EMISI KARBON DIOKSIDA DARI TANAMAN KELAPA SAWIT PADA LAHAN GAMBUT DI SUMATERA FITHRA KAMELA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EMISI KARBON DIOKSIDA DARI TANAMAN KELAPA SAWIT PADA LAHAN GAMBUT DI SUMATERA FITHRA KAMELA"

Transkripsi

1 EMISI KARBON DIOKSIDA DARI TANAMAN KELAPA SAWIT PADA LAHAN GAMBUT DI SUMATERA FITHRA KAMELA DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN FITHRA KAMELA. Emisi Karbon Dioksida Dari Tanaman Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut Di Sumatera Lahan gambut terbentuk dari tanaman yang terdekomposisi, kondisi vegetasi yang seluruhnya berada dalam kondisi tergenang. Proses pembentukan lahan gambut terjadi saat deposisi karbon melebihi laju kehilangan karbon. Lahan gambut di dunia hanya 3% dari seluruh daratan, tetapi menyimpan 30% dari karbon yang tersimpan pada tanah di dunia. Indonesia diperkirakan memiliki jumlah karbon terbesar pada gambut tropis yaitu 57,4 Gt. Selama 20 tahun terakhir, lahan gambut digunakan sebagai lahan pertanian. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia sebagian besar dikembangkan pada lahan gambut. Pada tahun 1990, luas lahan kelapa sawit pada lahan gambut di Sumatera memiliki luas ha, hingga tahun 2010 perluasan kembali terjadi hingga mencapai luas ha. Pengembangan kelapa sawit dilahan gambut dapat menggangu salah satu fungsi lahan gambut yaitu sebagai penyimpan karbon. Studi pustaka ini bertujuan mengkaji pengaruh drainase terhadap emisi karbon dioksida tanaman kelapa sawit pada lahan gambut di Sumatera. Drainase pada lahan gambut menyebabkan peningkatan emisi karbon dioksida. Pemisahan prosesproses pada emisi karbon dioksida menunjukkan seberapa besar kontribusi dari dekomposisi gambut, respirasi akar, biomassa tanaman serta kebakaran dalam pembersihan lahan. Respirasi autotrofik (respirasi akar) memiliki peran sebesar 27% dari total respirasi tanah dan respirasi heterotrofik (dekomposisi gambut) sebesar 73% dari total respirasi tanah. Kata Kunci : Emisi Karbon Dioksida, Gambut, Kelapa Sawit, Respirasi Autotrofik, Respirasi Heterotrofik.

3 ABSTRACT FITHRA KAMELA. Carbon Dioxide Emissions from Oil Palm Plantation on Peatland in Sumatera. (Supervised by: Daniel Murdiyarso) Peatlands are formed by decomposed plants residues, with vegetation that are submerged. The process of peat formation occurs when the rate of deposition exceeds the rate of loss of organic materials. Peatlands in the world only 3% of the entire land, but store 30% of the world terrestrial carbon. Indonesia is estimated to have the largest amount of carbon in tropical peat of 57,4 Gt. Over the past 20 years, peatlands have been converted for agriculture. Oil palm plantations in Indonesia are mostly developed on peat soil. In 1990, the area of oil palm on peat land in Sumatra was hectares, and substantially increased up to hectares in The development of oil palm on peatland involve drainage that can disturb the capacity of peatlands in storing carbon. This literature study aims to assess the effect of drainage on carbon dioxide emissions of oil palm plantations on peatlands in Sumatera. Drainage of peatlands lead to an increase in carbon dioxide emissions. Separation processes in carbon dioxide emissions shows the contribution of peat decomposition, root respiration, plant biomass and fires for land clearing. Heterotrophic respiration (decomposition of peat) contributes 73% of the total soil respiration and the remaining 27% is from autotrophic respiration (root respiration). Keywords: Autotrophic Respiration, Carbon Dioxide Emissions, Heterotrophic Respiration, Oil Palm, Peat, Sumatera

4 Hak cipta milik IPB (Institut Pertanian Bogor), tahun 2012 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar di IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

5 EMISI KARBON DIOKSIDA DARI TANAMAN KELAPA SAWIT PADA LAHAN GAMBUT DI SUMATERA FITHRA KAMELA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

6 Judul Skripsi : Emisi Karbon Dioksida Dari Tanaman Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut Di Sumatra Nama : Fithra Kamela NRP : G Menyetujui, Pembimbing Prof. Dr. Ir. Daniel Murdiyarso NIP Mengetahui, Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Rini Hidayati, MS. NIP Tanggal Lulus :

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Studi pustaka yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini berjudul Emisi Karbon Dioksida dari Tanaman Kelapa Sawit di Lahan Gambut di Sumatera sebagai salah satu syarat kelulusan pada Program Studi Meteorologi Terapan. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Daniel Murdiyarso selaku pembimbing tugas akhir yang memberikan arahan, motivasi, dan kesempatan belajar dalam penyelesaian tugas akhir, Dosen dan Staf Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB atas bantuan dan kerja sama selama penulis menjalani studi di Departemen, Center For International Forestry Research (CIFOR) yang bersedia memberikan kesempatan penulis untuk memperoleh fasilitas dan informasi untuk keperluan tugas akhir, seluruh teman-teman GFM angkatan 45 beserta Yulia Anggraeni dan Rizki Septiani atas motivasi dan dukungannya selama penyelesain tugas akhir serta persahabatan dan persaudaraannya, Akfia Rizka Kumala atas bantuannya dalam pengeditan tulisan, teman-teman Center For International Forestry Research (CIFOR) yang bekerja bersama, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini. Dan tulisan ini saya dedikasikan kepada keluarga tercinta, Mama (Jusmaniar), Buya (Risman Muchtar), Kakak (Rahmi Fadhlia, Sayyid Afdhal El Rahimi, Muslimatun Hurriyyah, Ahmad Zacky El Amini), Kakak Ipar (Ira Wati), Keponakan (Alqia Afra Humaira) dan seluruh keluarga atas doa, kasih sayang dan segala dukungannya. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat bagi pembaca dan seluruh pihak terkait. Bogor, Oktober 2012 Fithra Kamela

8 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Payakumbuh pada tanggal 19 Desember 1989 dari ayah Risman Muchtar, S.Sos.I dan Ibu Jusmaniar. Penulis merupakan putri kelima dari lima bersaudara. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SDN Kelapa Gading Timur 01 Pagi Jakarta Utara sejak tahun , melanjutkan ke SMP Negeri 123 Jakarta dan tamat pada tahun 2004 serta menyelesaikan sekolah di SMA Negeri 45 Jakarta pada tahun Tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dengan memilih mayor Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama masa perkuliahan penulis mengikuti Himpunan Profesi Agrometeorologi (Himagreto) tahun Penulis mengikuti kegiatan magang di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Bandung pada tahun 2011.

9 ix DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Rumusan Masalah Manfaat Studi Pustaka... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan Gambut Pengembangan Tanaman Kelapa Sawit pada Lahan Gambut Sumber Emisi Karbon Dioksida dari Kelapa Sawit di Lahan Gambut Hubungan Drainase dengan Emisi Karbon Dioksida... 4 III. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Studi Alat dan Bahan Metode... 5 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bulk Density dan Konsentrasi Karbon Lahan Gambut yang ditanam Kelapa Sawit Pengaruh Drainase terhadap emisi karbon dioksida Faktor Emisi Karbon Dioksida tanaman Kelapa Sawit pada Lahan Gambut Emisi Karbon Dioksida Total tanaman Kelapa Sawit pada Lahan Gambut di Sumatera V. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 17

10 x DAFTAR TABEL 1 Daftar literatur yang digunakan dalam studi Nilai bulk density dan konsentrasi karbon lahan gambut yang ditanami kelapa sawit pada lapisan kedalaman yang berbeda Emisi karbon dioksida dari tanaman kelapa sawit pada lahan gambut dari berbagai studi Pelepasan karbon pada pengolahan kelapa sawit di lahan gambut (Selama 25 tahun) Karbon Masuk Sebelum konversi Hutan Rawa Gambut menjadi Tanaman kelapa sawit Karbon keluar sesudah konversi hutan rawa gambut menjadi tanaman kelapa sawit Biomassa tanaman kelapa sawit (Selama 25 Tahun) Faktor emisi CO 2 eq (t ha -1 ) pada konversi hutan menjadi tanaman kelapa sawit di lahan gambut Pendugaan Emisi Total Karbon Dioksida tanaman kelapa sawit pada lahan gambut wilayah sumatera tahun 2020 dan

11 xi DAFTAR GAMBAR 1 Proses keluar masuk karbon pada tanaman Kelapa Sawit di Lahan Gambut Hubungan tingkat muka air tanah dengan fluks CO Emisi Total Karbon Dioksida tanaman kelapa sawit pada Lahan Gambut Wilayah Sumatera tahun dari berbagai Faktor Emisi... 13

12 xii DAFTAR LAMPIRAN 1 Peta Sebaran Lahan Gambut Sumatera Perluasan Lahan Kelapa Sawit di Lahan Gambut Tahun 1990 dan Perluasan Lahan Kelapa Sawit di Lahan Gambut Tahun 2007 dan Luas Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut di Sumatera Tahun Luas Kelapa Sawit pada Lahan Gambut di Sumatera Berdasarkan Kecenderungan Data Historis Emisi Total Karbon Dioksida berdasarkan luas Perkebunan Kelapa Sawit di Lahan Gambut (t CO 2 )... 22

13 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas lahan gambut tropis di dunia diperkirakan km 2 ( 11% dari lahan gambut dunia) seluas km 2 (56%) berada di Asia Tenggara (Page et al. 201). Konsentrasi karbon dioksida di atmosfer meningkat dari 280 ppm pada tahun 1750 menjadi 345 ppm pada tahun Gas CO 2 dan gas rumah kaca lainnya yang dihasilkan dari proses industri dan pertanian dapat menyerap radiasi termal yang dipancarkan oleh permukaan bumi. Para peneliti memperkirakan bahwa peningkatan gas-gas di atmosfer akan mengakibatkan perubahan signifikan terhadap iklim (Detwiler dan Hall 1988). Indonesia memiliki area lahan gambut terbesar yaitu km 2 (47% dari perkiraan total secara global). Area lahan gambut terbesar berikutnya terdapat di Malaysia km 2 (6%) dan Papua Nugini km 2 (3%). Negara lain yang memiliki lahan gambut dengan luas area sekitar 1% yaitu Brunei, Myanmar, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Indonesia diperkirakan memiliki cadangan karbon terbesar pada gambut tropis yaitu 57,4 Gt (65% dari total karbon secara global) dan diikuti oleh Malaysia yaitu 9,1 Gt (10%) (Page et al. 2011). Lahan gambut dikonversi menjadi lahan pertanian. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia sebagian besar dikembangkan pada lahan gambut. Lahan gambut di Sumatera seluas ha dan perkebunan kelapa sawit di lahan gambut pada tahun 2010 seluas ha (ICCT 2012). Kelapa sawit merupakan komoditi yang saat ini banyak dikembangkan para pengusaha besar maupun petani tradisional disebabkan permintaan akan kelapa sawit meningkat dari berbagai negara. Hal tersebut karena kebutuhan minyak bumi sebagai sumber energi di dunia semakin meningkat. Cadangan minyak bumi semakin menipis dan dunia mulai beralih ke sumber energi alternatif. Minyak sawit dapat dijadikan biodiesel yang merupakan sumber energi alternatif pengganti minyak bumi. Indonesia termasuk negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Perluasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia sejak tahun 1990 terus meningkat dari ha hingga tahun 2011 menjadi ha (Deptan 2011). Luas lahan kelapa sawit terbesar di Indonesia berada di Sumatera. Pada tahun 2011 mencapai ha (Deptan 2011). Lahan gambut terluas di Indonesia juga berada di Sumatera sebesar ha (ICCT 2012). Kemungkinan tanaman kelapa sawit akan terus dikembangkan pula di lahan gambut. Pengolahan kelapa sawit pada lahan gambut membutuhkan drainase (Rothwell et al. 1996; Minkkinen dan Laine 1998). Drainase dapat menyebabkan penyusutan dan oksidasi (Couwenberg et al. 2010). Tingkat emisi karbon dioksida ke atmosfer bergantung pada banyak faktor termasuk kondisi iklim, jenis gambut, tingkat dekomposisi, kedalaman muka air, dan suhu tanah selain dari jenis dan intensitas pemanfaatan lahan (Oleszczuk et al. 2008). Studi pustaka ini mengkaji emisi karbon yang dihasilkan lahan gambut yang dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit untuk wilayah Sumatera, dilihat dari pengaruh drainase terhadap emisi karbon dioksida serta implikasi pemisahan emisi karbon dioksida dalam proses heterotrofik dan autotrofik. 1.2 Tujuan Studi pustaka ini bertujuan : 1. Mengkaji pengaruh drainase terhadap emisi karbon dioksida tanaman kelapa sawit pada lahan gambut di Sumatera 2. Mengkaji implikasi pemisahan emisi karbon dioksida dalam proses heterotrofik dan autotrofik 1.3 Rumusan Masalah Lahan gambut mempunyai fungsi sebagai penyimpan karbon. Lahan gambut mengalami konversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Dalam pengolahan lahan kelapa sawit, karbon yang tersimpan di lahan gambut mengalami pelepasan serta memerlukan drainase. Drainase yang dilakukan di lahan gambut dapat menyebabkan pemadatan pada tanah gambut sehingga terjadi penurunan muka tanah gambut (subsiden) karena terjadi penyusutan dan oksidasi (Couwenberg et al. 2010). Proses oksidasi pada tanah gambut menghasilkan produk yaitu karbon dioksida yang akan dilepaskan dari tanah menuju ke atmosfer. 1.4 Manfaat Studi Pustaka Studi pustaka ini diharapkan dapat memberi gambaran besar emisi karbon

14 2 dioksida serta dampak yang terjadi akibat konversi lahan gambut menjadi lahan perkebunan kelapa sawit di Sumatera. Studi ini dapat digunakan sebagai masukan dalam membuat kebijakan berbagai pihak yang berwenang, pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan pengembangan kelapa sawit di lahan gambut, khususnya wilayah Sumatera, serta sebagai upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan Gambut Lahan gambut merupakan ekosistem yang mempunyai lapisan permukaan dengan ketebalan sekitar cm atau lebih. Sebagian gambut terdiri dari tanaman yang terdekomposisi dan terbentuk di suatu tempat, pada umumnya berasal dari dasar yang jenuh atau dekat dengan permukaan. Kondisi yang paling dominan dalam pembentukan gambut yaitu pada kondisi vegetasi yang seluruhnya berada dalam kondisi tergenang air (Rydin dan Jeglum 2006 dalam Frolking et al. 2011). Proses pembentukan lahan gambut terjadi saat deposisi karbon melebihi, laju kehilangan karbon akibat dekomposisi dan drainase. Hal tersebut terjadi karena kondisi anaerobik yang terdapat dalam rawa gambut (Melling dan Henson 2011). Lahan gambut dikenal sebagai penyimpan karbon global terbesar dan secara signifikan merupakan kontributor terhadap fluks karbon. Indonesia memiliki area lahan gambut terbesar keempat di dunia (Chen et al. 2008). Lahan gambut dunia hanya 3% dari seluruh daratan di dunia, tetapi menyimpan 30% dari karbon yang tersimpan di tanah di dunia (Murdiyarso et al. 2010; Limpens et al. 2008). Lahan gambut tropis secara global sebesar 24,8 Mha dan hampir sebagian besar lahan gambut tropis berada di Asia Tenggara sebesar 56%, terluas berada di Indonesia dan Malaysia. Rata-rata ketebalan gambut yang terdapat di kedua negara tersebut lebih dari 5 m dan berisikan 77% dari keseluruhan karbon yang berada di lahan gambut tropis. Indonesia merupakan penyimpan karbon terbesar pada lahan gambut tropis sebesar 57,4 Gt atau 65% dari keseluruhan karbon pada lahan gambut tropis di dunia (dengan bulk density pada 0,09 gcm -3 dan konsentrasi karbon pada 56%). Gambut Indonesia diperkirakan mempunyai volume Gm 3, setara dengan 70% volume gambut tropis secara global (Page et al. 2011). Karakteristik lahan gambut antara lain konsentrasi karbon tinggi pada keseluruhan kedalaman lahan dan memiliki nilai bulk density yang rendah. Bulk density adalah massa tanah per sample volume (gcm -3 ). Ketika terjadi pemadatan tanah, bulk density yang didefinisikan sebagai rasio dari berat kering dan volume pada sample gambut meningkat (Minkkinen dan Laine 1998). Untuk mendapatkan nilai bulk density, tidak dilakukan pengukuran di semua tempat yang dikaji karena nilai bulk density tidak akurat khususnya bulk density yang telah terjadi pemadatan, sehingga dalam penentuan bulk density perlu tambahan data dari literatur (IPCC 2003). Data primer untuk bulk density sangat sulit untuk ditemukan. Nilai bulk density pada literatur hanya terdapat rentang nilainya saja. Beberapa literatur memiliki nilai rata-rata ataupun standar deviasi. Untuk tanah gambut yang dikonversi menjadi lahan pertanian, perubahan nilai bulk density menjadi lebih tinggi pada lapisan di atas hingga 1 m, sehingga pemadatan tanah tersebut tidak mengindikasikan nilai yang jauh lebih rendah secara permanen pada gambut bagian bawah yang masih tergenang air (Page et al. 2011). Peningkatan bulk density menunjukkan terjadi peningkatan dekomposisi (Boelter 1968). Bahan organik tanah adalah fraksi organik tanah dan terdiri dari fraksi yang sebagian besar merupakan subtansi humat dengan dekomposisi tinggi, tanaman segar, dan sebagian sisa tanaman yang terdekomposisi serta sebagian kecil biomassa mikroba tanah yang masih hidup. Bahan organik tanah berisi kurang lebih 58 %C yang disebut juga karbon organik tanah. Bahan organik tanah merupakan hal yang penting dalam lingkungan pada skala global maupun lokal. Karbon organik tanah pada skala global merupakan komponen utama dalam siklus karbon global dan dapat menjadi sumber maupun buangan. Pada skala lokal berhubungan dengan kualitas tanah untuk pertanian (Bruun et al. 2009). Luas lahan gambut di Sumatera berdasarkan kedalaman, mulai kedalaman 0-2 m memiliki luas tanah gambut sebesar ha, kedalaman 2 4 m sebesar ha, dan yang memilki kedalaman > 4 m sebesar ha (ICCT 2012). Berdasarkan kedalaman lahan gambut serta bulk density dan kandungan karbon, hal

15 3 tersebut menentukan jumlah karbon yang tersimpan pada lahan gambut di Sumatera. Pada tahun 1990, kandungan karbon total tanah gambut seluruh Sumatera adalah juta ton (Wahyunto et al. 2003). 2.2 Pengembangan Tanaman Kelapa Sawit pada Lahan Gambut Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) merupakan tanaman tahunan yang banyak ditanam di hutan tanaman dari daerah tropis lembab, untuk menghasilkan produksi minyak sawit. Kelapa sawit digunakan dalam menyajikan makanan, industri oleokimia dan biofuel (Reijnders dan Huijbregts 2006). Perluasan lahan kelapa sawit berkaitan erat dengan konversi dan degradasi lahan gambut (ICCT 2011). Gambut memiliki karakter seperti spons sehingga diperlukan drainase pada persiapan lahan gambut, agar dapat ditanami kelapa sawit. Manajemen air pada lahan gambut yang dijadikan lahan perkebunan melibatkan drainase tetapi juga menjaga kedalaman muka air agar tetap dekat di permukaan dengan mencegah pengeringan yang berlebihan. Selama musim hujan, sistem manajemen air harus mampu mengakomodasi jumlah air yang mempunyai volume lebih besar dan menjaga agar akar kelapa sawit tetap mendapat ruang udara pada air yang tetap. Selama musim kering, air harus di jaga agar tetap berada tingkat kedalaman air pada cm agar tanaman tidak mengalami stress kekeringan serta mencegah gambut kering tak balik. Selain itu proses drainase dilakukan untuk mendorong proses pemadatan lahan gambut yang dimungkinkan sebanyak 1m pada tahun pertama (Mutert et al. 1999). Pemadatan tanah gambut berguna meningkatkan kapasitas menahan beban pada permukaan tanah sehingga memudahkan operasi di lapangan (Rothwell et al. 1996) serta untuk memanipulasi kedalaman muka air. Hal ini disebabkan karena gambut memiliki kapilaritas yang baik dan kapasitas tahan air sehingga meningkatkan pasokan nutrisi, mengurangi resiko kebakaran, resiko terkena hama, serta meningkatkan pertumbuhan agar tandan kelapa sawit menjadi lebih besar (Mutert et al. 1999). Pengembangan kelapa sawit dilahan gambut mulai berkembang pada awal tahun 1990 hingga sekarang. Pada tahun 1990 luas lahan kelapa sawit yang berada pada lahan gambut di Sumatera memiliki luas ha. Perluasan terus terjadi hingga pada tahun 2000 terjadi penambahan luas menjadi ha. Kemudian pada tahun 2007 luas tersebut bertambah kembali menjadi dan tahun 2010 perluasan kembali terjadi hingga mencapai luas ha (ICCT 2012). Pengembangan kelapa sawit terus dilakukan akibat keterbatasan lahan yang dapat digunakan sebagai lahan perkebunan kelapa sawit. 2.3 Sumber Emisi Karbon Dioksida dari Kelapa Sawit di Lahan Gambut Meskipun kebakaran diperkirakan sebagai penyebab utama deforetasi (93%) dan emisi karbon netto pada , pada tahun kelapa sawit secara langsung menyebabkan 27% deforestasi secara keseluruhan dan 40% deforestasi pada lahan gambut. Kebutuhan global pada makanan, biofuel, dan sumber alami medorong kapitalis mengembangkan pertanian khususnya untuk tanaman tropis. Konversi hutan dan lahan gambut untuk tanaman pertanian dapat menjadi sumber emisi gas rumah kaca dari perubahan muka lahan yang menghasilkan 10-20% emisi netto gas rumah kaca secara global (Carlson et al. 2012) Perubahan penggunaan lahan dan degradasi lahan gambut secara langsung ataupun tidak langsung menjadi lahan pertanian dapat menyebabkan emisi dikarenakan karbon yang hilang dari tanah dan biomassa tanaman (Achten dan Verchot 2011; Miettinen dan Liew 2010; Oleszczuk et al 2008). Beberapa studi melakukan estimasi emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari oksidasi gambut itu sendiri tanpa menghitung emisi karbon dari respirasi akar dan pengukuran gas fluks. Upaya dalam penghitungan tersebut dapat diyakinkan karena dalam menghitung besaran bersih emisi yang dihasilkan lahan gambut dari estimasi semua fluks keluar dan ke dalam gambut termasuk dalam perubahan biomassa. Hal ini disebabkan karena keterbatasan data yang tersedia dan ketidakpastian yang terkait dari beberapa komponen (Hooijer et al. 2009). Respirasi tanah merupakan produk dari respirasi oleh akar (respirasi autotrofik) dan dekomposisi tanah (respirasi heterotrofik). Pemisahan respirasi tanah menjadi respirasi autotrofik dan heterotrofik merupakan hal yang penting dalam siklus karbon, perubahan iklim, ilmu tanah, dan fisiologi

16 4 tanaman (Bond-Lamberty et al. 2004). Respirasi rizhosphere meliputi aktivitas autotrofik akar tanaman serta aktivitas heterotrofik, termasuk dekomposisi eksudat akar serta akar tanaman yang baru mati (Couwenberg et al. 2010). Gambar 1 Proses keluar masuk karbon pada tanaman Kelapa Sawit di Lahan Gambut (Verwer et al. 2008) Emisi CO 2 dari tanah timbul dari respirasi oleh akar tanaman, organisme hidup, serta mineralisasi bahan organik pada tanah tersebut, mikroorganisme yang mati, dan tumbuhan yang mati. Tingkat emisi karbon dioksida ke atmosfer bergantung pula pada banyak faktor, antara lain kondisi iklim, jenis gambut, tingkat dekomposisi, kedalaman muka air dan suhu tanah selain dari jenis dan intensitas pemanfaatan lahan (Oleszczuk et al. 2008). Beberapa studi melakukan estimasi CO 2 netto yang dihasilkan dari oksidasi lahan gambut itu sendiri tanpa menghitung respirasi akar (Hooijer et al. 2012). Barubaru ini usaha yang dilakukan dalam menghitung perubahan netto karbon yang tersimpan di gambut dari semua perbedaan yang ada diantara estimasi yang masuk serta yang keluar pada lahan gambut termasuk perubahan pada biomassa tanaman (Herghoualc h dan Verchot 2011). Kandungan karbon total tanah gambut seluruh Sumatera pada tahun 1990 adalah juta ton. Kandungan tertinggi terdapat di Propinsi Riau ( juta ton C atau 75,62% dari total Sumatera), Propinsi Jambi (1851 juta ton), Sumsel (1.799 juta ton), Aceh (562 juta ton), Sumatera Utara (561 juta ton), dan Sumatera Barat (508 juta ton), serta terendah adalah Bengkulu (92 juta ton) dan Lampung (60 juta ton karbon). Sedangkan kondisi pada tahun 2002, kandungan karbon seluruh Sumatera mengalami perubahan yakni berkurang sebesar juta ton atau kandungan karbon totalnya hanya berkisar juta ton (Wahyunto et al. 2003). Pengurangan ketebalan gambut merupakan salah satu penyebab utama kehilangan karbon dari lahan gambut akibat perubahan penggunaan lahan. Pembukaan hutan gambut menjadi lahan perkebunan kelapa sawit terjadi sejak awal tahun Pengembangan lahan tersebut pada tahun 1990 mencapai ha hingga tahun 2000 menjadi ha (ICCT 2012). 2.4 Hubungan Drainase dengan Emisi Karbon Dioksida Subsiden gambut adalah hasil dari beberapa proses. Pada tingkat awal setelah drainase terjadi subsiden karena kehilangan dukungan dari tekanan pada rongga air. Subsiden awal bergantung pada tipe dan kedalaman gambut serta tingkat drainase yang dilakukan. Hal tersebut bisa mengakibatkan penurunan permukaan secara drastis pada tahun pertama drainase (Couwenberg et al. 2010). Studi yang dilakukan Wosten et al. (1997), rata-rata subsiden yang terjadi setinggi 2 cm per tahun yang merupakan hasil dari pengurangan volume 200 m 3 ha -1 th -1. Bulk density 0,1 g cm -3 dan 60% subsiden mengarah pada dekomposisi gambut sebesar 12 t ha -1 th -1. Asumsi konsentrasi karbon pada gambut yaitu 60% dari total dekomposisi gambut menghasilkan produksi karbon sebesar 7,2 t ha -1 th -1 atau 26,5 t CO 2 ha -1 th -1. Ketika bulk density bernilai 0,05 atau 0,15 g cm -3, emisi CO 2 menjadi 13.3 dan 39,7 t CO 2 ha -1 th -1. Pengolahan kelapa sawit pada lahan gambut membutuhkan drainase yang luas dengan kontrol air menggunakan sistemasi parit, bendungan, dan pompa. Drainase dapat meningkatkan bulk density pada gambut (Rothwell et al. 1996; Minkkinen dan Laine 1998). Selanjutnya drainase menyebabkan penyusutan dan oksidasi dari gambut pada bagian atas. Selain itu, angin,

17 5 erosi, pencemaran bahan organik terlarut, dan api memberikan kontribusi pada hilangnya materi dan ketinggian gambut. Selama fase subsiden kedua, penyusutan dan oksidasi merupakan proses yang dominan dan ditunjukkan dengan linear dependensi pada kedalaman drainase. Ketika Parit tidak dipelihara dan diperdalam secara berkala untuk mempertahankan tingkat air yang diinginkan, hal tersebut dapat menyebabkan lapisan aerobik hilang sehingga tingkat penurunan berkurang (Couwenberg et al. 2010). Proses oksidasi dengan mudah menghilangkan material yang dapat terdekomposisi. Oleh karena itu kehilangan oksidasi menurun seiring dengan waktu. Pengolahan tanah, pemupukan, eksudat akar, dan hal-hal yang mengakibatkan kehilangan oksidasi yang tinggi, tetap berlanjut pada pengaturan pertanian di lahan gambut (Couwenberg et al. 2010). Hubungan drainase dengan emisi dapat dilihat berdasarkan hasil dua jenis studi emisi yang dilakukan Hooijer et al. (2009). Jenis studi emisi tersebut antara lain pemantauan emisi yang berkaitan dengan kedalaman air dan studi jangka panjang pemantauan subsidensi di lahan gambut yang dikeringkan serta dikombinasikan dengan kandungan karbon gambut dan analisis bulk density. Untuk faktor luar, kontribusi dari tingkat total subsiden dan sisanya adalah sifat emisi CO 2 (Hooijer et al. 2009). Hasil analisis menunjukkan hubungan : CO 2 = 91 * G [R 2 = 0,71, n = 8] Keterangan : CO 2 = CO 2 emission (t ha 1 th 1 ) G = Groudwater Depth (m) Kedalaman air tanah (Groudwater Depth ) adalah kedalaman rata-rata di bawah permukaan gambut. Hubungan linier antara CO 2 emission dan Groudwater Depth menunjukkan bahwa setiap 10 cm kedalaman drainase akan mengemisikan CO 2 sekitar 9,1 ton CO 2 ha -1 th -1 (Hooijer et al. 2009). Berdasarkan hasil penelitian Furukawa et al. (2005) setiap 10 cm penurunan muka air tanah akan menghasilkan peningkatan sebesar 50% emisi CO 2. Pada pengembangan lahan kelapa sawit tersebut dilakukan drainase pada tingkat kedalaman cm. Pengembangan kelapa sawit di lahan gambut yang telah dilakukan pada wilayah Sumatera sejak tahun 1990 hingga tahun 2010 seluas ha (ICCT 2012) sehingga seluruh luas tersebut telah mengalami drainase pada proses pengelolaan lahan kelapa sawit. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Studi Waktu pelaksanaan studi dilakukan pada bulan Februari Juli Studi ini di laksanakan di Laboratorium Hidrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB dan di Center For International Forestry Research (CIFOR). 3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam studi pustaka ini adalah : a. Seperangkat komputer dengan program MS Word dan Ms Excel b. Artikel yang berkaitan dengan emisi karbon dioksida pada lahan gambut c. Artikel yang berkaitan dengan tanaman kelapa sawit di lahan gambut d. Artikel yang terdapat nilai emisi karbon dioksida dari tanaman kelapa sawit di lahan gambut e. Luas perkebunan kelapa sawit yang berada di lahan gambut di Sumatera pada tahun f. Luas perkebunan kelapa sawit di lahan gambut di Sumatera pada tahun Metode Metode yang digunakan dalam studi pustaka ini adalah : a. Mengumpulkan tulisan yang berhubungan dengan emisi karbon dioksida dari konversi lahan gambut menjadi perkebunan kelapa sawit wilayah Sumatera. b. Mengumpulkan nilai-nilai emisi karbon dioksida dari tanaman kelapa sawit pada lahan gambut berdasarkan berbagai studi. c. Melakukan kajian pada faktor penentu emisi dari tanah gambut d. Melakukan kajian pengaruh drainase terhadap emisi yang terjadi pada lahan gambut berdasarkan seberapa besar tingkat drainase yang ditemukan pada beberapa studi. e. Melakukan kajian proses heterotrofik dan autotrofik pada setiap nilai-nilai emisi karbon dioksida dari tanaman

18 6 Tabel 1 Daftar literatur yang digunakan dalam studi No Literatur Jumlah Penulis 1 Lahan gambut 4 Boelter (1968), Bruun et al. (2009), Chen et al. (2008), Rydin dan Jeglum (2006) 2 Kandungan 2 Wahyunto et al. (2003), Page et al. (2011) karbon gambut 3 Drainase gambut 4 Furukawa et al. (2005), Hooijer et al. (2009), Minkkinen dan Laine (1998), Rothwell et al. (1996), 4 Kelapa sawit 3 Deptan (2011), ICCT (2012), Mutert et al. (1999) 5 Proses siklus 12 Achten dan Verchot (2011), Bond-Lamberty et al. (2004), karbon di lahan Carlson et al. (2012), Couwenberg et al. (2010), Detwiler gambut dan dan Hall (1988), IPCC (2003), IPCC (2006), Limpens et karbon dioksida al. (2008), Melling dan Henson (2011), Miettinen dan Liew (2010), Oleszczuk et al. (2008), Verwer et al. (2008) 6 Faktor emisi karbon dioksida 10 Fargione et al. (2008), Germer dan Sauerborn (2008), Hergoualc'h dan Verchot (2011), Hooijer et al. (2012), ICCT (2011), Melling et al. (2005), Murayama dan Bakar (1996), Murdiyarso et al. (2010), Reijnders dan Huijbregts (2008), Rieley dan Page (2008) f. kelapa sawit pada lahan gambut berdasarkan berbagai studi. g. Melakukan kajian nilai emisi karbon dioksida dari tanaman kelapa sawit pada lahan gambut wilayah Sumatera tahun h. Melakukan kajian nilai emisi karbon dioksida dari tanaman kelapa sawit pada lahan gambut wilayah Sumatera dengan kecenderungan dari data historis tahun IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bulk Density dan Konsentrasi Karbon Lahan Gambut yang ditanam Kelapa Sawit Nilai bulk density serta konsentrasi karbon merupakan parameter yang digunakan dalam melakukan penghitungan untuk mendapatkan nilai emisi karbon tanah lahan gambut. Nilai tersebut dapat berbedabeda akibat pengaruh dari tanaman yang ada di atas tanah dan dari proses yang terjadi dalam pengelolaan lahan gambut tersebut. Kehilangan karbon dari tanah gambut dapat dihitung dengan mengetahui perubahan pada total karbon stok pada awal pengukuran dan akhir pengukuran dengan cara [(VxBDx%C)t1] - [(VxBDx%C)t2] dimana V adalah volume (m3), BD adalah rata-rata bulk density (g cm-3), dan %C merupakan persentase karbon yang berada di tanah gambut, t1 pada saat pengukuran awal dan t2 pada saat pengukuran akhir (Melling dan Henson 2011). Jika emisi karbon dioksida dihitung dengan mengasumsikan nilai bulk density (g cm -3 ) dan konsentrasi karbon (%) yang sama pada pengukuran awal dan pengukuran akhir, tetapi terjadi perubahan volume menjadi lebih kecil dari sebelumnya, menunjukkan terjadinya pelepasan karbon. Tabel 2 Nilai bulk density dan konsentrasi karbon lahan gambut yang ditanami kelapa sawit pada lapisan kedalaman yang berbeda Lapisan Kedalaman (cm) Bulk Density (g cm -3 ) 0-5 0,2 53, ,12 56, , ,09 58,2 Konsentrasi Karbon (%) Sumber : Murayama dan Bakar (1996) Nilai bulk density (g cm -3 ) dan konsentrasi karbon (%) pada studi Murayama dan Bakar (1996) menunjukkan bahwa pada lapisan kedalaman 0-5 cm memiliki total simpanan karbon yang lebih besar dibanding dengan umur kelapa sawit 5-20 cm, cm dan cm. Emisi CO 2 dari tanah timbul dari respirasi oleh akar tanaman, organisme hidup, dari mineralisasi bahan organik pada tanah tersebut, mikroorganisme yang mati dan tumbuhan yang mati (Oleszczuk et al. 2008). Nilai bulk density menunjukkan

19 7 tingkat dekomposisi (Boelter 1968), pada lapisan atas (0-5 cm) memiliki nilai bulk density yang tinggi sehingga menunjukkan lapisan atas yang lebih banyak terdekomposisi. Bulk density dan konsentrasi karbon pada lapisan kedalaman yang berbeda memiliki nilai yang berbeda (Tabel 1). 4.2 Pengaruh Drainase terhadap emisi karbon dioksida Pengaruh drainase terhadap emisi karbon dioksida dapat terlihat dari nilai emisi beberapa studi. Nilai emisi pada studi Murdiyarso et al. (2010) bernilai 59,4 + 10,2 t CO 2 ha -1 th -1 pada tingkat kedalaman muka air 50 cm. Pada studi yang dilakukan oleh Melling et al. (2005) dengan nilai estimasi karbon dioksida pada lahan gambut yang didrainase pada kedalaman cm untuk perkebunan kelapa sawit di lahan gambut menghasilkan emisi 60, t CO 2 ha -1 th - 1. Hubungan drainase dengan emisi juga terdapat dalam studi Furukawa et al. (2005) (Gambar 2). Gambar 2 Hubungan tingkat muka air tanah dengan fluks CO 2 (Furukawa et al. 2005) Studi yang dilakukan Hooijer et al. (2012) untuk pengembangan tanaman kelapa sawit di lahan gambut rata-rata melakukan drainase pada kedalaman 73 cm dengan kisaran nilai emisi yang dihasilkan t CO 2 ha -1 th -1. Studi yang dilakukan Rieley dan Page (2008) tanaman kelapa sawit tidak dapat tumbuh dalam air yang tergenang, sehingga drainase yang dilakukan pada pengolahan kelapa sawit berada pada kisaran cm di bawah permukaan tanah dengan estimasi besaran emisi 146,4 t CO 2 ha -1 th -1. Dilihat dari kedalaman drainase pada beberapa studi tersebut, semakin dalam drainase yang dilakukan emisi yang dihasilkan semakin besar pula. Hal tersebut terjadi akibat adanya pengeringan lahan yang mengakibatkan proses oksidasi pada tanah gambut yang tidak tergenang air terjadi. Jadi semakin bertambah kedalaman drainase, volume tanah gambut yang mengalami oksidasi pun semakin besar sehingga emisi yang dihasilkan pun memiliki nilai yang semakin besar. Setiap penurunan muka air tanah pada lahan gambut searah dengan peningkatan emisi karbon dioksida dari tanah ke atmosfer. 4.3 Faktor Emisi Karbon Dioksida tanaman Kelapa Sawit pada Lahan Gambut Perbedaan besaran emisi yang dihasilkan memiliki jarak yang cukup signifikan apabila nanti nilai-nilai tersebut digunakan dalam menghitung besaran emisi di wilayah tertentu. Berdasarkan estimasi emisi karbon Murdiyarso et al. (2010), emisi yang dihasilkan tersebut diatur dalam proses biofisik yang komplek yang dipengaruhi oleh praktek manajemen dalam mengelola lahan gambut untuk pertanian. Dekomposisi gambut, pemadatan tanah gambut, keberadaan nutrien, kadar air tanah, dan kedalaman muka air merupakan prosesproses yang mempengaruhi emisi karbon dari lahan gambut dan tanaman yang berada di atas lahan gambut. Emisi karbon dioksida tersebut dipisahkan menjadi beberapa proses (Tabel 3). Estimasi total karbon dioksida yang hilang dari konversi hutan rawa gambut menjadi tanaman kelapa sawit bernilai 59,4 + 10,2 t CO 2 ha -1 th -1 atau t CO 2 ha -1 pada 25 tahun pertama setelah dilakukan perubahan lahan. Sebesar 61,6% emisi berasal dari tanah gambut yaitu termasuk dalam proses akumulasi tanah gambut yang terhenti, pembakaran lahan, dan karbon tanah gambut yang hilang saat ditanami kelapa sawit. Proses kehilangan karbon tanah gambut pada saat ditanami kelapa sawit yaitu sebesar 131,1 + 28,2 t C ha -1 (32%). Pada proses tersebut, karbon yang masuk dihitung berdasarkan nilai karbon dari serasah dan kematian akar, sedangkan karbon yang keluar merupakan nilai dari respirasi tanah serta karbon organik tanah dan partikel organik. Semua proses tersebut terjadi setelah dilakukan konversi. Sejumlah 25%

20 8 Tabel 3 Emisi karbon dioksida dari tanaman kelapa sawit pada lahan gambut dari berbagai studi Faktor Emisi Karbon Kelapa Sawit di Lahan Referensi Dioksida (t CO 2 Metode Gambut ha -1 th -1 ) Murdiyarso et al Hergoualc h dan Verchot 2011 Germer dan Sauerborn 2008 Rieley dan Page 2008 Melling et al Fargione et al Hooijer et al Reijnders dan Huijbregts ,4 + 10,2 62,7 + 13, , , ,2 Keterangan : Nilai (rata-rata + Standard Error) Konversi hutan rawa gambut menjadi tanaman kelapa sawit, pada 25 tahun pertama setelah perubahan penggunaan lahan Konversi hutan rawa gambut menjadi tanaman kelapa sawit Konversi hutan menjadi tanaman kelapa sawit pada 25 tahun pertama Pengolahan kelapa sawit pada lahan gambut tropis pada 25 tahun pertama Pengolahan kelapa sawit pada lahan gambut komersil yang sudah berdiri sejak 1997 Lahan kelapa sawit pada lahan gambut yang telah didrainase selama 50 tahun Pengolahan kelapa sawit dengan pengukuran yang dilakukan pada kelapa sawit dewasa Pengembangan kelapa sawit pada lahan gambut Perhitungan dari beberapa studi literatur berdasarkan karbon yang masuk dan keluar dari pembakaran, perubahan karbon stok biomassa, karbon tanah gambut, respirasi heterotrofik, dan respirasi autotrofik. Perhitungan dari beberapa studi literatur berdasarkan karbon yang masuk dan keluar dari karbon tanah gambut, dan perubahan stok biomassa, respirasi heterotrofik, dan respirasi autotrofik. Perhitungan dari beberapa studi literatur berdasarkan karbon yang masuk dan keluar dari dekomposisi gambut, fiksasi biomassa, dan pembakaran Perhitungan dari beberapa studi literatur berdasarkan berdasarkan karbon yang masuk dan keluar dari dekomposisi gambut dan pembakaran Pengukuran fluks CO 2 dari tanah menuju atmosfer sebagai emisi dari repirasi tanah menggunakan closed-chamber method Perhitungan dari beberapa studi literatur berdasarkan karbon yang masuk dan keluar dari dekomposisi gambut Karbon yang hilang dihitung dari ketebalan gambut yang hilang dari proses oksidasi dan ketinggian muka air. Perhitungan dari beberapa studi literatur berdasarkan karbon yang masuk dan keluar dari respirasi heterotrofik emisi yang dihasilkan berasal dari kebakaran yang terjadi pada lahan gambut tersebut. Perubahan karbon stok pada biomassa didapat dari jumlah biomassa pada hutan rawa gambut sebesar 179,7 t C ha -1 th -1 yang hilang digantikan dengan tanaman kelapa sawit yang memiliki jumlah biomassa 24,2 t C ha -1 th -1. Respirasi tanah merupakan total respirasi akar dan respirasi heterotrofik. Karbon keluar berasal dari resprasi tanah sebesar 12,7 + 2,7 t C ha -1 th -1, respirasi akar sebesar 3,4 + 0,4 t C ha -1 th -1 atau sebesar 27% dari total respirasi tanah, dan respirasi heterotrofik sebesar 9,3 + 2,7 t C ha -1 th -1 atau 73% dari total respirasi tanah.

21 9 Tabel 4 Pelepasan karbon pada pengolahan kelapa sawit di lahan gambut (Selama 25 tahun) Karbon Hilang Proses (t C ha -1 ) Akumulasi gambut 18,8 + 6,3 yang terhenti Pembakaran lahan gambut untuk pembukaan lahan Perubahan karbon stok 155,5 + 39,2 pada biomassa Karbon tanah gambut yang hilang pada 131,1 + 28,2 tanaman kelapa sawit Total 405,3 + 69,8 Sumber : Murdiyarso et al Ket : Nilai (rata-rata + standard error) Pada studi Hergoualc h dan Verchot (2011), estimasi emisi karbon yang hilang pada tanaman kelapa sawit dilahan gambut berdasarkan perhitungan dari data-data berbagai proses yang dikumpulkan dari beberapa literatur sehingga didapatkan besaran nilai emisi karbon dioksida hutan rawa gambut yang dikonversi menjadi lahan kelapa sawit pada 25 tahun pertama yaitu 62,7 + 13,2 t CO 2 ha -1 th -1. Emisi karbon dioksida pada studi ini dinilai dapat digunakan dalam melakukan perhitungan emisi karbon pada suatu wilayah yang ditanamani kelapa sawit pada lahan gambut untuk seluruh Indonesia.Total karbon yang hilang merupakan karbon dari biomassa tanaman dan tanah gambut dengan drainase pada tingkat kedalaman muka air cm. Tanah gambut memiliki kontribusi sebesar 63% dari total emisi tersebut yaitu sebesar 10,8 + 3,5 t C ha -1 th -1 atau 37,8 + 12,9 t CO 2 ha -1 th -1. Kehilangan karbon dari vegetasi terjadi sebesar 6,3 + 1,1 t C ha -1 th -1 atau 23,1 + 4,0 t CO 2 ha -1 th -1. Tabel 5 Karbon Masuk Sebelum konversi Hutan Rawa Gambut menjadi Tanaman kelapa sawit Proses Nilai (t C ha -1 th -1 ) Serasah 1,5 + 0,1 (4) Akar 3,6 + 1,1 (4) Total 5,0 + 1,1 (8) Sumber : Hergoualc h dan Verchot 2011 Ket : Nilai (rata-rata + standard error (n)) Karbon yang masuk berasal dari kematian akar dan serasah yang di tinjau dari beberapa studi. Karena studi untuk nilai karbon yang berasal dari kematian akar dan serasah sangat kurang, studi ini mengasumsikan bahwa nilai kematian akar dan serasah tanaman kelapa sawit yang berada di tanah mineral sama dengan yang berada di tanah gambut. Tabel 6 Karbon keluar sesudah konversi hutan rawa gambut menjadi tanaman kelapa sawit Proses Nilai (t C ha -1 th -1 ) Respirasi Heterotrofik 9,3 + 2,7 (5) CH 4-0, ,000 (1) Kebakaran 4,5 + 0,03 (14) DOC dan POC 1 + 0,5 (1) Total 14,8 + 2,8 (28) Sumber : Hergoualc h dan Verchot 2011 Ket : Nilai (rata-rata + standard error (n)) Karbon yang hilang dari tanah dihitung berdasarkan keseimbangan antara karbon yang masuk (Tabel 5) dan karbon yang keluar sebelum dan setelah dilakukan konversi hutan rawa gambut menjadi tanaman kelapa sawit (Tabel 6). Karbon yang hilang merupakan hasil dari respirasi heterotrofik sebesar 9,3 + 2,7 t C ha -1 th -1 (31, t CO 2 ha -1 th -1 ) atau sebesar 73% dari total respirasi tanah. Fluks CH 4 hanya berpengaruh sangat kecil dibanding dengan proses lain. Kontribusi lain pada karbon keluar yaitu dari proses kebakaran sebesar 4,5 + 0,037 t C ha -1 th -1 (16,5 + 0,11 t CO 2 ha -1 th -1 ) serta dari dissolved organic carbon dan particulat organic carbon. Total karbon keluar dari resprasi tanah sebesar 12,7 + 2,7 t C ha -1 th -1 sehingga pendugaan karbon yang dikeluarkan pada respirasi akar sebesar 3,4 + 0,4 t C ha -1 th -1 atau sebesar 27% dari total respirasi tanah. Tabel 7 Biomassa tanaman kelapa sawit (Selama 25 Tahun) Biomassa Nilai (t C ha -1 ) Biomassa Atas Tanah 24,2 + 8,1 (51) Biomassa Bawah Tanah 6,2 + 3,5 (14) Total 30,4 + 11,5 Sumber : Hergoualc h dan Verchot 2011 Ket : Nilai (rata-rata + standard error (n)) Karbon yang hilang dari vegetasi merupakan biomassa yang hilang dari konversi hutan rawa gambut sebesar 188,1 + 29,8 t C ha -1 th -1 dikurangi dengan total

22 10 karbon stok pada tanaman kelapa sawit (Tabel 7). Karbon yang hilang akibat perubahan muka vegetasi hutan rawa gambut termasuk karbon yang tersimpan pada biomassa di atas tanah. Pendekatan yang digunakan dalam mengestimasi keseluruhan karbon yang hilang yaitu dengan mengombinasikan stock dan flux approaches. Studi yang dilakukan oleh Germer dan Sauerborn (2007) menetapkan emisi karbon yang dihasilkan pada setiap ha lahan gambut yang masih dalam kondisi hutan dikonversi menjadi kelapa sawit dengan nilai sebesar t CO 2 selama siklus hidup ekonomi tanaman kelapa sawit selama 25 tahun dihasilkan dari tinjauan beberapa studi. Tabel 8 Faktor emisi CO2eq (t ha-1) pada konversi hutan menjadi tanaman kelapa sawit di lahan gambut Kondisi / Tanpa Proses Pembakaran Pembakaran Pembukaan lahan Dekomposisi gambut Fiksasi pada biomassa tanaman kelapa sawit Emisi Sumber : Germer dan Sauerborn 2007 Ket : Nilai (rata-rata + standard error) Emisi dari proses pembukaan lahan yang dimaksud dalam studi Germer dan Sauerborn (2007) menunjukkan bahwa emisi yang dihasilkan dari dekomposisi biomassa saat konversi hutan. Setiap pemotongan 1 t biomassa yang mengalami dekomposisi akibat konversi menghasilkan emisi 1,8 t CO 2. Jadi, hasil emisi dari dekomposisi biomassa pada konversi hutan yaitu sebesar t CO 2 ha -1. Apabila dilakukan pembakaran pada proses pembukaan lahan tersebut emisi yang dihasilkan sebesar t CO 2 ha -1. Sehingga emisi yang dihasilkan dari proses pembakaran terjadi peningkatan sebesar 21 t CO 2 ha -1. Emisi gas rumah kaca dari dekomposisi lahan gambut sebesar t CO 2 ha -1 merupakan total potensial emisi dari CO 2 dan N 2 O dari dekomposisi dan penyerapan CH 4 pada drainase lahan gambut. Emisi CO 2 yang termasuk dalam dekomposisi gambut ditinjau dari nilai emisi pada studi Melling et al. (2005) yaitu sebesar t CO 2 ha -1 atau 31,4 + 14,1 t CO 2 ha -1 th -1. Jadi dalam dekomposisi gambut, yang dilepaskan N 2 O memiliki kontribusi yang sangat kecil dibandingkan dengan emisi CO 2 dalam emisi gas rumah kaca. Hal ini nenberikan kontribusi respirasi heterotrofik dalam pelepasan karbon sebesar 31,4 + 14,1 t CO 2 ha -1 th -1. Fiksasi pada biomassa tanaman yang dilakukan tanaman kelapa sawit mempengaruhi nilai total emisi karbon dioksida akibat konversi lahan. Emisi yang dihasilkan berkurang akibat karbon yang diserap tanaman kelapa sawit tersebut. Tanaman kelapa sawit memiliki kemampuan yang cukup berpengaruh dalam mengurangi emisi karbon. Studi yang dilakukan Rieley dan Page (2008) untuk mendapatkan estimasi nilai emisi karbon kelapa sawit dilahan gambut yaitu 146,4 t CO 2 ha -1 th -1. Untuk mengestimasi nilai emisi karbon digunakan data primer dan data sekunder selama 25 tahun. Periode 25 tahun merupakan siklus pertama yang merupakan siklus ekonomi tanaman kelapa sawit karena produksi kelapa sawit saat mencapai umur tersebut sudah menurun. Skenario pada studi yang dilakukan Rieley dan Page (2008), hutan rawa gambut direpresentasikan dalam kondisi alami pada daerah tropis dataran rendah di Asia tenggara. Gambut yang dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit termasuk penghilangan hutan dan penyiapan lahan termasuk drainase dan kebakaran yang terjadi saat pembukaan lahan. Tanaman kelapa sawit tidak dapat tumbuh dalam air yang tergenang, sehingga drainase yang dilakukan pada pengolahan kelapa sawit berada pada kisaran cm dibawah permukaan tanah. Pada tanaman kelapa sawit, siklus pemanenan dimulai sekitar 5-8 tahun setelah tanam dan berlanjut sampai kelapa sawit berumur 25 tahun. Ketika tumbuhan kelapa sawit tersebut semakin besar, produktivitas kelapa sawit menurun sehingga tanaman yang lama digantikan dengan tanaman baru. Penanaman ulang pun dilakukan sehingga kemudian dilakukan kembali penyiapan lahan dengan menebang dan membuang tanaman kelapa sawit yang lama. Emisi tersebut hanya menunjukkan pelepasan karbon yang dilihat dari penurunan muka tanah gambut dan karbon yang hilang dari hasil pembakaran. Emisi

23 11 yang dihasilkan dari penurunan muka tanah gambut selama 25 tahun yaitu sebesar 862,5 t C ha -1 atau 34,5 t C ha -1 th -1. Emisi yang dilihat dari penurunan muka lahan gambut tersebut merupakan emisi yang bersumber dari proses heterotrofik atau akibat dari dekomposisi gambut yang menyebabkan terjadi subsiden dan emisi yang dihasilkan sebesar 126,6 t CO 2 ha -1 th -1. Emisi karbon yang dihasilkan dari pembakaran lahan gambut sebesar 135 t C ha -1 (5,4 t C ha -1 th - 1 ) atau 19,8 t CO 2 ha -1 th -1 sehingga pelepasan karbon tahunan sebesar 39,9 t C ha -1 atau 146,4 t CO 2 ha -1. Studi yang dilakukan Melling et al. (2005), lokasi penelitian di lahan gambut tropis di Sarawak, Malaysia. Untuk mendapatkan nilai fluks CO 2 tanah (respirasi tanah) pada tanaman kelapa sawit, pengukuran dilakukan setiap bulan lebih dari satu tahun. Kondisi iklim daerah kajian tersebut dengan rata-rata curah hujan tahunan: mm, kedalaman gambut: 5,55 m, bulk density: 0, g/cm 3, total karbon 44,69 + 1,09 %, pada tipe gambut fibrik. Studi dilakukan pada ekosistem kelapa sawit yang berlokasi di tanaman kelapa sawit komersil sekitar 4000 ha lahan gambut yang didrainase yang didirikan sejak tahun Drainase telah dilakukan pada kedalaman muka air antara cm. Studi kelapa sawit ini dimulai umur tanaman 4 tahun dan hampir semua kanopi menutupi lahan gambut. Sawit tersebut memiliki tinggi sekitar 5.5 m dan kerapatan kelapa sawit yaitu 160 sawit per ha. Sebanyak 103 kg N ha -1 dalam bentuk urea digunakan secara tahunan di bulan November 2002 dan Mei Pada sawit yang masih muda tidak terdapat serasah dan lantai permukaan lahan gambut tersebut bersih dari perakaran. Fluks karbon tanah pada kelapa sawit yaitu 45,7 to 334,5 mg C m 2 h 1 atau 4-29 t C ha -1 th -1. Pelepasan karbon tersebut dihitung berdasarkan pengukuran karakteristik utama tanah gambut yang ditanami kelapa sawit yaitu sebesar 14,68-106,43 t CO 2 ha -1 th -1. Berdasarkan studi yang dilakukan Murdiyarso et al. (2010) dan studi yang dilakukan Hergoualc h dan Verchot (2011). Respirasi heterotrofik memiliki kontribusi 73% dari total respirasi tanah dan respirasi akar dari tanaman kelapa sawit memiliki kontribusi sebesar 23%. Sehingga estimasi dari total respirasi tanah yang dilakukan pada studi Melling et al. 2005, respirasi heterotrofik sebesar 3,9-28,7 t CO 2 ha -1 th -1 dan respirasi akar (autotrofik) sebesar 10,6-77,7 t CO 2 ha -1 th -1. Estimasi karbon dioksida yang hilang dari tanaman kelapa sawit di lahan gambut pada studi yang dilakukan Fargione et al. (2008) sebesar t CO 2 ha -1 th -1. Estimasi yang dilakukan Fargione et al. (2008) mengasumsikan emisi yang terjadi yaitu pada lahan gambut yang telah didrainase lebih dari 50 tahun. Respirasi heterotrofik pada studi tersebut sebesar 40, ,95 t CO 2 ha -1 th -1 dan respirasi akar (autotrofik) sebesar 14,85 + 4,05 t CO 2 ha -1 th -1. Estimasi karbon dioksida pada studi Fargione et al. (2008) dihitung berdasarakan beberapa studi yaitu IPCC (2006) dengan nilai emisi sebesar 73,3 t CO 2 ha -1 th -1, Murayama dan Bakar (1996) 54,3 t CO 2 ha -1 th -1, Melling et al. (2005) 36,6 t CO 2 ha -1 th - 1 dan Germer dan Sauerborn (2007) 56,5 t CO 2 ha -1 th -1. Studi yang dilakukan Hooijer et al. (2012) menetapkan emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari oksidasi pada lahan gambut 0 18 tahun setelah drainase sebesar 119 t ha -1 th -1, sebanyak 92% dijelaskan oleh subsiden lebih dari 18 tahun dengan rata-rata subsiden 5 cm/tahun. Rata-rata dari keseluruhan nilai yang didapat yaitu t CO 2 ha -1 th -1, nilai emisi tersebut berasal dari pelepasan karbon pada tanah saja. Respirasi heterotrofik pada studi tersebut sebesar ,43 t CO 2 ha -1 th -1 dan respirasi akar (autotrofik) sebesar ,57 t CO 2 ha - 1 th -1. Studi yang dilakukan Hooijer et al. (2012) dilakukan pada daerah jambi dengan tanaman kelapa sawit yang sudah dewasa. Dengan kondisi iklim daerah tersebut yaitu memiliki rata-rata curah hujan tahunan sekitar 2500 mm dan rata-rata suhu udara 30 o C ke bawah. Studi tersebut dilakukan selama periode Pada saat periode tersebut, di tahun 2007, 2008, 2010 mengalami musim kering dengan rata-rata curah hujan 100 mm/bulan. Pada lokasi penelitian tersebut dari saat dimulainya pengukuran subsiden di tahun 2009, kondisi lahan gambut telah didrainase antara14-19 tahun dengan rata-rata 18 tahun. Manajemen drainase yang dilakukan pada studi yang dilakukan Hooijer et al. (2008) yaitu dengan jaringan kanal yang memiliki lebar 5-8 m dengan kedalaman 3 meter dan dipisahkan oleh ruang meter. Untuk tanaman kelapa sawit pembukaan lahan digunakan cara pembakaran lahan. Pengukuran subsiden dan

24 12 pengukuran tinggi muka air dilakukan pada Juni 2009 sampai Juli 2010 dengan interval pengukuran selama dua minggu. Untuk hasil nilai subsiden yaitu nilai rata-rata tahunan. Ketebalan dan tipe gambut ditentukan saat waktu pembuatan lubang menggunakan kayu dan interpretasi secara visual. Bulk density diukur dari sampel pada kedalaman 2-2,5 m dan sampel dikumpulkan dalam interval 0,1 m dimulai dari 0,1 m dibawah permukaan. Total sampel pada pengukuran bulk density sebanyak 1201 sampel gambut yang dikeringkan pada suhu 105 o C selama 96 jam (4 hari) untuk menghilangkan kelembaban dari tanah tersebut. Karbon yang hilang dihitung dari ketebalan gambut yang hilang dari proses oksidasi dengan menerapkan BD pada gambut yang berada di bawah muka air. Berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata nilai subsiden yaitu 5,4 + 1,1 cm th -1 (18 tahun setelah drainase), pada dasarnya ratarata tahunan penurunan muka tanah (subsiden) yaitu 5cm/tahun. Untuk kedalaman muka air rata-rata pada 0,73 m dan berkisar antara 0,33-1,03 m. Ketebalan lahan gambut pada lahan kelapa sawit yaitu 5,6-10,7 m dengan rata-rata 7,7 + 1,4 m. Pada bagian atas kedalaman 0,3-0,5 m secara umum merupakan gambut hemik, dan beberapa gambut fibrik dan gambut saprik. Studi yang dilakukan Reijnder dan Huijbregs (2008), mengasumsikan nilai emisi karbon dioksida tanaman kelapa sawit yang dikelola di lahan gambut dengan parameter C below yaitu sebesar t C ha -1 th -1. C below merupakan emisi karbon yang berhubungan dengan pengurangan biomassa dibawah permukaan tanah. Kehilangan karbon tersebut di estimasi dari beberapa studi, hanya dari proses heterotrofik untuk kehilangan karbon dari tanah sebesar ,2 t CO 2 ha -1 th -1. Perhitungan nilai tersebut didapat berdasarkan beberapa studi. Pemisahan respirasi tanah pada lahan gambut yang ditanami kelapa sawit dikaji dari beberapa studi, proses respirasi autotrofik memiliki peran sebesar 27% dari total respirasi tanah dan heterotrofik sebesar 73% dari total respirasi tanah. Kontribusi respirasi heterotrofik lebih besar sehingga dalam pengelolaan lahan gambut perlu dilakukan pemantauan secara berkala terhadap penurunan muka tanah dan muka air pada lahan gambut yang ditanami kelapa sawit. Dekomposisi gambut yang terjadi di atas batas kedalaman muka air merupakan komponen dalam penurunan muka tanah gambut yang menghasilkan karbon dioksida yang dilepas menuju ke atmosfer (Hooijer 2012). 4.4 Emisi Karbon Dioksida Total tanaman Kelapa Sawit pada Lahan Gambut di Sumatera Perluasan lahan kelapa sawit mengalami peningkatan sejak tahun 1990 hingga tahun Pada tahun 2010 luasan kelapa sawit telah mencapai ha di wilayah Sumatera dengan luasan yang terdapat dilahan gambut sebesar ha. Peningkatan tersebut terjadinya akibat terus permintaan kelapa sawit bertambah, karena kelapa sawit dapat digunakan sebagai energi alternatif sebagai pengganti minyak bumi. Pengelolaan lahan perkebunan kelapa sawit dilahan gambut mulai banyak dikembangkan mulai tahun 1990 diakibatkan juga kurang ketersediaan lahan yang dapat digunakan untuk perluasan lahan kelapa sawit tersebut. Pada awal tahun 1990 luas lahan kelapa sawit yang berada pada lahan gambut di Sumatera sebesar ha, di tahun 2000 terjadi penambahan luas menjadi ha, kemudian di tahun 2007 luas tersebut bertambah menjadi dan hingga tahun 2010 perluasan kembali terjadi hingga mencapai luas ha (ICCT 2012). Perkebunan kelapa sawit akan terus dikembangkan di lahan gambut dilihat dari perluasan lahan yang terjadi hingga tahun Berdasarkan beberapa faktor emisi dari beberapa studi (gambar 3), perluasan lahan kelapa sawit di lahan gambut di wilayah Sumatera, menyebabkan terus meningkatnya emisi karbon dioksida di wilayah tersebut. Berdasarkan faktor emisi yang diestimasi pada studi yang dilakukan Murdiyarso et al. (2010), emisi yang dihasilkan pada tahun 1990 sebesar t CO 2 ha -1 th -1, tahun 2000 sebesar t CO 2 ha -1 th - 1, tahun 2007 sebesar t CO 2 ha -1 th -1, dan tahun 2010 sebesar t CO 2 ha -1 th -1. Emisi yang diestimasi pada beberapa studi jika digunakan dalam penghitungan emisi total karbon dioksida untuk seluruh Sumatera akan menghasilkan perbedaan yang cukup signifikan. Sebagai contoh pada tahun 2010, emisi yang dihasilkan berkisar antara Mt CO 2 ha -1 th -1. Perbedaan yang signifikan tersebut akibat adanya faktor yang mempengaruhi pelepasan karbon dioksida. Pada studi yang dilakukan Murdiyarso et al. (2010), emisi diperhitungkan dari proses terhentinya

25 13 tingkat akumulasi gambut, pembakaran, perubahan biomassa dan karbon yang hilang dari tanah gambut. Pada studi yang dilakukan Hergoualc h dan Verchot (2011) emisi diperhitungkan dari perubahan biomassa serta emisi yang masuk dan keluar dari tanah gambut. Pada studi yang dilakukan Germer dan Sauerborn (2007) emisi diperhitungkan dari pembukaan lahan atau hilangnya biomassa hutan saat konversi termasuk pembakaran, karbon yang hilang akibat dekomposisi serta pengurangan emisi akibat fiksasi yang dilakukan tanaman kelapa sawit. Pada studi yang dilakukan Rieley dan Page (2008), emisi dilihat dari penurunan muka tanah serta gambut yang hilang dari proses pembakaran. Pada studi yang dilakukan Melling et al. (2005) berdasarkan dari pelepasan karbon dari respirasi tanah. Pada studi yang dilakukan Fargione et al. (2008), melakukan perhitungan dari beberapa nilai estimasi akhir emisi. Pada studi yang dilakukan Hooijer et al. (2012), melihat dari pengaruh drainase sehingga emisi yang dihasilkan hanya dari kehilangan karbon tanah gambut. Pada studi yang dilakukan Reijnder dan Huijbregs (2008), hanya memperlihatkan nilai emisi yang dihasilkan dari proses heterotrofik pada tanah gambut. Diperkirakan hingga tahun 2030 perluasan lahan kelapa sawit di lahan gambut akan terus dikembangkan. Perkiraan tersebut dibuat berdasarkan kecenderungan data perluasan lahan yang terjadi dari tahun Proyeksi dibuat ICCT (2012) hingga tahun Proyeksi tersebut menunjukkan akan terjadi penambahan luas kelapa sawit dilahan gambut. Pendugaan perluasan lahan kelapa sawit pada tahun 2020 seluas ha dan pada tahun 2030 menjadi seluas ha (ICCT 2012). Perluasan lahan tersebut diasumsikan merupakan siklus pertama tanaman kelapa sawit (selama 25 tahun) Emisi Total (Mt CO 2 ha -1 ) Tahun Murdiyarso et al Hergoualc h dan Verchot 2011 Germer dan Sauerborn 2008 Rieley dan Page 2008 Melling et al Fargione et al Hooijer et al Rejinders dan Huijbregts 2006 Gambar 3 Emisi Total Karbon Dioksida tanaman kelapa sawit pada Lahan Gambut Wilayah Sumatera tahun dari berbagai Faktor Emisi

26 14 Tabel 9 Referensi / Tahun Murdiyarso et al Hergoualc h dan Verchot 2011 Germer dan Sauerborn 2008 Rieley dan Page 2008 Melling et al Fargione et al Hooijer et al Reijnders dan Huijbregts 2006 Pendugaan Emisi Total Karbon Dioksida tanaman kelapa sawit pada lahan gambut wilayah sumatera tahun 2020 dan 2030 Emisi Karbon Dioksida (Mt CO 2 ) V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Perkebunan kelapa sawit mulai berkembang dari tahun 1990 hingga sekarang. Pengembangan kelapa sawit pada lahan gambut menyebabkan pelepasan karbon dioksida dari kebakaran, respirasi tanah dan biomassa tanaman. Pada pengolahan lahan gambut dibutuhkan drainase, semakin dalam tingkat drainase emisi yang dihasilkan semakin besar. Dari pemisahan proses yang terjadi pada emisi karbon dioksida, terlihat besar kontribusi emisi CO 2 dari dekomposisi gambut, respirasi akar, biomassa tanaman, dan kebakaran dalam pembersihan lahan. Pemisahan respirasi tanah pada lahan gambut yang ditanami kelapa sawit dikaji dari beberapa literatur, proses respirasi autotrofik memiliki peran sebesar 27% dari total respirasi tanah dan heterotrofik sebesar 73% dari total respirasi tanah. Kontribusi respirasi heterotrofik lebih besar sehingga dalam pengelolaan lahan gambut perlu dilakukan pemantauan secara berkala terhadap penurunan muka tanah dan muka air pada lahan gambut yang ditanami kelapa sawit. 5.2 Saran Perubahan lahan gambut menjadi lahan perkebunan kelapa sawit, memerlukan manajemen pengelolaan drainase yang baik sehingga dapat mengurangi pelepasan karbon dioksida dari tanah. Tidak dilakukan pembukaan lahan pada lahan gambut yang masih terdapat tegakan hutan. Perluasan tanaman kelapa sawit pada lahan gambut merupakan kepentingan ekonomi, tetapi dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Dibutuhkan solusi yang dapat menguntungkan kepentingan ekonomi tetapi mengurangi perusakan terhadap lingkungan. DAFTAR PUSTAKA Achten W.M.J., Verchot L.V Implications of Biodiesel-Induced Land-Use Changes for CO 2 Emissions: Case Studies in Tropical America, Africa, and Southeast Asia: J. Ecology and Society, 16. Boelter D.H Important physical properties of peat materials. Proceedings of the 3rd International Peat Congress, Quebec: Bond-Lamberty B., Wang C., Gower S. T A global relationship between the heterotrophic and autotrophic components of soil respiration?. J. Global Change Biology 10: Bruun T.B., Neergaard A.d., Lawrence D., Ziegler A.D Environmental Consequences of the Demise in Swidden Cultivation in Southeast Asia Carbon Storage and Soil Quality. J. Hum Ecol 37: Carlson K.M., Currana L.M., Ratnasarie D., Pittmana A.M., Soares-Filhof B.S., Asnerg G.P., Triggh S.N., Gaveaub D.A., Lawrencei D., Rodriguesf H.O Committed carbon emissions, deforestation, and community land conversion from oil palm plantation expansion in West Kalimantan, Indonesia. PNAS 10 : Chen P., Miettinen J., Liew S.C., Kwoh L.K A Remote Sensing Case Study Of Land Use/Land Cover Changes in The

27 15 Peatlands of Muaro Jambi, Indonesia, Between Couwenberg J., Dommain R., Joosten H Greenhouse gas fluxes from tropical peatlands in south-east Asia. J. Global Change Biology Bioenergy 16 : [Deptan] Departemen Pertanian Buku Statistik Perkebunan. Jakarta : Direktorat Jenderal Perkebunan Detwiler R.P., Hall C.A.S Tropical forests and the global carbon cycle. J. Science 239: Fargione J., Hill J.K., Tilman D., Polasky S., Hawthorne P Land Clearing and the Biofuel Carbon Debt, Science in China Series C-Life Sciences 319. Furukawa Y., Inubushi K., Ali M., Itang A.M., Tsuruta H Effect of changing groundwater levels caused by land-use changes on greenhouse gas fluxes from tropical peat lands. J. Nutrient Cycling in Agroecosystems 71 : Germer J., Sauerborn J Estimation of the impact of oil palm plantation establishment on greenhouse gas balance. J. Environ Dev Sustain 10 : Hergoualc'h K., Verchot L.V Stocks and fluxes of carbon associated with land use change in Southeast Asian tropical peatlands: A review. J. Global Biogeochemical Cycle 25. Hooijer A., Page S.E., Canadell J.G., Silvius M., Kwadijk J., Wo sten H., Jauhiainen J Current and future CO 2 emissions from drained peatlands in Southeast Asia. J. Biogeosciences 7 : Hooijer A., Page S.E., Jauhiainen J., Lee W.A., Lu X.X., Idris A., Anshari G Subsidence and carbon loss in drained tropical peatlands. J. Biogeosciences 9 : ICCT Review Of Peat Surface Greenhouse Gas Emissions From Oil Palm Plantations In Southeast Asia. J.The International Council on Clean Transportation ICCT Historical Analysis and Projection of Oil Palm Plantation Expansion on Peatland in Southeast Asia. J.The International Council on Clean Transportation IPCC Good Practice Guidance for Land use, Land use change and Forestry. IGES. Japan. IPCC IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories, Prepared by the National Greenhouse Gas Inventories Programme. IGES. Japan. Limpens J., Berendse F., Blodau C., Canadell J., Freeman C., Holden J., Roulet N., Rydi, H., Schaepman-Strub G Peatlands and the carbon cycle: from local processes to global implications a synthesis. J. Biogeosciences 5(5): Melling L., R. Hatano, dan K. J. Goh Soil CO 2 flux from three ecosystems in tropical peatland of Sarawak, Malaysia. Tellus Ser. B 57 : Melling L., dan Henson I.E Greenhouse Gas Exchange of Tropical Peatlands - a Review. Journal of Oil Palm Research 23 : Miettinen J. dan Liew S.C Degradation and development of peatlands in Peninsular malaysia and in the Islands of Sumatera and Borneo since J. Land Degrad. Dev 21: Minkkinen K. dan Laine J Effect of forest drainage on the peat bulk density of pine mires in Finland. Can. J. Forest Res. 28 : Murayama S. dan Bakar Z.A Decomposition kinetics of organic matter of peat soils: Japan Agricultural Research Quarterly 30 : Murdiyarso D., Hergoualc h K., Verchot L.V Opportunities for reducing greenhouse gas emissions in tropical peatlands. PNAS 107 : Mutert E., Fairhurst T.H., Uexküll H.R.V Agronomic Management of Oil Palms on Deep Peat: Better Crops International 13 : Oleszczuk R., Regina K., Szajdak L., Hoper H., Maryganova V Impacts of Agricultural utilization of peat soils on the greenhouse gas balance IN Maria Strack. J. Peatlands and climate

28 16 change, International Peat Society Page S.E., Rieley J.O., Banks C.J Global and regional importance of the tropical peatland carbon pool. J. Global Change Biology Bioenergy 17 : Reijnders L., dan Huijbregts M.A.J Palm oil and the emission of carbonbased greenhouse gases. Journal of Cleaner Production 16 : Rieley J. O., dan S. E. Page Carbon budgets under different land uses on tropical peatlands, Future of Tropical Peatlands in Southeast Asia as Carbon Pools and Sink. Papers Presented at the Special Session of Tropical Peatlands at the 13th International Peat Congress, Tullamore, Ireland June edited by Rieley J.O., Banks C.J., Page S.E , CARBOPEAT partnership, Int. Peat Soc., Univ. of Leicester, Leicester, U. K. Wahyunto, Ritung S., Subagjo H Maps of Area of Peatland Distribution and Carbon Content in Sumatra, Wetlands Int-Indonesia Programm and Wildl Habitat Canada, Bogor, Indonesia. Rothwell R. L., Silins U., Hillman G. R The effect of drainage on substrate water content at several forested Alberta peatlands. Can, J, Forest Res 26 : Rydin H., Jeglum J The Biology of Peatlands. Oxford University Press, UK dalam Frolking S., Talbot J., Jones M., Treat C.C., Kauffman J.B., Tuittila E.S., Roulet N.T Peatlands in the Earth s 21st century climate system, Environmental Reviews, 19 : Verwer C., Meer P.v.d., Nabuurs G-J Review of carbon flux estimates and other greenhouse gas emissions from oil palm cultivation on tropical peatlands Identifying the gaps in knowledge. Alterra-rapport ISSN

29 LAMPIRAN 17

30 18 Lampiran 1 Peta Sebaran Lahan Gambut Sumatera Sumber : Wetlands International, Indonesia 2005

31 19 Lampiran 2 Perluasan Lahan Kelapa Sawit di Lahan Gambut Tahun 1990 dan Legenda : Sumber : ICCT 2012

32 20 Lampiran 3 Perluasan Lahan Kelapa Sawit di Lahan Gambut Tahun 2007 dan Legenda : Sumber : ICCT 2012

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 )

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 ) PEMBAHASAN UMUM Dari kajian pengaruh pupuk N terhadap fluks CO 2 hasil respirasi bahan gambut menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara dosis urea dengan tingkat kematangan gambut. Penambahan dosis urea

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

PLOT ROOT CUT PLOT CONTROL

PLOT ROOT CUT PLOT CONTROL BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fluks CO dari Tanah Gambar dan menunjukkan fluks CO pada plot Root Cut dan plot Control. Pada Tabel menampilkan ratarata fluks CO tiap plot pada plot Root Cut dan plot Control.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut 2.1.1 Pengertian Tanah Gambut Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa asing, antara lain peat, bog, moor, mire, atau fen. Gambut diartikan sebagai material

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Gambut berperanan penting dalam biosfer karena gambut terlibat dalam siklus biogeokimia, merupakan habitat tanaman dan hewan, sebagai lingkungan hasil dari evolusi, dan referen

Lebih terperinci

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. 1 Pokok bahasan meliputi latar belakang penyusunan IPCC Supplement, apa saja yang menjadi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di agroekosistem kelapa sawit yang berada pada 2 (dua) lokasi yang berbeda yaitu Kebun Meranti Paham

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Stok Karbon 4.1.1 Panai Jaya Data stok karbon yang digunakan pada kebun Panai Jaya berasal dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yulianti (2009) dan Situmorang

Lebih terperinci

ESTIMASI EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI KEBAKARAN LAHAN GAMBUT

ESTIMASI EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI KEBAKARAN LAHAN GAMBUT 34 ESTIMASI EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI KEBAKARAN LAHAN GAMBUT Maswar Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar 12 Bogor 16114 (maswar_bhr@yahoo.com) Abstrak.

Lebih terperinci

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi: Nita Murjani n.murjani@cgiar.org Regional Communications for Asia Telp: +62 251 8622 070 ext 500, HP. 0815 5325 1001 Untuk segera dipublikasikan Ilmuwan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Papua

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Papua Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Aceh

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Aceh Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Nusa Tenggara Timur

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Nusa Tenggara Timur Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Tenggara

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Tenggara Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Timur

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Timur Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Indonesia

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Indonesia Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Barat

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Barat Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Bali

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Bali Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Maluku

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Maluku Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di DKI Jakarta

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di DKI Jakarta Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Gorontalo

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Gorontalo Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Utara

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Utara Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

Topik C6 Penurunan permukaan lahan gambut

Topik C6 Penurunan permukaan lahan gambut Topik C6 Penurunan permukaan lahan gambut 1 Penurunan permukaan lahan gambut dibahas dari pengelompokan permasalahan. Untuk mempermudah maka digunakan suatu pendekatan pengkelasan dari lahan gambut menurut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Barat

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Barat Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu penting dalam peradaban umat manusia saat ini. Hal ini disebabkan karena manusia sebagai aktor dalam pengendali lingkungan telah melupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 25 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan April tahun 2011 di lahan gambut yang terletak di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha atau 10.8% dari luas daratan Indonesia. Lahan rawa gambut sebagian besar terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

Program Studi Rekayasa Kehutanan, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung

Program Studi Rekayasa Kehutanan, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung NERACA KARBON : METODE PENDUGAAN EMISI CO 2 DI LAHAN GAMBUT Cahya Anggun Sasmita Sari 1), Lidya Astu Widyanti 1), Muhammad Adi Rini 1), Wahyu Isma Saputra 1) 1) Program Studi Rekayasa Kehutanan, Sekolah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

Rumus Emisi CO 2. E = (Ea + Ebb + Ebo Sa) / Δt. Ea = Emisi karena terbakarnya jaringan dipermukaan tanah, misalnya pada waktu pembukaan lahan.

Rumus Emisi CO 2. E = (Ea + Ebb + Ebo Sa) / Δt. Ea = Emisi karena terbakarnya jaringan dipermukaan tanah, misalnya pada waktu pembukaan lahan. Mencuatnya fenomena global warming memicu banyak penelitian tentang emisi gas rumah kaca. Keinginan negara berkembang terhadap imbalan keberhasilan mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi (REDD)

Lebih terperinci

CADANGAN, EMISI, DAN KONSERVASI KARBON PADA LAHAN GAMBUT

CADANGAN, EMISI, DAN KONSERVASI KARBON PADA LAHAN GAMBUT CADANGAN, EMISI, DAN KONSERVASI KARBON PADA LAHAN GAMBUT Fahmuddin Agus Balai Penelitian Tanah, Jln. Ir H Juanda No. 98, Bogor PENDAHULUAN Dalam perdebatan mengenai perubahan iklim, peran lahan gambut

Lebih terperinci

PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN

PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN ADI BUDI YULIANTO F14104065 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cadangan Karbon Aliran karbon dari atmosfir ke vegetasi merupakan aliran yang bersifat dua arah, yaitu pengikatan CO 2 ke dalam biomasa melalui fotosintesis dan pelepasan CO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambangan batubara menjadi salah satu gangguan antropogenik terhadap ekosistem hutan tropis yang dapat berakibat terhadap degradasi dan kerusakan lahan secara drastis.

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2. Rasional

PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2. Rasional PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2 Rasional Penambahan pupuk N pada lahan gambut dapat mempengaruhi emisi GRK. Urea merupakan pupuk N inorganik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH

POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (inframerah atau gelombang panas) yang dipancarkan oleh bumi sehingga tidak dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari

I. PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari 1 I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari luas tersebut merupakan gambut subtropika dan sisanya merupakan gambut tropika (Page et al., 2008;

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA)

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) EKO SUPRIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

PENENTUAN NILAI EVAPOTRANSPIRASI DAN KOEFISIEN BIBIT TANAMAN KELAPA SAWIT VARIETAS TENERA (Elaeis guinensis Jack.)

PENENTUAN NILAI EVAPOTRANSPIRASI DAN KOEFISIEN BIBIT TANAMAN KELAPA SAWIT VARIETAS TENERA (Elaeis guinensis Jack.) PENENTUAN NILAI EVAPOTRANSPIRASI DAN KOEFISIEN BIBIT TANAMAN KELAPA SAWIT VARIETAS TENERA (Elaeis guinensis Jack.) SKRIPSI OLEH : ADE RAHMI ALHAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 22 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Luas dan Lokasi Wilayah Merang Peat Dome Forest (MPDF) memiliki luas sekitar 150.000 ha yang terletak dalam kawasan Hutan Produksi (HP) Lalan di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Sebaran Hotspot Tahunan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi kebakaran hutan dan lahan yang tinggi di Provinsi Riau dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: penggunaan api, iklim, dan perubahan tata guna

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara PENDUGAAN CADANGAN KARBON DI HUTAN RAWA GAMBUT TRIPA KABUPATEN NAGAN RAYA PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM SKRIPSI Oleh SUSILO SUDARMAN BUDIDAYA HUTAN / 011202010 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO 2 Tanah Tanah merupakan bagian dari sistem yang mengatur konsentrasi CO 2 atmosfer. Hampir 10% CO 2 dari tanah sampai ke atmosfer tiap tahunnya (Raich dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan

Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan Dr. Muhammad Syakir, MS Kepala Kongres Nasional VII Perkumpulan Masyarakat Gambut Indonesia (HGI) dan Seminar Pengelolaan Lahan Sub-optimal Secara

Lebih terperinci

LAHAN GAMBUT INDONESIA DAN TARGET PENURUNAN EMISI KARBON. Dipa Satriadi Rais Wetlands International Indonesia Programme

LAHAN GAMBUT INDONESIA DAN TARGET PENURUNAN EMISI KARBON. Dipa Satriadi Rais Wetlands International Indonesia Programme LAHAN GAMBUT INDONESIA DAN TARGET PENURUNAN EMISI KARBON Dipa Satriadi Rais Wetlands International Indonesia Programme Sekilas gambut Gambut: Teras, berkubah, coastal Menempati dua atau lebih DAS Terletak

Lebih terperinci

Frequently Ask Questions (FAQ) tentang kaitan lingkungan dan kelapa sawit

Frequently Ask Questions (FAQ) tentang kaitan lingkungan dan kelapa sawit Frequently Ask Questions (FAQ) tentang kaitan lingkungan dan kelapa sawit Tim KITA PPKS Dalam uraian ini akan ditampilkan Frequently Ask Questions (FAQ) atau pertanyaan yang sering disampaikan terkait

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI Oleh PUGUH SANTOSO A34103058 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Penetapan Cadangan Karbon Bahan Gambut Saprik, Hemik, dan Fibrik

Penetapan Cadangan Karbon Bahan Gambut Saprik, Hemik, dan Fibrik Penetapan Cadangan Karbon Bahan Gambut Saprik, Hemik, dan Fibrik (Studi Kasus di Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Lubuk Gaung, Kecamatan Sungai Sembilan, Dumai) Inda Safitri A14050600 Mayor Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA

DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA Nuzul Hijri Darlan, Iput Pradiko, Muhdan Syarovy, Winarna dan Hasril H. Siregar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi kebun kelapa sawit pada bulan Agustus dan November 2008 yang kemudian dilanjutkan pada bulan Februari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA DAN PENDUGAAN SIMPANAN KARBON RAWA NIPAH (Nypa fruticans)

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA DAN PENDUGAAN SIMPANAN KARBON RAWA NIPAH (Nypa fruticans) MODEL ALOMETRIK BIOMASSA DAN PENDUGAAN SIMPANAN KARBON RAWA NIPAH (Nypa fruticans) SKRIPSI OLEH: CICI IRMAYENI 061202012 / BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA SEMPAJAYA KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA SEMPAJAYA KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA SEMPAJAYA KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO SKRIPSI OLEH : RIKA ISNAINI PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, baik yang berupa manfaat ekonomi secara langsung maupun fungsinya dalam menjaga daya dukung lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di Indonesia dengan komoditas utama yaitu minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO). Minyak sawit

Lebih terperinci

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Pengelolaan Hutan Gambut Koordinator : Ir. Atok Subiakto, M.Apl.Sc Judul Kegiatan : Teknologi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Terdegradasi

Lebih terperinci

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta

Lebih terperinci

PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN DENGAN PEMODELAN SPASIAL DATA PENGUKURAN LAPANG PADA KEBUN KELAPA SAWIT PANAI JAYA PTPN IV

PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN DENGAN PEMODELAN SPASIAL DATA PENGUKURAN LAPANG PADA KEBUN KELAPA SAWIT PANAI JAYA PTPN IV PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN DENGAN PEMODELAN SPASIAL DATA PENGUKURAN LAPANG PADA KEBUN KELAPA SAWIT PANAI JAYA PTPN IV ANTER PARULIAN SITUMORANG A14053369 MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN

ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Penutupan Lahan Penutupan lahan yang terdapat di Kalimantan Tengah terdiri atas 18 jenis penutupan lahan. Tabel 1 menyajikan penutupan lahan di Kalimantan Tengah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di antara dua sungai besar. Ekosistem tersebut mempunyai peran yang besar dan

BAB I PENDAHULUAN. di antara dua sungai besar. Ekosistem tersebut mempunyai peran yang besar dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekosistem gambut merupakan salah satu tipe ekosistem lahan basah yang terbentuk dari akumulasi bahan organik dan pada umumnya menempati cekungan di antara dua sungai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

Pengelolaan lahan gambut

Pengelolaan lahan gambut Pengelolaan lahan gambut Kurniatun Hairiah Sifat dan potensi lahan gambut untuk pertanian Sumber: I.G.M. Subiksa, Fahmuddin Agus dan Wahyunto BBSLDP, Bogor Bacaan Sanchez P A, 1976. Properties and Management

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya pemanasan global (global warming). Pemanasan global terjadi sebagai akibat dari makin

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PEMUPUKAN PADA TANAMAN KELAPA SAWIT

PENGELOLAAN PEMUPUKAN PADA TANAMAN KELAPA SAWIT PENGELOLAAN PEMUPUKAN PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis, Jacq) DI PERKEBUNAN PT CIPTA FUTURA PLANTATION, KABUPATEN MUARA ENIM, SUMATERA SELATAN OLEH HARYO PURWANTO A24051955 DEPARTEMEN AGRONOMI

Lebih terperinci

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat. Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau Daddy Ruhiyat news Dokumen terkait persoalan Emisi Gas Rumah Kaca di Kalimantan Timur

Lebih terperinci

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian kebakaran wilayah di Indonesia sudah menjadi peristiwa tahunan, khususnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2013 kebakaran di Pulau Sumatera semakin meningkat

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

Sarmah 1, Nurhayati 2, Hery Widyanto 2, Ai Dariah 1

Sarmah 1, Nurhayati 2, Hery Widyanto 2, Ai Dariah 1 22 EMISI CO 2 DARI LAHAN GAMBUT BUDIDAYA KELAPA SAWIT (ELAEIS GUINEENSIS) DAN LAHAN SEMAK BELUKAR DI PELALAWAN, RIAU PEAT CO 2 EMISSIONS UNDER PALM OIL (ELAEIS GUINEENSIS) PLANTATION AND SHRUBLAND IN PELALAWAN,

Lebih terperinci

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci