BAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BATAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BATAM"

Transkripsi

1 BAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BATAM Bab ini berisikan gambaran fisik wilayah, gambaran sosial ekonomi, struktur industri yang terbentuk pada wilayah studi, serta gambaran sarana dan prasarana yang terdapat di wilayah studi. Bab ini bertujuan untuk memberikan pengenalan dan pemahaman terhadap kondisi wilayah studi yang berpengaruh terhadap sektor perindustrian di Kota Batam. 3.1 Gambaran Fisik Wilayah Kota Batam yang terletak di Pulau Batam secara geografis mempunyai kedudukan yang strategis sebagai salah satu wilayah Indonesia yang paling dekat dari negara tetangga, yakni berjarak 12,5 mil laut dari Singapura dan 15,6 mil laut dari Malaysia. Berdasarkan Perda No. 2 Tahun 2004 tentang RTRW Kota Batam , luas keseluruhan wilayah darat dan laut Kota Batam mencapai Km 2 dan memiliki batas wilayah meliputi: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Singapura; 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Senayang Kabupaten Kepulauan Riau; 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Karimun dan Kecamatan Moro Kabupaten Karimun; dan 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bintan Utara Kabupaten Kepulauan Riau. Kota Batam pada awalnya merupakan Kotamadya Administratif yang termasuk didalam wewenang wilayah administratif Provinsi Riau. Namun sejak dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah serta didukung dengan Undang-Undang No. 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Batam maka status administratif Kota Batam saat ini berubah menjadi Daerah Otonomi Kota Batam. 29

2 30 Dengan adanya keuntungan geografis yang dimiliki oleh Kota Batam berupa letaknya yang berdekatan dengan negara tetangga yakni Singapura dan Malaysia, serta didukung dengan status administrasi daerah otonomi, maka hal ini akan mempermudah dalam terjadinya interaksi impor ekspor barang dan jasa lintas negara diantara ketiga negara tersebut (Indonesia-Malaysia-Singapura) terutama didalam sektor perindustrian. Keuntungan geografis yang dimiliki oleh Pulau Batam ini pernah dibahas dalam penelitian Triantoro (1996) yang mendapat temuan bahwa perkembangan perekonomian Singapura berbanding lurus dengan perkembangan wilayah Kota Batam, meskipun pengaruh tersebut bersifat tidak langsung. Hal ini semakin menguatkan argumentasi mengenai keuntungan geografis yang dimiliki oleh Pulau Batam. Wilayah Kota Batam memiliki topografi lahan yang relatif datar dengan sedikit variasi perbukitan di tengah Pulau Batam. Kondisi ini sesuai dengan jenis peruntukan guna lahan yang diprioritaskan pada Kota Batam yakni kegiatan perkotaan. Variasi kemiringan tanah di Kota Batam terdiri dari: 1. Kemiringan 0-3% terdapat di pesisir pantai Teluk Senimba, Teluk Jodoh, Teluk Tering dan Teluk Duriangkang; 2. Kemiringan 3-10% terdapat di hampir seluruh wilayah Kota Batam; 3. Kemiringan 10-20% terdapat di daerah kaki bukit dibagian tengah Kota Batam; 4. Kemiringan 20-40% terdapat pada jalur sempit disepanjang bukit Dangas Pancur dan Bukit Senyum; dan 5. Kemiringan diatas 40% terdapat disepanjang bukit Dangas Pancur. Bila dilihat dari topografi lahannya, sebagian besar wilayah di Kota Batam memiliki kemiringan 3-10%, dimana kemiringan lahan seperti ini cocok untuk dimanfaatkan sebagai guna lahan perkotaan dengan sub guna lahan industri, pariwisata, perumahan dan hutan konversi. Lahan dengan kemiringan 10-20% sebenarnya masih cukup potensial untuk dikembangkan bagi beberapa guna lahan

3 31 tertentu namun membutuhkan proses cut and fill yang cukup signifikan, sedangkan lahan dengan kemiringan diatas 20% kurang potensial untuk dikembangkan karena membutuhkan biaya pematangan lahan yang cukup besar. 3.2 Gambaran Sosial Ekonomi Penduduk Kota Batam berdasarkan pencatatan tahun 2006 adalah sebesar jiwa yang terdiri dari jiwa penduduk laki-laki dan jiwa penduduk perempuan serta memiliki sex ratio sebesar 94,87 dengan laju pertumbuhan penduduk Kota Batam tahun sebesar 6,36 persen (lihat gambar 3.1). Jumlah penduduk Kota Batam tersebut tersebar secara tidak merata pada 12 kecamatan dengan konsentrasi penduduk tertinggi berada di Kecamatan Sagulung dengan jiwa dan konsentrasi penduduk terendah berada di Kecamatan Bulang dengan jiwa. GAMBAR 3.1 PERTUMBUHAN PENDUDUK KOTA BATAM TAHUN Laki-laki Perempuan Jumlah Sumber: Batam dalam Angka, 2007 Kualitas penduduk Kota Batam sendiri dapat dikatakan baik, dan hal ini mendukung pertumbuhan dan perkembangan Kota Batam secara umum. Salah satu indikator kualitas penduduk Kota Batam yang baik adalah semakin meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Batam. IPM merupakan sebuah indeks komposit yang terdiri dari tiga komponen utama yakni indeks

4 32 pendidikan yang menggambarkan tingkat pendidikan serta kemampuan akademik dan keterampilan, indeks harapan hidup yang menggambarkan tingkat kesehatan masyarakat, dan indeks kemampuan daya beli yang menggambarkan kemampuan finansial (ukuran pendapatan). IPM Kota Batam pada tahun 2005 mencapai angka 76,5 poin dan telah mengalami peningkatan dari IPM tahun 1999 yakni 70,9 poin. Peningkatan IPM ini terutama didorong oleh tingginya indeks pendidikan dan membaiknya indeks kemampuan daya beli, sebagaimana terlihat pada gambar 3.2 dibawah ini. 100 GAMBAR 3.2 IPM KOTA BATAM TAHUN Indeks Harapan Hidup Indeks Pendidikan Indeks Daya Beli IPM Sumber: Pengolahan data, 2009 Kuantitas dan kualitas penduduk di Kota Batam memiliki hubungan dengan jumlah tenaga kerja yang tersedia bagi berbagai sektor perkerjaan yang tersedia, terutama terkait dengan pemenuhan kebutuhan jumlah tenaga kerja. Tenaga kerja yang dimaksudkan disini adalah jumlah penduduk dalam golongan usia kerja yakni golongan usia tahun. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2000, jumlah tenaga kerja yang tersedia di Kota Batam tercatat sebesar jiwa, atau sebanding dengan 57 persen dari jumlah keseluruhan penduduk Kota Batam.

5 33 Bila dilihat dari jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan, mayoritas tenaga kerja yang tersedia (46,6%) merupakan lulusan SMA, disusul dengan lulusan SMP (13,4%), lulusan Perguruan Tinggi (5,2%), sedangkan 34,8% sisanya belum tercatat. Kondisi ketenagakerjaan ini memiliki potensi yang cukup baik bila dilihat dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas tenaga kerja yang tersedia, serta dapat dikatakan cocok bagi pemenuhan tenaga kerja sektor industri dimana mayoritas membutuhkan tenaga kerja dengan latar pendidikan SMA dan sederajat. Tabel III-1 JUMLAH TENAGA KERJA DI KOTA BATAM MENURUT SEKTOR EKONOMI TAHUN 2006 No Sektor Jumlah Jumlah Tenaga Kerja Perusahaan WNI WNA 1 Pertanian Pertambangan Industri Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan dan Hotel Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan Jasa-jasa Jumlah Sumber: Dinas Tenaga Kerja Kota Batam, 2006 Sektor ekonomi yang menyerap tenaga kerja paling banyak berdasarkan pencatatan Disnaker Kota Batam adalah sektor industri (lihat tabel III-1). Dari keseluruhan 839 industri yang berada di Kota Batam dapat menyerap tenaga kerja atau setara dengan 76 persen dari total penyerapan tenaga kerja. Sedangkan sektor lain yang turut berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja adalah sektor bangunan (8 persen) dan sektor perdagangan dan hotel (7 persen). Sektor bangunan yang umumnya terdiri dari kegiatan konstruksi (termasuk konstruksi bangunan komersial seperti pusat perbelanjaan, hotel, resor wisata, dan lain sebagainya) dan sektor pendukung pariwisata (sektor perdagangan dan hotel) merupakan sektor yang cukup berkembang di Kota Batam. Hal ini dikarenakan

6 34 pesatnya pengembangan fisik Kota Batam serta didukung pula oleh semakin terkenalnya objek wisata yang berada di Kota Batam sehingga menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara untuk berkunjung ke Kota Batam. Selain berperan dalam penyerapan tenaga kerja, sektor industri juga memegang peranan penting dalam distribusi PDRB Kota Batam, dimana pada tahun sekitar persen pendapatan domestik yang diterima oleh Kota Batam merupakan hasil kontribusi dari sektor industri (lihat tabel III-2). Sesuai dengan penyerapan tenaga kerjanya, sektor perdagangan dan hotel juga menyumbang pendapatan yang cukup besar bagi Kota Batam, mencapai rata-rata 23 persen dari total pendapatan Kota Batam. Hal ini menunjukkan bahwa sektor perdagangan dan hotel telah berkembang dengan baik dan memiliki potensi pengembangan yang cukup besar. Menarik untuk dicermati bahwa bertolak belakang dengan penyerapan tenaga kerjanya, sektor bangunan sebagai sektor ketiga terbesar dalam penyerapan tenaga kerja menyumbangkan pendapatan yang cukup kecil (sekitar 2 persen) sehingga kurang signifikan pengaruhnya terhadap penerimaan domestik Kota Batam. Hal ini menunjukkan rendahnya nilai tambah yang dapat dihasilkan oleh sektor bangunan yang ada di Kota Batam. Tabel III-2 PERSENTASE DISTRIBUSI PDRB KOTA BATAM TAHUN ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000 No Sektor Pertanian 1,45 1,48 1,38 2 Pertambangan 0,32 0,32 0,31 3 Industri 63,30 63,20 63,32 4 Listrik, Gas dan Air 0,26 0,26 0,25 5 Bangunan 2,09 1,98 1,88 6 Perdagangan dan Hotel 22,83 23,04 23,50 7 Pengangkutan dan Komunikasi 2,86 2,94 2,90 8 Keuangan 5,55 5,47 5,18 9 Jasa-jasa 1,34 1,31 1,27 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2007

7 Struktur Industri Wilayah Kota Batam memiliki kinerja ekonomi yang sangat baik dan hal ini ditunjukkan pada tahun 1998 dimana ketika krisis ekonomi menghantam pertumbuhan ekonomi nasional hingga mencapai angka minus 13,1%, nyatanya pertumbuhan ekonomi Kota Batam tetap tumbuh diatas 3%. Bahkan dalam kurun waktu pertumbuhan ekonomi Kota Batam tumbuh diatas 7%. Hal ini terutama disebabkan oleh dukungan industri manufaktur, industri elektronika, investasi asing, dan aktivitas ekonomi yang berorientasi ekspor (Kuncoro, 2005). Kegiatan industri yang berpotensi untuk dikembangkan di Kota Batam harus memenuhi ketentuan Negative List, yaitu melarang pendirian industri yang membutuhkan lahan dengan jumlah besar dikarenakan terbatasnya lahan di Kota Batam, serta harus pula memenuhi Keputusan Ketua OPDIP Batam No. 045/AP- KPTS/IV/1990 yang mengatur jenis industri yang tidak dipromosikan di Kota Batam. Menurut kedua ketentuan tersebut, maka jenis industri yang tidak dianjurkan dikembangkan di Kota Batam, meliputi industri padat lahan, industri padat karya, industri tekstil, industri kimia, dan industri perabotan dari rotan dan kayu. Sedangkan jenis industri yang direkomendasikan untuk dikembangkan di Kota Batam harus memenuhi syarat-syarat berikut: 1. Berorientasi ekspor; 2. Menggunakan teknologi menengah sampai tinggi; 3. Intensif (padat) modal; 4. Menggunakan tenaga ahli; 5. Tingkat konsumsi air yang rendah; dan 6. Tidak menyebabkan polusi. Kebijakan Pemerintah Kota Batam yang mengedepankan pengembangan sektor industri berpengaruh pada pertumbuhan jumlah industri. Pada tahun 2006, golongan industri besar yakni industri yang memiliki tenaga kerja 100 orang atau lebih mengalami peningkatan menjadi 148 perusahaan dari tahun 2005 yang berjumlah 132 perusahaan. Sedangkan golongan industri sedang yakni industri dengan tenaga kerja antara orang pada tahun 2006 hanya mengalami sedikit

8 36 peningkatan menjadi 73 perusahaan dibandingkan tahun 2005 yang berjumlah 70 perusahaan (lihat tabel III-3). Perkembangan jumlah industri ini sejalan dengan ketentuan Negative List dimana tidak ada industri kayu serta sedikitnya industri barang galian bukan logam di Kota Batam. Penyimpangan terhadap Negative List sendiri dapat ditemukan pada banyaknya industri kimia, minyak bumi, dan batu bara di Kota Batam, namun hal ini mungkin dikarenakan karena industri-industri tersebut dapat menyerap jumlah tenaga kerja yang cukup besar. Tabel III-3 BANYAKNYA TENAGA KERJA KOTA BATAM MENURUT SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2006 Industri Besar Industri Sedang Jenis Industri Perusahaan T.K. Perusahaan T.K. Makanan, minuman, dan tembakau Tekstil, Pakaian Jadi, dan Kulit Kayu dan Barang dari Kayu Kertas dan Barang dari Kertas Kimia, Minyak Bumi, dan Batu Bara Barang Galian Bukan Logam Barang dari Logam Lain-lain Jumlah Sumber: Batam dalam Angka Gambaran Sarana dan Prasarana Perkembangan sektor industri yang pesat di Kota Batam tidak terlepas dari dukungan yang diberikan oleh sektor-sektor lainnya diluar sektor penduduk dan tenaga kerja yang telah dibahas sebelumnya, diantaranya sektor energi, sektor sarana prasarana transportasi, dan sektor kebijakan pemerintah. Sektor energi yang meliputi penyediaan listrik dan air bersih merupakan sektor yang berperan penting dalam pengembangan sektor perindustrian di Kota Batam. Hal ini berkaitan dengan posisi geografis Kota Batam yang dikelilingi oleh lautan dan memiliki jarak yang cukup jauh dari wilayah Indonesia lainnya, sehingga kondisi

9 37 ini menyebabkan Kota Batam tidak dapat meminta bantuan energi dari daerah lainnya dalam bentuk sambungan energi antar kota sehingga penyediaan energi di Kota Batam harus disediakan secara mandiri. Hal ini menjadikan sektor energi di Kota Batam menjadi sebuah sektor yang penting bagi perkembangan sektor perindustrian. Kondisi ketersediaan energi di Kota Batam saat ini adalah PT. PLN Batam dapat membangkitkan listrik sebesar 1.094,2 MWh, serta PT. ATB Batam sebagai dapat menyediakan pengolahan air bersih sebesar liter/detik. Energi listrik dan air yang tersedia didistribusikan pada tiga golongan pelanggan utama, yakni golongan rumah tangga, industri dan usaha, serta umum (lihat tabel III-4). Pada pendistribusian energi air dan listrik ini terdapat hal yang menarik, dimana sektor industri dan usaha merupakan pengguna energi listrik terbesar (62,6% dari total distribusi listrik) sekaligus sebagai pengguna energi air terkecil (13,44% dari total distribusi air). Hal ini kemungkinan terkait dengan kebijakan Negative List bagi industri yang didorong untuk dikembangkan di Kota Batam, yakni industri dengan tingkat konsumsi air yang rendah dan menggunakan teknologi tinggi (yang kemungkinan dalam pengoperasian mesin industri berteknologi tinggi tersebut mengkonsumsi energi listrik dalam jumlah besar). Tabel III-4 PERSENTASE PENDISTRIBUSIAN ENERGI LISTRIK DAN AIR BERSIH DI KOTA BATAM TAHUN 2005 Jenis Pelanggan Distribusi Distribusi Listrik Air Bersih Rumah Tangga 29.16% 70,43% Industri dan Usaha 62,6% 13,44% Umum 8,24% 16,13% Sumber: Pengolahan data, 2009 Sektor sarana dan prasarana transportasi terutama transportasi darat dan laut memiliki kaitan dengan sektor industri dikarenakan keberlangsungan kegiatan lalu lintas bahan baku dan barang jadi bagi kebutuhan sektor industri menuntut tersedianya jaringan transportasi baik yang dapat menjamin kemudahan lalu lintas

10 38 dari maupun keluar Kota Batam. Dalam kegiatan lalu lintas ini, transportasi udara dianggap kurang kompeten dikarenakan tarif transportasi yang cukup mahal bila dibandingkan dengan transportasi darat dan laut sehingga moda transportasi udara ini kurang memiliki pengaruh terhadap sektor perindustrian. Kondisi dukungan sektor transportasi darat dapat terlihat dari pertumbuhan panjang jalan yang ada dimana pada tahun 2006 mencapai panjang 1.087,78 km atau mengalami pertambahan panjang jalan rata-rata 46,8 km dari tahun (lihat tabel III-5). Pertumbuhan panjang jalan ini tentunya akan semakin mempermudah transportasi di Kota Batam, namun kondisi ini masih terkendala oleh semakin banyaknya jalan yang berada dalam kondisi rusak dan rusak berat. Hal ini masih ditambah dengan terjadinya stagnansi dalam penyediaan jalan kelas arteri (kelas I) dimana diperkirakan kelas jalan ini akan lebih sering digunakan oleh transportasi bagi kebutuhan sektor industri. Deskripsi Tabel III-5 PERKEMBANGAN KONDISI DAN KELAS JALAN KOTA BATAM TAHUN (DALAM KM) Tahun Kondisi Jalan Baik 651,40 714,64 778,74 788,64 795,42 805,99 Sedang 101,70 109,7 110,47 110,47 144,32 148,46 Rusak 51,16 41,16 41,16 41,16 79,48 68,92 Rusak Berat - 10,00 20,70 26,00 64,42 64,42 Jumlah 807,26 875,50 951,07 966, , ,78 Kelas Jalan Arteri (I) 238,54 250,54 260,90 260,90 260,90 260,90 Kolektor (II) 124,40 124,40 138,05 138,05 138,05 138,05 Lokal (III) 444,32 500,56 552,12 567,32 684,69 688,83 Jumlah 807,26 875,50 951,07 966, , ,78 Sumber: Batam dalam Angka, 2007 Kondisi dukungan sektor transportasi laut saat ini di Kota Batam adalah tersedianya tujuh buah pelabuhan dimana empat pelabuhan merupakan pelabuhan penumpang bertaraf internasional sedangkan tiga pelabuhan lainnya difokuskan sebagai pelabuhan barang. Arus barang yang melalui pelabuhan di Kota Batam

11 39 pada tahun 2005 berjumlah Ton sedangkan arus peti kemas pada tahun yang sama berjumlah TEUs (Twenty Foot Equivalent Units/Satuan Ukuran Kontainer). Untuk mengetahui kondisi dan proyeksi pengembangan pelabuhan barang di Kota Batam dapat dilihat pada tabel III-6. Tabel III-6 KONDISI DAN PROYEKSI PENGEMBANGAN PELABUHAN BARANG DI KOTA BATAM TAHUN Deskripsi Batu Ampar Sekupang Kabil Kondisi Proyeksi Kondisi Proyeksi Kondisi Proyeksi Kapasitas sandar (DWT) Panjang pelabuhan (m) Kedalaman perairan (m) Luas gudang terbuka (m 2 ) Luas Gudang Tertutup (m 2 ) Sumber: Pengolahan data, 2009 Kebijakan pemerintah Kota Batam dalam penyediaan sarana dan prasarana sektor transportasi darat dan laut ini telah menggambarkan keseriusan pemerintah dalam memberikan dukungan bagi perkembangan sektor perindustrian di Kota Batam. Hanya saja, masih dibutuhkan dukungan yang lebih besar dalam sektor transportasi darat dalam bentuk perbaikan jalan yang rusak serta penyediaan ruas jalan arteri yang lebih banyak dalam memenuhi kebutuhan transportasi bagi sektor industri. Kebijakan Pemerintah Kota Batam terhadap sektor perindustrian telah dijabarkan dalam salah satu misi dari Kota Batam, yakni mengembangkan Kota Batam sebagai kota pusat kegiatan industri, perdagangan, pariwisata, kelautan dan alih kapal... dan dalam pelaksanaannya didukung pula oleh berbagai kebijakan berupa Keputusan Presiden (Keppres), Surat Keputusan (SK), Peraturan Daerah (Perda) dan lain sebagainya. Beberapa kebijakan yang penting dalam mendukung

12 40 pengembangan sektor industri di Kota Batam antara lain dapat dilihat pada tabel III-7. Tabel III-7 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI KOTA BATAM Jenis Kebijakan Isi Kebijakan Keppres No. 74 Tahun Pembangunan Pulau Batam dengan membentuk Badan 1971 Pimpinan Daerah Industri Keppres No. 41 Tahun Penetapan Pulau Batam sebagai daerah industri 1973 Keppres No. 33 Tahun Penetapan beberapa wilayah di Pulau Batam sebagai 1974 kawasan berikat (bonded warehouse) Kepmenhub No. Pengembangan lalu lintas perdagangan KM.119/0/Phb/1977 Keppres No. 41 Tahun Penetapan keseluruhan Pulau Batam sebagai kawasan 1978 berikat (bonded warehouse) Keppres No. 7 dan No. Penambahan wilayah lingkungan kerja daerah industri 56 Tahun 1984 Pulau Batam dan penetapan sebagai wilayah usaha kawasan berikat (bonded warehouse) Keputusan MPR Rekomendasi perumusan UU yang menetapkan Batam Nomor 5/MPR/2003 MoU kerjasama SEZ- BBK 2003 PP No. 46 Tahun 2007 Sumber: Pengolahan data, 2009 sebagai Kawasan Perdagangan Bebas (FTZ) kerjasama SEZ-BBK (Special Economic Zone Batam- Bintan-Karimun) dengan IDR (Iskandar Development Region, Malaysia) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam

BAB 4 ANALISIS KETERKAITAN ANTAR INDUSTRI

BAB 4 ANALISIS KETERKAITAN ANTAR INDUSTRI BAB 4 ANALISIS KETERKAITAN ANTAR INDUSTRI Bab ini merupakan inti dari studi dimana akan dilakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh baik dari primer maupun sekunder menggunakan kerangka analisis

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH KONDISI GEOGRAFIS Kota Batam secara geografis mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu terletak di jalur pelayaran dunia internasional. Kota Batam berdasarkan Perda Nomor

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

III. GAMBARAN UMUM. 3.1 Cikarang dalam RTRW Kabupten Bekasi (Perda No 12 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Bekasi Tahun )

III. GAMBARAN UMUM. 3.1 Cikarang dalam RTRW Kabupten Bekasi (Perda No 12 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Bekasi Tahun ) III. GAMBARAN UMUM 3.1 Cikarang dalam RTRW Kabupten Bekasi 2011-2031 (Perda No 12 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 2011-2031) Berdasarkan Perpres No 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan

Lebih terperinci

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA Wilayah Pekanbaru dan Dumai berada di Provinsi Riau yang merupakan provinsi yang terbentuk dari beberapa kali proses pemekaran wilayah. Dimulai dari awal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak monolitik sentralistik di pemerintahan pusat kearah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN 5.1 Temuan Studi

BAB 5 KESIMPULAN 5.1 Temuan Studi BAB 5 KESIMPULAN Bab ini merupakan penutup dari studi yang dilakukan dimana akan dipaparkan mengenai temuan studi yang dihasilkan dari proses analisis terutama untuk mencapai tujuan penelitian yang telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan bagian awal dari studi yang akan memaparkan latar belakang mengenai dasar munculnya permasalahan studi dan mengapa studi ini penting untuk dilakukan, perumusan masalah,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Dan Sasaran C. Lingkup Kajian/Studi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Dan Sasaran C. Lingkup Kajian/Studi KETERANGAN HAL BAB I PENDAHULUAN... 1-1 A. Latar Belakang... 1-1 B. Tujuan Dan Sasaran... 1-3 C. Lingkup Kajian/Studi... 1-4 D. Lokasi Studi/Kajian... 1-5 E. Keluaran Yang Dihasilkan... 1-5 F. Metodelogi...

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 BPS PROVINSI BENGKULU No. 10/02/17/XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 EKONOMI BENGKULU TUMBUH 5,30 PERSEN, MENINGKAT DIBANDINGKAN TAHUN 2015 Perekonomian Provinsi Bengkulu

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR 4. 1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur membentang antara 111 0 BT - 114 4 BT dan 7 12 LS - 8 48 LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang lebih dari 2/3 wilayahnya berupa perairan. Dari zaman nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal dan menggunakan transportasi

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan UU RI No 38 Tahun 2004 tentang Jalan, dijelaskan bahwa jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional. Salah satu bidang yang terus mengalami perkembangan yaitu Bidang

BAB I PENDAHULUAN. Nasional. Salah satu bidang yang terus mengalami perkembangan yaitu Bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terus mengalami perkembangan dalam hal Pembangunan Nasional. Salah satu bidang yang terus mengalami perkembangan yaitu Bidang Transportasi. Salah satu indikasinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang mempunyai tujuan antara lain untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang hasilnya secara merata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN No. 44/08/34/Th. XV, 2 Agustus 2013 Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 No. 68/11/33/Th.VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk menyebabkan meningkatnya tuntutan manusia terhadap sarana transportasi. Untuk menunjang kelancaran pergerakan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3. Hubungan Antar-Dokumen Perencanaan... I-6 1.4. Maksud

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA BONTANG. 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Bontang. Gambar 4.1 Peta Wilayah Kota Bontang

IV. GAMBARAN UMUM KOTA BONTANG. 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Bontang. Gambar 4.1 Peta Wilayah Kota Bontang 51 IV. GAMBARAN UMUM KOTA BONTANG 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Bontang Gambar 4.1 Peta Wilayah Kota Bontang 52 Kota Bontang terletak antara 117 23 BT - 117 38 BT dan 0 01 LU - 0 12 LU atau berada pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12 BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA A. Sejarah Singkat Kabupaten Bengkalis Secara historis wilayah Kabupaten Bengkalis sebelum Indonesia merdeka, sebagian besar berada

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA 25 dimana : (dj + ) = jarak euclidian alternatif ke j kepada solusi ideal positif; (dj - ) = jalak euclidian alternatif ke j ke solusi ideal negatif. (5) Menghitung kedekatan dengan solusi ideal Perhitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia memiliki tanah yang subur

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14

BAB IV GAMBARAN UMUM. Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 A. Gambaran Umum Provinsi Lampung BAB IV GAMBARAN UMUM Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Lampung tanggal 18 Maret 1964. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan perekonomian nasional maupun daerah. Seperti yang dituangkan dalam konsep Masterplan Percepatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Tanjungpinang adalah salah satu kota dan sekaligus merupakan ibu kota dari Provinsi Kepulauan Riau. Sesuai dengan peraturan pemerintah Nomor 31 Tahun 1983 Tanggal

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SERASAN STATISTIK DAERAH KECAMATAN SERASAN ISSN : - Katalog BPS : 1101002.2103.060 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 10 halaman Naskah : Seksi Neraca Wilayah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pemerataan pembangunan ekonomi merupakan hasil yang diharapkan oleh seluruh masyarakat bagi sebuah negara. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

Batam Dalam Data

Batam Dalam Data SEJARAH RINGKAS Sebelum menjadi daerah otonom, Kotamadya Batam merupakan Kotamadya ke 2 (dua) di Provinsi Riau yaitu yang pertama Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom, sedangkan Kotamadya Batam bersifat

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Yth. : 1. Menteri Perdagangan; 2. Menteri Pertanian; 3. Kepala BKPM;

Lebih terperinci

Abstrak. Kata Kunci: tingkat upah, teknologi, produktivitas kerja, penyerapan tenaga kerja

Abstrak. Kata Kunci: tingkat upah, teknologi, produktivitas kerja, penyerapan tenaga kerja Judul : Pengaruh Tingkat Upah dan Teknologi Terhadap Produktivitas Kerja dan Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Mebel Meja Kayu di Kota Denpasar Nama : Nashahta Ardhiaty Nurfiat NIM : 1306105077 Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah masalah yang penting dalam perekonomian suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang terletak LS dan BT, dengan. sebelah selatan : Kabupaten Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang terletak LS dan BT, dengan. sebelah selatan : Kabupaten Semarang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang terletak 6 55-7 6 LS dan 110 15-110 31 BT, dengan batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut : sebelah utara : Laut Jawa sebelah selatan : Kabupaten

Lebih terperinci

Statistik Daerah Kabupaten Bintan

Statistik Daerah Kabupaten Bintan Statistik Daerah Kabupaten Bintan 2012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN GUNUNG KIJANG 2014 ISSN : No. Publikasi: 21020.1419 Katalog BPS : 1101001.2102.061 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : Naskah:

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan III-2013 Naik 2,91 Persen

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan III-2013 Naik 2,91 Persen No. 62/11/75/Th. VII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO PDRB Gorontalo Triwulan III-2013 Naik 2,91 Persen PDRB Provinsi Gorontalo triwulan III-2013 naik 2,91 persen dibandingkan triwulan sebelumnya.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN SEPTEMBER 2016 PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR - IMPOR SUMATERA SELATAN MEI 2006 BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No. / /Th., Mei 2007 No.61/11/16/Th.XVIII, 01 November PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak Geografis dan Batas Administrasi Kabupaten di Wilayah BARLINGMASCAKEB Wilayah BARLINGMASCAKEB terdiri atas Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk besar dan laju pertumbuhan tinggi. Pada SENSUS Penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia adalah 237,6

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi

4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi 4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan dasar pengukuran atas nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha yang timbul akibat adanya

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Administrasi Kabupaten Majalengka GAMBAR 4.1. Peta Kabupaten Majalengka Kota angin dikenal sebagai julukan dari Kabupaten Majalengka, secara geografis terletak

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 31/05/35/Th. X, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2012 (c-to-c) mencapai 7,19 persen Ekonomi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Geografis Kota Batam Secara geografis Kota Batam mempunyai posisi strategis karena berada pada jalur pelayaran Internasional yang jaraknya 12,5 mil laut dengan negara

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Belitung Timur adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Bangka Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak tanggal 25 Februari

Lebih terperinci

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar i ii vii Bab I PENDAHULUAN I-1 1.1 Latar Belakang I-1 1.2 Dasar Hukum I-2 1.3 Hubungan Antar Dokumen 1-4 1.4 Sistematika Penulisan 1-6 1.5 Maksud dan Tujuan 1-7 Bab

Lebih terperinci

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5 IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN.1. Kondisi Geografi dan Topografi Provinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat, berdiri atas dasar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 No.43/08/33/Th.V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 PDRB Jawa Tengah pada triwulan II tahun 2011 meningkat sebesar 1,8 persen dibandingkan triwulan I tahun 2011 (q-to-q).

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. Dunia pariwisata Indonesia sempat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN AGUSTUS 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN AGUSTUS 2015 PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR - IMPOR SUMATERA SELATAN MEI 2006 BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No. / /Th., Mei 2007 No. 56/10/16/Th.XVIII, 01 Oktober PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

K A B U P A T E N B I N T A N MUSRENBANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2015 Rabu, 1 APRIL 2015

K A B U P A T E N B I N T A N MUSRENBANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2015 Rabu, 1 APRIL 2015 K A B U P A T E N B I N T A N MUSRENBANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2015 Rabu, 1 APRIL 2015 R E N C A N A S T R A T E G I S K O N D I S I T E R K I N I U S U L A N 2 0 1 6 R E N C A N A S T R A T E G I S

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4.1

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4.1 58 BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta Gambar 4.1 Peta Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), D.I.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN JUNI 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN JUNI 2015 PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR - IMPOR SUMATERA SELATAN MEI 2006 BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No. / /Th., 2007 No. 42/08/16/Th.XVIII, 01 Agustus PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/05/72/Thn XIV, 25 Mei 2011 PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2011 MENGALAMI KONTRAKSI/TUMBUH MINUS 3,71 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kegiatan ekonomi dunia yang mengarah pada globalisasi ekonomi menuntut dikuranginya hambatan di bidang perdagangan. Pengurangan hambatan tersebut juga merupakan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Administratif Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di Indonesia, yang terletak di bagian Selatan Nusantara yang dikenal sebagai negara

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN JULI 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN JULI 2015 PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR - IMPOR SUMATERA SELATAN MEI 2006 BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No. / /Th., Mei 2007 No. 52/09/16/Th.XVIII, 01 September PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 51 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Keadaan Geografis 1. Keadaan Alam Wilayah Kabupaten Bantul terletak antara 07 o 44 04 08 o 00 27 Lintang Selatan dan 110 o 12 34 110 o 31 08 Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci