BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan bagian awal dari studi yang akan memaparkan latar belakang mengenai dasar munculnya permasalahan studi dan mengapa studi ini penting untuk dilakukan, perumusan masalah, tujuan dan sasaran studi, lingkup studi, metodologi studi, sistematika pembahasan dan kerangka pemikiran. 1.1 Latar Belakang Era globalisasi yang terjadi pada beberapa dekade belakangan ini telah memberikan dampak pada berbagai sektor yang dapat dirasakan pengaruhnya oleh seluruh masyarakat dan negara di dunia. Globalisasi dapat didefinisikan sebagai proses integrasi dari negara-negara dan masyarakat dunia secara politik, ekonomi, dan budaya kedalam sebuah komunitas yang lebih luas (Levitt, 1983). Globalisasi memungkinkan terjadinya transfer data dan informasi secara cepat dan tanpa hambatan lintas negara diakibatkan oleh kemajuan yang pesat dalam bidang komunikasi. Hal ini memicu terjadinya apa yang disebut New International Division of Labour (NIDL). NIDL sendiri adalah suatu kondisi dimana perusahaan manufaktur melakukan subdivisi antara kantor pusat dan pabrik manufaktur pada lokasi yang berbeda, sehingga memungkinkan terjadinya maksimalisasi keuntungan dan minimalisasi biaya produksi (Schaeffer dan Mack, 1996). Dampak dari NIDL pada pemilihan lokasi industri adalah terjadinya perpindahan lokasi industri-industri manufaktur yang tergolong sebagai industri footloose (tidak terikat dengan lokasi pasar dan lokasi bahan baku produksi) dari negara maju menuju negara berkembang. Industri manufaktur melakukan perpindahan lokasi dikarenakan negaranegara maju dianggap tidak kompeten lagi sebagai lokasi industri footloose. Pendapat ini terutama didasari oleh upah buruh yang tinggi, berbagai pajak yang besar, serta sewa lahan yang mahal. Pada pihak lain, negara-negara dunia ketiga dapat menyediakan lokasi industri dengan sewa lahan yang murah, upah buruh yang rendah, berbagai insentif dan keringanan pajak serta berbagai kemudahan 1

2 2 lainnya. Oleh karenanya, terjadilah perpindahan lokasi industri dari negara maju (negara barat) menuju negara berkembang (negara timur termasuk Asia). Negara-negara berkembang di Asia terutama yang tergabung didalam ASEAN (Association of South East Asian Nation) cepat tanggap akan fenomena perpindahan industri footloose yang terlihat dari terciptanya berbagai kerjasama antar negara di Asia Tenggara terutama kerjasama yang bertujuan untuk meningkatkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh tiap negara sehingga dapat menarik investasi asing dalam bentuk industri footloose untuk melakukan kegiatan manufaktur di negaranya masing-masing (Heng, 2006). Kondisi ini dianggap menghasilkan trade-off yang saling menguntungkan antar kedua belah pihak, dimana industri footlose mendapatkan lokasi produksi dengan berbagai kemudahan yang mereka inginkan dan disisi lain negara-negara di Asia Tenggara mendapatkan investasi asing dalam bentuk industri asing yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan ekonomi negaranya masing-masing. Salah satu bentuk kerjasama antar negara di Asia Tenggara yang terkenal adalah kerjasama Singapura-Johor-Riau (Sijori). Kerjasama Sijori sendiri saat ini telah berkembang dengan cukup baik dan lebih dikenal dengan nama kerjasama Indonesia-Malaysia-Singapura Growth Triangle (IMS-GT), sekaligus menjadi pemrakarsa dari bentuk kerjasama Growth Triangle lainnya di Asia. Negara Indonesia khususnya Pulau Batam mendapatkan efek positif yang cukup besar dari bentuk kerjasama IMS-GT ini. Kondisi ini dikarenakan letak dari Pulau Batam yang strategis (dekat dengan Singapura dan Johor, Malaysia) sehingga Pulau Batam menjadi salah satu daerah di Indonesia yang mendapat keuntungan paling besar dari adanya kerjasama IMS-GT ini. Kota Batam yang terletak di Pulau Batam telah mengalami kemajuan yang pesat akibat adanya kerjasama IMS-GT, khususnya pada peningkatan jumlah investasi asing yang masuk ke Kota Batam. Investasi asing yang masuk ke Kota Batam terus mengalami peningkatan dari tahun 1999 sebesar juta dolar (setara 33,4 persen dari total investasi) menjadi juta dolar pada tahun 2007, atau setara dengan 36,4 persen dari total investasi yang masuk ke Kota Batam.

3 3 Indikator lain yang dapat menggambarkan dampak positif yang diterima Kota Batam dari masuknya investasi asing adalah tumbuhnya jumlah perusahaan asing. Perusahaan asing yang ada di Kota Batam mengalami peningkatan yang pesat dalam kurun waktu dua tahun terakhir, dari 813 perusahaan pada tahun 2005 menjadi 973 perusahaan pada tahun Keberadaan perusahaan asing di Kota Batam juga menimbulkan kebutuhan atas lokasi industri, sehingga mendukung tumbuh kembangnya duapuluh enam kawasan industri untuk beroperasi di Kota Batam. Sektor ketenagakerjaan mengalami pertumbuhan dalam jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan sebanyak jiwa pada tahun 2007 dari jiwa pada tahun Banyaknya investasi asing yang masuk dianggap berperan besar dalam pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 7,65 persen pada tahun 2006, dimana dalam distribusi pendapatan domestik regional bruto (PDRB) Kota Batam berdasarkan harga konstan tahun 2000, sektor dengan kontribusi terbesar adalah sektor industri pengolahan (manufacturing industry) yang memberikan pendapatan sebesar ,99 juta rupiah atau sekitar 63,3 persen dari total pendapatan Kota Batam. Berbagai indikator diatas telah menggambarkan bahwa kerjasama regional IMS-GT memberikan dampak positif bagi pertumbuhan dan perkembangan Kota Batam yakni tumbuh dan berkembangnya ekonomi Kota Batam yang berbasis pada sektor industri. Hal ini akan berdampak kepada pertumbuhan sektor-sektor lain yang merupakan bentuk permintaan turunan dari keberadaan kegiatan sektor industri, misalnya sektor perdagangan dan jasa, perumahan, sarana dan prasarana transportasi, dan lain sebagainya. Keberadaan investasi asing ini selayaknya dapat menjadi stimulan dalam konteks perkembangan wilayah di Kota Batam. Pesatnya pertumbuhan investasi asing diharapkan dapat menjadi sebuah leading sector dalam pertumbuhan ekonomi Kota Batam dan menciptakan multiplier effect yang signifikan dalam pertumbuhan sektor-sektor ekonomi lainnya. Namun Pemerintah Kota Batam belum dapat memaksimalkan potensi investasi asing dalam bentuk industri asing yang dimiliki oleh Kota Batam ini.

4 4 Kendala yang umum terjadi bagi investasi asing berupa industri yang ingin beroperasi di Kota Batam adalah tumpang tindihnya kekuasaan Pemerintah dan Daerah dalam menerbitkan izin-izin investasi (Tim Peneliti The Habibie Center, 2002). Sedangkan kendala lainnya yag mungkin dihadapi oleh investasi asing yang berpotensi masuk ke Kota Batam adalah keberadaan pungutan liar, kenaikan tarif bahan baku dan energi, kelangkaan bahan baku, dan lain sebagainya (Kuncoro, 2005). Dengan karakteristik industri asing yang bersifat footloose, kondisi ini amat riskan apabila industri asing menganggap bahwa Kota Batam sudah tidak potensial bagi lokasi kegiatan produksi dan melakukan perpindahan lokasi industri sebagaimana banyak terjadi pada lokasi industri lainnya di Indonesia seperti di Cikarang, Karawang, dan daerah Jababeka. Apabila ketakutan akan pindahnya lokasi industri asing ini terjadi maka dikhawatirkan akan sangat berpengaruh terhadap kestabilan pertumbuhan dan perkembangan Kota Batam, terutama pada sektor penerimaan daerah yang akan merembet pada sektor ketenagakerjaan (pengangguran) yang diperkirakan akan juga mempengaruhi sektor-sektor turunan lainnya. Potensi akan terjadinya kondisi ini terlalu riskan untuk diabaikan sehingga dibutuhkan sebuah pemahaman yang memadai akan kondisi perindustrian yang terjadi di Kota Batam khususnya pada industri asing yang bersifat industri footloose sehingga Kota Batam dapat menciptakan kondisi yang kondusif bagi industri asing untuk melakukan kegiatan produksi, yang diharapkan akan berujung pada semakin tumbuh dan berkembangnya industri asing dan memberikan dampak multiplier yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan wilayah di Kota Batam. 1.2 Perumusan Masalah Investasi asing yang masuk ke Kota Batam dalam bentuk industri asing secara langsung maupun tidak langsung telah menggerakkan pertumbuhan dan perkembangan Kota Batam. Hal ini menjadikan sektor industri di Kota Batam penting untuk dipertahankan dan dikembangkan semaksimal mungkin. Namun, didalam rangka pengembangan wilayah Kota Batam, proses trickling down dan spread effect yang dihasilkan oleh sektor industri ini harus diperhatikan dengan

5 5 baik. Trickling down merupakan proses keterkaitan (lingkage) antara industri manufaktur asing dengan industri lokal dalam hal penyediaan bahan baku bagi industri manufaktur sehingga terjadinya harmonisasi antar investasi asing dan investasi lokal yang ada, sedangkan spread effect merupakan proses terjadinya transfer teknologi dan investasi dari daerah yang lebih sejahtera menuju daerah yang kurang sejahtera (Myrdal, 1969). Keberadaan spread effect dan trickling down effect ini salah satunya dapat dilihat dari adanya keterkaitan (linkage) antara industri asing dan industri lokal. Apabila keterkaitan ini tidak terbentuk secara baik maka dikhawatirkan Kota Batam hanya akan menjadi lokasi limpasan industri dari Singapura dan Malaysia serta akan timbul ketergantungan pada sektor ekonomi Kota Batam terhadap kehadiran industri asing. Kedua hal ini tentunya akan merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan Kota Batam itu sendiri. Pemerintah Kota Batam masih cenderung berstrategi pada mendatangkan investasi asing dan dianggap kurang memperhitungkan keberadaan keterkaitan antara industri asing dan industri lokal. Hal yang kurang diperhitungkan ini penting dalam perumusan potensi Kota Batam dalam mendukung investasi asing dalam bentuk industri asing, sehingga pertumbuhan wilayah di Kota Batam dapat dioptimalkan. Bertolak dari latar belakang yang telah dijelaskan tersebut, maka pertanyaan penelitian yang diajukan pada penelitian ini adalah seberapa besar keterkaitan antara industri asing dan industri lokal di Kota Batam? 1.3 Tujuan dan Sasaran Studi Studi ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu untuk mengkaji kondisi keterkaitan antara industri asing dan industri lokal di wilayah studi. Adapun sasaran-sasaran yang ingin dicapai meliputi: 1. Mengidentifikasi keterkaitan yang terjadi antara industri asing dan industri lokal di Kota Batam (meliputi sektor industri dimana keterkaitan tersebut terbentuk, besaran keterkaitan yang dapat diukur, serta faktor yang mempengaruhi terjadinya keterkaitan tersebut);

6 6 2. Merumuskan potensi Kota Batam yang menunjang pengembangan sektor industri dimana keterkaitan tersebut terjadi; 1.4 Lingkup Studi Untuk membatasi pembahasan yang akan dilakukan sehingga dihasilkan analisis yang spesifik dan mendalam, maka disusunlah batasan studi yang ditentukan dalam lingkup studi. Lingkup studi yang digunakan pada penelitian ini dibagi atas dua kategori, yakni lingkup wilayah dan lingkup materi. Lingkup wilayah yang digunakan adalah keseluruhan wilayah administrasi Pulau Batam sebagaimana tercantum dalam Keppres No. 25 Tahun 2005 tentang perubahan kelima atas Keppres No. 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam. Sedangkan lingkup materi yang digunakan dibatasi pada (1) keberadaan keterkaitan antar industri asing dan industri, besaran keterkaitan yang mungkin terjadi, serta faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keterkaitan, dan (2) dukungan serta potensi dukungan Kota Batam dalam bentuk sarana dan prasarana yang mendukung terjadinya keterkaitan antar industri berdasarkan pada indikatorindikator yang digunakan. Definisi industri yang digunakan dalam studi disesuaikan dengan Undang- Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, yakni kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Definisi yang digunakan untuk menggolongkan industri pada sektornya adalah sesuai dengan kriteria penggolongan industri yang terdapat pada tabel input output (IO). Industri lokal yang dimaksudkan pada studi ini adalah industri intermediate yang berada di wilayah Kota Batam dimana invetasi pendirian industri tersebut dimiliki oleh penduduk Indonesia (WNI), dan industri asing yang dimaksudkan pada studi ini adalah industri intermediate yang berada di wilayah Kota Batam dimana invetasi pendirian industri tersebut dimiliki oleh penduduk luar Indonesia (WNA).

7 7 Berdasarkan dampak sosioekomi asumsi yang akan digunakan sebagai indikator untuk menyatakan adanya keterkaitan antara industri lokal dan industri asing di Kota Batam tersebut maka definisi keterkaitan yang digunakan dalam studi ini adalah adanya pengaruh dari industri asing terhadap industri lokal yang menimbulkan permintaan terhadap barang produksi industri lokal sebagai bahan baku industri asing, terjadinya penyerapan tenaga kerja lokal oleh industri lokal, dan tumbuhnya industri lokal baru sebagai akibat permintaan tambahan dari bahan baku industri asing. Definisi penggunaan barang produksi industri lokal sebagai bahan baku industri asing adalah apabila jenis dan volume bahan baku yang dibutuhkan oleh industri asing sesuai dengan jenis dan volume barang produk industri lokal, dengan asumsi seluruh barang produk yang dihasilkan oleh industri lokal yang dipasarkan ke Kota Batam seluruhnya digunakan sebagai bahan baku industri asing yang mendapatkan bahan baku dari Kota Batam pula. Definisi tenaga kerja lokal adalah tenaga kerja yang tercatat di Kota Batam saat industri asing atau industri lokal tersebut didirikan, dan definisi tumbuhnya industri lokal baru sebagai akibat permintaan tambahan dari bahan baku industri asing adalah industri lokal dengan tahun pendirian yang sama atau lebih muda dari tahun pendirian industri asing pada subsektor industri yang sejenis. Pada pihak lain, untuk mendefinisikan potensi yang dapat diberikan oleh Kota Batam dalam pengembangan sektor industri yang memiliki keterkaitan akan dilihat dari faktor-faktor yang dianggap berpengaruh dalam pemilihan lokasi industri di Kota Batam yakni faktor ketenagakerjaan (ketersediaan kuantitas dan kuantitas dan kualitas tenaga kerja sesuai kebutuhan sektor industri), faktor bahan baku dan energi (ketersediaan bahan baku industri serta ketersediaan energi air dan listrik), faktor sarana dan prasarana (transportasi darat dan laut), serta faktor kebijaksanaan pemerintah.

8 8 1.5 Metodologi Studi Metode yang digunakan dalam studi ini meliputi metode pendekatan studi, metode pengumpulan data, serta metode analisis data yang akan diuraikan satu demi satu secara lebih spesifik Metode Pendekatan Studi Untuk memudahkan pencapaian tujuan dari studi ini yakni mengkaji keterkaitan diantara industri asing dan industri lokal di wilayah studi, maka disusunlah langkah-langkah pendekatan studi sebagai berikut: 1. Identifikasi keberadaan keterkaitan antara industri asing dan industri lokal di Pulau Batam. Pada langkah ini akan dilakukan analisis untuk mengetahui subsektor industri yang menunjukkan adanya keterkaitan antara industri lokal dan industri asing di Pulau Batam. Subektor industri yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada enam subsektor industri di Kota Batam yang memiliki daya penyebaran dan derajat kepekaan tinggi (memiliki nilai indeks di atas 1). Berdasarkan hasil penelitian Hamidy (2006) mengenai pengaruh perkembangan sektor industri terhadap ekonomi wilayah Kota Batam, terdapat delapan subsektor industri yang memenuhi kriteria tersebut, yakni industri tekstil, industri kertas, industri kimia, industri logam dan barang logam, industri besi baja dasar, industri mesin dan alat listrik, industri elektronika, dan industri kendaraan bermotor. 2. Identifikasi besaran keterkaitan industri asing terhadap industri lokal di Pulau Batam. Pada langkah ini akan dilakukan penilaian terhadap besarnya keterkaitan pada subsektor industri menggunakan indikator berdasarkan definisi keterkaitan yakni penggunaan barang produksi industri lokal sebagai bahan baku industri asing, penyerapan tenaga kerja lokal oleh industri lokal, dan tumbuhnya industri lokal baru.

9 9 3. Mendefinisikan faktor yang mempengaruhi terjadinya keterkaitan antara industri asing dan industri lokal di Pulau Batam berdasarkan hasil wawancara terhadap pelaku sektor industri asing dan lokal. 4. Merumuskan dukungan dan potensi dukungan Kota Batam yang mendukung terbentuknya keterkaitan antara industri asing dan industri lokal berdasarkan faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri di Kota Batam, yakni faktor ketenagakerjaan, bahan baku dan energi, sarana dan prasarana, serta kebijaksanaan pemerintah Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam studi ini meliputi survei primer dan survei sekunder. Survei primer dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi dari industri asing dan industri lokal melalui wawancara terstruktur. Data yang didapatkan adalah karakteristik industri asing seperti persyaratan kualitas bahan baku, asal bahan baku, dan jumlah kebutuhan bahan baku, serta karakteristik industri lokal seperti volume dan jenis produksi, komposisi tenaga kerja yang dipekerjakan, dan backward industry. Metode pengambilan sampel yang digunakan pada survei primer ini menggunakan kriteria proporsive sampling dimana jumlah sampel didistribusikan secara proprosional terhadap jumlah industri yang ada pada tiap subsektor industri yang diamati. Populasi industri asing dan industri lokal yang digunakan dalam perhitungan jumlah sampel pada studi ini adalah industri asing dan industri lokal pada subsektor industri yang sesuai yang tercatat di Badan Penanaman Modal (BPM) Kota Batam yang berjumlah 63 industri. Berdasarkan hasil perhitungan dari populasi industri, maka jumlah sampel minimum yang dibutuhkan adalah tigapuluh delapan (38) industri asing dan lokal di wilayah studi. Dalam survei primer ini tidak dilakukan wawancara pada sektor industri tekstil dan sektor industri kimia dikarenakan berdasarkan data yang digunakan dalam perhitungan jumlah sampel tidak diketemukan industri yang dapat digolongkan pada kedua sektor industri tersebut.

10 10 Survei primer ini dilakukan selama tiga bulan (Agustus-Oktober 2008) dengan hasil enam (6) industri asing dan enam (6) industri lokal yang berhasil diwawancarai. Faktor yang mempengaruhi sedikitnya jumlah responden terutama dikarenakan karena sulitnya proses administrasi dalam melakukan wawancara pada tiap industri. Meski jumlah industri yang berhasil diwawancarai terbatas dan berada dibawah jumlah sampel minimum yang dibutuhkan, namun survei primer ini berhasil menjaring responden dari masing-masing sektor industri yang diamati sehingga hasil dari survei primer ini dianggap kompeten untuk menggambarkan karakter industri lainnya yang terdapat di Pulau Batam. Sedangkan survei sekunder dilakukan pada instansi terkait atau hasil penelitian lain yang dianggap relevan dalam membantu proses studi ini. Hasil yang didapatkan pada survei sekunder ini antara lain adalah Rencana Tata Ruang Kota Batam , Batam dalam Angka 2007, Profil Kota Batam 2007, Sensus Industri Kota Batam 2006, serta berbagai peraturan dan peta wilayah studi terkait. Mengenai kebutuhan data lain yang dapat menunjang kesempurnaan dari studi ini didapatkan dari studi literatur. Studi literatur terutama digunakan untuk mendapatkan teori-teori serta asumsi-asumsi terkait dengan sektor perindustrian, seperti teori mengenai keterkaitan antar industri, teori pemilihan lokasi industri, dan lain sebagainya Metode Analisis Data Analisis atas data primer dan data sekunder dilakukan dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif, dan terbagi kedalam empat jenis, yakni analisis untuk mengetahui sektor industri yang memiliki keterkaitan antar industri asing dan industri lokal, analisis untuk mengetahui besaran keterkaitan antar industri yang terjadi, dan analisis untuk mengetahui potensi yang dimiliki Kota Batam dalam mendukung terjadinya keterkaitan antar industri di wilayah studi, serta analisis terhadap data sekunder yang dianggap relevan terhadap studi ini. Analisis untuk mengetahui keterkaitan antar industri dilakukan dengan melihat input output yang dibutuhkan oleh industri asing dalam bentuk bahan

11 11 baku yang dibutuhkan dan industri lokal dalam bentuk barang produksi yang dihasilkan. Tiga indikator input output yang digunakan adalah penggunaan barang produksi dari industri lokal sebagai bahan baku bagi industri asing, penggunaan tenaga kerja lokal oleh industri lokal, dan masuknya investasi baru dalam bentuk industri lokal baru sebagai reaksi terhadap permintaan bahan baku dari industri asing. Sektor industri dinyatakan memiliki kaitan antar industri dalam indikator penggunaan barang produksi dari industri lokal sebagai bahan baku bagi industri asing apabila industri lokal yang ada semakin mampu untuk menyediakan kuantitas bahan baku yang dibutuhkan oleh industri asing dalam jenis bahan baku yang sesuai. Sektor industri dinyatakan memiliki kaitan antar industri dalam indikator penggunaan tenaga kerja lokal oleh industri lokal apabila struktur ketenagakerjaan pada industri lokal cenderung menggunakan tenaga kerja lokal yang tersedia di Kota Batam, dan sektor industri dinyatakan memiliki kaitan antar industri dalam indikator masuknya investasi baru dalam bentuk industri lokal baru sebagai reaksi terhadap permintaan bahan baku dari industri asing apabila industri asing yang ada dapat menyebabkan tumbuhnya industri lokal baru dengan tahun pendirian yang sama atau lebih muda bila dibandingkan dengan industri asing dengan tahun pendirian paling awal pada masing-masing sektor industri. Setelah keberadaan keterkaitan antar industri pada masing-masing sektor industri telah teridentifikasi maka dapat dilakukan klasifikasi besaran keterkaitan yang ditentukan berdasarkan seluruh indikator yang digunakan. Sektor industri yang memiliki keterkaitan pada ketiga indikator yang telah dijelaskan sebelumnya tergolong memiliki keterkaitan tinggi, tergolong keterkaitan sedang jika memiliki keterkaitan pada dua indikator, dan tergolong keterkaitan rendah apabila hanya memiliki keterkaitan pada salah satu indikator. Perbedaan pada besaran keterkaitan yang terjadi di masing-masing sektor industri dikarenakan adanya pengaruh dari empat faktor utama yang dipaparkan oleh pelaku industri asing dan lokal yakni siklus permintaan bahan baku industri asing yang terkait dengan siklus produksi barang jadi industri lokal, asal bahan

12 12 baku industri asing terkait dengan target pemasaran barang produksi industri lokal, prioritas pemilihan bahan baku industri asing terkait dengan prioritas produksi barang jadi industri lokal, serta prioritas pemilihan tenaga kerja industri lokal. Apabila siklus permintaan bahan baku yang digunakan oleh industri asing sesuai dengan siklus produksi barang jadi industri lokal maka keterkaitan antar industri akan semakin mudah untuk terbentuk, begitu pula apabila prioritas pemilihan bahan baku industri asing sudah sesuai dengan prioritas produksi barang jadi industri lokal. Mengenai asal bahan baku industri asing terkait dengan target pemasaran barang produksi industri lokal, apabila industri asing dan industri lokal sama-sama menggunakan pasar yang ada di Kota Batam sebagai prioritas dalam pembelian bahan baku industri asing dan disisi lain sebagai prioritas dalam memasarkan barang produksi industri lokal maka akan mempermudah terjadinya linkage diakibatkan adanya penghematan dalam biaya transportasi barang. Faktor terakhir yang mempengaruhi terjadinya keterkaitan antar industri adalah jika industri lokal yang ada menggunakan prioritas pemilihan tenaga kerja industri lokal yang sesuai dengan karakteristik tenaga kerja yang tersedia di Kota Batam. 1.6 Sistematika Pembahasan Pembahasan studi terbagi kedalam lima bab selain bab 1 yang sudah dijabarkan, yakni: BAB 2 KAJIAN LITERATUR Bab ini berisikan tentang teori yang terkait dengan pembahasan studi yakni teori mengenai perencanaan pengembangan wilayah, teori keterkaitan antar industri, dan teori pemilihan lokasi industri. Bab ini bertujuan untuk membangun kerangka teoritis yang kuat dan terstruktur sehingga memudahkan untuk melaksanakan analisis studi sekaligus membatasi fokus pembahasan pada permasalahan yang diangkat.

13 13 BAB 3 GAMBARAN UMUM SEKTOR PERINDUSTRIAN Bab ini berisikan gambaran fisik wilayah, gambaran sosial ekonomi, struktur industri yang terbentuk pada wilayah studi, serta gambaran sarana dan prasarana terhadap sektor industri yang terdapat di wilayah studi. Bab ini bertujuan untuk memberikan pengenalan dan pemahaman terhadap kondisi wilayah studi yang berpengaruh terhadap sektor perindustrian di Kota Batam. BAB 4 ANALISIS KETERKAITAN ANTAR INDUSTRI Bab ini merupakan inti dari studi dimana akan dilakukan analisis terhadap datadata yang diperoleh baik dari primer maupun sekunder menggunakan kerangka analisis yang sesuai agar dapat mencapai sasaran-sasaran penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini akan mempermudah dalam menarik kesimpulan mengenai sektor industri apa saja yang memiliki keterkaitan, besaran keterkaitan yang terjadi, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keterkaitan antar industri, serta dukungan dan potensi dukungan yang dimiliki oleh Kota Batam yang dapat mendorong terbentuknya keterkaitan antar industri asing dan industri lokal di wilayah studi. BAB 5 KESIMPULAN Bab ini merupakan penutup dari studi yang dilakukan dimana akan dipaparkan mengenai temuan studi yang dihasilkan dari proses analisis terutama untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan, kesimpulan yang dapat ditarik, rekomendasi yang dapat diberikan pada Pemerintah Kota Batam maupun pada sektor industri di Kota Batam, keterbatasan studi yang terjadi, serta rekomendasi mengenai studi lanjutan yang dapat memperkuat temuan studi sekaligus untuk memperbaiki kelemahan studi.

14 14 GAMBAR 1.1 KERANGKA PEMIKIRAN Latar Belakang Globalisasi memungkinkan terjadinya transfer data dan informasi secara cepat sehingga menghilangkan bentang jarak geografis Timbulnya era New International Division of Labour (NIDL) yang menyebabkan perpindahan industri footloose dari negara maju ke negara berkembang Masuknya industri asing ke Kota Batam menjadikan ekonomi Kota Batam berbasis industri Rumusan Masalah Pentingnya keterkaitan antara industri asing dan industri lokal agar ketergantungan akan keberadaan industri asing tidak terjadi. Apabila ketergantungan terhadap keberadaan industri asing terjadi maka Kota Batam hanya akan menjadi lokasi industri asing tanpa mendapatkan efek yang positif atas keberadaan industri asing tersebut. Mengidentifikasi keterkaitan yang terjadi di wilayah studi serta mengidentifikasi potensi yang dimiliki Kota Batam yang mendorong terjadinya keterkaitan antar industri Analisis Analisis terhadap enam sektor industri yang diduga memiliki keterkaitan antar menggunakan indikator input output Analisis besaran keterkaitan yang terjadi dan faktor yang mempengaruhi terjadinya keterkaitan antar industri Analisis kondisi Kota Batam saat ini serta potensi masa depan terkait faktor pemilihan lokasi industri yang memiliki keterkaitan Analisis dukungan Kota Batam terhadap sektor industri pada masa kini dan di masa depan Teridentifikasinya keterkaitan antara industri asing dan industri lokal di wilayah studi serta teridentifikasinya potensi Kota Batam yang mendorong terbentuknya keterkaitan tersebut Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Pengembangan sektor industri yang memiliki keterkaitan antara industri lokal dan industri asing. 2. Pengembangan Kota Batam untuk mempertahankan keterkaitan antar industri dan mendorong terbentuknya keterkaitan yang serupa pada masa depan

15 15

BAB 5 KESIMPULAN 5.1 Temuan Studi

BAB 5 KESIMPULAN 5.1 Temuan Studi BAB 5 KESIMPULAN Bab ini merupakan penutup dari studi yang dilakukan dimana akan dipaparkan mengenai temuan studi yang dihasilkan dari proses analisis terutama untuk mencapai tujuan penelitian yang telah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KETERKAITAN ANTARA INDUSTRI ASING DAN INDUSTRI LOKAL DI KOTA BATAM PL40Z1 TUGAS AKHIR. Oleh: Ali Rizki Pratama

IDENTIFIKASI KETERKAITAN ANTARA INDUSTRI ASING DAN INDUSTRI LOKAL DI KOTA BATAM PL40Z1 TUGAS AKHIR. Oleh: Ali Rizki Pratama IDENTIFIKASI KETERKAITAN ANTARA INDUSTRI ASING DAN INDUSTRI LOKAL DI KOTA BATAM PL40Z1 TUGAS AKHIR Oleh: Ali Rizki Pratama 15404035 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN LITERATUR

BAB 2 KAJIAN LITERATUR BAB 2 KAJIAN LITERATUR Bab ini berisikan tentang teori yang terkait dengan pembahasan studi yakni teori mengenai perencanaan pengembangan wilayah, teori keterkaitan antar industri, dan teori pemilihan

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS KETERKAITAN ANTAR INDUSTRI

BAB 4 ANALISIS KETERKAITAN ANTAR INDUSTRI BAB 4 ANALISIS KETERKAITAN ANTAR INDUSTRI Bab ini merupakan inti dari studi dimana akan dilakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh baik dari primer maupun sekunder menggunakan kerangka analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi. Di era globalisasi ini, industri menjadi penopang dan tolak ukur kesejahteraan suatu negara. Berbagai

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017 BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BATAM

BAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BATAM BAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BATAM Bab ini berisikan gambaran fisik wilayah, gambaran sosial ekonomi, struktur industri yang terbentuk pada wilayah studi, serta gambaran sarana dan prasarana yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang punggung perekonomian. Tumpuan harapan yang diletakkan pada sektor industri dimaksudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara dengan berbagai potensi besar yang dimilikinya baik potensi alam, sumberdaya manusia, maupun teknologi tentunya memiliki berbagai

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang diarahkan untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Keberhasilan sebuah pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Potensi UMKM Kota Bandung Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di kota Bandung yang semakin berkembang ternyata membuat jumlah unit usaha tetap

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan

VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN 7.1. Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan Peran strategis suatu sektor tidak hanya dilihat dari kontribusi terhadap pertumbuhan output, peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan ekonomi yaitu, peningkatan ketersediaan serta

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan ekonomi yaitu, peningkatan ketersediaan serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan ekonomi yaitu, peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup pokok, peningkatan standar hidup, dan perluasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada di peringkat 55 dari 134 negara, menurun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Dalam hal ini,

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN/ATAU KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT DAN/ATAU PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan kesempatan kerja. Pendekatan pertumbuhan ekonomi banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian. 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan sektor yang tidak dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan paradigma pengembangan wilayah dari era comparative advantage ke competitive advantage, menjadi suatu fenomena baru dalam perencanaan wilayah saat ini. Di era kompetitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada umumnya mempunyai corak atau cirinya sendiri yang berbeda

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan bagian dari suatu perwujudan pembangunan ekonomi nasional yang bertujuan menciptakan kemandirian suatu daerah dalam mengurus rumah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sektor industri yang dipandang strategis adalah industri manufaktur.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sektor industri yang dipandang strategis adalah industri manufaktur. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor industri yang dipandang strategis adalah industri manufaktur. Industri manufaktur dipandang sebagai pendorong atau penggerak perekonomian daerah. Seperti umumnya

Lebih terperinci

Bab II. Rumusan dan Advokasi Arah Kebijakan Pertanian

Bab II. Rumusan dan Advokasi Arah Kebijakan Pertanian 12 Rapat Dengan Wakil Presiden (Membahas Special Economic Zone) Dalam konteks ekonomi regional, pembangunan suatu kawasan dapat dipandang sebagai upaya memanfaatkan biaya komparatif yang rendah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor industri merupakan hal penting dalam pembangunan nasional. Selain sektor pertanian, peranan sektor industri terhadap pembangunan nasional menunjukan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang Berkembang (NSB) pada awalnya identik dengan strategi pertumbuhan ekonomi, yaitu usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pembangunan di Indonesia telah mengalami pergeseran dari zaman orde baru

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pembangunan di Indonesia telah mengalami pergeseran dari zaman orde baru BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Paradigma pembangunan di Indonesia telah mengalami pergeseran dari zaman orde baru yang mana pembangunan dilaksanakan secara sentralistik yang berarti pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang besar. Biaya biaya tersebut dapat diperoleh melalui pembiayaan dalam negeri maupun pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi. Proses industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak monolitik sentralistik di pemerintahan pusat kearah

Lebih terperinci

50001, BAB I PENDAHULUAN

50001, BAB I PENDAHULUAN Rancangan Penilaian Sistem Manajemen Energi di PT. Semen Padang dengan Menggunakan Pendekatan Integrasi ISO 50001, Sistem Manajemen Semen Padang (SMSP) dan Permen ESDM No. 14 Tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor properti dan infrastruktur, dengan pertumbuhan Compound Annual

BAB I PENDAHULUAN. sektor properti dan infrastruktur, dengan pertumbuhan Compound Annual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permintaan baja yang masih terus tumbuh didukung oleh pembangunan sektor properti dan infrastruktur, dengan pertumbuhan Compound Annual Growth Rate/CAGR (2003 2012)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur

I. PENDAHULUAN. industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi. Proses industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batam adalah salah satu kota industri di Indonesia. Pada dekade 1970-an sesuai dengan Keputusan Presiden nomor 41 tahun 1973, Pulau Batam ditetapkan sebagai lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah mampu meningkatkan taraf hidup penduduknya. Peningkatan pendapatan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah mampu meningkatkan taraf hidup penduduknya. Peningkatan pendapatan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah mampu meningkatkan taraf hidup penduduknya. Peningkatan pendapatan di wilayah ini ditunjukkan dengan pertumbuhan kegiatan produksi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan kerajinan batiknya. Kerajinan batik telah secara turun-temurun diwariskan dari generasi ke generasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Sumber Daya Manusia (SDM) seluruh kemampuan atau potensi penduduk yang berada di dalam suatu wilayah tertentu dengan semua karakteristik atau ciri demografis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk berdasarkan proyeksi sensus penduduk tahun 2012 yaitu 2,455,517 juta jiwa, dengan kepadatan

Lebih terperinci

Pembangunan Pariwisata di PPK yang didalamnya berisi beberapa strategi, meliputi:

Pembangunan Pariwisata di PPK yang didalamnya berisi beberapa strategi, meliputi: RINGKASAN Alasan untuk memilih kajian pembangunan pariwisata di pulau-pulau kecil (PPK) karena nilai strategis PPK antara lain: 80-90 persen output perikanan nasional berasal dari perairan dangkal/pesisir

Lebih terperinci

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam proses pembangunan salah satu indikator keberhasilan pembangunan Negara berkembang ditunjukkan oleh terjadinya pertumbuhan ekonomi yang disertai terjadinya perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan disahkannya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan direvisi menjadi Undang-undang No. 32 tahun 2004

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Entrepreneurship capital..., Eduardus Chrismas P., FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Entrepreneurship capital..., Eduardus Chrismas P., FE UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran entrepreneurship dalam perekonomian selalu menjadi kontroversi. Menurut Schumpeter (1934), entrepreneurship memegang peranan yang vital dalam pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN. Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32

BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN. Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32 BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa misi terpenting dalam pembangunan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dan mengarahkan pembagian pendapatan secara merata. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dan mengarahkan pembagian pendapatan secara merata. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan ekonomi adalah memperluas kesempatan kerja dalam hal ini meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan mengarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan kota jasa, hal tersebut tentunya sejalan dengan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan kota jasa, hal tersebut tentunya sejalan dengan kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DKI Jakarta, sebagai kota terbesar di Indonesia direncanakan akan dijadikan kota jasa, hal tersebut tentunya sejalan dengan kondisi perekonomian DKI Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang sedang dihadapi (Sandika, 2014). Salah satu usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang sedang dihadapi (Sandika, 2014). Salah satu usaha untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan ekonomi dinegara berkembang adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pencapaian kesejahteraan tersebut dapat diukur dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari

I. PENDAHULUAN. Tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi bertujuan antara lain pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, mengentaskan kemiskinan, menjaga kestabilan harga dengan memperhatikan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha memajukan pembangunan bangsa karena terkait dengan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. usaha memajukan pembangunan bangsa karena terkait dengan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketenagakerjaan merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam usaha memajukan pembangunan bangsa karena terkait dengan kesejahteraan masyarakat. Menurut Suroto

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian penting dari pembangunan suatu negara bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w s. go.id PERKEMBANGAN INDEKS PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG 2011 2013 ISSN : 1978-9602 No. Publikasi : 05310.1306 Katalog BPS : 6102002 Ukuran Buku : 16 x 21 cm Jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat krusial bagi pembangunan ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering menjadi prioritas dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dewasa ini masih sering dianggap sebagai penunjang sektor industri semata. Meskipun sesungguhnya sektoral pertanian bisa berkembang lebih dari hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang ingin dijadikan kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Industri pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Industri pengolahan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Industri menurut BPS (Badan Pusat Statistik) adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang

Lebih terperinci

Abstrak. Kata Kunci: tingkat upah, teknologi, produktivitas kerja, penyerapan tenaga kerja

Abstrak. Kata Kunci: tingkat upah, teknologi, produktivitas kerja, penyerapan tenaga kerja Judul : Pengaruh Tingkat Upah dan Teknologi Terhadap Produktivitas Kerja dan Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Mebel Meja Kayu di Kota Denpasar Nama : Nashahta Ardhiaty Nurfiat NIM : 1306105077 Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong perekonomian berbagai negara di dunia semakin menyatu. Keterbukaan perdagangan luar negeri dan keterbukaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu hal yang menjadi fokus perhatian di berbagai bidang saat ini adalah berkaitan dengan upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Definisi berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan kini telah menjadi fenomena dunia. Hampir di seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok perdagangan bebas

Lebih terperinci

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN. 6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN. 6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN 6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan Dalam rangka untuk mencapai tujuan negara, yaitu menjadikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka diperlukan berbagai kebijakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM), sumber daya alam (SDA), teknologi, sosial budaya dan lain-lain. Oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM), sumber daya alam (SDA), teknologi, sosial budaya dan lain-lain. Oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi suatu negara atau suatu daerah tidak terlepas dari berbagai faktor-faktor yang saling berinteraksi antara lain, sumber daya manusia (SDM), sumber

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang I. PENDAHUL'CJAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, sumber daya hutan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional, yang memberi dampak positif terhadap peningkatan devisa, penyerapan

Lebih terperinci

Boks 1 SURVEI : DAMPAK ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP UMKM DI PROVINSI RIAU I. LATAR BELAKANG

Boks 1 SURVEI : DAMPAK ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP UMKM DI PROVINSI RIAU I. LATAR BELAKANG Boks SURVEI : DAMPAK ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP UMKM DI PROVINSI RIAU I. LATAR BELAKANG Kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area/FTA) telah menghasilkan paradigma terhadap keunggulan

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

Lebih terperinci