BAB III METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Landasan Filosofis Metode penelitian ini menggunakan landasan filosofis yang menggunakan alur penalaran dengan perspektif fenomenologis, seperti yang dikemukakan Bogdan (1984) yang menyatakan bahwa perspektif tersebut mengarahkan peneliti pada apa yang dicari dalam kegiatan penelitiannya, dan bagaimana melakukan kegiatan termasuk menginterpretasikan informasi yang tersedia, sehingga bisa menggambarkan realitas secara jelas, dan membantu untuk menemukan kebenaran. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa suatu peristiwa sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat disorot dari dimensi mengapa dan bagaimana (Brata, 2010 :74). Penelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia di dalam situasi khusus yang dihadapinya (Sutopo, 2002:25). Hal ini dapat dijelaskan bahwa pola pikir fenomenologis mengkaji makna subjek dari beragam perspektif yang merupakan realitas dari akumulasi pengalaman manusia dalam interaksi sosialnya. Meskipun perspektif fenomenologis pada akhirnya membetuk simpulan multiperspektif, penelitian ini dilandasi pula oleh paham positivisme karena ilmu pengetahuan 80

2 81 bersifat faktual, yang dapat diartikan bahwa simpulan multiperspektif dalam penelitian ini tidak boleh melebihi fakta. Metode penelitian ini juga menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan informan kunci yang lebih menyesuaikan dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini menerapkan metode kualitatif berupa analisis teks (textual analysis). Metode penelitian yang dimaksud digunakan untuk menjelaskan bagaimana ungkapan metaforis dalam teks perumpamaan dalam Injil Lukas diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Analisis komparatif yang didasarkan pada model komparatif (TSu - TSa atau TSa - TSu) difokuskan pada bagaimana berbagai jenis metafora dari ketiga kategori metafora konseptual (orientasional, ontologis, dan struktural) dalam teks perumpamaan Injil Lukas diterjemahkan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Metode yang digunakan bersifat induktif yang dimulai dari observasi terhadap ungkapan metaforis dalam TSu dan bagaimana ungkapan metaforis tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang meliputi prosedur dan/atau teknik penerjemahan metafora dalam TSu yang dipergunakan untuk menentukan metode penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah yang akhirnya mencerminkan ideologi

3 82 penerjemahan yang dianut, sehingga diperoleh model strategi penerjemahan metafora dan dengan model tersebut fenomena penerjemahan metafora secara umum dapat dijelaskan. Penelitian kualitatif yang digunakan didukung oleh pendekatan kognitif yang dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson, (1980). Dalam penelitian ini, pendekatan ini merupakan salah satu pendekatan dalam linguistik kognitif, terutama ranah semantik leksikal yang membicarakan metafora konseptual. Untuk mendukung penelitian kualitatif tersebut di atas, peneliti juga menerapkan metode penelitian berbasis korpus yakni daftar kata kunci yang merupakan data awal yang diambil dari baris konkordansi dan contoh penggunaan ungkapan metaforis dalam berbagai konteks, dalam bentuk kalimat dan paragraph, diidentifikasi dan kemudian dilakukan interpretasi. Signifikansi diperoleh dengan membandingkan subkorpus TSu sebagai subkorpus yang sedang diteliti yang terdapat dalam Injil Lukas (yang menjadi data utama) dibandingkan dengan subkorpus yang ada dalam Injil Matius dan Markus (sebagai korpus pembanding). Pendekatan berbasis korpus diterapkan untuk meneliti penggunaan metafora dalam TSu dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia sehingga dapat mendukung model komparatif yang digunakan dalam penelitian ini. Pada tahap analisis terjemahan metafora, setiap ungkapan metaforis dalam TSu dan padanannya dalam TSa yang diekstrak dari baris

4 83 konkordansi disajikan secara paralel dalam bentuk kalimat, termasuk paragraf, sehingga dapat memberikan konteks yang lebih luas dalam memahami makna ungkapan metaforis. 3.3 Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini lebih menekankan pada kegiatan mengumpulkan, mendeskripsikan, dan menganalisis data kualitatif berupa terjemahan metafora konseptual yang terdapat dalam perumpamaan Injil Lukas karena perumpamaan-perumpamaan ini juga terdapat dalam Injil Matius dan Markus. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif yang menekankan pada makna, serta lebih memfokuskan kajian pada data kualitatif dengan analisis kualitatif (Sutopo, 2004:48). Dengan adanya data kuantitatif pada penelitian kualitatif dalam penelitian ini, peneliti tetap melihatnya sebagai data kuantitatif yang dipergunakan untuk memferifikasi data kualitatif. Penelitian ini dapat disebut studi kasus terpancang (embedded case study research). Unit terjemahan yang akan dikaji dan permasalahan serta fokus penelitian telah ditentukan dalam usulan penelitian sebelum peneliti menggali permasalahan di lapangan (Sutopo, 2002: 136). 3.4 Jenis dan Sumber Data Data terdiri atas dua macam teks, yakni: (1) teks Injil Lukas dalam Perjanjian Baru, New Testament, yang berbahasa Inggris, yang

5 84 diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia LAI tahun 2008 sebagai bahasa sumber teks dan teks Injil Lukas dalam bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI TB) tahun 2008; (2) jenis data sekunder yang berupa teks Injil Lukas versi Alkitab Edisi Khusus yang diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia tahun 2012 yang sangat bermanfaat sebagai data penunjang dan untuk melengkapai data primer. Data sekunder lainnya berupa pernyataan dan penjelasan dari informan kunci yang terkait dengan interpretasi terhadap konsep dalam perumpamaan yang terdapat pada Injil Lukas, serta kualitas terjemahannya. Fokus penelitian adalah metafora konseptual, penerjemahan metafora, dan ideologi penerjemahan. Informasi yang digali dari informan kunci dengan persyaratan sebagai berikut: (1) penerjemah Alkitab; (2) pakar dalam bidang bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, dan (3) pendeta dan jemaat awam. Yang dimaksud dengan syarat (1) adalah penerjemah profesional Alkitab yang telah menghasilkan beberapa terjemahan Alkitab, (2) pakar bahasa Inggris dan Indonesia yang menguasai kedua bahasa tersebut dengan baik, dan (3) pendeta serta jemaat awam yang sering membaca dan menelaah Injil Lukas. Kata Injil berasal dari bahasa Yunani, yaitu eugagelion yang berarti Kabar Baik Menuju Keselamatan. Secara lisan, kabar baik itu diberitakan oleh Yesus dari Nazaret. Pada saat agama Kristiani mulai disebarluaskan, pemberitaan lisan tersebut mulai dituliskan yang akhirnya

6 85 terbentuk Injil tertulis. Kitab-kitab yang memuat pemberitaan mengenai ajaran dan kehidupan Yesus Kristus disebut Injil meskipun di Indonesia seluruh Kitab Suci Kristiani disebut Injil. Pemberitaan mengenai ajaran dan kehidupan pribadi Yesus dalam Injil, walaupun merupakan fakta/ de facto bukanlah laporan berita suatu kisah sejarah, karena kisah de facto tersebut telah dinubuatkan sebelumnya. Injil Lukas dipilih sebagai data dalam penelitian ini, selain Injil Lukas terdiri atas 24 bab dan 154 perikop (pokok bahasan) yang dalam perikop tersebut terdapat 23 perumpamaan, dapat dikatakan bahwa Injil Lukas paling banyak menampilkan perumpamaan. Perumpamaan perumpamaan dalam Injil Lukas dapat mewakili ketiga Injil (Matius, Markus, Lukas) yang sangat serupa satu dengan yang lainnya, baik dalam hal isi maupun dalam hal urutan-urutan peristiwanya. Ketiga Injil tersebut dikenal dengan sinoptik (sekilas pandang) karena ketiga Injil tersebut dapat ditempatkan dalam tiga lajur yang sejajar sehingga dapat dilihat dengan sekilas pandang. Sementara itu, Injil Yohanes sangat berbeda dengan Injil Sinoptik baik dari isi dan urutan peristiwanya maupun dari gaya bahasanya. Sebagai penulis Injil yang berpendidikan dalam seni sastra, penulis Injil ini juga menaruh minat dalam hal penyakit yang disembuhkan oleh Yesus (bdk. Lukas 4:23, 38; 8:43) dan peduli terhadap perempuan dan kaum marginal yang tertindas. Tiga hal berikut perlu mendapat perhatian dalam menerjemahkan injil Lukas ( Sembiring,2005:1), yaitu:

7 86 (1) Jangan sampai ada kesan bahwa yang diceritakan dalam Injil Lukas adalah mengenai diri Lukas. (2) Jangan sampai ada kesan bahwa Lukaslah yang menjadi sumber Kabar Baik itu, karena Kabar Baik bukan berasal dari Lukas. (3) Jangan sampai ada kesan bahwa Kabar Baik yang diberitakan itu adalah pendapat pribadi Lukas meskipun dia yang menulisnya. Judul yang lama, misalnya Kitab Injil karangan Lukas, akan memberi kesan yang salah pada waktu sekarang ini karena karangan berarti pengarangnya sendiri yang membuatnya. 3.5 Instrumen Penelitian Ada beberapa instrumen yang dipergunakan dalam pengambilan data, yaitu (1) panduan observasi, (2) panduan studi dokumen, (3) alat bantu tulis dan rekam, (4) instrumen penjaringan data berupa Konkordansi Alkitab dan Kanon Alkitab untuk analisis leksikal. Sementara itu, Alkitab, Kamus Alkitab, Ensiklopedia Alkitab masa kini, Alkitab Edisi Studi, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, dan Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Lukas diperlukan untuk analisis gramatikal. 3.6 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup kajian dokumen (content analysis) atau observasi, wawancara mendalam, dan validasi data. Teknik ini digunakan untuk mendapatkan

8 87 data yang akurat tentang metafora konseptual, penerjemahan metafora, dan padanannya dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya, data tersebut dapat digunakan untuk mengetahui teknik, prosedur, dan metode penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah dalam kegiatan menerjemahkan perumpamaan-perumpamaan yang terdapat dalam Injil Lukas setelah dikategorikan terlebih dahulu dalam kerangka metafora konseptual yang dibagi menjadi metafora orientasional, ontologis, dan struktural serta ideologi penerjemahan terhadap proses penerjemahan metafora konseptual. Data dikumpulkan dengan metode observasi, wawancara dengan simak dan catat, dokumentasi, pembacaan dan identifikasi dengan membandingkan teks Perjanjian Baru, New Testament dalam bahasa Inggris dan terjemahan versi bahasa Indonesia, yakni oleh LAI TB tahun Bila ditemukan persamaan-persamaan, perbedaan-perbedaan, ungkapan-ungkapan yang bias, atau kata-kata kunci, maka dilakukan observasi lebih mendalam dan pencatatan atau identifikasi Metode Observasi Observasi mendalam dilakukan dengan teknik identifikasi, penggolongan, pengklasifikasian data yang diolah sehingga menjadi korpus data. Dari hasil identifikasi, data disajikan sejajar dalam dua kolom untuk memudahkan proses analisis selanjutnya. Data dalam Injil Lukas dikategorisasikan, diklasifikasikan dan dicermati, hanya ayat-ayat atau

9 88 teks perikop (topik) yang memiliki kandungan masalah yang signifikan atau memiliki tingkat penggunaan atau pengulangan-pengulangan, diambil sebagai korpus data dan selanjutnya dianalisis. Berikut adalah data yang diambil dari Lukas 6: BAHASA SUMBER (INGGRIS) LAI TB 46. But why do you call Me Lord, Lord, and not do the things which I say? 47. Whoever comes to Me, and hears My sayings and does them, I will show you whom he is like: Tabel 3.1 Perumpamaan Dua Macam Dasar BAHASA TARGET (INDONESIA) LAI TB 46. Mengapa kamu berseru kepada- Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan? 47. Setiap orang yang datang kepada- Ku dan mendengarkan perkataan- Ku serta melakukannya--aku akan menyatakan kepadamu dengan siapa ia dapat disamakan He is like a man building a house, who dug deep and laid the foundation on the rock. And when the flood arose, the stream beat vehemently against that house, and could not shake it, for it was founded on the rock. 49. But he who heard and did nothing is like a man who built a house on the earth without a foundation, against which the stream beat vehemently; and immediately it fell. And the ruin of that house was great. 48. Ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun. 49. Akan tetapi barang siapa mendengar perkataan-ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika banjir melandanya, rumah itu segera rubuh dan hebatlah kerusakannya." Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa metafora konseptual yang terdapat dalam perikop Dua Macam Dasar adalah termasuk dalam kategori metafora struktural. Klausa a man building a house dan nomina

10 89 the foundation dalam konteks kalimat tersebut yang terdapat dalam Lukas 6:48 berfungsi sebagai RSu. Apabila dilihat lebih jauh, secara metaforis terdapat dua konsep yang koheren dalam teks tersebut, yaitu PK: FAITH IS A FOUNDATION dan FAITH IS A BUILDING. Pada umumnya dalam satu paragraf hanya terdapat satu konsep metafora, tetapi dalam data di atas terlihat dua konsep sekaligus dalam satu paragraf. Hal ini tentu bisa dilihat lebih lanjut koherensi (keterpaduan) dari konsep-konsep metafora tersebut. Sementara itu, dari perspektif penerjemahan, strategi penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah dapat dijelaskan sebagai berikut: BS (Lukas 6: 48 a) : He is like a man building a house, who dug deep and laid the foundation on the rock. BT : Ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Strategi penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah pada data di atas adalah teknik shift atau transposisi, yang merupakan prosedur penerjemahan yang melakukan perubahan secara gramatikal dari BS ke BT. Dalam hal ini, penerjemah menerapkan prosedur dengan menghilangkan artikel a dalam (a house) a man building a house menjadi seorang yang mendirikan rumah atau tidak diterjemahkan, walaupun proses transfer tidak mengubah makna dari pesan tersebut. Demikian pula penerjemah tidak dipengaruhi oleh sistem bahasa target karena dalam sistem bahasa Indonesia kata sandang tidak selalu diterjemahkan.

11 Metode Wawancara Wawancara mendalam dilakukan dengan tanya jawab, bertatap muka antara peneliti dan informan kunci dengan pedoman berupa pertanyaan terkait dengan data yang dianalisis, yakni Injil Lukas, khususnya untuk mengumpulkan tanggapan secara komprehensif terhadap analisis terjemahan Injil Lukas, setelah data yang berupa teks diklasifikasikan, digolongkan dan dicermati. Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka dan mengarah pada kedalaman informasi. Oleh sebab itu, pertanyaanpertanyaan lebih mengarah untuk menegaskan jawaban-jawaban yang diberikan informan sebelumnya Metode Dokumentasi Teknik pengumpulan data dengan dokumen merupakan sumber informasi non human resources. Dokumen tertulis dilakukan dengan penelusuran dokumen terkait dengan sub-sub fokus yang diteliti, misalnya garis-garis besar penulisan Injil Lukas, tujuan penulisan Injil tersebut, dan ciri khas penulisan. Selain itu, diperlukan dokumen-dokumen lain berupa ensiklopedia Alkitab Validasi Data Semakin valid data yang dipergunakan dalam penelitian akan semakin meyakinkan hasil penelitian tersebut. Validasi data merupakan

12 91 jaminan atas kemantapan simpulan dan tafsir makna sebagai hasil penelitian (Sutopo, 2006:92). Untuk mendapatkan data yang valid, maka dalam penelitian ini digunakan teknik trianggulasi. Menurut Moleong (2011:178), trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu sendiri untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik trianggulasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah trianggulasi sumber data dan trianggulasi metode. Trianggulasi sumber data merupakan teknik untuk menggali beberapa sumber data yang berbeda dalam rangka untuk memperoleh data yang sama supaya tingkat kebenarannya teruji. Sementara itu, trianggulasi metode adalah pengambilan data yang sama dari suatu sumber dengan teknik yang berbeda. 3.7 Analisis Data Dalam penelitian ini digunakan proses interaktif sebagai teknik untuk menganalisa data. Data yang terkumpul lewat wawancara dibandingkan dengan data yang merupakan data hasil observasi pada dokumen. Selanjutnya, data dikaji dengan menggunakan ketiga komponen analisis, yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan atau verifikasi. Ketiga komponen tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

13 92 1) Reduksi data. Komponen ini merupakan tahap pertama dalam analisis. Data berupa teks yang telah terkumpul diseleksi, disederhanakan, dan diabstraksikan. 2) Sajian data. Komponen ini merupakan tahap kedua dalam analisis yaitu suatu rakitan organisasi informasi dan deskripsi yang lengkap sehingga memungkinkan dilakukan simpulan penelitian. 3) Simpulan. Komponen ini merupakan tahap ketiga, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan ketika data yang terkumpul sudah memadai. Bila data dianggap belum memadai peneliti akan kembali ke lapangan. 3.8 Penyajian Hasil Analisis Data Perpaduan metode formal dan informal dalam penyajian hasil analisis data dilakukan karena semua unsur bahasa memiliki kesempatan yang sama untuk digunakan. Selain itu, perpaduan kedua metode ini juga bertujuan agar seluruh paparan dalam penelitian ini dengan mudah dapat dipahami tanpa mengabaikan kaidah penulisan yang bersifat ilmiah dan akademis. Penggunaan istilah teknis merupakan penyajian informal untuk menjelaskan dan merumuskan permasalahan dalam penelitian. Metode formal diterapkan dalam penelitian ini bertujuan untuk menuangkan hasil analisis dengan menggunakan deskripsi yang bersifat naratif, tabel, bagan, dan juga singkatan.

14 BAB IV METAFORA KONSEPTUAL DALAM PERUMPAMAAN INJIL LUKAS 4.1 Pengantar Dalam bab ini kajian difokuskan pada identifikasi dan kategorisasi metafora konseptual dalam subkorpus TSu (Lakoff & Johnson 1980/2003, Lakoff 1993) yang terdapat dalam Injil Lukas. Metafora konseptual yang terdapat dalam Injil Lukas dikategorikan menjadi tiga jenis menurut Lakoff & Johnson (1980:12). Pembahasan dimulai dari kategori metafora konseptual, pemetaan konseptual, interpretasi makna serta signifikansi, dan koherensi metaforis perumpamaan yang sarat dengan realitas kehidupan. 4.2 Kategori Metafora Konseptual dalam Perumpamaan Injil Lukas Kategori metafora konseptual seperti yang telah dipaparkan dalan bab II diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (1) metafora orientasional; (2) metafora ontologis; dan (3) metafora struktural yang akan menjawab permasalahan nomor satu dari penelitian ini. Berikut adalah paparan dan analisis data berupa penggunaan ungkapan metaforis dalam TSu (pada tataran kalimat) untuk masingmasing kategori metafora konseptual tersebut. 93

15 Metafora Orientasional Metafora orientasional merupakan salah satu kategori metafora konseptual yang mengacu pada konsep spasial/ruang yang menjelaskan wilayah pengetahuan abstrak dengan aspek pengalaman manusia yang membumi terhadap ruang yang nyata. Misalnya, UP-DOWN, IN-OUT, FRONT- BACK, ON-OFF, DEEP-SHALLOW, CENTRAL-PERIPHERAL (Lakoff dan Johnson, 1980:14). Setelah dilakukan pengategorian terhadap data, ditemukan tiga jenis PK untuk kategori metafora orientasional, seperti yang dipaparkan pada tabel di bawah ini. Tabel 4.1 Metafora Orientasional No. Pemetaan Konseptual Data (PK) 1. DIE IS DOWN Look, for three years I have come seeking fruit on this fig tree and find none. Cut it down; why does it use up the ground? (Lukas 13:7) 2. BAD IS DOWN Salt is good; but if the salt has lost its flavor, how shall it be seasoned? (Lukas 14:34) 3. EXALT IS DOWN, HUMBLE IS UP a. The Pharisee stood and prayed thus with himself, God, I thank You that I am not like other men-extortioners, unjust, adulterers, or even as this tax collector. I fast twice a week; I give tithes of all that I possess (Lukas 18:11-12) b. And the tax collector, standing afar off, would not so much as raise his eyes to heaven, but beat his breast, saying, God be merciful to me a sinner! (Lukas 18:13)

16 95 (1) Metafora orientasional buah Metafora pada data (1) termasuk jenis metafora orientasional buah, karena kata fruit yang merupakan konsep metafisika merupakan kata yang sangat penting dalam konteks kalimat tersebut. Sementara itu, melalui verba cut sebagai RSu yang merupakan ungkapan metaforis menjadi pintu masuk untuk mengkaji data itu. Kajian difokuskan pada interpretasi makna dan signifikansi dari cerita (perumpamaan) yang diberi judul perikop (topik) oleh LAI Perumpamaan tentang Pohon Ara yang Tidak Berbuah. Simbol ataupun cerita (perumpamaan) dapat diinterpretasikan melalui beberapa cara yang berbeda, salah satu yang digunakan di dalam penelitian ini adalah Pemetaan Konseptual (PK) sebagaimana analisis di bawah ini. (1) Look, for three years I have come seeking fruit on this fig tree and find none. Cut it down; why does it use up the ground? (Lukas 13:7). Pada data (1), verba cut sebagai RSu yang secara bentuk adalah verba imperatif, merupakan entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang secara metafora konseptual melalui entitas konkret dapat lebih mudah dipahami. Dengan kata lain, entitas abstrak tersebut melalui PK dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa yang ideal. Pemetaan metafora konseptual verba cut dapat menghasilkan RSa, yaitu die (mati). Makna yang tercipta dari entitas abstrak yang membentuk sebagian sistem simbol dari Kekristenan, die sebagai RSa, merupakan konsep metafisika yang digunakan untuk mendefinisikan die (Neville, 2001). Konsep

17 96 cut yang dikonseptualisasikan menjadi die sebagai RSa dapat dipetakan melalui PK: DIE IS DOWN. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa, verba cut yang sesungguhnya mengandung makna harfiah ditebang, secara metafora konseptual dianalogikan sebagai die (mati). Lebih jauh, verba cut dalam konteks kalimat tersebut berfungsi sebagai RSu yang secara metaforis bermakna dihukum mati (sebagai RSa). Makna metafora tersebut merupakan perluasan makna harfiah karena melalui PK: DIE IS DOWN kematian dianalogikan dengan sesuatu yang turun secara vertikal. Koherensi metaforis pada ranah sumber dari metafora tersebut diambil dari bahasa sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan, yaitu pohon ara, merupakan tumbuhan asli di Asia kecil, Siria dan termasuk di Palestina. Pohon ara sering berbuah mendahului daunnya dan biasanya berbuah dua kali setahun (Hillyer, 1999: ). Dari teks tersebut tersirat bahwa sudah enam kali musim berbuah sejak pohon itu dilihat oleh pemiliknya, tetapi pohon itu tidak pernah berbuah. Hal inilah yang menunjuk pada perumpamaan yang terdapat dalam Lukas 13:7. Pada metafora DIE IS DOWN dapat dilihat bagaimana verba cut sebagai RSu yang bersifat abstrak digambarkan, karena dianalogikan dengan mati (DIE), sehingga maksud yang terkandung dalam metafora tersebut dapat dimengerti berdasarkan kesamaan ciri atau kesamaan karakteristik yang dimiliki oleh kematian (DOWN) sebagai ranah sasaran. Kesamaan ciri atau

18 97 karakteristik yang terdapat dalam kedua komponen makna tersebut menjadi dasar metafora, yaitu apabila dalam perumpamaan itu pohon ara yang tidak berbuah pasti ditebang, demikian pula manusia yang tidak menghasilkan buah-buah pertobatan pasti dihukum mati. Hubungan atau korespondensi antara ranah target dan ranah sumber yang ditunjukkan oleh adanya kesamaan sifat dapat dilihat dari data (1) di atas, yakni verba cut yang secara harfiah bermakna ditebang dapat dikonseptualisasikan bahwa pohon ara yang tidak berbuah memiliki ciri yang sama dengan suatu entitas, yakni manusia yang tidak bertobat, sehingga dapat mendukung konsep die yang bermakna mati. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa ungkapan pohon ara yang tidak berbuah disandingkan dengan manusia yang tidak bertobat karena adanya kesamaan sifat kedua ranah tersebut. (2) Metafora orientasional garam Metafora pada data (2) termasuk jenis metafora orientasional garam karena melalui klausa lost its flavor sebagai RSu, yang merupakan ungkapan metaforis, kalimat tersebut dapat dijelaskan. Fokus kajian dari data tersebut adalah interpretasi makna dan signifikansi dari cerita (perumpamaan) dijelaskan dengan menggunakan PK. (2) Salt is good; but if the salt has lost its flavor, how shall it be seasoned? (Lukas 14:34)

19 98 Klausa lost its flavor sebagai RSu dalam kalimat di atas merupakan entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang secara metafora konseptual melalui entitas konkret dapat lebih mudah dipahami. Dengan kata lain, entitas tersebut melalui PK dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa yang ideal. Makna yang tercipta dari entitas abstrak yang membentuk sebagian sistem simbol dari Kekristenan adalah lost the faith merupakan konsep metafisika atau transendental (Neville, 2001). Konsep lost its flavor yang dikonseptualisasikan menjadi lost the faith sebagai RSa dapat dipetakan melalui PK: BAD IS DOWN. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa lost its flavor yang sebenarnya merupakan garam yang tawar, secara metafora konseptual dianalogikan sebagai bad. Koherensi metaforis pada ranah sumber dari metafora tersebut diambil dari bahasa sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan. Orang Ibrani mempunyai persediaan garam yang melimpah di pantai Laut Mati dan di Bukit Garam (barat daya Laut Mati). Garam terbuat dari karang atau fosil, karena ketidakmurnian dan perubahan-perubahan kimiawi maka lapisan luarnya biasanya kurang sedap. Garam digunakan sebagai pengawet dan bumbu penyedap makanan. Apabila garam menjadi tawar pasti dibuang atau dapat dikatakan garam yang tidak bisa mengawetkan dan

20 99 menggarami makanan akan dibuang (Hillyer, 1999:327). Hal inilah yang menunjuk pada perumpamaan itu (Lukas15:34). Metafora BAD IS DOWN dapat dipahami bagaimana lost its flavor sebagai RSu yang bersifat abstrak digambarkan, agar lebih mudah dipahami karena dibandingkan dengan tidak memiliki iman (DOWN) sehingga dapat dipahami maksud yang terkandung dalam metafora tersebut. Dengan demikian akan dapat dimengerti apa yang dimaksud dengan garam yang tawar (BAD) berdasarkan kesamaan ciri yang dimiliki oleh tidak memiliki iman (DOWN) sebagai ranah sasaran. Kesamaan ciri atau karakteristik yang terdapat dalam kedua komponen makna tersebut menjadi dasar metafora, yakni dalam perumpamaan tersebut garam yang tawar (tidak asin) pasti tidak digunakan, demikian pula manusia yang tidak memiliki iman pasti dibuang. Korespondensi antara ranah target dan ranah sumber yang ditunjukkan oleh adanya kesamaan sifat dapat dilihat pada data (2) di atas, yakni ungkapan has lost its flavor yang secara harfiah bermakna tawar dapat dikonseptualisasikan bahwa garam yang tawar memiliki ciri yang sama dengan suatu entitas yang dikonseptualisasikan sebagai manusia yang tidak beriman sehingga dapat mendukung konsep bad. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa ungkapan garam yang tidak asin (tawar) disandingkan dengan manusia yang tidak beriman karena adanya kesamaan sifat atau kemiripan ciri kedua ranah tersebut. Korespondensi antara ranah target dan

21 100 ranah sumber dipetakan melalui PK: BAD IS DOWN. Formulasi bahwa bad is down dibangun dari apa yang dilakukan ketika garam yang tawar atau garam yang tidak asin lagi, tentu saja tidak dapat dipergunakan dan tidak ada lagi gunanya selain dibuang. (3) Metafora orientasional status sosial Metafora pada data (3) termasuk jenis metafora orientasional status sosial karena melalui verba stand sebagai RSu yang merupakan ungkapan metaforis dapat diinterpretasikan melalui PK seperti berikut. (3) a. The Pharisee stood and prayed thus with himself, God, I thank You that I am not like other men-extortioners, unjust, adulterers, or even as this tax collector. I fast twice a week; I give tithes of all that I possess. (Lukas 18:11-12) b. And the tax collector, standing afar off, would not so much as raise his eyes to heaven, but beat his breast, saying, God be merciful to me a sinner! (Lukas 18:13) Pada data (3a), verba stand sebagai RSu yang dari segi bentuk adalah verba informatif, merupakan entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang secara metafora konseptual melalui entitas konkret dapat lebih mudah dipahami. Entitas abstrak tersebut melalui PK dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa yang ideal. Pemetaan metafora konseptual verba stand dapat menghasilkan RSa, yaitu exalt (meninggikan diri sendiri). Makna yang tercipta dari entitas abstrak yang membentuk sebagian sistem simbol dari Kekristenan, yakni exalt sebagai RSa, merupakan konsep metafisika yang digunakan untuk mendefinisikan exalt (Neville, 2001).

22 101 Konsep stand yang dikonseptualisasikan menjadi exalt sebagai RSa dapat dipetakan melalui PK: EXALT IS DOWN. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa, verba stand yang sesungguhnya mengandung makna harfiah menengadah, secara metafora konseptual, dianalogikan sebagai exalt (meninggikan diri sendiri). Koherensi metaforis pada ranah sumber dari metafora itu diambil dari kehidupan sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan, yaitu kaum Farisi adalah kelompok orang Yahudi yang mempertahankan dan memegang kuat pengajaran tradisi pada waktu itu. Namun, di samping tendensi kerohanian yang kuat, mereka menjadi arogan dan menekankan formalitas yang berlebihan sampai mengabaikan ketentuan hukum moral yang lebih penting (Hillyer, 1999: ). Hal inilah yang menunjuk pada perumpamaan yang terdapat dalam Lukas 18: Pada metafora konseptual EXALT IS DOWN dapat dilihat bagaimana verba stand sebagai RSu yang bersifat abstrak digambarkan karena dianalogikan dengan meninggikan diri sendiri (EXALT). Berdasarkan kesamaan ciri yang dimiliki oleh EXALT, makna yang terkandung dalam metafora tersebut dapat dimengerti terhadap apa yang dimaksud dengan menengadah (EXALT), yakni berdasarkan kesamaan ciri yang dimiliki oleh orang Farisi yang meninggikan diri sendiri (EXALT) akan direndahkan (DOWN) sebagai ranah sasaran. Kesamaan ciri atau karakteristik yang terdapat dalam kedua

23 102 komponen makna tersebut menjadi dasar metafora, yakni orang Farisi yang meninggikan diri sendiri akan direndahkan. Korespondensi konseptual yang ditunjukkan karena hubungan kesamaan ciri antara ranah mental sumber dan target dapat dijelaskan melalui ungkapan stood yang secara harfiah bermakna menengadah disandingkan dengan exalt menjadi metafora. Dengan ungkapan stood dapat diinferensikan bahwa pewarta mengonseptualisasikan stood memiliki ciri yang mirip dengan exalt (memuji diri sendiri), dan dalam teks tersebut sangat jelas terlihat aspek memuji diri sendiri, yaitu melalui ungkapan aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai. Ungkapan-ungkapan tersebut sangat jelas merupakan ungkapan yang memuji diri-sendiri dan merendahkan orang lain (pemungut cukai). Pada data (3b), frasa adverbial standing afar off sebagai RSu, yang dari segi bentuk adalah frasa verbal, merupakan entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang secara metafora konseptual melalui entitas konkret dapat lebih mudah dipahami. Dengan kata lain, entitas abstrak tersebut melalui PK dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa yang ideal. Pemetaan metafora konseptual verba standing afar off dapat menghasilkan RSa, yaitu humble (merendahkan diri sendiri).

24 103 Makna yang tercipta dari entitas abstrak yang membentuk sebagian sistem simbol dari Kekristenan humble sebagai RSa merupakan konsep metafisika yang digunakan untuk mendefinisikan humble (Neville, 2001). Konsep standing afar off yang dikonseptualisasikan menjadi humble sebagai RSa dapat dipetakan melalui PK: HUMBLE IS UP. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa frasa adverbial standing afar off yang sebenarnya mengandung makna harfiah berdiri jauh-jauh, secara metafora konseptual dianalogikan sebagai humble (merendahkan diri sendiri). Koherensi metaforis pada ranah sumber dari metafora tersebut diambil dari kehidupan sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan, yaitu pemungut cukai (orang Yahudi), pengumpul cukai atau bea demi kepentingan penjajah Romawi karena pada waktu itu Israel dijajah bangsa Romawi atau dapat dikatakan orang Yahudi yang bekerja untuk penjajah. Tugas mereka mencakup pengumpulan persepuluhan dan bermacammacam pajak langsung. Mereka sejak awal cenderung memeras dan menyelewengkan pajak dan orang yang penuh dosa (bdk. pengakuan yang tersirat dari Zakheus, Lukas 19:8) (Hillyer, 1999: ). Hal inilah yang menunjuk pada perumpamaan yang terdapat dalam Lukas 18: Pada metafora konseptual HUMBLE IS UP dapat dilihat bagaimana frasa verbal standing afar off sebagai RSu yang bersifat abstrak digambarkan, dianalogikan dengan merendahkan diri sendiri (HUMBLE) sehingga

25 104 berdasarkan kesamaan ciri yang dimiliki oleh HUMBLE, makna yang terkandung dalam metafora tersebut dapat dimengerti terhadap apa yang dimaksud dengan berdiri jauh di belakang (HUMBLE) berdasarkan kesamaan ciri yang dimiliki oleh pemungut cukai yang merendahkan diri sendiri (DOWN) sebagai ranah sasaran. Kesamaan ciri atau karakteristik yang terdapat dalam kedua komponen makna tersebut menjadi dasar metafora, yakni pemungut cukai yang jauh berdiri di belakang yang bermakna merendahkan diri akan ditinggikan. Korespondensi konseptual yang ditunjukkan karena hubungan kesamaan ciri antara ranah mental sumber dan target dapat dijelaskan melalui ungkapan standing afar off yang secara harfiah bermakna berdiri jauh-jauh disandingkan dengan humble menjadi metafora. Dengan ungkapan standing afar off dapat diinferensikan bahwa pewarta mengonseptualisasikan standing afar off memiliki kesamaan ciri dengan humble (merendahkan diri sendiri), dan dalam teks tersebut sangat jelas terlihat aspek merendahkan diri sendiri, yaitu melalui ungkapan bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Ungkapan-ungkapan tersebut sangat jelas merupakan ungkapan yang merendahkan diri sendiri.

26 105 Dengan demikian, PK: EXALT IS DOWN, HUMBLE IS UP yang menjadi dasar mefaora, yaitu orang Farisi yang meninggikan dirinya sendiri akan direndahkan, sedangkan pemungut cukai yang merendahkan dirinya sendiri akan ditinggikan Metafora Ontologis Metafora ontologis lebih mewakili upaya untuk menjelaskan konsep dan pengetahuan yang abstrak dalam kehidupan manusia, seperti kejadiankejadian, aktivitas, emosi dan gagasan yang diwujudkan dalam kata-kata dan kalimat yang mengarah pada objek dan substansi fisik yang jelas dan nyata secara fisik. Metafora ontologis mengonseptualisasikan pikiran, pengalaman, dan proses atau hal yang abstrak lainnya ke sesuatu yang memiliki sifat fisik. Berikut adalah pemaparan PK dari beberapa jenis metafora ontologis yang terdapat dalam teks perumpamaan Injil Lukas. No Pemetaan Konseptual (PK) Tabel 4.2 Metafora Ontologis Data 4. A MAN IS TREE For a good tree does not bear bad fruit, nor does a bad tree bear good fruit. (Lukas 6:43) 5. TENET IS GARMENT No one puts a piece from a new garment on an old one; otherwise the new makes a tear, and also the piece that was taken out of the new does not match the old. (Lukas 5:36)

27 TENET IS WINE And no one puts new wine into old wineskins; or else the new wine will burst the wineskins and be spilled, and the wineskins will be ruined. (Lukas 5:37) 7. A MAN IS LAMB Go your way; behold, I send you as lambs among wolves (Lukas 10:3) 8. LIGHT IS EYE The lamp of the body is the eye. Therefore, when your eye is good, your whole body also is full of light. But when your eye is bad, your body also is full of darkness. (Lukas 11:34a) (4) Metafora ontologis pohon Metafora pada data (4) termasuk dalam kategori metafora ontologis pohon karena a tree pohon sebagai RSu yang merupakan ungkapan metaforis. Kajian utama yang difokuskan dari data tersebut di atas adalah bagaimana interpretasi dari makna dan signifikansi dari cerita (perumpamaan) yang diberi judul perikop oleh LAI Pohon dan Buahnya dapat dijelaskan. Dalam studi Alkitab, baik simbol maupun cerita (perumpamaan), dapat diinterpretasikan melalui beberapa cara yang berbeda, di dalam tulisan ini digunakan Pemetaan Konseptual (PK). (4) For a good tree does not bear bad fruit, nor does a bad tree bear good fruit. (Lukas 6:43) Pada data (4), nomina a tree sebagai RSu dilihat dari perspektif linguistik kognitif merupakan entitas abstrak yang secara metafora konseptual melalui entitas konkret dapat lebih mudah dipahami. Dengan kata lain, entitas tersebut melalui PK dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa yang ideal. Pemetaan metafora konseptual a tree dapat menghasilkan a man sebagai RSa.

28 107 Makna dari entitas abstrak yang membentuk sebagian sistem simbol dari Kekristenan yakni a man, sebagai RSa, merupakan konsep metafisika yang digunakan untuk mendefinisikan a man (Neville, 2001). Konsep a tree yang dikonseptualisasikan sebagai a man dipetakan melalui PK: A MAN IS TREE. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa a tree yang sebenarnya merupakan pohon, secara metafora konseptual dianalogikan sebagai a man (manusia). Ranah sumber dari metafora ini diambil dari bahasa sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan. Metafora A MAN IS TREE dapat dipahami bagaimana pohon (TREE) sebagai RSu yang bersifat abstrak digambarkan agar lebih mudah dipahami karena dibandingkan dengan manusia (MAN) sehingga dapat dipahami maksud yang terkandung dalam metafora tersebut. Dengan demikian, akan dapat dimengerti apa yang dimaksud dengan pohon (TREE) berdasarkan kesamaan ciri yang dimiliki oleh manusia (MAN) sebagai RSa. Kesamaan ciri atau karakteristik yang terdapat dalam kedua komponen makna tersebut menjadi dasar metafora, yaitu kalau dalam pohon ada buah yang baik/manis ataupun tidak baik, demikian pula sifat seseorang dengan perbuatan dan perkataan yang diucapkannya. Nomina fruit sebagai RSu yang juga merupakan entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif, secara metafora konseptual, dapat dipetakan sehingga menghasilkan makna sebagai RSa, yaitu treasure of man s heart,

29 108 yang merupakan konsep metafisika yang digunakan untuk mendefinisikan the fruit (Neville, 2001). Eksistensi dari a tree sebagai pohon dapat pula dikonstruksikan secara esensial dengan dua cara. Di satu sisi, sebagai pemikiran (thought) dan tindakan (action). Di sisi lain, pohon dapat berbuah baik maupun tidak baik (hal tersebut memiliki sense sebagai proses dan bahkan peristiwa atau hasil dari sebuah proses). Pertama, sebagai proses, a good tree does not bear bad fruit, nor does a bad tree bear good fruit (Lukas 6:43) yang secara metafora konseptual bermakna orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik, dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat (Lukas 6:45a). Dari proses ini terlihat bahwa terjadi analogi antara a tree sebagai RSu dengan a man sebagai RSa, demikian pula terjadi analogi antara a fruit sebagai RSu dengan treasure of man s heart sebagai RSa. Kedua, sebagai peristiwa atau dapat dikatakan sebagai hasil dari suatu proses, secara metafora konseptual ungkapan itu bermakna apa yang diucapkan manusia, meluap dari hatinya (Lukas 6:45b). (5) Metafora ontologis kain Metafora pada data (5) termasuk metafora ontologis kain karena a garment kain sebagai RSu yang merupakan ungkapan metaforis. Kajian difokuskan pada interpretasi makna dan signifikansi dari cerita (perumpamaan) tersebut.

30 109 (5) No one puts a piece from a new garment on an old one; otherwise the new makes a tear, and also the piece that was taken out of the new does not match the old. (Lukas 5:36) Nomina a garment sebagai RSu dalam kalimat tersebut merupakan kontainer abstrak dari perspektif linguistik kognitif terbukti dari adanya adverbia on pada frasa an old one yang secara metafora konseptual melalui entitas konkret dapat lebih mudah dipahami. Dengan kata lain, kontainer tersebut melalui PK dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa yang ideal. Pemetaan metafora konseptual a garment adalah tenet sebagai RSa. Makna yang tercipta dari kontainer/wadah abstrak yang membentuk sebagian sistem simbol dari Kekristenan adalah tenet sebagai RSa merupakan konsep metafisika yang digunakan untuk mendefinisikan apa tenet itu (Neville, 2001). Konsep a garment yang dikonseptualisasikan sebagai a tenet RSa dapat dipetakan melalui PK: TENET IS GARMENT. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa garment yang sebenarnya merupakan kain, secara metafora konseptual dianalogikan sebagai tenet (ajaran). Koherensi metaforis pada ranah sumber dari metafora itu diambil dari bahasa sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan. Metafora TENET IS GARMENT dapat dipahami bagaimana kain (GARMENT) sebagai RSu yang bersifat abstrak dibandingkan dengan ajaran (TENET) supaya dipahami maksud yang terkandung dalam metafora tersebut.

31 110 Eksistensi dari garment dapat pula dikonstruksikan secara esensial dengan dua cara. Pertama, sebagai pemikiran (thought) dan tindakan (action). Kedua, hal tersebut memiliki sense sebagai proses dan bahkan peristiwa atau hasil dari sebuah proses. Sebagai proses, no one puts a piece from a new garment on an old one; otherwise the new makes a tear, and also the piece that was taken out of the new does not match the old (Lukas 5:36) yang secara metafora konseptual bermakna tidak ada seorang pun mengoyakkan secarik kain dari baju yang baru dan menambalkannya pada baju yang lama, karena itu menambal lubang pada kain lama dengan memakai kain baru justru akan merusak dan mengoyakkan kain yang ditambal itu (Lukas 5:37). Dari proses ini terlihat bahwa terjadi analogi antara garment sebagai RSu dan tenet sebagai RSa atau analogi antara kain dan ajaran. Dalam konteks ini biasanya orang sulit menerima ajaran baru apabila mereka sudah meyakini ajaran lama sebagai paham yang menurut mereka benar. (6) Metafora ontologis anggur Metafora pada data (6) termasuk metafora ontologis anggur karena wine anggur sebagai RSu yang merupakan ungkapan metaforis. Kajian utama yang difokuskan dari data tersebut di atas adalah bagaimana interpretasi dari makna dan signifikansi dari cerita (perumpamaan) dapat dijelaskan. Anggur sebagai simbol dalam cerita (perumpamaan) dapat diinterpretasikan dengan Pemetaan Konseptual (PK) seperti analisis berikut.

32 111 (6) And no one puts new wine into old wineskins; or else the new wine will burst the wineskins and be spilled, and the wineskins will be ruined. (Lukas 5:37) Dalam kalimat tersebut di atas nomina wine sebagai (RSu) merupakan entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang secara metafora konseptual melalui entitas konkret dapat lebih mudah dipahami. Dengan kata lain, entitas tersebut melalui PK dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa yang ideal. Pemetaan metafora konseptual wine, yaitu tenet, sebagai RSa. Makna yang tercipta dari kontainer/wadah abstrak yang membentuk sebagian sistem simbol dari Kekristenan adalah tenet sebagai RSa merupakan konsep metafisika yang digunakan untuk mendefinisikan apa tenet itu (Neville, 2001). Konsep wine yang dikonseptualisasikan menjadi tenet dipetakan melalui PK: TENET IS WINE. Dengan lain kata, dapat dikatakan bahwa wine yang sebenarnya merupakan buah/minuman, secara metafora konseptual dianalogikan dengan tenet (ajaran). Koherensi metaforis pada RSa dari metafora tersebut diambil dari bahasa sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan, yaitu budi daya anggur biasa diusahakan di tanah Kanaan. Sesudah anggur masak dan diperas kemudian disimpan dalam kirbat (kantong kulit) baru yang kuat untuk difermentasikan. Metafora TENET IS WINE dapat dipahami bagaimana minuman (WINE) sebagai (RSu) yang bersifat kurang abstrak digambarkan. Dengan demikian,

33 112 ungkapan tersebut lebih mudah dipahami karena dibandingkan dengan ajaran (TENET) sehingga dipahami maksud yang terkandung dalam metafora tersebut. Frasa nominal wineskins sebagai RSu, yang juga merupakan kontainer abstrak dari perspektif linguistik kognitif, terbukti dari kalimat And no one puts new wine into old wineskins melalui metafora konseptual dapat dipetakan sehingga menghasilkan makna sebagai RSa yang membentuk sistem simbol yaitu frame of man s thought. Hal ini merupakan konsep metafisika yang digunakan untuk mendefinisikan wineskins. Eksistensi wine sebagai buah/minuman dapat pula dikonstruksikan secara esensial dengan dua cara. Di satu sisi, sebagai pemikiran (thought) dan tindakan (action). Di sisi lain, minuman yang sudah difermentasi dapat memicu kemabukan dan yang tidak difermentasi tidak memicu kemabukan. Hal tersebut memiliki sense sebagai proses dan bahkan peristiwa atau hasil dari sebuah proses. Pertama, sebagai proses, no one puts new wine into old wineskins; or else the new wine will burst the wineskins and be spilled, and the wineskins will be ruined (Lukas 5:37) yang secara metafora konseptual bermakna ajaran baru/injil harus diberikan pada orang yang memiliki kerangka pikir baru (Lukas 5:38). Dari proses ini terlihat bahwa terjadi analogi antara wine sebagai RSu dan tenet sebagai RSa, demikian pula terjadi analogi antara wineskins sebagai RSu dan frame of man s thought sebagai RSa. Kedua, sebagai peristiwa atau dapat dikatakan sebagai hasil dari suatu proses, secara metafora konseptual

34 113 bermakna bahwa kesamaan ciri atau karakteristik yang terdapat dalam kedua komponen makna tersebut menjadi dasar metafora. Perumpamaan ini menunjuk pada praktik menempatkan anggur baru ke dalam kantong kulit baru, dan ketidakmungkinan untuk melakukan hal itu. Demikian pula anggur yang menunjuk pada bekerjanya ajaran baru/injil, maka kantong yang pecah dapat menunjuk, baik pada ajaran konvensional maupun hati manusia yang membutuhkan penataan kembali, sesuai dengan tantangan zaman baru (Hillyer, 1999:51). Berdasarkan ulasan di atas, terlihat jelas seperti apa yang dikatakan oleh Kvecses (2006) bahwa kaitan antara ranah sumber dan ranah target merupakan hubungan yang berlaku antara ranah sumber yang dapat diberlakukan pada beberapa ranah target, demikian pula satu ranah target mungkin dapat diberlakukan pada beberapa ranah sumber. Hal ini ditunjukkan oleh ranah sumber ajaran selain sesuai diterapkan untuk ranah target garment melalui PK: TENET IS GARMENT, sesuai juga untuk ranah target wine melalui PK: TENET IS WINE. Hubungan yang berlaku antara ranah sumber yang dapat diberlakukan pada beberapa ranah target disebut ruang lingkup sumber. (7) Metafora ontologis domba Metafora pada data (7) termasuk metafora ontologis domba, lamb domba sebagai RSu yang merupakan ungkapan metaforis. Melalui lamb kajian difokuskan pada interpretasi makna dan signifikansi dari cerita (perumpamaan)

35 114 ini. Domba sebagai simbol dalam cerita (perumpamaan) dapat diinterpretasikan dengan Pemetaan Konseptual (PK). (7) Go your way; behold, I send you as lambs among wolves. (Lukas 10:3) Dalam kalimat tersebut di atas nomina lamb sebagai (RSu) merupakan entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang secara metafora konseptual melalui entitas konkret dapat lebih mudah dipahami. Dengan kata lain, entitas tersebut melalui PK dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa yang ideal. Pemetaan metafora konseptual lamb yaitu man sebagai RSa. Makna yang tercipta dari entitas abstrak yang membentuk sebagian sistem simbol man sebagai RSa merupakan konsep metafisika yang digunakan untuk mendefinisikan man (Neville, 2001). Konsep lamb yang dikonseptualisasikan menjadi man sebagai RSa dapat dipetakan melalui PK: A MAN IS LAMB. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa lamb yang sebenarnya merupakan domba, secara metafora konseptual dianalogikan sebagai man (manusia). Koherensi metaforis pada RSa dari metafora tersebut diambil dari bahasa sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan, yaitu jenis domba yang dikenal di Palestina bertubuh lebar dan penuh lemak. Domba digunakan untuk berbagai keperluan, misalnya untuk persembahan, termasuk makanan istimewa. Domba tidak merusak atau merugikan, tetapi

36 115 memiliki sifat penurut (Hillyer, 1999: ). Domba merupakan lambang hati yang suci atau tak bersalah (Matius 7:15). Pada metafora A MAN IS LAMB dapat dipahami tentang domba (LAMB) sebagai RSu yang bersifat kurang abstrak digambarkan. Dengan demikian, ungkapan tersebut lebih mudah dipahami karena dibandingkan dengan manusia (MAN) sehingga dipahami maksud yang terkandung dalam metafora tersebut. Nomina wolves sebagai RSu, yang juga merupakan entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif, melalui metafora konseptual dapat dipetakan sehingga menghasilkan makna sebagai RSa yang membentuk sistem simbol, yaitu seseorang yang menyalahgunakan wibawanya. Hal ini merupakan konsep metafisika yang digunakan untuk mendefinisikan wolves (Neville, 2001). Eksistensi wolves sebagai binatang dapat pula dikonstruksikan secara esensial dengan dua cara, yaitu sebagai pemikiran (thought) dan tindakan (action). Koherensi serigala mengacu pada serigala Asia Tenggara walaupun bentuknya agak lebih kecil, serigala Palestina serupa dengan serigala Eropa tengah dan Eropa Utara (Hillyer, 1999:386). Korespondensi konseptual antara ranah mental sumber dan target yang menunjukkan kesamaan kekuatan yang dimiliki wolves (serigala), dilihat dari RSa bermakna seseorang yang menyalahgunakan wibawanya, hanya dapat dilakukan oleh suatu entitas yang memiliki kekuatan lebih besar dibandingkan dengan lamb

37 116 (domba), yakni suatu ungkapan metaforis yang bermakna lemah dan penurut. Di samping itu, hubungan kesamaan sifat antara ranah sumber dan target dapat melatarbelakangi hubungan antara ranah sumber dan ranah target. Kata wolves (serigala) dianalogikan dengan man (manusia) yang berarti serigala yang hidupnya liar karena tidak dikandangkan, dibiarkan hidup di habitatnya. Konseptualisasi yang dilakukan pewarta dalam perumpamaan Injil Lukas dengan menggunakan ungkapan metaforis wolves dapat diinferensikan bahwa pewarta melakukan strategi asosiatif antara serigala dan manusia, sifat liar mengimplikasikan penyalahgunaan wewenang, sewenang-wenang, tidak mengindahkan aturan. Dari penjelasan di atas terlihat jelas seperti apa yang dikatakan oleh Kvecses (2006) bahwa kaitan antara ranah mental sumber dan ranah target merupakan hubungan yang berlaku antara ranah sumber yang dapat diberlakukan pada beberapa ranah target, demikian pula satu ranah target mungkin dapat diberlakukan pada beberapa ranah sumber. Hal ini ditunjukkan oleh ranah sumber manusia selain bisa diterapkan untuk ranah target tree melalui PK: A MAN IS TREE, sesuai juga untuk ranah target lamb melalui PK: A MAN IS LAMB. Hubungan yang berlaku antara ranah sumber yang dapat diberlakukan pada beberapa ranah target disebut ruang lingkup sumber.

In the beginning God created the heavens and the earth. Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. - Genesis 1:1.

In the beginning God created the heavens and the earth. Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. - Genesis 1:1. In the beginning God created the heavens and the earth. - Genesis 1:1 Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. - Kejadian 1:1 For God so loved the world that he gave his only Son, that whoever believes

Lebih terperinci

Level 1 Pelajaran 2. KESELAMATAN OLEH ANUGERAH Oleh Don Krow

Level 1 Pelajaran 2. KESELAMATAN OLEH ANUGERAH Oleh Don Krow Level 1 Pelajaran 2 KESELAMATAN OLEH ANUGERAH Oleh Don Krow Yesus seringkali menggunakan perumpamaan, kisah-kisah untuk menggambarkan kebenaran-kebenaran rohani. Lukas 9-14 di mulai dengan, Dan kepada

Lebih terperinci

BAB 27 Berdiam Diri dalam Pertemuan- Pertemuan Jemaat

BAB 27 Berdiam Diri dalam Pertemuan- Pertemuan Jemaat Dikutip dari buku: UCAPAN PAULUS YANG SULIT Oleh : Manfred T. Brauch Penerbit : Seminari Alkitab Asia Tenggara - Malang - 1997 Halaman 161-168 BAB 27 Berdiam Diri dalam Pertemuan- Pertemuan Jemaat Sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penulis Injil Yohanes memulai dan menutup pelayanan Yesus di muka umum (Yoh. 2-12) dengan kisah mengenai seorang perempuan: dimulai dengan kisah ibu Yesus dan

Lebih terperinci

Level 3 Pelajaran 6. RAJA DAN KERAJAAN-NYA Oleh Don Krow

Level 3 Pelajaran 6. RAJA DAN KERAJAAN-NYA Oleh Don Krow Level 3 Pelajaran 6 RAJA DAN KERAJAAN-NYA Oleh Don Krow Di Perjanjian Lama, apa yang membedakan bangsa Israel dari bangsa-bangsa lain adalah mereka merupakan sebuah teokrasi. Dengan kata lain, mereka diperintah

Lebih terperinci

Berkenalan dengan PB. DR Wenas Kalangit. Bina Teologia Jemaat GKI Kavling Polri 23 Oktober 2007 Jakarta

Berkenalan dengan PB. DR Wenas Kalangit. Bina Teologia Jemaat GKI Kavling Polri 23 Oktober 2007 Jakarta Berkenalan dengan PB DR Wenas Kalangit 23 Oktober 2007 Jakarta 1 Berkenalan dengan PB Pengantar Secara tradisional, studi biblika (Perjanjian Lama [PL] dan Perjanjian Baru [PB]) di sekolah-sekolah tinggi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu ini merupakan penelitian kualitatif dengan studi pustaka dan tidak terikat dengan tempat penelitian. ini dilakukan dari bulan Agustus 2015 sampai dengan bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penginjilan merupakan salah satu dimensi yang esensial dari misi Kristen. Gereja bertanggungjawab untuk mewartakan injil ke seluruh dunia, untuk memberitakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam Perjanjian Baru terdapat empat Kitab Injil Yang menuliskan tentang kehidupan Yesus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam Perjanjian Baru terdapat empat Kitab Injil Yang menuliskan tentang kehidupan Yesus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam Perjanjian Baru terdapat empat Kitab Injil Yang menuliskan tentang kehidupan Yesus Kristus, keempat injil ini adalah Injil Matius, Markus, Lukas dan

Lebih terperinci

Majelis Pusat Gereja Pantekosta di Indonesia

Majelis Pusat Gereja Pantekosta di Indonesia HERMENEUTIKA Dari KPP SAB Beji, 8-12 September 08 HERMENEUTIKA Oleh: Pdt. Drs. Yos Hartono, S.Th. A. Pendahuluan Salah satu pertanyaan penting dalam hermeneutika adalah mengapa kita perlu menafsirkan ayat-ayat

Lebih terperinci

METAFO PAMAAN INJIL JEMAHAN BAHASA

METAFO PAMAAN INJIL JEMAHAN BAHASA METAFO ORA KONSEPTUAL PADA PERUMP PAMAAN INJIL LUKAS: KAJIAN PENERJ JEMAHAN BAHASA A INGGRIS-BAHASA INDONESIA NI NYOMAN TRI SUKARSIH PROGRAM PASCASARJANAA UNIVERSI ITAS UDAYANA DENPASAR 2015 METAFO ORA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian penerjemahan yang bersifat deskriptif-kualitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian penerjemahan yang bersifat deskriptif-kualitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian penerjemahan yang bersifat deskriptif-kualitatif dengan studi kasus terpancang. Penelitian ini disebut penelitian kualitatif

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KHOTBAH EKSPOSITORI

KEDUDUKAN KHOTBAH EKSPOSITORI KOTBAH ALKITABIAH KEDUDUKAN KHOTBAH EKSPOSITORI KEDUDUKAN KHOTBAH EKSPOSITORI KHOTBAH EKSPOSITORY ADALAH Komunikasi atas sutu konsep Alkitabiah yang diperoleh & disampaikan melalui suatu studi historis,

Lebih terperinci

Kitab-kitab Injil dan Kisah Para Rasul (1) DR Wenas Kalangit

Kitab-kitab Injil dan Kisah Para Rasul (1) DR Wenas Kalangit Kitab-kitab Injil dan Kisah Para Rasul (1) DR Wenas Kalangit 6 November 2007 Jakarta 1 Kitab-kitab Injil dan Kisah Para Rasul (1) a. Kitab-kitab Injil Keempat kitab pertama dalam PB (Matius, Markus, Lukas,

Lebih terperinci

Berkenalan dengan Kitab Wahyu DR Wenas Kalangit

Berkenalan dengan Kitab Wahyu DR Wenas Kalangit Berkenalan dengan Kitab Wahyu DR Wenas Kalangit 19 Februari 2008 Jakarta 1 Berkenalan dengan Kitab Wahyu Sedikit tentang Sastra Apokaliptik Kitab terakhir dalam Alkitab bernama: Wahyu. Ini sebetulnya adalah

Lebih terperinci

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #23 oleh Chris McCann

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #23 oleh Chris McCann Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #23 oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pembahasan Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu. Malam ini adalah pembahasan #23 tentang Wahyu, pasal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bagian ini digambarkan bagan alur penelitian dalam bentuk diagram berikut

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bagian ini digambarkan bagan alur penelitian dalam bentuk diagram berikut A. Desaian Penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Pada bagian ini digambarkan bagan alur penelitian dalam bentuk diagram berikut Tuturan Komentator Indonesia Super League Musim 2013-2014 Pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia yang masih belum mempunyai kemampuan untuk. kehidupan sehari-hari baik secara lisan maupun tulisan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia yang masih belum mempunyai kemampuan untuk. kehidupan sehari-hari baik secara lisan maupun tulisan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar orang menggunakan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi dengan Negara lain di seluruh dunia. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengerti

Lebih terperinci

KEHIDUPAN KRISTUS, 1 DAVID L. ROPER

KEHIDUPAN KRISTUS, 1 DAVID L. ROPER KEHIDUPAN KRISTUS, 1 DAVID L. ROPER Kursus: Kehidupan Kristus, 1 Pengarang: David L. Roper Kursus ini dikembangkan dari serial Truth for Today berjudul The Life of Christ yang diterbitkan oleh Truth for

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mempertentangkan aspek-aspek dua bahasa yang berbeda untuk menemukan

BAB I PENDAHULUAN. dan mempertentangkan aspek-aspek dua bahasa yang berbeda untuk menemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan menerjemahkan bukanlah sesuatu yang baru bagi manusia karena sudah sejak lama manusia melaksanakannya. Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

Perumpamaan-Perumpamaan Yesus

Perumpamaan-Perumpamaan Yesus Perumpamaan-Perumpamaan Yesus Yesus adalah Guru Agung. Dia mengajar tidak hanya lewat kata-kata, melainkan juga sikap dan perbuatan; tidak hanya memberi teori tetapi juga praktek. Pengajaran Yesus lewat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Definisi penelitian kualitatif menurut Bogdan and Taylor adalah prosedur penelitian yang menghasilkan

Lebih terperinci

Gereja Memberitakan Firman

Gereja Memberitakan Firman Gereja Memberitakan Firman Gereja-gereja yang mengakui kewibawaan Firman Allah memberikan tempat terhormat dan utama kepadanya. Pendeta dalam gereja-gereja seperti ini dengan setia memberitakan Firman

Lebih terperinci

Keterangan Dasar Tentang Alkitab

Keterangan Dasar Tentang Alkitab Keterangan Dasar Tentang Alkitab Alkitab ditulis untuk segala macam manusia - muda dan tua, tidak terpelajar dan terpelajar, kaya dan miskin. Alkitab adalah pedoman rohani untuk mengajar orang bagaimana

Lebih terperinci

BAB 6 PENUTUP. Terjemahan yang baik memiliki tiga kriteria, yakni ketepatan, kejelasan, dan

BAB 6 PENUTUP. Terjemahan yang baik memiliki tiga kriteria, yakni ketepatan, kejelasan, dan 192 BAB 6 PENUTUP Terjemahan yang baik memiliki tiga kriteria, yakni ketepatan, kejelasan, dan kewajaran (Larson, 1989:53). Ketepatan berarti bahwa terjemahan harus menyampaikan pesan sesuai dengan yang

Lebih terperinci

Alkitab Sebagai Karya Sastra

Alkitab Sebagai Karya Sastra Alkitab Sebagai Karya Sastra Ketika saudara berbicara dengan seseorang, saudara ingin orang itu mengerti maksud saudara. Jadi saudara memilih cara pengungkapan yang akan memperjelas gagasan itu. Dengan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS TEKS BERITA SISWA KELAS VIII E SMP NEGERI 7 MUARO JAMBI TAHUN PELAJARAN 2017/2018 SKRIPSI OLEH HINDUN RRA1B114025

KEMAMPUAN MENULIS TEKS BERITA SISWA KELAS VIII E SMP NEGERI 7 MUARO JAMBI TAHUN PELAJARAN 2017/2018 SKRIPSI OLEH HINDUN RRA1B114025 KEMAMPUAN MENULIS TEKS BERITA SISWA KELAS VIII E SMP NEGERI 7 MUARO JAMBI TAHUN PELAJARAN 2017/2018 SKRIPSI OLEH HINDUN RRA1B114025 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI 2017/2018 KEMAMPUAN

Lebih terperinci

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #38 oleh Chris McCann

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #38 oleh Chris McCann Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #38 oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pembahasan Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu. Malam ini adalah pembahasan #38 tentang Wahyu, pasal

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!.

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!. 1 Ucapan Petrus dalam suatu dialog dengan Yesus ini mungkin

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sejak manusia pertama (Adam) jatuh ke dalam dosa, seperti dikisahkan pada kitab Kejadian dari Alkitab Perjanjian Lama, maka pintu gerbang dunia terbuka

Lebih terperinci

Yesus Memakai Metode-metode yang Baik

Yesus Memakai Metode-metode yang Baik Yesus Memakai Metode-metode yang Baik Menebang pohon kadang-kadang dapat merupakan pekerjaan yang berbahaya. Orang yang melakukannya telah diberi kuasa oleh mereka yang menggaji dia untuk melakukan pekerjaan

Lebih terperinci

Pembaptisan Air. Pengenalan

Pembaptisan Air. Pengenalan Pembaptisan Air Pengenalan Penting sekali bagi kita membaca Alkitab dan mempelajari apa yang Tuhan katakan kepada umatnya. Saya percaya kita perlu meneliti Kitab Suci secara menyeluruh untuk mengetahui

Lebih terperinci

Setiap Orang Membutuhkan Pengajaran

Setiap Orang Membutuhkan Pengajaran Setiap Orang Membutuhkan Pengajaran Pernahkah saudara melihat seekor induk burung yang mendesak anaknya keluar dari sarangnya? Induk burung itu memulai proses pengajaran yang akan berlangsung terus sampai

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas Maret Surakarta

Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas Maret Surakarta KAJIAN TERJEMAHAN KALIMAT YANG MEREPRESENTASIKAN TUTURAN PELANGGARAN MAKSIM PADA SUBTITLE FILM THE QUEEN (KAJIAN TERJEMAHAN DENGAN PENDEKATAN PRAGMATIK) Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Kelas/Semester Materi Pokok Alokasi Waktu : SMP Negeri 2 Ngemplak : Bahasa Inggris : VII/I : Teks Interpersonal Meminta maaf : 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-ku. 1

BAB I PENDAHULUAN. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-ku. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Jangan ada padamu allah lain di hadapan-ku. 1 Hukum pertama dari Dasa Titah di atas seolah mengikat bangsa Israel ke dalam sebuah perjanjian dengan Yahweh.

Lebih terperinci

I M A N Bagian ke-1. Bahkan, ketika Yesus menderita kesakitan di atas kayu salib, para pencemooh-nya masih terus menuntut tanda.

I M A N Bagian ke-1. Bahkan, ketika Yesus menderita kesakitan di atas kayu salib, para pencemooh-nya masih terus menuntut tanda. I M A N Bagian ke-1 Pengantar Tuhan telah memilih untuk menjadikan iman sebagai salah satu batu pondasi hubungan kita dengan Dia. Tetapi seberapa banyak kita benar-benar mengerti tentang iman? Dari manakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam menggunakan bahasa saat berkomunikasi baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Di dalam berbahasa,

Lebih terperinci

KARENA AKU TELAH MEMPERTUNANGKAN KAMU (2 KORINTUS 11 : 2) - Warta Jemaat, 23 September

KARENA AKU TELAH MEMPERTUNANGKAN KAMU (2 KORINTUS 11 : 2) - Warta Jemaat, 23 September KARENA AKU TELAH MEMPERTUNANGKAN KAMU (2 KORINTUS 11 : 2) - Warta Jemaat, 23 September Karena aku telah mempertunangkan kamu (2 Korintus 11 : 2) Shalom Mungkin kita pernah mendengar suatu nyanyian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup panjang yang disebut Injil. Karangan-karangan yang panjang itu bercerita tentang seorang

BAB I PENDAHULUAN. cukup panjang yang disebut Injil. Karangan-karangan yang panjang itu bercerita tentang seorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Teks Membuka Kitab Suci Perjanjian Baru, kita akan berjumpa dengan empat karangan yang cukup panjang yang disebut Injil. Karangan-karangan yang panjang itu bercerita

Lebih terperinci

Yesus yang Asli. oleh Kermit Zarley

Yesus yang Asli. oleh Kermit Zarley Yesus yang Asli oleh Kermit Zarley Yesus dari Nazaret adalah manusia yang paling terkenal yang pernah hidup di muka bumi ini. Namun siapakah dia? Untuk mengenal dia, kita perlu mengarahkan perhatian kepada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilakukan di Universitas Negeri Yogyakarta.

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilakukan di Universitas Negeri Yogyakarta. 27 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Universitas Negeri Yogyakarta. Peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana gaya hidup shopaholic mahasiswa Universitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. atau dengan menggunakan alat kuantifikasi yang lain, melainkan melakukan

METODE PENELITIAN. atau dengan menggunakan alat kuantifikasi yang lain, melainkan melakukan III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian jenis ini dimaksudkan sebagai suatu cara yang tidak menggunakan prosedur statistik atau dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini rancangan yang digunakan adalah Metodologi

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini rancangan yang digunakan adalah Metodologi 45 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini rancangan yang digunakan adalah Metodologi dengan pendekatan kualitatif, yang memiliki karakteristik alami (natural setting) sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian dapat dikatakan sebagai suatu cara yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah. Metodologi penelitian adalah suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme seperti yang diungkapkan oleh Suparno : pertama, konstruktivisme radikal; kedua, realisme hipotesis; ketiga, konstruktivisme

Lebih terperinci

PERTENTANGAN ANTARA PAULUS DAN YAKOBUS

PERTENTANGAN ANTARA PAULUS DAN YAKOBUS PERTENTANGAN ANTARA PAULUS DAN YAKOBUS (Eksposisi Yakobus 2:14-26) Pdt. Budi Asali, M.Div. I) Pertentangan antara Yakobus dengan Paulus. Kalau kita sudah pernah membaca surat-surat Paulus, maka kita akan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian tentang Konstruksi Sosial Masyarakat terhadap Sungai ( Studi Fenomenologi mengenai Konstruksi Sosial Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pada bulan Juli 2010 Indonesia kembali dilanda bencana alam. Beberapa tempat di Indonesia yang dilanda gempa diantaranya Palangkaraya, Labuhan Batu, dan kota

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang 59 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk membuat deskripsi tentang suatu fenomena atau deskripsi sejumlah

Lebih terperinci

waktu menemukan Dia mereka berkata: Semua orang mencari Engkau. 38

waktu menemukan Dia mereka berkata: Semua orang mencari Engkau. 38 43. Yesus Mengajar di Galilea untuk Pertama Kali 60,80 Markus 1:35-39, Matius 4:23-25, Lukas 4:42-44 35 Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel Jumlah Pembelajar Bahasa Jepang (2012) Sumber: Japan Foundation (2012)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel Jumlah Pembelajar Bahasa Jepang (2012) Sumber: Japan Foundation (2012) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Jepang merupakan bahasa nasional yang digunakan secara resmi di negara Jepang oleh kurang lebih 125 juta penutur. (Parkvall, 2010) Bahasa Jepang juga merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan pendekatan penelitian analisis-kualitatif yaitu penelitian yang temuantemuannya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan pendekatan penelitian analisis-kualitatif yaitu penelitian yang temuantemuannya 66 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan penelitian analisis-kualitatif yaitu penelitian yang temuantemuannya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus. Penggunaan pendekatan kualitatif ini bertujuan agar dapat memaparkan secara menyeluruh

Lebih terperinci

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #27 oleh Chris McCann

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #27 oleh Chris McCann Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #27 oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pembahasan Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu. Malam ini adalah pembahasan #27 tentang Wahyu, pasal

Lebih terperinci

Suami & Istri Nikmati-lah Hubungan Anda

Suami & Istri Nikmati-lah Hubungan Anda Suami & Istri Nikmati-lah Hubungan Anda Eph 5:22-27 22 Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, 23 karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah

Lebih terperinci

Dan di dalam mulut mereka tidak terdapat dusta; mereka tidak bercela.

Dan di dalam mulut mereka tidak terdapat dusta; mereka tidak bercela. Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #5 oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pembahasan Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu. Malam ini adalah pembahasan #5 tentang Wahyu, pasal

Lebih terperinci

Tahun C - HARI MINGGU BIASA XXX LITURGI SABDA. Bacaan Pertama Sir 35: 12-14, Doa orang miskin menembusi awan

Tahun C - HARI MINGGU BIASA XXX LITURGI SABDA. Bacaan Pertama Sir 35: 12-14, Doa orang miskin menembusi awan 1 Tahun C - HAR MNGG BASA XXX LTRG SABDA Bacaan Pertama Sir 35: 12-14, 16-18 Doa orang miskin menembusi awan Bacaan diambil dari Kitab Putra Sirakh: Tuhan adalah Hakim, yang tidak memihak. a tidak memihak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang berjudul Kajian Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Karya Diyana Millah Islami dan Relevansinya sebagai Materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengusung permasalahan keilmuan. Materi yang dituangkan dalam tulisan ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. mengusung permasalahan keilmuan. Materi yang dituangkan dalam tulisan ilmiah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya ilmiah adalah karangan yang berisi gagasan ilmiah yang disajikan secara ilmiah serta menggunakan bentuk dan bahasa ilmiah. Karya tulis ilmiah mengusung permasalahan

Lebih terperinci

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu?

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu? Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan 21-23 Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu? Orang-orang yang percaya kepada Kristus terpecah-belah menjadi ratusan gereja. Merek agama Kristen sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan tempat di mana penelitian akan dilakukan yaitu di Kelompok Bermain Bunga Nusantara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN Metodologi penelitian adalah cara-cara yang mengatur prosedur penelitian ilmiah pada umumnya, sekaligus pelaksanaannya terhadap masingmasing ilmu secara khusus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ini desainnya termasuk jenis penelitian kualitatif dengan

BAB III METODE PENELITIAN. ini desainnya termasuk jenis penelitian kualitatif dengan 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Penelitian ini desainnya termasuk jenis penelitian kualitatif dengan melakukan penelitian terhadap loyalitas distributor terhadap perusahaan Multi Level

Lebih terperinci

Yesus Adalah Juru Selamat Manusia. pertanyaan : Mengapa manusia perlu seorang juru selamat? Apa artinya

Yesus Adalah Juru Selamat Manusia. pertanyaan : Mengapa manusia perlu seorang juru selamat? Apa artinya Pelajaran Kedua Yesus Adalah Juru Selamat Manusia Apabila kita bicara tentang Juru Selamat, mungkin sementara orang mengajukan pertanyaan : Mengapa manusia perlu seorang juru selamat? Apa artinya diselamatkan?

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 10 Paguyaman dan dilaksanakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 10 Paguyaman dan dilaksanakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 10 Paguyaman dan dilaksanakan pada semester genap, tahun pelajaran 2013, dalam waktu 6 bulan, yakni bulan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penulis Markus mengawali tulisannya dengan kalimat inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah (Mrk 1:1). Kalimat ini memunculkan kesan bahwa

Lebih terperinci

MARILAH KITA PELAJARI RENCANA KESELAMATAN MENURUT ALKITAB BANGUNLAH, BERILAH DIRIMU DIBAPTIS (2)

MARILAH KITA PELAJARI RENCANA KESELAMATAN MENURUT ALKITAB BANGUNLAH, BERILAH DIRIMU DIBAPTIS (2) MARILAH KITA PELAJARI RENCANA KESELAMATAN MENURUT ALKITAB BANGUNLAH, BERILAH DIRIMU DIBAPTIS (2) Kursi berkaki tiga bisa digunakan. Bayangkanlah kursi berkaki tiga dalam pikiran Anda. Lalu, bayangkanlah

Lebih terperinci

HIDUP DALAM KEKUDUSAN 1 Petrus 1:14-19 Herman Yeremia

HIDUP DALAM KEKUDUSAN 1 Petrus 1:14-19 Herman Yeremia HIDUP DALAM KEKUDUSAN 1 Petrus 1:14-19 Herman Yeremia Tujuan: Jemaat memahami bahwa Allah menghendaki umat-nya hidup dalam kekudusan Jemaat bertekad untuk hidup dalam kekudusan Jemaat menerapkan kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. dalam keluarga dengan orang tua beda agama dapat dipahami lebih baik.

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. dalam keluarga dengan orang tua beda agama dapat dipahami lebih baik. BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Dalam bab IV ini akan dipaparkan suatu refleksi teologis tentang PAK dalam keluarga dengan orang tua beda agama. Refleksi teologis ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu PAK keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Paham Dosa Kekristenan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Paham Dosa Kekristenan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1.1 Paham Dosa Kekristenan Dosa merupakan fenomena aktual dari masa ke masa yang seolah tidak punya jalan keluar yang pasti. Manusia mengakui keberdosaannya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Astri Rahmayanti, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Astri Rahmayanti, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap hari media massa dapat memberikan aneka sajian yang dapat dinikmati para pembaca setianya. Dalam satu edisi para pembaca mendapatkan berbagai informasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. Adapun

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. Adapun BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat Penelitian dan waktu Penelitian. Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. Adapun alasan peneliti mengambil Lokasi Penelitian pada Kecamatan Sumbul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa yang terdapat dalam karya sastra memiliki keunikan tersendiri. Begitu pun penggunaan bahasa dalam novel angkatan Balai Pustaka. Penulis novel angkatan

Lebih terperinci

Dalam pelajaran ini saudara akan mempelajari... Nama-namanya Peraturannya Tugasnya Masa depannya

Dalam pelajaran ini saudara akan mempelajari... Nama-namanya Peraturannya Tugasnya Masa depannya Gereja Ada gedung-gedung dan katedral indah, pos penginjilan dan bangunan sederhana yang memakai nama "Gereja". Bangunan-bangunan itu mempunyai menara, salib, dan lonceng yang mempunyai caranya sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Untuk menarik perhatian pembaca, judul-judul berita pada surat kabar, tabloid, atau majalah sering dinyatakan

Lebih terperinci

Penulis : Yohanes Tema : Yesus, Putra Allah. Tanggal Penulisan: M Latar Belakang

Penulis : Yohanes Tema : Yesus, Putra Allah. Tanggal Penulisan: M Latar Belakang SUPLEMEN MATERI KHOTBAH PELKAT 10 11 MARET 2017 Penulis : Yohanes Tema : Yesus, Putra Allah Tanggal Penulisan: 80-95 M Latar Belakang YOHANES 4 : 27 54 Injil Yohanes adalah unik di antara keempat Injil.

Lebih terperinci

Buku buku Perjanjian Baru

Buku buku Perjanjian Baru Buku buku Perjanjian Baru Pada saat Perjanjian Baru mulai dituliskan, gambaran Perjanjian Lama sudah banyak berubah. Zaman para nabi sudah berlalu dan banyak orang bersikap acuh tak acuh terhadap hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku cerita bilingual Kumpulan Cerita Anak Kreatif - Tales for Creative

BAB I PENDAHULUAN. Buku cerita bilingual Kumpulan Cerita Anak Kreatif - Tales for Creative BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buku cerita bilingual Kumpulan Cerita Anak Kreatif - Tales for Creative Children merupakan buku cerita bilingual yang menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Indonesia

Lebih terperinci

M1 (Menerima) Bacalah Injil Yohanes 11: 1-44 dengan hati yang haus sambil berdoa.

M1 (Menerima) Bacalah Injil Yohanes 11: 1-44 dengan hati yang haus sambil berdoa. MENJALANI HIDUP SEPERTI KRISTUS Kita telah mempraktekkan gaya hidup Kristus selama dua minggu berturut-turut. Kita percaya bahwa dengan mempraktekkan apa yang telah kita pelajari akan menjadikan kita menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. frame dalam suatu garis pemikiran yang tidak bias. Ada beberapa jenis penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. frame dalam suatu garis pemikiran yang tidak bias. Ada beberapa jenis penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1. Bentuk Penelitian Dalam suatu penelitian ilmiah, metode penelitian diperlukan sebagai frame dalam suatu garis pemikiran yang tidak bias. Ada beberapa jenis penelitian

Lebih terperinci

MARILAH KITA PELAJARI RENCANA KESELAMATAN MENURUT ALKITAB PENGUASA. penguasa/otoritas dalam agama. Kita bahkan tidak bisa setuju tentang ejaan untuk

MARILAH KITA PELAJARI RENCANA KESELAMATAN MENURUT ALKITAB PENGUASA. penguasa/otoritas dalam agama. Kita bahkan tidak bisa setuju tentang ejaan untuk MARILAH KITA PELAJARI RENCANA KESELAMATAN MENURUT ALKITAB PENGUASA Untuk mengerti nas Alkitab, kita harus sepakat dahulu tentang penguasa/otoritas dalam agama. Kita bahkan tidak bisa setuju tentang ejaan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian berikut Menurut Semiawan (2010:1), pengertian metodologi adalah sebagai kata metode dan metodologi sering dicampur adukkan dan disamakan. Padahal keduanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Menurut Sugiyono (2012:2) Metodologi merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam suatu penelitian, metode digunakan

Lebih terperinci

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22,

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2014 KEMENSESNEG. Penerjemah. Fungsional. Standar Kompetensi. PERATURAN MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR KOMPETENSI

Lebih terperinci

BACA-GALI ALKITAB: PB & PL (APA YANG SAYA PELAJARI) 7 Juli 2015, YLSA Victor Christianto

BACA-GALI ALKITAB: PB & PL (APA YANG SAYA PELAJARI) 7 Juli 2015, YLSA Victor Christianto BACA-GALI ALKITAB: PB & PL (APA YANG SAYA PELAJARI) 7 Juli 2015, YLSA Victor Christianto Tujuan Presentasi Untuk memahami problem Sinoptik dalam Injil. Untuk mengenali beberapa kitab dalam Perjanjian Lama

Lebih terperinci

From Everything to Nothing (Filipi 2:5-11) Casthelia Kartika

From Everything to Nothing (Filipi 2:5-11) Casthelia Kartika Naskah Khotbah From Everything to Nothing (Filipi 2:5-11) Casthelia Kartika Pendahuluan Dalam hidup ini kebanyakan orang akan hidup dengan prinsip ekonomi yang secara umum telah diterima sebagai teori:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Berdasarkan judul penelitian ini, maka penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 9 Surakarta, berada di Jalan Tarumanegara, Banyuanyar, Banjarsari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang lebih menekankan

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang lebih menekankan 18 BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang lebih menekankan siswa untuk belajar berbahasa. Kaitannya dengan fungsi bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengungkapkan ide atau gagasan juga untuk sekedar menginformasikan apa yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengungkapkan ide atau gagasan juga untuk sekedar menginformasikan apa yang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu berinteraksi dengan sesama. Baik untuk mengungkapkan ide atau gagasan juga untuk sekedar menginformasikan apa yang ada

Lebih terperinci

UKDW. BAB I Pendahuluan

UKDW. BAB I Pendahuluan BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Hidup yang penuh berkelimpahan merupakan kerinduan, cita-cita, sekaligus pula harapan bagi banyak orang. Berkelimpahan seringkali diartikan atau setidaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh setiap individu dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa adalah sarana atau media yang digunakan manusia

Lebih terperinci

RESENSI BUKU Jesus Behaving Badly: The Puzzling Paradoxes of the Man from Galilee

RESENSI BUKU Jesus Behaving Badly: The Puzzling Paradoxes of the Man from Galilee RESENSI BUKU Judul : Jesus Behaving Badly: The Puzzling Paradoxes of the Man from Galilee Penulis : Mark L. Strauss Penerbit : Inter-Varsity Tahun : 2015 Halaman : 221 halaman Sekitar tahun 1990-an muncul

Lebih terperinci

PROGRAM PELAYANAN KRISTEN. Memahami Alkitab CATATAN SISWA UNIT I. No... Tanggal Kirim. Tulislah dengan huruf cetak yang jelas! Nama Saudara. Alamat.

PROGRAM PELAYANAN KRISTEN. Memahami Alkitab CATATAN SISWA UNIT I. No... Tanggal Kirim. Tulislah dengan huruf cetak yang jelas! Nama Saudara. Alamat. PROGRAM PELAYANAN KRISTEN Memahami Alkitab CATATAN SISWA UNIT I No................. Tanggal Kirim. Tulislah dengan huruf cetak yang jelas! Nama Saudara. Alamat. Kota....................... Propinsi...

Lebih terperinci

Datanglah kepada Allah dalam Cara yang Tepat Bila Saudara Berdoa

Datanglah kepada Allah dalam Cara yang Tepat Bila Saudara Berdoa Datanglah kepada Allah dalam Cara yang Tepat Bila Saudara Berdoa III Apakah cara yang tepat itu? II Dengan sikap yang bagaimana? II Di mana? II Dengan sikap badan yang bagaimana? II Dengan pola apa? Pelajaran

Lebih terperinci