KLASIFIKASI DAN DISTRIBUSI TANAH GAMBUT INDONESIA SERTA PEMANFAATANNYA UNTUK PERTANIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KLASIFIKASI DAN DISTRIBUSI TANAH GAMBUT INDONESIA SERTA PEMANFAATANNYA UNTUK PERTANIAN"

Transkripsi

1 7 KLASIFIKASI DAN DISTRIBUSI TANAH GAMBUT INDONESIA SERTA PEMANFAATANNYA UNTUK PERTANIAN D. Subardja dan Erna Suryani Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan, Jl. Tentara Pelajar No. 12 Bogor 16114, Telp Abstrak. Tanah gambut Indonesia diklasifikasikan sebagai Histosol atau Organosol terbentuk dari bahan tanah organik, umumnya jenuh air, mengandung karbon (C) organik 12-18% tergantung kandungan liat tanah. Kedalaman tanah gambut disepakati minimal 50 cm tanpa mempertimbangkan tingkat dekomposisinya. Penyebarannya di Indonesia tidak begitu luas, hanya sekitar 7% dari seluruh wilayah daratan Indonesia atau sekitar 13,2 juta ha yang banyak dijumpai terutama di daerah rawa -rawa di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Papua. Luasan tanah gambut Indonesia diperoleh dari hasil kompilasi data selama periode Data luasan tanah gambut terbaru yang dikeluarkan oleh Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, tahun 2011 sekitar 14,9 juta ha. Berdasarkan tingkat dekomposisi atau kematangannya, tanah gambut Indonesia terbagi dalam 3 kelas, yaitu tanah gambut saprik (Saprist) yang telah terdekomposisi lanjut, gambut hemik (Hemist) yang terdekomposisi sedang dan gambut fibrik (Fibrist) yang belum atau sedikit terdekomposisi. Tanah gambut hemik memiliki penyebaran paling luas di Indonesia, yaitu sekitar 80% dari tanah gambut Indonesia atau 10,6 juta ha, sedangkan tanah gambut fibrik dan gambut saprik masing-masing 8% (1,1 juta ha) dan 12% (1,5 juta ha). Sekitar lebih dari 10 juta ha tanah gambut yang terdiri dari gambut hemik dan saprik cukup potensial untuk pertanian. Sedangkan tanah gambut fibrik karena faktor kematangan dan daya dukung yang rendah untuk pertumbuhan tanaman maka menjadi tidak sesuai pemanfaatannya untuk pertanian. Pemberian pupuk anorganik dan amelioran serta tata kelola air secara tepat akan mempercepat dekomposisi dan peningkatan produktivitas tanah gambut secara berkelanjutan. Saat ini pemanfaatan tanah gambut untuk pertanian mulai dibatasi terkait issu perubahan iklim dan kerusakan lingkungan, sehingga harus mengacu kepada INPRES No. 10/2011 dan Permentan No. 14/2009. Katakunci: Tanah gambut, klasifikasi, distribusi, pemanfaatan, pertanian, Indonesia PENDAHULUAN Pembangunan pertanian di masa yang akan datang dihadapkan pada empat tantangan utama, yaitu: (a) kerusakan dan degradasi sumberdaya lahan dan air, (b) peningkatan variabilitas dan perubahan iklim; (c) penciutan dan alih fungsi (konversi) lahan pertanian subur, dan (d) fragmentasi lahan pertanian dan keterbatasan sumberdaya lahan potensial. Pada hal di sisi lain, untuk mengimbangi laju pertumbuhan penduduk dan kebutuhan serta target pertumbuhan ekonomi sektor pertanian, perluasan areal pertanian baru masih sangat dibutuhkan, baik untuk pangan maupun komoditas lainnya. Hingga tahun 2035, 87

2 D. Subardja dan E. Suryani dibutuhkan tambahan lahan sekitar juta ha, sekitar 3,5 juta diantaranya adalah untuk pencetakan sawah baru (Tim Sinjak BBSDLP, 2011). Tanah gambut yang luasnya sekitar juta ha merupakan salah satu alternatif yang cukup potensial untuk dijadikan lahan pertanian bahkan sebagian diantaranya secara ekonomi dan sosial berasosiasi dan menjadi sumber kesejahteraan masyarakat. Secara agronomi, diperikirakan sekitar 40-50% lahan gambut potensial/sesuai untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian. Umumnya lahan gambut tergolong sesuai marjinal (tingkat kesesuaian rendah) untuk berbagai jenis tanaman pangan dengan faktor pembatas utama media perakaran yang masam, asam organik yang beracun, unsur hara rendah dan drainase yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman. Sebagian lahan gambut telah dibuka oleh penduduk setempat secara swadaya atau oleh pemerintah melalui program transmigrasi. Sebagian dari area yang sudah dibuka menjadi terlantar karena salah dalam pengelolaannya. Karena keterbatasan lahan produktif, akhirnya lahan gambut juga dimanfaatkan untuk ekstensifikasi pertanian terutama untuk perkebunan kelapa sawit, karet dan tanaman pangan. Namun demikian pemanfaatan lahan gambut, terutama untuk pertanian menimbulkan berbagai polemik, terutama dikaitkan dengan dampaknya terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) dan kerusakan lingkungan. Dalam makalah ini dibahas mengenai karakteristik dan klasifikasi tanah -tanah gambut di Indonesia menurut sistem klasifikasi Taksonomi Tanah (USDA) dan sistem klasifikasi tanah nasional serta disrtibusi dan pemanfaatannya untuk pertanian. Potensi dan kendala pengelolaan tanah gambut juga sedikit dibahas terkait dengan peningkatan produksi pangan dan pembatasan pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian khususnya dalam pengembangan perkebunan. KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH GAMBUT INDONESIA Tanah gambut terbentuk dari bahan tanah organik, umumnya jenuh air, mengandung karbon (C) organik 18% atau lebih bila fraksi mineral mengandung liat 60% atau lebih, atau memiliki 12% atau lebih karbon organik bila fraksi mineral tidak mengandung liat, atau mengandung karbon organik 12 sampai 18% bila kandungan liat di antara 0 dan 60%. Bila tidak pernah jenuh air alami minimum mengandung karbon organik 20%. Kedalaman tanah gambut minimal 40 cm bila bahan telah terdekomposisi sedang (hemik) sampai lanjut (saprik) atau minimal 60 cm jika belum atau sedikit terdekomposisi (fibrik), atau setidak-tidaknya tanah gambut memiliki lebih dari setengah lapisan tanah teratas 80 cm merupakan bahan tanah organik (Soil Survey Staff, 2010). Dalam prakteknya di lapangan, kedalaman gambut di Indonesia telah disepakati minimal sedalam 50 cm tanpa mempertimbangkan tingkat dekomposisi atau kematangannya. 88

3 Klasifikasi dan distribusi tanah gambut Indonesia Bahan tanah gambut berasal dari sisa-sisa tanaman yang sudah mati, baik yang sudah maupun belum melapuk. Timbunan terus bertambah karena perkembangan biota pengurai terhambat oleh kondisi lingkungan anaerob dan miskin mineral sehingga proses dekomposisi terhambat. Oleh karena itu, lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp) atau daerah cekungan yang drainasenya buruk. Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik. Berdasarkan tingkat dekomposisi atau kematangannya, tanah gambut Indonesia terbagi dalam 3 kelas, yaitu tanah gambut saprik, gambut hemik dan gambut fibrik. Tanah gambut fibrik mengandung lebih dari ¾ bagian volume tanah berupa serat -serat yang belum atau sedikit terdekomposisi, berat isi sangat ringan <0,1 g cm -3, kandungan air sangat tinggi berdasarkan berat keringnya, sangat labil, masih mengalami banyak perubahan secara fisik dan atau kimia, daya dukung terhadap pertumbuhan tanaman sangat rendah sehingga tidak sesuai pemanfaatannya untuk pertanian. Tanah gambut hemik terdekomposisi sedang, mengandung serat tanaman kurang dari 50%, kandungan air sedang, berat isi >0,1 g cm -3, sebagian bahan telah mengalami perubahan secara fisik dan kimia, daya dukung terhadap pertumbuhan tanaman tergolong sedang. Tanah gambut saprik telah mengalami dekomposisi paling lanjut, mengandung jumlah serat tanaman sangat sedikit, berat isi terberat (>0,2 g cm -3 ), dan kandungan air terendah, biasanya berwarna kelabu gelap sampai hitam, paling stabil, berubah sangat sedikit dengan bertambahnya waktu baik secara fisik maupun kimia, dan memberikan emisi paling rendah. Tanah gambut Indonesia diklasifikasikan menurut Taksonomi Tanah sebagai Histosol (Soil Survey Staff, 2010) atau menurut Klasifikasi Tanah Nasional sebagai Organosol (Soepraptohardjo, 1961; Suhardjo dan Soepraptohardjo, 1981). Pada tingkat sub-ordo dibedakan berdasarkan tingkat dekomposisi atau kematangannya, terdiri dari Fibrists, Hemists, dan Saprists. Pada tingkat grup, berdasarkan sifat dan cirinya sebagian besar diklasifikasikan sebagai Haplofibrists, Haplohemist, dan Haplosaprists atau setara Organosol Fibrik, Organosol Hemik dan Organosol Saprik. Sebagian tanah gambut hemik mengandung bahan sulfidik (sulfat masam) di dalam kedalaman 100 cm dari permukaan tanah yang diklasifikasikan sebagai Sulfihemists. Penyebaran Haplohemists sangat dominan di Indonesia. DISTRIBUSI TANAH GAMBUT DI INDONESIA Tanah gambut di Indonesia tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua meliputi luas lebih dari 13,2 juta hektar atau sekitar 7% dari luas daratan Indonesia. Data luasan tanah gambut tersebut diperoleh dari kompilasi data selama periode Data 89

4 D. Subardja dan E. Suryani luasan tanah gambut terbaru yang dilaporkan oleh Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (2011) mencapai 14,9 juta ha, tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Penyebarannya selalu berada atau berasosiasi dengan daerah rawa-rawa. Berdasarkan data awal, tanah gambut hemik memiliki penyebaran paling luas di Indonesia, yaitu sekitar 80% (10,6 juta ha) dari luas tanah gambut di Indonesia. Sekitar 2,1 juta ha merupakan tanah gambut hemik bersulfat masam (Sulfihe mists), sedangkan tanah gambut fibrik dan gambut saprik masing-masing 8% (1,1 juta ha) dan 12% (1,5 juta ha). Sekitar 8,4 juta ha tanah gambut hemik potensial untuk pertanian. Luas dan penyebaran gambut di masing-masing provinsi di Indonesia yang diperoleh dari hasil kompilasi peta tanah tinjau dan eksplorasi Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (2000) disajikan pada Tabel 1. PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN TANAH GAMBUT DI INDONESIA Pemanfaatan tanah gambut hemik dan gambut saprik cukup potensial untuk pertanian, namun perlu kehati-hatian, karena bila salah kelola akan dapat menimbulkan kerusakan tanah (sifat tidak balik, subsiden) dan lingkungan (pencemaran dan peningkatan emisi karbon). Tanah gambut saprik dangkal (<100 cm) paling cocok untuk pertanian khusu snya untuk tanaman pangan dan hortikultura sayuran dan buah-buahan semusim. Pemberian pupuk anorganik dan amelioran serta tata kelola air secara tepat akan mempercepat peningkatan produktivitas tanah gambut secara berkelanjutan. Saat ini pemanfaatan tanah gambut untuk pertanian mulai dibatasi terkait issu perubahan iklim dan kerusakan lingkungan, sehingga harus mengacu kepada INPRES No. 10/2011 dan Permentan No. 14/2009. Tanah gambut memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan tanah mineral. Tanah gambut alami memiliki sifat hidrofilik dan mampu menahan air sampai 13 kali bobot keringnya. Oleh karenanya gambut secara fisik lembek serta memiliki BD dan daya menahan beban yang rendah (Nugroho et al. 1997). Bila didrainase, lahan gambut akan mengalami subsiden (penurunan permukaan), dan potensial mengalami kering tidak balik (irriversible drying) dan bersifat hidrofobik. Karena asam-asam organiknya tinggi maka tanah gambut mempunyai tingkat kemasaman yang tinggi dengan kisaran sekitar ph 3-4. Tanah gambut oligotropik di pedalaman, banyak dipengaruhi air hujan memiliki tingkat kemasaman lebih tinggi dibandingkan gambut eutropik di tepi pantai yang dipengaruhi air laut (Salampak, 1999). Tanah gambut di Indonesia umumnya tergolong gambut kayuan yang bila melapuk menghasilkan asam-asam fenolat yang bersifat racun bagi tanaman (Sabiham et al. 1997). Keberadaan asam-asam fenolat ini menjadi kendala utama dalam budidaya tanaman di lahan gambut. Secara inherent, gambut tropis memiliki kandungan 90

5 Klasifikasi dan distribusi tanah gambut Indonesia basa-basa dan hara yang rendah, baik hara makro maupun mikro. Hal ini berhubungan erat dengan proses pembentukannya yang lebih banyak dipengaruhi oleh air hujan. Tabel 1. Luas dan penyebaran tanah gambut di Indonesia No Provinsi Fibrists Hemists Saprists Jumlah (ha) Haplofibrists Haplohemists Sulfihemists Haplosaprists 1 Lampung Sumsel Bengkulu , Jambi Riau Sumbar Sumut Aceh Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Maluku Papua Jumlah (ha) ( 8%) Sumber: Kompilasi data periode (64%) (16%) (12%) (100%) Kawasan gambut sebagai bagian dari ekosistem rawa memiliki multi fungsi antara lain fungsi ekonomi, pengatur hidrologi, lingkungan, budaya dan biodiversity. Dari sisi ekonomi lahan gambut adalah sumber pendapatan petani. Dari aspek hidrologi, lahan gambut adalah penyangga hidrologi kawasan untuk menghindari banjir dan kekeringan. Dari segi lingkungan lahan gambut menyimpan cadangan karbon sangat besar yang potensial mengalami emisi. Sementara itu dari sisi pelestarian keaneka-ragaman hayati, lahan gambut adalah habitat asli beberapa jenis tanaman langka seperti ramin, jelutung rawa serta berbagai jenis burung dan ikan. Sesuai dengan Keppres No. 32/1990 dan Permentan No. 14/2009, gambut dengan ketebalan <3 m masih bisa digunakan untuk budidaya tanaman dengan syarat tidak masuk dalam kawasan lindung, substratumnya bukan pasir kuarsa dan tingkat kematangannya saprik atau hemik. Untuk kawasan yang memenuhi syarat tersebut, dalam pemanfaatannya harus tetap berdasarkan pendekatan konservasi. Namun untuk beberapa daerah yang memiliki lahan gambut yang luas, implementasi Keppres tersebut menjadi dilema karena perekonomian daerah dan masyarakatnya sangat tergantung pada lahan gambut. Kasus di 91

6 D. Subardja dan E. Suryani Kalimantan Barat menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan petani terhadap lahan gambut rata-rata mencapai 82,89%. Tingkat ketergantungan yang paling tinggi adalah petani karet dan sayuran yaitu masing-masing 91,33% dan 91,21%. Sedangkan petani kelapa sawit dan jagung masing-masing sebesar 80,31% dan 53,68% Karena dominannya lahan gambut seperti di Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Pontianak, maka pemanfaatan lahan gambut bukan merupakan pilihan, melainkan suatu keharusan. Ekspansi pertanian ke lahan gambut dapat dilihat dari perubahan tutupan lahan yang signifikan dapat diamati dari daerah-daerah yang sangat ekstensif mengembangkan perkebunan (Tim Sinjak BBSDLP, 2011). Secara fisik, jika diganggu/dibuka lahan gambut bersifat fragil (ringkih) dan dibutuhkan teknologi dan penanganan yang khusus dan dengan input tinggi. Jika dibuka dan didrainase, terjadi percepatan dekomposisi dan peningkatkan emisi GRK (terutama CO 2 ) dengan laju ton CO 2 e ha -1 akibat deforestasi, gangguan tata air (hidrologi), subsidensi dan ancaman kebakaran lahan. Namun demikian, disisi lain peningkatan kebutuhan terhadap pangan dan perlunya dukungan sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi nasional secara siginfikan, dibutuhkan tambahan areal pertanian baru secara progresif ribu ha tahun -1 atau sekitar lahan sawah sekitar 2-3,5 juta ha hingga tahun 2035, dan lahan kering seluas 6-10 juta. Sekitar 5-6 juta ha lahan potensial tersedia untuk perluasan lahan pertanian adalah lahan gambut. Apalagi pemanfaatan lahan mineral juga mempunyai beberapa persoalan, seperti konflik dan status kepemilikan, tersebar sporadis dan dalam hamparan sempit (Tim Sinjak BBSDLP, 2011). Teknologi pengelolaan lahan gambut yang utama meliputi pengelolaan air, ameliorasi dan pemupukan dan pemilihan jenis tanaman yang sesuai. Pembuatan saluran drainase mikro sedalam cm mutlak diperlukan, kecuali untuk tanaman padi sawah cukup dengan kemalir cm. Fungsi drainase adalah untuk membuang kelebihan air, menciptakan keadaan tidak jenuh untuk pernapasan akar tanaman, dan mengurangi kadar asam-asam organik. Teknologi ameliorasi dan pemupukan dapat mengatasi kendala kemasaman tanah, unsur beracun dan kahat unsur hara. Ameliorasi diperlukan untuk mengatasi kendala reaksi tanah masam dan keberadaan asam organik beracun sehingga media perakaran tanaman menjadi lebih baik. Kapur, tanah mineral, pupuk kandang dan abu sisa pembakaran dapat diberikan sebagai bahan amelioran untuk meningkatkan ph dan basa-basa tanah (Subiksa et al. 1997; Salampak, 1999). Pemilihan komoditas yang sesuai juga menjadi penentu keberhasilan pengelolaan tanah gambut. KESIMPULAN 1. Tanah gambut di Indonesia mencapai luasan juta ha, umumnya jenuh air dan dijumpai atau berasosiasi dengan daerah rawa-rawa yang tersebar terutama di P. Sumatera (Sumsel, Riau), Kalimantan (Kalbar, Kalteng) dan Papua. Berdasarkan 92

7 Klasifikasi dan distribusi tanah gambut Indonesia tingkat dekomposisinya dibedakan atas tanah gambut fibrik (Fibrists), gambut hemik (Hemists) dan gambut saprik (Saprists). Tanah gambut hemik sangat dominan penyebarannya di Indonesia dan potensial untuk pengembangan pertanian. 2. Berdasarkan karakteristiknya, tanah gambut hemik dan gambut saprik dapat dimanfaatkan untuk tujuan pertanian, namun masih perlu kehati-hatian dalam pengelolaannya untuk mencegah kerusakan tanah dan lingkungan. Sedangkan tanah gambut fibrik mengingat tingkat dekomposis i dan daya dukungnya terhadap pertumbuhan tanaman masih sangat rendah maka menjadi tidak sesuai pemanfaatannya untuk pertanian dan sebaiknya diperuntukkan sebagai kawasan konservasi/hutan lindung. 3. Pemanfaatan tanah gambut untuk pertanian ke depan telah mulai dibatasi dengan mengacu kepada Inpres No. 10/2011 dan Kepmentan No 14/2009. DAFTAR PUSTAKA Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Peta Lahan Gambut Indonesia Skala 1: Dok. BBSDLP Edisi Desember Nugroho K., G. Gianinazzi, and IPG Widjaja Adhi Peat hydraulic characteristics. International Peat Symp. Palangkaraya. Ed. J Keyzer and S. Page. Peat and Biodiversity. Samara Ltd. Published. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Atlas Sumberdaya Tanah Eksplorasi Indonesia Skala 1: Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian Sabiham, S., TB. Prasetyo, and S. Dohong Phenolic acid in Indonesian peat. In:Rieley and Page (Eds). Biodiversity and Sustainability of Tropical Peatlands. Samara Publ. Ltd. UK Salampak Peningkatan produktivitas tanah gambut yang disawahkan dengan pemberian bahan amelioran tanah minera l berkadar besi tinggi. Disertasi Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Soil Survey Staff Keys to Soil Taxonomy. 11 th Ed. USDA -Natural Resources Conservation Service. Washington DC. Soepraptohardjo, M Sistim Klasifikasi Tanah di Balai Penyelidikan Tanah. Kongres Nasional Ilmu Tanah I. Bogor. Subiksa, IGM., Kusumo Nugroho, Sholeh and Widjaja Adhi The effect of ameliorants on the chemical properties and productivity of peat soil. In: Rieley and Page (Eds). Biodiversity and Sustainability of Tropical Peatlands. Samara Publ. Ltd. UK Suhardjo, H dan M. Soepraptohardjo Jenis dan Macam Tanah di Indonesia untuk Keperluan Survei dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi. Publ. No. 28/1981. Proyek P3MT, Pusat Penelitian Tanah. Bogor. Tim Sinjak BBSDLP Sintesis Kebijakan Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Lahan untuk Mendukung Pembangunan Pertanian. Dok. BBSDLP. 93

8 D. Subardja dan E. Suryani 94

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

Pengelolaan lahan gambut

Pengelolaan lahan gambut Pengelolaan lahan gambut Kurniatun Hairiah Sifat dan potensi lahan gambut untuk pertanian Sumber: I.G.M. Subiksa, Fahmuddin Agus dan Wahyunto BBSLDP, Bogor Bacaan Sanchez P A, 1976. Properties and Management

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik

Lebih terperinci

Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan

Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan Dr. Muhammad Syakir, MS Kepala Kongres Nasional VII Perkumpulan Masyarakat Gambut Indonesia (HGI) dan Seminar Pengelolaan Lahan Sub-optimal Secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut 2.1.1 Pengertian Tanah Gambut Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa asing, antara lain peat, bog, moor, mire, atau fen. Gambut diartikan sebagai material

Lebih terperinci

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

PENUTUP. Status terkini lahan gambut

PENUTUP. Status terkini lahan gambut PENUTUP 1 Markus Anda dan 2 Fahmuddin Agus 1 2 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114. 2 Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

Topik C6 Penurunan permukaan lahan gambut

Topik C6 Penurunan permukaan lahan gambut Topik C6 Penurunan permukaan lahan gambut 1 Penurunan permukaan lahan gambut dibahas dari pengelompokan permasalahan. Untuk mempermudah maka digunakan suatu pendekatan pengkelasan dari lahan gambut menurut

Lebih terperinci

Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim. Surakarta, 8 Desember 2011

Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim. Surakarta, 8 Desember 2011 Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim Surakarta, 8 Desember 2011 BALAI BESAR LITBANG SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT

PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 14/Permentan/PL.110/2/2009 Tanggal : 16 Februari 2009 PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Peningkatan

Lebih terperinci

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas

Lebih terperinci

Setitik Harapan dari Ajamu

Setitik Harapan dari Ajamu Setitik Harapan dari Ajamu Setitik Harapan dari Ajamu: Pelajaran tentang Sukses Pemanfaataan Gambut Dalam untuk Sawit Oleh: Suwardi, Gunawan Djajakirana, Darmawan dan Basuki Sumawinata Departemen Ilmu

Lebih terperinci

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN DI LAHAN GAMBUT

STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN DI LAHAN GAMBUT STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN DI LAHAN GAMBUT Oleh : Direktorat Jenderal Perkebunan *) Kementerian Pertanian ---------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAN KONSERVASI EKOSISTEM LAHAN RAWA GAMBUT DI KALIMANTAN

PEMANFAATAN DAN KONSERVASI EKOSISTEM LAHAN RAWA GAMBUT DI KALIMANTAN Pemanfaatan Pengembangan dan Inovasi konservasi Pertanian ekosistem 1(2),... 2008: 149-156 149 PEMANFAATAN DAN KONSERVASI EKOSISTEM LAHAN RAWA GAMBUT DI KALIMANTAN Tim Sintesis Kebijakan Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN Republik Indonesia SOSIALISASI PEDOMAN PENYUSUNAN RAD-GRK SEKTOR PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN Disampaikan dalam Sosialisasi Penyusunan RAD-GRK Balikpapan, 28-29 Februari 2012 KOMITMEN PEMERINTAH INDONESIA

Lebih terperinci

DILEMA DAN RASIONALISASI KEBIJAKAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK AREAL PERTANIAN

DILEMA DAN RASIONALISASI KEBIJAKAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK AREAL PERTANIAN 2 DILEMA DAN RASIONALISASI KEBIJAKAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK AREAL PERTANIAN Irsal Las, Muhrizal Sarwani, Anny Mulyani, dan Meli Fitriani Saragih Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. - Karet (Hevea Brasiliemis) merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan

I. PENDAHULUAN. - Karet (Hevea Brasiliemis) merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang - Karet (Hevea Brasiliemis) merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia sehari-hari. Hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN, Menimbang : a. bahwa gambut merupakan tipe ekosistem lahan

Lebih terperinci

Kegiatan ini didasarkan kepada keberhasilan petani tradisional Kalimantan Selatan dalam membudidayakan padi

Kegiatan ini didasarkan kepada keberhasilan petani tradisional Kalimantan Selatan dalam membudidayakan padi PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha-usaha untuk mereklamasi daerah pasang surut sebagai daerah pemukiman transmigrasi dan pengembangan persawahan telah dirintis sejak awal Pelita I. Langkah ini merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah yang dalam dan KTK yang tergolong sedang sampai tinggi menjadikan tanah ini memunyai

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT SECARA BERKELANJUTAN

PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT SECARA BERKELANJUTAN PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT SECARA BERKELANJUTAN IG. M. Subiksa, Wiwik Hartatik, dan Fahmuddin Agus Lahan gambut tropis memiliki keragaman sifat fisik dan kimia yang besar, baik secara spasial maupun vertikal.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN

PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN Terbentuknya gambut pada umumnya terjadi dibawah kondisi dimana tanaman yang telah mati tergenang air secara terus menerus, misalnya pada cekungan atau depresi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (Noor, 2001).

TINJAUAN PUSTAKA. dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (Noor, 2001). TINJAUAN PUSTAKA Lahan Gambut Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami

Lebih terperinci

Husnain, Maswar, dan Wiratno Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah

Husnain, Maswar, dan Wiratno Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah 1. PENDAHULUAN Husnain, Maswar, dan Wiratno Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah Pembangunan pertanian yang berwawasan lingkungan menjadi suatu kebutuhan penting bagi Indonesia sebagai negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600- 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-700 ribu ton per tahun dengan kebutuhan kedelai nasional mencapai 2 juta ton

Lebih terperinci

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan jangka panjang ke dua (PJP II) dan tahun terakhir pelaksanaan Repelita VI. Selama kurun waktu Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

KAJIAN BEBERAPA KARAKTERISTIK TANAH LINDUNG GAMBUT (HLG) LONDERANG PASCA TERBAKAR DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR ARTIKEL ILMIAH

KAJIAN BEBERAPA KARAKTERISTIK TANAH LINDUNG GAMBUT (HLG) LONDERANG PASCA TERBAKAR DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR ARTIKEL ILMIAH KAJIAN BEBERAPA KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT PADA HUTAN LINDUNG GAMBUT (HLG) LONDERANG PASCA TERBAKAR DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR ARTIKEL ILMIAH NOVRYANDI HUTAGALUNG PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah yang berbahan induk organik atau berasal dari sisa-sisa tanaman masa lampau dan berdasarkan kriteria USDA (2006) digolongkan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LAHAN MARGINAL DIKALIMANTAN TENGAH SERTA POTENSINYA UNTUK KELAPA SAWIT

KARAKTERISTIK LAHAN MARGINAL DIKALIMANTAN TENGAH SERTA POTENSINYA UNTUK KELAPA SAWIT KARAKTERISTIK LAHAN MARGINAL DIKALIMANTAN TENGAH SERTA POTENSINYA UNTUK KELAPA SAWIT Oleh: Salampak Dohong Nina Yulianti Yusuf Aguswan (Universitas Palangka Raya) SEMINAR SEHARI TEKNOLOGI PEMUPUKAN KELAPA

Lebih terperinci

ULASAN KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT

ULASAN KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT ULASAN KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT Pendekatan MCA-Indonesia Indonesia memiliki lahan gambut tropis terluas di dunia, dan lahan gambut menghasilkan sekitar sepertiga dari emisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk industri atau pemukiman dan masalah pasar bagi produk pertanian. Oleh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk industri atau pemukiman dan masalah pasar bagi produk pertanian. Oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian di Pulau Jawa dihadapkan pada masalah konversi lahan untuk industri atau pemukiman dan masalah pasar bagi produk pertanian. Oleh karena itu, tantangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rendah namun masih dapat dimanfaatkan. Salah satu lahan marjinal yang ada dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rendah namun masih dapat dimanfaatkan. Salah satu lahan marjinal yang ada dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin sempitnya lahan produktif sebagai lahan pertanian membuat manusia terus berfikir untuk dapat memanfaatkan lahan marjinal yang ada. Lahan marjinal pada umumnya lahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk. Sementara itu areal pertanian produktif di daerah padat penduduk terutama di Jawa terus menyusut akibat

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar dunia setelah Malaysia dengan luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 14.164.439 ha (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk

TINJAUAN PUSTAKA. penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk TINJAUAN PUSTAKA Lahan Gambut Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penambangan batubara dapat dilakukan dengan dua cara: yaitu penambangan dalam dan penambangan terbuka. Pemilihan metode penambangan, tergantung kepada: (1) keadaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

Topik A1 - Lahan gambut di Indonesia di Indonesia (istilah/definisi, klasifikasi, luasan, penyebaran dan pemutakhiran data spasial lahan gambut

Topik A1 - Lahan gambut di Indonesia di Indonesia (istilah/definisi, klasifikasi, luasan, penyebaran dan pemutakhiran data spasial lahan gambut Topik A1 - Lahan gambut di Indonesia di Indonesia (istilah/definisi, klasifikasi, luasan, penyebaran dan pemutakhiran data spasial lahan gambut 1 Topik ini menyajikan 5 bahasan utama yaitu : istilah pengertian

Lebih terperinci

Sumber Daya Lahan untuk Kedelai di Indonesia

Sumber Daya Lahan untuk Kedelai di Indonesia Sumber Daya Lahan untuk Kedelai di Indonesia A. Abdurachman, Anny Mulyani, dan Irawan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian, Bogor PENDAHULUAN Kedelai merupakan komoditas

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 )

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 ) PEMBAHASAN UMUM Dari kajian pengaruh pupuk N terhadap fluks CO 2 hasil respirasi bahan gambut menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara dosis urea dengan tingkat kematangan gambut. Penambahan dosis urea

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan nasional, pengembangan pertanian di lahan kering mempunyai harapan besar untuk mewujudkan pertanian yang tangguh di Indonesia, mengingat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Lahan Rawa Pengertian Tanah Gambut

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Lahan Rawa Pengertian Tanah Gambut 3 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Lahan Rawa Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun selalu jenuh air atau tergenang air dangkal. Swamp adalah istilah umum untuk rawa yang menyatakan wilayah lahan atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010), Ultisol merupakan tanah

I. PENDAHULUAN. Menurut Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010), Ultisol merupakan tanah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010), Ultisol merupakan tanah yang mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh solum yang dalam, peningkatan

Lebih terperinci

SINTESIS RPI 5 : PENGELOLAAN HUTAN RAWA GAMBUT

SINTESIS RPI 5 : PENGELOLAAN HUTAN RAWA GAMBUT SINTESIS RPI 5 : PENGELOLAAN HUTAN RAWA GAMBUT KOORDINATOR : DR. HERMAN DARYONO Bogor, Maret 2015 Tim pelaksana : Cut Rizlani, Bastoni, Adi Kunarso, Syahban, Taulana Sukandi, Sukaesih Pradjadinata, Hesti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi alam dan luas areal lahan pertanian yang memadai untuk bercocok tanam.

Lebih terperinci

PENYEBARAN LAHAN MASAM, POTENSI DAN KETERSEDIAANNYA UNTUK PENGEMBANGAN PERTANIAN

PENYEBARAN LAHAN MASAM, POTENSI DAN KETERSEDIAANNYA UNTUK PENGEMBANGAN PERTANIAN PENYEBARAN LAHAN MASAM, POTENSI DAN KETERSEDIAANNYA UNTUK PENGEMBANGAN PERTANIAN Anny Mulyani, A. Rachman, dan A. Dairah PENDAHULUAN Potensi sumber daya lahan Indonesia cukup besar yang memiliki wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Gambut berperanan penting dalam biosfer karena gambut terlibat dalam siklus biogeokimia, merupakan habitat tanaman dan hewan, sebagai lingkungan hasil dari evolusi, dan referen

Lebih terperinci

PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013

PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013 PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013 OUTLINE I. PENDAHULUAN II. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN: anggaran atau

Lebih terperinci

Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No Vol.5.No.1, Januari 2017 (14): Klasifikasi Tanah Gambut di Dataran Tinggi Toba

Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No Vol.5.No.1, Januari 2017 (14): Klasifikasi Tanah Gambut di Dataran Tinggi Toba Tanah Gambut di Dataran Tinggi Toba Classification of Peat Soil at Toba Highland Dody King T Purba *, Mukhlis, Supriadi Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, USU, Medan 20155 *Corresponding

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari

I. PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari 1 I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari luas tersebut merupakan gambut subtropika dan sisanya merupakan gambut tropika (Page et al., 2008;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 01/Kpts/SR.130/1/2006 TANGGAL 3 JANUARI 2006 TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

The Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest to Industrial Forest Acacia Crassicarpa on Physical and Chemical Properties of Peat Soil

The Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest to Industrial Forest Acacia Crassicarpa on Physical and Chemical Properties of Peat Soil Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Hutan Rawa Gambut Menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI) Acacia Crassicarpa Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Tanah Gambut The Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Lingkup Penelitian

2 TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Lingkup Penelitian 3 Ruang Lingkup Penelitian 1. Teknik yang digunakan dalam membentuk clustering titik panas adalah DBSCAN. 2. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data titik panas kebakaran hutan di Indonesia

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 14/Permentan/PL.110/2/2009 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 14/Permentan/PL.110/2/2009 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 14/Permentan/PL.110/2/2009 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK LAHAN GAMBUT DI BAWAH TEGAKAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU

ANALISIS KARAKTERISTIK LAHAN GAMBUT DI BAWAH TEGAKAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU ANALISIS KARAKTERISTIK LAHAN GAMBUT DI BAWAH TEGAKAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU Oksariwan Fahrozi, Besri Nasrul, Idwar (Fakultas Pertanian Universitas Riau) HP : 0852-7179-6699, E-mail :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di antara dua sungai besar. Ekosistem tersebut mempunyai peran yang besar dan

BAB I PENDAHULUAN. di antara dua sungai besar. Ekosistem tersebut mempunyai peran yang besar dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekosistem gambut merupakan salah satu tipe ekosistem lahan basah yang terbentuk dari akumulasi bahan organik dan pada umumnya menempati cekungan di antara dua sungai

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT. Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor

PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT. Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor Indonesia memiliki lahan rawa yang cukup luas dan sebagian besar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA PENYEBAB Kebakaran hutan penebangan kayu (illegal logging, over logging), perambahan hutan, dan konversi lahan Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa merupakan sebutan bagi semua lahan yang tergenang air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Di Indonesia

Lebih terperinci

8. PELUANG PERLUASAN LAHAN SAWAH

8. PELUANG PERLUASAN LAHAN SAWAH Prospek Lahan Sawah 227 8. PELUANG PERLUASAN LAHAN SAWAH Sofyan Ritung, Anny Mulyani, Budi Kartiwa, dan H. Suhardjo Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan pertumbuhan sekitar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai sumber daya alam sangat penting dalam meyediakan sebahagian besar kebutuhan hidup manusia, terutama pangan. Pada saat ini kebutuhan akan pangan tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan-lahan sub optimal pada masa yang datang merupakan pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk. 1992 dan Suryana. 2004). Hal ini terkait dengan masih berlangsungnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah Ananas comosus (L) Merr. Tanaman ini berasal dari benua Amerika, tepatnya negara Brazil.

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 13 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI I. KESIMPULAN M engakhiri laporan ini, maka berdasarkan hasil-hasil kajian yang telah diuraikan pada bab-bab terdahulu dapat ditarik beberapa kesimpulan

Lebih terperinci

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Oleh: Anny Mulyani, Fahmuddin Agus, dan Subagyo Penggunaan Lahan Pertanian Dari total luas lahan Indonesia, tidak terrnasuk Maluku dan Papua (tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kunci keberhasilan

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kunci keberhasilan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peranan pakan dalam usaha bidang peternakan sangat penting karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kunci keberhasilan produksi ternak. Jenis pakan

Lebih terperinci

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi: Nita Murjani n.murjani@cgiar.org Regional Communications for Asia Telp: +62 251 8622 070 ext 500, HP. 0815 5325 1001 Untuk segera dipublikasikan Ilmuwan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DAN KONSERVASI LAHAN GAMBUT

PENGEMBANGAN DAN KONSERVASI LAHAN GAMBUT PENGEMBANGAN DAN KONSERVASI LAHAN GAMBUT Pendahuluan Dewasa ini lahan gambut merupakan lahan alternatif yang digunakan sebagai media untuk melakukan aktivitas di bidang pertanian. Mengingat lahan pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN LITERATUR

II. TINJAUAN LITERATUR II. TINJAUAN LITERATUR 2.1. Prospek dan Permasalahan Kelapa Sawit di Lahan Gambut Perkembangan usaha dan infestasi kelapa sawit terus mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Luas areal perkebunan kelapa

Lebih terperinci

KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK

KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH M. A. Firmansyah 1, Suparman 1, W.A. Nugroho 1, Harmini 1 dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas,

PENDAHULUAN. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau Bahan gambut dari Riau dianalisis berdasarkan karakteristik ekosistem atau fisiografi gambut yaitu gambut marine (coastal peat swamp),

Lebih terperinci

MITIGASI DEGRADASI LAHAN GAMBUT

MITIGASI DEGRADASI LAHAN GAMBUT IGM. Subiksa 1), F. Agus 1), Wahyunto 1), dan E. Eko Ananto 2) 1) Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Berdasarkan interpretasi citra satelit,

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA

SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA Kuliah 2 SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA Luas Wilayah : 600 Juta Ha Luas Daratan : 191 Juta Ha Luas Lautan : 419 Juta Ha Jumlah Pulau : 17 Ribu Panjang Pantai : 80 Ribu Km Jumlah G.Api : 130 Luas Rawa : 29

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFEKTIVITAS PUPUK DI LAHAN MARGINAL UNTUK KELAPA SAWIT. Research & Development of Fertilizer Division SARASWANTI GROUP

PENINGKATAN EFEKTIVITAS PUPUK DI LAHAN MARGINAL UNTUK KELAPA SAWIT. Research & Development of Fertilizer Division SARASWANTI GROUP PENINGKATAN EFEKTIVITAS PUPUK DI LAHAN MARGINAL UNTUK KELAPA SAWIT Research & Development of Fertilizer Division SARASWANTI GROUP PERKENALAN SARASWANTI GROUP HEAD OFFICE: AMG Tower Lt.19-21 Jl. Dukuh Menanggal

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia ABSTRACT This study is aimed at identifyimg the characteristics

Lebih terperinci