Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan"

Transkripsi

1 Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan Taryono Darusman 1, Asep Mulyana 2 dan Rachmat Budiono 3 Pendahuluan Lahan gambut merupakan ekosistem lahan basah yang jenuh air yang tersusun dari berbagai bahan organik, yaitu sisa-sisa tumbuhan dan jaringan tumbuhan yang melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Bahan organik dalam lahan gambut ini mengalami laju dekomposisi yang rendah, sehingga tetap bertahan sampai ratusan tahun. Dalam sistem klasifikasi baru, tanah gambut disebut Histosols (Wahyunto, 2005). Menurut Soil Survey Staff (1998) batasan mengenai tanah gambut sebagai berikut : Mengandung 18% atau lebih C-organik (atau > 31 % bahan organik), bila bagian mineralnya mengandung fraksi liat 60% atau lebih, atau Mengandung 12% atau lebih C-Organik (atau >21% bahan organik), apabila bagian mineralnya tidak mengandung fraksi liat, atau Jika kandungan liatnya antara 0 60%, maka kandungan C-organiknya terdapat antara 12-18%. Dengan adanya kandungan C-Organik tersebut, menjadikan lahan gambut sebagai sistem lahan yang memiliki cadangan karbon terestris yang penting. Jika mendapat perlindungan dan dibiarkan dalam kondisi alami, lahan gambut dapat, meningkatkan kemampuanya dalam menyerap karbon. Secara global lahan gambut menyimpan sekitar Gt C atau 15 35% dari total karbon terestris, di daerah tropis terdapat sekitar 70 Gt, dimana Indonesia berkontribusi terhadap cadangan karbon tropis ini sekitar 46 Gt 4 (Murdiyaso, 2004). Dalam hutan gambut, kandungan karbon secara umum terdapat dalam dua bagian, yaitu 1) kandungan karbon di atas permukaan, 2) kandungan karbon di bawah permukaan. Kandungan karbon atas permukaan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan alometrik berdasarkan kepada diameter batang pohon, mengukur nekromasa, tumbuhan bawah dan serasah (Hairiah, K 2007, Murdiyaso, 2004). Kandungan karbon di bawah permukaan dapat diukur dengan mengukur ketebalan gambut, luas lahan gambut, bobot isi gambut, tingkat kematangan gambut dan kandungan C-organik (Murdiyaso, 2004). Kegiatan penghitungan biomassa pohon dan nekromassa di hutan gambut DAS Katingan dan DAS Mentaya ini ditujukan untuk melengkapi data-data mengenai lahan gambut di Kalimatan Tengah, DAS Katingan dan DAS Mentaya khususnya, dan kajian-kajian mengenai gambut secara umum yang sampai saat ini masih sangat terbatas. Selain itu, penghitungan biomassa ini dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan karbon di kawasan tersebut. 1 Taryono@starlingresources.com 2 A.mulyana@ukhiek.web.id 3 Rboediono@gmail.com 4 1 Gt = 1 Gigaton = 1 x 10 9 ton 1

2 Materi dan Metode 1. Keadaan umum daerah penelitian Penelitian dilakukan di kawasan hutan gambut Kab. Kota Waringin Timur (DAS Mentaya) dan Kab. Katingan (DAS Katingan), Kalimantan tengah. Kawasan ini terletak di antara Sungai Mentaya, yang berada di sisi Barat dan Sungai Katingan, yang berada sisi Timur. Hutan Gambut di kawasan ini adalah sisa bekas konsesi HPH yang melakukan tebang pilih dari sejak tahun 1980-an dan diakhiri secara resmi an setelah ada morotarium pembalakan kayu. Beberapa bagian dari kawasan ini telah dibuka melalui tebang habis, terutama di bagian selatan kawasan yang kemudian sisanya dibakar oleh penduduk untuk dijadikan ladang. Saat ini pembalakan secara sembunyi-sembunyi terutama di wilayah DAS Mentaya masih tetap terjadi dengan diameter pohon yang dibalak relatif kecil antara 15 cm sampai 20 cm saja. Seluruh penelitian ini dilakukan dari Agustus 2008 sampai Oktober Cara Kerja a. Penentuan Petak Ukur Setelah melakukan analisa citra landsat tahun 2008 atas hutan gambut di kawasan DAS Mentaya dan DAS Katingan kemudian ditetapkan bahwa penempatan petak penelitian akan dilakukan dengan metode jalur rintisan berpetak atau metode garis berpetak (Indriyanto, 2006) mulai dari Barat, DAS Mentaya menuju arah Timur, DAS Katingan sepanjang 28 Km dengan jarak antar petak adalah 1 km sehingga dalam rintisan ini direncanakan ada 28 petak penelitian. Koordinat petak pertama adalah 02 35' 20" LS ; 113 2' 28" BT dan petak terakhir adalah LS ; BT, selengkapnya ada pada lampiran 1. Ukuran dari setiap petak adalah 5 x 40 m (0.02 ha) dan petak 20 x 100 m (0.2 ha) untuk perluasan jika dalam petak 5 x 40 m ditemukan diameter batang pohon setinggi dada lebih dari 30 cm (Hairiah, K 2007). Metode ini berbeda dengan yang diusulkan oleh Murdiyaso (2004) yaitu dengan meletakan petak ukur 20 x 50 m disetiap zona lahan atau tipe penggunaan lahan dengan diameter pohon yang diukur adalah 10 cm. Pada prinsipnya penentuan petak ukur harus berdasarkan kepada setiap jenis penggunaan lahan/tutupan hutan yang ada agar kandungan biomassa dari setiap jenis penggunaan lahan/tutupan hutan dapat terwakili, sehingga memudahkan dalam menghitung kandungan biomassa permukaan untuk suatu kawasan. b. Pengukuran Biomassa Permukaan Metode pengukuran biomassa permukaan yang digunakan adalah mengacu kepada metode standar Alternatives to Slash and Burn (Hairiah, K 2007). Pengukuran biomassa permukaan akan meliputi pengukuran seperti berikut : 1. Biomasa pohon 1. Biomasa pohon ini dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan alometrik yang didasarkan kepada pengukuran diameter batang > 30 cm. Pengukuran dilakukan dalam areal plot 20m x 100 m 2. Biomasa pohon 2. Biomasa pohon ini dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan alometrik yang didasarkan kepada pengukuran diameter batang 5 cm sampai 30 cm. Pengukuran dilakukan dalam areal plot 5m x 40m. 3. Nekromasa. Pengukuran batang pohon mati baik yang masih tegak maupun yang telah tumbang dan tergeletak di atas permukaan tanah. Pengukuran dilakukan terhadap batang-batang mati atau tunggul yang memiliki panjang lebih dari 50 cm 2

3 dengan diameter 5 cm. Pengukuran batang mati dilakukan dalam plot 5m x 40m dan 20 x 100 m. Pada penelitian yang dilakukan, pengukuran untuk tumbuhan bawah, serasah kasar dan serasah halus tidak dilakukan karena diasumsikan dapat digantikan dengan pengukuran ketebalan gambut atau diasumsikan memiliki nilai sebesar 1% dari nilai total biomassa pohon 5. c. Pengukuran ketebalan dan topograpi gambut Pengukuran ketebalan gambut menggunakan bor model Eijkelkamp yang telah dimodifikasi pada setiap titik bor. Lokasi titik bor dalam penelitian ini adalah mengikuti garis transek dengan interval 500 m. Jadi setiap 500 m atau ½ Km dilakukan pengeboran untuk mengukur ketebalan gambut. Prosedur pengukuran adalah dengan cara pertama memasukan mata bor gambut ke dalam tanah gambut kemudian diangkat apabila belum ada tanah mineral yang terangkat, maka mata bor dimasukan kembali dengan penambahan batang bor dan angkat lagi, apabila tanah mineral belum ada maka mata bor dimasukan lagi dengan penambahan batang bor, hal ini dilakukan terus-menerus secara bertahap sampai mata bor menyentuh tanah mineral setelah itu baru di catat ketebalan gambutnya. Selain ketebalan diamati juga warna dan tekstur dari gambut tersebut. Titik bor ketebalan gambut berjumlah total 42 titik. Untuk mengetahui topograpi permukaan gambut dilakukan juga pengukuran tinggi permukaan tanah atau levelling menggunakan water pass sepanjang jalur transek. d. Pengukuran paras air tanah Pengukuran paras air tanah dilakukan sama pada titik pengukuran ketebalan gambut. Pengukuran dilakukan dengan tongkat berskala. Sebelumnya dimasukan dahulu pipa PVC ke dalam tanah gambut tunggu beberapa saat sampai paras air stabil baru kemudian ukur. Pipa PVC ditempatkan sebanyak titik pengukuran ketebalan gambut, yaitu 42 titik pengukuran. Hasil dan Pembahasan 1. Kandungan Biomassa Permukaan Penyajian hasil pengukuran biomassa permukaan akan dilakukan dalam dua pendekatan analisa, yaitu : a. Hasil pengukuran biomassa dikelompokan berdasarkan kepada hutan gambut terganggu dan hutan gambut tidak terganggu. Pengelompokan dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Kelompok tipe penutupan hutan No Kelompok Hutan No Petak Jumlah Petak 1 Hutan gambut terganggu DAS Mentaya 2 sampai Hutan gambut tidak terganggu 10 sampai Hutan gambut terganggu DAS Katingan 20 sampai 25 6 b. Hasil pengukuran biomassa dikelompokan berdasarkan kepada jenis tipe hutan gambut tanpa mempertimbangkan apakah di hutan tersebut bekas tebangan 5 Hasil diskusi dengan Ibu Subekti Rahayu, Staff ICRAF-Bogor. 3

4 atau bukan bekas tebangan tabel 2. Pengelompokan jenis hutan ini berdasarkan pengamatan tim di lapangan, perlu konfirmasi lagi oleh para peneliti lain: Tabel 2. Kelompok tipe hutan gambut No Kelompok Hutan No Petak Jumlah Petak 1 Hutan gambut campuran DAS Mentaya 2 sampai Hutan gambut primer kerapatan tinggi 11,12,15,16 dan Hutan gambut primer kerapatan rendah 13 dan Hutan gambut campuran DAS Katingan 18 sampai 25 8 A. Hasil berdasarkan Pendekatan Analisa a Berdasarkan kepada pengelompokan hutan analisa a, hasil dari pengukuran biomassa pohon dan nekromassa diperlihatkan dalam tabel 3. Nilai biomassa pohon pada hutan tidak terganggu lebih tinggi daripada biomassa pohon pada kedua hutan terganggu. Hal ini mungkin terjadi karena pada hutan tidak terganggu memiliki kerapatan pohon yang lebih tinggi dibanding pada hutan terganggu. Sebaliknya nilai nekromassa pada hutan tidak terganggu jauh lebih kecil dibandingkan dengan hutan tidak terganggu. Pada hutan terganggu banyak terdapat gelondongan kayu sisa-sisa pembalakan sedangkan pada hutan tidak terganggu tidak ada sisa-sisa pembalakan dan pohon-pohon besar yang tumbang. Tabel 3. Rata-rata Kandungan Biomassa dan Nekromassa pada kelompok hutan gambut. Kelompok Hutan Biomassa (ton/ha) Pohon* Nekromassa** Hutan terganggu DAS Mentaya 250, ,51 Hutan tidak terganggu 391,73 124,96 Hutan terganggu DAS Katingan 328, ,35 * ukuran diameter 5 cm tinggi 1,3m ** ukuran diameter 5 cm panjang/tinggi 50cm Hasil penghitungan nilai biomassa pohon pada hutan terganggu dan tidak terganggu pada tabel 3 relatif lebih besar dari yang dilakukan oleh Istomo dkk pada bulan Juni 2000 di hutan gambut Eks-PLG, Blok A Mentangai Kalteng (2007). Dimana hasil penghitungan mereka adalah 111,39 ton/ha untuk hutan gambut tidak terganggu dan 64,99 untuk hutan gambut terganggu. Perbedaan nilai ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan pengukuran pohon, dimana Istomo dkk mengukur diameter pohon hanya 10 cm sedangkan dalam penelitian ini diameter pohon yang diukur adalah 5 cm dalam setiap petak ukurnya. B. Hasil Berdasarkan Pendekatan Analisa b Berdasarkan kepada pengelompokan hutan analisa b, hasil penghitungan biomassa disajikan pada tabel 4. Kandungan biomassa terendah berada di kelompok jenis hutan gambut kerapatan rendah, 263,64 ton/ha dan nilai terbesar pada kelompok hutan 4

5 gambut kerapatan tinggi 365,88 ton/ha. Secara umum nilai kandungan biomassa pada hutan gambut campuran relatif lebih kecil, dimana jika merujuk pada analisa a, hutan gambut campuran merupakan hutan gambut terganggu dan hutan gambut kerapatan tinggi merupakan hutan gambut primer yang tidak ada bekas gangguan seperti bekas pembalakan, jalur kuda-kuda (saradan kayu), dan parit. Tabel 4. Rata-rata kandungan Biomassa dan Nekromassa pada kelompok jenis hutan gambut Kelompok Hutan Biomassa (ton/ha) Pohon* Nekromassa** Hutan gambut campuran DAS Mentaya Hutan gambut kerapatan tinggi Hutan gambut kerapatan rendah Hutan gambut campuran DAS Katingan * ukuran diameter 5 cm tinggi 1,3 m ** ukuran diameter 5 cm panjang/tinggi 50 cm Menurut Istomo dkk (2007), hutan gambut primer yang tidak terganggu pada citra landsat komposit 542 memperlihatkan warna hijau tua dengan tekstur agak kasar, berlokasi jauh dari pemukiman, jalan, maupun sungai serta tidak ada tanda-tanda bekas pembalakan, sedangkan hutan gambut terganggu (bekas tebangan), memperlihatkan warna hijau dengan tesktur kasar, terlihat dengan jelas pada citra landsat bekas jaringan jalan dan parit. Untuk memperkirakan kandungan karbon, hasil perhitungan biomassa pada tabel 3 dan tabel 4 dapat langsung dikalikan dengan faktor 0,5 (Murdiyaso, 2004) atau 0,46 (Hairah,K. 2007) menggunakan persamaan : Kandungan karbon (C) = faktor pengali (0,5 atau 0,46) x Biomassa ( W ) (ton/ha) Karbon yang berasal dari perhitungan biomassa pohon dapat dimaknai sebagai nilai jumlah karbon yang dapat diserap dari udara sehingga berpotensi mengurangi CO 2 yang telah ada di udara. Karbon yang berasal dari nekromasa dapat dimaknai sebagai nilai jumlah karbon yang ditahan untuk tidak terlepas ke udara sehingga berpotensi untuk mencegah penambahan emisi CO 2 yang terlepas ke udara. Oleh karena alasan tersebut, kami tidak menggabungkan nilai total biomassanya. 2. Ketebalan, topograpi gambut dan paras air tanah Hasil untuk ketebalan dan topograpi gambut dapat dilihat pada gambar 1 dibawah. Ketebalan gambut terendah adalah 1,32 m di km 1 dan yang terdalam adalah 12,50 m di km 22. Ketebalan gambut cenderung semakin dangkal menuju ke arah sungai, baik Mentaya maupun Katingan. Perubahan elevasi dalam gambar 1 memperlihatkan tiga tahap perubahan elevasi, tabel 5. Menarik untuk dicermati bahwa pembagian perubahan elevasi ini agak konsisten dengan pembagian kelompok hutan terganggu dan tidak terganggu, tabel 4. Pengkajian lebih lanjut mungkin perlu dilakukan untuk melihat hubungan-hubungan ini. Perubahan elevasi pada 10 km pertama relatif tinggi yaitu sebesar 13,44 m, 5

6 kemudian transek menjadi lebih datar dimana perubahan kemiringan hanya 3,01 m dan kemudian relatif menurun saat memasukin DAS Katingan. Rata-rata ketebalan gambut secara keseluruhan adalah 7,86 m. Tabel 5. Perubahan ketebalan gambut, elevasi permukaan gambut dan kemiringan permukaan gambut dari DAS Mentaya menuju DAS Katingan Jarak (km) rata-rata ketebalan gambut (m) Perubahan elevasi permukaan kumulatif (m) Kelompok hutan Hutan terganggu DAS Mentaya 10-18, Hutan tidak terganggu 18, Hutan terganggu DAS Katingan Hasil pengukuran paras air tanah memperlihatkan kecenderungan berimpit dengan permukaan tanah. Hal ini terjadi karena pada saat pengukuran antara bulan Agustus September 2008 hujan terus-menerus terjadi di lapangan, bahkan pada saat sedang melakukan pengeboran gambut pun hujan sedang terjadi. Beberapa pengukuran yang dilakukan oleh peneliti lain dilakukan pada saat musim kemarau dan biasanya dilakukan berulang. Gambar 1. Profil permukaan gambut dan tinggi muka air. Penutup Penelitian ini masih bersifat pendahuluan, masih perlu ditindaklanjuti dengan penelitian-penelitian yang lebih mendalam terutama pengkajian mengenai hubungan kedalaman gambut, unsur hara dan vegetasi yang tumbuh di atasnya. Mudah-mudahan laporan ini dapat bermanfaat untuk penelitian-penelitian berikutnya. Untuk hasil yang maksimal mengenai paras air tanah perlu dilakukan pengukuran pada saat musim kemarau/kering. Sedangkan pengambilan sampel tanah gambut menggunakan pipa plastik pvc sebagai tempat sampel. 6

7 Daftar Pustaka Wahyunto, S. Ritung, Suparto, H. Subagjo Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon di Sumetara dan Kalimantan. Proyek climate change, forest and Peatlands in Indonesia. Wetlands International Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Murdiyaso, D., Upik Rosalina, Kurniatun Hairiah, Lili Muslihat, I N.N. Suryadiputra dan Adi Jaya Petunjuk Lapangan: Pendugaan Cadangan Karbon pada Lahan Gambut. Proyek Climate Change, Forest and Peatlands in Indonesia. Wetlands International Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia. Hairiah, K., dan Rahayu, S Pengukuran Karbon Tersimpan di berbagai macam penggunaan lahan. Bogor. World Agroforestry Centre ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77 p. Istomo, dkk., Kajian Perolehan Karbon Sebagai Dampak Intervensi Pada Lokasi Kegiatan Proyek CCFPI di Eks-PLG Blok A Mentangai, Kalimantan Tengah dan Sekitar TN. Berbak, Jambi. Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB Wetlands International Indonesia Programme, Bogor. 7

8 Lampiran 1. Koordinat Geografis Petak Penelitian Km Petak LS BT ' 20" 113 2' 28" ' 20" 113 3' 00" ' 21" 113 3' 35" ' 21" 113 4' 10" ' 22" 113 4' 44" ' 21" 113 5' 19" ' 21" 113 5' 55" ' 19" 113 6' 32" ' 18" 113 7' 7" ' 17" 113 7' 43" ' 16" 113 8' 20" ' 14" 113 8' 56" ' 13" 113 9' 32" ' 12" ' 7" ' 11" ' 44" ' 9" ' 20" ' 9" ' 56" ' 9" ' 33" ' 8" ' 8" ' 9" ' 43" ' 9" ' 18" ' 8" ' 54" ' 8" ' 30" ' 8" ' 60" ' 7" ' 41" 8

9 Lampiran 2. Hasil Perhitungan biomassa Petak Biomassa Pohon (ton/ha) Nekromasa (ton/ha) Total Biomassa (ton/ha)

10 Lampiran 3. Ketebalan gambut dan water table Titik Bor Jarak (m) Elevasi (m) Tebal Gambut (m) Water table (cm) Km Km Km Km Km Km 4, Km Km 5, Km Km 6, Km Km 7, Km Km 8, Km Km 9, Km Km 10, Km Km 11, Km Km 12, Km Km 13, Km Km 14, Km Km 15, Km Km 16, Km Km 17, Km Km 18, Km Km 19, Km Km 20, Km Km 21, Km Km 22, Km Km 23, Km

11 11

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2009

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. DAS ini memiliki panjang sungai utama sepanjang 124,1 km, dengan luas total area sebesar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGUKURAN DIAMETER POHON DENGAN BENTUK YANG BERBEDA. Bentuk pohon Diagram Prosedur pengukuran. Pengukuran normal

TEKNIK PENGUKURAN DIAMETER POHON DENGAN BENTUK YANG BERBEDA. Bentuk pohon Diagram Prosedur pengukuran. Pengukuran normal TEKNIK PENGUKURAN DIAMETER POHON DENGAN BENTUK YANG BERBEDA Bentuk pohon Diagram Prosedur pengukuran Normal Pengukuran normal Normal pada lahan yang miring Jika pohon berada pada lahan yang miring, posisi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 25 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan April tahun 2011 di lahan gambut yang terletak di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi

Lebih terperinci

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas

Lebih terperinci

ESTIMATION OF CARBON POTENTIAL ABOVE THE GROUND AT THE STAND LEVEL POLES AND TREES IN FOREST CITY PEKANBARU

ESTIMATION OF CARBON POTENTIAL ABOVE THE GROUND AT THE STAND LEVEL POLES AND TREES IN FOREST CITY PEKANBARU ESTIMATION OF CARBON POTENTIAL ABOVE THE GROUND AT THE STAND LEVEL POLES AND TREES IN FOREST CITY PEKANBARU Sakinah Lubis 1, Defri Yoza 2, Rudianda Sulaeman 2 Forestry Department, Agriculture Faculty,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 22 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Luas dan Lokasi Wilayah Merang Peat Dome Forest (MPDF) memiliki luas sekitar 150.000 ha yang terletak dalam kawasan Hutan Produksi (HP) Lalan di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya memberikan deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan

Lebih terperinci

9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI

9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI 9/1/1 PEMULIHAN ALAMI HUTAN GAMBUT PASKA KEBAKARAN: OPTIMISME DALAM KONSERVASI CADANGAN KARBON PENDAHULUAN EKOSISTEM HUTAN GAMBUT OLEH: I WAYAN SUSI DHARMAWAN Disampaikan pada acara Diskusi Ilmiah lingkup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 di Laboratorium Pengaruh Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur. 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur. B. Alat dan Objek Alat yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan,

I. PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan, namun kerusakan hutan di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Salah satu yang mengakibatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi 16 TINJAUAN PUSTAKA Karbon Hutan Hutan merupakan penyerap karbon (sink) terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon (source). Hutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 Hutan Tropika Dataran Rendah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Di dalam Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dijelaskan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

PENDUGAAN KANDUNGAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH PADA KAWASAN ARBORETUM UNIVERSITAS RIAU

PENDUGAAN KANDUNGAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH PADA KAWASAN ARBORETUM UNIVERSITAS RIAU PENDUGAAN KANDUNGAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH PADA KAWASAN ARBORETUM UNIVERSITAS RIAU ESTIMATION OF THE CARBON POTENTIAL IN THE ABOVE GROUND AT ARBEROTUM AREA OF RIAU UNIVERSITY Ricky Pratama 1, Evi

Lebih terperinci

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis Widiarti 1 dan Nurlina 2 Abstrak: Kalimantan Selatan mempunyai potensi untuk

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu penting dalam peradaban umat manusia saat ini. Hal ini disebabkan karena manusia sebagai aktor dalam pengendali lingkungan telah melupakan

Lebih terperinci

ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA

ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA Oleh : AUFA IMILIYANA (1508100020) Dosen Pembimbing: Mukhammad Muryono, S.Si.,M.Si. Drs. Hery Purnobasuki,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS POHON DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON TERSIMPAN PADA DUA JENIS VEGETASI DI KOTA BANDAR LAMPUNG

KEANEKARAGAMAN JENIS POHON DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON TERSIMPAN PADA DUA JENIS VEGETASI DI KOTA BANDAR LAMPUNG KEANEKARAGAMAN JENIS POHON DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON TERSIMPAN PADA DUA JENIS VEGETASI DI KOTA BANDAR LAMPUNG Aria Israini Putri 1, Marlina Kamelia 2, dan Rifda El Fiah 3 1,2 Tadris Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe vegetasi hutan tertua yang menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah hujan sekitar 2000-4000

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem agroforestry Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus. 3.2 Objek

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada lokasi umur yang berbeda yaitu hutan tanaman akasia (A. crassicarpa) di tegakan berumur12 bulan dan di tegakan berumur 6 bulan. Jarak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai dari Januari sampai April 2010, dilakukan dengan dua tahapan, yaitu : a. pengambilan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan merupakan sumber utama penyerap gas karbondioksida di atmosfer selain fitoplankton, ganggang, padang lamun, dan rumput laut di lautan. Peranan hutan sebagai penyerap karbondioksida

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke lokasi lain sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN. (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J.

MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN. (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J. MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J. Tujuan Memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kebun Meranti Paham terletak di Kelurahan Meranti Paham, Kecamatan Panai Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Sebelumnya bernama Kebun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013. 30 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilakukan pada bulan Januari hingga Februari 2011 di beberapa penutupan lahan di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur (Gambar 1). Pengolahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan gambut merupakan salah satu tipe hutan yang terdapat di Indonesia dan penyebarannya antara lain di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan Pulau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lingkungan Penelitian Pada penelitian ini, lokasi hutan mangrove Leuweung Sancang dibagi ke dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan curah hujan yang tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal tidak berhutan.

Lebih terperinci

KAJIAN TOTAL BIOMASSA RERUMPUTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP TATA AIR TANAH DI DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA

KAJIAN TOTAL BIOMASSA RERUMPUTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP TATA AIR TANAH DI DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA 1319. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.4, September 2013 ISSN No. 2337-6597 KAJIAN TOTAL BIOMASSA RERUMPUTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP TATA AIR TANAH DI DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA. STUDI KASUS

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

Topik B3 Pendugaan cadangan karbon bawah-permukaan di lahan gambut

Topik B3 Pendugaan cadangan karbon bawah-permukaan di lahan gambut Topik B3 Pendugaan cadangan karbon bawah-permukaan di lahan gambut 1 2 Cadangan karbon bawah-permukaan terdiri dari Cadangan karbon biomassa bawah-permukaan Mengikuti prosedur yang dilakukan di tanah mineral

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di petak tebang Q37 Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2011 IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Desa Mamahak Teboq,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

Perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan grk

Perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan grk Perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan grk Program : Pengelolaan Hutan Tanaman Judul RPI : Penelitian Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Koordinator RPI : Ir. Ari Wibowo,

Lebih terperinci

Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi grk

Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi grk Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi grk Aplikasi perhitungan grk di wilayah sumatera Aplikasi Perhitungan GRK di Wilayah Sumatera Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di IUPHHK HA (ijin usaha pemamfaatan hasil hutan kayu hutan alam) PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemanasan Global Pemanasan global diartikan sebagai kenaikan temperatur muka bumi yang disebabkan oleh efek rumah kaca dan berakibat pada perubahan iklim. Perubahan iklim global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah) (Arief, 2005).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2017. Lokasi penelitian bertempat di Kawasan Perlindungan Setempat RPH Wagir BKPH Kepanjen KPH Malang.

Lebih terperinci

Pengenalan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat pinggiran hutan. (Foto: Kurniatun Hairiah)

Pengenalan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat pinggiran hutan. (Foto: Kurniatun Hairiah) Pengenalan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat pinggiran hutan. (Foto: Kurniatun Hairiah) 4. Penghitungan dinamika karbon di tingkat bentang lahan Ekstrapolasi cadangan karbon dari tingkat lahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat 11 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2009. Pelaksanaan meliputi kegiatan lapang dan pengolahan data. Lokasi penelitian terletak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi DAS Kali Bekasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi DAS Kali Bekasi II. TIJAUA PUSTAKA 2.1 Kondisi DAS Kali Bekasi Daerah Aliran Sungai Kali Bekasi secara administratif berada di wilayah Kabupaten Bogor, Bekasi dan DKI Jakarta. DAS Kali Bekasi memiliki 5 Sub DAS besar,

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret tahun 2011, bertempat di Seksi Wilayah Konservasi II Ambulu, Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Kecamatan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi kebun kelapa sawit pada bulan Agustus dan November 2008 yang kemudian dilanjutkan pada bulan Februari,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan

Lebih terperinci

III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3. 1 Luas dan Lokasi Hutan Gambut Merang terletak dalam kawasan Hutan Produksi Lalan di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatra Selatan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pendugaan Cadangan Karbon pada Berbagai Tingkat Lahan. Menurut Hairiah 2001 menyatakan bahwa pada ekosistem daratan,

TINJAUAN PUSTAKA. Pendugaan Cadangan Karbon pada Berbagai Tingkat Lahan. Menurut Hairiah 2001 menyatakan bahwa pada ekosistem daratan, TINJAUAN PUSTAKA Pendugaan Cadangan Karbon pada Berbagai Tingkat Lahan Menurut Hairiah 2001 menyatakan bahwa pada ekosistem daratan, cadangan karbon disimpan dalam 3 komponen pokok, yaitu: 1. Bagian hidup

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik

Lebih terperinci

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta sumberdaya manusia.das

Lebih terperinci

PENGHITUNGAN BIOMASSA DAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH DI HUTAN LARANGAN ADAT RUMBIO KAB KAMPAR

PENGHITUNGAN BIOMASSA DAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH DI HUTAN LARANGAN ADAT RUMBIO KAB KAMPAR PENGHITUNGAN BIOMASSA DAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH DI HUTAN LARANGAN ADAT RUMBIO KAB KAMPAR CALCULATION OF BIOMASS AND CARBON ABOVE GROUND SURFACE IN THE FOREST ON INDIGENOUS RUMBIO KAB KAMPAR Nasib

Lebih terperinci

KAJIAN PEROLEHAN KARBON SEBAGAI DAMPAK INTERVENSI KASUS: EKS-PLG BLOK A, MENTANGAI, KALIMANTAN TENGAH

KAJIAN PEROLEHAN KARBON SEBAGAI DAMPAK INTERVENSI KASUS: EKS-PLG BLOK A, MENTANGAI, KALIMANTAN TENGAH KAJIAN PEROLEHAN KARBON SEBAGAI DAMPAK INTERVENSI KASUS: EKS-PLG BLOK A, MENTANGAI, KALIMANTAN TENGAH (Carbon Result Study As Intervention Impact, Case: Eks-PLG block A, Mentangai, Central Borneo) Sri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO 2 ke atmosfer.

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO 2 ke atmosfer. TINJAUAN PUSTAKA Perubahan Iklim Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara

Lebih terperinci

LESSON LEARNED DARI PEMBANGUNAN PSP UNTUK MONITORING KARBON HUTAN PADA KEGIATAN FCPF TAHUN 2012

LESSON LEARNED DARI PEMBANGUNAN PSP UNTUK MONITORING KARBON HUTAN PADA KEGIATAN FCPF TAHUN 2012 LESSON LEARNED DARI PEMBANGUNAN PSP UNTUK MONITORING KARBON HUTAN PADA KEGIATAN FCPF TAHUN 2012 Disampaikan pada Lokakarya Strategi Monitoring PSP di Tingkat Provinsi Mataram, 7-8 Mei 2013 PUSAT PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kayu Pohon sebagai tumbuhan membutuhkan air untuk proses metabolisme. Air diserap oleh akar bersama unsur hara yang dibutuhkan. Air yang dikandung dalam kayu

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dan kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dan kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah-tanah jenuh air yang tersusun dari bahan tanah organik, yaitu sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, Hutan adalah suatu

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG Rina Sukesi 1, Dedi Hermon 2, Endah Purwaningsih 2 Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Menurut Soerianegara dan Indrawan (1988) hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi lingkungan yang ekstrim seperti tanah yang tergenang akibat pasang surut laut, kadar garam yang tinggi, dan tanah yang kurang stabil memberikan kesempatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Agroforestri merupakan suatu sistem pengelolaan lahan untuk mengatasi masalah ketersediaan lahan dan peningkatan produktivitas lahan. Masalah yang sering timbul adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Provinsi Kalimantan Tengah memiliki luas km 2 atau 1,5 kali luas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Provinsi Kalimantan Tengah memiliki luas km 2 atau 1,5 kali luas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Provinsi Kalimantan Tengah memiliki luas 153.567 km 2 atau 1,5 kali luas Pulau Jawa, terletak di garis ekuator atau di tengah-tengah kawasan Asia Pasifik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.4. Analisis Data 3.4.1. Analisis karbon di atas permukaan tanah Menurut Kettering (2001) dalam Hairiah (2007) pendugaan biomassa vegetasi diduga menggunakan persaman allometrik : BK=0.11ρD 2.62 keterangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan?

3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan? 3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan? 3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan? Mengukur jumlah C tersimpan di hutan dan lahan pertanian cukup mudah dan dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

LESSON LEARNED DARI PEMBANGUNAN PSP UNTUK MONITORING KARBON HUTAN PADA KEGIATAN FCPF TAHUN 2012

LESSON LEARNED DARI PEMBANGUNAN PSP UNTUK MONITORING KARBON HUTAN PADA KEGIATAN FCPF TAHUN 2012 LESSON LEARNED DARI PEMBANGUNAN PSP UNTUK MONITORING KARBON HUTAN PADA KEGIATAN FCPF TAHUN 2012 Disampaikan pada Lokakarya Strategi Monitoring PSP di Tingkat Provinsi Ambon, 27-28 Mei 2013 PUSAT PENELITIAN

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

LAHAN GAMBUT INDONESIA DAN TARGET PENURUNAN EMISI KARBON. Dipa Satriadi Rais Wetlands International Indonesia Programme

LAHAN GAMBUT INDONESIA DAN TARGET PENURUNAN EMISI KARBON. Dipa Satriadi Rais Wetlands International Indonesia Programme LAHAN GAMBUT INDONESIA DAN TARGET PENURUNAN EMISI KARBON Dipa Satriadi Rais Wetlands International Indonesia Programme Sekilas gambut Gambut: Teras, berkubah, coastal Menempati dua atau lebih DAS Terletak

Lebih terperinci