Heri Wibowo 1, Tuti Sugiyarti 2, Setiari Marwanto 1, Fahmuddin Agus 1
|
|
- Suharto Doddy Santoso
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 20 EMISI GAS CO 2 PADA LAHAN GAMBUT YANG DIBUKA UNTUK LAHAN BUDIDAYA: STUDI KASUS DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT CO 2 EMISSION FROM AGRICULTURAL PEATLAND: A CASE STUDY IN WEST KALIMANTAN Heri Wibowo 1, Tuti Sugiyarti 2, Setiari Marwanto 1, Fahmuddin Agus 1 1 Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No.12, Cimanggu, Bogor Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat, Jl. Budi Utono No. 45, Siantan, Pontianak Abstrak Isu lingkungan terkait emisi gas CO 2 sering menjadi kendala dalam tata kelola lahan gambut di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tingkat emisi gas CO 2 dari gambut yang masih berupa belukar dibandingkan dengan gambut yang dibuka untuk budidaya pertanian (nenas). Lokasi penelitian berada di Provinsi Kalimantan Barat. Lahan gambut belukar terdapat di lokasi yang dekat dengan gambut budidaya pertanian. Pengamatan dilakukan sebanyak dua kali sebulan mulai bulan Februari hingga Juli 2014 dengan total 11 pengamatan (n=11). Laju emisi gas CO 2 gambut diukur menggunakan IRGA (Infra Red Gas Analyzer) Li- COR 802, yang dilakukan bersamaan dengan pengukuran suhu tanah, suhu udara, suhu chamber dan kedalaman muka air tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat emisi gas CO 2 lahan gambut belukar (50,33 ± 23,09 ton ha -1 tahun -1 ) sedangkan lahan gambut pertanian budidaya nenas sebesar (47,01 ± 32,18 ton ha -1 tahun -1 ) dan tidak berbeda nyata pada galat 5%. Hubungan antara kedalaman muka air tanah dengan emisi gas CO 2 menunjukkan korelasi yang nyata pada taraf 1% korelasi Pearson. Faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat emisi gas CO 2 lahan gambut adalah pengelolaan lahan dan kedalaman muka air tanah. Hasil ini menunjukkan bahwa lahan gambut yang dibuka untuk budidaya nenas memiliki tingkat emisi CO 2 yang lebih rendah dibandingkan dengan lahan belukar gambut. Pengelolaan lahan gambut dengan budidaya pertanian (nenas) disarankan untuk menekan laju emisi CO 2 dari lahan gambut. Kata kunci: Gambut, emisi, gas CO 2, gambut budidaya, gambut belukar Abstract Environmental issue concern to the CO 2 emission sometime has been a problem in peatland management in Indonesia. This research aims to study the level of CO 2 emissions from peatland under shruband pineapple (anenas comosus). The study was conducted in West Kalimantan. The peatland site under shrub location was close (less than 1 km distance) to peat cultivated with pineapple (anenas comosus). Observations were 273
2 Heri Wibowo et al. made twice a month from February to July 2014 with total measurement eleven times (n=11). CO 2 flux were measured using Infra red Gas Analyzer (IRGA) Li-COR 802. Some parameters included soil temperature, air temperature, chamber temperature and depth of water table were also measured. The results showed that the level of peatshrub CO 2 fluxs (50.33 ± tons ha -1 year -1 ) while the pineapple cultivation of peatlands for agriculture (47.01 ± tons ha -1 year -1 ) and not significantly different at (p<0.005). The correlation between the water table depth with CO 2 flux were significant at 1% level of Pearson correlation. In this study, peat management and water table depth were most influenced CO2 emissions. These results indicated that CO2 emission on the peatland under pineapple (anenas comosus) was relatively lower compared to peatland under shrub (non cultivated). Therefore, the cultivation of pineapple (anenas comosus) could be an option to cultivate peatland. PENDAHULUAN Gambut merupakan hasil pelapukan bahan organik seperti dedaunan, ranting kayu dan semak dalam keadaan jenuh air dan dalam jangka waktu yang sangat lama (ribuan tahun). Di alam, gambut sering bercampur dengan tanah liat. Adapun untuk disebut sebagai tanah gambut harus memenuhi beberapa syarat (Soil Survey Staff, 1996), yaitu apabila dalam keadaan jenuh air mempunyai kandungan C-organik minimal 18% jika kandungan liatnya 60%. Atau mempunyai kandungan C-organik 12% jika tidak mempunyai liat (0%) atau mempunyai kandungan C-organik lebih dari 12% + % liat x 0,1 jika kandungan liatnya antara 0-60%. Apabila dalam kondisi tidak jenuh air, kandungan C-organik minimal 20%. Secara alami gambut akan berada di lapisan atas, dan di bawahnya terdapat tanah aluvial dengan kedalaman yang bervariasi. Lahan dengan lapisan gambut dengan ketebalan di bawah 50 cm disebut lahan atau tanah bergambut, sedangkan lahan dengan ketebalan lapisan gambut lebih dari 50 cm disebut dengan lahan gambut. Berdasarkan kedalamannya, lahan gambut dibagi menjadi empat tipe, yaitu lahan gambut dangkal dengan kedalaman cm, lahan gambut sedang dengan kedalaman cm, lahan gambut dalam dengan kedalaman cm, serta lahan gambut sangat dalam dengan kedalaman lebih dari 300 cm. Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan atas gambut eutrofik yang subur, mesotrofik yang agak subur dan oligotrofik yang tidak subur.gambut di Indonesia sebagian besar tergolong gambut mesotrofik dan oligotrofik (Radjagukguk et al., 1997). Degradasi lahan gambut bisa terjadi bila pengelolaan lahan tidak dilakukan dengan baik, sehingga laju dekomposisi terlalu besar dan atau terjadi kebakaran lahan yang menyebabkan emisi gas rumah kaca (GRK) besar. Meniadakan emisi GRK dalam 274
3 Emisi Gas CO2 pada Lahan Gambut yang Dibuka untuk Lahan Budidaya pemanfaatan lahan gambut adalah mustahil, karena proses dekomposisi adalah proses alamiah yang juga diperlukan dalam penyediaan hara bagi tanaman (Subiksa et al., 2011). Salah satu fungsi ekologi lahan gambut adalah sebagai simpanan karbon, dimana total karbon lahan gambut di Indonesia sekitar 44,5 GT (Rieley, 2008). Konversi hutan rawa gambut merupakan sumber emisi gas CO 2 (Hooijer, 2006 dalam Verwer, 2008). Menurut Pirkko et al.(1990), kontribusi gas CO 2 terhadap efek rumah kaca sebesar 48%, kemudian diikuti kontribsi ozon sebesar 26%, metan 8%, NO 2 6%, serta gas lainnya sebesar 2%. Sedangkan menurut IPPC(2001), kontribusi gas CO 2 terhadap pemanasan global sebesar 60%. Sejak tahun 1980, konsentrasi CO 2 di atmosfir meningkat sekitar 0,4 % setiap tahun, sekarang konsentrasi CO 2 di atmosfir diperkirakan sebesar 367 ppm. Dariah et al., (2011), menyatakan bahwa emisi dari deforestasi dan penggunaan lahan gambut diperkirakan menyumbang >50% total emisi di Indonesia Ada beberapa hal yang berpengaruh terhadap emisi gas rumah kaca diantaranya adalah proses dekomposisi gambut sendiri, pada prinsipnya, faktor yang berpengaruh terhadap laju emisi GRK identik dengan faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme dekomposer bahan organik (Dariah et al., 2011). Faktor pendorong terjadinya emisi gas rumah kaca yang berlebihan di lahan gambut antara lain adalah kebakaran lahan, pembuatan saluran drainase dan pengelolaan lahan (Subiksa et al., 2011). Faktor lain seperti suhu, kedalaman muka air tanah dan jarak dari drainase bisa sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat lain terhadap laju emisi gas CO 2. Menurut Agus et al. (2010), suhu bukan merupakan faktor dominan yang berpengaruh terhadap laju emisi, karena perbedaan suhu antar titik pengukuran di lapangan tidak terlalu nyata. Hal ini umum terjadi di daerah tropika, dimana kisaran suhu maksimum dan minimum tidak terlalu lebar. Hasil penelitian Moore et al., (1993) di laboratorium dengan menggunakan kolom menunjukkan bahwa pada kedalaman muka air tanah 0, 10, 20, 40 dan 60 cm, emisi CO 2 berkorelasi positif dengan kedalaman muka air tanah. Semakin dalam muka air tanah emisi CO 2 makin tinggi, sedangkan untuk methan berlaku sebaliknya. Hasil penelitian Agus et al., (2010) di Kalimantan Tengah juga menunjukkan bahwa tinggi muka air tanah merupakan faktor dominan yang berpengaruh terhadap emisi CO 2 pada lahan gambut. Penggunaan pupuk juga bisa memicu terjadinya emisi gas CO 2, CH 4, dan N 2 O. Karena hal inilah pertanian dinyatakan sebagai kontributor utama gas rumah kaca (IPCC, 2001). Menurut Green et al., (1995), pemupukan dapat meningkatkan dekomposisi residu tanaman dan karbon tanah. Namun demikian pemupukan diperlukan karena secara inheren tanah gambut sangat miskin mineral sehinga memerlukan input unsur hara yang mencukupi (Subiksa et al,. 2011). 275
4 Heri Wibowo et al. BAHAN DAN METODE Deksripsi lokasi penelitian Lokasi penelitian adalah di dusun Banjarsari, Desa Rasau Jata II, Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Secara Geografis lokasi berada di titik koordinat ,0 Lintang Utara, dan ,7 Bujur Timur. Kabupaten Kubu Raya terdiri dari 9 kecamatan, 101 desa dan 370 dusun dengan luas keseluruhan 6.985,20 km². Gambar 1. Peta wilayah Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat Lokasi penelitian mempunyai bentang lahan yang cukup luas, dan merupakan lahan pembukaan hutan dengan kedalaman gambut sekitar 379 cm. Untuk lokasi budidaya nenas, mulai tanam bulan September tahun 2013, dan sebelumnya merupakan bekas tanaman jagung. Luasan lahan untuk usahatani nenas sekitar 1,5 ha dan menyatu dengan lokasi lahan semak untuk penelitian. Sistem drainase di lokasi penelitian cukup bagus dimana di sekeliling lahan telah dikelilingi parit yang akan mengalirkan air keluar masuk lokasi. Lahan semak belukar pengukuran emisi CO 2 merupakan bentang lahan dengan tanaman yang memiliki ketinggian antara cm yang tidak dibudidayakan. Jenis nenas adalah Ratu Raya dengan jarak tanam 120 x 60 cm. 276
5 Emisi Gas CO2 pada Lahan Gambut yang Dibuka untuk Lahan Budidaya Perlakuan dan pengukuran emisi gas CO 2 Jenis perlakuan pemupukan pada lahan budidaya nenas disajikan pada Tabel 1 di bawah ini. Pengukuran gas CO 2 dilakukan menggunakan IRGA (Infra Red Gas Analyzer) Li- COR 820 dengan metoda closed chamber. Pengukuran dilakukan setiap selang waktu 2 minggu mulai dari bulan Februari sampai bulan Juli tahun Pengukuran dilakukan pada pagi hari dimulai sekitar pukul WIB. Waktu pengukuran pada kedua lahan semak belukar dan lahan budidaya nenas dilakukan secara bersamaan. Tabel 1. Perlakuan pemupukan di lahan budidaya nenas Perlakuan Pupuk Spesifik (ton/ha) Urea SP-36 KCl Kieserit CuSO 4 (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) A Pugam 0, B Pukan Ayam 2, C Dolomit 0, D Tanpa Amelioran Pukan Ayam 0,63 E Dolomit 0,80 Trichoderma 4 l/ha NPK 150 Titik-titik pengukuran untuk lahan semak belukar dibuat 5 transek, setiap transek ada 5 titik pengukuran dengan jarak antar titik sekitar 12,5 m serta jarak antar transek sekitar 25 m. Sedangkan untuk budidaya nenas pengukuran emisi gas CO 2 dilakukan di petakan perlakuan yang mempunyai ukuran 20 x 20 m, dimana setiap perlakuan diukur 5 titik. Fluks CO 2 dihitung dengan mengikuti persamaan berikut (Madsen et al., 2009) : Dengan: f c = fluks CO 2 (µmol m -2 detik -1 ) P = tekanan udara rata-rata yang terukur IRGA (kpa) h = tinggi chamber (cm) R = konstanta gas ideal (8,314 Pa m 3o K -1 mol -1 ) T = suhu udara chamber ( o K) C/ t = perubahan konsentrasi CO 2 setiap perubahan waktu, slope persamaan linier konsentrasi dengan waktu (ppm detik -1 ) 277
6 Heri Wibowo et al. Variabel-variabel lain yang diukur adalah suhu udara, suhu tanah, suhu chamber, kedalaman muka air tanah, dan tinggi chamber di keempat sisi chamber (untuk mendapatkan tingi rata-rata chamber). Analisis statistik Data pengamatan dianalisis dengan microsoft excel untuk memperoleh persamaan regresi linier fluks CO 2. Fluks gas CO 2 dihitung dengan persamaan di atas (Madsen et al., 2009) dengan program excel. Selanjutnya perbandingan antara fluks CO 2 di lahan semak belukar dengan lahan budidaya nenas dianalisis dengan T-test SPSS 16. Begitu juga hubungan antara suhu udara dan kedalaman muka air tanah dengan fluks CO 2 dianalisis dengan SPSS 16. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran emisi gas CO 2 disetiap pengamatan sangat fluktuatif. Tingkat emisi gas CO 2 di lahan gambut semak belukar Kalbar berkisar antara ton ha -1 tahun -1, sedangkan emisi gas CO 2 pada lahan budidaya nenas berkisar antara ton ha -1 tahun -1. Rata-rata emisi gas CO 2 pada lahan gambut semak belukar di Kalbar sebesar 50,33±23,09 ton ha -1 tahun -1. Sedangkan rata-rata emisi gas CO 2 pada lahan gambut yang diusahakan dengan budidaya nenas sebesar 47,01 ± 32,14 ton ha -1 tahun -1. Emisi gas CO 2 lahan semak belukar lebih tinggi 7,06% daripada emisi di lahan budidaya nenas, tetapi tidak berbeda nyata pada uji t-test two sample assuming equal varians pada galat 5%. Tutupan lahan semak belukar relatif lebih lebat daripada lahan budidaya nenas, kondisi ini kemungkinan turut mempengaruhi emisi gas CO 2 di lahan semak belukar sehingga lebih tinggi daripada lahan budidaya nenas. Dimana respirasi akar berpengaruh besar pada emisi gas CO 2. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tanah yang dipengaruhi oleh aktivitas perakaran merupakan tempat yang disukai oleh mikroba dibandingkan dengan bulk soil (Petersonet al., 2003). Dengan meningkatnya populasi mikroba, maka aktivitas mikroba di sekitar perakaran juga akan meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Handayani et al., (2010), pengaruh respirasi akar pada perkebunan kelapa sawit di lahan gambut menunjukkan emisi CO 2 pada zona perakaran (rhizosphere) lebih tinggi dibanding di luar zona perakaran, sekitar 38% dari emisi gas CO 2 merupakan hasil respirasi akar. Menurut Dannoura et al,. (2005), proses respirasi tanah dan respirasi akar di bawah tanah memainkan peran penting dalam siklus karbon biosfer. 278
7 Emisi Gas CO2 pada Lahan Gambut yang Dibuka untuk Lahan Budidaya Gambar 2. Grafik emisi gas CO 2 dilahan gambut penelitian di Kalbar Hubungan antara suhu udara dengan emisi gas CO 2 pada lahan gambut belukar mempunyai korelasi yang tidak nyata pada taraf 5% korelasi Pearson dengan koefisien korelasi sebesar -0,111. Hasil penelitian Agus et al., (2010) menunjukkan bahwa suhu bukan merupakan faktor dominan yang berpengaruh terhadap laju emisi. Sedangkan korelasi antara kedalaman muka air dengan emisi gas CO 2 pada lahan gambut belukar nyata pada taraf 1% korelasi Pearson dengan koefisien korelasi sebesar -0,178 dengan standar deviasi kedalaman muka air 18,66. Semakin dalam muka air, terlihat bahwa emisi gas CO 2 semakin rendah dan mengikuti persamaan y = -0,220x + 63,38 dengan nilai R 2 = 0,031 (y = emisi gas CO 2, x = kedalaman muka air). Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Moore et al., (1993). Kondisi di lapang bisa dikatakan sangat panas, dan ada kemungkinan tanah gambut menjadi kering. Menurut Dariah et al.,(2011) pada kedalaman air tanah yang lebih dalam, tanahnya terlalu kering, kondisi ini tidak ideal untuk aktivitas mikroba, sehingga proses dekomposisi menjadi terhambat, dan tentunya berdampak paka penurunan emisi gas CO 2. Jauhiainen et al., (2008) menyatakan bahwa hubungan antara kedalaman drainase dengan laju emisi tidak selalu linear. 279
8 Heri Wibowo et al. Gambar 2. Persamaan regresi antara suhu udara dengan emisi gas CO 2 dan kedalaman muka air dengan emisi gas CO 2 lahan belukar di Kalbar Korelasi antara suhu udara dengan emisi gas CO 2 pada lahan budidaya nenas signifikan pada taraf 1% korelasi Pearson dengan koefisien korelasi sebesar 0,252. Semakin tinggi suhu udara menunjukkan bahwa emisi gas CO 2 juga semakin tinggi meskipun dengan R² = 0,063. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Moore et al., (1993) pada skala laboratorium yang menunjukkan emisi CO 2 dan gas methan dari tanah gambut yang diletakkan dalam kolom suhu 23 o C lebih besar 6,6 kali lipat daripada suhu 10 o C. 280
9 Emisi Gas CO2 pada Lahan Gambut yang Dibuka untuk Lahan Budidaya Gambar 3. Persamaan regresi antara antara suhu udara dengan emisi gas CO 2 dan kedalaman muka air dengan emisi gas CO 2 lahan budidaya nenas di Kalbar Korelasi antara kedalaman muka air dengan emisi gas CO 2 pada lahan budidaya nenas signifikan pada taraf 1% korelasi Pearson dengan koefisien korelasi sebesar 0,220. Semakin dalam muka air menunjukkan bahwa emisi gas CO 2 juga semakin tinggi dengan R² = 0,048. Hal ini tentunya karena semakin dalam muka air tanah maka kondisi aerob tanah makin tinggi. Emisi CO 2 terjadi dalam kondisi aerob dimana mikroorganisme dekomposer akan bekerja secara optimal, serta jumlah dan keragamanya semakin banyak. Hal ini yang akan memicu meningkatnya emisi gas CO 2 (Dariah et al., 2011). 281
10 Heri Wibowo et al. Emisi gas CO 2 pada lahan budidaya dengan perlakuan amelioran yang berbeda memberikan hasil yang berbeda pula. Emisi gas CO 2 dari perlakuan kontrol (D) lebih tinggi dan berbeda nyata daripada perlakuan Pugam (A), perlakuan dolomit (C) serta perlakuan pukan ayam petani (E), tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan pukan ayam (B) (Gambar 4). Bahan amelioran seperti pugam (pupuk gambut) efektif dalam meningkatkan hasil tanaman jagung serta menurunkan emisi GRK di tanah gambut (Subiksa, 2009). Gambar 4. Emisi gas CO 2 pada perlakuan amelioran di lahan budidaya nenas Kalbar KESIMPULAN Emisi gas CO 2 lahan semak belukar di Kalbar sebesar 50,33 ± 23,09 ton ha -1 tahun - 1 lebih tinggi daripada emisi di lahan budidaya nenas sebesar (47,01 ± 32,18 ton ha -1 tahun -1 ), tetapi tidak berbeda nyata pada uji t-test two sample assuming equal varians pada galat 5%. Hubungan antara kedalaman muka air tanah dengan emisi gas CO 2 menunjukkan korelasi yang nyata pada taraf 1% korelasi Pearson. Pengelolaan lahan pertanian memberi kontribusi penurunan emisi gas CO 2. Budidaya nenas merupakan salah satu pilihan untuk membuka lahan gambut yang memberikan nilai ekonomi tetapi tidak meningkatkan laju emisi gas CO
11 Emisi Gas CO2 pada Lahan Gambut yang Dibuka untuk Lahan Budidaya UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih yang sebesarnya kepada ICCTF, tim kelompok peneliti Balai Penelitian Tanah dan Tim pengukuran gas rumah kaca di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat atas bantuan dan kerjasamanya dalam pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Agus, F. dan I. G. M. Subiksa Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia. Agus, F., A. Mulyani, Wahyunto, Herman, A. Dariah, E. Susanti, N.L. Nurida, dan Jubaedah Penggunaan lahan gambut: Trade off santara emisi CO2 dan keuntungan ekonomi. Program Kegiatan Pengendalian Perubahan Iklim. Kerjasama antara: Asisten Deputy Iptek Pemerintah, Deputy Bidang Pendayagunaan Iptek, Kementrian Riset dan Teknologi dengan Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, BadanLitbang Pertanian, Kementerian Pertanian. Dariah, A., E.Susanti, dan F.Agus Simpanan Karbon dan Emisi CO 2 Lahan Gambut. Balai Penelitian Tanah. /ind/dokumentasi/lainnya/ai%20 dariah.pdf. Diakses 14 Juli Dariah, A., Jubaedah, Wahyunto, dan J. Pitono Pengaruh Tinggi Muka Air Saluran Drainase, Pupuk, dan Amelioran Terhadap Emisi CO 2 Pada Perkebunan Kelapa Sawit Di Lahan Gambut. Jurnal Littri 19(2), Juni Hlm Donnoura, M. And M. Jomura Measurement of Root Respiration Before and After Forest Fire-evaluation of The Role of Root in the Soil Respiration. Diakses 14 Juli 2014 Handayani, E. Meine, V. Noowidwijk, K. Idris, S. Sabiham. and S. Djuniwati The Effctof VariousWater table Depth on CO 2 Emission at OilPalmPlantation on West Aceh Peat. J. Trop. Soils. 15,3: IPPC-Intergovernmental Panel on Climate Change (2001) Climate Change The Scientific basis. Contribution of Working Group 1 to the Third Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Houghton, J.T., Ding, Y., Griggs, D.J., Noguer, M., van der linden, P.J., Xiaosu, D. Cambridge University Press Cambridge.. Jauhiainen, J., S. Limin, H. Silvennoinen, and H. Vasander Carbon Dioxide and Methane Fluxes in Drained Tropical Peat Before and After Hydrological Restoration. Ecology. 89(12): Jyvaskila, Finland
12 Heri Wibowo et al. Madsen, R., Xu L, and Claassen B Surface Monitoring Method for Carbon Capture and Storage Project. Energy Procedia. 1 : Marwanto, S. and F. Agu Is CO 2 Flux From Oil Palm Plantations on Peatland Controlled by Soil Moisture and/or Soil ang Air Temperarure? Mitig Adapt Strateg Gilob Change. DOI / s Moore, T. M. and M. Dalva The Influence The Temperature and Water-Table Position On Carbon-Dioxode and Methane Emissions From Laboratory Columns Of Peatland Soil. J. Soil Sci. 44, Peterson, E Importance of Rhizodeposition in The Coupling Of Plant and Microbial Productivity. European Journal of Soil Science., 54: Pirkko, S. and T. Nyronen The Carbon Dioxide Emissions and Peat Production. International Conference On Peat Production and Use. Jivaskyla. Finland. 1: Radjagukguk, B Peat Soil of Indonesia: Location, Classification, and Problems for Sustainability. In: Rieley and Page (Eds.). pp Biodiversity and Sustainability of Tropical Peat and Peatland. Samara Publishing Ltd. Cardigan UK. Rieley, J.O., R.A.J. Wüst, J. Jauhiainen, S.E. Page, H. Wösten, A.Hoijer, F. Siegert, S. Limin, H. Vasander, and M. Stahlhut Tropical Peatlands: Carbon Store, Carbon Gas Emissions and Contribution to Climate Change Processes. Dalam: M. Strack (ed.), Peatlands and Climate Change. Publisher International Peat Society, Vapaudenkatu, Soil Survey staff Key to Soil Taxonomy. 7 th edition. USDA. Washington DC. Subiksa, IG Made Pengembangan formula amelioran dan pupuk pugam spesifik lahan gambut diperkaya bahan pengkelat untuk meningkatkan serapan hara dan produksi tanaman > 50% dan menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK)> 30%. Subiksa, I. G. M., W. Hartatik, dan F. Agus Pengelolaan Gambut Berkelanjutan: Pengelolaan Lahan Gambut Secara Berkelanjutan. Balai Penelitian Tanah, Bogor. Diakses tanggal 16 Juli Verwer, C., P. Van Der Meer, and G-J. Nabuurs Review of Carbon Flux Estimates and Other Greenhouse Gas Emissions from Oil Palm Cultivation on Tropical Peatlands-Identifying the Gaps in Knowledge. Alterra-rapport Alterra, Wageningen
Sarmah 1, Nurhayati 2, Hery Widyanto 2, Ai Dariah 1
22 EMISI CO 2 DARI LAHAN GAMBUT BUDIDAYA KELAPA SAWIT (ELAEIS GUINEENSIS) DAN LAHAN SEMAK BELUKAR DI PELALAWAN, RIAU PEAT CO 2 EMISSIONS UNDER PALM OIL (ELAEIS GUINEENSIS) PLANTATION AND SHRUBLAND IN PELALAWAN,
Lebih terperinciEMISI KARBON DIOKSIDA (CO 2 ) DARI BEBERAPA TIPE PENGGUNAAN LAHAN GAMBUT DI KALIMANTAN
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 9 No. 2 (2009) p: 95-102 EMISI KARBON DIOKSIDA (CO 2 ) DARI BEBERAPA TIPE PENGGUNAAN LAHAN GAMBUT DI KALIMANTAN Nyahu Rumbang 1), Bostang Radjagukguk 2) dan Djoko
Lebih terperinciPLOT ROOT CUT PLOT CONTROL
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fluks CO dari Tanah Gambar dan menunjukkan fluks CO pada plot Root Cut dan plot Control. Pada Tabel menampilkan ratarata fluks CO tiap plot pada plot Root Cut dan plot Control.
Lebih terperinciVARIASI TEMPORAL EMISI CO 2 DI BAWAH PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PADA LAHAN GAMBUT DI RIAU
21 VARIASI TEMPORAL EMISI CO 2 DI BAWAH PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PADA LAHAN GAMBUT DI RIAU TEMPORAL VARIATION OF CO 2 EMISSION UNDER OIL PALM PLANTATION ON PEATLAND IN RIAU Hery Widyanto 1, Nurhayati 1,
Lebih terperinciTopik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon
Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas
Lebih terperinciESTIMASI EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI KEBAKARAN LAHAN GAMBUT
34 ESTIMASI EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI KEBAKARAN LAHAN GAMBUT Maswar Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar 12 Bogor 16114 (maswar_bhr@yahoo.com) Abstrak.
Lebih terperinciPengelolaan lahan gambut
Pengelolaan lahan gambut Kurniatun Hairiah Sifat dan potensi lahan gambut untuk pertanian Sumber: I.G.M. Subiksa, Fahmuddin Agus dan Wahyunto BBSLDP, Bogor Bacaan Sanchez P A, 1976. Properties and Management
Lebih terperinciJurnal AGRIPEAT, Vol. 14 No. 2, September 2013 : ISSN :
EMISI KARBON DIOKSIDA DAN SEKUESTRASI KARBON DARI BEBERAPA TIPE PENGGUNAAN LAHAN GAMBUT DI KALIMANTAN (Carbon Dioxide Emission and Carbon Sequestration of Several Land Use Types of Peatland in Kalimantan)
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton
Lebih terperinciCADANGAN, EMISI, DAN KONSERVASI KARBON PADA LAHAN GAMBUT
CADANGAN, EMISI, DAN KONSERVASI KARBON PADA LAHAN GAMBUT Fahmuddin Agus Balai Penelitian Tanah, Jln. Ir H Juanda No. 98, Bogor PENDAHULUAN Dalam perdebatan mengenai perubahan iklim, peran lahan gambut
Lebih terperinciRumus Emisi CO 2. E = (Ea + Ebb + Ebo Sa) / Δt. Ea = Emisi karena terbakarnya jaringan dipermukaan tanah, misalnya pada waktu pembukaan lahan.
Mencuatnya fenomena global warming memicu banyak penelitian tentang emisi gas rumah kaca. Keinginan negara berkembang terhadap imbalan keberhasilan mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi (REDD)
Lebih terperinciJurnal Pertanian Tropik E-ISSN No : Vol.4, No.1. April (8) : ABSTRACT
EMISI CO2 PADA BEBERAPA PRAKTEK KULTUR TEKNIS KELAPA SAWIT DI LAHAN GAMBUT Muhammad Arif Yusuf, Suroso Rahutomo *, Winarna Pusat Penelitian Kelapa Sawit,Jl. Brigjen Katamso No. 51 Medan *Coresponding author
Lebih terperinciBalai Penelitian Lingkungan Pertanian. Jl. Jakenan-Jaken Km. 5 Jakenan, Pati 59182
16 PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI LAHAN GAMBUT PROVINSI JAMBI TERHADAP EMISI CO 2 EFFECT OF AMELIORANT APPLICATION ON CO 2 EMISSION FROM PEATLAND UNDER OIL PALM PLANTATION
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut 2.1.1 Pengertian Tanah Gambut Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa asing, antara lain peat, bog, moor, mire, atau fen. Gambut diartikan sebagai material
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di agroekosistem kelapa sawit yang berada pada 2 (dua) lokasi yang berbeda yaitu Kebun Meranti Paham
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Gambut berperanan penting dalam biosfer karena gambut terlibat dalam siklus biogeokimia, merupakan habitat tanaman dan hewan, sebagai lingkungan hasil dari evolusi, dan referen
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)
Lebih terperinciFAKTOR PENDUGA SIMPANAN KARBON PADA TANAH GAMBUT
16 FAKTOR PENDUGA SIMPANAN KARBON PADA TANAH GAMBUT 1Ai Dariah, 3 Erni Susanti, 2 Anny Mulyani, dan 1 Fahmuddin Agus 1 Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No.
Lebih terperinciFLUKS CO2 DARI TANAH ANDOSOL PADA PENGGUNAAN LAHAN KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR
Buletin Tanah dan Lahan, 1 (1) Januari 2017: 115-120 FLUKS CO2 DARI TANAH ANDOSOL PADA PENGGUNAAN LAHAN KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR CO2 Flux from Andosol on Landuse Vegetable
Lebih terperinciProgram Studi Rekayasa Kehutanan, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung
NERACA KARBON : METODE PENDUGAAN EMISI CO 2 DI LAHAN GAMBUT Cahya Anggun Sasmita Sari 1), Lidya Astu Widyanti 1), Muhammad Adi Rini 1), Wahyu Isma Saputra 1) 1) Program Studi Rekayasa Kehutanan, Sekolah
Lebih terperinciSeminar Gelar Teknologi Kehutanan, 19 Nov. 2009
Studi Kasus Pendugaan Emisi Karbon di Lahan Gambut Kasus untuk Kabupaten Kubu Raya dan Kab. Pontianak, Kalimantan Barat BBSDLP, Badan Litbangtan Fahmuddin Agus, Wahyunto, Herman, Eleonora Runtunuwu,, Ai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari
1 I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari luas tersebut merupakan gambut subtropika dan sisanya merupakan gambut tropika (Page et al., 2008;
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Stok Karbon 4.1.1 Panai Jaya Data stok karbon yang digunakan pada kebun Panai Jaya berasal dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yulianti (2009) dan Situmorang
Lebih terperinciBalai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jl. Raya Jaken-Jaken Km 05 Pati 59182
15 EMISI GAS CO 2 DARI PERTANAMAN JAGUNG (ZEA MAYS) DAN NENAS (ANANAS COMOSUS) DI LAHAN GAMBUT, KALIMANTAN BARAT CO 2 EMISSION FROM CROPPING OF MAIZE (ZEA MAYS) AND PINEAPPLE (ANANAS COMOSUS) IN PEATLAND
Lebih terperinciD4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.
D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. 1 Pokok bahasan meliputi latar belakang penyusunan IPCC Supplement, apa saja yang menjadi
Lebih terperinciPENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2. Rasional
PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2 Rasional Penambahan pupuk N pada lahan gambut dapat mempengaruhi emisi GRK. Urea merupakan pupuk N inorganik
Lebih terperinciFahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah
Konservasi Tanah Menghadapi Perubahan Iklim 263 11. KESIMPULAN UMUM Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah Gejala perubahan iklim semakin nyata yang ditandai
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan
Lebih terperinciPEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 )
PEMBAHASAN UMUM Dari kajian pengaruh pupuk N terhadap fluks CO 2 hasil respirasi bahan gambut menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara dosis urea dengan tingkat kematangan gambut. Penambahan dosis urea
Lebih terperinciHesti Lestari Tata Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi, KLHK
Hesti Lestari Tata Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi, KLHK Seminar Hasil Penelitian Penguatan Aksi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Jakarta, 17 Januari
Lebih terperinciThe Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest to Industrial Forest Acacia Crassicarpa on Physical and Chemical Properties of Peat Soil
Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Hutan Rawa Gambut Menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI) Acacia Crassicarpa Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Tanah Gambut The Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest
Lebih terperinciPEMBERIAN AMELIORAN PUPUK KANDANG AYAM PADA PENGGUNAAN LAHAN GAMBUT YANG BERBEDA TERHADAP EMISI CO 2
PEMBERIAN AMELIORAN PUPUK KANDANG AYAM PADA PENGGUNAAN LAHAN GAMBUT YANG BERBEDA TERHADAP EMISI CHICKEN MANURE AMELIORANT APPLICATION IN DIFFERENT LAND USE OF PEAT ON EMISSIONS Terry Ayu Adriany, Ali Pramono
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu
Lebih terperinciPemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut
SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan
Lebih terperinciPOTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH
POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciProgram Studi Rekayasa Kehutanan, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung
NERACA KARBON : METODE PENDUGAAN EMISI CO2 DI LAHAN GAMBUT Cahya Anggun Sasmita Sari 1), Lidya Astu Widyanti 1), Muhammad Adi Rini 1), Wahyu Isma Saputra 1) 1) Program Studi Rekayasa Kehutanan, Sekolah
Lebih terperinciPanduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator
Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Lahan Kritis Indonesia... 3 2. Asumsi... 6 3. Metodologi... 7 4. Hasil Pemodelan... 8 5. Referensi...
Lebih terperinciPengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan
Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan Taryono Darusman 1, Asep Mulyana 2 dan Rachmat Budiono 3 Pendahuluan Lahan gambut merupakan ekosistem lahan
Lebih terperinciRehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan
Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan Dr. Muhammad Syakir, MS Kepala Kongres Nasional VII Perkumpulan Masyarakat Gambut Indonesia (HGI) dan Seminar Pengelolaan Lahan Sub-optimal Secara
Lebih terperinciTopik C6 Penurunan permukaan lahan gambut
Topik C6 Penurunan permukaan lahan gambut 1 Penurunan permukaan lahan gambut dibahas dari pengelompokan permasalahan. Untuk mempermudah maka digunakan suatu pendekatan pengkelasan dari lahan gambut menurut
Lebih terperinciPanduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator
Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Lahan Kritis Indonesia... 3 2. Asumsi... 6 3. Metodologi... 7 4. Hasil Pemodelan... 8 5. Referensi...
Lebih terperinciEmisi Karbon Lahan Gambut pada Agroekosistem Kelapa Sawit
Jurnal Lahan Suboptimal ISSN: 2252-6188 (Print), ISSN: 2302-3015 (Online, www.jlsuboptimal.unsri.ac.id) Vol. 3, No.1: 83-89, April 2014 Emisi Karbon Lahan Gambut pada Agroekosistem Kelapa Sawit Peatland
Lebih terperincidampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau
dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya
Lebih terperinciDINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DAN PERKEMBANGAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN KUBU RAYA DAN SANGGAU TAHUN
DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DAN PERKEMBANGAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN KUBU RAYA DAN SANGGAU TAHUN 1990-2013 Land Use Dynamics and Development of Oil Palm Plantation in Kubu Raya and Sanggau Regencies
Lebih terperinciTantangan dan strategi pembangunan berkelanjutan melalui pengelolaan sumberdaya alam dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi
Tantangan dan strategi pembangunan berkelanjutan melalui pengelolaan sumberdaya alam dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi Elham Sumarga Rapat Konsultasi Analisis Ekonomi Regional PDRB se-kalimantan
Lebih terperinciPENGARUH KEDALAMAN MUKA AIR TANAH DAN MULSA ORGANIK TERHADAP EMISI CO 2 PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.
PENGARUH KEDALAMAN MUKA AIR TANAH DAN MULSA ORGANIK TERHADAP EMISI CO 2 PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI LAHAN GAMBUT THE EFFECT OF WATER LEVEL AND ORGANIC MULCH ON CO 2 EMISSIONS
Lebih terperinciIlmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon
Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi: Nita Murjani n.murjani@cgiar.org Regional Communications for Asia Telp: +62 251 8622 070 ext 500, HP. 0815 5325 1001 Untuk segera dipublikasikan Ilmuwan
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan Juni 2011. Lokasi penelitian terletak di Desa Bantar Kambing, Kecamatan Ranca Bungur,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu
PENDAHULUAN Latar Belakang Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar 288 0 K (15 0 C ), suhu tersebut dapat dipertahankan karena keberadaan sejumlah gas yang berkonsentrasi di atmosfer bumi. Sejumlah
Lebih terperinciPENGELOLAAN LAHAN GAMBUT SECARA BERKELANJUTAN
PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT SECARA BERKELANJUTAN IG. M. Subiksa, Wiwik Hartatik, dan Fahmuddin Agus Lahan gambut tropis memiliki keragaman sifat fisik dan kimia yang besar, baik secara spasial maupun vertikal.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.
Lebih terperinciPERUBAHAN PENGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN IKLIM KOTA MALANG
PERUBAHAN PENGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN IKLIM KOTA MALANG 1) Akhmad Faruq Hamdani; 2) Nelya Eka Susanti 1) 2) Universitas Kanjuruhan Malang Email: 1) a.faruqhamdani@unikama.ac.id;
Lebih terperinciPENGARUH TINGGI MUKA AIR SALURAN DRAINASE, PUPUK, DAN AMELIORAN TERHADAP EMISI CO 2 PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI LAHAN GAMBUT
Jurnal Littri 19(2), Juni 2013. Hlm. 66-71 ISSN 0853-8212 JURNAL LITTRI VOL. 19 NO. 2, JUNI 2013 : 66-71 PENGARUH TINGGI MUKA AIR SALURAN DRAINASE, PUPUK, DAN AMELIORAN TERHADAP EMISI CO 2 PADA PERKEBUNAN
Lebih terperinciANALISIS DUGAAN SUBSIDEN (subsidence) DI PULAU PADANG KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI, PROVINSI RIAU
ANALISIS DUGAAN SUBSIDEN (subsidence) DI PULAU PADANG KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI, PROVINSI RIAU 1. PENDAHULUAN Tanah gambut umumnya terdiri dari 90% air dan 10% padatan vegetatif. Lahan gambut bukanlah
Lebih terperinciPresentasi ini memberikan penjelasan serta pemahaman mengenai pentingnya informasi fluk gas rumah kaca (GRK) dari ekosistem lahan gambut, serta
Presentasi ini memberikan penjelasan serta pemahaman mengenai pentingnya informasi fluk gas rumah kaca (GRK) dari ekosistem lahan gambut, serta menjelaskan metode-metode dan alat untuk pengukurannya secara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya pemanasan global (global warming). Pemanasan global terjadi sebagai akibat dari makin
Lebih terperinciKEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT
KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri
Lebih terperinciTeknologi Ramah Lingkungan dalam Budidaya Kelapa Sawit di Lahan Gambut Terdegradasi
ISSN 1907-0799 Makalah REVIEW Teknologi Ramah Lingkungan dalam Budidaya Kelapa Sawit di Lahan Gambut Terdegradasi Green Technology in Oil Palm Cultivation on Degraded Peatlands Masganti, Nurhayati, Rachmiwati
Lebih terperinciBalai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalteng. Jl. G. Obos 5, Palangkaraya
18 PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DENGAN AMELIORASI PADA SISTEM TUMPANGSARI KARET DAN NENAS DI LAHAN GAMBUT KALIMANTAN TENGAH REDUCTION OF GREEN HOUSE GAS EMISSION BY USING AMELIORANTS UNDER RUBBER AND
Lebih terperinciDAMPAK AMELIORASI TANAH GAMBUT TERHADAP CADANGAN KARBON TANAMAN KELAPA SAWIT DAN KARET
23 DAMPAK AMELIORASI TANAH GAMBUT TERHADAP CADANGAN KARBON TANAMAN KELAPA SAWIT DAN KARET IMPACT OF PEATSOIL AMELIORATION ON CARBON STOCK OF OIL PALM AND RUBBER PLANTATION Ai Dariah 1, Erni Susanti 2 1
Lebih terperinciKAJIAN PEMANFAATAN LIMBAH SAWIT PADA PEMBUATAN PUPUK ORGANIK GUNA MENDUKUNG PENGEMBANGAN SAYURAN ORGANIK DI KALIMANTAN BARAT
KAJIAN PEMANFAATAN LIMBAH SAWIT PADA PEMBUATAN PUPUK ORGANIK GUNA MENDUKUNG PENGEMBANGAN SAYURAN ORGANIK DI KALIMANTAN BARAT Peneliti Utama : Dwi P. Widiastuti, SP, M.Sc PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN
Lebih terperinciEMISI GAS KARBON DIOKSIDA (CO 2 ) PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) YANG DITUMPANGSARI DENGAN TANAMAN PANGAN DI LAHAN GAMBUT
Jurnal Agroteknologi, Vol. 7 No. 2, Februari 2017: 33 40 EMISI GAS KARBON DIOKSIDA (CO 2 ) PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) YANG DITUMPANGSARI DENGAN TANAMAN PANGAN DI LAHAN GAMBUT
Lebih terperinciEMISI KARBON DIOKSIDA DARI TANAMAN KELAPA SAWIT PADA LAHAN GAMBUT DI SUMATERA FITHRA KAMELA
EMISI KARBON DIOKSIDA DARI TANAMAN KELAPA SAWIT PADA LAHAN GAMBUT DI SUMATERA FITHRA KAMELA DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN BAHAN AMELIORAN TERHADAP PENURUNAN EMISI GAS CO2 PADA PERKEBUNAN SAWIT DENGAN TANAMAN SELA DI LAHAN GAMBUT
25 PENGARUH PEMBERIAN BAHAN AMELIORAN TERHADAP PENURUNAN EMISI GAS CO2 PADA PERKEBUNAN SAWIT DENGAN TANAMAN SELA DI LAHAN GAMBUT 1Titi Sopiawati, 1 H. L. Susilawati, 1 Anggri Hervani, 1 Dedi Nursyamsi,
Lebih terperinciBASELINE SURVEY: CADANGAN KARBON PADA LAHAN GAMBUT DI LOKASI DEMPLOT PENELITIAN ICCTF (RIAU, JAMBI, KALIMANATAN TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN)
38 BASELINE SURVEY: CADANGAN KARBON PADA LAHAN GAMBUT DI LOKASI DEMPLOT PENELITIAN ICCTF (RIAU, JAMBI, KALIMANATAN TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN) 1Ai Dariah, 2 Erni Susanti, dan 1 Fahmuddin Agus 1 Peneliti
Lebih terperinciAplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala
Aplikasi Kandang dan Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Application of Farmyard Manure and SP-36 Fertilizer on Phosphorus Availability
Lebih terperinciBASISDATA KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT DI INDONESIA
11 BASISDATA KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT DI INDONESIA 1Anny Mulyani, 2 Erni Susanti, 3 Ai Dariah, 3 Maswar, 1 Wahyunto, dan 3Fahmuddin Agus 1 Peneliti Badan litbang Pertanian di Balai Besar Litbang Sumberdaya
Lebih terperinciPendugaan Emisi CO 2 sebagai Gas Rumah Kaca akibat Kebakaran Hutan dan Lahan pada Berbagai Tipe Penutupan Lahan di Kalimantan Tengah, Tahun
JURNAL Vol. 03 Desember SILVIKULTUR 2012 TROPIKA Pendugaan Emisi Gas CO 2 143 Vol. 03 No. 03 Desember 2012, Hal. 143 148 ISSN: 2086-8227 Pendugaan Emisi CO 2 sebagai Gas Rumah Kaca akibat Kebakaran Hutan
Lebih terperinciPENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI
PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciINOVASI TEKNOLOGI PENGELOLAAN GAMBUT BERKELANJUTAN DI DEMPLOT ICCTF KALIMANTAN TENGAH: KARET DAN TANAMAN SELA
LITKAJIBANGRAP BULETIN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN INOVASI TEKNOLOGI PENGELOLAAN GAMBUT BERKELANJUTAN DI DEMPLOT ICCTF KALIMANTAN TENGAH: KARET DAN TANAMAN SELA M.A Firmansyah, W.A Nugroho dan M. Saleh
Lebih terperinciSIMPANAN KARBON DAN EMISI CO 2 LAHAN GAMBUT
SIMPANAN KARBON DAN EMISI CO 2 LAHAN GAMBUT Ai Dariah, Erni Susanti, dan Fahmuddin Agus Tanah gambut menyimpan C yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral.setiap satu gram gambut kering
Lebih terperinciSetitik Harapan dari Ajamu
Setitik Harapan dari Ajamu Setitik Harapan dari Ajamu: Pelajaran tentang Sukses Pemanfaataan Gambut Dalam untuk Sawit Oleh: Suwardi, Gunawan Djajakirana, Darmawan dan Basuki Sumawinata Departemen Ilmu
Lebih terperinciIncreasing P Retention in the Peat Column Amended with Mineral Soil and Some Rock Phosphates
Iurnal Taizah dan Llngkungan,Vol. 6 No. 1, Aprrl2004: 22-30 lssn 1410-7333 PENINGKATAN IKATAN P DALAM KOLOM TANAH GAMBUT YANG DIBERI BAHAN AMELIORAN TANAH MINERAL DAN BEBERAPA JENIS FOSFAT ALAM Increasing
Lebih terperinciPerubahan Iklim dan SFM. Dewan Nasional Perubahan Iklim Jakarta, 3 Desember 2009
Perubahan Iklim dan SFM Dewan Nasional Perubahan Iklim Jakarta, 3 Desember 2009 Dengan menghitung emisi secara netto untuk tahun 2000, perbedaan perkiraan emisi DNPI dan SNC sekitar 8 persen Sekotr lain
Lebih terperinciAGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN
AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast
Lebih terperinciDAMPAK KEBAKARAN HUTAN GAMBUT TERHADAP SUBSIDENSI DI HUTAN TANAMAN INDUSTRI
DAMPAK KEBAKARAN HUTAN GAMBUT TERHADAP SUBSIDENSI DI HUTAN TANAMAN INDUSTRI Ambar Tri Ratnaningsih, Sri Rahayu Prastyaningsih Staff Pengajar Fakutas Kehutanan Universitas Lancang Kuning Jln. Yos Sudarso
Lebih terperinciPrihasto Setyanto, Titi Sopiawati, Terry Ayu Adriani, Ali Pramono, Anggri Hervani, Sri Wahyuni, A. Wihardjaka
3 EMISI GAS RUMAH KACA DARI PENGGUNAAN LAHAN GAMBUT DAN PEMBERIAN BAHAN AMELIORAN: SINTESIS LIMA LOKASI PENELITIAN GREENHOUSE GASES EMISSIONS FROM PEAT LAND USE AND AMELIORANT APPLICATION: SYNTHESIS OF
Lebih terperinciPEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN GAMBUT DI INDONESIA
PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN GAMBUT DI INDONESIA Pendekatan MCA-Indonesia Indonesia memiliki lahan gambut tropis terluas di dunia, dan lahan gambut menghasilkan sekitar sepertiga dari emisi karbon negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor
Lebih terperinciDAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH DAN EMISI KARBON GAMBUT TRANSISI DI DESA KANAMIT BARAT KALIMANTAN TENGAH
DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH DAN EMISI KARBON GAMBUT TRANSISI DI DESA KANAMIT BARAT KALIMANTAN TENGAH Fengky F. Adji 1), Zafrullah Damanik 1), Nina Yulianti 1), Cakra Birawa 2),
Lebih terperinciPENDUGAAN CADANGAN KARBON GAMBUT PADA AGROEKOSISTEM KELAPA SAWIT. The Prediction of Peatland Carbon Stocks in Oil Palm Agroecosystems ABSTRAK ABSTRACT
PENDUGAAN CADANGAN KARBON GAMBUT PADA AGROEKOSISTEM KELAPA SAWIT The Prediction of Peatland Carbon Stocks in Oil Palm Agroecosystems M. B. Prayitno 1), Sabaruddin 2), D. Setyawan 2), dan Yakup 2) 1) Mahasiswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah) (Arief, 2005).
Lebih terperinciPENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK DARI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DI KABUPATEN SUMENEP-JAWA TIMUR
PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK DARI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DI KABUPATEN SUMENEP-JAWA TIMUR Qorry Nugrahayu 1), Rachmat Boedisantoso 2) dan Joni Hermana 3) 1,2,3)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman yang banyak mengonsumsi pupuk, terutama pupuk nitrogen (N) adalah tanaman padi sawah, yaitu sebanyak 72 % dan 13 % untuk palawija (Agency for Agricultural Research
Lebih terperinciBAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah
BAB VII PERKIRAAN EMISI A. GAS RUMAH KACA Gas rumah Kaca (GRK) merupakan gas di atmosfer yang berfungsi menyerap radiasi infra merah dan ikut menentukan suhu atmosfer. Adanya berbagai aktivitas manusia,
Lebih terperinciANALISIS KARAKTERISTIK LAHAN GAMBUT DI BAWAH TEGAKAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU
ANALISIS KARAKTERISTIK LAHAN GAMBUT DI BAWAH TEGAKAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU Oksariwan Fahrozi, Besri Nasrul, Idwar (Fakultas Pertanian Universitas Riau) HP : 0852-7179-6699, E-mail :
Lebih terperinciPENGARUH FORMULA PUGAM TERHADAP SERAPAN HARA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG
PENGARUH FORMULA PUGAM TERHADAP SERAPAN HARA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG I G.M. Subiksa, H. Suganda, dan J. Purnomo Balai Penellitian Tanah ABSTRAK Pemanfaatan gambut untuk pertanian menghadapi berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha atau 10.8% dari luas daratan Indonesia. Lahan rawa gambut sebagian besar terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hampir seluruh kegiatan ekonomi berpusat di Pulau Jawa. Sebagai pusat pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (inframerah atau gelombang panas) yang dipancarkan oleh bumi sehingga tidak dapat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan
Lebih terperinciPENDUGAAN CADANGAN KARBON GAMBUT PADA AGROEKOSISTEM KELAPA SAWIT M. B. Prayitno 1, Sabaruddin 2, D. Setyawan 2 dan Yakup 2 1)
PENDUGAAN CADANGAN KARBON GAMBUT PADA AGROEKOSISTEM KELAPA SAWIT M. B. Prayitno 1, Sabaruddin 2, D. Setyawan 2 dan Yakup 2 1) Mahasiswa Pascasarjana, Ilmu-Ilmu Pertanian, Universitas Sriwijaya e-mail:
Lebih terperinciKLASIFIKASI DAN DISTRIBUSI TANAH GAMBUT INDONESIA SERTA PEMANFAATANNYA UNTUK PERTANIAN
7 KLASIFIKASI DAN DISTRIBUSI TANAH GAMBUT INDONESIA SERTA PEMANFAATANNYA UNTUK PERTANIAN D. Subardja dan Erna Suryani Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan, Jl. Tentara
Lebih terperinciKementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan
Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan ISSN : 085-787X Policy Daftar Isi Volume 4 No. Tahun 010 Profil Emisi Sektor Kehutanan
Lebih terperinciPEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)
PEMANASAN GLOBAL Efek Rumah Kaca (Green House Effect) EFEK RUMAH KACA Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan
Lebih terperinciEMISI GAS RUMAH KACA DAN SIFAT MIKROBIOLOGI TANAH RAWA LEBAK ABSTRAK
EMISI GAS RUMAH KACA DAN SIFAT MIKROBIOLOGI TANAH RAWA LEBAK Abdul Hadi Fakultas Pertanian Unlam, Banjarbaru ABSTRAK Isu mengenai emisi gas rumah kaca menarik perhatian berbagai kalangan karena pengaruhnya
Lebih terperinciAnalisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis
Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis Widiarti 1 dan Nurlina 2 Abstrak: Kalimantan Selatan mempunyai potensi untuk
Lebih terperinci