam rangka pengembangan perikanan, Pemerintah membangun dan membina pelabuhan perikanan yang berfungsi, antara lain sebagai tempat tambat labuh kapal perikanan, tempat pendaratan ikan, tempat pemasaran dan distribusi ikan, tempat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan, tempat pengumpulan data tangkapan, tempat pelaksanaan penyuluhan serta pengembangan masyarakat nelayan, dan tempat untuk memperlancar kegiatan operaional kapal perikanan. Ayat (4) Yang dimaksud dengan bongkar muat ikan adalah termasuk juga pendaratan ikan. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1995), bahwa fungsi dari pelabuhan perikanan adalah sebagai berikut : a. Pusat pengembangan masyarakat nelayan; Sebagai pusat pengembangan dan sentra kegiatan masyarakat nelayan, Pelabuhan Perikanan diarahkan dapat mengakomodir kegiatan nelayan baik nelayan setempat maupun nelayan pendatang. b. Tempat berlabuh kapal perikanan; Pelabuhan Perikanan yang dibangun sebagai tempat berlabuh (landing) dan tambat/merapat (mouring) kapalkapal perikanan, berlabuh/ merapatnya kapal perikanan tersebut dapat melakukan berbagai kegiatan misalnya untuk mendaratkan ikan (unloading), memuat perbekalan (loading), istirahat (berthing), perbaikan apung (floating repair) dan naik dock (docking). Sehingga sarana atau fasilitas pokok pelabuhan perikanan seperti dermaga bongkar, dermaga muat, dock/slipway menjadi kebutuhan utama untuk mendukung aktivitas berlabuhnya kapal perikanan tersebut. c. Tempat pendaratan ikan hasil tangkapan; Sebagai tempat pendaratan ikan hasil tangkap (unloading activities) Pelabuhan Perikanan selain memiliki fasilitas dermaga bongkar dan lantai dermaga (apron) yang cukup memadai,

7 13 untuk menjamin penanganan ikan (fish handling) yang baik dan bersih didukung pula oleh sarana / fasilitas sanitasi dan wadah pengangkat ikan (basket). d. Tempat untuk memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan; Pelabuhan Perikanan dipersiapkan untuk mengakomodir kegiatan kapal perikanan, baik kapal perikanan tradisional maupun kapal motor besar serta untuk kepentingan pengurusan administrasi persiapan ke laut dan bongkar ikan, pemasaran / pelelangan dan pengolahan ikan hasil tangkap. e. Pusat penanganan dan pengolahan mutu hasil perikanan. f. Prinsip penanganan dan pengolahan produk hasil perikanan adalah bersih, cepat dan dingin (clean, quick and cold). Untuk memenuhi prinsip tersebut setiap Pelabuhan Perikanan harus melengkapi fasilitas fasilitasnya seperti fasilitas penyimpanan (cold storage) dan sarana / fasilitas sanitasi dan hygien, yang berada di kawasan Industri dalam lingkungan kerja Pelabuhan Perikanan. g. Pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan. h. Dalam menjalankan fungsi, Pangkalan Pendaratan Ikan dilengkapi dengan tempat pelelangan ikan (TPI), pasar ikan (fish market) untuk menampung dan mendistribusikan hasil penangkapan baik yang dibawa melalui laut maupun jalan darat. i. Pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan; Pengendalian mutu hasil perikanan dimulai pada saat penangkapan sampai kedatangan konsumen. Pelabuhan Perikanan sebagai pusat kegiatan perikanan tangkap selayaknya dilengkapai unit pengawasan mutu hasil perikanan seperti laboratorium pembinaan dan pengujian mutu hasil perikanan (LPPMHP) dan perangkat pendukungnya, agar nelayan dalam melaksanakan kegiatannya lebih terarah dan terkontrol mutu produk yang dihasilkan. j. Pusat penyuluhan dan pengumpulan data. k. Untuk meningkatkan produktivitas, nelayan memerlukan bimbingan dan penyuluhan, baik secara tehnis maupun managemen usaha yang efektif dan efisien. Sebaliknya untuk membuat langkah kebijaksanaan dalam

8 14 pembinaan masyarakat nelayan dan pemanfaatan sumberdaya ikan, selain data primer yang didapat melalui penelitian, maka data sekunder juga diperlukan. Untuk itu, maka didalam kawasan Pelabuhan Perikanan juga bisa digunakan untuk penyuluhan dan pengumpulan data. l. Pusat pengawasan penangkapan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan; Pelabuhan Perikanan sebagai basis pengawasan penangkapan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan. Kegiatan pengawasan tersebut dilakukan dengan pemeriksaan spesifikasi teknis alat tangkap dan kapal perikanan, ABK, dokumen kapal ikan dan hasil tangkapan. Sedangkan kegiatan pengawasan di laut, Pelabuhan Perikanan dapat dilengkapi dengan pos/pangkalan bagi para petugas pengawas yang akan melakukan pengawasan di laut. 2.4 Nelayan Nelayan menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Perairan yang menjadi daerah aktivitas nelayan ini dapat merupakan perairan tawar, payau maupun laut. Wahyuningsih (1997) nelayan dapat dibagi tiga jika dilihat dari sudut pemilikan modal, yaitu: a. Nelayan juragan, Nelayan ini merupakan nelayan pemilik perahu dan alat penangkap ikan yang mampu mengubah para pelayan pekerja sebagai pembantu dalam usahanya menangkap ikan di laut. Nelayan jurgan ada tiga macam yaitu nelayan juragan laut, nelayan juragan darat yang mengendalikan usahanya dari daratan, dan orang yang memiliki perahu, alat penangkap ikan dan uang tetapi bukan nelayan asli, yang disebut tauke (toke) atau cakong. b. Nelayan pekerja, yaitu nelayan yang tidak memiliki alat produksi dan modal, tetapi memiliki tenaga yang dijual kepada nelayan juragan untuk membantu usaha penangkapan ikan di laut.

9 15 c. Nelayan pemilik, Merupakan nelayan yang kurang mampu, nelayan ini hanya mempunyai perahu kecil untuk keperluan dirinya sendiri dan alat penangkap ikan sederhana, karena itu disebut nelayan perorangan. Berdasarkan teknologi penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan, orientasi pasar dan karakteristik hubungan produksi, Satria (2002) menggolongkan nelayan ke dalam empat kelompok yaitu: 1. Peasant-fisher atau nelayan tradisional yang biasanya bersifat subsistem, menggunakan alat tangkap yang masih tradisional seperti dayung, sampan yang tidak bermotor dan hanya melibatkan anggota keluarganya sendiri sebagai tenaga kerja utama. 2. Post-peason fisher, Dicirikan dengan penggunaan teknologi penangkapan ikan yang lebih maju atau modren. Meski masih beroperasi di wilayah pesisir, tetapi daya jelajahnya lebih luas dan memiliki surplus untuk diperdagangkan di pasar. 3. Commersial-fisher, yakni nelayan yang telah berorientasi pada peningkatan keuntungan. Skala usahanya telah besar, yang dicirikan dengan banyaknya jumlah tenaga kerja dengan status yang berbeda dan membutuhkan keahlian tersendiri dalam pengoperasian kapal maupun alat tangkapannya. 4. Industrial-fisher, yang memiliki ciri-ciri : 1) diorganisasi dengan cara-cara yang mirip dengan perusahaan agro industri di negara maju; 2) lebih padat modal; 3) memberikan pendapatan yang lebih tinggi dari pada perikanan sederhana; dan 4) menghasilkan produk ikan kaleng dan ikan beku yang berorientasi ekspor. Nelayan berskala besar ini umumnya memiliki organisasi kerja yang kompleks dan benar-benar berorientasi pada keuntungan. 2.5 Kesejahteraan Nelayan Undang-undang No. 11 Tahun 2009, kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Kesejahteraan rakyat diamati dari berbagai aspek yang spesifik,

10 16 yaitu kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, pengeluaran rumah tangga, perumahan, dan aspek sosial ekonomi lainnya. Hasil-hasil studi tentang tingkat kesejahteraan hidup dikalangan masyarakat nelayan, telah menunjukkan bahwa kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi atau ketimpangan pendapatan merupakan persoalan krusial yang dihadapi nelayan dan tidak mudah untuk diatasi. Sumber daya perikanan merupakan salah satu aspek yang sangat potensial bagi masyarakat khususnya nelayan, namun pada kenyataanya masih banyak nelayan yang masih belum dapat meningkatkan hasil tangkapannya, sehingga tingkat pendapatan nelayan tidak meningkat. Masyarakat yang mempunyai mata pencaharian dan berprofesi sebagai nelayan merupakan salah satu kelompok maysarakat yang melakukan aktivitas usaha dengan mendapat sumber pengahasilan dari kegiatan nelayan itu sendiri. Banyaknya tangkapan tercemin pula pendapatan yang tinggi dan pendapatan tersebut sebagian besar digunakan untuk konsumsi keluarga. Dengan demikian tingkat konsumsi keluarga dan kebutuhan minimum sangat ditentukan oleh pendapatan yang diterimanya. Tabel 1. Keluarga Sejahtera Berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No No Komponen Kualitas/Kriteria Jumlah Skor Kebutuhan I MAKANAN DAN MINUMAN 1. Beras Sedang Sedang 10 kg 2 2. Sumber Protein : a. Daging Sedang 0.75 kg 2 b. Ikan Segar Baik 1.2 kg 3 c. Telur Ayam Telur ayam ras 1 kg 2 3. Kacang-kacangan : tempe/tahu Baik 4.5 kg 3 4. Susu bubuk Sedang 0.9 kg 2 5. Gula pasir Sedang 3 kg 2 6. Minyak goreng Curah 2 kg 2 7. Sayuran Baik 7.2 kg 3

11 17 Tabel 1. Keluarga Sejahtera Berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No No Komponen Kualitas/Kriteria Jumlah Skor Kebutuhan 8. Buah-buahan (setara Baik 7.5 kg 3 pisang/pepaya) 9. Karbohidrat lain (setara tepung Sedang 3 kg 2 terigu) 10. Teh atau Kopi Celup/Sachet 4 Dus isi 25 2 = 75 gr 11. Bumbu-bumbuan Nilai 1 s/d 10 15% 2 JUMLAH II SANDANG 12. Celana panjang/ Rok Katun/sedang 6/12 potong Kemeja lengan pendek/blouse Setara katun 6/12 potong Kaos oblong/ BH Sedang 6/12 potong Celana dalam Sedang 6/12 potong Sarung/kain panjang Sedang 1/12 helai Sepatu Kulit sintetis 2/12 pasang Sandal jepit Karet 2/12 pasang Handuk mandi 100cm x 60 cm 2/12 potong Perlengkapan ibadah Sajadah, mukena 1/12 paket 2 JUMLAH III PERUMAHAN 21. Sewa kamar Sederhana 1 bulan 2 22.Dipan/ tempat tidur No.3 polos 1/48 buah Kasur dan Bantal Busa 1/48 buah Sprei dan sarung bantal Katun 2/12 set Meja dan kursi 1 meja/4 kursi 1/48 set Lemari pakaian Kayu sedang 1/48 buah Sapu Ijuk sedang 2/12 buah Perlengkapan makan

12 18 Tabel 1. Keluarga Sejahtera Berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No No Komponen Kualitas/Kriteria Jumlah Skor Kebutuhan a. Piring makan Polos 3/12 buah 2 b. Gelas minum Polos 3/12 buah 2 c. Sendok garpu Sedang 3/12 pasang Ceret aluminium Ukuran 25 cm 1/24 buah Wajan aluminium Ukuran 32 cm 1/24 buah Panci aluminium Ukuran 32 cm 2/12 buah Sendok masak Alumunium 1/12 buah Kompor minyak tanah 16 sumbu 1/24 buah Minyak tanah Eceran 10 liter Ember plastic Isi 20 liter 2/12 buah Listrik 450 watt 1 bulan Bola lampu pijar/neon 25 watt/15 watt 6/12 (3/12) 2 buah 38. Air Bersih Standar PAM 2 meter 2 kubik 39. Sabun cuci Cream/deterjen 1.5 kg 2 IV PENDIDIKAN 40. Bacaan/radio Tabloid/4 band 4 buah/ 2 (1/48) JUMLAH V KESEHATAN 41. Sarana Kesehatan a. Pasta gigi 80 gram 1 tube 2 b. Sabun mandi 80 gram 2 buah 2 c. Sikat gigi Produk lokal 3/12 buah 2 d. Shampo Produk lokal 1 botol ml e. Pembalut atau alat cukur Isi 10 1 dus/set 2

13 19 Tabel 1. Keluarga Sejahtera Berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No No Komponen Kualitas/Kriteria Jumlah VI Kebutuhan 42. Obat anti nyamuk Bakar 3 dus Potong rambut Di tukang JUMLAH TRANSPORTASI cukur/salon Skor 6/12 kali Transportasi kerja dan lainnya Angkutan umum 30 hari (PP) 2 JUMLAH VII REKREASI DAN TABUNGAN 45. Rekreasi Daerah sekitar 2/12 kali Tabungan (2% dari nilai 1 s/d 45) Kriteria untuk masing-masing klasifikasi adalah sebagai berikut: 1. Tingkat kesejahteraan tinggi : nilai skor Tingkat kesejahteraan layak : nilai skor Tingkat kesejahteraan tidak layak : nilai skor < Pelayanan Jasa Pelayanan menurut Lovelock didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang menciptakan dan memberikan manfaat bagi pelanggan pada waktu dan tempat tertentu, sebagai hasil dan tindakan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima jasa tersebut. Sedangkan pengertian pelayanan menurut Kotler yaitu setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Pelayanan dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kinerja yang menciptakan manfaat bagi pelanggan dengan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima. Sehingga pelayanan itu sendiri

14 20 memiliki nilai tersendiri bagi pelanggan dalam hubungannya dengan menciptakan nilai-nilai pelanggan. Christian Gronroos (1992) mengemukakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu : 1. Menjaga dan memperhatikan, bahwa pelanggan akan merasakan karyawan dan sistem opersional yang ada dapat menyelesaikan problem mereka. 2. Spontanitas, dimana karyawan menunjukkan keinginan untuk menyelesaikan masalah pelanggan. 3. Penyelesaian masalah, karyawan yang berhubungan langsung dengan pelanggan harus memiliki kemampuan untuk menjalankan tugas berdasarkan standar yang ada, termasuk pelatihan yang diberikan untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik. 4. Perbaikan, apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan harus mempunyai personel yang dapat menyiapkan usah-usaha khusus untuk mengatasi kondisi tersebut. 2.7 Harga Jual Harga jual adalah sejumlah kompensasi (uang ataupun barang) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi barang atau jasa. Perusahaan/seseorang selalu menetapkan harga produknya dengan harapan produk tersebut laku terjual dan boleh memperoleh laba yang maksimal. Hansen dan Mowen (2001) mendefinisikan harga jual adalah jumlah moneter yang dibebankan oleh suatu unit usaha kepada pembeli atau pelanggan atas barang atau jasa yang dijual atau diserahkan. Menurut Mulyadi (2001) pada prinsipnya harga jual harus dapat menutupi biaya penuh ditambah dengan laba yang wajar. Harga jual sama dengan biaya produksi ditambah mark-up. Harga jual adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan/seseorang untuk memproduksi suatu barang atau jasa ditambah dengan persentase laba yang diinginkan perusahaan/seseorang, karena itu untuk mencapai laba yang diinginkan oleh perusahaan/seseorang salah satu cara yang dilakukan untuk menarik minat

15 21 konsumen adalah dengan cara menentukan harga yang tepat untuk produk yang terjual. Harga yang tepat adalah harga yang sesuai dengan kualitas produk suatu barang dan harga tersebut dapat memberikan kepuasan kepada konsumen.

PERATURAN MENTERI NO. 17 TH 2005

PERATURAN MENTERI NO. 17 TH 2005 PERATURAN MENTERI NO. 17 TH 2005 PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PER-17/MEN/VIII/2005 TENTANG KOMPONEN DAN PELAKSANAAN TAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.17/MEN/VIII/2005 TENTANG KOMPONEN DAN PELAKSANAAN TAHAPAN PENCAPAIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KOMPONEN DAN PELAKSANAAN TAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN

Lebih terperinci

2012, No.707.

2012, No.707. 7 2012, No.707 2012, No.707 8 9 2012, No.707 LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KOMPONEN DAN PELAKSANAAN TAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN

Lebih terperinci

h: 1/12

h: 1/12 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KOMPONEN DAN PELAKSANAAN TAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK LAMPIRAN I KOMPONEN KEBUTUHAN HIDUP

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KOMPONEN DAN PELAKSANAAN TAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir BAB 4 ANALISIS Dalam bab ini akan membahas analisis komoditas ikan mulai dari hulu ke hilir berdasarkan klasifikasi inventarisasi yang sudah di tentukan pada bab selanjutnya dengan menggunakan skema pendekatan

Lebih terperinci

Influencing Factor Determination of Fee and Prediksi UMP Provinsi of Bangka Belitung Archipelago Year 2008

Influencing Factor Determination of Fee and Prediksi UMP Provinsi of Bangka Belitung Archipelago Year 2008 JURNAL EQUITY Volume 1, No.1, Juli 2007 Halaman 46 55 46 Faktor yang mempengaruhi Penentuan Upah dan Prediksi Upah Minimum Influencing Factor Determination of Fee and Prediksi UMP Provinsi of Bangka Belitung

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Terwujudnya Kepastian Hukum Bagi Pekerja pada hakekatnya belum bejalan

BAB III PENUTUP. Terwujudnya Kepastian Hukum Bagi Pekerja pada hakekatnya belum bejalan BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Peranan Serikat Buruh/Serikat Pekerja dalam Mencegah Pengaturan Pengupahan yang Tidak Sesuai dengan Kebijakan Pengupahan Pemerintah demi Terwujudnya Kepastian Hukum Bagi Pekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945,

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) DI KELURAHAN KAWANGKOAN BAWAH KECAMATAN AMURANG BARAT KABUPATEN MINAHASA SELATAN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) DI KELURAHAN KAWANGKOAN BAWAH KECAMATAN AMURANG BARAT KABUPATEN MINAHASA SELATAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) DI KELURAHAN KAWANGKOAN BAWAH KECAMATAN AMURANG BARAT KABUPATEN MINAHASA SELATAN OLEH : THIA MILLY SUMUAL NIM. 100813032 Abstrak Ada banyak permasalahan

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PENYELENGGARAAN PELELANGAN HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung kegiatan masyarakat perikanan baik dilihat dari aspek produksi, pengolahan maupun aspek pemasarannya

Lebih terperinci

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 76 6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Fasilitas PPI Muara Angke terkait penanganan hasil tangkapan diantaranya adalah ruang lelang TPI, basket, air bersih, pabrik

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. terhadap Upah pekerja/buruh di Kebon Hotspot Cafe belum diberikan oleh pihak

BAB III PENUTUP. terhadap Upah pekerja/buruh di Kebon Hotspot Cafe belum diberikan oleh pihak 59 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa Perlindungan terhadap Upah pekerja/buruh di Kebon Hotspot Cafe belum diberikan oleh pihak pengusaha untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN UMUM PENGUPAHAN DI INDONESIA DAN TINJAUAN KEBIJAKAN PERATURAN PEMERINTAH NO.78 TAHUN 2015

BAB II KEADAAN UMUM PENGUPAHAN DI INDONESIA DAN TINJAUAN KEBIJAKAN PERATURAN PEMERINTAH NO.78 TAHUN 2015 BAB II KEADAAN UMUM PENGUPAHAN DI INDONESIA DAN TINJAUAN KEBIJAKAN PERATURAN PEMERINTAH NO.78 TAHUN 2015 2.1 Sejarah Sistem Pengupahan di Indonesia secara umum Sistem pengupahan di Indonesia mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN (INFLASI/DEFLASI) KOTA TEMBILAHAN DESEMBER 2016 INFLASI 0,02 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN (INFLASI/DEFLASI) KOTA TEMBILAHAN DESEMBER 2016 INFLASI 0,02 PERSEN No. 01/01/1403/Th. IV, 03 Januari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN (INFLASI/DEFLASI) KOTA TEMBILAHAN DESEMBER 2016 INFLASI 0,02 PERSEN Pada bulan 2016, Kota Tembilahan mengalami Inflasi sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirubah yakni dari ikan yang dijual sendiri-sendiri menjadi ikan dijual secara lelang

BAB I PENDAHULUAN. dirubah yakni dari ikan yang dijual sendiri-sendiri menjadi ikan dijual secara lelang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara tradisional setelah nelayan memperoleh hasil ikan tangkapan, mereka lalu mencoba menjual sendiri kepada konsumen setempat melalui cara barter atau dengan nilai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) 2.1.1. Pengertian Tempat Pelelangan Ikan TPI kalau ditinjau dari menejemen operasi, maka TPI merupakan tempat penjual jasa pelayanan antara lain

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Menurut Lubis (2000), Pelabuhan Perikanan adalah suatu pusat aktivitas dari sejumlah industri perikanan, merupakan pusat untuk semua kegiatan perikanan,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 65 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 65 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 65 TAHUN 201424 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS SURVEI KEBUTUHAN HIDUP LAYAK DAN PENTAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan Pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

42 Kebutuhan Hidup Layak dan Pengaruhnya terhadap Penetapan Upah Minimum Provinsi Ditinjau dari Hukum Ketenagakerjaan

42 Kebutuhan Hidup Layak dan Pengaruhnya terhadap Penetapan Upah Minimum Provinsi Ditinjau dari Hukum Ketenagakerjaan KEBUTUHAN HIDUP LAYAK DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI DITINJAU DARI HUKUM KETENAGAKERJAAN Syarifa Mahila 1 Abstract Wages are the most vulnerable in industrial relations. Life

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DESEMBER 2016 TERJADI INFLASI SEBESAR 0,37 PERSEN Desember 2016 IHK Karawang mengalami kenaikan indeks. IHK dari 128,32 di Bulan November 2016 menjadi 128,80

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PEMASARAN HASIL PERIKANAN DI PASAR IKAN TERINTEGRASI PADA PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat VII. PERANCANGAN PROGRAM 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat Mengacu pada Visi Kabupaten Lampung Barat yaitu Terwujudnya masyarakat Lampung Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia saat ini banyak bisnis baru bermunculan, hal ini dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia saat ini banyak bisnis baru bermunculan, hal ini dapat dilihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia saat ini banyak bisnis baru bermunculan, hal ini dapat dilihat dari banyaknya toko yang menjual kebutuhan konsumen salah satunya bisnis ritel.

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK KABUPATEN WONOGIRI No. 01/02/3312/Th 2016, ruari 2016 INFLASI KABUPATEN WONOGIRI PADA BULAN JANUARI 2016 SEBESAR 0,48% Bulan uari 2016 mencatat inflasi sebesar 0,48 persen. Perekonomian

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK 10.01 BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BATANG No. 02/Th. XVII, Februari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Di Kabupaten Batang Bulan Januari 2017 1,04 persen Pada bulan Januari 2017 di

Lebih terperinci

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Aktivitas pendistribusian hasil tangkapan dilakukan untuk memberikan nilai pada hasil tangkapan. Nilai hasil tangkapan yang didistribusikan sangat bergantung kualitas

Lebih terperinci

Oleh : Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, dan Perdagangan Provinsi DKI Jakarta

Oleh : Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, dan Perdagangan Provinsi DKI Jakarta Oleh : SOEHARSONO Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, dan Perdagangan Provinsi DKI Jakarta Pada Acara RAPAT MUSPIDA PLUS PROVINSI DKI JAKARTA TANGGAL 26 AGUSTUS 2009 Tentang PERSEDIAAN

Lebih terperinci

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm 102 108 ISSN 0126-4265 Vol. 41. No.1 PERANAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) DALAM PEMASARAN IKAN HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KEC.

Lebih terperinci

MODUL SURVEI PENGUPAHAN NASIONAL 2015 RUMAH DIAH PITALOKA (RDP)

MODUL SURVEI PENGUPAHAN NASIONAL 2015 RUMAH DIAH PITALOKA (RDP) MODUL SURVEI PENGUPAHAN NASIONAL 2015 RUMAH DIAH PITALOKA (RDP) MODUL SURVEI 3 Daftar Isi BAB I PENGANTAR SURVEI PENGUPAHAN NASIONAL... 5 A. Latar Belakang Kegiatan...5 B. Tujuan Kegiatan...7 C. Metodologi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA PROBOLINGGO BULAN JANUARI 2017

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA PROBOLINGGO BULAN JANUARI 2017 No. 01/02/74/Th.IX, 01 Pebruari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA PROBOLINGGO BULAN JANUARI 2017 Bulan Januari 2017 Kota Probolinggo mengalami inflasi sebesar 1,15 persen Pada Bulan

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN 62 5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN Ikan yang telah mati akan mengalami perubahan fisik, kimiawi, enzimatis dan mikrobiologi yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA SURABAYA DAN PROSES PENENTUAN UPAH MINIMUM KOTA (UMK) KOTA SURABAYA TAHUN 2014

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA SURABAYA DAN PROSES PENENTUAN UPAH MINIMUM KOTA (UMK) KOTA SURABAYA TAHUN 2014 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA SURABAYA DAN PROSES PENENTUAN UPAH MINIMUM KOTA (UMK) KOTA SURABAYA TAHUN 2014 A. Keadaan Sosial dan Ekonomi Kota Surabaya. Kota Surabaya merupakan Ibu Kota dari provinsi Jawa

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 2.1.1 Definisi perikanan tangkap Penangkapan ikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 45 Tahun 2009 didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian pelabuhan perikanan Menurut Ditjen Perikanan Deptan RI, pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung

Lebih terperinci

Bab 5. Jual Beli. Peta Konsep. Kata Kunci. Jual Beli Penjual Pembeli. Jual Beli. Pasar. Meliputi. Memahami Kegiatan Jual Beli di Lingkungan Rumah

Bab 5. Jual Beli. Peta Konsep. Kata Kunci. Jual Beli Penjual Pembeli. Jual Beli. Pasar. Meliputi. Memahami Kegiatan Jual Beli di Lingkungan Rumah Bab 5 Jual Beli Peta Konsep Jual Beli Membahas tentang Memahami Kegiatan Jual Beli di Lingkungan Rumah Memahami Kegiatan Jual Beli di Lingkungan Sekolah Meliputi Meliputi Toko Pasar Warung Supermarket

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 53 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Pengelolaan Aktifitas di Tempat Pelelangan Ikan PPI Muara Angke 6.1.1 Aktivitas pra pelelangan ikan Aktivitas pra pelelangan ikan diawali pada saat ikan berada di atas dermaga

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Perikanan Karangantu merupakan suatu pelabuhan yang terletak di Kota Serang dan berperan penting sebagai pusat kegiatan perikanan yang memasok sebagian besar

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 50 5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Pelabuhan Perikanan, termasuk Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) dibangun untuk mengakomodir berbagai kegiatan para

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 1 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 04/15/3329/Thn XIV, 5 April 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Bulan Kabupaten Brebes mengalami inflasi sebesar 0,30 persen Pada bulan di Kabupaten Brebes terjadi inflasi sebesar 0,30

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN KAWASAN NELAYAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. khususnya makanan, minuman, peralatan dan perlengkapan rumah

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. khususnya makanan, minuman, peralatan dan perlengkapan rumah BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 Sejarah Singkat Perusahaan Kandis Swalayan adalah perusahaan perdagangan yang bergerak dalam bidang ritel yakni dalam bidang penyaluran barang kebutuhan seharihari khususnya

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 5 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Representasi Sosial Representasi sosial merupakan suatu teori yang dirintis oleh pemikiran seorang peneliti Psikologi Sosial, Serge Moscovici, sehingga

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang : a. bahwa retribusi jasa usaha

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS SURVEI KEBUTUHAN HIDUP LAYAK (KHL) DAN PENTAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK (KHL)

PETUNJUK TEKNIS SURVEI KEBUTUHAN HIDUP LAYAK (KHL) DAN PENTAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK (KHL) LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 65 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS SURVEI KEBUTUHAN HIDUP LAYAK DAN PENTAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK PETUNJUK TEKNIS SURVEI KEBUTUHAN HIDUP

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG No.04/01/3327/2015. 5 Januari 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN PEMALANG Bulan Desember 2014 Inflasi 1,92 persen Pada, Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pasal 41 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pelabuhan perikanan merupakan pelabuhan yang secara khusus menampung

BAB I. PENDAHULUAN. Pelabuhan perikanan merupakan pelabuhan yang secara khusus menampung 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelabuhan perikanan merupakan pelabuhan yang secara khusus menampung kegiatan masyarakat perikanan baik dilihat dari aspek produksi, pengolahan maupun aspek pemasarannya.

Lebih terperinci

Inflasi tingkat Nasional sebesar 0,39 persen dengan inflasi tahun kalender 1,67 persen, dan inflasi year on year

Inflasi tingkat Nasional sebesar 0,39 persen dengan inflasi tahun kalender 1,67 persen, dan inflasi year on year Bulan Mei 2017, harga-harga di Kabupaten Pekalongan mengalami inflasi sebesar 0,49 persen, atau terjadi peningkatan indeks harga konsumen (IHK) dari 128,99 persen (IHK 2012=100) pada bulan April 2017,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI No. 01/12/5310/Th.IX, 04 Januari 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI Desember 2015 INFLASI SEBESAR 1,03 PERSEN Pada Desember 2015 terjadi inflasi sebesar 1,03 persen dengan Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No.01/04/Th.IX, 3 April 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI MARET 2017 DEFLASI KOTA MADIUN -0,06 PERSEN Pada Maret 2017 Kota Madiun mengalami deflasi sebesar -0,06 persen dengan Indeks Harga

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 24/05/72/Th.XVIII, 04 Mei 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Selama April 2015, Inflasi Sebesar 0,37 Persen Dari 82 kota pantauan secara nasional, 72 kota mengalami inflasi sedangkan 10

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan menurut UU no. 45 tahun 2009 tentang Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batasbatas tertentu

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI No.01/05/Th.VIII, 2 Mei 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI APRIL 2016 DEFLASI KOTA MADIUN 0,08 PERSEN Pada April 2016 Kota Madiun mengalami deflasi 0,08 persen dengan Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

I. PENJELASAN UMUM. bahan evaluasi terhadap pembangunan yang dilakukan. Dengan adanya

I. PENJELASAN UMUM. bahan evaluasi terhadap pembangunan yang dilakukan. Dengan adanya I. PENJELASAN UMUM Perencanaan yang akurat sangat diperlukan Pemerintah Daerah untuk bahan evaluasi terhadap pembangunan yang dilakukan. Dengan adanya pergeseran perencanaan pembangunan ke Pemerintah Daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung sumber daya ikan yang sangat banyak dari segi keanekaragaman jenisnya dan sangat tinggi dari

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG No.04/04/3327/2014. 5 April 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN PEMALANG Bulan Maret 2014 Inflasi 0,21 persen Pada, Kabupaten Pemalang

Lebih terperinci

MENTERI TRANSMIGRASI DAN PEMUKIMAN PERAMBAH HUTAN RI

MENTERI TRANSMIGRASI DAN PEMUKIMAN PERAMBAH HUTAN RI MENTERI TRANSMIGRASI DAN PEMUKIMAN PERAMBAH HUTAN RI KEPUTUSAN MENTERI TRANSMIGRASI DAN PEMUKIMAN PERAMBAH HUTAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.64/MEN/1993 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN PERALATAN DAN JAMINAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI: KABUPATEN PEKALONGAN BULAN APRIL 2017 INFLASI SEBESAR 0,19 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI: KABUPATEN PEKALONGAN BULAN APRIL 2017 INFLASI SEBESAR 0,19 PERSEN No. 01/05/3326/Th.V, 08 Mei 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI: KABUPATEN PEKALONGAN BULAN APRIL 2017 INFLASI SEBESAR 0,19 PERSEN Bulan April 2017, harga-harga di Kabupaten Pekalongan mengalami

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover)

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, Indonesia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dan 81.000 km panjang garis pantai, memiliki potensi beragam sumberdaya pesisir dan laut yang

Lebih terperinci

Pola Inflasi Ramadhan. Risiko Inflasi s.d Akhir Tracking bulan Juni Respon Kebijakan

Pola Inflasi Ramadhan. Risiko Inflasi s.d Akhir Tracking bulan Juni Respon Kebijakan Pola Inflasi Ramadhan 1 Tracking bulan Juni 2014 2 Risiko Inflasi s.d Akhir 2014 3 Respon Kebijakan 4 Pola Inflasi Ramadhan Bila mengamati pola historis inflasi selama periode Ramadhan-Idul Fitri, umumnya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA PROBOLINGGO BULAN SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA PROBOLINGGO BULAN SEPTEMBER 2016 No. 09/10/74/Th.VIII, 01 Oktober PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA PROBOLINGGO BULAN SEPTEMBER Bulan September Kota Probolinggo mengalami deflasi sebesar 0,14 persen Pada Bulan September,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 05/02/36/Th.VIII, 3 Februari 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JANUARI 2014 BANTEN INFLASI 1,23 PERSEN Mengawali tahun harga barang-barang/jasa kebutuhan pokok masyarakat di Banten secara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pres-lambang01.gif (3256 bytes) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI OKTOBER 2016 TERJADI INFLASI SEBESAR 0,06 PERSEN Oktober 2016 IHK Karawang mengalami kenaikan indeks. IHK dari 127,51 di Bulan September 2016 menjadi 127,59 di

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK KABUPATEN WONOGIRI No. 01/10/3312/Th, Oktober BULAN SEPTEMBER KABUPATEN WONOGIRI MENGALAMI INFLASI SEBESAR 0,01 PERSEN Bulan ember, Kabupaten Wonogiri mengalami inflasi sebesar 0,01

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK KABUPATEN WONOGIRI No. 01/07/3312/Th 2015, 2015 INFLASI KABUPATEN WONOGIRI PADA BULAN JUNI 2015 SEBESAR 0,36% Bulan 2015, kabupaten Wonogiri mengalami inflasi sebesar 0,36 persen.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1),

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA KEBUMEN BULAN JUNI 2016 INFLASI 0,51 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA KEBUMEN BULAN JUNI 2016 INFLASI 0,51 PERSEN BPS KABUPATEN KEBUMEN No. 12/07/33/05/Th. VII, 01 Juli 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA KEBUMEN BULAN JUNI 2016 INFLASI 0,51 PERSEN Pada bulan Juni 2016 di Kota Kebumen terjadi inflasi

Lebih terperinci

No. 01/04/3326/Th.V, 03 April 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI: KABUPATEN PEKALONGAN BULAN MARET 2017 DEFLASI SEBESAR 0,05 PERSEN

No. 01/04/3326/Th.V, 03 April 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI: KABUPATEN PEKALONGAN BULAN MARET 2017 DEFLASI SEBESAR 0,05 PERSEN No. 01/04/3326/Th.V, 03 April 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI: KABUPATEN PEKALONGAN BULAN MARET 2017 DEFLASI SEBESAR 0,05 PERSEN Bulan Maret 2017, harga-harga di Kabupaten Pekalongan mengalami

Lebih terperinci

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA 66 6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA 6.1 Menganalisis tujuan pembangunan PPS Nizam Zachman Jakarta Menganalisis kinerja operasional pelabuhan perikanan diawali dengan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KOTA METRO BULAN APRIL 2017 DEFLASI SEBESAR 0,17 PERSEN

KOTA METRO BULAN APRIL 2017 DEFLASI SEBESAR 0,17 PERSEN p BPS KOTA METRO KOTA METRO BULAN APRIL 2017 DEFLASI SEBESAR 0,17 PERSEN No. 03/05/1872/Th.XVII, 2 Mei 2017 Bulan April 2017, memasuki bulan keempat di tahun 2017, Kota Metro mengalami deflasi. Kelompok

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Nelayan Nelayan adalah orang yang hidup dari mata pencaharian hasil laut. Di Indonesia para nelayan biasanya bermukim di daerah pinggir pantai atau pesisir laut. Komunitas nelayan

Lebih terperinci

KOTA METRO BULAN FEBRUARI 2017 INFLASI SEBESAR 0,28 PERSEN

KOTA METRO BULAN FEBRUARI 2017 INFLASI SEBESAR 0,28 PERSEN p BPS KOTA METRO KOTA METRO BULAN FEBRUARI 2017 INFLASI SEBESAR 0,28 PERSEN No. 02/04/1872/Th.XVII, 2 Maret 2017 Bulan Februari 2017, memasuki bulan kedua di tahun 2017, Kota Metro mengalami inflasi. Kelompok

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1),

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA PROBOLINGGO BULAN AGUSTUS 2016

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA PROBOLINGGO BULAN AGUSTUS 2016 No. 08/09/74/Th.VIII, 01 September 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA PROBOLINGGO BULAN AGUSTUS 2016 Bulan Agustus 2016 Kota Probolinggo mengalami deflasi sebesar 0,20 persen Pada Bulan

Lebih terperinci

\\http:brebeskab.bps.go.id

\\http:brebeskab.bps.go.id No. 11/14/3329/Th. XIII, 5 Nopember 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Bulan Kabupaten Brebes mengalami inflasi sebesar 0,21persen Pada bulan di Kabupaten Brebes terjadi inflasi sebesar 0,21

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI AREA

BAB III DESKRIPSI AREA 32 BAB III DESKRIPSI AREA 3.1. TINJAUAN UMUM Dalam rangka untuk lebih meningkatkan pendapatan asli daerah dan meningkatkan keindahan serta menjaga kelestarian wilayah pesisir, sejak tahun 1999 Pemerintah

Lebih terperinci

6 KEMAMPUAN PELELANGAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

6 KEMAMPUAN PELELANGAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 6 KEMAMPUAN PELELANGAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE pelelangan ikan adalah kemampuan atau keahlian yang dimiliki baik secara teknis atau secara pemahaman dari pengelola pelelangan dalam menyelenggarakan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

KOTA METRO BULAN MEI 2017 INFLASI SEBESAR 0,86 PERSEN

KOTA METRO BULAN MEI 2017 INFLASI SEBESAR 0,86 PERSEN p BPS KOTA METRO KOTA METRO BULAN MEI 2017 INFLASI SEBESAR 0,86 PERSEN No. 05/04/1872/Th.XVII, 2 Juni 2017 Bulan Mei 2017, memasuki bulan kelima di tahun 2017 yang bertepatan dengan bulan Ramadhan, Kota

Lebih terperinci

Terlaksananya kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan. Terlaksananya penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

Terlaksananya kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan. Terlaksananya penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut. B. URUSAN PILIHAN 1. KELAUTAN DAN PERIKANAN a. KELAUTAN 1. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah laut kewenangan 1. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK KABUPATEN NATUNA

BERITA RESMI STATISTIK KABUPATEN NATUNA BERITA RESMI STATISTIK KABUPATEN NATUNA No. 08/09/2103/Th. IV, 03 September PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI RANAI BULAN AGUSTUS DEFLASI 0,27 PERSEN Pada Bulan di Ranai terjadi deflasi sebesar

Lebih terperinci

Januari 2016 IHK Karawang mengalami peningkatan indeks. IHK dari 124,29 di Bulan Desember 2015 menjadi 125,35 di Bulan Januari 2016. Dengan demikian, terjadi inflasi sebesar 0,85 persen. Laju inflasi tahun

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN DEMAK

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN DEMAK BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN DEMAK No. 03/03/3321/Th.V, 3 Maret PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI DI KABUPATEN DEMAK Bulan Inflasi 0,34 persen Pada bulan Kabupaten Demak terjadi inflasi

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka percepatan pembangunan industri perikanan nasional

Lebih terperinci

: 1. Menimbang : a. fahwa komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup

: 1. Menimbang : a. fahwa komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERIA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KOMPONEN DAN PELAKSANAAN TAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan dan

DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan dan PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2679/AJ.307/DRJD/2011 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DAN PENGATURAN KENDARAAN ANGKUTAN BARANG PADA MASA ANGKUTAN LEBARAN TAHUN 2011 (1432 H) DIREKTUR

Lebih terperinci

a. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dalam wilayah kewenangan kabupaten.

a. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dalam wilayah kewenangan kabupaten. Sesuai amanat Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008. Serta Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG No.04/09/3327/2014. 5 September 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN PEMALANG Bulan Agustus 2014 Inflasi 0,43 persen Pada, Kabupaten

Lebih terperinci