BAB II TINGKAT BERPIKIR VAN HIELE, PEMAHAMAN KONSEP GEOMETRI, KOMUNIKASI MATEMATIS DAN PEMBELAJARAN GEOMETRI BERBASIS TEORI VAN HIELE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINGKAT BERPIKIR VAN HIELE, PEMAHAMAN KONSEP GEOMETRI, KOMUNIKASI MATEMATIS DAN PEMBELAJARAN GEOMETRI BERBASIS TEORI VAN HIELE"

Transkripsi

1 BAB II TINGKAT BERPIKIR VAN HIELE, PEMAHAMAN KONSEP GEOMETRI, KOMUNIKASI MATEMATIS DAN PEMBELAJARAN GEOMETRI BERBASIS TEORI VAN HIELE A. Tingkat Berpikir Van Hiele Sepasang suami istri kebangsaan Belanda, yaitu Pierre dan Dina Van Hiele, masing-masing berprofesi sebagai guru sekolah menengah di Montessori yang mengabdi di negaranya, sangat menaruh perhatian terhadap kesulitan siswa dalam mempelajari geometri. Pada tahun 1957, mereka berhasil mempertahankan disertasi tentang pengajaran geometri. Berdasar hasil penelitian, mereka menemukan beberapa fakta, antara lain: tingkat-tingkat berpikir siswa belajar geometri, tahap-tahap pembelajaran dalam geometri dan sifat-sifat atau karakter yang berkaitan dengan tingkat-tingkat berpikir siswa dalam geometri. Pierre dan Dina Van Hiele,(1959), Crowley,(1987: 2-3), Clements dan Battista (1992) dan Ikhsan, (2008:13). mengemukakan bahwa dalam belajar geometri, seseorang akan melalui lima tingkatan hierarkis. Lima tingkatan tersebut adalah level 1 (visualization), level 2 (analysis), level 3 (abstraction), level 4(deduction), dan level 5 (rigor). Siswa yang didukung dengan pengalaman pengajaran yang tepat, akan melewati lima tingkatan tersebut, di mana siswa tidak dapat mencapai satu tingkatan pemikiran tanpa melewati tingkatan sebelumnya. Setiap tingkat 12

2 13 menunjukkan kemampuan berpikir yang digunakan seseorang dalam belajar konsep geometri. Level 1: Visualisasi, tingkat ini sering disebut pengenalan (recognition). Pada tingkat ini, siswa sudah mengenal konsep-konsep dasar geometri, yaitu bangun-bangun sederhana seperti persegi, segitiga, persegipanjang, jajar genjang dan lain-lain. Siswa mengenal suatu bangun geometri sebagai keseluruhan berdasarkan pertimbangan visual, ia belum menyadari adanya sifat-sifat dari bangun geometri itu. Misalnya, seorang siswa sudah mengenal persegi dengan baik, apabila ia sudah bisa menunjukkan atau memilih persegi dari sekumpulan benda-benda geometri lainnya. Level 2: Analisis, pada tingkat ini, siswa sudah memahami sifat-sifat konsep atau bangun geometri berdasarkan analisis informal tentang bagian dan atribut komponennya. Misalnya, siswa sudah mengetahui dan mengenal sisi-sisi berhadapan pada sebuah persegipanjang adalah kongruen, panjang kedua diagonalnya kongruen dan memotong satu sama lain sama panjang. Tetapi pada tingkat ini siswa belum dapat memahami hubungan antara bangun-bangun geometri, misalnya persegi adalah juga persegipanjang, persegipanjang adalah jajar genjang. Level 3: Deduksi Informal, tingkat ini sering disebut pengurutan (ordering) atau abstraksi. Pada tahap ini, siswa mengurut secara logis sifat-sifat konsep, membentuk definisi abstrak dan dapat membedakan himpunan sifat-sifat yang merupakan syarat perlu dan cukup dalam menentukan suatu konsep. Pada tingkat ini siswa sudah memahami pengurutan bangun-bangun geometri, misalnya

3 14 persegi adalah persegipanjang, persegipanjang adalah jajar genjang, persegi adalah belah ketupat, belah ketupat adalah jajar genjang. Level 4: Deduksi, pada tingkat ini, cara berpikir deduktif siswa sudah mulai berkembang, tetapi belum maksimal. Dapat memahami pentingnya penalaran deduksi. Geometri adalah ilmu deduktif. Karena itu pengambilan kesimpulan, pembuktian teorema, dan lain-lain harus dilakukan secara deduktif. Misalnya, mengambil kesimpulan bahwa jumlah sudut-sudut sebuah segitiga adalah ; hal ini belum tuntas apabila hanya dilakukan dengan cara induktif, seperti memotong-motong sudut-sudut benda segitiga dan menunjukkan bahwa ketiga sudutnya itu membentuk sebuah sudut lurus. Namun harus membuktikannya secara deduktif, contohnya dengan menggunakan prinsip kesejajaran. Pada tingkat ini siswa sudah memahami pentingnya unsur-unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, definisi dan teorema. Walaupun siswa belum mengerti mengapa hal tersebut dijadikan aksioma atau teorema. Level 5: Rigor, pada tingkat ini, siswa sudah dapat memahami pentingnya ketepatan dari hal-hal yang mendasar. Misalnya, ketepatan dari aksioma-aksioma yang menyebabkan terjadi Geometri Euclides dan apa itu Geometri non-euclides. Tingkat ini merupakan tingkat berpikir yang kedalamannya serupa dengan yang dimiliki oleh seorang ahli matematika Dua implikasi dari Teori Van Hiele (Crowley; 1987) yang menjadi perhatian dalam pembelajaran adalah: 1. Seorang siswa tidak dapat berjalan lancar pada suatu tingkat dalam pembelajaran yang diberikan tanpa penguasaan konsep pada tingkat

4 15 sebelumnya yang memungkinkan siswa untuk berpikir secara intuitif di setiap tingkat terdahulu. 2. Apabila tingkat pemikiran siswa lebih rendah dari bahasa pengajarannya, maka ia tidak akan memahami pengajaran tersebut. Karakteristik dan Deskriptor Tingkatan berpikir Van Hiele Karakteristik tingkatan-tingkatan berpikir dalam Teori Van Hiele yang disampaikan oleh Crowley (1987: 4) adalah sebagai berikut: 1. Tingkatan tersebut bersifat rangkaian/berurutan 2. Tiap tingkatan memiliki simbol dan bahasa tersendiri 3. Apa yang implisit pada satu tingkatan akan menjadi eksplisit pada tingkatan berikutnya 4. Bahan yang diajarkan pada siswa di atas tingkatan pemikiran mereka akan dianggap sebagai reduksi tingkatan. 5. Kemajuan dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya lebih tergantung kepada pengalaman belajar, bukan kematangan atau usia. 6. Seseorang melangkah melalui berbagai tahapan dalam menjalani satu tingkatan ke tingkatan berikutnya. 7. Pelaku belajar tidak dapat memiliki pemahaman pada satu tingkatan tanpa melalui tingkatan sebelumnya. 8. Peranan guru dan peranan bahasa dalam konstruksi pengetahuan siswa sebagai sesuatu yang krusial. Sedangkan yang dimaksud deskriptor tingkatan berpikir Van Hiele, Fuys (dalam Ikhsan, 2008: 21-22) mengungkapkan bahwa Deskriptor tingkatan Van

5 16 Hiele dan contoh respon siswa untuk ke lima tingkatan, yaitu visualisasi, analisis, deduktif informal (abstraksi), deduksi dan rigor, dapat dikembangkan. Berdasarkan tingkatan berpikir geometri siswa sekolah dasar yang dibahas dalam penelitian ini, maka untuk kepentingan penelitian ini, penulis mengadopsi deskriptor tingkatan berpikir Van Hiele untuk tiga tingkatan saja, yaitu visualisasi, analisis, dan deduktif informal sebagai berikut: Level 1: Visualisasi Siswa mengidentifikasi, menamai, membandingkan dan mengoperasikan gambar dan bentuk geometri, seperti segitiga, sudut, garis sesuai dengan penampakannya. 1. Siswa mengidentifikasi bangun berdasarkan penampakannya secara utuh: a. Dalam gambar sederhana, diagram, atau seperangkat guntingan; dalam posisi yang berbeda; b. Dalam bentuk dan konfigurasi lain yang lebih kompleks. 2. Siswa melukis, menggambar, atau menjiplak bangun. 3. Siswa memberi nama atau memberi label bangun dan konfigurasi geometri lainnya dan menggunakan nama dan label yang sesuai secara baku atau tidak baku yang sesuai. 4. Siswa membandingkan dan menyortir bangun berdasarkan penampakan bentuknya yang utuh. 5. Secara verbal siswa mendeskripsikan bangun dengan penampakannya secara utuh.

6 17 6. Siswa menyelesaikan soal rutin dengan mengoperasikan (menerapkan) pada bangun dengan tidak menggunakan sifat-sifat yang diterapkan secara umum. 7. Siswa mengidentifikasi bagian-bagian bangun, tetapi: a. Tidak menganalisis bangun dalam istilah bagian-bagiannya; b. Tidak berpikir tentang sifat-sifat sebagai karakteristik kelas bangun; c. Tidak membuat generalisasi tentang bangun atau menggunakan bahasa yang relevan. Level 2: Analisis Siswa menganalisis bangun-bangun dalam istilah komponenkomponennya dan hubungan antar komponen, menentukan sifat-sifat dari kelas bangun secara empiris, dan menggunakan sifat-sifat untuk menyelesaikan masalah. 1. Siswa mengidentifikasi dan menguji hubungan-hubungan antara komponenkomponen suatu bangun (misal, kongruensi sisi-sisi berhadapan). 2. Siswa mengingat dan menggunakan perbendaharaan yang sesuai untuk komponen dari hubungan-hubungan (missal, sisi berhadapan, sudut yang bersesuaian adalah kongruen, diagonal saling berpotongan di tengah). 3. a) Siswa membandingkan dua bangun sesuai dengan hubungan antara komponen-komponennya. b) Siswa memilih bangun dalam cara-cara berbeda sesuai dengan sifat-sifat tertentu, termasuk memilih semua contoh kelas dan non contoh. 4. a) Siswa menginterpretasikan dan menggunakan deskripsi verbal tentang bangun dalam istilah sifat-sifatnya dan menggunakan deskripsi itu untuk

7 18 menggambarkan atau melukis bangun. b) Siswa menginterpretasikan pernyataan verbal atau simbolik tentang aturan-aturan dan menerapkannya. 5. Siswa menemukan sifat-sifat bangun tertentu secara empiris dan menggeneralisasikan sifat kelas bangun tersebut. a) Siswa mendeskripsikan kelas bangun dalam istilah sifatnya. b) Siswa mengatakan bentuk sebuah bangun, jika diberikan sifat-sifat tertentu. 6. Siswa mengidentifikasi sifat mana yang digunakan untuk mengkarakterisasi satu kelas bangun adalah kelas bangun yang lain dan membandingkan kelaskelas bangun sesuai dengan sifatnya. 7. Siswa menemukan sifat- sifat kelas bangun yang tidak biasa dikenal. 8. Siswa menyelesaikan soal geometri dengan menggunakan sifat-sifat bangun yang sudah diketahui atau dengan pendekatan penuh pemahaman. 9. Siswa memformulasikan dan menggunakan generalisasi tentang sifat-sifat bangun (dipandu oleh guru atau material atau secara spontan) dan menggunakan bahasa yang sesuai (misal semua, setiap, tidak satupun), tetapi: a) tidak menjelaskan bagaimana sifat-sifat tertentu sebuah bangun adalah berkaitan, b) tidak memformulasikan dan menggunakan definisi formal, c) tidak menjelaskan hubungan sub kelas tanpa mengecek contoh-contoh khusus yang bertentangan dengan daftar sifat-sifat yang ditentukan. d) tidak melihat perlunya bukti atau penjelasan logis dari generalisasi yang ditemukan secara empiris dan tidak menggunakan bahasa yang sesuai (misal, jika, maka, sebab) secara benar.

8 19 Level 3: Deduktif Informal Siswa menggunakan definisi untuk memahami hubungan antara sifat-sifat bangun, memberikan argumen dan menyusun urut sifat-sifat bangun sebelumnya dan mengembangkan argumen deduktif informal. 1. a. Siswa mengidentifikasi himpunan berbeda dari sifat-sifat yang mengkarakterisasi kelas bangun dan menguji bahwa hal itu cukup. b. Siswa mengidentifikasi himpunan sifat-sifat minmum dan dapat mengkarakterisasi bangun. c. Siswa merumuskan dan menggunakan definisi untuk kelas bangun. 2. Siswa memberikan argumen informal (menggunakan diagram, potongan bangun yang dapat dilipat atau materi lainnya). a. Menggambarkan suatu kesimpulan dari informasi yang diberikan, penarikan kesimpulan menggunakan logika hubungan bangun. b. Mengurutkan kelas suatu bangun. c. Mengurutkan dua sifat. d. Menemukan sifat baru dengan deduksi. e. Mengaitkan beberapa sifat dalam pohon keluarga bangun. 3. Siswa memberikan deduktif informal. 4. Siswa memberikan lebih dari satu penjelasan dengan menggunakan pohon keluarga bangun. 5. Siswa mengenal secara informal perbedaan antara pernyataan dengan konversnya.

9 20 6. Siswa mengidentifikasi dan menggunakan strategi atau penalaran bermakna untuk enyelesaikan masalah. 7. Siswa tidak melihat perlunya definisi dan asumsi dasar, tidak membedakan secara formal antara pernyataan dengan konversnya, dan belum bisa membangun hubungan antar jaringan teorema. B. Tahap-tahap Belajar Geometri Menurut Van Hiele D Augustine dan Smith (1992: 277), Crowley (1987: 5), menyatakan bahwa Kemajuan tingkat pemikiran geometri siswa maju dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya melibatkan lima tahapan, atau sebagai hasil dari pengajaran yang diorganisir ke dalam lima tahap pembelajaran. Tahap-tahap ini dijelaskan sebagai berikut: 1. Tahap 1: Informasi (information): Melalui diskusi, guru mengidentifikasi apa yang sudah diketahui siswa mengenai sebuah topik dan siswa menjadi berorientasi pada topik baru. Guru dan siswa terlibat dalam percakapan dan aktivitas mengenai objek-objek, pengamatan terhadap alat peraga dilakukan, pertanyaan dimunculkan dan kosakata khusus diperkenalkan. Siswa terbiasakan atau mengenali materi yang mereka telaah (misal, menelaah contoh dan bukan-contoh). 2. Tahap 2: Orientasi Terarah/Terpandu (guided orientation): Siswa mengerjakan tugas-tugas yang melibatkan berbagai hubungan yang berbeda dari jaringan yang akan dibentuk dengan menggunakan bahan (misal, melipat,

10 21 mengukur, meneliti simetri, dan sebagainya). Guru memastikan bahwa siswa menjajaki konsep-konsep spesifik. 3. Tahap 3: Eksplisitasi (explicitation): Siswa menyadari jaringan hubungan topik yang dipelajari dan mencoba mengekspresikan jaringan tersebut dengan kata-kata mereka sendiri. Guru membantu siswa dalam menggunakan kosa kata yang benar dan akurat. Guru memperkenalkan istilah-istilah matematika yang relevan (misal, mengekspresikan sifat-sifat khusus/ciri-ciri sebuah bentuk geometri). 4. Tahap 4: Orientasi Bebas (free orientation): Siswa belajar dengan tugas yang lebih rumit, untuk memecahkan soal/tugas yang lebih terbuka dengan menemukan caranya sendiri dalam hubungan jaringan (misal, mengetahui ciriciri dari satu jenis bentuk, menyelidiki ciri-ciri tersebut pada bentuk baru, seperti layang-layang). 5. Tahap 5: Integrasi (integration): Siswa merangkum/membuat ringkasan dan mengintegrasikan semua yang ia pelajari lalu merefleksikannya pada tindakan mereka dan memperoleh penelaahan gambaran akan hubungan jaringan yang baru terbentuk (misal, ciri-ciri gambar yang dirangkum). C. Pemahaman Konsep Geometris Sumarmo (2006) mengemukakan, Secara umum, indikator pemahaman matematika meliputi: mengenal, memahami dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip serta idea matematika. Pemahaman konseptual dalam matematika dapat dijabarkan antara lain sebagai berikut:

11 22 1. Mengenali, melabelkan, dan membuat contoh serta non-contoh konsep. 2. Mengenali, menginterpretasikan, dan menerapkan tanda, simbol dan istilah yang digunakan untuk merepresentasikan konsep. 3. Membandingkan, membedakan, dan menghubungkan konsep dengan prinsip. 4. Kemampuan untuk mengolah ide tentang pemahaman sebuah konsep dengan berbagai cara. 5. Mengidentifikasi dan menerapkan prinsip-prinsip. 6. Mengetahui dan menerapkan fakta definisi. Pemahaman konseptual matematika tersebut, khusus dalam Geometri Sekolah Dasar (misal, untuk konsep persegi dan persegipanjang) dan disesuaikan dengan tingkat berpikir siswa, dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Mengenali bangun geometri persegi dan persegipanjang melalui tampilannya secara utuh, tidak berdasar ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki oleh bangun geometri tersebut. Misalnya, siswa mengenali persegipanjang karena berbentuk seperti pintu. Kemudian siswa dapat menunjukkan contoh dan bukan-contoh dari persegipanjang dengan mengenali berbagai bangun geometri dalam berbagai ukuran dan berbagai warna. 2. Siswa dapat merepresentasikan konsep persegi dan persegipanjang dengan cara yang berbeda dan menggunakan bahasa/ kata-kata sendiri. 3. Siswa dapat membandingkan, membedakan antara konsep persegi, persegipanjang dengan bukan-persegi, dan bukan-persegipanjang dengan mengidentifikasi bangun-bangun geometri dalam berbagai ukuran berdasar tampilan.

12 23 Polya (dalam Sumarmo, 2006: 3) menguraikan kemampuan pemahaman dirinci pada empat tahap, yaitu: 1. Pemahaman mekanikal, yang dicirikan oleh mengingat dan menerapkan rumus secara rutin dan menghitung secara sederhana. 2. Pemahaman induktif, yang menerapkan rumus atau konsep dalam kasus sederhana atau dalam kasus serupa. 3. Pemahaman rasional, yang membuktikan kebenaran suatu rumus dan teorema. 4. Pemahaman intuitif, yang memperkirakan kebenaran dengan pasti, sebelum menganalisis lebih lanjut. Sedangkan Pollatsek (1981), menggolongkan pemahaman dalam dua jenis yaitu, pemahaman komputasional dan pemahaman fungsional. Skemp dan Copeland (dalam Sumarmo, 2006: 3) menggolongkan pemahaman dalam pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Copeland menggolongkan pemahaman dalam knowing how to dan knowing. Pemahaman Konsep Dasar Geometri yang dimaksud di dalam bahasan ini adalah antara lain: 1) Mengenali, melabelkan dan membuat contoh serta non contoh (konsep dasar geometri bangun datar segiempat dan segitiga; 2) Membandingkan, membedakan, dan menghubungkan konsep dengan prinsip; 3) Mengenali, menginterpretasikan dan menerapkan tanda, simbol dan istilah yang digunakan untuk merepresentasikan konsep segiempat dan segitiga; 4) Kemampuan untuk mengolah ide tentang pemahaman sebuah konsep dengan

13 24 berbagai cara (memahami konsep segiempat dan konsep segitiga dengan tahap tahap pembelajaran Van Hiele). D. Komunikasi Matematis Sumarmo (2006), menyatakan bahwa kegiatan yang tergolong pada komunikasi matematik adalah sebagai berikut : 1. Menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, idea, atau model matematik 2. Menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematis secara lisan atau tulisan. 3. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematis. 4. Membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis. 5. Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi. 6. Mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri. Komunikasi matematis yang dimaksud di dalam bahasan ini khusus dalam geometri, antara lain: 1) menggunakan bahasa matematik untuk mengekpresikan konsep segiempat dan segitiga melalui gambar atau benda dari konsep yang dimaksud dengan jelas, 2) mengomunikasikan pemahaman geometri secara jelas kepada orang lain dengan menggunakan kata-kata sendiri, baik secara lisan maupun secara tertulis, yaitu pemahaman konsep segiempat dan konsep segitiga, 3) membuat ringkasan/ rangkuman tentang konsep segiempat dan segitiga dengan bahasa sendiri.

14 25 Pembelajaran yang diterapkan dalam bahasan ini yaitu Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele dengan setting kelompok kecil. Tim MKPBM (2001: 103), mengemukakan bahwa untuk memungkinkan terjadinya komunikasi yang lebih bersifat multiarah, dapat diterapkan model pembelajaran melalui diskusi kelompok kecil atau yang lebih dikenal dengan istilah small group discussion. Siswa memiliki tanggung jawab atas belajar mereka, ketika diberikan kesempatan untuk berkomunikasi. Penting bahwa siswa diberi kesempatan untuk berkomunikasi baik lisan maupun tulisan sehingga dapat menghubungkan bahasa dalam keseharian mereka dengan bahasa dan simbol matematika. Kemampuan merepresentasikan, mendiskusikan, membaca, menulis dan menyimak ilmu matematika adalah bagian penting pembelajaran dan penggunaan matematika. Kemampuan untuk membaca, menulis, menyimak, berpikir kreatif, dan mengomunikasikan masalah akan mengembangkan dan memperdalam pemahaman matematika siswa. Standar tersebut memuat keharusan dalam melibatkan siswa secara aktif dalam mengerjakan matematika. NCTM (1989: 26) mengemukakan bahwa Mengeksplorasi, menyelidiki, menjabarkan dan menjelaskan gagasan matematika dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi. Hoffer ( Ikhsan, 2008: 6), berpendapat bahwa Akan terjadi kesulitan dalam berkomunikasi antar guru dan siswa, apabila tingkat berpikir dan bahasa yang digunakan antara guru dan siswa berbeda.

15 26 Umumnya, siswa tidak akan memahami isi materi yang sedang diajarkan. Biasanya siswa akan berusaha menghafal pelajaran dan bersikap seakan-akan telah menguasainya, tetapi siswa tersebut sebenarnya belum benar-benar memahami materi itu. Siswa mungkin dengan mudah melupakan materi yang telah dihafal, atau tidak mampu menerapkannya, terutama dalam situasi yang tidak biasa baginya. Hasil penelitian Van Hiele menyatakan bahwa, sebagian besar guru geometri sekolah menengah atas berpikir pada tingkat Van Hiele keempat atau kelima. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa yang memulai satu pelajaran geometri sekolah menengah atas berpikir pada tingkat pertama atau kedua. Guru perlu mengingat bahwa walaupun guru dan siswa mungkin menggunakan kata yang sama, mereka bisa menafsirkannya secara cukup berbeda. Contoh, jika seorang siswa berada pada tingkat pertama, kata persegi membayangkan sebuah bangun yang tampak seperti sebuah persegi, tetapi tidak banyak yang lainnya. Pada tingkat kedua, siswa tersebut berpikir dari segi sifat-sifat dari sebuah persegi, tetapi mungkin tidak mengetahui sifat-sifat mana yang perlu atau cukup untuk menentukan sebuah persegi. Siswa mungkin merasa bahwa untuk membuktikan bahwa sebuah gambar adalah persegi, semua sifat harus dibuktikan. Guru yang berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, mengetahui bukan saja sifat-sifat dari sebuah persegi, tetapi juga sifat-sifat mana yang dapat digunakan untuk membuktikan bahwa sebuah gambar adalah persegi.

16 27 Guru mungkin memikirkan beberapa cara untuk menunjukkan bahwa sebuah gambar adalah persegi, karena guru tersebut mengetahui hubunganhubungan di antara berbagai sifat dan dapat menentukan sifat-sifat mana diimplikasikan oleh yang lain. Guru harus mengevaluasi bagaimana siswa menginterpretasikan sebuah topik untuk berkomunikasi secara efektif. Bahasa mempunyai peran penting dalam pembelajaran geometri. Van Hiele memandang peranan guru dan peranan bahasa dalam konstruksi pengetahuan siswa sebagai sesuatu yang krusial. Seperti ditunjukkan pada tingkatan berpikir Van Hiele di atas, masing-masing tingkat pemikiran mempunyai bahasanya sendiri dan interpretasinya sendiri terhadap istilah yang sama. Membahas dan memverbalisasi konsep-konsep adalah aspek-aspek penting dari tahap-tahap pembelajaran Informasi, Eksplisitasi, dan Integrasi. Siswa mengklarifikasi dan mereorganisir ide-ide mereka melalui pembicaraan mengenai konsep konsep tersebut. Jika seorang siswa telah melakukan lebih banyak pekerjaan dengan segitiga dibanding dengan bangun bersisi empat, dia mungkin berpikir mengenai segitiga lebih mahir dibanding mengenai gambar yang tidak biasa seperti trapesium. Akan tetapi begitu siswa telah mencapai tingkat pemikiran tertentu dalam satu unsur isi, lebih mudah baginya untuk berpikir pada tingkat itu dalam bidang-bidang lainnya, karena ia terbiasa untuk mencari hubungan di antara gambar-gambar dan di antara sifat-sifat.

17 28 Teori Van Hiele menunjukkan bahwa pembelajaran yang efektif terjadi bila siswa secara aktif mengalami objek studi dalam konteks yang tepat, dan bila mereka terlibat dalam diskusi dan refleksi. Menurut teori tersebut, penggunaan ceramah dan hafalan sebagai metode pengajaran utama tidak akan mendatangkan pembelajaran yang efektif. Guru harus memberi kepada siswa pengalaman yang tepat dan kesempatan untuk membahas pengalaman itu. Van Hiele menetapkan peranan guru sebagai pembantu yang memandu siswa menapaki tingkatan-tingkatan pemahaman dalam mata pelajaran tersebut. Fyus (1988: 4) menyatakan bahwa Van Hiele fokus pada tingkat pemikiran geometri dan peranan pengajaran dalam membantu siswa bergerak dari satu tingkatan ke tingkat lainnya. Van Hiele (1986: 39) menyatakan bahwa Pencapaian tingkatan baru selain dapat dipengaruhi oleh pembelajaran, juga oleh pilihan latihan yang sesuai di mana guru dapat menciptakan situasi yang mendukung siswa dalam mencapai tingkat pemikiran yang lebih tinggi. Teori berpikir Geometri Van Hiele menunjukkan bahwa pengembangan ide-ide geometris maju melalui satu hierarki tingkatan. Siswa pertama-tama belajar mengenali bangun-bangun secara keseluruhan dan kemudian menganalisa sifat-sifat relevan dari bangun. Belakangan mereka dapat melihat hubungan di antara bangun-bangun dan membuat deduksi sederhana. Pengembangan dan pengajaran kurikulum harus mempertimbangkan hierarki ini. Standar Kurikulum dan Evaluasi konsisten dengan metodologi yang dianjurkan oleh model Van Hiele, terutama tahap-tahap pembelajaran standar-

18 29 standar kurikulum menyajikan pandangan dinamis mengenai lingkungan ruang kelas. Mereka menuntut sebuah konteks di mana siswa terlibat aktif dalam pengembangan pengetahuan matematika dengan cara menjajaki, membahas, menggambarkan, dan mendemonstrasikan. Komunikasi sangat penting pada proses sosial ini. Ide-ide dibahas, penemuan dibagi, terkaan dikonfirmasi, dan pengetahuan diperoleh melalui pembicaraan, penulisan, pendengaran, dan pembacaan. Untuk mengetahui atau menilai tingkat berpikir Geometris siswa, ada sejumlah tes yang dapat digunakan untuk menunjuk tingkat Van Hiele, yaitu adanya penggunaan tes (baik lisan maupun tulisan). Ada Tes Usiskin (1982) dan Tes Burger serta Saughnessy (1986), yang sering digunakan, tetapi dalam sebuah ruang kelas lebih praktis bagi guru untuk menilai tingkat Van Hiele siswa dengan menganalisis respons siswa tersebut pada tugas-tugas geometri spesifik. Contoh, seorang guru dapat mengamati bagaimana siswa menggunakan bahasa geometris dan menentukan tingkat berpikir Geometri siswa mengenai konsep persegi, yaitu dengan menganalisa responsnya pada tugas pemilah-milahan/pengelompokan bangun geometri persegi. E. Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele adalah pembelajaran yang dalam bagian kegiatan inti dilaksanakan tahap Van Hiele yang terdiri atas 5 tahap, yaitu: tahap informasi, tahap orientasi terpandu, tahap ekplisitasi, tahap orientasi bebas, dan tahap integrasi.

19 30 Van Hiele (1986) menyatakan bahwa kemajuan dari satu tingkat berpikir ke tingkatan berikutnya melibatkan ke lima tahap tersebut. Peran guru dalam pembelajaran dan ketepatan bahasa yang digunakan guru menjadi faktor yang sangat penting dalam keberhasilan Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele. Ada beberapa karakter pada tahap pembelajaran Van Hiele, sebagai berikut: 1. Rangkaian urutan (Sequential) Dengan memperhatikan tingkat berpikir Geometri siswa yang harus maju dari satu tingkat ke tingkat berikutnya, maka para pengajar dapat menyusun langkah pembelajaran sesuai dengan tingkat berpikir Geometri siswa. 2. Pengembangan (Advancement) Kemajuan tingkat berpikir Geometri siswa dari satu tingkat ke tingkat berikutnya, sangat tergantung pada hasil pembelajaran dengan lima tahap pembelajaran Van Hiele, bukan tergantung pada usia. Tidak ada metode pembelajaran yang memperbolehkan siswa untuk melompati tingkatan berikutnya tanpa melalui tingkat sebelumnya. 3. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik (Intrinsic and Extrinsic) Objek dan sifat-sifatnya yang dipahami pada satu tingkat menjadi objek pada tingkat berikutnya. Pada tingkat 1 (Visualisasi) hanya sosok bentuk yang dipahami. Sosok bentuk tersebut dipertimbangkan oleh sifat-sifatnya tetapi tidak kepada tingkat Analisis, sosok bentuk tersebut di analisis sehingga tiap komponen dan stfat-sifatnya ditemukan pada tingkat berikutnya.

20 31 4. Kebahasaan (Linguistics) Setiap tingkat berpikir Geometri mempunyai lambang dan bahasa masingmasing, mempunyai sistem hubungan antar lambang itu. Hubungan yang benar pada satu tingkat, mungkin dimodifikasi pada tingkat yang lain.sebagai contoh, sebuah bentuk bangun datar mungkin memiliki lebih dari satu nama (kelas), sebuah persegi adalah juga persegipanjang (dan juga merupakan jajargenjang). 5. Ketaksepadanan (Mismatch) Jika siswa berada pada satu tingkat berpikir Geometri tertentu, dan pembelajaran pada tingkat yang lain, minat dan kemajuan belajar mungkin tidak akan terjadi. Secara khusus, terutama jika guru, bahan ajar, kosa kata dll, berada pada tingkat yang lebih tinggi dari pembelajaran, siswa tidak akan dapat mengikuti proses berpikir yang sedang digunakan. Contoh Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele Dalam bahasan ini, akan diuraikan contoh Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele untuk tingkat 1 (Visualisasi) dan tingkat 2 (Analisis), pada siswa sekolah dasar kelas V dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi geometri dengan materi segi empat (persegi dan persegipanjang) dan segitiga (berdasar ukuran panjang sisi dan ukuran besar sudut). Pembelajaran untuk tingkat 1 (Visualisasi), dengan materi persegi dan persegipanjang

21 32 Tahap 1: Informasi Dikondisikan terjadi percakapan/ dialog antara guru dan siswa, pertanyaan dimunculkan dengan tujuan untuk menggali pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan dibahas (persegi dan persegipanjang). Kegiatan yang dilakukan antara lain pemberian beberapa pertanyaan dari guru, misalnya: 1. Apakah anak-anak sudah tahu atau pernah mendengar tentang persegi atau persegipanjang? 2. Adakah benda atau barang di ruangan ini yang berbentuk persegi atau persegipanjang? 3. Tunjukkan benda yang berbentuk persegi atau persegipanjang di ruangan ini! Pada bagian ini guru harus sudah mempunyai gambaran apakah anak-anak sudah paham tentang persegi dan persegipanjang. Jika anak belum paham, dilanjutkan dengan menunjukkan beragam bangun-bangun geometri datar segi empat dan segitiga dalam berbagai ukuran dan warna. Siswa menelaah bangunbangun geometri yang ditunjukkan oleh guru sehingga siswa fokus kepada materi yang akan dibahas, yaitu persegi dan persegipanjang. Kemudian guru menyampaikan lagi beberapa pertanyaan, seperti, tunjukkan dari bangun-bangun geometri yang anak-anak telaah tersebut, mana yang berupa persegi, mana persegipanjang? Tahap 2: Orientasi terpandu Dari beragam bangun-bangun geometri datar yang sudah guru berikan kepada anak-anak dalam berbagai ukuran dan warna, siswa diminta untuk

22 33 menunjukkan mana yang dimaksud persegi atau persegipanjang, dengan pertanyaan sebagai berikut: anak-anak coba tunjukkan ke ibu/bapak, mana yang dimaksud dengan persegi? Coba tunjukkan lagi mana yang dimaksud persegipanjang? Guru meminta siswa untuk mengerjakan tugas dalam kelompoknya, yaitu: 1. Membandingkan persegi dan persegipanjang. 2. Mengukur sisi-sisi dari persegi dan sisi-sisi persegipanjang. 3. Menggambar dengan cara menjiplak persegi dan persegipanjang. 4. Mengidentifikasi persegi dan persegipanjang. Pada tahap ini guru sudah mempunyai gambaran yang jelas apakah siswa sudah memahami konsep persegi dan persegipanjang dari berbagai kegiatan yang sudah dilakukan. Tahap 3: Eksplisitasi Siswa diminta untuk mengajukan konsep persegi dan persegipanjang yang sudah dipahami pada tahap 2 dengan menggunakan kata-kata sendiri berdasar tampilan bentuk. Misalnya, persegi adalah segi empat yang bentuknya mirip tegel, atau persegi adalah segiempat yang sisinya lebih pendek dibanding sisi-sisi persegipanjang, atau persegi adalah tetap persegi meskipun ukuran, letak dan warna berubah. Sementara persegipanjang adalah segiempat yang bentuknya seperti pintu, atau persegipanjang adalah segiempat yang sisi-sisinya lebih panjang dibanding sisi-sisi persegi. Guru membimbing untuk menggunakan kosakata yang baik dan benar, mengenalkan istilah-istilah matematika yang relevan (misalnya, sifat khusus dari

23 34 persegi dan persegipanjang berdasarkan tampilannya). Pada tahap ini kemampuan komunikasi geometri siswa lanjutan dari tahap 2, baik lisan maupun tulisan dapat dikembangkan. Tahap 4: Orientasi Bebas Pada tahap ini, siswa menemukan caranya sendiri dalam memahami konsep persegi dan persegipanjang, misalnya dengan melakukan pengukuran, menggambar, merubah posisi, membandingkan dengan bangun geometri yang lain dan menyebutkan sifat-sifat dari persegi dan persegipanjang berdasar tampilan, bukan sifat-sifat yang diterapkan secara umum (misalnya, persegi itu tetap persegi meskipun ukuran, warna, posisi berubah). Tahap 5: Integrasi Pada tahap ini, siswa dapat membuat rangkuman/ ringkasan tentang persegi dan persegipanjang, setelah proses orientasi bebas. Misalnya, ringkasan tentang sifat persegi dan persegipanjang berdasarkan tampilan atau pembandingan dan telaahan bangun-bangun geometri yang disediakan. Setelah menyelesaikan setiap proses tahapan Van Hiele dari tahap 1 sampai tahap 5, untuk setiap tingkatan berpikir geometri, diberikan soal latihan, dalam hal ini untuk tingkat berpikir Geometri Visualisasi tentang persegi dan persegipanjang. Pembelajaran untuk tingkat 1 (Visualisasi ), dengan materi Segitiga berdasar ukuran panjang sisi dan ukuran besar sudut

24 35 Tahap 1: Informasi Dikondisikan terjadi percakapan/dialog antara guru dan siswa, pertanyaan dimunculkan dengan tujuan menggali pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan dibahas (Segitiga berdasar ukuran panjang sisi dan ukuran besar sudut). Kegiatan yang dilakukan adalah, guru memberikan beberapa pertanyaan, misalnya: 1. Apakah anak-anak sudah tahu atau pernah mendengar tentang segitiga? 2. Adakah benda atau barang di ruangan ini yang berbentuk segitiga? Coba tunjukkan! Pada bagian ini guru harus sudah mempunyai gambaran apakah anak-anak sudah paham tentang segitiga? Jika anak belum paham, dilanjutkan dengan menunjukkan beragam bangun-bangun geometri datar segiempat dan segitiga dalam berbagai ukuran dan warna, siswa menelaah bangun-bangun geometri yang ditunjukkan oleh guru sehingga siswa fokus pada materi yang akan dibahas yaitu, segitiga berdasar ukuran panjang sisi (segitiga samasisi, samakaki dan sebarang) dan segitiga berdasar ukuran besar sudut (segitiga siku-siku, segitiga lancip dan segitiga tumpul). Kemudian guru menyampaikan lagi beberapa pertanyaan, misalnya, coba anak-anak, tunjukkan dari bangun-bangun geometri yang ditelaah tersebut, mana yang dimaksud segitiga samasisi, dan yang mana segitiga samakaki? Coba tunjukkan kepada Ibu/ bapak, yang mana segitiga siku-siku? Dan seterusnya. Dari beragam bangun-bangun geometri datar yang sudah diberikan guru kepada anak-anak dalam berbagai ukuran dan warna, siswa diminta untuk

25 36 menunjukkan yang mana segitiga dengan pertanyaan seperti, anak-anak, coba tunjukkan kepada ibu/bapak, mana bangun segitiga? Coba tunjukkan juga mana yang merupakan segitiga samasisi? Guru juga harus meminta siswa untuk mengerjakan tugas dalam kelompoknya, yaitu: 1. Membandingkan bangun segitiga dan bukan segitiga 2. Mengukur sisi-sisi dari segitiga samasisi dan segitiga samakaki menggunakan penggaris dan mengukur besar sudut dari segitiga siki-siku dan bukan segitiga siku-siku dengan busur-derajat atau dengan kertas yang dilipat. 3. Menggambar dengan cara menjiplak berbagai segitiga. 4. Mengidentifikasi berbagai bangun segitiga (berdasar ukuran panjang sisi dan besar ukuran sudut). Pada tahap ini guru sudah mempunyai gambaran yang jelas apakah siswa telah memahami konsep segitiga secara umum atau tidak. Tahap 2: Orientasi Terpandu Dari beragam bangun-bangun geometri datar yang sudah diberikan guru kepada anak-anak dalam berbagai ukuran dan warna, siswa diminta untuk menunjukkan bangun yang berbentuk segitiga dan bukan segitiga, dengan pertanyaan seperti, anak-anak, coba tunjukkan kepada ibu/bapak, mana yang merupakan bangun segitiga? Coba tunjukkan juga mana yang bukan segitiga? Guru meminta siswa untuk mengerjakan tugas dalam kelompoknya, yaitu: 1. Membandingkan bangun segitiga dan bukan segitiga.

26 37 2. Mengukur segitiga berdasar sisi (segitiga samasisi, samakaki dan sebarang) dan mengukur besar sudut antara segitiga siki-siku, lancip dan segitiga tumpul. 3. Menggambar dengan cara menjiplak segitiga dan bukan segitiga. 4. Mengidentifikasi segitiga samasisi, samakaki dan segitiga sebarang, juga segitiga siku-siku, lancip dan segitiga tumpul. Pada tahap ini guru sudah mempunyai gambaran yang jelas apakah siswa sudah memahami konsep segitiga dan bukan segitiga dari berbagai kegiatan yang sudah dilakukan. Tahap 3: Eksplisitasi Siswa mengajukan konsep segitiga samasisi, samakaki, sebarang, juga segitiga lancip, tumpul dan siku-siku, dengan menggunakan kata-kata sendiri. Guru membimbing untuk menggunakan kosakata yang baik dan benar, mengenalkan istilah-istilah matematika yang relevan (misalnya, sifat khusus dari segitiga samasisi dan segitiga siku-siku berdasarkan tampilannya). Pada tahap ini kemampuan komunikasi matematika siswa, baik secara lisan maupun tulisan dapat dikembangkan. Tahap 4: Orientasi Bebas Pada tahap ini, siswa menemukan caranya sendiri dalam memahami konsep segitiga samasisi, samakaki, sebarang, juga segitiga lancip, tumpul dan siku-siku, misal menyebutkan sifat-sifat dari segitiga samasisi, samakaki, sebarang, juga segitiga lancip, tumpul dan siku-siku, berdasar tampilan, bukan

27 38 sifat-sifat yang diterapkan secara umum (misalnya, segitiga samakaki itu tetap samakaki meskipun ukuran, warna, posisinya berubah). Tahap 5: Integrasi Pada tahap ini, siswa dapat membuat rangkuman/ringkasan tentang segitiga samasisi, samakaki dan segitiga sebarang, juga segitiga lancip, tumpul dan segitiga siku-siku, setelah proses orientasi bebas. Misal ringkasan tentang sifat segitiga samakaki dan segitiga siku-siku berdasarkan tampilan atau pembandingan dan hasil telaahan pada bangun-bangun geometri yang disediakan. Setelah menyelesaikan setiap proses tahap Van Hiele dari tahap 1 sampai tahap 5, untuk setiap tingkatan berpikir geometri, diberikan soal latihan tingkat berpikir Geometri Visualisasi tentang konsep segitiga berdasar ukuran panjang sisi dan ukuran besar sudut. Pembelajaran untuk tingkat 2 (Analisis), dengan materi persegi dan persegipanjang Tahap 1: Informasi Menciptakan situasi dialog mengenai sifat khusus persegi dan persegipanjang dengan beberapa pertanyaan yang disampaikan guru. Misalnya, apa yang kalian tahu tentang bangun persegi? Apa yang kalian tahu tentang bangun persegipanjang? Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana perkembangan pemahaman konsep persegi dan persegipanjang yang dimiliki siswa.

28 39 Guru menyediakan beragam bangun-bangun geometri datar dari berbagai ukuran dan warna, siswa diminta untuk menelaah dan menganalisis, dan mengidentifikasi bagian-bagian bangun persegi dan persegipanjang sehingga siswa fokus pada materi yang akan dibahas, yaitu persegi dan persegipanjang. Tahap 2: Orientasi Terpandu Dari beragam bangun-bangun geometri datar yang sudah diberikan guru kepada anak-anak dalam berbagai ukuran dan warna, guru memandu siswa untuk mengungkapkan hasil identifikasi dan pengklasifikasian persegi dan persegipanjang berdasar sifat khusus dari masing-masing bangun tersebut. Guru juga mengajukan beberapa pertanyaan seperti, adakah perbedaan antara ukuran panjang sisi-sisi persegi dengan ukuran panjang sisi-sisi persegipanjang? Coba tunjukkan bangun geometri yang sudah diamati (diidentifikasi) anak-anak. Siswa dipandu dalam kelompok kecil untuk mengidentifikasi dan menelaah ulang sifat khusus yang sama dan yang berbeda di antara persegi dan persegipanjang. Tahap 3: Eksplisitasi Guru memastikan siswa sudah memiliki pemahaman tentang sifat-sifat khusus persegi dan persegipanjang dari hasil identifikasi, klasifikasi bentukbentuk geometri yang disediakan (misal semua sisi persegi berukuran sama panjang, sedangkan sisi persegipanjang tidak sama panjang hanya yang berhadapan sama panjang).

29 40 Siswa mencoba mengekspresikan/mengomunikasikan pemahaman tentang konsep persegi dan persegipanjang hasil analisis sifat-sifat khusus dengan menggunakan kata-kata mereka sendiri. Guru membimbing siswa untuk menggunakan kosakata yang baik dan benar, mengenalkan istilah-istilah matematika yang relevan. Misalnya, sisi-sisi berhadapan pada persegipanjang sama panjang, semua sudut persegi dan persegipanjang masing-masing berukuran 90 o. Pada tahap ini kemampuan komunikasi matematika siswa, baik secara lisan maupun tulisan dapat dikembangkan. Tahap 4: Orientasi Bebas Pada tahap ini, siswa menemukan caranya sendiri dalam memahami konsep persegi dan persegipanjang dengan menganalisis sifat-sifat khusus dari bentuk-bentuk geometri yang disediakan. Misalnya: 1. Membandingkan persegi dan persegipanjang dengan merujuk pada kesamaan/ perbedaan sisi dan sudutnya. 2. Membuat daftar ciri-ciri atau sifat-sifat dari semua segi empat, tetapi tidak dapat menjelaskan bahwa persegi itu adalah persegipanjang. Tahap 5: Integrasi Pada tahap ini, siswa dapat membuat rangkuman/ ringkasan tentang persegi dan persegipanjang setelah proses orientasi bebas. Misalnya, ringkasan tentang sifat khusus persegi dan persegipanjang melalui pembandingan dan telaahan bangun-bangun geometri yang disediakan.

30 41 Setelah menyelesaikan setiap proses tahapan Van Hiele dari tahap 1 sampai tahap 5, untuk setiap tingkatan berpikir geometri, diberikan soal latihan. Dalam hal ini untuk tingkat berpikir Geometri Analisis tentang konsep persegi dan persegipanjang. F. Aktivitas Siswa dan Guru pada Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele Aktivitas siswa pada pembelajaran Geometri Berbasis teori Van Hiele dimaknai sebagai aktivitas fisik dan mental dalam belajar. Dikemukakan Leikin(Ikhsan,2008), aktivitas fisik maupun mental dalam pembelajaran di klasifikasikan menjadi dua yaitu; aktivitas aktif dan aktivitas pasif. Dalam penelitian ini kedua aktivitas tersebut meliputi; a) menjawab pertanyaan yang diajukan guru saat terjadi dialog, b) memberikan penjelasan dalam mengungkapkan konsep secara lisan maupun tulisan c) mengajukan pertanyaan d) melakukan pengamatan terhadap benda-benda dalam pemahaman konsep. e) membuat rangkuman konsep yang dipelajari f) mendengarkan informasi dan b) membaca. Aktivitas siswa pada setiap tahap pembelajaran berbasis teori Van Hiele memiliki aktivitas tertentu yang berbeda dengan aktivitas siswa pada tahap tahap yang lain. Aktivitas siswa dan guru yang mungkin muncul dalam pembelajaran geometri berbasis teori Van Hiele, secara rinci disajikan dalam tabel 2.1 berikut ini.

31 42 Tabel 2.1 Aktivitas Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Geometri berbasis teori Van Hiele No. Tahap Pembelajaran Aktivitas Guru 1. Informasi a. Dialog dengan siswa dan mengajukan pertanyaan untuk menggali pengetahuan awal siswa tentang konsep yang akan dipelajari b. Menyampaikan tujuan pembelajaran c. Menyiapkan alat peraga 2. Orientasi a. Membenahi alat peraga untuk Terpandu diamati oleh siswa b. Mengarahkan siswa untuk melakukan pengamatan terhadap alat peraga (melakukan pengukuran, mengutak-atik, menggambar, dan berdiskusi). c. Mengarahkan siswa mengerjakan LKS d. Mengecek hasil kerja siswa 3. Eksplisitasi a. Membimbing siswa dalam memahami konsep yang dipelajari b. Mendorong siswa untuk mengungkapkan konsep yang dipelajari secara lisan dengan kata-kata sendiri c. Membimbing siswa untuk menggunakan kosakata yang benar, relevan, dalam mengungkapkan konsep secara lisan 4. Orientasi Bebas Mengarahkan siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam memahami konsep dengan menggunakan fasilitas alat peraga (melakukan pengukuran, menggambar, mengubah posisi, dan membandingkan) dan mengungkapkan konsep itu secara lisan dan tulisan 5. Integrasi Mengarahkan siswa untuk membuat rangkuman konsep yang dipelajari dengan mengungkapkan secara tertulis 6. Evaluasi Menganalisis hasil kerja siswa (LKS dan tes) Aktivitas Siswa a. Menjawab pertanyaan yang diajukan guru tentang konsep yang akan dipelajari b. Mengikuti sajian informasi c. Mengelompokkan diri dengan kelompoknya a. Melakukan pengamatan terhadap alat peraga (melakukan pengukuran, mengutak-atik, menggambar, dan berdiskusi) untuk memahami konsep. b. Mengerjakan LKS c. Berdiskusi hasil kerja kelompok a. Diskusi dalam kelompok untuk memahami konsep dengan menggunakan fasilitas alat peraga b. Mengungkapkan konsep yang dipelajari secara lisan dengan kata-kata sendiri c. Menggunakan istilah, kosakata yang benar dan relevan dalam mengungkapkan konsep yang dipelajari Melakukan pengukuran menggambar, mengubah posisi, membandingkan, dalam memahami konsep yang dipelajari dengan menggunakan alat peraga. Membuat rangkuman konsep yang dipelajari secara tertulis Siswa mengerjakan tes

32 43 G. Pembelajaran Matematika Dalam Pandangan Konstruktivistik serta keterkaitannya dengan Tahap Pembelajaran Van Hiele Pandangan konstruktivistik pada dasarnya menekankan bahwa pengetahuan harus dibangun oleh siswa sendiri secara aktif berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Oleh karena itu belajar menurut pandangan ini merupakan proses aktif mengkonstruksi, mengasimilasikan dan menghubungkan bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai siswa sebelumnya (Suparno, 1997: 61). Pandangan konstruktivistik ini sejalan dengan tahap pembelajaran Geometri menurut teori Van Hiele yang terdapat pada tahap 1 (Informasi) yang mempunyai tujuan mempelajari pengetahuan sebelumnya yang dimiliki siswa tentang konsep yang dipelajari sehingga siswa mengetahui arah belajar selanjutnya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari. Ini merupakan proses menyesuaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah ada dalam pikiran mereka, Shymansky (dalam Suparno, 1997: 62). Jadi siswa harus punya pengalaman dengan memanipulasi objek, mencari jawaban dan memecahkan masalah, karena pengetahuan itu tidak dapat diperoleh dari membaca atau mendengarkan orang bicara, tetapi dibentuk dari tindakan seseorang terhadap suatu objek. Piaget (dalam Suparno, 1997, dalam Hudoyo 1988) mengemukakan bahwa struktrur kognitif yang dimiliki seorang individu karena proses asimilasi dan akomodasi. Perolehan pengalaman atau pengetahuan seorang siswa dari proses asimilasi dan akomodasi tertanam dalam benak siswa sesuai dengan skemata yang

33 44 dimilikinya. Karena itu belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata, sehingga matematika yang terdiri dari konsep-konsep dan prinsip-prinsip terkait satu sama lain tidak sekedar tersusun hirarkis. Selanjutnya mengajar menurut pandangan konstruktivistik bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Jadi mengajar dalam konteks ini adalah membantu seseorang berpikir secara benar dengan membiarkannya berpikir sendiri (Glaserfeld, dalam Suparno 1997: 65). Pengajar (guru) berperan sebagai mediator, fasilitator dan motivator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik, membantu agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasinya yang konkret. Fungsi mediator, fasilitator dan motivator menurut Suparno (1997: 66) dapat dijabarkan dalam tugas sebagai berikut. 1. Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang mendorong keingintahuan siswa. 2. Menyediakan sarana yang membuat siswa berpikir secara produktif. Penjabaran fungsi mediator dan fasilitator tersebut, sesuai dengan tahap pembelajaran Van Hiele yang berada pada tahap 2 (Orientasi Terpandu) tahap 3 (Eksplisitasi), tahap 4 (Orientasi bebas) dan tahap 5 (Integrasi). Pada tahap tersebut siswa diberi kesempatan untuk mengamati, mengutak atik objek dalam hal ini alat peraga yang disediakan guru dan siswa diberi kesempatan untuk berbagi persepsi tentang objek yang diamatinya dengan memngekspresikan secara lisan dan secara tulisan menggunakan keterampilan bahasanya sendiri,

34 45 merepresentasikan konsep dengan berbagai cara, dan diberi kesempatan untuk membuat rangkuman konsep yang dipelajari. Sejalan pula dengan pendapat Hudoyo (1998: 8) bahwa lingkungan belajar dalam pandangan konstruktivistik perlu diupayakan untuk menyediakan pengalaman belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa, mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik denga melibatkan pengalaman konkret, mengintegrasikan pembelajaran sehingga terjadi interaksi dengan lingkungannya dan memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif. Kamii (dalam Dahar, 1988: 193) mengemukakan bahwa dalam melaksanakan pembelajaran di Sekolah Dasar dalam pandangan konstruktivisme sebagai berikut. 1. Siapkan benda-benda nyata untuk digunakan siswa. 2. Memilih pendekatan yang sesuai dalam memperhatikan benda-benda nyata. 3. Perkenalkan kegiatan yang layak, menarik, dan berilah siswa kebebasan untuk menolak saran-saran guru. 4. Tekankan penciptaan pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah dan pemecahannya. 5. Anjurkan siswa untuk saling berinteraksi. 6. Hindari istilah-istilah teknis dan tekankan berpikir. 7. Anjurkan para siswa berpikir dengan cara mereka sendiri. 8. Perkenalkan ulang materi dan kegiatan yang sama. Cara individu mengkonstruksi pengetahuan ada dua pandangan yang dikemukakan Matthews (dalam Suparno, 1997), yaitu pandangan konstruktivisme psikologis dan sosiologis. Dalam membangun pengetahuan, seorang individu didasarkan pada perkembangan psikologis, hal tersebut menurut pandangan konstruktivisme psikologis. Sedangkan pandangan konstruktivisme sosiologis, membangun pengetahuan didasarkan pada hubungan sosial.

35 46 Piaget sebagai pengembang konstruktivisme psikologis personal menyatakan bahwa individu dalam mengkonstruksi pengetahuan lebih menekankan kepada keaktifan individu. Sedangkan Vygotsky, sebagai pengembang konstruktivisme psikologis sosial menyatakan bahwa individu dalam mengkonstruksi pengetahuan lebih menekankan kepada hubungan individu dengan lingkungan sosial. Dari dua pandangan tersebut diduga akan mempercepat proses pengkonstruksian pengetahuan. Artinya ketika individu mengkonstruksi pengetahuan, mereka difasilitasi dengan kondisi sehingga keaktifan dan kesiapan individu secara psikologis terpenuhi. Disamping itu dalam proses belajar mengkonstruk pengetahuan individu, didukung oleh lingkungan sosial sehingga tercipta interaksi sosial antara individu yang satu dengan yang lain dalam kelompok nya. Implikasi dari beberapa pendapat di atas tentang pandangan konstruktivisme, maka penulis memperhatikan beberapa hal dalam penyusunan perangkat pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran geometri berbasis teori Van Hiele sebagai berikut : 1. Menyediakan pengalaman belajar yang sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki siswa. 2. Mengaitkan pembelajaran denga pengetahuan awal siswa 3. Menyiapkan pertanyan terbuka tentang konsep 4. Menyediakan berbagai alat peraga untuk membantu terjadi berbagai alternatif pengalaman belajar 5. Menyediakan masalah untuk dikerjakan dengan berbagai cara.

36 47 6. Menyediakan lingkungan belajar yang mendorong terjadi interaksi dan kerjasama antara siswa, berbagi persepsi tentang konsep, dan mengekspresikan secara lisan atau tertulis konsep. H. Penelitian-penelitian yang Relevan Penelitian yang berkaitan dengan mengukur atau mengembangkan kemampuan pemahaman konsep dengan pembelajaran tahap Van Hiele dilaporkan oleh peneliti berikut ini : 1. Penelitian Clements dan Battista (1992) Penelitian Clements dan Battista (1992) melaporkan bahwa, sedikit sekali anak-anak yang mempelajari bentuk-bentuk geometri sejak pra-sekolah hingga sekolah menengah. Sebagai contoh, anak-anak pra-sekolah dalam penelitiannya mengidentifikasi segitiga dengan persentase kebenaran sebesar 60 persen. Pada studi yang dilakukan pada anak SD dengan tugas yang sama, skor yang mereka raih bervariasi, mulai dari 64 persen bagi anak TK hingga 81 persen bagi anak kelas enam. Demikian pula dengan skor anak pra-sekolah yang sebesar 54 persen untuk persegipanjang, dan skor siswa SD bervariasi dari 63 persen hingga 68 persen. Clements dan Battista menyimpulkan hasil wawancara dengan siswa sekolah dasar tentang bentuk geometri adalah sebagai berikut: a. Lingkaran, anak-anak mampu mengidentifikasi lingkaran dengan akurat, meski anak yang usianya di bawah enam tahun lebih sering menyebut lingkaran sebagai bentuk elips. Terlepas dari pengecualian tersebut (hanya 4

BAB II KAJIAN TEORI A.

BAB II KAJIAN TEORI A. BAB II KAJIAN TEORI A. Tahap-tahap Berpikir van Hiele Pierre van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof adalah sepasang suami-istri bangsa Belanda yang mengabdi sebagai guru matematika di negaranya. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu cabang matematika yang diajarkan di sekolah adalah Geometri. Dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran yang terdapat dalam KTSP 2007 tingkat pendidikan dasar adalah mengembangkan logika, kemampuan berpikir

Lebih terperinci

Pengalaman Belajar sesuai Teori Berpikir van Hiele

Pengalaman Belajar sesuai Teori Berpikir van Hiele Pengalaman Belajar sesuai Teori Berpikir van Hiele Posted by abdussakir on May 5, 2009 A. Teori Berpikir van Hiele Teori van Hiele yang dikembangkan oleh dua pendidik berkebangsaan Belanda, Pierre Marie

Lebih terperinci

UNIT TEORI BELAJAR VAN HIELE. Purwoko PENDAHULUAN

UNIT TEORI BELAJAR VAN HIELE. Purwoko PENDAHULUAN UNIT 4 TEORI BELAJAR VAN HIELE Purwoko PENDAHULUAN D alam mata kuliah Kapita Selekta, Anda telah diperkenalkandengan Teori Belajar Van Hiele. Selanjutnya, dalam bahan ajar Anda masih akan diperkenalkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI GEOMETRIS SISWA SEKOLAH DASAR MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS TEORI VAN HIELE

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI GEOMETRIS SISWA SEKOLAH DASAR MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS TEORI VAN HIELE Hj Epon Nur aeni PENGEMBANGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI GEOMETRIS SISWA SEKOLAH DASAR MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS TEORI VAN HIELE Oleh: Oleh: Hj Epon Nur aeni ABSTRAK Salahsatu kemampuan yang dapat membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimilikinya. Kualitas pendidikan akan menggambarkan kualitas SDM (sumber

BAB I PENDAHULUAN. dimilikinya. Kualitas pendidikan akan menggambarkan kualitas SDM (sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan suatu bangsa bergantung pada kualitas pendidikan yang dimilikinya. Kualitas pendidikan akan menggambarkan kualitas SDM (sumber daya manusia) sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Konsep, Konsepsi dan Prakonsepsi Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek, misalnya benda-benda atau kejadian-kejadian yang mewakili kesamaan ciri khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Deslyn Everina Simatupang, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Deslyn Everina Simatupang, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Geometri merupakan salah satu cabang matematika yang sangat bermanfaat dalam kehidupan, karena itu, geometri perlu diajarkan di sekolah. Adapun tujuan pembelajaran geometri,

Lebih terperinci

Teori Van hiele Dan Komunikasi Matematik (Apa, Mengapa Dan Bagaimana)

Teori Van hiele Dan Komunikasi Matematik (Apa, Mengapa Dan Bagaimana) Teori Van hiele Dan Komunikasi Matematik (Apa, Mengapa Dan Bagaimana) Oleh : Hj.Epon Nur aeni Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) UPI Kampus Tasikmalaya Abstrak Geometri merupakan salah satu cabang

Lebih terperinci

Analisis Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Tentang Bangun Datar Ditinjau Dari Teori Van Hiele ABSTRAK

Analisis Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Tentang Bangun Datar Ditinjau Dari Teori Van Hiele ABSTRAK Analisis Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Tentang Bangun Datar Ditinjau Dari Teori Van Hiele 1 Wahyudi, 2 Sutra Asoka Dewi 1 yudhisalatiga@gmail.com 2 sutrasoka@gmail.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 03 TUNTANG TENTANG BANGUN DATAR DITINJAU DARI TEORI VAN HIELE

ANALISIS KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 03 TUNTANG TENTANG BANGUN DATAR DITINJAU DARI TEORI VAN HIELE ANALISIS KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 03 TUNTANG TENTANG BANGUN DATAR DITINJAU DARI TEORI VAN HIELE JURNAL Disusun untuk memenuhi syarat guna mencapai Gelar

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR VAN HIELE

TEORI BELAJAR VAN HIELE TEORI BELAJAR VAN HIELE A. Pendahuluan Banyak teori belajar yang berkembang yang dijadikan landasan proses belajar mengajar matematika. Dari berbagai teori tersebut, jarang yang membahas tentang pembelajaran

Lebih terperinci

BELAJAR VAN HIELE. Oleh: Andi Ika Prasasti Abrar Prodi Pendidikan Matematika Jurusan Tarbiyah STAIN Papopo

BELAJAR VAN HIELE. Oleh: Andi Ika Prasasti Abrar Prodi Pendidikan Matematika Jurusan Tarbiyah STAIN Papopo BELAJAR VAN HIELE Oleh: Andi Ika Prasasti Abrar Prodi Pendidikan Matematika Jurusan Tarbiyah STAIN Papopo Abstrak: Dalam pembelajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Pierre Van Hiele,

Lebih terperinci

DESKRIPSI KEMAMPUAN GEOMETRI SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE

DESKRIPSI KEMAMPUAN GEOMETRI SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE Pedagogy Volume 2 Nomor 1 ISSN 2502-3802 DESKRIPSI KEMAMPUAN GEOMETRI SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE Zet Petrus 1, Karmila 2, Achmad Riady Program Studi Pendidikan Matematika 1,2,3, Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajar Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu definisi ini memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau hanya gambaran pikiran. Makna dari penjelasan tersebut adalah sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. atau hanya gambaran pikiran. Makna dari penjelasan tersebut adalah sesuatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah sebuah ilmu dengan objek kajian yang bersifat abstrak. Dalam Bahasa Indonesia, abstrak diartikan sebagai sesuatu yang tak berujud atau hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Prakonsep Menurut Soedjadi (1995) pra konsep adalah konsep awal yang dimiliki seseorang tentang suatu objek. Didalam proses pembelajaran setiap siswa sudah mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Matematika sebagai salah satu mata pelajaran dasar pada setiap jenjang pendidikan formal, mempunyai peranan yang sangat penting di dalam pendidikan. Selain

Lebih terperinci

Pemahaman Siswa Pada Konsep Segiempat Berdasarkan Teori van Hiele

Pemahaman Siswa Pada Konsep Segiempat Berdasarkan Teori van Hiele Prosiding Seminar Nasional Matematika, Universitas Jember, 19 November 2014 262 Pemahaman Siswa Pada Konsep Segiempat Berdasarkan Teori van Hiele Miftahul Khoiri Mahasiswa Pendidikan Matematika, Pascasarjana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Komunikasi matematis Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) disebutkan bahwa komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau atau berita antara

Lebih terperinci

DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH LAYANG-LAYANG PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SEKOLAH DASAR

DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH LAYANG-LAYANG PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SEKOLAH DASAR DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH LAYANG-LAYANG PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SEKOLAH DASAR Aji Setiaji Hj. Epon Nur aeni L Rosarina Giyartini UPI Kampus Tasikmalaya Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam berbagai kehidupan, misalnya berbagai informasi dan gagasan banyak dikomunikasikan atau disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam kehidupan dan kehadirannya sangat terkait erat dengan dunia pendidikan adalah Matematika.

Lebih terperinci

Geometri dan Pengukuran dalam Kurikulum Matematika

Geometri dan Pengukuran dalam Kurikulum Matematika Geometri dan Pengukuran dalam Kurikulum Matematika Farida Nurhasanah 2012 SI SD kelas I smt 1 Geometri dan Pengukuran 2. Menggunakan pengukuran waktu dan panjang 3. Mengenal beberapa bangun ruang 2.1 Menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu ilmu pengetahuan dasar dan memberikan andil yang sangat besar dalam kemajuan bangsa. Pernyataan ini juga didukung oleh Kline (Suherman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang sangat berperan dalam perkembangan dunia. Matematika sangat penting untuk mengembangkan kemampuan dalam pemecahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam pendidikan. Depdiknas (2006:417) Mata pelajaran matematika salah satunya bertujuan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

PENGGUNAAN PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA PENGGUNAAN PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA Yusfita Yusuf 1, Neneng Tita Rosita 2 Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

PENERAPAN POLA LATIHAN BERJENJANG DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA

PENERAPAN POLA LATIHAN BERJENJANG DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA PENERAPAN POLA LATIHAN BERJENJANG DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA Abu Syafik Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo Jalan KHA. Dahlan 3 Purworejo Abstrak Matematika

Lebih terperinci

Siti Nurul Azimi, Edy Bambang Irawan Universitas Negeri Malang

Siti Nurul Azimi, Edy Bambang Irawan Universitas Negeri Malang Upaya Meningktakan Tahap Berpikir Siswa pada Materi Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran Melalui Pembelajaran Geometri van-hiele Kelas VIII di MTs NW Lepak Siti Nurul Azimi, Edy Bambang Irawan Universitas

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika memiliki peran yang sangat luas dalam kehidupan. Salah satu contoh sederhana yang dapat dilihat adalah kegiatan membilang yang merupakan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan upaya untuk mengarahkan peserta didik ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan. Pembelajaran matematika merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat membuat setiap orang dapat mengakses segala bentuk informasi yang positif maupun negatif

Lebih terperinci

Inisiasi 2 Geometri dan Pengukuran

Inisiasi 2 Geometri dan Pengukuran Inisiasi 2 Geometri dan Pengukuran Apa kabar Saudara? Semoga Anda dalam keadaan sehat dan semangat selalu. Selamat berjumpa pada inisiasi kedua pada mata kuliah Pemecahan Masalah Matematika. Kali ini topik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis, Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS), Pembelajaran Konvensional dan Sikap 1. Model Pembelajaran Search, Solve, Create and

Lebih terperinci

BAB II MASALAH MATEMATIKA DAN STRATEGI PEMECAHANNYA

BAB II MASALAH MATEMATIKA DAN STRATEGI PEMECAHANNYA BAB II MASALAH MATEMATIKA DAN STRATEGI PEMECAHANNYA Soal-soal matematika yang muncul dalam IMO dan OMN umumnya merupakan soal yang memberikan tantangan untuk dikerjakan, tetapi tidak atau belum jelas benar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Felder (1994: 5) menjelaskan bahwa dalam strategi TAPPS siswa mengerjakan

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Felder (1994: 5) menjelaskan bahwa dalam strategi TAPPS siswa mengerjakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Felder (1994: 5) menjelaskan bahwa dalam strategi TAPPS siswa mengerjakan permasalahan yang mereka jumpai secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di negara

Lebih terperinci

INSTRUMEN PERANGKAT PEMBELAJARAN

INSTRUMEN PERANGKAT PEMBELAJARAN INSTRUMEN PERANGKAT PEMBELAJARAN Lampiran 1 : RPP Siklus I Pertemuan 1 dan 2 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester Alokasi Waktu : SDN Pekunden : Matematika : II (dua)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bilangan, (b) aljabar, (c) geometri dan pengukuran, (d) statistika dan peluang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bilangan, (b) aljabar, (c) geometri dan pengukuran, (d) statistika dan peluang 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemahaman Konsep Matematika Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), disebutkan bahwa standar kompetensi mata pelajaran

Lebih terperinci

ANALISIS LEVEL PERTANYAAN GEOMETRI BERDASARKAN TINGKATAN VAN HIELE PADA BUKU TEKS MATEMATIKA SMP KELAS VII

ANALISIS LEVEL PERTANYAAN GEOMETRI BERDASARKAN TINGKATAN VAN HIELE PADA BUKU TEKS MATEMATIKA SMP KELAS VII ANALISIS LEVEL PERTANYAAN GEOMETRI BERDASARKAN TINGKATAN VAN HIELE PADA BUKU TEKS MATEMATIKA SMP KELAS VII Ema Sintia Ramadhani 9, Sunardi 10, Nurcholif Diah Sri Lestari 11 Abstrac.: This research aims

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MEMBANGUN KONSERVASI MATERI PELAJARAN Dudung Priatna*)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MEMBANGUN KONSERVASI MATERI PELAJARAN Dudung Priatna*) PEMBELAJARAN MATEMATIKA MEMBANGUN KONSERVASI MATERI PELAJARAN Dudung Priatna*) Abstrak Ketercapaian suatu pembelajaran matematika ditentukan oleh guru dalam menggunakan strategi pembelajaran matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Kepustakaan 1. Pengertian Matematika Pada awalnya matematika berasal dari bahasa Yunani mathematike yang asal katanya mathema artinya ilmu atau pengetahuan. Adapun kata

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Pembelajaran Matematika a. Belajar Ilmu yang dimiliki oleh setiap orang merupakan hasil dari belajar, belajar untuk mengkonstruksi konsep dan pengetahuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Realistic Mathematics Education Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran dalam pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil, 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Efektivitas Efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil, tepat atau manjur. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2005: 284)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Kemampuan Komunikasi Matematika Komunikasi merupakan suatu proses yang melibatkan dua orang atau lebih, dan di dalamnya terdapat pertukaran informasi dalam rangka mencapai suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model peraihan konsep disebut juga model perolehan konsep atau model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model peraihan konsep disebut juga model perolehan konsep atau model 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Model Peraihan Konsep Model peraihan konsep disebut juga model perolehan konsep atau model pencapaian konsep. Model peraihan konsep mula-mula didesain oleh Joice

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD Kegiatan Belajar 3 PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD A. Pengantar Seorang guru SD atau calon guru SD perlu mengetahui beberapa karakteristik pembelajaran matematika di SD. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam pembelajaran matematika di sekolah matematika dibagi atas beberapa sub pelajaran, diantaranya sub mata pelajaran geometri. Peranan geometri dalam pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran yang diciptakan harus mampu mengembangkan dan mencapai kompetensi setiap matapelajaran sesuai kurikulum. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses pemberian pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses pemberian pengalaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran matematika merupakan suatu proses pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan salah satu aspek yang berperan penting dalam pembangunan suatu bangsa. Terbukti bahwa hampir di setiap negara, pendidikan menjadi prioritas utama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendekatan Matematika Realistik Pendekatan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki zaman modern seperti sekarang ini, manusia dihadapkan pada berbagai tantangan yang ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konsep, Konsepsi, dan Miskonsepsi Konsep menurut Berg (1991:8) adalah golongan benda, simbol, atau peristiwa tertentu yang digolongkan berdasarkan sifat yang dimiliki

Lebih terperinci

MELALUI TUTUP KALENG BERBENTUK LINGKARAN Oleh :

MELALUI TUTUP KALENG BERBENTUK LINGKARAN Oleh : MENEMUKAN NILAI π DAN RUMUS KELILING LINGKARAN MELALUI TUTUP KALENG BERBENTUK LINGKARAN Oleh : Nikmatul Husna Sri Rejeki (nikmatulhusna13@gmail.com) (srirejeki345@rocketmail.com) A. PENDAHULUAN Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Komunikasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Komunikasi Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK 1. Deskripsi Konseptual a. Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi secara umum diartikan sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan ke penerima pesan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Belajar BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Belajar merupakan proses perubahan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam proses pendidikan di sekolah. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

KISI-KISI PENULISAN SOAL UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

KISI-KISI PENULISAN SOAL UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS KISI-KISI PENULISAN SAL UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS Mata Pelajaran : Matematika Materi Pokok : Segiempat dan Segitiga Kelas / semester : VII / 2 Standar Komptensi : Memahami konsep segi empat

Lebih terperinci

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat Naskah Soal Ujian Pengembangan Pembelajaran Matematika SD Petunjuk: Naskah soal terdiri atas 5 halaman. Anda tidak diperkenankan membuka buku / catatan dan membawa kalkulator (karena soal yang diberikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Soal Matematika Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan dengan matematika. Soal tersebut dapat berupa soal pilihan ganda ataupun soal uraian. Setiap

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT BERPIKIR SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE DITINJAU DARI GENDER

ANALISIS TINGKAT BERPIKIR SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE DITINJAU DARI GENDER ANALISIS TINGKAT BERPIKIR SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE DITINJAU DARI GENDER Isnaeni Maryam Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo E-mail: ice_ajah17@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

Model Pembelajaran 5-E Pada Pembelajaran Materi Segitiga-Segitiga Yang Kongruen

Model Pembelajaran 5-E Pada Pembelajaran Materi Segitiga-Segitiga Yang Kongruen 59 Model Pembelajaran 5-E Pada Pembelajaran Materi Segitiga-Segitiga Yang Kongruen Meilantifa Dosen Fakultas Bahasa dan Sains Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Abstrak Model pembelajaran 5-E menganut

Lebih terperinci

MELALUI TUTUP KALENG BERBENTUK LINGKARAN Oleh : Nikmatul Husna

MELALUI TUTUP KALENG BERBENTUK LINGKARAN Oleh : Nikmatul Husna MENEMUKAN NILAI π DAN RUMUS KELILING LINGKARAN MELALUI TUTUP KALENG BERBENTUK LINGKARAN Oleh : Nikmatul Husna (nikmatulhusna13@gmail.com) A. PENDAHULUAN Pembelajaran matematika adalah suatu proses yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Komunikasi matematis 1. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi dan hubungan manusiawi guru dengan siswa merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geometri merupakan salah satu bagian dari ilmu matematika yang mempelajari titik, garis, bangun, hubungan antara garis, panjang, luas, volume, dan lain-lain

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu tujuan pembelajaran matematika pada sekolah menengah atas adalah siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR. Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR. Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK Salah satu masalah yang dihadapi dalam pembelajaran matematika adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis. 1. Pengertian Pemahaman Konsep Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis. 1. Pengertian Pemahaman Konsep Matematis 5 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis 1. Pengertian Pemahaman Konsep Matematis Pemahaman konsep adalah salah satu aspek penilaian dalam pembelajaran. Penilaian pada aspek pemahaman

Lebih terperinci

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari siswa di sekolah. Proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar apabila dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Kemampuan Pemahaman Matematis, Metode Pembelajaran Buzz. Group, Pembelajaran Konvensional, dan Sikap

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Kemampuan Pemahaman Matematis, Metode Pembelajaran Buzz. Group, Pembelajaran Konvensional, dan Sikap BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kemampuan Pemahaman Matematis, Metode Pembelajaran Buzz Group, Pembelajaran Konvensional, dan Sikap 1. Kemampuan Pemahaman Matematis Pemahaman merupakan terjemahan dari istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran matematika. Menurut Cooney yang dikutip oleh Thoumasis dalam

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran matematika. Menurut Cooney yang dikutip oleh Thoumasis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman konsep merupakan dasar dan tahapan penting dalam rangkaian pembelajaran matematika. Menurut Cooney yang dikutip oleh Thoumasis dalam Gunawan 1, a student's

Lebih terperinci

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP DI KOTA BANDUNG DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATIONS PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG Siti Chotimah chotie_pis@yahoo.com Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN Hakikat Kemampuan Mengenal Bentuk Bangun Datar Sederhana

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN Hakikat Kemampuan Mengenal Bentuk Bangun Datar Sederhana BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Hakikat Kemampuan Mengenal Bentuk Bangun Datar Sederhana Kemampuan mengenal bentuk bangun datar sederhana adalah suatu kemampuan yang

Lebih terperinci

SILABUS PEMELAJARAN. Indikator Pencapaian Kompetensi. Menjelaskan jenisjenis. berdasarkan sisisisinya. berdasarkan besar sudutnya

SILABUS PEMELAJARAN. Indikator Pencapaian Kompetensi. Menjelaskan jenisjenis. berdasarkan sisisisinya. berdasarkan besar sudutnya 42 43 SILABUS PEMELAJARAN Sekolah :... Kelas : VII (Tujuh) Mata Pelajaran : Matematika Semester : II (dua) GEOMETRI Standar Kompetensi : 6. Memahami konsep segiempat dan segitiga serta menentukan ukurannya

Lebih terperinci

PEMBUKTIAN, PENALARAN, DAN KOMUNIKASI MATEMATIK. OLEH: DADANG JUANDI JurDikMat FPMIPA UPI 2008

PEMBUKTIAN, PENALARAN, DAN KOMUNIKASI MATEMATIK. OLEH: DADANG JUANDI JurDikMat FPMIPA UPI 2008 PEMBUKTIAN, PENALARAN, DAN KOMUNIKASI MATEMATIK OLEH: DADANG JUANDI JurDikMat FPMIPA UPI 2008 PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA Bukti menurut Educational Development Center (2003) adalah suatu argumentasi logis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian pengembangan atau Research and

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian pengembangan atau Research and BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian pengembangan atau Research and Development (R&D) dengan menggunakan model pengembangan ADDIE yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. solusi. Sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek,

II. TINJAUAN PUSTAKA. solusi. Sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Representasi Matematis Jones dan Knuth (1991) mengungkapkan bahwa representasi adalah model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah yang digunakan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MENGGUNAKAN TANGRAM GEOGEBRA UNTUK MENEMUKAN LUAS PERSEGI

PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MENGGUNAKAN TANGRAM GEOGEBRA UNTUK MENEMUKAN LUAS PERSEGI PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MENGGUNAKAN TANGRAM GEOGEBRA UNTUK MENEMUKAN LUAS PERSEGI Farida Nursyahidah, Bagus Ardi Saputro Program Studi Pendidikan Matematika FPMIPATI Universitas PGRI Semarang Jl.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. a. Pengertian MEA Means-Ends Analysis (MEA) terdiri dari tiga unsur kata yakni: means,

BAB II KAJIAN TEORETIS. a. Pengertian MEA Means-Ends Analysis (MEA) terdiri dari tiga unsur kata yakni: means, BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran MEA a. Pengertian MEA Means-Ends Analysis (MEA) terdiri dari tiga unsur kata yakni: means, ends dan analysis. Means berarti banyaknya cara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah ilmu pengetahuan yang dipelajari sejak zaman dahulu hingga kini. Mata pelajaran wajib di sekolah dalam tingkatan apapun. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

datar berdasarkan kemampuan berpikir geometris Van Hiele sebagai berikut:

datar berdasarkan kemampuan berpikir geometris Van Hiele sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis peserta didik kelas VIII-F SMP Negeri 39 Semarang pada materi bangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik merupakan suatu kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran matematika

Lebih terperinci

E-LAERNING TEORI BELAJAR VAN HIELE VS BARUDA

E-LAERNING TEORI BELAJAR VAN HIELE VS BARUDA E-LAERNING TEORI BELAJAR VAN HIELE VS BARUDA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA 2014 TEORI BELAJAR SOSIAL ALBERT BANDURA Pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. (2006:10) mengemukakan, Belajar matematika merupakan suatu perubahan. praktis bersikap positif, bertindak aktif dan kreatif.

BAB II KAJIAN TEORETIS. (2006:10) mengemukakan, Belajar matematika merupakan suatu perubahan. praktis bersikap positif, bertindak aktif dan kreatif. 12 BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Matematika Suatu pendidikan yang berlangsung di sekolah yang paling penting adalah kegiatan belajar. Ini berarti berhasil atau tidaknya pencapaian

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. A. Pembahasan Dari data hasil tes soal dapat diketahui siswa yang memiliki keterampilan

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. A. Pembahasan Dari data hasil tes soal dapat diketahui siswa yang memiliki keterampilan 113 BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Pembahasan Dari data hasil tes soal dapat diketahui siswa yang memiliki keterampilan dasar geometri pada materi bangun datar segiempat adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian 7 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Hakikat Belajar Matematika Menurut Sadirman, (2011: 21) Belajar adalah berubah. Dalam hal ini yang dimaksud belajar berarti usaha mengubah tingkah laku.

Lebih terperinci