Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalteng. Jl. G. Obos 5, Palangkaraya
|
|
- Suharto Hartanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 18 PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DENGAN AMELIORASI PADA SISTEM TUMPANGSARI KARET DAN NENAS DI LAHAN GAMBUT KALIMANTAN TENGAH REDUCTION OF GREEN HOUSE GAS EMISSION BY USING AMELIORANTS UNDER RUBBER AND PINEAPPLE INTERCROPPING OF CENTRAL KALIMANTAN PEATLAND Ali Pramono 1, W.A. Nugraha 2, M.A. Firmansyah 2, A. Wihardjaka 1, Prihasto Setyanto 1 1 Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jl. Jakenan-Jaken Km 5, Pati 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalteng. Jl. G. Obos 5, Palangkaraya Abstrak. Lahan gambut merupakan lahan marjinal dan mudah terdegradasi. Penggunaan lahan gambut harus memperhatikan aspek lingkungan karena dapat menyebabkan emisi gas rumah kaca dalam jumlah besar. Pemberian amelioran pada lahan gambut, selain memperbaiki produktivitas, juga berpotensi menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi emisi GRK melalui pengelolaan lahan gambut berkelanjutan dengan sistem tumpangsari dan penggunaan ameliorant. Penelitian dilaksanakan pada demplot seluas 5 hektar di Desa Jabiren, Kalimantan Tengah periode Juni 2013 Mei Sistem tumpangsari yang digunakan adalah karet dan nenas. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan empat ulangan dan empat perlakuan bahan amelioran yang meliputi kontrol, pupuk gambut, pupuk kandang ayam, dan bahan tanah mineral. Pengambilan contoh gas menggunakan metode sungkup tertutup dan contoh gas dianalisis dengan kromatografi gas model micro GC CP Contoh gas diambil di piringan tanaman karet dan di sela tanaman nenas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ameliorasi pupuk kandang ayam dan pupuk gambut menurunkan fluks CO 2 di piringan tanaman karet, namun tidak di sela tanaman nenas. Pemberian pupuk gambut paling efektif menurunkan emisi CO 2, sedangkan amelioran pupuk kandang ayam paling efektif menurunkan emisi CH 4. Pemberian amelioran di lahan gambut dapat menurunkan emisi gas rumah kaca. Kata kunci: Emisi, karbondioksida, metana gambut, tumpangsari karet, dan nenas. Abstract. Peat soils are one of marginal lands which is easily degraded due to its fragile properties. The use of peatland should be estimate the environmental aspect due to resulting green house gas emission in huge amount. Peat amelioration increases the soil productivity and could reduce green house gas (GHGs) emission. The research aimed to monitor GHGs emission from peatland under intercropped rubber and pineapple. The experiment was conducted at Jabiren Village, Central Kalimantan from June 2013 to May The experiment used the completely randomized block 249
2 Ali Pramono et al. design with four replications and four treatments consisted of control, peat fertilizer (pugam), chicken manure (pukan), and mineral soil. Gas samples were taken using closed chamber technique and analyzed using a gas chromatography micro GC CP 4900 model. Gas samples were taken around rubber plants and between pineapple plants. The results showed that chicken manure and peat fertilizer decreased CO 2 flux effectively around rubber plant, but not between pineapple plants. Peat fertilizer and chicken manure were the most effective ameliorants for reducing CO 2 and CH 4 emission of up to 7% and 30%, respectively relative to control treatment. Ameliorants application on peatland could reduce the greenhouse gas emissions. Keywords: Emissions, carbondioxide, methane peat, intercropping of rubber and pineapple plants. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki lahan gambut terluas di dunia, yang luasannya mencapai sekitar 14,9 juta ha (Ritung et al., 2011). Meskipun lahan gambut di Indonesia sangat luas, faktanya pemanfaatan sebagai area budidaya tanaman pertanian masih terbatas karena mempertimbangkan sifat dan perilaku gambut. Bahkan ada anggapan bahwa konversi gambut untuk budidaya pertanian atau perkebunan akan berkontribusi terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK). Di sisi lain, peningkatan populasi penduduk Indonesia yang telah mencapai 238 juta dengan laju pertumbuhan 1,3% per tahun, sangat membutuhkan lahan pertanian yang lebih luas. Oleh karena itu lahan gambut sebagai lahan marjinal mulai dilirik untuk lahan pertanian yang tetap memperhatikan hidrologi dan kesesuaian lahan. Lahan gambut memiliki fungsi lingkungan yang cukup penting, antara lain sebagai penyimpan C (karbon), penyangga lingkungan dari kebanjiran dan kekeringan, dan kaya akan keanekaragaman hayati. Indonesia mempunyai sekitar 14,9 juta ha lahan gambut (Ritung et al., 2011). Lahan gambut mempunyai cadangan karbon di dalam tanah sekitar 37 Gt (Wahyunto et al., 2004, 2005, 2006). Cadangan karbon tersebut sangat mudah teremisi menjadi CO 2 apabila hutan gambut dibuka dan didrainase. Dalam keadaan alami, tanah gambut mengalami proses dekomposisi yang menghasilkan gas rumah kaca (GRK) secara perlahan, sehingga emisi yang dihasilkannya relatif seimbang dengan penyerapan oleh vegetasi alami dalam bentuk CO 2 bahkan kadang kala berperan sebagai sink karbon. Dalam tiga dekade terakhir, lahan gambut telah digunakan secara intensif untuk aktivitas pertanian tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan. Alih fungsi lahan gambut untuk budidaya tanaman pertanian akan mengurangi stabilitas dan mempercepat proses dekomposisi. Selain itu, deforestasi dan degradasi lahan gambut memberikan kontribusi nyata terhadap peningkatan emisi GRK nasional. 250
3 Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dengan Ameliorasi pada Sistem Tumpangsari Lahan gambut dengan kedalaman satu meter dan luas lahan mencapai satu hektar (ha), mengandung karbon t C/ha, namun dengan perhitungan minimal rata-rata simpanan karbon di lahan gambut seluas satu hektar bisa mencapai sekitar 600 t C/ha. Aktivitas pertanian di lahan gambut menyebabkan subsidensi permukaan gambut dan kehilangan karbon dalam bentuk emisi CO 2 dan CH 4. Emisi CO 2 dari gambut yang digunakan untuk pertanian di Indonesia diperkirakan mencapai 73 ton CO 2 -e/ha/tahun dari wilayah perkebunan, 27 ton CO 2 -e/ha/tahun dari gambut yang digunakan untuk tanaman semusim, dan 55 ton CO 2 -e/ha/tahun dari gambut yang terbakar (BBSDLP, 2009). Berdasarkan standar IPCC Tier 2 dengan menggunakan data penggunaan dan tutupan lahan dari tahun , rata-rata emisi gas rumah kaca emisi tahunan dari oksidasi gambut Indonesia adalah 220 Mt CO 2 /tahun (BAPPENAS, 2009). Meskipun emisi karbon dari gambut sangat besar potensinya, namun ketidakpastian perkiraan itu sangat besar (Sabiham, 2010). Seiring dengan komitmen Indonesia dalam Peraturan Presiden No. 61 tahun 2011, berbagai upaya perlu dilakukan untuk menghambat laju pemanasan global, antara lain dengan penerapan teknologi ameliorasi. Penggunaan bahan amelioran atau bahan pembenah tanah selain dapat memperbaiki struktur tanah gambut juga dapat menurunkan emisi GRK. Tantangan sektor pertanian adalah bagaimana mengelola lahan gambut sehingga bisa berproduksi dengan baik tanpa merusak lingkungan dengan menghasilkan emisi serendah mungkin, dengan begitu lahan gambut bisa memberikan keuntungan ekonomi yang memuaskan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bahan ameliorasi yang efektif menurunkan emisi CO 2 pada sistem tumpangsari tanaman karet dan nenas di lahan gambut Kalimantan Tengah. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di area perkebunan karet seluas 5 ha di Desa Jabiren, Kecamatan Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Tataguna lahan di petak demplot Jabiren, Kalimantan Tengah adalah tumpangsari dengan tanaman karet sebagai tanaman pokok dan nenas sebagai tanaman sela. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok, dengan perlakuan pemberian amelioran terdiri atas 1 pupuk gambut (pugam), 2) pupuk kandang ayam (pukan), 3) tanah mineral, dan 4) kontrol (tanpa amelioran). Sebagai pembanding juga dilakukan pengambilan contoh gas dari petak petani (praktis petani). Masing-masing perlakuan diulang 4 kali. Ukuran masing-masing plot 50 m x 27 m, dengan umur tanaman karet kira-kira 7 tahun pada awal penelitian ini. Tata letak perlakuan seperti pada Gambar
4 Saluran Sekunder Ali Pramono et al. Saluran Tersier Pugam Kontrol Pukan Tanah Mineral Kontrol Tanah Mineral Pugam Pukan Tanah Mineral Pukan Kontrol Pugam Pukan Pugam Tanah Mineral Kontrol Praktis Petani Gambar 1. Tata letak perlakuan amelioran pada penelitian emisi gas rumah kaca di Jabiren, Kalimantan Tengah. Pemberian amelioran pada plot perlakuan dilakukan sebanyak 2 kali dengan cara disebar. Pemberian amelioran pertama dilakukan pada awal bulan Juli 2013 dan yang kedua pada bulan Februari 2014 (Tabel 1). Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali dengan cara tugal. Pemupukan I dilakukan pada pertengahan bulan September Pemupukan II akan dilakukan pada bulan Juli Pada petak petani tidak dilakukan pemupukan N, P, dan K. Parameter yang diamati adalah fluks GRK (CO 2 dan CH 4 ). Pengambilan sampel gas dari lahan gambut dilakukan sebanyak 7 kali dari bulan Juni 2013 hingga Mei Pengambilan sampel gas pertama dilakukan pada awal Juni 2013 untuk mengetahui baseline emisi GRK, sebulan kemudian dilakukan pemberian amelioran dan pengamatan GRK. Tabel 1. Pemberian amelioran dan pupuk pada penelitian emisi gas rumah kaca di Jabiren, Kalimantan Tengah. No Uraian Ameliorasi I (Juli 2013) Pemupukan I (September 2013) Ameliorasi II (Pebruari 2014) 1 Kontrol Pugam (kg/pohon) Pukan (kg/pohon) Tanah Mineral (kg/pohon) 5 Pupuk Dasar (kg/pohon) 6 3 Pemupukan II (Juli 2014) - Urea 0,25 0,25 - SP-36 0,2 0,2 - KCl 0,25 0,25 Pengambilan contoh gas pada masing-masing perlakuan dilakukan pada piringan tanaman karet dan sela tanaman nenas (Gambar 2). Sampling gas juga dilakukan pada petak petani, dimana petani tidak melakukan pemupukan pada petak tersebut. 252
5 Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dengan Ameliorasi pada Sistem Tumpangsari Pengambilan contoh gas dilakukan dengan menggunakan metode sungkup tertutup (closed chamber technique). Ukuran sungkup untuk pengambilan gas pada piringan adalah 50cm x 50cm x 30cm, sedangkan pada sela berukuran 50cm x 15cm x 30cm. Interval waktu pengambilan contoh gas adalah 3, 6, 9, 12, 15, 18, dan 21 menit. Contoh gas dianalisis dengan menggunakan kromatografi gas model micro GC CP Piringan Sela tanaman Gambar 2. Pengambilan sampel gas pada piringan tanaman karet dan sela tanaman nenas pada penelitian emisi gas rumah kaca di Jabiren, Kalimantan Tengah. Hasil analisis konsentrasi gas dengan interval waktu 3 menit tersebut akan digunakan untuk menentukan laju perubahan/fluks CH 4 dan CO 2 ( c/ t). Perhitungan fluks CO 2 pada setiap perlakuan menggunakan persamaan yang diadopsi dari IAEA (1993) sebagai berikut: E Bm Vm Csp x t V x x A T 273,2 273,2 Di mana: E = emisi CO 2 atau CH 4 (mg/m 2 /hari) V = volume sungkup (m 3 ) A = luas dasar sungkup (m 2 ) T = suhu udara rata-rata di dalam sungkup ( o C) Csp/ t = laju perubahan konsentrasi gas CH 4 atau CO 2 (ppm/menit) B = berat molekul gas CH 4 atau CO 2 dalam kondisi standar Vm = volume gas pada kondisi stp (standard temperature and pressure) yaitu 22,41 liter pada 23 o K 253
6 Ali Pramono et al. Data fluks CO 2 dan CH 4 dianalisis statistik dengan sidik ragam (analysis of variance) dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil atau uji kisaran ganda Duncan untuk mengetahui beda nyata antar perlakuan pada taraf 5%. Analisis data menggunakan program SAS. HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi penelitian merupakan lahan milik petani setempat, dengan tanaman karet sebagai tanaman pokok dan nenas sebagai tanaman sela. Tingkat kematangan gambut di lahan tersebut termasuk golongan saprist, ketebalan gambut sekitar 4-5 meter dan ph berkisar 3-4. Pemberian bahan ameliorasi dan pupuk bertujuan untuk mengurangi kemasaman tanah dan meningkatkan ketersediaan hara yang rendah. Amelioran yang digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu dianalisis kimianya. Pupuk gambut (pugam) merupakan pupuk majemuk yang mengandung fosfat (P), magnesium (Mg), dan silikat (Si). Ketiga unsur ini sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Selain tiga unsur tersebut, pugam juga mengandung besi (Fe), aluminium (Al), seng (Zn), dan tembaga (Cu), unsur yang selain dibutuhkan tanaman juga penting untuk mengikat asam-asam organik beracun agar tidak mengganggu pertumbuhan akar tanaman. Kelasi asam-asam organik oleh kation polivalen menyebabkan bahan organik lebih stabil dan emisi karbonnya berkurang. Pupuk kandang (pukan) ayam mempunyai nisbah C/N 16%, P 2 O 5 dan K 2 O sedikit lebih rendah daripada tanah mineral (Tabel 2). Pukan ayam dan pugam merupakan sumber kation polivalen. Kation polivalen dapat menetralkan asam-asam tersebut secara efektif, sehingga penambahan dalam dosis tepat dapat meningkatkan produktivitas lahan gambut secara berkelanjutan. Pugam mengandung kation polivalen dengan konsentrasi tinggi, sehingga takaran amelioran yang diperlukan tidak terlalu besar yaitu hanya 750 kg ha -1 (Subiksa et al., 2009). Lahan gambut sangat miskin hara makro maupun mikro, sehingga perlu ditambahkan apabila dimanfaatkan untuk usahatani tanaman pangan maupun tanaman perkebunan. 254
7 Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dengan Ameliorasi pada Sistem Tumpangsari Tabel 2. Karakteristik bahan amelioran yang digunakan pada penelitian emisi gas rumah kaca di Jabiren, Kalimantan Tengah. Parameter Jenis Amelioran Pugam A Pukan Ayam Tanah Mineral Kadar air (%) 4, ph 8,0 8,6 3,9 C-organik(%) N-total (%) - 0,98 0,01 Nisbah C/N P 2 O 5 (%) 13,7 0,47 2 K 2 O (%) 0,04 1,34 2 CaO (%) 28,27-0,27 MgO (%) 8,16-0,27 Fe (%) 0,33 0,07 1,08 Al (%) 0,53-4,62 Mn (ppm) ,3 Cu (ppm) ,1 Zn (ppm) ,1 Dinamika Fluks Gas Rumah Kaca Pengamatan fluks GRK pertama dilakukan pada bulan Juni 2013 sebagai data awal (baseline). Setelah itu, pengamatan dilakukan setiap 1-2 bulan sekali selama satu tahun. Pada awal pengukuran, gambut yang belum diberi amelioran menghasilkan fluks CO 2 sebesar mg/m 2 /hari (Gambar 3). Setelah dilakukan ameliorasi, fluks CO 2 menurun pada dua kali pengamatan (bulan September dan November 2013). Pemberian amelioran II dilakukan pada bulan Februari 2014 dan pengamatan GRK baru mulai dilakukan lagi pada bulan Maret. Ameliorasi gambut tampak menurunkan fluks pada bulan pertama setelah dilakukan ameliorasi II, hal ini mungkin disebabkan karena dosis ameliorannya lebih rendah dibandingkan pada ameliorasi I. 255
8 Ali Pramono et al. Gambar 3. Rata-rata fluks CO 2 selama pengamatan pada penelitian emisi gas rumah kaca di Jabiren, Kalimantan Tengah. Pemupukan pada bulan September meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan dalam dekomposisi gambut, sehingga amelioran tidak berpengaruh terhadap peningkatan fluks CO 2. Emisi CO 2 heterotrofik dari gambut dipengaruhi oleh dinamika populasi mikroba, kualitas, dan kuantitas bahan organik yang tersedia untuk dekomposisi (limbah, gambut dan eksudat akar), yang pada gilirannya merupakan fungsi dari masa lalu dan sekarang dari dinamika vegetasi, hubungan aktivitas mikroba dengan hidrologi (kedalaman muka air tanah dan kelembaban tanah), suhu udara dan suhu gambut, dan juga status hara gambut (Brady, 1997; Hirano et al., 2009; Yule dan Gomez, 2009). Setelah 3 bulan pemupukan II, fluks CO 2 makin meningkat pada semua perlakuan. Kenaikan fluks CO 2 terendah terjadi pada perlakuan pukan dibandingkan perlakuan lainnya. Fluks CO 2 dari petak petani menunjukkan nilai terendah hampir semua waktu pengamatan. Rata-rata fluks CO 2 dari pengukuran selama satu tahun akibat pemberian amelioran pukan adalah sebesar mg/m 2 /hari, pugam mg/m 2 /hari, mg/m 2 /hari dan kontrol mg/m 2 /hari. Petak petani menghasilkan rata-rata fluks CO 2 sebesar mg/m 2 /hari. Terdapat perbedaan fluks GRK pada piringan dan sela tanaman. Fluks tertinggi dihasilkan dalam piringan tanaman karet. Hal ini disebabkan karena pada piringan biasanya diberikan perlakuan pemupukan dan juga terjadi respirasi akar. Ameliorasi pukan dan pugam pada gambut menurunkan fluks CO 2 pada piringan tanaman karet, dibandingkan dengan pada sela tanaman nenas (Gambar 4). Dari rata-rata fluks yang dihasilkan masing-masing perlakuan, terlihat bahwa pemberian amelioran pukan ayam dan pugam menyebabkan penurunan fluks CO 2 pada siang hari. Meningkatnya suhu akan 256
9 Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dengan Ameliorasi pada Sistem Tumpangsari merangsang kegiatan mikroorganisme, mempercepat laju dekomposisi dan memperbesar energi kinetik dan gas. Pada gambut terdrainasi, radiasi matahari yang mencapai permukaan gambut akan meningkatkan suhu gambut, hal ini akan meningkatkan oksidasi gambut (Jauhiainen et al., 2012). Peningkatan suhu gambut dapat menstimulasi kedua proses metanogenesis dan metanotrofi, meskipun metanotrofi nampak lebih sensitif terhadap suhu daripada metanogenesis dan lebih tergantung pada ketersediaan CH 4 (Le Mer and Roger, 2001). Sementara itu, pemberian tanah mineral dan kontrol meningkatkan fluks CO 2 pada siang hari (Gambar 5). Gambar 4. Fluks CO 2 pada piringan dan sela tanaman dengan berbagai perlakuan amelioran pada penelitian emisi gas rumah kaca di Jabiren, Kalimantan Tengah. Gambar 5. Perbedaan fluks CO 2 pada waktu pagi dan siang hari dengan berbagai perlakuan amelioran pada penelitian emisi gas rumah kaca di Jabiren, Kalimantan Tengah. 257
10 Ali Pramono et al. Emisi Gas Rumah Kaca Dari perhitungan emisi CO 2, perlakuan pukan menghasilkan emisi CO 2 sebesar 26,1 ton/ha/tahun, perlakuan pugam sebesar 26,0 ton/ha/tahun, perlakuan tanah mineral 27,3 ton/ha/tahun. Plot kontrol menghasilkan emisi CO 2 tertinggi, yaitu sebesar 28 ton/ha/tahun, sedangkan plot petani menghasilkan emisi CO 2 terendah yaitu sebesar 12,9 ton/ha/tahun (Tabel 3). Persentase penurunan emisi CO 2 secara berurutan dari yang tertinggi yaitu ameliorasi pugam (7,1%), pukan (6,7%) dan tanah mineral (2,5%) dibandingkan kontrol. Emisi CO 2 dari petak petani paling rendah, yaitu sebesar 12,9 ton/ha/tahun, hal ini mungkin disebabkan karena pada petak tersebut tidak dilakukan pemupukan N, P dan K. Hal yang sama diungkap oleh Maswar (2012) yang menyimpulkan bahwa dengan aplikasi pupuk NPK pada lahan gambut yang telah didrainase nyata meningkatkan kehilangan karbon dari gambut. Pemupukan pada lahan gambut dapat mempengaruhi aktivitas biologi dalam tanah, termasuk aktivitas mikroorganisme perombak sehingga dapat mempercepat kehilangan karbon. Etik (2009) juga melaporkan bahwa penambahan dosis pupuk urea sampai dengan dosis 4 g.100 g -1 gambut nyata meningkatkan fluks CO 2 pada berbagai tingkat kematangan gambut. Tabel 3. Persentase penurunan emisi CO 2 pada perlakuan amelioran pada penelitian emisi gas rumah kaca di Jabiren, Kalimantan Tengah Perlakuan Emisi CO 2 (t/ha/tahun) *) CV (%) n data fluks n data konsentrasi % Penurunan Pupuk kandang ayam (pukan) 26,1+ 7,9a 30, ,7 Pupuk gambut (pugam) 26,0 + 15,2a 58, ,1 Kontrol 28,0 + 16,4a 58, Tanah Mineral 27,3 + 10,6a 38, ,5 Praktis Petani 12,9 + 6,6a 51, ,9 Angka dalam lajur sama diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji beda nyata terkecil atau DMRT pada taraf 5%. 258
11 Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dengan Ameliorasi pada Sistem Tumpangsari Gambar 6. Emisi gas rumah kaca lahan gambut pada sistem tumpangsari karet dan nenas di Jabiren, Kalimantan Tengah. KESIMPULAN Ameliorasi pupuk kandang ayam (pukan) dan pupuk gambut (pugam) pada gambut menghasilkan fluks CO 2 lebih rendah pada piringan tanaman karet dibandingkan pada sela tanaman nenas. Penurunan emisi CO 2 paling efektif dengan menggunakan pugam, sedangkan penurunan emisi CH 4 paling efektif dengan pukan ayam. Pemberian amelioran pada lahan gambut dapat menurunkan emisi gas rumah kaca. UCAPAN TERIMAKASIH Penelitian ini merupakan kerjasama Badan Litbang Pertanian dan BAPPENAS melalui Proyek Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF). Ucapan terimakasih disampaikan kepada Sdr. Titi Sopiawati, SP; Sri Wahyuni, A.Md dan Sdr. Muhaimin yang telah membantu dalam analisis GRK dan pengambilan contoh gas di lapangan. DAFTAR PUSTAKA BAPPENAS Reducing Carbon Emission from Indonesia s Peatlands. Interim Report of Multi-Diciplinary Study. Bappenas, The Rebuplic of Indonesia. BBSDLP, Agricultural Land Resource Institute Policy brief: Kajian pemanfaatan lahangambut untuk pengembangan perkebunan (Studies on the use of peatlands for plantation development). Agricultural Research and Development Agency, Ministry of Agriculture. 259
12 Ali Pramono et al. Brady, M.A Organic Matter Dynamics of Coastal Peat Deposits in Sumatra, Indonesia. Doctoral dissertation. Retrieved from the University of British Columbia Library. Etik, P.H Emisi karbondioksida (CO 2 ) dan metan (CH 4 ) pada perkebunan kelapa sawit di lahan gambut yang memiliki keragaman dalam ketebalan gambut dan umur tanaman. Disertasi S3. Program Studi Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 158 hal. Hirano, T., Segah, H., Harada, T., Limin, S., June, T., Hirata, R., & Osaki, M. (2007). Carbondioxide balance of a tropical peat swamp forest in Kalimantan, Indonesia. Global Change Biology 13: Hooijer, A., M. Silvius, H. Wösten, and S. Page PEAT-CO 2, Assessment of CO 2 emissions from drained peatlands in SE Asia, Delft Hydraulics report Q3943. Inubushi, K., S. Otake, Y. Furukawa, N. Shibasaki, M. Ali, A.M. Itang, and H. Tsuruta Factors influencing methane emission from peat soils: Comparison of tropical and temperate wetlands. Nutrient Cycling in Agroecosystems 71: IAEA Manual on Measurement of Methane and Nitrous Oxide Emissions from Agricultural, Vienna, Austria. International Atomic Energy Agency. Jauhiainen, J., A. Jaya, T. Inoue, J. Heikkinen, P. Martikainen, and H. Vasander Carbon balance in managed tropical peat in Central Kalimantan. In: Päivänen J (ed.) Proceedings of the 12th International Peat Congress, Tampere pp Jauhiainen J., A. Hooijer, and S. E. Page Carbondioxide emissions from an Acacia plantation on peatland in Sumatra, Indonesia. Biogeosciences 9: Lay DYF Methane dynamics in northern peatlands: A review. Pedosphere 19: Le Mer, J., and P. Roger Production, oxidation, emission and consumption of methane by soils: A review. Eur. J. Soil Biol. 37: Maswar Pengaruh aplikasi pupuk NPK terhadap kehilangan karbon pada lahan gambut yang didrainasi. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pemupukan dan Pemulihan Lahan Terdegradasi. Penyunting: Wigena et al., Bogor, Juni Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Hal Ritung, S., Wahyunto, Nugroho, K., Sukarman, Hikmatullah, Suparto & Tafakresnanto, C Peta Lahan Gambut Indonesia Skala 1: (Indonesian peat soil map at the scale 1:250,000). Indonesian Center for Agricultural Land Resources Research and Development, Bogor, Indonesia. Sabiham S, Properties of Indonesian peat in relation to the chemistryof carbon emission. Proc. of Int. Workshop on Evaluation and Sustainable Management of Soil Carbon Sequestration in Asian Countries. Bogor, Indonesia Sept ,
13 Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dengan Ameliorasi pada Sistem Tumpangsari Subiksa, I.G.M., H. Suganda, dan J. Purnomo Pengembangan Formula Pupuk untuk Lahan Gambut sebagai Penyedia Hara dan Menekan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Laporan Penelitian Kerja Sama antara balai Penelitian tanah dengan Departemen Pendidikan Nasional. Subiksa, I.G.M., W. Hartatik, dan F. Agus Pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan. Buku Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Balai Penelitian Tanah. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Kementerian Pertanian Wahyunto, Ritung S., Suparto, Subagjo H Map of Peatland Distribution Area and Carbon Content in Kalimantan. Wetland International-Indonesia Program and Wildlife Habitat Canada (WHC). Bogor Indonesia. Wahyunto, Ritung S., Suparto, and H. Subagjo Peat Land Distribution and Carbon Content in Sumatra and Kalimantan. Wetland International-Indonesia Program and Wildlife Habitat Canada (WHC). Bogor Indonesia. Wahyunto, Suparto, B. Heryanto, dan H. Bekti Sebaran Lahan Gambut, Luas dan Cadangan Karbon Bawah Permukaan di Papua. Wetland International Indonesia Programme. Bogor Indonesia. Yule, C.M., and L.N. Gomez Leaf litter decomposition in a tropical peat swamp forest in Peninsular Malaysia. Wetlands Ecology and Management 17,
Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jl. Raya Jaken-Jaken Km 05 Pati 59182
15 EMISI GAS CO 2 DARI PERTANAMAN JAGUNG (ZEA MAYS) DAN NENAS (ANANAS COMOSUS) DI LAHAN GAMBUT, KALIMANTAN BARAT CO 2 EMISSION FROM CROPPING OF MAIZE (ZEA MAYS) AND PINEAPPLE (ANANAS COMOSUS) IN PEATLAND
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN BAHAN AMELIORAN TERHADAP PENURUNAN EMISI GAS CO2 PADA PERKEBUNAN SAWIT DENGAN TANAMAN SELA DI LAHAN GAMBUT
25 PENGARUH PEMBERIAN BAHAN AMELIORAN TERHADAP PENURUNAN EMISI GAS CO2 PADA PERKEBUNAN SAWIT DENGAN TANAMAN SELA DI LAHAN GAMBUT 1Titi Sopiawati, 1 H. L. Susilawati, 1 Anggri Hervani, 1 Dedi Nursyamsi,
Lebih terperinciCADANGAN, EMISI, DAN KONSERVASI KARBON PADA LAHAN GAMBUT
CADANGAN, EMISI, DAN KONSERVASI KARBON PADA LAHAN GAMBUT Fahmuddin Agus Balai Penelitian Tanah, Jln. Ir H Juanda No. 98, Bogor PENDAHULUAN Dalam perdebatan mengenai perubahan iklim, peran lahan gambut
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di agroekosistem kelapa sawit yang berada pada 2 (dua) lokasi yang berbeda yaitu Kebun Meranti Paham
Lebih terperinciPLOT ROOT CUT PLOT CONTROL
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fluks CO dari Tanah Gambar dan menunjukkan fluks CO pada plot Root Cut dan plot Control. Pada Tabel menampilkan ratarata fluks CO tiap plot pada plot Root Cut dan plot Control.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton
Lebih terperinciBalai Penelitian Lingkungan Pertanian. Jl. Jakenan-Jaken Km. 5 Jakenan, Pati 59182
16 PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI LAHAN GAMBUT PROVINSI JAMBI TERHADAP EMISI CO 2 EFFECT OF AMELIORANT APPLICATION ON CO 2 EMISSION FROM PEATLAND UNDER OIL PALM PLANTATION
Lebih terperinciPengelolaan lahan gambut
Pengelolaan lahan gambut Kurniatun Hairiah Sifat dan potensi lahan gambut untuk pertanian Sumber: I.G.M. Subiksa, Fahmuddin Agus dan Wahyunto BBSLDP, Bogor Bacaan Sanchez P A, 1976. Properties and Management
Lebih terperinciPrihasto Setyanto, Titi Sopiawati, Terry Ayu Adriani, Ali Pramono, Anggri Hervani, Sri Wahyuni, A. Wihardjaka
3 EMISI GAS RUMAH KACA DARI PENGGUNAAN LAHAN GAMBUT DAN PEMBERIAN BAHAN AMELIORAN: SINTESIS LIMA LOKASI PENELITIAN GREENHOUSE GASES EMISSIONS FROM PEAT LAND USE AND AMELIORANT APPLICATION: SYNTHESIS OF
Lebih terperinciVARIASI TEMPORAL EMISI CO 2 DI BAWAH PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PADA LAHAN GAMBUT DI RIAU
21 VARIASI TEMPORAL EMISI CO 2 DI BAWAH PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PADA LAHAN GAMBUT DI RIAU TEMPORAL VARIATION OF CO 2 EMISSION UNDER OIL PALM PLANTATION ON PEATLAND IN RIAU Hery Widyanto 1, Nurhayati 1,
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Gambut berperanan penting dalam biosfer karena gambut terlibat dalam siklus biogeokimia, merupakan habitat tanaman dan hewan, sebagai lingkungan hasil dari evolusi, dan referen
Lebih terperinciPERAN PUGAM DALAM PENANGGULANGAN KENDALA FISIK LAHAN DAN MITIGASI GAS RUMAH KACA DALAM SISTEM USAHATANI LAHAN GAMBUT
27 PERAN PUGAM DALAM PENANGGULANGAN KENDALA FISIK LAHAN DAN MITIGASI GAS RUMAH KACA DALAM SISTEM USAHATANI LAHAN GAMBUT I G.M. Subiksa Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)
Lebih terperinciESTIMASI EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI KEBAKARAN LAHAN GAMBUT
34 ESTIMASI EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI KEBAKARAN LAHAN GAMBUT Maswar Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar 12 Bogor 16114 (maswar_bhr@yahoo.com) Abstrak.
Lebih terperinciRehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan
Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan Dr. Muhammad Syakir, MS Kepala Kongres Nasional VII Perkumpulan Masyarakat Gambut Indonesia (HGI) dan Seminar Pengelolaan Lahan Sub-optimal Secara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari
1 I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari luas tersebut merupakan gambut subtropika dan sisanya merupakan gambut tropika (Page et al., 2008;
Lebih terperinciAplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala
Aplikasi Kandang dan Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Application of Farmyard Manure and SP-36 Fertilizer on Phosphorus Availability
Lebih terperinciINOVASI TEKNOLOGI PENGELOLAAN GAMBUT BERKELANJUTAN DI DEMPLOT ICCTF KALIMANTAN TENGAH: KARET DAN TANAMAN SELA
LITKAJIBANGRAP BULETIN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN INOVASI TEKNOLOGI PENGELOLAAN GAMBUT BERKELANJUTAN DI DEMPLOT ICCTF KALIMANTAN TENGAH: KARET DAN TANAMAN SELA M.A Firmansyah, W.A Nugroho dan M. Saleh
Lebih terperinciPEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 )
PEMBAHASAN UMUM Dari kajian pengaruh pupuk N terhadap fluks CO 2 hasil respirasi bahan gambut menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara dosis urea dengan tingkat kematangan gambut. Penambahan dosis urea
Lebih terperinciD4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.
D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. 1 Pokok bahasan meliputi latar belakang penyusunan IPCC Supplement, apa saja yang menjadi
Lebih terperinciTopik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon
Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.
Lebih terperinciSarmah 1, Nurhayati 2, Hery Widyanto 2, Ai Dariah 1
22 EMISI CO 2 DARI LAHAN GAMBUT BUDIDAYA KELAPA SAWIT (ELAEIS GUINEENSIS) DAN LAHAN SEMAK BELUKAR DI PELALAWAN, RIAU PEAT CO 2 EMISSIONS UNDER PALM OIL (ELAEIS GUINEENSIS) PLANTATION AND SHRUBLAND IN PELALAWAN,
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan
Lebih terperinciPENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2. Rasional
PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2 Rasional Penambahan pupuk N pada lahan gambut dapat mempengaruhi emisi GRK. Urea merupakan pupuk N inorganik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam bidang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam bidang pertanian, sebab tanah merupakan media tumbuh dan penyedia unsur hara bagi tanaman.
Lebih terperinciIncreasing P Retention in the Peat Column Amended with Mineral Soil and Some Rock Phosphates
Iurnal Taizah dan Llngkungan,Vol. 6 No. 1, Aprrl2004: 22-30 lssn 1410-7333 PENINGKATAN IKATAN P DALAM KOLOM TANAH GAMBUT YANG DIBERI BAHAN AMELIORAN TANAH MINERAL DAN BEBERAPA JENIS FOSFAT ALAM Increasing
Lebih terperinciPEMBERIAN AMELIORAN PUPUK KANDANG AYAM PADA PENGGUNAAN LAHAN GAMBUT YANG BERBEDA TERHADAP EMISI CO 2
PEMBERIAN AMELIORAN PUPUK KANDANG AYAM PADA PENGGUNAAN LAHAN GAMBUT YANG BERBEDA TERHADAP EMISI CHICKEN MANURE AMELIORANT APPLICATION IN DIFFERENT LAND USE OF PEAT ON EMISSIONS Terry Ayu Adriany, Ali Pramono
Lebih terperinciBalai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau, Jl. Kaharudin Nasution No. 341, Km 10. Padang Marpoyan, Pekanbaru 10210
8 PENGELOLAAN KESUBURAN TANAH, PRODUKTIVITAS, DAN KEUNTUNGAN SISTEM TUMPANGSARI (KELAPA SAWIT + NENAS) DI LAHAN GAMBUT PROVINSI RIAU SOIL FERTILITY MANAGEMENT, PRODUCTIVITY, AND BENEFIT OF PINEAPPLE-OIL
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
9 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi kebun kelapa sawit pada bulan Agustus dan November 2008 yang kemudian dilanjutkan pada bulan Februari,
Lebih terperinciEni Yulianingsih dan Prihasto Setyanto Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Diterima 24 Mei 2016, disetujui 11 Juli 2016
Emisi Methana (Ch 4 ) Dari Saluran Drainase Lahan Gambut (Eni Yulianingsih dan Prihasto Setyanto) Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60 SALATIGA 50711 - Telp.
Lebih terperinciDAMPAK AMELIORASI TANAH GAMBUT TERHADAP CADANGAN KARBON TANAMAN KELAPA SAWIT DAN KARET
23 DAMPAK AMELIORASI TANAH GAMBUT TERHADAP CADANGAN KARBON TANAMAN KELAPA SAWIT DAN KARET IMPACT OF PEATSOIL AMELIORATION ON CARBON STOCK OF OIL PALM AND RUBBER PLANTATION Ai Dariah 1, Erni Susanti 2 1
Lebih terperinciOleh TIMBUL SIMBOLON ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN. Universitas Sumatera Utara
LAJU EMISI GAS METAN (CH 4 ), SUHU UDARA DAN PRODUKSI PADI SAWAH IP 400 PADA FASE VEGETATIF MUSIM TANAM I AKIBAT VARIETAS DAN BAHAN ORGANIK YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh TIMBUL SIMBOLON 070303021 ILMU TANAH
Lebih terperinciPERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI (Brassica juncea L) DENGAN PEMBERIAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) DAN PUPUK KANDANG AYAM
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI (Brassica juncea L) DENGAN PEMBERIAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) DAN PUPUK KANDANG AYAM PLANT GROWTH AND PRODUCTION MUSTARD (Brassica juncea L) WITH GRANT OF MICROORGANISMS
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut 2.1.1 Pengertian Tanah Gambut Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa asing, antara lain peat, bog, moor, mire, atau fen. Gambut diartikan sebagai material
Lebih terperinciRumus Emisi CO 2. E = (Ea + Ebb + Ebo Sa) / Δt. Ea = Emisi karena terbakarnya jaringan dipermukaan tanah, misalnya pada waktu pembukaan lahan.
Mencuatnya fenomena global warming memicu banyak penelitian tentang emisi gas rumah kaca. Keinginan negara berkembang terhadap imbalan keberhasilan mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi (REDD)
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Stok Karbon 4.1.1 Panai Jaya Data stok karbon yang digunakan pada kebun Panai Jaya berasal dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yulianti (2009) dan Situmorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (inframerah atau gelombang panas) yang dipancarkan oleh bumi sehingga tidak dapat
Lebih terperinciEMISI GAS RUMAH KACA DAN SIFAT MIKROBIOLOGI TANAH RAWA LEBAK ABSTRAK
EMISI GAS RUMAH KACA DAN SIFAT MIKROBIOLOGI TANAH RAWA LEBAK Abdul Hadi Fakultas Pertanian Unlam, Banjarbaru ABSTRAK Isu mengenai emisi gas rumah kaca menarik perhatian berbagai kalangan karena pengaruhnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penambangan batubara dapat dilakukan dengan dua cara: yaitu penambangan dalam dan penambangan terbuka. Pemilihan metode penambangan, tergantung kepada: (1) keadaan
Lebih terperinciPENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013
PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013 OUTLINE I. PENDAHULUAN II. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN: anggaran atau
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah
Lebih terperincidisinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya pemanasan global (global warming). Pemanasan global terjadi sebagai akibat dari makin
Lebih terperinciANALISIS KARAKTERISTIK LAHAN GAMBUT DI BAWAH TEGAKAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU
ANALISIS KARAKTERISTIK LAHAN GAMBUT DI BAWAH TEGAKAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU Oksariwan Fahrozi, Besri Nasrul, Idwar (Fakultas Pertanian Universitas Riau) HP : 0852-7179-6699, E-mail :
Lebih terperinciThe Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest to Industrial Forest Acacia Crassicarpa on Physical and Chemical Properties of Peat Soil
Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Hutan Rawa Gambut Menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI) Acacia Crassicarpa Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Tanah Gambut The Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest
Lebih terperinciTHE INFLUENCE OF N, P, K FERTILIZER, AZOLLA (Azolla pinnata) AND PISTIA (Pistia stratiotes) ON THE GROWTH AND YIELD OF RICE (Oryza sativa)
JURNAL PRODUKSI TANAMAN Vol. 1 No. 3 JULI-2013 ISSN : 2338-3976 PENGARUH PUPUK N, P, K, AZOLLA (Azolla pinnata) DAN KAYU APU (Pistia stratiotes) PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI SAWAH (Oryza sativa) THE
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai
Lebih terperinciPanduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator
Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Lahan Kritis Indonesia... 3 2. Asumsi... 6 3. Metodologi... 7 4. Hasil Pemodelan... 8 5. Referensi...
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman pangan yang penting sebagai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman pangan yang penting sebagai sumber protein nabati untuk memenuhi permintaan dan kebutuhan masyarakat, sedangkan produksi dalam
Lebih terperinciPUTRI YUNIASTUTI A
PENGARUH WAKTU DAN TITIK PENGUKURAN TERHADAP EMISI KARBONDIOKSIDA DAN METAN DI LAHAN GAMBUT KEBUN KELAPA SAWIT PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV, LABUHAN BATU, SUMATERA UTARA PUTRI YUNIASTUTI A14063029 MAYOR
Lebih terperinciPemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut
SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta
Lebih terperinciPENGELOLAAN LAHAN GAMBUT BERKELANJUTAN: STUDI KASUS PENGEMBANGAN KARET DAN TANAMAN SELA DI DESA JABIREN KABUPATEN PULANG PISAU KALIMANTANTENGAH
18 PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT BERKELANJUTAN: STUDI KASUS PENGEMBANGAN KARET DAN TANAMAN SELA DI DESA JABIREN KABUPATEN PULANG PISAU KALIMANTANTENGAH M. A. Firmansyah, W. A. Nugroho dan M.S. Mokhtar Peneliti
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Metana CH 4 dan dinitrogen oksida (N 2 O) adalah gas penting di atmosfer yang mempengaruhi kekuatan radiasi dan sifat kimia atmosfer (WMO 1995). Konsentrasi CH 4 dan N 2 O
Lebih terperinciREKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor
REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata
Lebih terperinciAnalisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis
Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis Widiarti 1 dan Nurlina 2 Abstrak: Kalimantan Selatan mempunyai potensi untuk
Lebih terperinci9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI
9/1/1 PEMULIHAN ALAMI HUTAN GAMBUT PASKA KEBAKARAN: OPTIMISME DALAM KONSERVASI CADANGAN KARBON PENDAHULUAN EKOSISTEM HUTAN GAMBUT OLEH: I WAYAN SUSI DHARMAWAN Disampaikan pada acara Diskusi Ilmiah lingkup
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah yang dalam dan KTK yang tergolong sedang sampai tinggi menjadikan tanah ini memunyai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan
Lebih terperinciPENGELOLAAN LAHAN GAMBUT SECARA BERKELANJUTAN
PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT SECARA BERKELANJUTAN IG. M. Subiksa, Wiwik Hartatik, dan Fahmuddin Agus Lahan gambut tropis memiliki keragaman sifat fisik dan kimia yang besar, baik secara spasial maupun vertikal.
Lebih terperinciKEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT
KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri
Lebih terperinciThe Lands Use Change from Natural Forest to Plantation Forest Acacia crassicarpa on Some Chemical Properties in Peat Soil
1 The Lands Use Change from Natural Forest to Plantation Forest Acacia crassicarpa on Some Chemical Properties in Peat Soil Khusnul Khotimah 1, Wawan 2, and Wardati 2 Khusnulkhotimah_1089@ymail.com Jurusan
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Lebih terperinciRencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang
Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Suryani *1 1 Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT, Jakarta * E-mail: suryanidaulay@ymail.com
Lebih terperinciPENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN DOSIS PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI
PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN DOSIS PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI Fitri Handayani 1, Nurbani 1, dan Ita Yustina 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur; 2 Balai Pengkajian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sulfat masam merupakan salah satu jenis lahan yang terdapat di kawasan lingkungan rawa dan tergolong ke dalam lahan bermasalah karena tanahnya memiliki sifat dakhil
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar dunia setelah Malaysia dengan luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 14.164.439 ha (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata
Lebih terperinciPERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG DAUN (Allium fistulosum L.) VARIETAS LINDA AKIBAT PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM DAN PUPUK UREA
PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG DAUN (Allium fistulosum L.) VARIETAS LINDA AKIBAT PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM DAN PUPUK UREA GROWTH AND YIELD OF SPRING ONION (Allium fistulosum L.) LINDA VARIETY DUE TO CHICKEN
Lebih terperinciPanduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator
Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Lahan Kritis Indonesia... 3 2. Asumsi... 6 3. Metodologi... 7 4. Hasil Pemodelan... 8 5. Referensi...
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan jagung untuk pakan sudah lebih dari 50% kebutuhan
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan jagung terus meningkat, baik untuk pangan maupun pakan. Dewasa ini kebutuhan jagung untuk pakan sudah lebih dari 50% kebutuhan nasional. Peningkatan kebutuhan jagung
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kehilangan karbon di sektor pertanian disebabkan oleh cara praktik budidaya yang tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering
Lebih terperinciPeneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jl. Jakenan-Jaken Km 5 Pati, Jawa Tengah
26 PENGARUH PEMBERIAN BAHAN AMELIORAN TERHADAP FLUKS CO2 PADA PERTANAMAN KELAPA SAWIT TANAH GAMBUT DI PERKEBUNAN RAKYAT KABUPATEN MUARA JAMBI PROPINSI JAMBI 1H.L. Susilawati, 2 J. Hendri, 1 Dedi Nursyamsi
Lebih terperinciPengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK
Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah Oleh: A. Madjid Rohim 1), A. Napoleon 1), Momon Sodik Imanuddin 1), dan Silvia Rossa 2), 1) Dosen Jurusan Tanah dan Program Studi
Lebih terperinciPENGARUH DUA JENIS PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN MENTIMUN (Cucumis sativa L.) YANG DI TANAM PADA MEDIA GAMBUT DAN TANAH MINERAL
SKRIPSI PENGARUH DUA JENIS PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN MENTIMUN (Cucumis sativa L.) YANG DI TANAM PADA MEDIA GAMBUT DAN TANAH MINERAL Oleh: Nurpita Dewi 11082201728 PROGRAM STUDI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-700 ribu ton per tahun dengan kebutuhan kedelai nasional mencapai 2 juta ton
Lebih terperinciPERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH AKIBAT PEMBERIAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN METODE LAND APPLICATION
Jurnal AGRIFOR Volume XIII Nomor 1, Maret 2014 ISSN : 1412 6885 PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH AKIBAT PEMBERIAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN METODE LAND APPLICATION Zulkarnain 1 1 Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi sejak tahun 80-an telah memperkenalkan konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep ini berdampak kepada
Lebih terperinciPERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN
PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi
Lebih terperinciFLUKS CO2 DARI TANAH ANDOSOL PADA PENGGUNAAN LAHAN KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR
Buletin Tanah dan Lahan, 1 (1) Januari 2017: 115-120 FLUKS CO2 DARI TANAH ANDOSOL PADA PENGGUNAAN LAHAN KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR CO2 Flux from Andosol on Landuse Vegetable
Lebih terperinciEFEK TINGGI MUKA AIR TANAH DAN PEMUPUKAN TERHADAP EMISI CO 2 PADA TANAH GAMBUT DENGAN SERASAH DAUN AKASIA (Acacia crassicarpa)
EFEK TINGGI MUKA AIR TANAH DAN PEMUPUKAN TERHADAP EMISI CO 2 PADA TANAH GAMBUT DENGAN SERASAH DAUN AKASIA (Acacia crassicarpa) THE EFFECT WATER LEVEL AND FERTILIZATION ON CO 2 EMISSIONS OF PEATLAND WITH
Lebih terperinciPENGARUH DOSIS PUPUK KANDANG TERHADAP AGREGAT TANAH PADA SISTEM PERTANIAN ORGANIK
PENGARUH DOSIS PUPUK KANDANG TERHADAP AGREGAT TANAH PADA SISTEM PERTANIAN ORGANIK THE INFLUENCE OF GOAT MANURE DOSAGE TO SOIL AGGREGATE IN ORGANIC FARMING SYSTEM SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk
Lebih terperinciLembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia
Lembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia Keenam sektor; Kehutanan, pertanian, pembangkit listrik, transportasi, bangunan dan semen bersama-sama dengan emisi yang berhubungan
Lebih terperinciRESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DAN PUPUK HIJAU PAITAN
RESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DAN PUPUK HIJAU PAITAN Sumarni T., S. Fajriani, dan O. W. Effendi Fakultas Pertanian Universitas BrawijayaJalan Veteran Malang Email: sifa_03@yahoo.com
Lebih terperinciREHABILITASI LAHAN KERING ALANG ALANG DENGAN OLAH TANAH DAN AMANDEMEN KAPUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG
1-8 REHABILITASI LAHAN KERING ALANG ALANG DENGAN OLAH TANAH DAN AMANDEMEN KAPUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG Agusni Dosen Program Studi Agroteknologi Universitas Almuslim Email: aisyahraja2017@gmail.com
Lebih terperinciJENIS PUPUK ORGANIK DARI MILL WASTE. 1. Janjangan kosong (EFB). 2. Abu Janjang (bunch ash). 3. Decanter solid. 4. POME. 5. Compost EFB.
PEMUPUKAN ORGANIK JENIS PUPUK ORGANIK DARI MILL WASTE 1. Janjangan kosong (EFB). 2. Abu Janjang (bunch ash). 3. Decanter solid. 4. POME. 5. Compost EFB. JANJANGAN KOSONG MANFAAT APLIKASI JANJANGAN KOSONG:
Lebih terperinciIlmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon
Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi: Nita Murjani n.murjani@cgiar.org Regional Communications for Asia Telp: +62 251 8622 070 ext 500, HP. 0815 5325 1001 Untuk segera dipublikasikan Ilmuwan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan
Lebih terperinciHesti Lestari Tata Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi, KLHK
Hesti Lestari Tata Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi, KLHK Seminar Hasil Penelitian Penguatan Aksi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Jakarta, 17 Januari
Lebih terperinciBASELINE SURVEY: CADANGAN KARBON PADA LAHAN GAMBUT DI LOKASI DEMPLOT PENELITIAN ICCTF (RIAU, JAMBI, KALIMANATAN TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN)
38 BASELINE SURVEY: CADANGAN KARBON PADA LAHAN GAMBUT DI LOKASI DEMPLOT PENELITIAN ICCTF (RIAU, JAMBI, KALIMANATAN TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN) 1Ai Dariah, 2 Erni Susanti, dan 1 Fahmuddin Agus 1 Peneliti
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang
Lebih terperinciDavid Simamora, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & Muhajir Utomo
J. Agrotek Tropika. ISSN 233-4993 60 Jurnal Agrotek Tropika 3():60-64, 205 Vol. 3, No. : 60 64, Januari 205 PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP RESPIRASI TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai sumber karbohidrat kedua setelah beras, sebagai bahan makanan ternak dan bahan
Lebih terperinciPengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan
Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan Ruhyat Hardansyah, Maria C.L. Hutapea Subbidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Inventarisasi Daya Dukung dan daya Tampung
Lebih terperinciJati Purwani 1) dan Wiwik Hartatik 2) Balai Penelitian Tanah Jl Tentara Pelajar No. 12 Bogor ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN BAHAN AMELIORASI DAN PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN KEDELAI TERHADAP POPULASI MIKROORGANISME DAN SERAPAN HARA NITROGEN DAN FOSFOR DI LAHAN KERING MASAM Jati Purwani 1) dan Wiwik Hartatik
Lebih terperinciFahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah
Konservasi Tanah Menghadapi Perubahan Iklim 263 11. KESIMPULAN UMUM Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah Gejala perubahan iklim semakin nyata yang ditandai
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)
PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian
Lebih terperinci