BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. keamanan data, namun sudah banyak teknologi yang diterapkan untuk menjaga

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. keamanan data, namun sudah banyak teknologi yang diterapkan untuk menjaga"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biometrik Authentifikasi Autentification dalam security adalah hal yang sangat penting untuk menjaga keamanan data, namun sudah banyak teknologi yang diterapkan untuk menjaga keautentikan tersebut, akan tetapi hal itu banyak kendala dalam penerapanya dan masih kurang memberikan perlindungan yang aman. Teknologi biometrik menawarkan autentikasi secara biologis memungkinkan sistem dapat mengenali penggunanya lebih tepat. Terdapat beberapa metode diantaranya: fingerprint scanning, retina scanning, dan DNA scanning. Dua metode terakhir masih dalam taraf penelitian, sedangkan fingerprint scanning saat ini telah digunakan secara luas [25]. Identifikasi dari sidik jari memerlukan pembedaan tentang bentuk keliling papillary ridge tak terputuskan yang diikuti oleh pemetaan tentang gangguan atau tanda anatomic ridge yang sama. Ada 7 pola papillary ridge yaitu: Loop Arch Whorl Tented Arch Double Loop

2 Central Pocked Loop dan Accidental Dari ketujuh pola tersebut ada tiga pola papillary ridge yang paling umum digambarkan pada Gambar 2.1. (Loop mempunyai 1 delta dan antar baris pusat pada loop dan akan ditunjukkan pada delta, sebuah whorl mempunyai 2 delta dan antar baris delta harus jelas, sebuah arch tidak punya delta). Arch Gambar 2.1. Beberapa contoh pola papillary ridge [26] Semua pola di atas dapat dibedakan oleh mata biasa dan dapat memberi suatu binning atau indexing yang menghasilkan database. Sebuah Komputer dapat menganalisa garis tengah perubahan arah bentuk ridge, mencapai seperti mata yang terlatih yang melihat secara alami. Kesalahan dapat terjadi jika langkah ini dihilangkan oleh suatu program sidik jari komputer atau AFIS (Automatic Fingerprint Identification) [7]. Karakteristik Anatomic tidak mungkin dilihat langsung oleh mata manusia tetapi mudah di-tracked oleh komputer. Gambaran ukuran-ukuran karakteristik anatomic dapat digambarkan pada Tabel 2.1.

3 Tabel 2.1. Beberapa ukuran karakteristik anatomi sidik jari [26] Ridge Mempunyai ketegasan jarak ganda dari permulaan ke-akhir, sebagai lebar ridges satu dengan lainya Evading Ends dua ridge dengan arah berbeda berjalan sejajar satu sama lain kurang dari 3mm. Bifurcation dua ridge dengan arah berbeda berjalan sejajar satu sama lain kurang dari 3mm. Hook ridges merobek; satu ridges tidaklah lebih panjang dibanding 3mm Fork Dot Dua ridges dihubungkan oleh sepertiga ridges tidak lebih panjang dibanding 3mm Bagian ridges adalah tidak lagi dibanding ridges yang berdekatan Eye Island Enclosed Ridge Enclosed Loop Specialties ridges merobek dan menggabungkan lagi di dalam 3mm Ridges merobek dan tidak ber menggabung lagi, kurang dari 3mm dan tidak lebih dari 6mm. Area yang terlampir adalah Ridge. Ridges tidak lebih panjang dibanding 6mm antara dua ridges yang tidak mempola menentukan pengulangan antar dua atau lebih ridges paralel Ridge membentuk seperti tanda tanya dan sangkutan pemotong

4 Area papillary ridge kadang-kadang dikenal sebagai patterm area. Masingmasing pola papillary ridge menghasilkan suatu bentuk pola area berbeda. Pusat gambar jari mencerminkan pola area, dikenal sebagai inti core point. Teknik sidik jari dapat ditempatkan ke dalam dua kategori: minutiae-based dan berdasarkan korelasi. Teknik minutiae-based yang pertama temukan poin-poin rincian yang tidak penting dan kemudian memetakan penempatan yang sejenis pada jari. Bagaimanapun, penggunaan pendekatan ini ada beberapa kesulitan. Hal itu sukar untuk menyadap poin-poin rincian yang tidak penting itu dengan teliti sehingga sidik jari mutunya menjadi rendah. Metoda ini juga tidak mempertimbangkan pola ridge kerut dan bubungan yang global. Metoda correlation-based bisa mengalahkan sebagian dari berbagai kesulitan pendekatan yang minutiae-based. Bagaimanapun, masing-masing mempunyai kekurangan sendiri-sendiri. Teknik Correlation-based memerlukan penempatan yang tepat untuk suatu pendaftaran seperti pada Gambar 2.2. Gambar 2.2. Beberapa titik sambungan ridge pada sidik jari [11]

5 Gambar 2.3. Kesesuaian ridge pada sidik jari [11] Kasesuaian dasar sidik jari seperti Gambar 2.3 pada minutiae mempunyai permasalahan dalam penyesuaian perbedaan ukuran pola minutiae. Struktur ridge lokal tidak bisa dengan sepenuhnya ditandai oleh minutiae. Saat ini sedang diusahakan untuk memperbaiki suatu penyajian pengubah sidik jari yang akan menangkap informasi lokal yang lebih dan menghasilkan ketetapan panjangnya suatu kode untuk sidik jari itu. Kesesuaian menghitung jarak euclidean antara kedua kode tersebut akan menjadi tantangan diwaktu yang akan datang. Saat ini sedang dikembangkan algoritma agar menjadi lebih sempurna untuk menampilkan gambar sidik jari dan ketelitian penyampaiannya ditingkatkan di dalam real-time. Suatu sistem pengesahan fingerprint-based komersil memerlukan suatu kehati-hatian False Reject Rate (FRR) untuk memberi False Accept Rate (FAR). Hal ini bagi orang teknik adalah sangat sukar untuk mencapainya. Pada saat ini sedang diselidiki metoda untuk menyatukan bukti dari berbagai teknik penemuan untuk meningkatkan keseluruhan ketelitian sistem itu. Di dalam suatu aplikasi riil, sensor,

6 didapatkan sistem dan variasi kinerja sistem dari waktu ke waktu yang sangat kritis [22]. Dengan menggunakan teknologi sistem biometrik jenis fingerprint merupakan perkembangan untuk security yang bisa diandalkan untuk masa yang akan datang, dengan banyaknya pemalsuan data yang dilakukan dengan bantuan teknologi. Berikut ini adalah contoh pengaplikasian teknologi sistem biometrik dengan menggunakan biometrik fingerprint, yang dijelaskan dalam arsitektur sistem biometrik seperti pada Gambar 2.4. Gambar 2.4. Arsitektur sistem biometrik [7]

7 Pada Gambar 2.4 dijelaskan pada bagian Enrollment terdiri dari bagian biometric sensor yang berfungsi untuk mengambil citra sidik jari dari pengguna kemudian pada bagian Feature Extraction digunakan untuk mengekstraksi ciri dari sidik jari selanjutnya disimpan sebagai database. Untuk proses Autentivication biometric sensor untuk membaca sidik jari pengguna yang telah ada di database selanjutnya citra tersebut diekstraksi untuk mendapatkan ciri khusus yang sama dengan data yang disimpan pada database, kemudian dilakukan matching dengan database apakah cirinya sama dengan data yang ada di database. Keterbatasan lain dari sistem biometrik adalah sangat sulit membedakan antara individu satu dengan individu yang lain. Hal ini dikarenakan ada beberapa individu yang mempunyai identitas biometrik yang hampir sama. Pada Gambar 2.5 menjelaskan perbedaan penerapan nilai FAR dan FRR pada aplikasi sipil dan forensic. Kesesuaian menghitung jarak euclidean antara kedua kode tersebut akan menjadi tantangan diwaktu yang akan datang. Suatu sistem pengesahan fingerprint-based komersil memerlukan suatu kehati-hatian False Reject Rate (FRR) untuk memberi False Accept Rate (FAR). Hal ini bagi orang teknik adalah sangat sukar untuk mencapainya. Pada saat ini sedang diselidiki metoda untuk menyatukan bukti dari berbagai teknik penemuan untuk meningkatkan keseluruhan ketelitian sistem itu.

8 High Security Acces Application False Reject Rate (FFR) Civillian Application Equal Error Rate Forensic Application False Accept Rate (FAR) Gambar 2.5. Perbedaan FAR dan FRR dari aplikasi sidik jari [26] Beberapa istilah dalam teknologi sistem biometrik, diantaranya adalah enrollment, verifikasi dan identifikasi. Enrollment adalah proses pemasukan data dari parameter biometrik, misalnya proses enrollment pada sidik jari akan memasukkan parameter minutiae ke dalam database.

9 2.2. Satuan Pengukuran Biometrik Kualitas dari performasi identifikasi menggunakan biometrik ditentukan dari nilai: False Acceptance Rate (FAR) adalah nilai perbandingan jumlah data biometrik yang dipalsukan diterima dengan jumlah data biometrik. Jika ada beberapa sampel sidik jari yang diukur FAR nya maka FAR total dari sidik jari tersebut adalah: N FAR = 1 / N FAR( n)......(2.1) n= 1 False Rejection Rate (FRR) adalah nilai perbandingan jumlah data biometrik yang benar ditolak dengan jumlah data biometrik yang benar. Jika ada beberapa sampel sidik jari yang diukur FRR nya maka FRR total dari sidik jari tersebut adalah: N FRR = 1 / N FRR( n)......(2.2) n= 1 Failure To Enroll (FTE) adalah nilai perbandingan jumlah data biometrik yang tidak dapat di Enroll di masukkan database dengan jumlah data biometrik yang dapat di Enroll ke database. Jika ada beberapa sample sidik jari yang diukur FRR nya maka FRR total dari sidik jari tersebut adalah: N FTE = 1 / N FTE( n)...(2.3) n= 1 Equal Error Rate (ERR) adalah ukuran kualitas dari sistem biometrik yang digunakan untuk membandingkan kualitas dari sistem biometrik yang lain. ERR didapat dari sistem biometrik yang lain. ERR didapat dari pertemuan titik dari graph FAR, FRR terhadap threshold.

10 Gambar 2.6. Grafik FAR dan FRR terhadap threshold [27] Pada Gambar 2.6 dijelaskan Equal Error Rate (EER) adalah ukuran kualitas dari sistem biomerik yang digunakan untuk membandingkan kualitas dari sistem biometrik yang lain. EER didapat dari pertemuan titik dari dari graph FAR, FRR terhadap suatu threshold. NAME(PIN) Template name Quality Checker Feature Extractor System DB User interface Enrollment Gambar 2.7. Proses Enrollment sidik jari [16]

11 Pada Gambar 2.7. adalah proses pengambilan data dengan dilakukan perbaikan citra selanjutnya diambil ciri khusus untuk disimpan sebagai database. NAME(PIN) Feature Extractor Matcher (1 match) One template System DB User interface True/False Gambar 2.8. Proses verifikasi sidik jari [16] Pada Gambar 2.8 sistem verifikasi atau autentifikasi adalah suatu sistem yang dapat membandingkan citra sidik jari yang sudah tersimpan pada database, dengan memasukkan kode pin dan citra sidik jari sebagai input data. NAME(PIN) User interface Identification Feature Extractor Matcher (N matcher) N templates User s identity or usernot identified System DB Gambar 2.9. Proses Identification sidik jari[16]

12 Dengan hanya membandingkan data template pada database dan data input, hasil dari sistem verifikasi adalah data benar atau salah. Pada Gambar 2.9 dijelaskan sistem identifikasi adalah suatu proses yang membandingkan data input dengan semua template data biometrik pada sistem database. Karena sistem identifikasi dapat membandingkan semua data, maka pada proses identifikasi lebih komplek dan waktu proses yang lebih lama dari pada sistem verifikasi. Peralatan untuk mendapatkan citra sidik jari biasa disebut fingerprint, setiap tipe dari sensor fingerprint mempunyai banyak tipe yang berbeda sehingga kemampuan masing-masing data yang dihasilkan juga berbeda. Dengan perbedaan spesifikasi dan kemampuan sensor fingerprint kualitas citra yang dihasilkan juga kualitasnya berbeda. Kemampuan ini dapat dilihat dari kepekaan pembacaan dari sensor, ada yang bila diberikan noise yang besar sidik jari tidak dapat dibaca dan diberikan noise yang tinggi, sensor tetap dapat membaca sidik jari. Dengan mengetahui jenis sensor yang dipakai akan dengan mudah menentukan bagaimana menerapkan pada kondisi yang akan kita ambil datanya atau dengan menentukan batas noise yang masih dapat dibaca oleh sensor, sehingga tidak akan terjadi kegagalan dalam membaca citra sidik jari dengan sensor yang sedang dipakai [10] Sidik jari Pada sidik jari manusia bagian yang menonjol atau yang berupa guratan garis disebut dengan bukit (ridge), dan bagian yang tidak menonjol yang memisahkan

13 bagian menonjol yang satu dengan yang lain disebut dengan lembah (Valley). Gambar 2.10 memperlihatkan sidik jari, bukit (ridge), dan lembah (Valley) pada sidik jari tersebut. Gambar Sidik jari [2] Keunikan sidik jari (fingerprint) ditentukan oleh permukaan topografi dari struktur ridge yang dimilikinya. Secara spesifik, konfigurasi global dapat didefinisikan dengan struktur ridge yang digunakan untuk mengklasifikasikan suatu kelas dari citra sidik jari, pada saat pendistribusian titik-titik digunakan untuk membandingkan atau menyepadankan dan membentuk kesamaan ciri atau pola diantara dua sidik jari sample. Sistem identifikasi otomatis dengan menggunakan biometrik sidik jari, dapat berfungsi membandingkan sidik jari sebagai input dengan sekumpulan data sidik jari dalam suatu database seperti pada Gambar 2.11.

14 Ridge Bifurcation Ridge Ending Core (a) Ridge Ending Ridge Bifurcation Ridge Island Ridge Ecrorare Ridge Dot Core Delta (b) (c) Gambar Data unik citra sidik jari (a) Whorl (b) Arch (c) Loop. [7] Dengan menyederhanakan pola-pola ridge didalam suatu citra quary untuk membatasi atau menspesifikasi pencarian (searching) didalam suatu database yang merupakan fingerprint indexing dan pada titik-titik sidik jari sebagai pembanding. Sidik jari merupakan salah satu sistem biometrik yang banyak diterapkan, hal ini dikarenakan sifat dari citra sidik jari yang uniqness dan sidik jari yang tidak pernah berubah. Berdasarkan dari pola garis pola garis (ridge) dan lembah (valley), sidik jari dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas utama, yaitu: Arch, Loop dan Whorl [28]. Contoh dari ketiga kelas yang telah disebutkan seperti pada Gambar 2.12.

15 (a) (b) (c) Gambar Klasifikasi pada sidik jari (a) Arch,(b) Loop dan (c) Whorl [28] Dari klasifikasi ini dapat di bagi menjadi beberapa subklasifikasi [28] yaitu: Arch dibagi menjadi arch dan tented arch, dari beberapa populasi arch mempunyai presentasi sebesar 5%. Loop dibagi menjadi left loop, right loop dan double loop. Berbeda dengan arch, jumlah individu yang mempunyai klasifikasi loop sangat besar yaitu sebesar 60 %. Whorls pada klasifikasi ini jumlah presentasi individu sebesar 35% Identifikasi sidik jari Identifikasi sidik jari merupakan metode dalam mencocokkan data input sidik jari terhadap semua data template. Sebelum melakukan pencocokan ada beberapa langkah diantaranya: 1. Data acquisition, adalah penerjemahan data dari suatu sensor kedalam bit-bit data sidik jari. Ada beberapa metode dalam data acquisition diantanya: an inked fingerprint,a latent fingerprint dan a live scan fingerprint. An inked fingerprint

16 adalah pengambilan data dengan cara sidik jari diberi tinta untuk ditempelkan ke suatu kertas putih, selanjutnya kertas putih tersebut akan di-scan dan dimasukkan ke database. Sedangkan a latent fingerprint adalah cara yang banyak digunakan dalam mendeteksi masalah kriminal dimana pengambilan data dilakukan pada suatu barang bukti kriminal yang diberikan bubuk atau cairan kimia, dan kemudian akan difoto untuk mendapatkan sidik jari. A live scan fingerprint adalah suatu alat yang embedded dalam suatu aplikasi dimana alat akan mengambil data sidik jari user secara langsung, dengan cara menempelkan sidik jari ke alat tersebut. 2. Feature extraction, adalah ekstraksi bit-bit data ke dalam parameter-parameter sesuai dengan metode yang akan dipakai dalam pencocokan. Pada metode minutiae bit-bit data akan di ekstraksi ke dalam vektor minutiae, metode image matching based phase correlation bit-bit data akan diterjemahkan ke dalam komponen fourier. 3. Decision making, adalah membandingkan antara ekstraksi data input dan data template yang akan menghasilkan apakah data benar atau salah. Ada banyak metode pencocokan sidik jari yang telah dikembangkan, diantaranya: minutiae-based adalah metode yang mencocokkan berdasar pada vektor ekstraksi minutiae (vektor ridge ending dan ridge bifurcation), sidik jari input dan sidik jari query dengan image-matching adalah metode yang mencocokkan berdasar

17 pada pencocokan 2 buah citra sidik jari. Penggolongan metode tersebut berdasarkan pada bagaimana cara mencocokkan sidik jari. Minutiae-based mempunyai keunggulan dalam kecepatan karena jumlah data yang dicocokkan berbentuk vektor dengan ukuran yang relatif kecil dibandingkan dengan metode image-matching. Sedangkan image-matching mempunyai keunggulan dari sisi akurasi data yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode minutiae-based. Namun kelemahannya lambat dari sisi kecepatan Jenis kerusakan citra sidik jari Hasil dari pengambilan citra sidik jari ditentukan dari kualitas sensor dan kondisi sidik jari yang diambil. Kondisi citra sidik jari normal (neutral) dapat diperoleh bila sensor kondisinya baik dan tidak ada kerusakan pada kondisi sidik jari, baik berupa kotor maupun salah letak. Adapun kerusakan yang sering terjadi adalah sidik jari kotor, sidik jari berminyak, sidik jari kering, sidik jari sebagian dan sidik jari rotasi. Sidik jari kotor dapat terjadi bila terkena tinta, debu, abu dan tanah, sedang sidik jari berminyak dapat terjadi bila terkena oli, minyak rambut dan minyak goreng [11]. Kerusakan citra sidik jari yang disebabkan letak yang tidak benar, pada sidik jari sebagian dapat terjadi bila letak sidik jari hanya sebagian saja yang dibaca sensor (core tidak kelihatan). Untuk sidik jari rotasi dapat terjadi bila letak sidik jari tidak lurus ke tengah tetapi agak miring. Hal ini akan mengakibatkan hasil yang didapat

18 tidak sesuai dengan yang diharapkan. Adapun contoh untuk citra sidik jari yang mengalami kerusakan dapat digambarkan seperti pada Gambar (a) (b) (c) (d) (e) Gambar Berbagai Macam Hasil Pengambilan Sidik Jari: (a) Sidik Jari Normal, (b) Sidik Jari Kotor, (c) Sidik Jari Berminyak, (d) Sidik Jari Rotasi, (e) Sidik Jari Sebagian [26] Perbaikan citra sidik jari Kualitas dari citra sidik jari akan sangat berpengaruh pada hasil ekstraksi ciri sidik jari dan selanjutnya akan berpengaruh pada hasil pencocokan sidik jari. Citra sidik jari dapat dikatakan mempunyai kualitas baik jika citra tersebut memiliki kontras yang tinggi dan perbedaan antara lembah dan bukit terlihat jelas, sebaliknya citra sidik jari yang tidak baik memiliki ciri kontras yang rendah dan bukit dan lembah tidak dapat dibedakan dengan jelas [7]. Gambar 2.13 memperlihatkan contoh citra sidik jari dengan kualitas yang berbeda, mulai dari citra yang berkualitas baik sampai yang berkualitas buruk.

19 buruk [7]: Berikut adalah alasan-alasan yang membuat kualitas citra sidik jari menjadi 1. Adanya area yang luka ataupun lipatan-lipatan yang menyebabkan bukit-bukit pada citra sidik jari menjadi terputus. 2. Jari yang terlalu kering akan membuat citra menjadi pecah-pecah dan membuat kontras citra menjadi buruk. 3. Jari yang lembab memicu adanya noda dan membuat bukit-bukit yang paralel pada citra sidik jari terhubung. Kualitas buruk dari citra sidik jari dapat menyebabkan ciri yang ditangkap salah, ataupun sebaliknya, menyebabkan ciri sidik jari yang asli hilang. Tentu saja hal ini akan mengakibatkan penurunan akurasi dari pengenalan sidik jari. Perbaikan citra sebagai proses yang mendahului proses pengambilan ciri pada sistem pengenalan sidik jari akan dapat meningkatkan kehandalan sistem pengenalan sidik jari tersebut Ciri Sidik Jari Ciri sidik jari terdiri dari tiga level [26] yaitu: 1. Level 1: berada pada global level. Aliran garis bukit akan membentuk sebuah pola yang mirip dengan salah satu dari Gambar Level 2 : berada pada local level. Terdapat 150 perbedaan pada karakteristik bukit lokal. Dilevel ini karakteristik dari sidik jari disebut dengan minute

20 details. Dua karakteristik bukit yang paling banyak digunakan adalah ridge endings dan ridge bifurcations yang disebut dengan minutiae seperti ditunjukkan oleh lingkaran hitam pada Gambar Level 3: berada pada very-fine level. Pada level ini dilihat ciri dari bukit seperti lebar, bentuk, kurvatur, kontur tepian, dan detail permanen lainnya. Yang terpenting pada fine-level detail adalah finger sweet pore seperti ditunjukkan oleh lingkaran kosong pada Gambar Jika memakai ciri pada level ini hanya dimungkinkan jika citra sidik jari diambil pada resolusi yang tinggi (1000 dpi) dengan kualitas citra yang baik. Gambar Karakteristik ciri sidik jari level 1 [26]

21 Gambar Karakteristik ciri sidik jari level 2 dan 3, lingkaran hitam untuk minutiae dan lingkaran kosong untuk sweat pore [26] 2.4. Pengolahan Citra Pada pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya menggunakan komputer menjadi citra yang lebih baik Thresholding thresholding. Konversi dari citra hitam putih kecitra biner dilakukan dengan operasi

22 Operasi pengambangan mengelompokkan derajat keabuan setiap pixel kedalam 2 kelas, hitam dan putih. Dua pendekatan yang digunakan dalam operasi pengambangan adalah global image thresholding dan locally adaptive image thresholding [30]. a. Global image thresholding Setiap pixel didalam citra dipetakan ke dua nilai 1 atau 0 dengan fungsi pengambangan: f B ( i, j) 1 = 0, f g ( i, j) T...(2.4) f g ( i, j) adalah citra hitam putih, ( i, j) adalah citra biner, dan T adalah nilai ambang f b yang dispesifikasikan. Dengan operasi pengambangan tersebut, objek dibuat berwarna gelap (1 atau hitam) sedangkan latar belakang berwarna terang (0 atau putih). Cara yang umum menentukan nilai T adalah dengan membuat histogram citra, jika citra mengandung satu buah objek dan latar belakang mempunyai nilai intensitas yang homogen, maka citra tersebut umumnya mempunyai histogram bimodal. Nilai T dipilih, pada minimum lokal yang terdapat diantara dua puncak dengan cara ini tidak hanya konversi citra hitam putih ke biner, tetapi sekaligus melakukan segmentasi objek.

23 b. Locally adaptive image thresholding Pengembangan secara global tidak selalu tepat untuk seluruh macam gambar, beberapa informasi penting didalam gambar mungkin hilang. Treshold secara lokal dilakukan terhadap daerah-daerah didalam citra. Dalam hal ini citra dipecah menjadi bagian-bagian kecil, kemudian proses pengembangan dilakukan secara lokal. Nilai ambang untuk setiap bagian belum tentu sama dengan bagian lain. Itensitas pixel yang berbeda secara signifikan dari nilai rata-rata tersebut dianggap mengandung informasi kontras dan ini harus dipertahankan didalam citra biner, dengan metode ini informasi yang hilang sedikit. Thresholding digunakan untuk mengatur jumlah derajat keabuan yang ada pada citra yaitu 256 atau 2 n. Dengan menggunakan thresholding maka derajat keabuan bisa diubah sesuai keinginan. Proses thresholding ini pada dasarnya adalah proses pengubahan kuantisasi pada citra, sehingga untuk melakukan thresholding dengan derajat keabuan dapat menggunakan rumus: ( w ) x = bint......(2.5) b Dimana: w adalah nilai derajat keabuan sebelum trhesholding x adalah nilai derajat keabuan setelah thresholding ( ) x bint 256 a =...(2.6)

24 Pada threshold yang tinggi, hampir tidak tampak perbedaan karena keterbatasan mata seperti pada Gambar (a) (b) Gambar 2.16 Proses Thresholding (a) citra asli (b) hasil thresholding [29] Konversi ke citra biner Citra biner hanya mempunyai dua nilai derajat keabuan hitam dan putih. Pixel-pixel objek bernilai 1 dan pixel-pixel latar belakang bernilai 0. Pada waktu menampilkan gambar 0 adalah putih dan 1 adalah hitam. Pengkonversian citra hitam putih (grayscale) menjadi citra biner dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan objek, yang dapat dipresentasikan sebagai daerah (region) didalam citra seperti pada Gambar Misalnya jika ingin memisahkan (segmentasi) suatu objek dari gambar latar belakangnya. Untuk lebih memfokuskan pada analisis bentuk morfologi, yang dalam hal ini intensitas pixel dapat diabaikan, tidak terlalu penting dibandingkan bentuknya. Setelah objek dipisahkan dari latar belakangnya, property geometrid an morfologi/ topologi objek dapat dihitung dari citra biner. Mengkonversi citra yang

25 telah ditingkatkan kualitas tepinya (edge enhancement) ke penggambaran garis-garis tepi. Citra biner (hitam putih) merupakan citra yang banyak dimanfaatkan untuk keperluan fingerprint yang sederhana seperti pengenalan angka dan huruf. Untuk mengubah suatu citra grayscale menjadi citra biner, sebetulnya prosesnya sama dengan threshold yaitu mengubah kuantisasi citra. Untuk citra dengan derajat keabuan 256, maka nilai tengah adalah 128 sehingga untuk mengubah menjadi citra biner dapat dituliskan: Jika x<128 maka x=0, jika tidak maka x=255. (a) (b) Gambar Proses Konversi Binerisasi (a). citra asli, (b) hasil binerisasi [29] Segmentasi citra biner Proses awal yang dilakukan dalam menganalisi objek didalam citra biner adalah segmentasi objek. Proses segmentasi bertujuan mengelompokkan pixel-pixel objek menjadi wilayah (region) yang merepresentasikan objek.

26 Adapun dua pendekatan yang digunakan dalam segmentasi objek: 1. Segmentasi berdasarkan batas wilayah (tepi dari objek). Pixel-pixel tepi ditelusuri sehingga rangkaian pixel yang menjadi batas (boundary) antara objek dengan latar belakang dapat diketahui secara keseluruhan seperti pada Gambar 2.18a. 2. Segmentasi ke bentuk-bentuk dasar misalnya segmentasi huruf menjadi garisgaris vertikal dan horisontal, segmentasi objek menjadi bentuk lingkaran seperti Gambar 2.18b. (a) (b) Gambar Proses pemisahan (a) gambar asli (b) hasil segmentasi [30] 2.5. Transformasi Fourier Transformasi Fourier adalah suatu model transformasi yang memindahkan domain spasial atau domain waktu menjadi domain frekuensi.

27 F(t) Transformasi Fourier F(ω) Gambar Transformasi fourier [7] Transformasi Fourier merupakan suatu proses yang banyak digunakan untuk memindahkan domain dari suatu fungsi atau obyek ke dalam domain frekuensi seperti pada Gambar Di dalam pengolahan citra digital, transformasi fourier digunakan untuk mengubah domain spasial pada citra menjadi domain frekuensi. Analisa-analisa dalam domain frekuensi banyak digunakan seperti filtering. Dengan menggunakan transformasi fourier, sinyal atau citra dapat dilihat sebagai suatu obyek dalam domain frekuensi [13]. i. Transformasi fourier diskrit Transformasi fourier diskrit atau disebut dengan Discrete Fourier Transform (DFT) adalah model transformasi fourier yang dikenakan pada fungsi diskrit, dan hasilnya juga diskrit [22]. DFT didefinisikan dengan: F( k) = N n= 1 f ( n). e j2πknt / N..... (2.7)

28 ii. Fast fourier transform FFT atau Fast Fourier Transform merupakan pendekatan lain untuk menghitung DFT, cara ini sangat efektif dibandingkan dengan cara yang lain dan ratusan kali dapat mengurangi waktu komputasi seperti pada Gambar FFT merupakan salah satu algoritma paling rumit dalam Digital Signal Processing [22]. Tahapan dalam FFT antara lain, tahap pertama adalah dekomposisi N point time domain signal menjadi N time domain signal yang tiap-tiapnya terdiri dari satu point, pada tahapan ini dapat diselesaikan dengan menggunakan bit reversal sorting algorithm. Gambar Tahap pertama FFT [27]

29 Tahap kedua adalah menghitung N frequency spectra sesuai dengan N time domain pada tahap pertama, frequency spectra dari satu point signal sama dengan nilai satu point signal itu sendiri, karena pada tahap pertama dibentuk satu point signal pada tiap-tiap time domain signal, maka tidak ada yang perlu dilakukan pada tahap ini. Tahap terakhir N spectra disintesis menjadi frequency spectrum tunggal, dalam sintesis ini membutuhkan 3 buah loop. Loop paling luar berjalan sejumlah Log2N stage, dengan N merupakan panjang signal. Loop tengah berjalan sejumlah individual frequency spectra sesuai dengan stage-nya. Loop yang paling dalam melakukan operasi butterfly untuk melakukan perhitungan pada point dalam tiap frequency spectra. Operasi butterfly merupakan operasi yang digunakan untuk mengkombinasikan 2 buah n point spektra menjadi 2n point spectrum [27]. Misalkan data ReX dan ImX akan dilewatkan pada FFT maka kemudiam hasil dari FFT akan di-overwrite ke ReX dan ImX, inilah alasan lain kenapa FFT merupakan algoritma yang sangat optimal untuk DFT, array yang sama digunakan untuk input juga sebagai penyimpanan dan output. Gambar FFT Butterfly [13]

30 Time Domain Data Bit Reversal Data Sorting Time Domain Decomposition Overhead Loop for Log2N stages Loop for Leach Sub DFT Loop for each Butterfly Overhead Butterfly Calculation Frequency Domain Synthesis Frequency Domain Data Gambar Diagram Alir FFT [27] FFT 2D FFT 2D atau Fast Fourier Trasform 2 Dimention merupakan perluasan FFT yang digunakan untuk melakukan FFT pada array 2 dimensi, FFT yang telah dijelaskan di atas merupakan FFT yang menerima input berupa array satu dimensi (FFT 1D), sedangkan jika kita ingin melakukan FFT pada image (image direpresentasikan sebagai array 2 dimensi), maka harus menggunakan FFT2D [31]. FFT2D tidak jauh beda dengan FFT 1D, pada FFT2D yang dilakukan adalah melakukan FFT 1D pada tiap baris input array 2 dimensi, kemudian akan dilakukan

31 FFT 1D lagi pada tiap kolom dari array 2 dimensi hasil FFT 1D pada baris, proses dari FFT 2D dapat dilihat pada Gambar 2.23 berikut: (0,0) (N-1) (0,0) (N-1) (0,0) (N-1) y v v Transformasi Baris Transformasi Kolom f(x,y) F(x,y) F(u,v) (N-1) (N-1) (N-1) x x u Gambar D FFT [27] FFT Analisis Metode FFT telah banyak digunakan dalam penelitian sebelumnya dari sistem pengenalan citra sidik jari. Dalam implementasinya, kita membagi gambar menjadi blok pengolahan kecil (32 x 32 piksel) dan melakukan Transformasi Fourier berdasarkan rumus [4]:

32 F( u. v) M 1 N 1 = ux uy f ( x, y) x exp{ j2π x( + )}... (2.8) M x= 0 y= 0 N Untuk u = 0, 1, 2,..., 31 and v = 0, 1, 2,..., 31. Dalam rangka meningkatkan blok tertentu dengan frekuensi dominan, kita kalikan FFT dari blok oleh besarnya waktu. Dimana besarnya yang asli: FFT = abs (F (u, v)) = F (u, v). Maka diperoleh peningkatan citra berdasarkan persamaan: dimana F -1 (F (u, v)) diberikan oleh: g( x. y) = F { F( u, v) x F( u, v) }... (2.9) 1 K F( u. v) 1 MN M 1 N 1 = x= 0 ux uy f ( x, y) x exp{ j2π x( + )}.. (2.10) M y= 0 N Untuk x = 0, 1, dan y = 0, 1, K dalam persamaan 2.9 adalah konstanta yang ditentukan, dipilih k = 0,2 sampai dengan k=1,2 untuk menghitung. Nilai k tinggi dapat meningkatkan penampilan dari ridge dengan mengisi lubang-lubang kecil di ridge, tetapi jika nilai k terlalu tinggi dapat mengakibatkan kesalahan dengan bergabung ridge yang mungkin menyebabkan penghentian menjadi sebuah bifurkasi [16].

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sistem biometrik merupakan teknologi pengenalan diri yang menggunakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sistem biometrik merupakan teknologi pengenalan diri yang menggunakan 19 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Biometrik Sistem biometrik merupakan teknologi pengenalan diri yang menggunakan bagian tubuh atau perilaku manusia. Sidik jari dan tanda tangan merupakan contoh biometrik

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS CITRA SIDIK JARI MENGGUNAKAN FFT (FAST FOURIER TRANSFORM)

PENINGKATAN KUALITAS CITRA SIDIK JARI MENGGUNAKAN FFT (FAST FOURIER TRANSFORM) Peningkatan Kualitas Citra Sidik Jari Menggunakan FFT...Salahuddin, dkk PENINGKATAN KUALITAS CITRA SIDIK JARI MENGGUNAKAN FFT (FAST FOURIER TRANSFORM) Salahuddin 1, Tulus 2 dan Fahmi 3 1) Magister Teknik

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pikir

BAB 3 METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pikir BAB 3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pikir Pengenalan sidik jari merupakan salah satu metode yang diterapkan pada teknologi yang digunakan manusia seperti pada mesin absensi, alat pengamanan pada brankas dan

Lebih terperinci

Klasifikasi dan Peningkatan Kualitas Citra Sidik Jari Menggunakan FFT (Fast Fourier Transform) Salahuddin 1), Tulus 2), dan Fahmi 3)

Klasifikasi dan Peningkatan Kualitas Citra Sidik Jari Menggunakan FFT (Fast Fourier Transform) Salahuddin 1), Tulus 2), dan Fahmi 3) Klasifikasi dan Peningkatan Kualitas Citra Sidik Jari Menggunakan FFT (Fast Fourier Transform) Salahuddin 1), Tulus 2), dan Fahmi 3) Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Lhokseumawe 1) Jl. B. Aceh-Medan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Evaluasi Pada penelitian ini, algoritma untuk identifikasi sidik jari tersusun dari 3 tahapan proses yakni tahap preprocessing fingerprint image, minutiae extraction, dan

Lebih terperinci

Klasifikasi dan Peningkatan Kualitas Citra Sidik Jari Menggunakan FFT (Fast Fourier Transform)

Klasifikasi dan Peningkatan Kualitas Citra Sidik Jari Menggunakan FFT (Fast Fourier Transform) Klasifikasi dan Peningkatan Kualitas Citra Sidik Jari Menggunakan FFT (Fast Fourier Transform) Salahuddin 1),Tulus 2), dan Fahmi 3) Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Lhokseumawe 1) Jl. B. Aceh-Medan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI DAN PENINGKATAN KUALITAS CITRA SIDIK JARI MENGGUNAKAN FFT (FAST FOURIER TRANSFORM)

KLASIFIKASI DAN PENINGKATAN KUALITAS CITRA SIDIK JARI MENGGUNAKAN FFT (FAST FOURIER TRANSFORM) KLASIFIKASI DAN PENINGKATAN KUALITAS CITRA SIDIK JARI MENGGUNAKAN FFT (FAST FOURIER TRANSFORM) Salahuddin 1), Tulus 2), F. Fahmi 3) Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Lhokseumawe 1) Jl. B. Aceh-Medan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu memanfaatkan teknologi untuk melakukan kegiatannya. Ini dikarenakan teknologi membuat tugas manusia menjadi lebih ringan

Lebih terperinci

MKB3383 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Pemrosesan Citra Biner

MKB3383 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Pemrosesan Citra Biner MKB3383 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Pemrosesan Citra Biner Dosen Pengampu: Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Genap 2016/2017 Definisi Citra biner (binary image) adalah citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIDIK JARI DENGAN DATA BERSKALA BESAR MENGGUNAKAN METODE HYBRID MINUTIAE DAN FILTER GABOR. Oleh : Siswo Santoso

IDENTIFIKASI SIDIK JARI DENGAN DATA BERSKALA BESAR MENGGUNAKAN METODE HYBRID MINUTIAE DAN FILTER GABOR. Oleh : Siswo Santoso IDENTIFIKASI SIDIK JARI DENGAN DATA BERSKALA BESAR MENGGUNAKAN METODE HYBRID MINUTIAE DAN FILTER GABOR Oleh : Siswo Santoso Pendahuluan Latar Belakang Angka kelahiran lebih besar dari angka kematian sehingga

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Penentuan Masalah Penelitian Masalah masalah yang dihadapi oleh penggunaan identifikasi sidik jari berbasis komputer, yaitu sebagai berikut : 1. Salah satu masalah dalam

Lebih terperinci

KLASIFIKASI DAN PENINGKATAN KUALITAS CITRA SIDIK JARI MENGGUNAKAN DFT (DISCRETE FOURIER TRANSFORM)

KLASIFIKASI DAN PENINGKATAN KUALITAS CITRA SIDIK JARI MENGGUNAKAN DFT (DISCRETE FOURIER TRANSFORM) KLASIFIKASI DAN PENINGKATAN KUALITAS CITRA SIDIK JARI MENGGUNAKAN DFT (DISCRETE FOURIER TRANSFORM) Cilla Sundari 1, Muhammad Nasir 2, Hari Toha Hidayat 3 Program Studi Teknik Informatika, Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Computer Vision Computer vision dapat diartikan sebagai suatu proses pengenalan objek-objek berdasarkan ciri khas dari sebuah gambar dan dapat juga digambarkan sebagai suatu deduksi

Lebih terperinci

SISTEM PENGAMAN BRANKAS MENGGUNAKAN KODE PASSWORD DAN SIDIK JARI BERBASIS MIKROKONTROLLER

SISTEM PENGAMAN BRANKAS MENGGUNAKAN KODE PASSWORD DAN SIDIK JARI BERBASIS MIKROKONTROLLER SISTEM PENGAMAN BRANKAS MENGGUNAKAN KODE PASSWORD DAN SIDIK JARI BERBASIS MIKROKONTROLLER Khairul Agus Rizal 1, Naziruddin 2 dan Zamzami 3 1 Prodi Instrumentasi dan Otomasi Industri Jurusan Teknik Elektro

Lebih terperinci

Penerapan Graf Terhubung untuk Menentukan Klasifikasi Sidik Jari

Penerapan Graf Terhubung untuk Menentukan Klasifikasi Sidik Jari Penerapan Graf Terhubung untuk Menentukan Klasifikasi Sidik Jari Annisa Muzdalifa/13515090 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha

Lebih terperinci

Deteksi Citra Sidik Jari Terotasi Menggunakan Metode Phase-Only Correlation

Deteksi Citra Sidik Jari Terotasi Menggunakan Metode Phase-Only Correlation th Seminar on Intelligent Technology and Its Applications, SITIA 00 ISSN: 087-33X Deteksi Citra Sidik Jari Terotasi Menggunakan Metode Phase-Only Correlation Cahyo Darujati,3 Rahmat Syam,3 Mochamad Hariadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi perangkat lunak dewasa ini tidak terlepas dari berkembangnya studi mengenai kecerdasan buatan. Ada dua hal yang termasuk dari kecerdasan buatan

Lebih terperinci

ENHANCEMENT CITRA SIDIK JARI KOTOR MENGGUNAKAN TEKNIK HYBRID MORPHOLOGY DAN GABOR FILTER

ENHANCEMENT CITRA SIDIK JARI KOTOR MENGGUNAKAN TEKNIK HYBRID MORPHOLOGY DAN GABOR FILTER ENHANCEMENT CITRA SIDIK JARI KOTOR MENGGUNAKAN TEKNIK HYBRID MORPHOLOGY DAN GABOR FILTER MUHAMMAD NASIR 2208 205 001 Dosen Pembimbing : Mochamad Hariadi,, S.T., M.Sc.,., Ph.D. Sidang Tesis Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS CITRA SIDIK JARI MENGGUNAKAN FFT (FAST FOURIER TRANSFORM) TESIS. Oleh SALAHUDDIN /TE

PENINGKATAN KUALITAS CITRA SIDIK JARI MENGGUNAKAN FFT (FAST FOURIER TRANSFORM) TESIS. Oleh SALAHUDDIN /TE PENINGKATAN KUALITAS CITRA SIDIK JARI MENGGUNAKAN FFT (FAST FOURIER TRANSFORM) TESIS Oleh SALAHUDDIN 107034007/TE FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 PENINGKATAN KUALITAS CITRA SIDIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah BAB I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemalsuan identitas sering kali menjadi permasalahan utama dalam keamanan data, karena itulah muncul teknik-teknik pengamanan data seperti penggunaan

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Folder Sebuah directory (folder) adalah seperti ruangan-ruangan (kamar-kamar) pada sebuah komputer yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan dari berkas-berkas (file).

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Meteran Air Meteran air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor, unit penghitung,

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Iris mata merupakan salah satu organ internal yang dapat di lihat dari luar. Selaput ini berbentuk cincin yang mengelilingi pupil dan memberikan pola warna pada mata

Lebih terperinci

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana Oleh: Riza Prasetya Wicaksana 2209 105 042 Pembimbing I : Dr. I Ketut Eddy Purnama, ST., MT. NIP. 196907301995121001 Pembimbing II : Muhtadin, ST., MT. NIP. 198106092009121003 Latar belakang Banyaknya

Lebih terperinci

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Image Enhancement Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa dilakukan misalnya dengan fungsi transformasi, operasi matematis,

Lebih terperinci

VERIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR CHAIN CODE ABSTRAK

VERIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR CHAIN CODE ABSTRAK VERIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR CHAIN CODE Andre Sitorus (0822107) Jurusan Teknik Elektro email: tiantorus11@gmail.com ABSTRAK Pola yang dibentuk oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi di bidang informasi spasial dan fotogrametri menuntut sumber data yang berbentuk digital, baik berformat vektor maupun raster. Hal ini dapat

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA SIDIK JARI

PENGENALAN POLA SIDIK JARI TUGAS SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENGENALAN POLA SIDIK JARI Disusun oleh : FAHMIATI NPM : 08.57201.000502 PROGRAM STUDI STRATA SATU (S1) SISTEM INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS DARWAN ALI SAMPIT

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian ini. Terdapat beberapa dasar teori yang digunakan dan akan diuraikan sebagai berikut. 2.1.1 Citra Digital

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Perancangan perangkat lunak dari sistem biometrik sidik jari dibuat dibagi menjadi 2 module utama yakni : module enhencement sidik jari berikut aplikasi penyimpanan kedalam database

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Pengajaran yang diperoleh dari sekolah adalah pengenalan dan pemahaman akan

1 BAB I PENDAHULUAN. Pengajaran yang diperoleh dari sekolah adalah pengenalan dan pemahaman akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak lahir, balita masih belum mengenal apapun yang dilihatnya. Dalam pertumbuhannya, balita mulai dapat mengenali sesuatu. Proses pengenalan pada balita dengan

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Pendahuluan Sebelumnya telah ada penelitian tentang sistem pengenalan wajah 2D menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- Means dan jaringan

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 7 (2011) RANCANG BANGUN SISTEM PENGENALAN POLA SIDIK JARI MENGGUNAKAN METODE MINUTIAE

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 7 (2011) RANCANG BANGUN SISTEM PENGENALAN POLA SIDIK JARI MENGGUNAKAN METODE MINUTIAE ISSN: 1693-1246 Januari 2011 Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 7 (2011) 47-51 J P F I http://journal.unnes.ac.id RANCANG BANGUN SISTEM PENGENALAN POLA SIDIK JARI MENGGUNAKAN METODE MINUTIAE Sudartono*,

Lebih terperinci

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON 30 BAB IV SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON 4.1 Gambaran Umum Sistem Diagram sederhana dari program yang dibangun dapat diilustrasikan dalam diagram konteks berikut. Gambar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemrosesan citra adalah ilmu untuk memanipulasi gambar, yang melingkupi teknikteknik untuk memperbaiki atau mengurangi kualitas gambar, menampilkan bagian tertentu

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIDIK JARI DENGAN MENGGUNAKAN STRUKTUR MINUTIA

IDENTIFIKASI SIDIK JARI DENGAN MENGGUNAKAN STRUKTUR MINUTIA IDENTIFIKASI SIDIK JARI DENGAN MENGGUNAKAN STRUKTUR MINUTIA Anggya N.D. Soetarmono, S.Kom. ABSTRAK Penelitian ini membahas tentang sistem identifikasi personal dengan menggunakan kesesuaian biometrik pada

Lebih terperinci

REVIEW ALGORITMA PENGENALAN SIDIK JARI MENGGUNAKAN PENCOCOKAN CITRA BERBASIS FASA UNTUK SIDIK JARI KUALITAS RENDAH

REVIEW ALGORITMA PENGENALAN SIDIK JARI MENGGUNAKAN PENCOCOKAN CITRA BERBASIS FASA UNTUK SIDIK JARI KUALITAS RENDAH REVIEW ALGORITMA PENGENALAN SIDIK JARI MENGGUNAKAN PENCOCOKAN CITRA BERBASIS FASA UNTUK SIDIK JARI KUALITAS RENDAH ABSTRAK Biometrika merupakan cara untuk mengidentifikasi individu menggunakan karekteristik

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Data Uji Printer forensik merupakan suatu proses identifikasi untuk mengetahui asal dokumen bukti, cara yang dilakukan dengan membandingkan dengan ciri yang terdapat

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Sebagai tinjauan pustaka, berikut beberapa contoh penelitian telapak kaki yang sudah dilakukan oleh para peneliti yang dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Sidik jari adalah hasil reproduksi tapak jari yang baik yang sengaja

BAB III LANDASAN TEORI. Sidik jari adalah hasil reproduksi tapak jari yang baik yang sengaja BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Sidik jari Sidik jari adalah hasil reproduksi tapak jari yang baik yang sengaja diambil, dicapkan dengan tinta, maupun bekas yang ditinggalkan pada benda karena pernah tersentuh

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra 2.1.1 Definisi Citra Secara harfiah, citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Jika dipandang dari sudut pandang matematis, citra merupakan hasil pemantulan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Digital Image 2.1.1 Definisi Digital Image Menurut Gonzalez dan Woods (1992, p6), digital image adalah image f(x,y) yang telah dibedakan berdasarkan koordinat tata letak dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN 44 BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN 3.1 Analisa Analisa yang dilakukan terdiri dari : a. Analisa terhadap permasalahan yang ada. b. Analisa pemecahan masalah. 3.1.1 Analisa Permasalahan Pengenalan uang kertas

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM Dalam bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan pembuatan sistem aplikasi yang digunakan sebagai user interface untuk menangkap citra ikan, mengolahnya dan menampilkan

Lebih terperinci

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses implementasi dari metode pendeteksian paranodus yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini terbagai menjadi empat bagian, bagian 3.1 menjelaskan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TANDA TANGAN DENGAN DETEKSI TEPI DAN KOEFISIEN KORELASI

IDENTIFIKASI TANDA TANGAN DENGAN DETEKSI TEPI DAN KOEFISIEN KORELASI IDENTIFIKASI TANDA TANGAN DENGAN DETEKSI TEPI DAN KOEFISIEN KORELASI Harry Santoso Program Studi Teknik Informatika, Unika Soegijapranata Semarang harrysantoso888@gmail.com Abstract Signature is a proof

Lebih terperinci

REALISASI PERANGKAT LUNAK UNTUK IDENTIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR LOCAL LINE BINARY PATTERN (LLPB)

REALISASI PERANGKAT LUNAK UNTUK IDENTIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR LOCAL LINE BINARY PATTERN (LLPB) REALISASI PERANGKAT LUNAK UNTUK IDENTIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR LOCAL LINE BINARY PATTERN (LLPB) Elfrida Sihombing (0922019) Jurusan Teknik Elektro Universitas

Lebih terperinci

Verifikasi Sidik Jari Menggunakan Pencocokan Citra Berbasis Fasa Dengan Fungsi Band-Limited Phase Only Correlation (BLPOC)

Verifikasi Sidik Jari Menggunakan Pencocokan Citra Berbasis Fasa Dengan Fungsi Band-Limited Phase Only Correlation (BLPOC) Verifikasi Sidik Jari Menggunakan Pencocokan Citra Berbasis Fasa Dengan Fungsi Band-Limited Phase Only Correlation (BLPOC) Adryan Chrysti Sendjaja (1022005) Jurusan Teknik Elektro Universitas Kristen Maranatha

Lebih terperinci

Tugas Teknik Penulisan Karya Ilmiah. M.FAIZ WAFI Sistem Komputer Fakultas Ilmu Komputer Universitas Sriwijaya

Tugas Teknik Penulisan Karya Ilmiah. M.FAIZ WAFI Sistem Komputer Fakultas Ilmu Komputer Universitas Sriwijaya Tugas Teknik Penulisan Karya Ilmiah Sistem Identifikasi Biometrik Finger Knuckle Print Menggunakan Histogram Equalization dan Principal Component Analysis (PCA) M.FAIZ WAFI 09121001043 Sistem Komputer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Proses pencocokan citra dilakukan dengan mengidentifikasi dan mengukur pasangan titiktitik sekawan antara citra satu dengan citra lainnya untuk objek yang sama pada

Lebih terperinci

Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram

Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram Shabrina Mardhi Dalila, Handayani Tjandrasa, dan Nanik

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR CI1599 METODE PENGENALAN SIDIK JARI PARSIAL DENGAN MENGGUNAKAN DELAUNAY TRIANGULATION DAN ALGORITMA GENETIKA

TUGAS AKHIR CI1599 METODE PENGENALAN SIDIK JARI PARSIAL DENGAN MENGGUNAKAN DELAUNAY TRIANGULATION DAN ALGORITMA GENETIKA TUGAS AKHIR CI1599 METODE PENGENALAN SIDIK JARI PARSIAL DENGAN MENGGUNAKAN DELAUNAY TRIANGULATION DAN ALGORITMA GENETIKA TOVAN SETIONO NRP 5105 100 007 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Handayani Tjandrasa,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Penelitian a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Prosesor Intel (R) Atom (TM) CPU N550

Lebih terperinci

Aplikasi Pengolahan Citra Dalam Pengenalan Pola Huruf Ngalagena Menggunakan MATLAB

Aplikasi Pengolahan Citra Dalam Pengenalan Pola Huruf Ngalagena Menggunakan MATLAB Konferensi Nasional Sistem & Informatika 2015 STMIK STIKOM Bali, 9 10 Oktober 2015 Aplikasi Pengolahan Citra Dalam Pengenalan Pola Huruf Ngalagena Menggunakan MATLAB Dani Rohpandi 1), Asep Sugiharto 2),

Lebih terperinci

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1), S.Kom, M.Comp.Sc Tujuan Memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai berbagai teknik perbaikan citra pada domain spasial, antara lain : Transformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan, pembatasan masalah, metodologi, dan sistematika

BAB I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan, pembatasan masalah, metodologi, dan sistematika BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, identifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan, pembatasan masalah, metodologi, dan sistematika penulisan dari Tugas Akhir ini. 1.1

Lebih terperinci

Citra Biner. Bab Pendahuluan

Citra Biner. Bab Pendahuluan Bab 11 Citra Biner C itra biner (binary image) adalah citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat keabuan: hitam dan putih. Meskipun saat ini citra berwarna lebih disukai karena memberi kesan yang lebih

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harfiah citra atau image adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada

Lebih terperinci

APLIKASI TRANSFORMASI HOUGH UNTUK EKSTRAKSI FITUR IRIS MATA MANUSIA

APLIKASI TRANSFORMASI HOUGH UNTUK EKSTRAKSI FITUR IRIS MATA MANUSIA Seminar Nasional Teknologi Informasi 2007 1 APLIKASI TRANSFORMASI HOUGH UNTUK EKSTRAKSI FITUR IRIS MATA MANUSIA Murinto 1) Rusydi Umar 2) Burhanuddin 3) 1,2,3) Teknik Informatika Universitas Ahmad Dahlan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan sistem pendeteksi orang tergeletak mulai dari : pembentukan citra digital, background subtraction, binerisasi, median filtering,

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN WEBCAM UNTUK ABSENSI DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN WEBCAM UNTUK ABSENSI DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN WEBCAM UNTUK ABSENSI DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING Mohamad Aditya Rahman, Ir. Sigit Wasista, M.Kom Jurusan Teknik Elektronika, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya

Lebih terperinci

Pengukuran Blok Window Terbaik Berdasarkan MSE...

Pengukuran Blok Window Terbaik Berdasarkan MSE... Pengukuran Blok Window Terbaik Berdasarkan MSE... (Dwiyanto dkk.) PENGUKURAN BLOK WINDOW TERBAIK BERDASARKAN MSE UNTUK SEGMENTASI CITRA SIDIK JARI BERBASIS MEAN DAN VARIANS Dwiyanto *, Agus Bejo, Risanuri

Lebih terperinci

Citra. Prapengolahan. Ekstraksi Ciri BAB 2 LANDASAN TEORI

Citra. Prapengolahan. Ekstraksi Ciri BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan membahas landasan atas teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teori-teori yang dibahas mengenai pengenalan pola, pengolahan citra,

Lebih terperinci

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra atau image adalah suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya (yang disebut sebagai elemen gambar

Lebih terperinci

Tidak ada tepat satu teori untuk menyelesaikan problem pengenalan pola Terdapat model standar yang dapat dijadikan teori acuan

Tidak ada tepat satu teori untuk menyelesaikan problem pengenalan pola Terdapat model standar yang dapat dijadikan teori acuan Terdapat banyak jenis pola: Pola visual Pola temporal Pola logikal Tidak ada tepat satu teori untuk menyelesaikan problem pengenalan pola Terdapat model standar yang dapat dijadikan teori acuan Statistik

Lebih terperinci

Analisis dan Perancangan Transformasi Wavelet. Untuk Jaringan Syaraf Tiruan pada. Pengenalan Sidik Jari

Analisis dan Perancangan Transformasi Wavelet. Untuk Jaringan Syaraf Tiruan pada. Pengenalan Sidik Jari UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Genap 2005 / 2006 Analisis dan Perancangan Transformasi Wavelet Untuk Jaringan Syaraf Tiruan pada Pengenalan Sidik

Lebih terperinci

PENGENALAN SIDIK JARI MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS SCALED CONJUGATE GRADIENT

PENGENALAN SIDIK JARI MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS SCALED CONJUGATE GRADIENT Mikrotiga, Vol, No. Mei 0 ISSN : 0 PENGENALAN SIDIK JARI MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS SCALED CONJUGATE GRADIENT Suci Dwijayanti *, Puspa Kurniasari Jurusan Teknik Elektro Universitas Sriwijaya,

Lebih terperinci

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma Representasi Citra Bertalya Universitas Gunadarma 2005 Pengertian Citra Digital Ada 2 citra, yakni : citra kontinu dan citra diskrit (citra digital) Citra kontinu diperoleh dari sistem optik yg menerima

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM. input yang digunakan merupakan sebuah pemindai sidik jari dengan kedalaman pixel

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM. input yang digunakan merupakan sebuah pemindai sidik jari dengan kedalaman pixel BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Perancangan Sistem Sidik Jari Dalam prosesnya, sistem pengenal sidik jari bekerja hanya dengan memanfaatkan satu input dari user yang bersangkutan, yaitu sidik

Lebih terperinci

Identifikasi Tanda Tangan Dengan Ciri Fraktal dan Perhitungan Jarak Euclidean pada Fakultas Teknologi Informasi Universitas Budi Luhur

Identifikasi Tanda Tangan Dengan Ciri Fraktal dan Perhitungan Jarak Euclidean pada Fakultas Teknologi Informasi Universitas Budi Luhur Identifikasi Tanda Tangan Dengan Ciri Fraktal dan Perhitungan Jarak Euclidean pada Fakultas Teknologi Informasi Universitas Budi Luhur Cahya Hijriansyah 1, Achmad Solichin 2 1,2 Program Studi Teknik Informatika

Lebih terperinci

Fourier Descriptor Based Image Alignment (FDBIA) (1)

Fourier Descriptor Based Image Alignment (FDBIA) (1) Fourier Descriptor Based Image Alignment (FDBIA) (1) Metode contour tracing digunakan untuk mengidentifikasikan boundary yang kemudian dideskripsikan secara berurutan pada FD. Pada aplikasi AOI variasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

SISTEM IDENTIFIKASI BERDASARKAN POLA SIDIK JARI TANGAN MENGGUNAKAN MINUTIAE-BASED MATCHING

SISTEM IDENTIFIKASI BERDASARKAN POLA SIDIK JARI TANGAN MENGGUNAKAN MINUTIAE-BASED MATCHING SISTEM IDENTIFIKASI BERDASARKAN POLA SIDIK JARI TANGAN MENGGUNAKAN MINUTIAE-BASED MATCHING Disusun Oleh : Dimastya Yonathan Pratama (1022061) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Jl. Prof. drg. Suria

Lebih terperinci

Adiguna¹, -². ¹Teknik Telekomunikasi, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom

Adiguna¹, -². ¹Teknik Telekomunikasi, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) ALGORITMA PENGENALAN SIDIK JARI MENGGUNAKAN ADAPTIVE RESONANCE THEORY DAN FILTER GABOR FINGERPRINT RECOGNITION ALGORITHM USING ADAPTIVE RESONANCE THEORY AND GABOR FILTER

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA TELINGA DENGAN MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI HOUGH ABSTRAK

IDENTIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA TELINGA DENGAN MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI HOUGH ABSTRAK IDENTIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA TELINGA DENGAN MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI HOUGH Syafril Tua (0822088) Jurusan Teknik Elektro email: syafrilsitorus@gmail.com ABSTRAK Struktur telinga adalah

Lebih terperinci

SEGMENTASI CITRA MEDIK MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) MENGGUNAKAN METODE REGION THRESHOLD

SEGMENTASI CITRA MEDIK MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) MENGGUNAKAN METODE REGION THRESHOLD SEGMENTASI CITRA MEDIK MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) MENGGUNAKAN METODE REGION THRESHOLD Murinto, Resa Fitria Rahmawati Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Ahmad

Lebih terperinci

Pengenalan Citra Sidikjari Menggunakan Minutiae Dan Propagasi Balik

Pengenalan Citra Sidikjari Menggunakan Minutiae Dan Propagasi Balik Pengenalan Citra Sidikjari Menggunakan Minutiae Dan Propagasi Balik Sri Heranurweni 1 1) Jurusan Teknik Elektro, Universitas Semarang email : heranur@yahoo.com Abstrak : Teknik identifikasi konvensional

Lebih terperinci

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.9, No.2, Agustus 2015 ISSN: 0852-730X Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Nur Nafi'iyah Prodi Teknik Informatika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dalam kurun waktu enam bulan terhitung mulai februari 2012 sampai juli 2012. Tempat yang digunakan

Lebih terperinci

Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital

Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital Pendahuluan Citra digital direpresentasikan dengan matriks. Operasi pada citra digital pada dasarnya adalah memanipulasi elemen- elemen matriks. Elemen matriks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Fotogrametri adalah suatu seni, pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu obyek fisik dan keadaan sekitarnya melalui proses

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR M. RIZKY FAUNDRA NRP DOSEN PEMBIMBING: Drs. Daryono Budi Utomo, M.Si

SEMINAR TUGAS AKHIR M. RIZKY FAUNDRA NRP DOSEN PEMBIMBING: Drs. Daryono Budi Utomo, M.Si APLIKASI FILTER LOG GABOR PADA SISTEM PENGENALAN IRIS MATA (Application Log-Gabor Filter in Iris Recognition System ) SEMINAR TUGAS AKHIR M. RIZKY FAUNDRA NRP 1206100051 DOSEN PEMBIMBING: Drs. Daryono

Lebih terperinci

DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR DAN DISCRETE FOURIER TRANSFORM UNTUK NOISE FILTERING PADA CITRA DIGITAL

DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR DAN DISCRETE FOURIER TRANSFORM UNTUK NOISE FILTERING PADA CITRA DIGITAL Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 9 (SNATI 9) ISSN: 97- Yogyakarta, Juni 9 DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR DAN DISCRETE FOURIER TRANSFORM UNTUK NOISE FILTERING PADA CITRA DIGITAL Adiwijaya, D. R.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) 2.1.1.1 Pengertian Kecerdasan Buatan Menurut Rich dan Knight (1991), kecerdasan buatan (AI) merupakan sebuah

Lebih terperinci

PENGKONVERSIAN IMAGE MENJADI TEKS UNTUK IDENTIFIKASI PLAT NOMOR KENDARAAN. Sudimanto

PENGKONVERSIAN IMAGE MENJADI TEKS UNTUK IDENTIFIKASI PLAT NOMOR KENDARAAN. Sudimanto Media Informatika Vol. 14 No.3 (2015) Abstrak PENGKONVERSIAN IMAGE MENJADI TEKS UNTUK IDENTIFIKASI PLAT NOMOR KENDARAAN Sudimanto Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer LIKMI Jl. Ir. H. Juanda

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI INDIVIDU BERDASARKAN CITRA SILUET BERJALAN MENGGUNAKAN PENGUKURAN JARAK KONTUR TERHADAP CENTROID ABSTRAK

IDENTIFIKASI INDIVIDU BERDASARKAN CITRA SILUET BERJALAN MENGGUNAKAN PENGUKURAN JARAK KONTUR TERHADAP CENTROID ABSTRAK IDENTIFIKASI INDIVIDU BERDASARKAN CITRA SILUET BERJALAN MENGGUNAKAN PENGUKURAN JARAK KONTUR TERHADAP CENTROID Disusun Oleh : Robin Yosafat Saragih (1022076) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

DETEKSI KEMIRINGAN ALUR POLA SIDIK JARI DENGAN HAMMING NET SEBAGAI DASAR KLASIFIKASI

DETEKSI KEMIRINGAN ALUR POLA SIDIK JARI DENGAN HAMMING NET SEBAGAI DASAR KLASIFIKASI DETEKSI KEMIRINGAN ALUR POLA SIDIK JARI DENGAN HAMMING NET SEBAGAI DASAR KLASIFIKASI Sri Suwarno 1, Sri Hartati 2 1 Program Studi Teknik Informatika UKDW Yogyakarta 2 Program Studi Ilmu Komputer Fakultas

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA SIDIK JARI BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

PENGENALAN POLA SIDIK JARI BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION PENGENALAN POLA SIDIK JARI BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION 1 Andrian Rakhmatsyah 2 Sayful Hakam 3 Adiwijaya 12 Departemen Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknologi

Lebih terperinci

Bab III ANALISIS&PERANCANGAN

Bab III ANALISIS&PERANCANGAN 3.1 Analisis Masalah Bab III ANALISIS&PERANCANGAN Pada penelitian sebelumnya yaitu ANALISIS CBIR TERHADAP TEKSTUR CITRA BATIK BERDASARKAN KEMIRIPAN CIRI BENTUK DAN TEKSTUR (A.Harris Rangkuti, Harjoko Agus;

Lebih terperinci

Gambar IV-1. Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet Pada Daerah Homogen Untuk Level Dekomposisi Pertama

Gambar IV-1. Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet Pada Daerah Homogen Untuk Level Dekomposisi Pertama BAB IV ANALISIS IV.1 Analisis Terhadap Hasil Pengolahan Data Gambar IV-1 menunjukkan peningkatan nilai korelasi dari sebelum transformasi wavelet dengan setelah transformasi wavelet pada level dekomposisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen, dengan tahapan penelitian sebagai berikut: 3.1 Pengumpulan Data Tahap ini merupakan langkah awal dari penelitian. Dataset

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Histogram dan Operasi Dasar Pengolahan Citra Digital 3 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 MAMPIR SEB EN TAR Histogram Histogram citra

Lebih terperinci